Energi listrik tenaga surya merupakan energi utama yang diterima oleh bumi.
Kurang lebih 173 triliun kilowatt energy diterima melalui bagian atas atmosfir 30%
direfleksikan kembali, 47% diserap oleh molekul – molekul di atmosfer, di ubah panjang
gelombangnya kemudian diradiasikan kembali sebagai inframerah dan sisanya yang 23%
sebagian besar di ubah melalui proses gerakkan thermochemodinamik di permukaan bumi,
seperti angin, arus laut, dan juga proses penguapan dan fotosintesis, dan lain-lain. Energi
hasil fotosintesis pada umumnya di simpan dalam bentuk tumbuhan yang kemudian dalam
proses alam sebagai berubah menjadi fosil karbon, seperti batu bara, minyak dan gas alam.
Energi surya melalui konversi di manfaatkan menjadi energi listrik, yang diperoleh dengan
system fotovoltaik (Pembangkit Listrik tenaga surya). Pembangkit listrik tenaga surya di
arahkan agar dapat di manfaatkan oleh para pemakai di daerah terpencil yang tidak mungkin
di jangkau oleh PLN.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia, paling populer digunakan untuk
listrik pedesaan (terpencil), system seperti ini populer dengan sebutan SHS (Solar Home
System). SHS umumnya berupa system berskala kecil, dengan menggunakan modul surya
50-100 Wp (Watt Peak) dan menghasilkan listrik harian sebesar 150-300 Wh. Karena
skalanya yang kecil, system DC (direct current) lebih disukai, untuk menghindari losses dan
self consumption akibat digunakannya inverter[1-2].
SelSurya
Energi surya adalah sumber energi terbarukan yang paling penting (energi angin pada
dasarnya juga berasal dari energi surya), dan hanya energi panas bumi dan pasang surut
yang tidak memperoleh energi dari matahari.
Gambar 1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Banyak orang menggunakan istilah energi surya dan tenaga surya sebagai sinonim meskipun
hal ini mengandung kesalahan karena tenaga surya mengacu pada konversi sinar matahari
menjadi listrik (Photovoltaic).
Sel Surya atau Sel Photovoltaic itu sendiri terbuat dari potongan silikon yang sangat kecil
dengan dilapisi bahan kimia khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Sel surya pada
umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm yang terbuat dari irisan bahan
semikonduktor dengan kutub positif dan negatif. Tiap sel surya biasanya menghasilkan
tegangan 0,5 volt. Sel surya merupakan elemen aktif (Semikonduktor) yang memanfaatkan
efek photovoltaic untuk merubah energi surya menjadi energi listrik.
KonsepKerja
Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara
semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang
dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai
kelebihan elektron (muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan
hole (muatan positif) dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut
bisa terjadi dengan mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk
mendapatkan material silikon tipe-p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk
mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi pada
gambar 2 dibawah menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
Gambar 2. Junction antara semikonduktor tipe-p (kelebihan hole) dan tipe-n (kelebihan
elektron)[3]
Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga elektron
(dan hole) bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika
semikonduktor tipe-p dan tipe-n terkontak, maka kelebihan elektron akan bergerak dari
semikonduktor tipe-n ke tipe-p sehingga membentuk kutub positif pada semikonduktor tipe-
n, dan sebaliknya kutub negatif pada semikonduktor tipe-p. Akibat dari aliran elektron
dan hole ini maka terbentuk medan listrik yang mana ketika cahaya matahari mengenai
susuna p-n junction ini maka akan mendorong elektron bergerak dari semikonduktor menuju
kontak negatif, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya hole bergerak
menuju kontak positif menunggu elektron datang, seperti ditunjukan pada gambar 3
dibawah.
Lebih detailnya komponen-komponen kerja perlengkapan sel surya seperti ditunjukan pada
gambar 4 berikut.
Gambar 4. Komponen-komponen pelengkap sel surya agar dapat bekerja (Balance of
System)[4]
DayadanEfisiensi
Sebelum mengetahui daya sesaat yang dihasilkan kita harus mengetahui energi yang
diterima, dimana energi tersebut adalah perkalian intensitas radiasi yang diterima dengan
luasan dengan persamaan [1]:
E=IrxA
dimana:
Ir=Intensitasradiasimatahari(W/m2)
A=Luaspermukaan(m2)
Sedangkan untuk besarnya daya sesaat yaitu perkalian tegangan dan arus yang dihasilkan
oleh sel fotovoltaik Untuk mengetahui kapasitas daya yang dihasilkan, dilakukanlah
pengukuran terhadap arus (I) dan tegangan (V) pada gususan sel surya yang disebut
modul/panel, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
P=VxI
dimana:
P=Daya(Watt),
V=Bedapotensial(Volt)
I=Arus(Ampere)
Radiasi surya yang mengenai sel photovoltaic dengan menggunakan
alat pyranometer adalah dalam satuan mV sehingga harus dikonversikan menjadi W/m2,
persamaan yang digunakan adalah :
Efisiensi yang terjadi pada sel surya adalah merupakan perbandingan daya yang dapat
dibangkitkan oleh sel surya dengan energi input yang diperoleh dari sinar matahari. Efisiensi
yang digunakan adalah efisiensi sesaat pada pengambilan data.
Sistem Penyimpanan
Sistem penyimpanan daya yang dihasilkan sel surya saat ini masih menggunakan baterai.
Baterai merupakan alat yang menyimpan daya yang dihasilkan oleh panel surya yang tidak
segera digunakan oleh beban. Daya yang disimpan dapat digunakan saat periode radiasi
matahari rendah atau pada malam hari. Komponen baterai kadang-kadang dinamakan
akumulator (accumulator). Baterai menyimpan listrik dalam bentuk daya kimia. Baterai
yang paling biasa digunakan dalam aplikasi surya adalah baterai yang bebas pemeliharaan
bertimbal asam (maintenance-free lead-acid batteries), yang juga dinamakan
baterai recombinant atau VRLA (klep pengatur asam timbal atau valve regulated lead acid).
Baterai terbentuk oleh sekelompok elemen atau sel yang diletakan secara seri. Baterai
timbal-asam terdiri dari dua elektroda timbal yang berada dalam larutan elektrolit air dan
asam sulfat. Perbedaan potensial sekitar 2 volt terjadi di antara elektroda, tergantung pada
nilai seketika kondisi penyimpanan baterai. Baterai yang paling umum dalam aplikasi surya
fotovoltaik mempunyai tegangan nominal sebanyak 12 atau 24 volt. Maka sebuah baterai 12
V berisi 6 sel secara seri.
Baterai memenuhi dua tujuan penting dalam sistem fotovoltaik, yaitu untuk memberikan
daya listrik kepada sistem ketika daya tidak disediakan oleh array panel-panel surya, dan
untuk menyimpan kelebihan daya yang ditimbulkan oleh panel-panel setiap kali daya itu
melebihi beban. Baterai tersebut mengalami proses siklis menyimpan dan mengeluarkan,
tergantung pada ada atau tidak adanya sinar matahari. Selama waktu adanya matahari, array
panel menghasilkan daya listrik. Daya yang tidak digunakan dengan segera dipergunakan
untuk mengisi baterai. Selama waktu tidak adanya matahari, permintaan daya listrik
disediakan oleh baterai, yang oleh karena itu akan mengeluarkannya.
Siklus menyimpan dan mengeluarkan ini terjadi setiap kali daya yang dihasilkan oleh panel
tidak sama dengan daya yang dibutuhkan untuk mendukung beban. Kalau ada cukup
matahari dan bebannya ringan, baterai akan menyimpan daya. Tentunya, baterai akan
mengeluarkan daya pada malam hari setiap kali sejumlah daya diperlukan. Baterai juga akan
mengeluarkan daya ketika penyinaran tidak cukup untuk menutupi kebutuhan beban (karena
variasi alami kondisi keikliman, awan, debu, dan lain-lain).
Jika baterai tidak menyimpan cukup daya untuk memenuhi permintaan selama periode tidak
adanya matahari, sistem akan kehabisan daya dan tidak siap memenuhi konsumsi. Di sisi
lainnya, memperbesar sistem (dengan menambahkan terlalu banyak panel dan baterai)
mahal dan tidak efisien. Ketika mendesain sistem yang mandiri, kita perlu
mengkompromikan antara biaya komponen dengan ketersediaan daya dari sistem. Satu cara
untuk melakukan ini adalah memperkirakan jumlah hari dimana sistem beroperasi secara
mandiri. Sebaliknya, jika sistem surya bertanggung jawab atas daya yang menyediakan ke
peralatan pelanggan anda mungkin dapat mengurangi jumlah hari otonomi sampai dua atau
tiga. Di daerah dengan penyinaran yang rendah, nilai ini mungkin perlu ditambah semakin
banyak. Dalam kasus apapun, anda harus selalu menemukan keseimbangan yang baik antara
biaya dan kehandalan.
Ada dua kondisi istimewa penyimpanan yang dapat terjadi selama siklus penyimpanan dan
pengeluaran daya dari baterai. Sebaiknya kondisi tersebut dihindari guna memperpanjang
umur baterai [5].
Di sisi lainnya, keberadaan gas menghindari stratifikasi asam. Setelah beberapa siklus
penyimpanan dan pengeluaran yang terus menerus, asam cenderung terpusat di bagian
bawah baterai, sehingga mengurangi kapasitas efektifnya. Proses gasifikasi menggerakan
elektrolit dan menghindari stratifikasi. Sekali lagi, adalah perlu untuk menemukan
kompromi antara keuntungan (menghindari stratifikasi elektrolit) dan keadaan merugikan
(kehilangan air dan produksi hidrogen). Satu pemecahannya adalah lebih sering membiarkan
penyimpanan yang sedikit berlebihan. Satu metode yang umum adalah membiarkan
tegangan sebanyak 2,35 sampai 2,4 Volt untuk masing-masing elemen baterai sekali dalam
beberapa hari, di suhu 25o C. Regulator sebaiknya menjamin penyimpanan berlebihan yang
berkala dan terkontrol.
Jika pengeluaran baterai sangat mendalam dan baterai tetap dalam kondisi pengeluaran
untuk jangka waktu yang lama, akan terjadi tiga efek: pembentukan sulfat yang terkristal
pada pelat baterai, bahan aktif pada pelat baterai akan lepas / berguguran, dan pelat baterai
akan melengkung. Proses membentuk kristal sulfat yang stabil dinamakan sulfasi keras. Ini
benar-benar tidak baik karena akan membentuk kristal besar yang tidak turut serta dalam
reaksi kimia dan dapat membuat baterai anda tidak dapat digunakan.
Di Indonesia Pemanfaatan energi surya memiliki potensi masa depan yang sangat besar,
tidak hanya dalam menyediakan listrik dan panas tetapi juga untuk digunakan pada proses
industri serta pengembangan kendaraan surya.
Beberapa keuntungan menggunakan PLTS di Indonesia adalah :
Sumber energi tersedia sepanjang tahun dan gratis;
Bebas polusi udara;
Tidak bising;
Tidak memerlukan sistem transmisi yang rumit;
Tidak menyebabkan efek pemanasan global;
Dapat ditempatkan di daerah terpencil;
Umur pakainya panjang, kurang lebih 20 tahun;
Aman;
Perawatannya sangat mudah dan hampir tanpa biaya.
Meskipun energi surya adalah bentuk energi paling berlimpah yang tersedia di Indonesia
bahkan di planet bumi ini, energi surya tetap bukanlah sumber energi yang sempurna. Hal
ini tidak hanya merujuk pada kalahnya prioritas biaya dibandingkan bahan bakar fosil tetapi
juga karena masalah intermitten (tidak kontinyu). Seperti yang kita ketahaui, energi surya
tidak tersedia pada malam hari dan karenanya membutuhkan solusi penyimpanan energi
yang memadai untuk menutup kekurangan ini.
Beberapa Hambatan Distribusi PLTS di Indonesia adalah:
Biaya/harga pengadaan (investasi) PLTS tinggi;
Target sasaran: rakyat yang belum dilayani PLN, mereka yang berpendapatan sangat
rendah, tinggal di daerah terpencil, kondisi infrastruktur minim;
Biaya distribusi dan pelayanan tinggi;
Harapan Konsumen melebihi kemampuan teknologi PLTS, karena cara pandang
konsumen sangat dipengaruhi oleh sifat listrik konvensional (PLN);
Banyak pihak, termasuk lembaga keuangan melihat Listrik sebagai produk konsumtif
dan menganggapnya sebagai infrastruktur• dan bukan komoditas;
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang peranan PLTS dalam memberikan
energi listrik alternatif ramah lingkungan terbatas;
Beberapa Instansi Pemerintah melaksanakan proyek PLTS tahunan dengan pendekatan
proyek (bukan program), caranya beragam yang seringkali bertabrakan dengan bisnis
perusahaan swasta yang menjual secara kredit;
Kebijakan Nasional yang jelas dan komprehensif pemanfaatan PLTS (bandingkan
dengan negara-negara yang telah berhasil memanfaatkannya : Srilanka, Kenya dll)
belum ada;
PotensiEnergiSuryadiIndonesia
Pada Tabel 1 terlihat bahwa Nusa Tenggara Barat dan Papua mempunyai intensitas radiasi
matahari paling tinggi di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan Bogor mempunyai intensitas
radiasi matahari paling rendah di seluruh wilayah Indonesia. Dalam penelitian potensi PLTS
di Indonesia ini, semua wilayah baik yang mempunyai intensitas radiasi matahari paling
tinggi maupun paling rendah dipertimbangkan.
Secara umum biaya pembangkitan PLTS lebih mahal dibandingkan dengan biaya
pembangkitan pembangkit listrik tenaga fosil, pembangkit listrik tenaga air, minihidro, dan
panas bumi. Tetapi seiring dengan adanya penelitian dari Amerika yang menyatakan bahwa
biaya investasi PLTS di masa datang akan menurun, sehingga dengan dihapuskannya
subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara bertahap dimungkinkan PLTS dapat
dipertimbangkan sebagai pembangkit listrik alternatif.
MATERIAL
1. Panel Surya :
komponen utama panel surya adalah modul yang merupakan unit rakitan
beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul fotovoltaik secara
pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul
fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana,
sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi.
Modul fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan
secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel
surya yaitu sebesar 60ari biaya total. Jadi, jika modul sel surya itu bias
diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya
pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia
tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat
laminasi dengan sel- sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak
maka pembuatan sel
dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya
dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai.
Dalam bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata
telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju
tahapan pelaksanaan dan instalasi untuk elektrifikasi untuk pedesaan.
Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya
murah,bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat.
Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya
fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang
dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas
baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
2. Controller regulator
Gambar 2. Controller
regulator
3. Battrey ACCU
Berfungsi menyimpan arus listrik yang dihasilkan oleh Panel Surya (Solar
Panel) sebelum dimanfaatkan untuk menggerakkan beban. Beban dapat
berupa lampu penerangan atau peralatan elektronik dan peralatan lainnya
yang membutuhkan listrik
Gambar 3. Battrey ACCU
4. InverterAC
Gambar 4. InverterAC
B. Prinsip Kerja Sitem PLTS
Sebagian besar orang selalu menanyakan kapasitas PLTS dengan ukuran listrik
PLN, seperti 450W, 900 W dan seterusnya. Kapasitas terpasang tersebut dalam
PLTS sering disebut sebagai Wp (Watt Peak) yang menunjukkan kapasitas dari
modulsurya
pada saat matahari dalam kondisi terik/puncak. Kapasitas modul surya yang tersedia sangat
banyak: 10 Wp, 30 Wp, 40 Wp, 50 Wp, 65 Wp, 70 Wp, 80 Wp, 100 Wp, 125 Wp,
150 Wp, dan 160 Wp.
Sistem ini dapat diterangkan secara visual, listrik yang dihasilkan oleh array
Untuk mencapai efisiensi rata-rata yang tinggi, pada umumnya tipe sel surya
memerlukan permukaan areal yang luas. Oleh karenanya anda seringkali menjumpai
panel-panel fotovoltaik berbentuk persegi empat yang menyerupai lembaran papan
kayu lapis.
Efisiensi sel surya sangat dipengaruhi oleh polusi udara dan kondisi cuaca.
Sel surya hanya mampu membangkitkan energi sepanjang siang hari saja.
Saran