Anda di halaman 1dari 6

IMPULSIVE BUYING PADA DEWASA AWAL DI YOGYAKARTA

P. Henrietta P. D. A. D. S., M. A.
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

henrietta.paulus@yahoo.com

Abstract
This research aimed to know the impulsive buying tendency of early adult in Yogyakarta. Impulsive buying was a
buying activity without cosideration, and accompanied by strong emotional response. High impulsive buying tendency
occured between age 18 to 39 years old. This research was a quantitative descriptive research with 395 subjects.
Generally, the impulsive buying tendency in this research was low. Based on comparation between man and woman, it
was found that woman was more impulsive than man. The result also showed that married person was more impulsive
than unmarried person. Based on the types of job, there was several different among those types. But there was no
different of impulsive buying tendency based on the education background level.

Keywords: impulsive buying, early adult

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pembelian impulsif pada dewasa awal di Yogyakarta.
Pembelian impulsif adalah tindakan membeli sesuatu tanpa pertimbangan, dan disertai dengan respon emosi yang kuat.
Usia yang rentan terhadap pembelian impulsif adalah rentang usia 18 – 39 tahun. Rentang usia ini termasuk dalam
rentang usia dewasa awal, sehingga hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan refleksi bagi kalangan dewasa
awal agar dapat lebih menyadari dan mawas diri terhadap perilaku pembelian impulsif. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kuantitatif pada 395 subjek. Pembelian impulsif dalam penelitian ini dideskripsikan berdasarkan
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan.

Kata Kunci: pembelian impulsif, dewasa awal

Perkembangan ekonomi di Indonesia ber- 2006). Masyarakat dimanjakan dengan be-


lanjut didorong oleh perilaku konsumsi ragam jenis produk yang ditawarkan dalam
pribadi. Salah satu alasan yang menstimulasi jumlah banyak dan mudah didapatkan.
perilaku tersebut adalah beralihnya budaya
konsumen dalam memandang perilaku Tinarbuko (2006) menyatakan bahwa hidup
belanja. Dewasa ini, belanja tidak hanya un- dalam pola dan arus konsumtivisme membuat
tuk membeli barang yang dibutuhkan atau un- orang merasa tidak puas jika produk atau
tuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi belanja barang yang diinginkan belum dimiliki.
telah menjadi aktivitas gaya hidup, kese- Mereka mengutamakan gaya hidup bertolak
nangan, dan pemenuhan kebutuhan psikologis pada felt need ketika membeli suatu produk
(Herabadi, Verplanken, & Knippenberg, yang ditawarkan daripada membeli kebutuhan
2009). yang memang sangat diperlukan (real need).
Pola hidup konsumtivisme menyebabkan
Aktivitas belanja masyarakat didukung oleh masyarakat sering membeli barang tanpa
meningkatnya jenis maupun volume produk disertai pertimbangan dan hanya mengikuti
industri yang memudahkan masyarakat dorongan emosional belaka. Proses pembelian
bersikap konsumtif materialistis (Tinarbuko, tersebut merupakan pembelian impulsif. Rook

1
& Gardner (1993) mendefinisikan pembelian termasuk dalam tahap perkembangan dewasa
impulsif sebagai tindakan yang tanpa awal.
pertimbangan, dan disertai dengan respon
emosi yang kuat. Gasiorowska (2011) Masa dewasa awal berkisar antara usia 20-40
menjelaskan secara lebih terperinci bahwa tahun. Masa dewasa awal merupakan
pembelian impulsif adalah pembelian yang pembentukan kemandirian seseorang secara
tidak reflektif, sebenarnya tidak diharapkan, pribadi maupun ekonomi, seperti perkem-
terjadi secara spontan, diiringi dengan bangan karir, pemilihan pasangan, dan
munculnya keinginan yang mendadak untuk memulai keluarga (Santrock, 2002). Dilihat
membeli produk-produk tertentu, dan dari perkembangan kognitifnya, individu
dimanifestasikan dalam sebuah reaksi dewasa awal seharusnya sudah dapat berpikir
terhadap suatu stimulus dari produk. reflektif dan menekankan pada logika
kompleks serta melibatkan intuisi dan juga
Tinarbuko (2006) menyebutkan beberapa emosi (Papalia; Olds; Feldman, 2009). Tetapi
faktor yang mempengaruhi perilaku dan pola pada masa ini, individu juga mulai mandiri
hidup konsumtif, diantaranya adalah harga secara ekonomi, kemandirian secara ekonomi
diri, gengsi, status sosial, ekonomi, pengaruh tersebut dapat mendorong individu menjadi
teman, dan tingkat pendididikan. Ditambah- konsumtif dan melakukan pembelian
kan bahwa promosi atau penawaran dalam impulsif.
berbagai bentuk dan berbagai media diduga
mempengaruhi pola hidup konsumtif masya- Penelitian ini akan dilakukan di Yogyakarta
rakat. Samhadi (2006) menyatakan bahwa karena secara khusus masyarakat Yogyakarta,
iklan yang persuasif dan berbagai strategi terutama yang tinggal di kawasan perkotaan
pemasaran agresif membuat masyarakat dinilai cenderung konsumtif. Tingkat
semakin dalam terjebak arus konsumtivisme konsumsi rerata masyarakat sangat tinggi,
yang sifatnya impulsif atau emosional dan yaitu 1,09 kali lebih banyak dari rerata
bukan lagi rasional. Ikhsan (dalam Samhadi, pendapatan total masyarakat. Hal ini berarti
2006) menambahkan peran kredit pada bahwa anggaran belanja yang mereka
konsumtivisme yang dapat membahayakan keluarkan lebih besar dari pada
bagi perekonomian. penghasilannya, sehingga hampir seluruh
pendapatan mereka habis untuk dikonsumsi
Verplanken dan Herabadi (2001) secara (Tinarbuko, 2006).
khusus menyebutkan beberapa faktor yang
dapat memicu pembelian impulsif. Faktor- Gubernur DIY, Sultan HB X menyatakan
faktor tersebut adalah lingkungan pemasaran bahwa peningkatan pola hidup konsumtif
(tampilan dan penawaran produk), variabel cenderung mengubah perilaku sosial
situasional (ketersediaan waktu dan uang), masyarakat (Tinarbuko, 2006). Tinarbuko
dan variabel personal (mood, identitas diri, (2006) menyatakan bahwa pola hidup
kepribadian, dan pengalaman pendidikan). konsumtif mendorong orang untuk selalu
ingin berlebihan, tanpa peduli bagaimana cara
Berkaitan dengan faktor personal, Wood mendapatkannya. Pola hidup konsumtif juga
(1998) dalam penelitiannya menemukan menimbulkan berbagai hal yang berhubungan
bahwa pembelian impulsif juga dipengaruhi dengan faktor ketergantungan yang melekat
oleh karakteristik personal, yaitu usia. Wood pada konsumen, misalnya ketergantungan
(1998) menemukan bahwa pembelian pada produk-produk luar negeri (Tinarbuko,
impulsif meningkat pada usia 18 hingga 39 2006).
tahun dan menurun setelahnya. Rentang usia
18-39 tahun adalah rentang usia yang
Henrietta, Impulsive Buying Pada Dewasa Awal Di Yogyakarta 3

Pembelian Impulsif (Impulsive Buying) penundaan datangnya kekecewaan) serta


aktivasi emosional yang tinggi (kegembiraan
Goldenson (dalam Rook, 1987) menjelaskan dan stimulasi yang disebabkan oleh produk
bahwa definisi umum suatu dorongan atau oleh situasi atau proses membeli).
psikologis (psychological impulse) seseorang
adalah sebuah ‘kekuatan’, desakan yang tak Hal tersebut senada dengan pernyataan Rook
tertahankan, serta munculnya kecenderungan (1987) yang mengemukakan bahwa
secara tiba-tiba untuk melakukan sesuatu pembelian impulsif lebih mengutamakan
tanpa adanya pertimbangan sebelumnya. emosional daripada rasional. Konsumen yang
Goldenson menjelaskan juga bahwa dorongan sering melakukan pembelian secara impulsif
yang kuat tersebut kemungkinan akan sulit (highly impulsive buyers) memiliki kecende-
untuk dilawan, karena seseorang seringkali rungan unreflective dalam pemikirannya,
sulit mencegah pengalaman yang dianggap memiliki ketertarikan secara emosional pada
menyenangkan bagi mereka (Rook, 1987). suatu objek, menginginkan kepuasan segera
dan disertai dengan gerakan cepat serta
Perilaku impulsif dapat terjadi di beberapa menggemari pengalaman spontan ketika
situasi, dan pembelian secara impulsif pada melakukan pembelian, yang ditunjukkan
konsumen merupakan konteks yang juga dengan adanya daftar belanja yang bersifat
sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari terbuka sehingga menyebabkan terjadinya
(Rook, 1987). Pembelian impulsif didefinisi- pembelian barang tidak terduga yang
kan sebagai perilaku pembelian yang tidak didominasi oleh emosi (Hoch & Lowenstein,
terencana, yang dicirikan dengan mendadak, 1991 ; Thomson et al., 1990 dalam Kacen &
sangat kuat dan teguh, mendesak untuk Lee, 2002).
segera membeli, spontan ketika menemukan
suatu produk, dan disertai dengan perasaan Verplanken & Herabadi (2001) mengemu-
senang atau bersemangat (Rook, 1987). kakan dua aspek pembelian impulsif, yakni
Dengan kata lain, pembelian impulsif adalah aspek kognitif dan aspek afektif.
tindakan yang tanpa pertimbangan, dan
disertai dengan respon emosi yang kuat (Rook a. Aspek kognitif
& Gardner, 1993). Aspek kognitif yang dimaksudkan adalah
kekurangan pada unsur pertimbangan dan
Gasiorowska (2011) mendefinisikan pembeli- unsur perencanaan dalam pembelian yang
an impulsif sebagai pembelian yang tidak dilakukan. Hal ini didasari oleh pernyataan
reflektif, sebenarnya tidak diharapkan, terjadi Verplanken & Aarts (dalam Verplanken &
secara spontan, diiringi dengan munculnya Herabadi, 2001) bahwa pembayaran yang
keinginan yang mendadak untuk membeli dilakukan mungkin tidak direncanakan atau
produk-produk tertentu, dan dimanifestasikan dipertimbangkan dengan matang untuk
dalam sebuah reaksi terhadap suatu stimulus berbagai macam alasan, misalnya ketika
dari produk. Gasiorowska (2011) menambah- pembayaran tak terencana tampak tak
kan bahwa dalam hal ini, konsumen direncanakan dalam waktu yang panjang atau
distimulasi oleh kedekatan secara fisik dari dalam kasus pengulangan pembayaran atau
hasrat sebuah produk dan reaksinya terhadap kebiasaan pembayaran.
stimulus bisa dikaitkan dengan kontrol
intelektual yang rendah (kurangnya evaluasi b. Aspek afektif
yang didasarkan pada kriteria keperluan, Aspek afektif meliputi dorongan emosional
berkurangnya alasan untuk membeli, ku- yang secara serentak meliputi perasaan
rangnya evaluasi terhadap konsekuensi yang senang dan gembira setelah membeli tanpa
mungkin ditimbulkan, munculnya kepuasan perencanaan (Verplanken & Herabadi, 2001)
yang datang secara tiba-tiba sebagai lebih lanjut menambahkan, setelah itu juga
secara tiba-tiba muncul perasaan atau hasrat Secara Sosiologis, seseorang dapat dikatakan
untuk melakukan pembelian berdasarkan dewasa ketika mereka sudah mandiri atau
keinginan hati, yang sifatnya berkali-kali atau telah memiliki karir, telah menikah atau
kompulsif, tidak terkontrol, kepuasan, membentuk sebuah keluarga. Sedangkan bila
kecewa, dan penyesalan karena telah dilihat dari kematangan fisiologis, seseorang
membelanjakan uang hanya untuk memenuhi dikatakan dewasa bila ia dapat menemukan
keinginannya. identitas diri, menjadi mandiri, dan mem-
bangun suatu hubungan. Selain itu, dimu-
Verplanken dan Herabadi (2001) menye- lainya kedewasaan lebih ditandai oleh mun-
butkan beberapa faktor yang dapat memicu culnya keterkaitan antara otonomi, kontrol
pembelian impulsif. Faktor-faktor tersebut diri, dan tanggung jawab pribadi seseorang
adalah lingkungan pemasaran (tampilan dan (Papalia; Olds; Feldman, 2009).
penawaran produk), variabel situasional
(ketersediaan waktu dan uang), dan variabel Kemunculan masa dewasa melalui beberapa
personal (mood, identitras diri, kepribadian, proses transisi di dalamnya. Proses melewati
dan pengalaman pendidikan). Wood (1998) transisi ini dapat menentukan individu merasa
menemukan faktor lain yang mempengaruhi menjadi orang yang telah dewasa. Dilihat dari
pembelian impulsif, yaitu usia. Usia yang perkembangan kondisi fisik dan kesehatan,
rentan terhadap pembelian impulsif adalah kalangan dewasa awal memiliki kemampuan
usia 18-39 tahun (Wood, 1998). fisik dan sensorik yang sangat baik. Dilihat
dari perkembangan kognitifnya, individu
1. Dewasa Awal dewasa awal dapat berpikir reflektif dan
Masa dewasa awal (early adulthood) ialah menekankan pada logika kompleks serta
periode perkembangan yang bermula pada melibatkan intuisi dan juga emosi (Papalia;
akhir usia belasan tahun atau awal usia Olds; Feldman, 2009).
duapuluhan tahun dan yang berakhir pada
usia tigapuluhan tahun, yakni kira-kira usia 20 Kohlberg (Papalia; Olds; Feldman, 2009)
tahun sampai 40 tahun. Masa ini merupakan menjelaskan bahwa perkembangan moral
pembentukan kemandirian seseorang secara pada masa dewasa secara primer bergantung
pribadi maupun ekonomi, seperti pada pengalaman, walaupun tidak bisa
perkembangan karir, pemilihan pasangan, dan melampaui batas yang telah ditentukan oleh
memulai keluarga (Santrock, 2002). perkembangan kognitif. Dalam hal ini banyak
Model rentang kehidupan K. Warner Schaie orang telah menempuh pendidikan tinggi dan
(Papalia; Olds; Feldman, 2009) menjelaskan masuk ke dunia kerja untuk meningkatkan
bahwa masa dewasa awal masuk ke dalam perkembangan kognitifnya.
tahap pencapaian (achieving stage). Dalam
tahap ini dijelaskan bahwa dewasa awal tidak METODE PENELITIAN
lagi memperoleh pengetahuan dan
keterampilan hanya untuk memperoleh Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
pengetahuan, tetapi mereka menggunakan kuantitatif yang dilakukan di Yogyakarta.
pengetahuan yang mereka punya untuk Pengumpulan data dilakukan dengan
mengejar tujuan seperti pencapaian karir dan penyebaran skala kecenderungan pembelian
keluarga (Papalia; Olds; Feldman, 2009). impulsif dari Verplanken & Herabadi (2001).
Pencapaian karir dan keluarga ini melibatkan Tehnik sampling dalam penelitian ini
penerapan intelektualitas pada situasi yang menggunakan convenience sampling, yaitu
memiliki konsekuensi besar dalam mencapai pemilihan subjek berdasarkan kemudahan
tujuan jangka panjang mereka (Santrock, untuk mengakses subjek (McMillan &
2002). Schumacher, 2006). Analisis data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara melihat
Henrietta, Impulsive Buying Pada Dewasa Awal Di Yogyakarta 5

skor total dan melakukan uji beda memiliki gaya berbelanja yang berbeda dan
berdasarkan beberapa keterangan tentang hal ini berpengaruh pada kecenderungan
identitas subjek pembelian impulsif mereka.
Hasil penelitian juga menunjukkan perbedaan
HASIL PENELITIAN kecenderungan pembelian impulsif berdasar-
kan status penikahan seseorang. Subjek yang
Penyebaran skala dilakukan di beberapa tidak menikah, yaitu sebanyak 202 subjek
tempat di Yogyakarta, seperti di mall-mall, di memiliki mean sebesar 74.85, dan subjek
tempat kerja (beberapa organisasi atau lem- yang menikah, yaitu sebanyak 193 subjek
baga), dan secara personal di tempat tinggal memiliki mean sebesar 50.46. Berdasarkan
masing-masing subjek. Total subjek dalam hasil uji-t, diperoleh taraf signifikansi p =
penelitian ini adalah sejumlah 395 subjek, 0.000, sehingga dapat disimpulkan bahwa
dengan rincian 179 subjek pria, dan 216 subjek yang tidak menikah lebih impulsif
subjek wanita. Skala kecenderungan dibandingkan dengan subjek yang menikah.
pembelian impulsif yang digunakan dalam Individu yang telah menikah memiliki beban
penelitian ini memiliki reliabilitas sebesar keluarga yang lebih berat dibandingkan
0.879 dan data subjek dalam penelitian ini individu yang belum menikah, sehingga
juga tergolong normal dengan signifikansi mereka akan lebih memperhitungkan keadaan
sebesar 0.45. keuangan mereka (Santrock, 2002)
Berdasarkan perbandingan antara mean Hasil penelitian yang berbeda ditemukan pada
teoretik dan mean empirik, mean teoretik (80) kecenderungan pembelian impulsif
lebih besar daripada mean empirik (62.93). berdasarkan tingkat pendidikan. Berdasarkan
Melalui uji-t diperoleh nilai p = 0.000, pengolahan data menggunakan Anava satu
sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat jalur, tidak ditemukan perbedaan kecende-
kecenderungan pembelian impulsif subjek rungan pembelian impulsif yang signifikan
dalam penelitian ini tergolong rendah. pada berbagai tingkat pendidikan subjek.
Menurut Wood (1998) usia 18-39 adalah usia Berdasarkan jenis pekerjaan, ditemukan bebe-
yang rentan pada pembelian impulsif, tetapi rapa perbedaan kecenderungan pembelian
berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan impulsif subjek. Data diolah menggunakan
bahwa beberapa subjek yang juga termasuk Anava satu jalur, dengan p = 0.007. Hal ini
usia dewasa awal di Yogyakarta memiliki berarti ada perbedaan kecenderungan
kecenderungan pembelian impulsif yang pembelian impulsif berdasar-kan jenis
rendah.
pekerjaan. Secara khusus, dengan pengujian
Berdasarkan perbandingan kecenderungan post-hoc menggunakan metode Games-
pembelian impulsif antara pria dan wanita, Howell, peneliti menemukan bahwa: 1).
ditemukan bahwa wanita lebih impulsif Subjek dengan jenis pekerjaan wirausaha
daripada pria. Mean kecenderungan pem- (mean 62.96) lebih impulsif daripada subjek
belian impulsif wanita, yaitu sebesar 66.02 dengan jenis pekerjaan PNS (mean 48.38),
lebih besar secara signifikan (dengan p = dengan p = 0.000, 2). Subjek dengan jenis
0.000) dibandingkan mean kecenderungan pekerjaan sebagai karyawan swasta (63.17)
pembelian impulsif pria, yaitu sebesar 59.20. lebih impulsif daripada subjek dengan jenis
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian – pekerjaan PNS (48.38), dengan p = 0.000, dan
penelitian lain yang menemukan bahwa 3). Subjek yang merupakan mahasiswa
wanita lebih impulsif dibandingkan pria. Hal (64.97) lebih impulsif daripada subjek dengan
ini dapat disebabkan oleh perbedaan gaya jenis pekerjaan PNS (48.38), dengan p =
belanja antara pria dan wanita. Gasiorowska 0.000.
(2011) menyatakan bahwa pria dan wanita
KESIMPULAN DAN SARAN Kacen, J. J. & Lee, J. A. (2002). The
Influence of Culture on Consumer
Penelitian ini menemukan beberapa hal Impulsive Buying Behavior. Journal
berkaitan dengan kecenderungan pembelian of Consumer Psychology, 12, 163-176.
impulsif pada dewasa awal di Yogyakarta.
McMillan, J. H. & Schumacher, S. (2006).
Secara umum, tingkat kecenderungan
Research in Education: Evidence-
pembelian impulsif subjek dalam penelitian
based Inquiry 6th ed. Boston: Pearson
ini tergolong rendah. Berdasarkan perban-
Education, Inc.
dingan kecenderungan pembelian impulsif
antara pria dan wanita, ditemukan bahwa Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D.
wanita lebih impulsif daripada pria. Hasil (2009). Human Development :
penelitian juga bahwa subjek yang tidak Perkembangan Manusia (Edisi 10,
menikah lebih impulsif dibandingkan dengan Buku 2). Jakarta : Salemba Humanika.
subjek yang menikah. Hasil penelitian yang Rook, D. W. (1987). The Buying Impulse.
berbeda ditemukan pada kecenderungan Journal of Consumer Research, 14
pembelian impulsif berdasarkan tingkat pen- (2), 189-199.
didikan, yaitu tidak ditemukan perbedaan
kecenderungan pembelian impulsif yang Rook, D. W. & Gardner, M. (1993). In the
signifikan pada berbagai tingkat pendidikan Mood: Impulse buying’s Affective
subjek. Berdasarkan jenis pekerjaan, ditemu- Antesedents. Research in Consumer
kan beberapa perbedaan kecenderungan Research (vol. 6, pp. 1-28).
pembelian impulsif subjek. Secara khusus, Greenwich, CT: JAI Press.
peneliti menemukan bahwa: 1). Subjek de- Samhadi, S. H. (2006). Dalam Cengkeraman
ngan jenis pekerjaan wirausaha lebih impulsif Konsumtivisme. Jakarta: Kompas.
daripada subjek dengan jenis pekerjaan PNS,
2). Subjek dengan jenis pekerjaan sebagai Santrock, J. W. (2002). Psikologi
karyawan swasta lebih impulsif daripada Perkembangan, jilid 2. Jakarta:
subjek dengan jenis pekerjaan PNS, dan 3). Erlangga
Subjek yang merupakan mahasiswa lebih
impulsif daripada subjek dengan jenis Tinarbuko, S. (2006). Pola Hidup Konsumtif
pekerjaan PNS. Masyarakat Yogya. Jakarta: Kompas
Verplanken, B. & Herabadi, A. (2001).
DAFTAR PUSTAKA Individual Differences in Impulse
Buying Tendency: Feeling and no
Herabadi, A., Verplanken, B., & Thinking. European Journal of
Knippenberg, A. Van. (2009). Personality. 15, S71-S83.
Consumption Experience of Impulse
Buying in Indonesia: Emotional Wood, M. (1998). Socioeconomic Status,
Arousal and Hedonistic Delay of Gratification, and Impulse
Considerations. Asian Journal of Buying. Journal of Economic
Social Psychology, 12, 20-31. Psychology, 19 (3), 295-320.

Anda mungkin juga menyukai