Anda di halaman 1dari 43

EKSTRAKSI ZAT WARNA DARI DAUN JATI MUDA (Tectona grandis

Linn. F.) DAN APLIKASINYA PADA BENANG TENUNAN BIMA

SKRIPSI

OLEH
SILATURAHMI
NPM. 15.3.04.0017

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


(STKIP) BIMA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen dari padatan

atau cairan dipindahkan ke cairan lain yang berfungsi sebagai pelarut.

Ekstraksi dapat dilakukan untuk campuran yang mempunyai titik didih

berdekatan, sehingga tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi.

Perpindahan massa antar fase terjadi bila terdapat perbedaan konsentrasi

yang berpindah dari sistem yang lebih tinggi konsentrasinya ke sistem

yang lebih rendah konsentrasinya (Yuniwati, dkk., 2012).

Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut dilakukan dengan cara

mempertemukan bahan yang akan diekstrak dengan pelarut selama

waktu tertentu, diikuti pemisahan filtrat dari residu bahan yang diekstrak.

Pemilihan pelarut yang akan dipakai dalam proses ekstraksi harus

memperhatikan sifat kandungan senyawa yang akan diisolasi (Septiana

dan Asnani, 2012). Salah satu metode ekstraksi yang umum dilakukan

adalah metode maserasi.

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan

perendaman sampel kering yang telah dihancurkan menggunakan pelarut

organik selama beberapa hari atau beberapa jam sambil dilakukan

pengadukan, kemudian dilakukan penyaringan sehingga diperoleh cairan.

Metode maserasi ini memiliki kelebihan seperti cara pengerjaan dan unit

alat yang digunakan sederhana, biaya operasional relatif rendah serta dapat
menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang sifatnya termolabil

(Mukhriani, 2014). Metode maserasi dipilih karena dapat mengekstraksi

senyawa aktif dengan baik melalui perendaman tanpa pemanasan sehingga

dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang labil dan tidak

tahan panas. Adanya sistem perendaman ini maka pelarut akan menembus

dinding sel dan masuk kedalam sel yang mengandung zat aktif, maka zat

aktif yang terdapat dalam sel akan larut dalam pelarut (Khoiriyah dkk.,

2014).

Menurut (Senja, dkk., 2014) faktor-faktor penentu hasil ekstraksi

adalah: jenis pelarut, ukuran bahan padat yang diekstraksi, suhu, waktu,

metode ekstraksi dan yang paling berpengaruh adalah kosentrasi,

konsentrasi optimum pelarut dapat menghasilkan ekstrak dengan hasil

lebih pekat (Megha dan Sabale, 2014; Santoso, dkk., 2012).

Dalam penelitian ini, faktor penentu ekstraksi yang akan diteliti

adalah konsentrasi pelarut etanol. Pelarut yang dipilih adalah etanol 96%.

Etanol merupakan pelarut universal karena mampu mengekstraksi

senyawa non polar, semi polar dan polar yang banyak terdapat pada daun

jati muda. Etanol juga bersifat tidak toksik sehingga aman digunakan.

Etanol sebagai pelarut dapat didaur ulang sehingga dapat dimanfaatkan

kembali (Ngatin dan Hulupi, 2014; Verawati, dkk., 2017).


2. Zat warna

Warna menjadi suatu faktor yang paling berpengaruh dalam

menambah daya tarik konsumen terhadap suatu produk sehingga

penggunaan suatu zat warna sudah semakin meningkat. Zat warna

merupakan zat aditif yang digunakan dalam berbagai industri seperti

industri tekstil, kosmetik, obat-obatan maupun pangan (Arifah dan

Chairul, 2016). Zat warna alami lebih aman bagi kesehatan dan lebih

ramah lingkungan, sehingga dapat dijadikan alternatif untuk menggantikan

pewarna sintetis (Mastuti, dkk., 2013). Salah satu sumber zat warna

alami tersebut adalah daun jati muda.

Ekstraksi zat warna alam daun jati sampai saat ini belum mempunyai

standar tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut maka untuk melakukan

pewarnaan benang tenunan dengan warna alam daun jati perlu diketahui

kosentrasi ekstraksi optimal dengan mempertimbangkan kualitas dan arah

warna yang dihasilkan.

Proses pewarnaan pada tekstil secara sederhana meliputi mordanting,

pewarnaan, fiksasi dan pengeringan. Mordanting merupakan langkah

pertama dalam proses menenun (Pujilestari, 2014). Mordanting adalah

proses untuk mensterilkan benang dari unsur logam dan lemak,

mengembangkan serat benang sehingga mudah diserap zat warna alam

(Santa, 2015). Sedangkan, fiksasi adalah proses penguncian warna benang

menggunakan kapur, tawas dan tunjung sebagai bahan penguncinya

(fiksator). Fiksasi bertujuan untuk mencegah benang supaya tidak luntur


dan warna lain tidak ikut tercampur pada benang tersebut. Penambahan

bahan fiksator berupa tawas dan kapur sirih pada bahan yang akan

diwarnai dapat menghasilkan warna yang lebih terang dan mampu

bertahan lebih lama (Berlin,dkk., 2017).

Bahan pewarna dapat digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu

bahan pewarna sintetis, bahan pewarna anorganik dan bahan pewarna

alami (Mortensen, 2006). Akan tetapi yang paling umum digunakan yaitu

pewarna sintetis dan pewarna alami. Penggolongan zat warna sebagai

berikut:

a. Pewarna Sintetis

Penggunaan pewarna sintetis saat ini sangat banyak karena lebih

praktis, sifat pewarnaannya yang lebih stabil dan seragam. Zat

pewarna sintetis terdiri dari dua yaitu zat pewarna sintetis yang

diizinkan penggunaannya dan zat pewarna sintetis yang dilarang

penggunaannya. Zat pewarna sintetis yang diizinkan untuk pewarna

makanan oleh Food and Drug Administration (FDA) terdiri dari

delapan yaitu alura red (merah), erythrosine (merah), brilliant blue

FCF (biru), indigo carmine (biru), sunset yellow FCF (kuning),

tartrazine (kuning), fast green FCF (hijau) dan benzyl violet (ungu).

Akan tetapi, penggunaan zat pewarna sintetis tersebut akan

menimbulkan efek terhadap kesehatan apabila penggunaannya

melebihi ambang batas (Noriko, dkk., 2011).


Jenis pewarna sintetis yang sering disalahgunakan seperti

Amarant, Rhodamin B dan Methanyl Yellow yang merupakan pewarna

sintetis tekstil yang digunakan pada produk pangan akan sangat

berbahaya terhadap kesehatan. Pewarna sintetis tersebut pada

umumnya digunakan pada minuman, sirup, es cendol, es campur, es

kelapa dan manisan (Saati, 2014). Pewarna sintetis tersebut memiliki

sifat yang bisa menyebabkan kangker dan beracun bagi tubuh. Hal

inilah yang menjadi kekhawatiran akan keamanan penggunaan

pewarna yang berbahaya sehingga pewarna alami menjadi alternatif

sebagai pewarna pada produk pangan yang aman (Armanzah dan Tri,

2016).

b. Pewarna alami

Zat warna alami dapat diperoleh dari tumbuhan, maupun

mikroorganisme (Aberoumand, 2011) dan yang paling banyak berasal

dari tumbuhan. Hampir semua bagian tumbuhan seperti bunga, buah,

daun, biji, kulit, batang dan akar apabila diekstraksi dapat

menghasilkan zat warna (Pujilestari, 2015). Zat warna tersebut berasal

dari pigmen alam yang terkandung dalam tumbuhan.

Menurut Puspitarum, dkk (2013), pigmen zat pewarna alami dan

senyawa metabolit sekunder yang dapat diperoleh dari tumbuhan

antara lain sebagai berikut:


1) Antosianin

Antosianin merupakan salah satu golongan senyawa flavonoid

(Hidayah, 2013). Antosianin dapat memberikan warna biru, ungu,

violet, magenta, merah dan oranye (Fathinatullabibah, dkk., 2014).

Senyawa antosianin lebih mudah larut dengan pelarut yang bersifat

polar dibandingkan dengan pelarut nonpolar (Xavier, dkk., 2008).

Antosianin sebagai sumber zat pewarna alami sangat aman bagi

kesehatan.

2) Tanin

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang banyak

ditemukan di alam. Senyawa tanin dapat memberikan warna coklat

atau kecoklatan. Tanin memiliki dua jenis yaitu tanin terhidrolisis

dan tanin terkondensasi.

Zat warna alami memiliki keunggulan yang telah

direkomendasikan sebagai pewarna yang aman untuk kesehatan dan

ramah terhadap lingkungan karena mengandung komponen alami yang

mempunyai nilai beban pencemaran yang relatif rendah, mudah

terdegradasi secara biologis dan tidak beracun (Fauziah dan Chairul,

2016). Metode yang dapat digunakan untuk mengekstrak pigmen alam

dari tumbuhan yaitu dengan cara ekstraksi secara maserasi.


3. Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. F.)

a. Morfologi Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. F.)

Tanaman jati (Tectona grandis Linn. F.) merupakan salah satu jenis

tanaman pohon tropis yang paling banyak ditemukan di Asia Tenggara

seperti Thailand, Laos, Burma dan Indonesia. Indonesia memiliki pusat

penanaman jati yang terletak di pulau Jawa yaitu wilayah Jawa Timur,

Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selain di Pulau Jawa, tanaman jati juga

dapat ditemukan dibeberapa tempat di Pulau Sulawesi, Pulau Bali,

Pulau Muna, Pulau Kalimantan, Pulau Sumatra dan Pulau Sumbawa.

Tanaman jati memiliki batang yang dapat digunakan sebagai kayu

dalam industri mebel (Murtina, dkk., 2015). Menurut Siregar (2008),

dalam sistem klasifikasi tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai

berikut:

Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tecnota
Species : Tecnota grandis Linn. F.
Tanaman jati secara morfologis memiliki tinggi yang dapat

mencapai 30 sampai 45 meter. Apabila dilakukan pemangkasan,

batang-batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15 sampai

20 meter dengan diameter batang mencapai 220 cm. Kulit kayu

berwarna kecoklatan atau abu-abu yang mudah terkelupas. Pangkal

batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar 4 daun berbentuk

seperti jantung yang bulat dengan ujung yang meruncing, dengan


ukuran panjang sekitar 20 sampai 50 cm dan lebar sekitar 15 sampai

40 cm serta memiliki permukaan yang berbulu.

b. Daun Jati

Daun jati muda mengandung suatu senyawa pigmen antosianin

yang dapat memberikan warna biru, ungu, violet, magenta, merah

dan oranye (Fathinatullabibah, dkk., 2014). Kandungan senyawa

pigmen antosianin pada daun jati ini dalam pemanfaatannya untuk

pewarna alami yang aman bagi kesehatan manusia maupun lingkungan

(Kembaren, dkk., 2014). Daun jati muda berwarna hijau, dapat

dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Daun Jati Muda (Tecnota grandis Linn. F.)


(Sumber: Peneliti)
4. Tenun

Tenun merupakan salah satu seni budaya kain tradisional Indonesia

yang diproduksi di berbagai wilayah Nusantara berupa hasil ketrampilan

tangan manusia dengan menggunakan alat tenun yang sangat sederhana

atau tradisional.Tenun memiliki makna, nilai sejarah, dan teknik yang

tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta benang yang

digunakan serta tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing. Tenun


juga merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang

harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

Tenun terjadi karena adanya persilangan dua benang yang saling

tegak lurus satu sama lain. Benang-benang terdiri dari dua arah yaitu

vertikal dan horizontal. Benang yang arahnya vertikal atau mengikuti

panjang kain disebut benang lungsi, dan benang yang arahnya

horizontal atau mengikuti lebar kain disebut benang pakan. Benang yang

akan dipergunakan sebagai benang lungsi diberi tambahan kekuatan

terlebih dahulu, dengan memberi kanji dan kemudian dikeringkan,

dijemur dalam keadaan terlentang (Djoemena, 2000). Gambar penenun

dan hasil tenunannya dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut:

a. b.
Gambar 2.2 a. Penenun, b. Hasil Tenun (Sumber: Peneliti)

5. Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis merupakan salah satu jenis

spektrofotometer yang sering digunakan dalam kegiatan analisis. Molekul-

molekul dapat mengabsorpsi atau mentransmisi radiasi gelombang

elektromagnetik. Berkas cahaya putih adalah kombinasi semua panjang


gelombang spektrum tampak. Perbedaan warna yang dilihat pada

dasarnya ditentukan dengan bagaimana gelombang cahaya tersebut diserap

atau dipantulkan oleh objek atau suatu larutan (Nurlela, 2011).

Spektrofotometer ini memiliki bagian peralatan optik atau bagian-bagian

yang memegang fungsi dan peranannya sendiri.

Alat ini bekerja berdasarkan pada serapan sinar ultraviolet tampak

oleh molekul yang mengabsorbsi cahaya elektromagnetik. Senyawa-

senyawa zat warna dapat diukur panjang gelombang maksimum pada UV-

Vis dengan panjang gelombang 200-700 nm (Mutmainnah, 2018).

Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk penentuan terhadap

sampel yang berupa larutan, gas atau uap. Menurut Suhartati (2017) untuk

sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan

pelarut yang dipakai antara lain:

a. Harus melarutkan sampel dengan sempurna.

b. Pelarut yang dipakai tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi

pada struktur molekulnya dan tidak berwarna (tidak boleh

mengabsorpsi sinar yang dipakai oleh sampel).

c. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

d. Kemurniannya harus tinggi.


Tabel 2.1 Absorpsi Sinar UV Pada ƛmaks dari Beberapa Pelarut
Pelarut ƛmaks Pelarut ƛmaks
Asetronitril 190 n-heksana 201
Kloroform 240 Metanol 205
Sikloheksana 193 Isooktana 195
1-4 dioksan 215 Air 190
Etanol 95% 205 Aseton 330
Benzena 285 Piridina 305
Sumber: (Suhartati, 2017)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisa

menggunakan Spektrofotometer UV-Vis:

a. Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif

adalah panjang gelombang pada serapan maksimum. Cara untuk

memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat dilakukan

dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang

gelombang dari suatu larutan baku pada kosentrasi tertentu.

b. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer UV-Vis hendaknya

antara 0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada

kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi

adalah paling minimal (Alwi, 2017; Sirait, 2009).


B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang ekstraksi terhadap zat warna pada daun jati muda telah

banyak diteliti oleh beberapa peneliti diantaranya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Mutmainnah (2018) menggunakan metode maserasi yang

berjudul “Ekstraksi dan uji stabilitas zat warna alami dari daun jati (Tectona

grandis Linn.F.) sebagai bahan pengganti pewarna sintetik pada produk

minuman” menyimpulkan bahwa: Hasil identifikasi menunjukkan daun jati

mengandung antosianin dan tanin dengan Uji organoleptik warna d a n

a r o m a yang disukai pada konsentrasi 0,002 g/mL air sedangkan rasa

yang disukai pada konsentrasi 0,001 g/mL air.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Satrian dan Suheryanto (2016) yang

berjudul “Pengaruh temperatur ekstraksi zat warna alam daun jati terhadap

kualitas dan arah warna pada batik” menyimpulkan bahwa: ekstraksi tidak

mempengaruhi daya luntur warna terhadap sinar matahari dan pencucian

40°C. Namun temperatur ekstraksi mempengaruhi panjang gelombang dan

absorbansi larutan warna alam daun jati. Dimana semakin tinggi temperatur

maka semakin tinggi panjang gelombang.

Penelitian lain juga yang telah dilakukan oleh Zulfa, dkk (2011) dengan

judul “Ekstraksi Pewarna Alami Dari Daun Jati (Tectona grandis Linn. F.)

(Kajian Konsentrasi Asam Sitrat Dan Lama Ekstraksi) Dan Analisa Tekno-

Ekonomi Skala Laboratorium” pada penelitian ini menggunakan variasi

waktu dengan variasi 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Hasil penelitian menyimpulkan

bahwa perlakuan yang mendapatkan aktivitas antioksidan lebih tinggi


didapatkan pada lama waktu ekstraksi 3 jam dibandingkan dengan perlakuan

yang lain.

C. Kerangka Berpikir

Pegunungan kota Bima memiliki banyak potensi tanaman jati, pohonnya

sering digunakan oleh masyarakat sebagai bahan baku pembuatan rumah,

sedangkan daunnya dibuang begitu saja tanpa adanya pemanfaatan. Padahal,

daun jati muda mengandung senyawa antosianin yang dapat memberikan

warna biru, ungu, violet, magenta, merah serta oranye dan bisa dimanfaatkan

sebagai pewarna alami. Sehingga, perlu dilakukan penelitian tentang ekstraksi

zat warna dari daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.) serta pengaruh

kosentrasi dan aplikasinya pada benang tenunan Bima. Sampel diambil dari

gunung Kelurahan Nitu, Kecamatan Raba, Kota Bima berupa daun jati

muda, dalam keadaan masih segar. Ekstraksi dilakukan menggunakan metode

maserasi dengan variasi kosentrasi pelarut etanol 50%, 60%, 70%, 80%, dan

90%. Hasil ekstraksi diukur menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 500-700 nm.


Berikut adalah diagram alur kerangka berpikir dalam penelitian ini.

Potensi daun jati muda belum ada


pemanfaatannya oleh masyarakat

Daun jati mengandung zat pewarna antosianin sebagai zat


pewarna alami pada benang tenunan Bima

Ekstraksi zat warna dari daun jati muda dapat dilakukan


dengan menggunakan metode maserasi

Sampel diambil dari gunung


kelurahan Nitu, Kecamatan Raba
Kota Bima

Hasil ekstraksi diukur


menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 500-700 nm

Gambar 2.3 Diagram alur kerangka berpikir


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen kualitatif, faktor yang diteliti ada

dua yaitu: faktor I adalah konsentrasi pelarut etanol yang terdiri dari

konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80% dan 90%. Faktor ke-II adalah aplikasinya

pada benang tenunan Bima dengan tiga kali pengulangan. Analisis data

dilakukan dengan membuat tabel dan diagram batang menggunakan aplikasi

Microsoft excel.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah daun jati yang berada di wilayah

Kota Bima.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah daun jati muda yang berada di

gunung kelurahan Nitu, Kecamatan Raba, Kota Bima, sebanyak ± 15-20

Kg.

3. Teknik Pengambilan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random

sampling

C. Variabel Penelitian

Ada beberapa variabel yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi pelarut etanol

dan warna pada benang tenunan.

2. Variabel terikat

Variabel terikat berupa ekstrak zat warna dari daun jati muda

(Tectona grandis Linn. F.).

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah massa sampel, metode

ekstraksi, waktu ekstraksi, dan bahan aplikasi.

Variabel Terikat:
Variabel bebas:
Ekstrak zat warna dari
konsentrasi pelarut etanol
dan warna pada benang daun jati muda (Tectona
tenunan grandis Linn. F.)

Variabel kontrol:

Massa sampel, metode ekstraksi,


waktu ekstraksi dan bahan aplikasi
Gambar 3.1 Bagan hubungan variabel bebas, terikat dan kontrol

D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Program Studi

Pendidikan Kimia, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(STKIP) Bima, Kota Bima.


2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2019

E. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Alat-alat Penelitian

Baskom, blender (penghalus), sendok, gelas ukur, labu ukur ukuran

100 mL, pipet volum, tabung reaksi, rak tabung reaksi, neraca analitik,

gunting, beker, corong, labu erlenmeyer, Thermometer, kompor dan

Spektrofotometer UV-Vis.

2. Bahan-bahan Penelitian

Daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.), aquades, etanol 96%,

kertas saring Whatman, kertas label, kapur tohor (CaCO3), tawas,

tunjung (FeSO4), dan soda abu (Na2CO3).

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan

sebagai berikut:

a. Persiapan Sampel

Sampel diambil dari gunung kelurahan Nitu, Kecamatan Raba,

Kota Bima berupa daun jati muda, dalam keadaan masih segar. Daun

jati muda yang masih segar dibersihkan dengan cara dicuci untuk

menghilangkan benda asing yang menempel, lalu di potong kecil-


kecil, kemudian ditumbuk/diblender agar memiliki luas permukaan

yang lebih besar.

b. Pembuatan Pelarutan Etanol Berbagai Konsentrasi

Pada penelitian ini digunakan pelarut Etanol dengan variasi

konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80% dan 90%. Etanol yang tersedia

dalam konsentrasi 96%, jadi akan diencerkan terlebih dahulu. Dengan

cara, etanol 96% di ambil 52,08 mL dengan pipet volum kedalam

labu ukur, ukuran 100 mL lalu diencerkan dengan aquades untuk

konsentrasi 50%. Etanol 96% di ambil 62,5 mL dengan pipet volum

kedalam labu ukur, ukuran 100 mL lalu diencerkan dengan aquades

untuk kosentrasi 60%. Etanol 96% di ambil 72,91 mL dengan pipet

volum kedalam labu ukur, ukuran 100 mL lalu diencerkan dengan

aquades untuk konsentrasi 70%. Etanol 96% di ambil 83,33 mL

dengan pipet volum kedalam labu ukur, ukuran 100 mL lalu

diencerkan dengan aquades untuk konsentrasi 80%. Dan etanol 96%

di ambil 93,75 mL dengan pipet volum kedalam labu ukur, ukuran

100 mL lalu diencerkan dengan aquades untuk konsentrasi 90%.

c. Tahap Ekstraksi Zat Warna dari Daun Jati Muda dengan

Variasi Konsentrasi Pelarut Etanol.

Sampel daun jati muda yang akan diekstrak ditimbang masing-

masing 10 gram dengan jumlah keseluruhannya sebanyak 50 gram.

Kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer lalu ditambahkan

masing-masing 100 mL pelarut etanol dengan variasi konsentrasi


50%, 60%, 70%, 80% dan 90%. Pelarut dan zat terlarut ini

diekstraksi dengan metode maserasi pada suhu ruang dengan lama

waktu maserasi 3 jam. Sehingga didapatkan 5 larutan dengan variasi

konsentrasi yang berbeda-beda. Setelah ekstrak tercampur dengan

waktu maserasi yang ditentukan pelarut disaring menggunakan kertas

saring Whatman. Hasil penyaringan berupa residu dan filtrat. Pada

penelitian filtrat yang akan dimanfaatkan untuk tahap berikutnya.

Tahap selanjutnya dilakukan uji yaitu uji fisik dilihat dengan

melihat langsung warna hasil ekstrak. Sedangkan untuk uji kimia

yaitu pengujian menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan

panjang gelombang 500-700 nm.

d. Tahap Pewarnaan Benang Bahan Baku Kain Tenunan Bima Dari

Hasil Ekstraksi Zat Warna Pada Daun Jati Muda

 Proses Mordanting

Siapkan benang, tawas dan soda abu, timbang tawas sebanyak

12 gr untuk 2 liter air, kemudian timbang soda abu sebanyak 4

gram untuk 2 liter air. Setelah itu untuk proses perebusan mula-

mula larutkan tawas dengan 1 liter air, setelah tawas larut dalam

air, kemudian ditambah kekurangan airnya sebanyak 1 liter air.

Lalu setelah mencapai suhu 60 0C tambahkan soda abu dan 2 liter

air, aduk dan tunggu soda abu tercampur dengan air. Setelah semua

sudah tercampur, kecilkan api dan masukkan benang pada larutan

dengan posisi suhu stabil 60 0C dan tunggu hingga ± 1 jam. Setelah


itu matikan kompor dan biarkan benang pada rendaman selama

semalam. Keesokan harinya baru ditiriskan, dibilas bersih dan

dijemur sampai kering.

 Tahap Pewarnaan Benang

Rendam benang pada zat warna dengan 5 variasi konsentrasi

selama 15 menit, angkat dan jemur benang hingga kering.

 Tahap Fiksasi

1. Membuat Larutan Fiksasi

 Timbang tawas sebanyak 70 gr untuk 1 liter air, rebus tawas

dengan setengah liter air hingga larut. Setelah larut matikan

kompor lalu tambahkan setengah liter air lagi dan aduk

hingga tercampur, diamkan larutan selama semalaman.

 Timbang tunjung sebanyak 50 gr kemudian campurkan

dengan 1 liter air. Aduk hingga tercampur merata dan

diamkan selama semalam.

 Timbang kapur tohor sebanyak 30 gr kemudian campurkan

dengan 1 liter air. Aduk hingga tercampur merata dan

diamkan selama semalam.

2. Proses Fiksasi

Siapkan larutan fiksator tawas, tunjung dan kapur tohor,

rendam benang ± 2 menit, benang dibolak-balik agar merata,

setelah 2 menit angkat benang, peras dan jemur hingga kering.


Tahap selanjutnya dilakukan uji, yaitu uji fisik dengan melihat

langsung warna yang dihasilkan pada benang.

2. Skema Kerja

a. Tahap Ekstraksi

Daun jati muda

Dicuci
Dipotong
Diblender

Serbuk daun Jati Muda Etanol 96%

Ditimbang Diencerkan
dengan aquades

10 gr Daun Jati Muda Etanol 50%, 60%, 70%, 80%


dan 90% masing-masing 100
mL.

Dimaserasi selama 3 jam


Disaring

Residu Filtrat

Mengkarakterisasi

Uji Fisik: Pengamatan Warna


Uji Sifat Kimia: Spektrofotometer UV-Vis
Gambar 3.2 Skema kerja ekstraksi zat warna dari daun jati muda
Tectona Grandis Linn.F variasi pelarut etanol
b. Tahap Mengaplikasikan Ekstrak zat warna Pada Benang

Tenunan Bima

Benang Tenunan

Dimordanting dengan Soda Abu dan Tawas


Ditiriskan, Dibilas bersih dan dijemur
Direndam dengan ekstrak daun jati
kosentrasi pelarut (50%, 60%, 70%, 80%
dan 90%) selama 15 menit
Jemur benang hingga kering

Benang Tenunan
dengan pewarna
ekstrak
Difiksasi dengan kapur tohor, tawas dan
tunjung
Rendam benang ± 2 menit
Diangkat dan diperas
Dikeringkan

Benang Tenunan dengan Uji fisik Warna Benang


pewarna setelah difiksasi

Gambar 3.3 Skema kerja Tahap Mengaplikasikan Ekstrak zat warna


Pada Benang Tenunan Bima

G. Pengujian Instrumen Penelitian

Pengujian instrumen penelitian ini dilakukan melalui 2 pengujian antara

lain sebagai berikut:

1. Uji fisik dilakukan dengan cara melihat langsung warna ekstrak hasil

ekstraksi dan warna benang dari hasil aplikasi.


2. Uji kimia dilakukan dengan mengukur absorbansi ekstrak zat warna

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang

500-700 nm.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan data absorbansi yang

diukur dengan spektrofotometer UV-Vis berdasarkan faktor-faktor yang

diteliti. Data penelitian disajikan dalam bentuk tabel, diagram batang dan

foto produk.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah konsentrasi pelarut

etanol yang divariasikan menjadi 50%, 60%, 70%, 80% dan 90% (%v/v),

serta pengaruh variasi konsentrasi pelarut terhadap zat warna daun jati muda

pada pewarnaan benang bahan baku kain tenunan Bima. Kedua variabel

tersebut diteliti untuk dilihat pengaruhnya terhadap ekstrak zat warna dari

daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.).

1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)

Hasil ekstraksi zat warna dari daun jati muda (Tectona grandis

Linn. F.) dengan menggunakan metode maserasi variasi konsentrasi

pelarut etanol diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer UV-

Vis. Rentang panjang gelombang yang digunakan adalah 190-700 nm.

Berdasarkan nilai absorbansi dari panjang gelombang rentang 190-700

nm yang tertera pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, maka diperoleh

bahwa panjang gelombang maksimum (λmaks) sebesar 205 nm.

Berikut adalah nilai absorbansi pada panjang gelombang 190-700

nm.
Tabel 4.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Range 190-700 nm
Panjang Gelombang (nm) Range 190-700 nm Absorbansi (A)
190 0.17
200 0.786
210 1.311
220 1.1
230 0.915
240 0.715
250 0.615
260 0.538
270 0.484
280 0.417
290 0.375
300 0.348
310 0.306
320 0.283
330 0.276
340 0.26
350 0.23
360 0.197
370 0.181
380 0.1.74
390 0.175
400 0.176
410 0.174
420 0.16
430 0.142
440 0.137
450 0.137
460 0.144
470 0.155
480 0.152
490 0.146
500 0.143
510 0.139
520 0.136
530 0.132
540 0.125
550 0.112
560 0.103
570 0.094
580 0.083
590 0.07
600 0.059
610 0.051
620 0.041
630 0.034
640 0.032
650 0.038
660 0.048
670 0.039
680 0.018
690 0.01
700 0.007
Sumber: Hasil Pengukuran dengan Spektrofotometer Uv-Vis
Tabel 4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Range 200-210 nm
Panjang Gelombang (nm) Range 200- Absorbansi (A)
210 nm
200 0.786
201 1.019
202 1.224
203 1.351
204 1.412
205 1.425
206 1.422
207 1.401
208 1.371
209 1.343
210 1.311
Sumber: Hasil Pengukuran dengan Spektrofotometer Uv-Vis

2. Hasil Ekstraksi Zat Warna dari Daun Jati Muda (Tectona grandis

Linn. F.) dengan Metode Maserasi Variasi Konsentrasi Pelarut

Etanol

Hasil yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan variasi konsentrasi

pelarut etanol terlihat secara fisik berupa ekstrak berwarna merah,

dengan nilai absorbansi sebagai berikut:

Tabel 4.3 Data Nilai Absorbansi Tiap Ekstrak Zat Warna dari Variasi
Konsentrasi Pelarut Etanol
Nomor Kosentrasi Pelarut Etanol Nilai Absorbansi pada λmaks
(%v/v) 205 nm
1. 50% 1.272c
2. 60% 1.188d
3. 70% 1.163e
4. 80% 1.425a
5. 90% 1.361b

Nilai absorbansi dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang

sama menunjukkan perbedaan nyata. Nilai absorbansi dengan superskrip

a adalah yang tertinggi dan superskrip e adalah yang terendah.


Berikut adalah diagram batang hubungan absorbansi dengan

konsentrasi pelarut etanol.

205
1.6
1.4
1.2
Absorbansi

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
50% 60% 70% 80% 90%
Konsentrasi Pelarut Etanol

Gambar 4.1 Diagram batang hubungan variasi konsentrasi pelarut etanol terhadap
absorbansi

3. Hasil Pewarnaan Benang Bahan Baku Kain Tenunan Bima dengan

Zat Warna Daun Jati Muda Variasi Konsentrasi Pelarut Etnol

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa daun jati muda (Tectona

grandis Linn. F.) dapat mewarnai benang tenunan Bima dengan warna

ungu, karena daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.) mengandung

senyawa antosianin. Senyawa antosianin adalah senyawa yang dapat

memberikan warna violet, magenta, merah, oranye dan salah satunya

adalah warna ungu (Fathinatullabibah, dkk., 2014). Berikut warna secara

fisik benang hasil pewarnaan menggunakan zat warna dari daun jati

muda dengan konsentrasi pelarut 50%, 60%, 70%, 80% dan 90% setelah

proses fiksasi menggunakan kapur, tawas dan tunjung.


Tabel 4.4 Hasil warna benang menggunakan ekstrak daun jati dengan variasi
konsentrasi pelarut
Konsentrasi Bahan Fiksasi
Pelarut Kapur Tawas Tunjung
50%

60%

70%

80%

90%

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat adanya perbedaan warna

benang dari pewarnaan menggunakan ekstrak daun jati muda (Tectona

grandis Linn. F.) dengan berbagai variasi konsentrasi pelarut etanol.


Warna benang yang dihasilkan untuk konsentrasi pelarut 50%, 60% dan

70% menggunakan bahan fiksasi berupa kapur dan tawas adalah warna

ungu muda, untuk konsentrasi pelarut 80% dan 90% adalah warna ungu

keabu-abuan. Sedangkan untuk bahan fiksasi berupa tunjung warna

benang yang dihasilkan adalah warna abu-abu untuk konsentrasi 50%,

60%, 70%, 80% dan 90%.

B. Analisis/Pengujian Hipotesis

Berikut adalah hasil pengujian hipotesis:

Hipotesis 1: Variasi konsentrasi pelarut etanol berpengaruh terhadap

ekstrak zat warna dari daun jati muda (Tectona grandis

Linn. F.) dengan metode maserasi

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai absorbansi dari

tiap hasil ekstrak zat warna dengan variasi konsentrasi pelarut etanol. Dapat

disimpulkan bahwa variasi konsentrasi pelarut etanol berpengaruh terhadap

hasil ekstrak zat warna dari daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.)

dengan metode maserasi.

Hipotesis 2: Konsentrasi optimum pelarut etanol untuk ekstraksi zat

warna dari daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.)

dengan metode maserasi adalah 80%.

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil ekstraksi zat warna

menggunakan pelarut etanol konsentrasi 80% memiliki nilai absorbansi

tertinggi yaitu 1.425.


Hipetesis 3: Variasi konsentrasi pelarut terhadap zat warna daun jati

muda berpengaruh pada hasil pewarnaan benang bahan

baku kain tenunan Bima.

Tabel 4.4 menunjukan adanya perubahan warna pada benang tenunan

Bima dengan pewarnaan menggunakan ekstrak daun jati muda dengan

variasi konsentrasi pelarut.

C. Pembahasan

1. Tahap Preparasi Sampel Daun Jati Muda (Tectona grandis Linn. F.)

Daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.) yang masih segar

dibersihkan dengan cara dicuci untuk menghilangkan benda asing

yang menempel agar tidak mengganggu ekstrak yang dihasilkan.

Selanjutnya, daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.) yang telah

bersih kemudian dikeringkan pada suhu ruang tanpa terkena oleh cahaya

matahari secara langsung karena akan merusak metabolit sekunder yang

terkandung pada daun jati muda (Mutmainnah, 2018). Setelah itu,

sampel dipotong kecil-kecil dan dihaluskan menggunakan blender

sehingga menjadi serbuk untuk mempermudah penarikan zat-zat aktif

pada saat perendaman (maserasi). Hal ini dilakukan karena ukuran

simplisia termasuk dalam salah satu faktor penentu hasil ekstraksi yang

tidak diukur dalam penelitian ini, sehingga untuk tiap perlakuan ukuran

sampelnya harus sama (Rohmaniyah, 2016). Proses tersebut

menghasilkan serbuk daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.)

berwarna cokelat.
2. Tahap Pembuatan Pelarut Etanol Berbagai Konsentrasi

Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah etanol.

Etanol dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang semi polar sehingga

dapat mengekstraksi zat warna yang terkandung dalam daun jati muda

(Tectona grandis Linn. F.) yang bersifat non polar, semi polar dan

polar (like dissolve like). Pelarut etanol juga mudah didapatkan dan

tidak toksik, serta bisa didaur ulang sehingga dapat dimanfaatkan

kembali. Selain itu, etanol dipilih karena harganya terjangkau (Ngatin

dan Hulupi, 2014; Verawati, dkk., 2017).

Pelarut etanol dibuat dari etanol pekat atau etanol konsentrasi

96% yang diencerkan dengan menambahkan aquades menjadi etanol

konsentrasi 50%, 60%, 70% 80% dan 90% menggunakan prinsip

pengenceran. Variasi konsentrasi pelarut etanol tersebut diadaptasi dari

penelitian sejenis yang dilakukan oleh Putri dkk. (2018)

3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)

Hasil ekstraksi zat warna dari daun jati muda (Tectona grandis

Linn. F.) dengan metode maserasi variasi konsentrasi pelarut etanol

diukur nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-

Vis. Mutmainnah (2018) menyatakan bahwa rentang panjang gelombang

untuk mengukur absorbansi dari sampel daun jati muda (Tectona grandis

Linn. F.) adalah 500-700 nm. Namun, ketika rentang panjang gelombang

tersebut digunakan untuk mengukur hasil ekstraksi ternyata tidak

diperoleh nilai absorbansi, sehingga rentang panjang gelombang diatur


menjadi 190-700 nm, rentang panjang gelombang 190-700 nm dipilih

agar sampel dapat terbaca oleh sinar UV. Berdasarkan hal tersebut, maka

rentang panjang gelombang dalam penelitian ini dipilih antara 190-700

nm. Pada rentang panjang gelombang 190-700 nm didapatkan nilai

absorbansi dari tiap panjang gelombang seperti yang tertera pada Tabel

4.1 dan Tabel 4.2. Setelah diketahui rentang panjang gelombang untuk

pengukuran hasil ekstraksi zat warna dari daun jati muda (Tectona

grandis Linn. F.), selanjutnya dilakukan penentuan panjang gelombang

maksimum (λmaks). Penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks)

bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang dengan hasil ekstrak

zat warna yang menghasilkan serapan (absorbansi) tertinggi.

Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer

UV-Vis maka didapatkan panjang gelombang maksimum (λmaks) untuk

pengukuran hasil ekstraksi adalah sebesar 205 nm. Panjang gelombang

205 nm terpilih sebagai panjang gelombang maksimum (λmaks) karena

berdasarkan nilai absorbansi yang tertera pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2,

nilai absorbansi tertinggi didapatkan pada panjang gelombang 205 nm

yaitu sebesar 1.425. Oleh karena itu, panjang gelombang 205 nm dipilih

sebagai panjang gelombang maksimum (λmaks) untuk pengukuran hasil

ekstrak zat warna dari daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.) dengan

metode maserasi variasi konsentrasi pelarut etanol.


4. Tahap Ekstraksi Zat Warna dari Daun Jati Muda (Tectona grandis

Linn. F.) dengan Variasi Konsentrasi Pelarut Etanol

Tahap ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

ekstraksi zat warna dari daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.)

dengan memvariasikan konsentrasi pelarut etanol. Konsentrasi pelarut

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi, karena

perbedaan antara konsentrasi pelarut yang satu dengan yang lain

menyebabkan perbedaan sifat kepolaran pelarut yang berdampak pada

perbedaan hasil ekstrak yang didapatkan (Awaliyah, 2018). Adapun

konsentrasi pelarut etanol divariasikan menjadi 50%, 60%, 70%, 80%

dan 90%.

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 2.1), dapat dilihat bahwa

semakin tinggi konsentrasi pelarut etanol maka ekstrak yang dihasilkan

semakin pekat warna merahnya. Hal ini menunjukkan bahwa variasi

konsentrasi pelarut etanol berpengaruh terhadap ekstrak zat warna dari

daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.) yang dihasilkan. Sesuai

pernyataan Senja, dkk. (2014) yang menyatakan bahwa konsentrasi

pelarut termasuk faktor penentu ekstraksi. Ekstrak zat warna yang

dihasilkan selanjutnya diuji dengan spektrofotometer UV-Vis, dan

didapatkan panjang gelombang maksimum adalah 205 nm dengan

absorbansi tertinggi 1.425 pada konsentasi pelarut 80%.

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai absorbansi

dari tiap hasil ekstrak zat warna dengan variasi konsentrasi pelarut etanol.
Dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi pelarut etanol memberikan

pengaruh terhadap hasil ekstrak zat warna dari daun jati muda (Tectona

grandis Linn. F.) dengan metode maserasi. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Awaliyah (2018), yang menyatakan

bahwa variasi konsentrasi pelarut etanol memberikan pengaruh terhadap

ekstrak dari rumput laut Sargassum sp. yang dihasilkan dari proses

ekstraksi. Terjadinya perbedaan nilai absorbansi ekstrak zat warna untuk

setiap variasi konsentrasi pelarut adalah karena zat warna dalam daun jati

muda (Tectona grandis Linn. F.) bersifat polar, semi-polar, non-polar dan

campuran (Lasang, 2017).

Gambar 4.1 menunjukkan adanya penurunan nilai absorbansi dari

hasil ekstrak dengan pelarut etanol konsentrasi 50%, 60%, dan 70%.

Tetapi, terjadi peningkatan nilai absorbansi pada hasil ekstrak pelarut

etanol konsentrasi 80%. Kemudian terjadi penurunan kembali nilai

absorbansi pada pelarut etanol konsentrasi 90%. Puncak nilai absorbansi

adalah pada hasil ekstrak pelarut etanol konsentrasi 80%.

Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat diketahui bahwa

konsentrasi optimum pelarut etanol untuk ekstraksi zat warna dari daun

jati muda (Tectona grandis Linn. F.) dengan metode maserasi adalah

konsentrasi 80% dan nilai absorbansinya adalah 1.425. Hal ini sesuai

penelitian yang dilakukan oleh Diantika, dkk. (2015) yang

menyimpulkan bahwa etanol konsentrasi 80% lebih baik dalam ekstraksi

antioksidan biji kakao.


5. Tahap Pewarnaan Benang Bahan Baku Kain Tenunan Bima

dengan Zat Warna Daun Jati Muda Variasi Konsentrasi Pelarut

Etnol

Penelitian ini dilakukan dengan cara benang dimordanting terlebih

dahulu, tujuannya yaitu untuk mensterilkan benang dari unsur logam

dan lemak, mengembangkan serat benang sehingga mudah diserap

zat warna alam (Santa, 2015). Benang yang digunakan adalah

benang berwarna putih dengan massa masing-masing 75 gram untuk

setiap konsentrasi pelarut, kemudian pada saat proses fiksasi massa

benang dibagi lagi menjadi masing-masing 25 gram, karena bahan

fiksasinya ada tiga jenis. Proses mordanting dilakukan dengan cara

benang direndam dalam larutan mordan selama semalaman. Setelah itu

benang dikeringkan.

Benang yang telah kering kemudian direndam dalam zat warna

ekstrak daun jati muda selama 15 menit, dan dikeringkan tanpa terkena

langsung sinar matahari. Benang yang dihasilkan berwarna ungu.

Benang yang sudah diwarnai kemudian difiksasi lagi dengan cara

direndam dalam larutan fiksator selama  dua menit lalu dikeringkan.

Fiksasi merupakan proses penguncian warna, agar warna memiliki

ketahanan luntur yang baik (Thomas, dkk., 2013).

Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 4.4 dapat dilihat adanya

perbedaan warna benang yang dihasilkan dari konsentrasi pelarut 50%,

60% dan 70% dengan konsentrasi pelarut 80% dan 90% yang
menggunakan bahan fiksasi kapur dan tawas yaitu warna ungu muda

dan ungu keabu-abuan. Sedangkan warna benang yang dihasilkan

untuk bahan fiksasi tunjung dengan konsentrasi pelarut 50%, 60%,

70%, 80% dan 90% adalah warna abu-abu. Hal ini disebabkan

kandungan besi yang terdapat dalam tunjung dan adanya proses

oksidasi membuat warna yang dihasilkan pada benang menjadi tua

(Fardhyanti dan Ria, 2015).


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Variasi konsentrasi pelarut etanol berpengaruh terhadap ekstrak zat

warna dari daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.) dengan metode

maserasi.

2. Konsentrasi optimum pelarut etanol untuk ekstraksi zat warna

dari daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.) dengan metode maserasi

adalah konsentrasi pelarut etanol 80% yang menghasilkan nilai

absorbansi 1.425.

3. Variasi konsentrasi pelarut etanol berpengaruh terhadap hasil warna

pada bahan baku benang tenunan Bima.

B. Saran

Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk

1. Melakukan penelitian menggunakan metode ekstraksi yang lain,

misalnya dengan menggunakan metode refluks atau yang lain untuk

ekstraksi zat warna dari daun jati muda (Tectona grandis Linn. F.). dan

melakukan variasi terhadap suhu, ukuran partikel sampel, atau faktor

penentu ekstraksi lainnya.

2. Teliti pada saat proses pewarnaan benang agar warna yang dihasilkan

merata.
DAFTAR PUSTAKA

Aberoumand, Ali. (2011). A Review Article on Edible Pigments Properties


and Sources as Natural Biocolorants in Foodstuff and Food
Industry. World Journal of Dairy and Food Sciences, 6 (1): 71-78.
Alwi, Heriati. (2017). Validasi Metode Analisis Flavonoid dari Ekstrak
Etanol Kasumba Turate (Carthamus tinctorius L.) secara
Spektrofotometri UV- Vis. Makassar: Universitas Islam Negeri
Alauddin.
Arifah, C. N., Chairul, S., & Erwin. (2016) . Uji Fitokimia dan Uji
Stabilitas Zat Warna dari Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea
americana Mill) dengan Metode Spektroskopi UV-Vis. Jurnal
Atomik, 1 (1): 18-22.
Awaliyah, N. S. (2018). Ekstraksi Zat Warna dari Runput Laut Sargassum
sp. dengan Metode Refluks. Bima: Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima.
Armanzah dan Tri Yuni Hendrawati. (2016). Pengaruh Waktu Maserasi Zat
Antosianin sebagai Pewarna Alami dari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
batatas L. Poir). Jurnal Semnastek, 1 (1):1-10.
Berlin, S.W., Linda R., & Mukarlina. (2017). Pemanfaatan Tumbuhan
Sebagai Bahan Pewarna Alami Oleh Suku Dayak Bidayuh Di Desa
Kenaman Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Protoboint, 6
(3): 303-309.
Diantika, F., Sutan, S. M., dan Yulianingsih, R. (2014). Pengaruh Lama
Ekstraksi dan Konsentrasi Pelarut Etanol Terhadap Ekstraksi
Antioksidan Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Effect of Long
Extraction and Concentration and Concentration of Ethanol
Solvent Extraction Antioxidant Cocoa Beans (Theobroma cacao L.).
Jurnal Teknologi Pertanian, 15 (3): 159-164.

Djoemena, Nian. (2007). Lurik garis-garis Besar Bertuah. Jakarta:


Djambatan.

Fardyanti, D., S., & Ria, D., R. (2015). Pemungutan Brazilin dari Kayu
Secang (Caesalpinia Sappan L) dengan Metode Maserasi dan
Aplikasinya untuk Pewarnaan Kain. Jurnal Bahan Alam
Terbarukan, 4 (1):6-13.

Fathinatullabibah, K., & Lia U. K. (2014). Stabilitas Antosianin Ekstrak


Daun Jati (Tectona gramdis) terhadap Perlakuan pH dan Suhu.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 3 (2): 60-63.
Fauziah, N. A., Chaerul, S., & Erwin. (2016). Ekstraksi dan Uji Stabilitas
Zat Warna dari Kulit Buah Alpukat (Persea americana Mill)
dengan Metode Spektroskopi UV-Vis. Jurnal Atomik, 1(1): 23-27.
Hidayah, Tri. (2013). Uji Stabilitas Pigmen dan Antosianin Hasil Ekstraksi
Zat Warna Alami dari Kulit Buah Naga (Hylocereus undatus).
Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan.
Kembaren, R., Sesotya P., Nurwenda, N. M., Kiki, Y., Radyum, I., Nurul,
T. R., & Etik, M. (2014). Ekstraksi dan Karakterisasi Serbuk Nano
Pigmen dari Daun Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. F). Jurnal
Kimia Kemasan, 36 (1):191-196.
Khoiriyah, H., dan Puji A. (2014). Penentuan Waktu Inkubasi Optimum
Terhadap Aktivitas Bakteriosin Lactobacillus sp RED, 3 (4): 52-56.
Kristiana, H. D., Setyaningrum, A., & Lia, U. K. (2012). Ekstraksi Pigmen
Antosianin Buah Senggani (Melastoma Malabathricum Auct. Non
Linn) dengan Variasi Jenis Pelarut. Jurnal Teknosains Pangan,1
(1): 105-109.
Lasang, M. B. (2017). Ekstraksi Zat Warna dari Daun Jati (Tectona
Grandis) dan Aplikasinya pada Dyen Sensitizet Solar Cell (DSSC).
Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar.
Mastuti, E., Winaputri, M. G., & Harlyandi, P. (2013). Ekstraksi Zat Warna
Alami Kelopak Bunga Rosella dengan Pelarut Etanol. Ekuilibrium,
12 (2): 49-53.
Megha, N. M., dan Sabale, A. B. (2014). Antimicrobial, Antioxidant and
Haemolytic Potential of Brown Macroalga Sargassum. Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3 (8): 2091-2104.
Mukhriani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi
Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan, 7 (2):361-367
Murtinah, V., Marjenah, Afif, R., & Daddy, R. (2015). Pertumbuhan Hutan
Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.) di Kalimantan Timur.
Jurnal AGRIFOR, 14 (2):287-292.
Mutmainnah, Dian. (2018). Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami
dari Daun Jati (tectona grandis linn.f.) Sebagai Bahan Pengganti
Pewarna Sintetik Pada Produk Minuman. Makasar: Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.

Mortensen, Alan. (2006). Carotenoids and other Pigments as Natural


Colorants. Journal of Pure and Applied Chemistry,78 (8): 1477-
1491.
Ngatin, A., dan Hulupi, M. (2014). Ekstraksi Kulit Buah Manggis Secara
Refluks dan Sokletasi. Jakarta: Seminar Nasional Sains dan
Teknologi.
Nurlela. (2011). Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga
Kembang Sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) dan Bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L.). Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi.
Noriko, N., Ekaristi, P., Angelia, Y., & Dewi, E. (2011). Studi Kasus
terhadap Zat Pewarna, Pemanis Buatan dan Formalin pada
Jajanan Anak di SDN Telaga Murni 03 dan Tambun 04 Kabupaten
Bekasi. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi, 1 (2):
47-53.
Pujilestari, T. (2014). Pengaruh Ekstraksi Zat Warna Alam Dan Fiksasi
Terhadap Ketahanan Luntur Warna Pada Kain Batik Katun.
Dinamika Kerajinan dan Batik, 31 (1).
Pujilestrai, T. (2015). Sumber dan Pemanfaatan Zat Warna Alam untuk
Keperluan Industri. Jurnal Dinamika Kerajinan dan Batik, 32 (2):
93-106.

Puspitarum, D. L., Sriatun, Agus, Y., & Sulhadi. (2013). Aplikasi Ekstrak
Daun Jati (Tectona grandis) sebagai Film Kaca Non Permanen.
Hal.7-11.
Putri, U. S., Ana, H. M., & Ayu, R. S. (2018). Pengaruh Konsentrasi
Pelarut Etanol Terhadap Absorbansi Brazilin pada Simplisia Kayu
Secang (Caesalppinia sappan L.). Semarang. Seminar Nasional
Mahasiswa Unismu.
Rohmaniyah, M. (2016). Uji Antioksidan Ekstrak Etanol 80% dan Fraksi
Aktif Rumput Bambu (Lophatherum gracile Brongn) Menggunakan
Metode DPPH serta Identifikasi Senyawa Aktifnya. Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim.

Saati, E. A. (2014). Eksplorasi Pigmen Antosianin Bahan Hayati Lokal


Pengganti Rhodamin B dan Uji Efektivitasnya pada Beberapa
Produk Industri/ Pangan. Jurnal Gamma, 9 (2): 01-12.
Santa, E.K., Mukarlina, & Linda, R. (2015). Kajian Etnobotani Tumbuhan
yang Digunakan Sebagai Pewarna Alami Oleh Suku Dayak Iban
di Desa Mensiau Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Untan, 4(1).
Santoso, J., Anwariyah, S., Rumiantin, R. O., Putri, A. P., Ukhty, N., &
Yoshie- Stark, Y. (2012). Phenol Content, Antioxidant Activity
and Fibers Profile of Four Tropical Seagrasses from Indonesia.
Journal of Coastal Development, 15 (2): 189-196.
Satria, Y., & Suheryanti, D. (2016). Pengaruh Temperatur Ekstraksi Zat
Warna Alam Daun Jati Terhadap Kualitas Dan Arah Warna Pada
Batik. 33 (2):101-110.
Senja, R.Y., Issusilaningtyas, E., Nugroho, A. K., & Setyowati, E. P.
(2014). Perbandingan Metode Ekstraksi dan Variasi Pelarut
Terhadap Rendemen dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kubis Ungu
(Brassica oleracea L. Var. Capitata F. Rubra). Traditional Medicine
Journal, 19 (1): 43-48.
Sirait, R. A. (2009). Penerapan Metode Spektrofotometri Ultraviolet pada
Penetapan Kadar Nifedipin dalam Sediaan Tablet. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Siregar dan Nurlela. (2011). Ektraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami
dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga
Rosela (Hibiscus sabdariffa L). Jurnal Kimia, 2 (3): 459-467.
Septiana, A. dan Asnani, A. (2012). Kajian Sifat Fisikokimia Ekstrak
Rumput Laut Cokelat Sargassum duplicatum Menggunakan
Berbagai Pelarut dan Metode Ekstraksi. Agrointek, 6 (1): 22-28.
Suhartati, T. (2017). Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan
Spektrometri Massa untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik.
Lampung: Anugrah Utana Raharja.
Thomas, M., Manuntun, M., & I. A. Raka Astiti A. (2013). Pemanfaatan
Zat Warna Alam dai Ekstrak Kulit Akar Mengkudu (Morinda
citrifolia Linn) Pada Kain Katun. Jurnal Kimia, 7 (2): 119-126.

Verawati, Nofiandi, D., dan Petmawati. (2017). Pengaruh Metode


Ekstraksi Terhadap Kadar Fenolat Total dan Aktivitas Antioksidan
Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.). Jurnal
Katalisator, 2 (2): 53-60.
Xavier, M. F., Toni, J. L., Mara, G. M. Q., & Marintho, B. Q. (2008).
Extraction of Red Cabbage Anthocyanins: Optimization of the
Operation Conditions of the Column Process. Journal Brazilian
Archives of Biology and Technology, 51 (1):143-152.
Yuniwati, M., Kusuma, A. W., dan Yunanto, F. (2012). Optimasi Kondisi
Proses Ekstraksi Zat Pewarna dalam Daun Suji dengan Pelarut
Etanol. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan
Teknologi (SNAST).
Zulfa, L., Sri, K., & Mas’ud, E. (2011). Ekstraksi Pewarna Alami Dari
Daun Jati (Tectona Grandis) (Kajian Konsentrasi Asam Sitrat Dan
Lama Ekstraksi) Dan Analisa Tekno-Ekonomi Skala Laboratorium.
Jurnal Industria, 3 (1): 62-72. Diakses pada tgl 9 mei tahun 2019
dari laman https://jurnal.ugm.ac.id/TradMedJ/article/view/31385/0

Anda mungkin juga menyukai