Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CARSINOMA CECUM DI


RUANG MAWAR RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:

Deby Febriyani Purwitasari, S.Kep


NIM 192311101078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan berikut dibuat oleh:

Nama : Deby Febriyani Purwitasari, S.Kep


NIM : 192311101078
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien Carcinoma
Cecum di Ruang Mawar RSD dr. Soebandi Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :
Tempat : Ruang Mawar RSD dr. Soebandi Jember

Jember, Januari 2020

Mahasiswa

Deby Febriyani Purwitasari, S.Kep


NIM 192311101078

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Mawar
Universitas Jember RSD dr. Soebandi

( ) ( )
NIP. NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Tentang Penyakit


1. Review Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Usus Besar (Colon)

Gambar 1. Anatomi Colon

Usus besar (Colon) merupakan saluran pencernaan berupa usus


berpenampang luas dengan panjang kira-kira 1,5 – 1,7 meter yang terbentang dari
valvula iliosekalis sampai anus. Colon terbagi menjadi lima bagian, yaitu sakum,
colon asendens, tranversum, desendens, dan sigmoid (Syaifuddin, 2011).
1. Sekum (Cecum)
Sekum merupakan gabungan dari bagian trakhir usus halus dan bagian
pertama usus besar yang berbentuk seperti kantong dengan panjang sekitar 7
cm. Sekum merupakan kantong lebar yang berada pada fosa illiak dekstra.
Pada bagian bawah sakum terdapat apendiks vermiformis. Sekum ditutupi
oleh peritoneum, mudah bergerak dan dapat diraba melalui dinding abdomen.
Fungsi utama sekum adalah untuk melakukan penyerapan nutrisi yang tidak
diserap di usus halus.
2. Colon Asendens
Colon asendens berada di bawah abdomen kanan dibawah hati, membelok ke
kiri yang disebut fleksura hepatika. Colon asendens memanjang dari sekum ke
fosa iliaka kanan sampai abdomen sebelah kanan dengan panjang 13 cm.
Fungsi utama colon asendens adalah untuk menyerap makanan yang belum
terserap di usus halus.
3. Colon Tranversum
Colon tranversum terletak di bawah abdomen kanan tempat belokan yang
disebut fleksura linealis. Colon ini panjangnya ± 38 cm membujur dari colon
asendens sampai colon desendens. Fungsi utama colon tranvesum adalah
untuk menyempurnakan penyerapan nutrisi dari makanan dan membantu
memadatkan feses.
4. Colon Desendens
Colon desendens terletak dibawah abdomen kiri dari atas ke bawah, dari
depan fleksura linealis sampai depaan ilium kiri, serta bersambung dengan
sigmoid dan dibelakang peritoneum. Colon ini panjangnya ± 25 cm. Colon
desendens berfungsi sebagai tempat penampungan feses sementara dan
membantu menyesuaikan kepadatan feses.
5. Sigmoid
Sigmoid merupakan lanjutan colon desendens dengan panjang ± 40 cm.
Sigmoid terletak miring pada rongga pelvis kiri dan ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum. Sigmoid berfungsi untuk menekan feses agar
keluar ke rectum.
6. Rectum
Rectum merupakan lanjutan dari sigmoid yang menghubungkan kolon dengan
anus sepanjang 12 cm. rectum terletak pada rongga pelvis didepan os sacrum
dan os koksigus. Rectum terdiri dari dua bagian yaitu rectum provia dan pars
analis rekti.
b. Fisiologi Usus Besar (Colon)
Menurut Syaifuddin (2011), usus besar memiliki beberapa fungsi, diantaranya
adalah untuk meneyerap air dan elektrolit, menyimpan bahan feses, dan tempat
berkembang biak bakteri E.Coli. Untuk melakukan fungsinya, kolon melakukan
pergerakan mencampur dan mendorong.
1. Gerakan mencampur terjadi pada setiap kontraksi kira-kira 2,5 cm, otot
sirkuler kolon mengkerut kadang-kadang juga menyempitkan lumen dengan
sempurna. Gabungan otot sirkuler longitudinal menyebabkan bagian usus
besar tidak terangsang, mengembang keluar, dan inilah disebut dengan
haustraktion. Dalam waktu 30 detik, kontraksi haustral akan bergerak dengan
lambat kea rah anus, kemudian beberapa menit selanjutnya timbul kontraksi
haustral kedua. Dengan cara inilah feses perlahan didekatkan ke permukaan
dan secara progresif terjadi penyerapan air.
2. Gerakan mendorong yang juga dikenal sebagai mass movement yaitu
mendorong feses kea rah anus. Awalnya, pergerakan terjadi pada bagian kolon
yang terserang kemudian kolon distal berkontraksi serentak kira-kira 20 cm.
Mass movment dapat terjadi pada setiap kolon tranvensum dan desendens.
Ketika feses telah didorong ke rektum, maka akan muncul keinginan untuk
defekasi. Mass movment yang sangat kuat akan mendorong feses melalui
rectum dan keluar ke melalui anus. Gerakan ini biasanya timbul setelah
sarapan.

2. Definisi Penyakit
Karsinoma sekum (Carcinoma Cecum) merupakan salah satu dari
keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang
terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali. Ca cecum atau
dengan nama lain kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan
usus besar (kolon) atau rektum/rektal. Awalnya, kanker kolorektal dapat muncul
sebagai polip jinak atau adenoma tetapi dapat berkembang menjadi ganas atau
karsinoma, meginvasi dan menghancurkan jaringan normal dan meluas ke struktur
sekitarnya (Smeltzer, 2013).
3. Epidemiologi
Kanker cecum dan kolon asendens menempati 14% terjadinya kanker
kolorektum di negara maju (Atta, dkk, 2017). Kanker kolorektum ditemukan pada
10%-15% dari semua kasus kanker di AS dan sering ditemukan sebagai penyebab
kematian akibat kanker. Insidensi kanker kolorektum paling sering ditemukan
pada usia > 50-85 tahun (Smeltzer, 2013; Wangouw dan Marunduh, 2014).
Kanker kolorektum adalah salah satu tumor ganas yang paling sering didiagnosis
dalam sistem pencernaan, dengan tingkat kejadian standar usia 36,3 per 100.000
orang di negara-negara berkembang. Menurut perkiraan data dari National Cancer
Institute, kanker kolorektum menyumbang sekitar 8% dari semua pasien yang
menderita semua jenis tumor pada tahun 2017, terlepas dari jenis kelaminnya.
Segmen proksimal kolon, sekum, dan kolon asendens dianggap mirip dengan
kolon sisi kanan, serta morbiditas dan mortalitas karsinoma segmen ini termasuk
dalam karsinoma kolon sisi kanan (Xie, dkk, 2018). Di Indonesia kanker
kolorektum adalah keganasan yang sering terjadi baik pada pria dan wanita
setelah kanker prostat dan kanker payudara dengan persentase 11,5% dari jumlah
seluruh pasien kanker di Indonesia (WHO, 2012). Di Indonesia dengan jumlah
kasus kanker kolorektum merupakan kanker ketiga terbanyak. Berdasarkan data
dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, pada tahun 2010 kanker kolorektum
memiliki jumlah kasus 1,8 per 100.000 penduduk dan hingga saat ini kanker
kolorektum tetap termasuk dalam 10 besar kanker yang sering terjadi (Haq, 2014).
4. Etiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara
pasti. Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip
kolon harus dicurigai. Menurut Wangouw dan Marunduh (2014), kanker
kolorektum dapat disebabkan oleh beberapa hal dan berbagai faktor resiko yaitu:
a. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolititis ulseratif.
b. Penyakit Chorn
c. Sindrom Turcot
d. Karsinoma kolorektum non-poliposis herediter
e. Usia. Insidensi kanker kolorektum meningkat pada individu dengan usia > 50
tahun.
f. Genetik. Risiko terkena kanker kolorektaum dapat meningkat apabila
memiliki riwayat keluarga yang mengalami kanker kolon. Delesi pada
kromosom 17 dan 18 mungkin mempermudah mutasi dan transisi sel mukosa
ke status maligna.
g. Adanya polip. Polip kolorektum berkaitan erat dengan terjadinya kanker
kolon. Semakin besar polip, maka semakin besar risiko berkembang menjadi
kanker.
h. Pola makan dan gaya hidup. Makanan rendah serat dan kadar lemak tinggi,
serta lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal
meningkatkan risiko kanker kolorektal. Diet ini dinilai dapat menyebabkan
kanker kolorektal dengan cara memperlambat gerakan fekal melalui usus dan
mengakibatkan mukosa usus yang terpapar lama terhadap material yang
dicerna dan mempermudah sel mukosa mengalami mutasi.
i. Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
j. Merokok
k. Mengkonsumsi alkohol
l. Obesitas
m. Kurang aktivitas fisik
5. Patofisiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara
pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi
dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan
sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Kemungkinan penyebab
lainnya adalah meningkatnya konsumsi lemak yang bisa menyebabkan kanker
kolorektal. Tumor-tumor pada sekum dan kolon asendens merupakan lesi yang
pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian
menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi
secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain
mungkin dapat terkena.
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase.
Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan. Fase ini berjalan
lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi
belum menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun
juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata.
Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering,
penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga
penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut.

6. Klasifikasi
Klasifikais atau stadium kanker kolorektum diantaranya adalah:
a. Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
b. Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga
(submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi
belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum.
c. Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding
usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada
kelenjar getah bening.
d. Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada
organ tubuh lainnya.
e. Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya.

7. Manifestasi Klinis
Gejala yang biasa ditemukan pada pasien adalah nyeri perut, perubahan
kebiasaan buang air besar, pendarahan dari dubur, kehilangan nafsu makan dan
penurunan berat badan, benjolan yang teraba, mual/muntah, pucat, melaena,
perforasi dengan pembentukan abses atau peritonitis. Ciri yang paling diamati
adalah perubahan kebiasaan buang air besar, diikuti oleh ketidaknyamanan perut
karena nyeri dan nyeri tekan di sekum/fossa iliaka kanan. Pada sekitar 10% kasus
karsinoma caecum, darah kotor terdeteksi dalam tinja. Selama pemeriksaan klinis
teraba benjolan di fossa iliaka kanan dan mungkin menjadi indikasi awal
gangguan dan pada sekitar 75% kasus ca caecum dan ascending colon, benjolan
dapat diidentifikasi pada pemeriksaan klinis (Atta, dkk, 2017). Menurut Wangouw
dan Marunduh (2014) dan Smeltzer (2013), kanker kolorektum biasanya pada
stadium dini tidak menunjukkan gejala klinis. Gejala klinis akan terjadi pada
stadium lanjut, seperti:
a. Perdarahan rektum
b. Darah dalam tinja
c. Perubahan kebiasaan buang air besar
d. Anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, anoreksia, penurunan berat
badan, dan keletihan
e. Lesi pada sisi kanan dan kemungkinan disertai nyeri abdomen yang tumpul,
serta melena
f. Lesi rektal yang dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak
efektif saat defekasi), nyeri rektal, konstipasi dan diare secara bergantian,
feses berdarah
Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaeganasan (Smeltzer
dan Bare, 2002)
Colon Kanan Colon Kiri Rektal/Rectosigmoid
1. Nyeri dangkal 1. Obstruksi (nyeri 1. Evakuasi feses yang
abdomen. abdomen dan tidak lengkap setelah
2. Anemia kram, penipisan defekasi.
3. Melena (feses hitam, feses, konstipasi 2. Konstipasi dan diare
seperti teh) dan distensi ) bergantian.
4. Dyspepsia 2. Adanya darah 3. Feses berdarah.
5. Nyeri di atas umbilicus segar dalam feses. 4. Perubahan kebiasaan
6. Anorexia, nausea, 3. Tenesmus defekasi.
vomiting 4. Perdarahan rektal 5. Perubahan BB
7. Rasa tidak nyaman 5. Perubahan pola
diperut kanan bawah BAB
8. Teraba massa saat 6. Obstruksi intestine
palpasi
9. Penurunan BB

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kanker kolorektum menurut Smeltzer
(2013) yaitu:
a. Obstruksi usus parsial atau kompleks.
b. Ekstensi tumor dan ulserasi ke pumbuluh darah sekitar (perforasi,
pembentukan abses, peritonitis, sepsis, dan syok).

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosa kanker kolorektal
yaitu (Wangouw dan Marunduh, 2014):
a. Pemeriksaan colok dubur untuk mendeteksi 15% kanker kolorektum, lesi
rektum, dan perianal yang spesifik.
b. Pemeriksaan darah samar tinja untuk mendeteksi adanya darah dalam tinja.
c. Proktoskopi atau sigmoidoskopi untuk melihat saluran cerna bagian bawah
dan membantu dalam mendeteksi 2/3 dari kanker kolorektum.
d. Kolonoskopi untuk melihat dan mengambil fotograf kolon hingga katup
ileosekal dan memberikan jalur masuk untuk polipektomi dan biopsi.
e. Enema barium untuk menentukan lokasi tumor yang tidak terlihat atau tidak
teraba.
f. CT Scan untuk membantu mendeteksi penyebaran kanker.
g. Pemeriksaan fungsi hati untuk menentukan metastasis ke hati telah terjadi.

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk kanker kolorektum
bergantung pada stadium penyakit dan komplikasi yang terjadi. Seperti terjadinya
obstruksi dapat ditangani dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik dan
dengan tranfusi apabila terjadi perdarahan yang cukup berat. Selain itu, beberapa
terapi suportif dan pelengkap juga dilakukan seperti kemoterapi,terapi radiasi, dan
imunoterapi (Wangouw dan Marunduh, 2014). Kemoterapi atau kemoterapi yang
dikombinasi dengan terapi radiasi diberikan sebelum atau sesudah menjalani
operasi. Obat-obatan yang biasanya digunakan yaitu oxaliplatin dalam kombinasi
dengan fluorourasil yang diikuti dengan leucovarin untuk pasien dengan
karsinoma metastatik (Smeltzer, 2013).
Untuk penatalaksanaan bedah, dapat dilakukan operasi sebagai terapi
paling efektif untuk pengangkatan tumor maligna dan jaringan didekatnya, serta
kelenjar limfe yang berisi sel kanker. Tempat operasi bergantung pada lokasi
ukuran tumor, dan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Tindakan operasi
laparoskopi tidak digunakan untuk kanker kolon dengan pertimbangan bahwa
kanker kemungkinan lebih besar untuk timbul kembali setelah laparoskopi
dibandingkan setelah operasi standar. Sedangkan kolostomi permanen jarang
diperlukan pasien kanker kolorektum (Wangouw dan Marunduh, 2014).
Sedangkan menurut Smeltzer (2013), penatalaksanaan bedah untuk kanker
kolorektum yaitu:
a. kolonoskop untuk mengangkat sel kanker yang terbatas pada satu tempat
b. kolotomi laparoskopik dengan polipektomi untuk meminimilkan luasnya
pembedahan
c. neodimiumi laser ittrium-aluminium-garnet efektif untuk mengatasi beberapa
lesi
d. reseksi usus dengan anastomosis dan kemungkinan kolostomi atau ileostomi
sementara atau permanen, atau dengan pembuatan kantung/wadah koloanal.
B. Clinical Pathway
Karsinoma Polip kolon rektum Kolitis ulserosa Familial polyposis Makanan (lemak > dan serat <)
payudara/ovarium
Lemak dalam kolorektal
Polimerasi karsinogen
dipecahkan oleh bakteri
Menyebar ke jaringan membuat DNA baru
tubuh lain (kolon)
Asam empedu
Kerusakan DNA
(deoxycholiacid
& lithoholic acid
Penggabungan DNA
induk dan asing
Ko-karsinogen atau
promotor dalam proses
Sintesis RNA baru
karsinogenesis

Mitosis dipercepat Mempercepat/


membantu timbulnya
Transformasi kanker karsinoma

Pertumbuhan liar sel-sel ganas

Karsinoma/Ca. Kolorektal

Invasi jaringan lokal/sekitar


dan efek kompresi oleh sel-
sel kanker

Terjadi lesi Kerusakan jaringan Intervensi radiasi Intervensi pembedahan Kompresi saraf lokal
vaskular lokal dan kemoterapi
Pembentukan jaringan dari pertumbuhan Ulserasi/perdarahan Kerusakan sel tubuh Pre op. Post op. Nyeri abdominal
sel-sel abnormal dan berifat ganas (maligne)
Resiko perdarahan Respon psikologis (cemas,
Pembengkakan/benjolan Luka pasca bedah
gelisah)

Obstruksi dan Akitivitas peristaltik usus Feses bercampur darah


(hematochezia) Ansietas Cedera saraf
perifer
Feses menjadi keras
Volume efektif darah
menurun Nyeri akut
Kesukaran defekasi

obstipasi Kadar Hb dan Ht menurun Kurang terpaparnya


informasi tentang
Konstipasi Anemia Kelemahan umum/fatigue pengobatan

Akumulasi feses di segmen Supply O2 tidak adekuat Intoleransi aktivitas Defisit Pengetahuan
kolorektal
Kompensasi paru dengan
Dilatasi/pelebaran meningkatkan RR Port de entree’

 Takipnea Kehilangan nafsu makan Risiko infeksi


Distensi abdomen  RR > batas normal (16-20 x/menit)

Perut terasa penuh


ketidakefektifan pola napas

Kehilangan nafsu Asupan nutrisi tidak


makan/anoreksia adekuat

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Data demografi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor RM, dan diagnosa medis
Kanker kolorektum biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
b) Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa medis
2) Keluhan utama: pada pasien Ca Colon biasanya nyeri hebat pada
bagian perut skala 10
3) Riwayat penyakit sekarang: rincian penyakit mulai dari awal sampai
saat pertama kali berhubungan dengan petugas kesehatan. Waktu
kejadian, cara (proses), tempat, suasana, manifestasi masalah,
perjalanan penyakit/masalah (riwayat pengobatan, persepsi tentang
penyebab dan penyakit). Biasanya pasien merasa lelah, adanya nyeri
abdomen atau rektal dan karakteristiknya (lokasi, frekuensi, durasi,
berhubungan dengan makan atau defekasi), pola defekasi.
4) Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit yang pernah diderita ada
dialami sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga: adakah ada keluarga yang mempunyai
riwayat Ca kolorektal/Ca kolon , DM, penyakit lainnya.
c) Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada pasien Ca Kolorektal cenderung tidak memahami penyakit yang
dialaminya sehingga terjadi keterlambatan penanganan dan tidak bisa
dilakukan deteksi dini karena kurangnya informasi. Penyakit kanker
dapat menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian
zat aditif dan bahan pengawet), anoreksia, mual, muntah, intake
makan dan minum yang kurang, dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolism
yang dapat mempengaruhi status kesehatan pasien.
3) Pola eleminasi
Pola eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau dan
konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus, abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, kelelahan/keletihan, aktivitas sehari-hari dilakukan secara
mandiri atau tidak
5) Pola istirahat dan tidur
Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam
hari.
6) Pola kognitif dan perceptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba,
daya pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya
yang mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk
mengurangi nyeri, kemampuan komunikasi, tingkat pendidikan, luka
7) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem). Perawat juga harus mengkaji pasien mengenai Keadaan
sosial: pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas personal:
penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki,
Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg
disukai dan tidak), Harga diri: perasaan mengenai diri sendiri,
Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan fungsi dan peran).
8) Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji ada tidaknya gangguan pada seksualitas dan reproduksi selama
sakit.
9) Pola hubungan dan peran
Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan).
Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan
status kesehatan.
10) Pola manajemen koping-stress
Pasien merasa cemas, stress. Perlu dikaji strategi mengatasi stress
yang biasa digunakan dan keefektifannya, strategi koping yang biasa
digunakan, pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress.
11) Sistem nilai dan keyakinan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh,
apakah ada menghambat pasien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah pasien. Adanya kecemasan dalam sisi
spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan
akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan
ibadahnya.
d) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: pasien lemah, pucat, konjungtiva anemis
2) Tanda - tanda vital, meliputi tekanan darah, nadi, respiratory rate,
suhu, SpO2.
3) Pengkajian fisik head to toe, meliputi kepala, wajah, mata, hidung,
mulut, telinga, leher, dada (jantung dan paru), abdomen, ekstemitas
(atas dan bawah), kulit, dan kuku.
e) Terapi obat yang digunakan
f) Pemeriksaan penunjang dan laboratorium
Meliputi semua pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan penunjang lainnya
2. Diagnosis Keperawatan
a. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi
b. Nyeri akut berhubungan dengan cedera saraf perifer
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan suplai oksigen tidak
adekuat, dyspnea/takipnea
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi tidak adekuat
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/keletihan
f. Ansietas berhubungan dengan respon psikologis (cemas, gelisah)
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit dan pengobatan
h. Risiko perdarahan berhubungan dengan ulserasi
i. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entre luka pasca bedah
3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA NOC NIC
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam pola napas efektif Monitor Pernafasan
nafas berhubungan dengan kriteri hasil: 1. Monitor tingkat, irama kedalaman dan kesulitan
dengan suplai oksigen Status Pernafasan bernafas;
tidak adekuat, Tujuan 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
No. Indikator Awal
dyspnea/takipnea 1 2 3 4 5 penggunaan otot bantu pernafasan;
1. Frekuensi pernafasan √ 3. Monitor suara nafas tambahan;
2. Irama pernafasan √ 4. Monitor pola nafas;
3. Kedalaman inspirasi √ 5. Auskultasi suara nafas;
4. Suara auskultasi nafas √ 6. Buka jalan napas;
5. Kepatenan jalan nafas √ 7. Berikan terapi oksigen.
Penggunaan otot bantu
6. √ Terapi Oksigen
pernafasan
Pernafasan bibir 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas;
7. dengan mulut √ 2. Berikan oksigen seperti yang diperintahkan;
mengerucut 3. Monitor aliran oksigen;
8. Dyspnea saat istiraha √ 4. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara
Dyspnea dengan berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi
9. √ (yang telah) ditentukan telah diberikan;
aktivitas ringan
5. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan
Pernafasan cuping
10. √ bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya
hidung
pasien untuk bernapas.
Keterangan:
1. Keluhan ekstrime
Manajemen Jalan Nafas
2. Keluhan berat
1. Posisikan pasien semi fowler;
3. Keluhan sedang
2. Motivasi pasien untuk melakukan batuk efektif;
4. Keluhan ringan
3. Auskultasi suara nafas, mendengarkan ada atau
5. Tidak ada keluhan
tidak ada adanya suara tambahan;
4. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
fisioterapi dada.

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam nyeri dapat teratasi Manajemen nyeri
dengan agen cedera dengan kriteri hasil: 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang
biologis, cedera saraf Tingkat nyeri meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi,
perifer Tujuan frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan
No. Indikator Awal faktor pencetus.
1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan √ 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
Panjangnya periode ketidaknyamanan terutama pada merek yang tidak
2. √ dapat berkomunikasi secara efektif
nyeri
Menggosok area yang 3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan
3. √ dengan pemamtauan yang ketat
terkena dampak
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
4. Ketegangan otot √ nyeri
5. Ekspresi nyeri wajah √ 5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafsu makan,
Keterangan: performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan,
1. Berat tanggung jawab peran)
2. Cukup berat 6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
3. Sedang nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan dan
4. Ringan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
5. Tidak ada 7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti:
biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan
antisipatif, terapi musik, terapi bermain, terapi
aktifitas, akupresur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan
analgesik dari dokter.

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien Manajemen energi
berhubungan dengan tidak mengalami intoleransi aktivitas dengan kriteria hasil: 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
keletihan, kelemahan Toleransi terhadap aktivitas kelelahan
Skor Skor yang ingin dicapai 2. Monitor intake nutrisi untuk mengetahui sumber
No Indikator
Awal 1 2 3 4 5 energi yang adekuat
Frekuensi nadi √ 3. Monitor sumber kegiatan olahraga dan kelelahan
1. emosional yang dialami pasien
ketika beraktivitas
Frekuensi √
2.
pernapasan ketika
beraktivitas Terapi aktivitas
Kemudahan √ 1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam
3. bernapas ketika berpartisipasi melalui aktivitas spesifik.
beraktivitas 2. Bantu klien tetap fokus pada kekuatan yang
Tekanan darah √ dimilikinya dibandingkan dengan kelemahan
4. sistolik ketika yang dimilikinya.
beraktivitas 3. Bantu dengn aktivits fisik secara teratur sesuai
Tekanan darah √ dengan kebutuhan.
5. diastolik ketika 4. Bantu klien untuk meningkatkan motivasi diri dan
beraktivitas penguatan.
6. Warna kulit √
Kecepatan √ Peningkatan latihan
7. 1. Hargai keyakinan pasien tentang latihan fisik
berjalan
8. Jarak berjalan √ 2. Gali pengalaman individu sebelumnya mengenai
Kekuatan tubuh √ latihan fisik
9. 3. Gali hambatan untuk melakukan aktivitas
bagian atas
4. Dukung individu untuk memulai latihan
Kekuatan tubuh √
10. 5. Monitor individu terhadap program latihan
bagian bawah
Kemudahan √
11. dalam melakukan
ADL
Keterangan:
1: sangat terganggu
2: banyak terganggu
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi Terapi nutrisi
nutrisi: kurang dari pasien seimbang dengan kriteria hasil: 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan
kebutuhan tubuh 2. Monitor asupan makanan harian
berhubungan dengan Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan 3. Motivasi pasien untuk mengkonsumsi makanan
intake inadekuat dan minuman yang bernutrisi, tinggi protein,
sekunder terhadap mual, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai
muntah, anoreksia Skor yang ingin kebutuhan
Skor
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5 Monitor nutrisi
Asupan makanan √ 1. Timbang berat badan pasien
1. 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir
secara oral
Asupan cairan secara √ 3. Tentukan pola makan
2.
oral
Asupan cairan √
3.
intravena
Keterangan:
1: Tidak Adekuat
2: Sedikit Adekuat
3: Cukup Adekuat
4: Sebagian Besar Adekuat
5: Sepenuhnya Adekuat

Konstipasi Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, Manajemen Konstipasi
Berhubungan dengan diharapkan pasien tidak mengalami konstipasi dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
lesi obstruksi Eliminasi usus: 2. Kaji pola defekasi dan produksi feses yang
No Indikator Awal Tujuan meliputi frekuensi, konsistensi, bentuk, dan warna
1 2 3 4 5 3. Monitor bising usus
1 Pola eliminasi  4. Monitor tanda dan gejala terjadinya rupture
2 Warna feses usus/peritonitis
5. Identifikasi faktor penyebab konstipasi
3 Feses lembut dan  6. Dukung peningkatan asupan cairan, jika tidak ada
berbentuk
kontraindikasi
4 Kemudahan BAB  7. Instruksikan pada pasien/keluarga untuk diet
5 Bising usus  tinggi serat
Keterangan: 8. Berikan informasi terkait konstipasi dan rasional
1: Sangat terganggu tindakan
2: Banyak terganggu 9. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
3: Cukup terganggu
4: Sedikit terganggu
5: Tidak terganggu
Ansietas berhubungan Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, Pengurangan kecemasan
dengan respon diharapkan pasien tidak mengalami ansietas dengan kriteria hasil: 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
psikologis (cemas, Tingkat kecemasan menyakinkan
gelisah) No Indikator Awal Tujuan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
1 2 3 4 5 klien
1 Perasaan gelisah √ 3. Jelaskan semua prosedur termasuk sesuai yang
2 Rasa takut yang √ akan dirasakan yang mungkin akan alami klien
disampaikan selama prosedur
secara lisan 4. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
3 Rasa cemas yang perawatan dan prognosis

disampaikan 5. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa
secara lisan aman dan mengurangi ketakutan
6. dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan
Keterangan:
ketakutan
1: Berat
7. dukung penggunaan mekanisme koping yang
2: Cukup berat
sesuai
3: Sedang
8. instruksikan klien untuk menggunakan teknik
4: Ringan
relaksasi
5: Tidak ada
9. kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan

Defisit pengetahuan Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, Pengajaran : Perioperatif
berhubungan dengan diharapkan pengetahuan pasien meningkat dengan kriteria hasil: 1. Informasikan pada pasien dan keluarga perkiraan
kurangnya informasi Pengetahuan: Rejimen penanganan lama operasi
tentang penyakit dan No Indikator Awal Tujuan 2. Kaji riwayat operasi sebelumnya, latar belakang,
pengobatan 1 2 3 4 5 budaya, dan tingkat pengetahuan terkait operasi
Risiko perdarahan 1 Prosedur yang √ 3. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
berhubungan dengan dianjurkan 4. Jelaskan prosedur persiapan pre-operasi, misalnya:
ulserasi jenis anestesi, diit yang sesuai, pengosongan
2 Efek yang √ saluran cerna, pemeriksaan lab yang dibutuhkan,
dirasakan dari
persiapan area operasi, terapi intravena, pakaian
pengobatan
operasi, ruang tunggu keluarga, transportasi
3 Efek yang √ menuju ruang operasi, dll
diharapkan dari 5. Jelaskan obat-obat preoperatif yang diberikan,
pengobatan efek yang ditimbulkan, dan alasan penggunaannya
Keterangan: 6. Kenalkan para staff yang akan terlibat dalam
1: tidak ada pengetahuan proses operasi kepada pasien
2: pengetahuan terbatas 7. Berikan informasi lengkap pada pasien mengenai
3: pengetahuan sedang apa yang akan dicium, dilihat, dirasakan selama
4: pengetahuan banyak proses operasi berlangsung
5: pengetahuan sangat banyak 8. Diskusikan kemungkinan nyeri yang akan dialami
9. Jelaskan perawatan dan peralatan pasca operasi
yang akan diberikan, misalnya: obat-obatan, terapi
oksigen, selang yang terpasang, alat-alat yang
terpasang, balutan operasi, ambulasi, diit,
kunjungan keluarga, dll
10. Instruksikan pasien bagaimana teknik pasca
operasi
11. Instruksikan pasien mengenai teknik mobilisasi,
batuk,dan napas dalam
12. Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik koping
yang positif, misalnya: guided imagery, relaksasi

Risiko perdarahan Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam Perawatan sirkumsisi
berhubungan dengan diharapkan tidak terjadi perdarahan dengan kriteria hasil: 1. Verifikasi bahwa ijin pembedahan telah
ulserasi Keparahan kehilangan darah ditandatangani
No Indikator Awal Tujuan 2. Verifikasi identifikasi pasien yang benar
1 2 3 4 5 3. Berikan pengontrol nyeri sebelum prosedur sekitar
1 Kehilangan darah  1 jam sebelum dilakukan prosedur
yang terlihat 4. Posisikan pasien yang nyaman selama prosedur
2 Perdarahan pasca 5. Gunakan alat penghangat untuk memelihara suhu
pembedahan tubuh selama prosedur
3 Penurunan tekanan  6. Monitor TTV
darah sistol 7. Berikan agen analgesic topical sesuai dengan
4 Penurunan tekanan  instruksi dokter
darah diastol 8. Monitor adanya perdarahan setiap 30 menit untuk
setiap dua jam prosedur
5 Kulit dan membrane 
mukosa pucat 9. Sediakan pengontrol nyeri setelah prosedur setiap
4 sampai 6 jam untuk 24 jam
6 Penurunan  10. Instruksikan kepada pasien dan keluarga tanda dan
hemoglobin gejala untuk melapor pada petugas kesehatan
Keterangan: misalnya: peningkatan suhu, perdarahan, bengkak,
1: berat tidak bisa berkemih
2: Cukup berat
3: Sedang
4: Ringan
5: Tidak ada

Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien Kontrol Infeksi
berhubungan dengan tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: 1. Observasi adanya tanda-tanda infeksi
port de entre luka pasca Kontrol resiko: proses infeksi 2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
bedah
No Indikator Awal Tujuan 3. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
1 2 3 4 5 4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
1 Mengidentifikasi tanda  keperawatan
dan gejala infeksi 5. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
2 Memonitor faktor di  pelindung
lingkungan yang
berhubungan dengan 6. Pertahankan lingkungan aseptik selama
resiko infeksi pemasangan alat
7. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20-24 0C
3 Menggunakan alat 
pelindung diri 8. Tingkatkan intake nutrisi
4 Mencuci tangan  9. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Keterangan:
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang-kadang menunjukkan
4: sering menunjukkan
5: secara konsisten menunjukkan
4. Evaluasi Keperawatan
Merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatam evaluasi adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawatan mempunyai
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

5. Discharge Planning
Pemberian informasi kepada klien dan keluarga tentang:
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai obat yang diberikan
meliputi kegunaan obat, jumlah obat, waktu minum, cara minum, dan efek
samping
b. Menjelaskan kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi serat
c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai tanda-tanda infeksi yang
akan muncul jika luka tidak dijaga kebersihannya
d. Menjelaskan kepada pasien untuk banyak istirahat dan tidak melakukan
aktivitas berat seperti mengangkat beban yang berat
DAFTAR PUSTAKA

Atta, J, dkk. 2017. Carcinoma of Caecum: Frequncy and Management Startegies


Among Pathologies in Right Iliac Fossa Excluding Gynaecological
Disorders. The Professional Medical Journal. 24(1): 51-56.
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner,
Cheryl M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi
Keenam Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan
Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.
Haq, AMN. 2014. Hubungan asupan makan (serat dan lemak) dengan kejadian
karsinoma kolorektal di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth.
2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan. Edisi Kelima Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah,
Intansari dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan & Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzet, Susan C. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 12. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Volume 2, Edisi 8. Jakarta: EGC.
Xie, X., Z.Zhou., Y.Song., W.Wang., C.Dang., H.Zhang. 2018. Difference
Between Carcinoma of the cecum and Ascending Colon: Evidance Based
on Clinical and Embryological Data. International Journal of Oncology.
53: 87-98.
Wangouw, H.I.S., dan Marunduh, S.R. 2014. Mudah Mmempelajari Patofisiologi.
Edisi Keempat. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.
WHO. 2012. Globocan 2012: Estimated Cancer Incidence, Mortality And
Prevalence Worldwide In 2012. Amerika Serikat: Institute Agency for
Research on Cancer.

Anda mungkin juga menyukai