Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI, 2017


UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR

TINEA CORPORIS

Oleh :

AHMAD ZAKY M
10542 0457 13

Pembimbing :
DR. dr. Hj. SITTI MUSAFIRAH, Sp. KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTASKEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ahmad Zaky M

NIM : 10542 0457 13

Judul Laporan Kasus : Tinea Corporis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Juli 2017

Pembimbing

(DR. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK)

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Laporan Kasus berjudul “Tinea Corporis” ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Secara khusus
penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada DR. dr.
Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan
koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna
adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.

Makassar, Juli 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................ 2

RESUME .................................................................................................... 2

STATUS DERMATOLOGI ........................................................................ 2

DIAGNOSIS BANDING ............................................................................ 3

DIAGNOSIS ............................................................................................... 4

PENATALAKSANAAN ............................................................................ 4

PROGNOSIS .............................................................................................. 4

BAB III PEMBAHASAN .................................................................................... 5

BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superficial yang disebabkan oleh

jamur dermotofita yakni Trichophyton spp, Microsporum spp, dan epidermophyton

spp.1 Dermatofita adalah sekelompok jamur keratinofilik yang menginfeksi jaringan

berkeratin seperti rambut, kuku, dan kulit.2 Beberapa dermatofita terbatas secara

geografis, sementara yang lainnya ditemukan hampir diseluruh dunia. Contohnya

Trichophyton rubrum yang merupakan dermatofita yang paling umum yang memiliki

distribusi global sedangkan T. concentricum hanya terdapat pada daerah-daerah tertentu

di Pasific selatan dan Amerika Selatan.3

Perpindahan manusia, kemajuan terapi antifungi, faktor sosioekonomi,

pekerjaan, dan penggunaan alas kaki telah menyebabkan perubahan pada distribusi

geografis jamur dermatofit.3

Biasanya infeksi yang disebabkan oleh dermatofita (ringworm) diberi nama

berdasarkan bagian tubuh yang terkena setelah kata “tinea” seperti tinea capitis yang

mengenai kepala, tinea barbae yang menginfeksi daerah berjanggot pada pria dewasa,

tinea corporis yang mengenai badan dan ekstremitas, tinea cruris yang mengenai lipat

paha, perineum, dan perianal, tinea manum yang mengenai telapak tangan dengan lesi

yang kering dan bersisik terutama pada fleksor telapak tangan, tinea pedis terletak pada

celah-celah jari kaki, tumit, punggung dan terkadang pergelangan kaki, dan tinea

unguium (onychomicosis) jika infeksi terjadi di kuku.2

Tinea corporis merupakan infeksi dermatofit yang mengenai seluruh bagian

tubuh kecuali wajah, kepala, janggut, tangan, kaki, dan lipat paha genital, dan perianal.5

1
BAB II

LAPORAN KASUS

Resume

Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke BP Kulit dengan keluhan gatal

pada paha kiri sebelah luar yang sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya

keluhan dirasakan muncul pertama kali di perut sebelah kiri yang sangat gatal yang

dirasakan memberat saat berkeringat atau lembab. Riwayat demam disangkal. Riwayat

keluarga disangkal, riwayat gigitan serangga disangkal. Pasien sudah pernah berobat di

puskesmas dan diberikan salep namun tidak sembuh malah lesinya semakin melebar.

Status Presens

Pemeriksaan klinis

Keadaan umum : Sakit (ringan/ sedang/ berat),

Kesadaran (composmentis/uncomposmentis)

Status Dermatologi

Lokasi : di daerah paha kiri lateral

Efloresensi : plak bulat eritema berbatas tegas dengan vesikel dan papul di

tepi yang disertai erosi, skuama dan krusta.

2
Gambar 1. Tampak lesi-lesi yang terdiri dari plak dengan pinggir yang polisiklik terdiri

dari papulovesikel dan lebih aktif di tepi dibandingkan bagian tengah, berbatas tegas,

disertai skuama, erosi, dan krusta.

Gambar 2. Hasil pemeriksaan KOH, terdapat hifa bercabang dan bersepta. Spora tidak

kelihatan dengan jelas pada sediaan kerokan kulit.

Diagnosis Banding

- Dermatitis seboroik

- Dermatitis kontak alergi

3
- Psoriasis

- Ptyriasis rosea

Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

pasien di diagnosa dengan Tinea Corporis

Penatalaksanaan

Terapi Topikal

- Asam salisilat 3%

- Ketoconazole (Formyco®) cr 3gr

dicampur dalam bentuk salep dan diberikan selama 14 hari

Terapi Sistemik

- Ketoconazole 200mg 1x sehari selama 14 hari

- Cetirizine 10 mg 1x sehari selama 10 hari

Prognosis :

 Qou ad vitam : bonam

 Qou ad function : bonam

 Qou ad sanationam : bonam

4
BAB III

PEMBAHASAN

Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh tiga genus jamur

(Microsporum, Trichophyton and Epidermophyton) yang memiliki kemampuan unik

untuk menginvasi dan memperbanyak diri di dalam jaringan berkeratin ( rambut, kulit,

dana kuku). Jamur-jamur ini hanya menginvasi keratin dan inflamasi yang terjadi akibat

produk metabolik jamur atau karena reaksi hipersensitivas tipe lambat. Jamur- jamur ini

secara kolektif disebut sebagai dermatofit. Umumnya jamur-jamur yang zoophilic (

yang menular melalui hewan ke manusia) menyebabkan inflamasi yang lebih berat

daripada yang antropophilic ( jamur yang menyebar dari orang ke orang). Dalam

penamaan infeksi akibat dermatofita digunakan kata latin “Tinea” yang mendahului

daerah yang diinefksi seperti Tinea pedis yaitu infeksi dermatofita pada kaki.3,7

Tinea corporis adalah dermatofitosis yang mengenai daerah kulit glabrosa selain

tangan, kaki, rambut, kuku, dan lipatan paha.3,6 Tinea corporis ditandai dengan keluhan

subjektif berupa gatal pada daerah lesi terutama bila berkeringat. Dapat juga ditemukan

berbagai faktor predisposisi seperti udara lembab, lingkungan yang padat, sosial

ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit

sistemik penggunaan antibiotika dan obat steroid. Higiene juga berperan untuk

timbulnya penyakit ini.1 gambaran klinis berupa plak eritema dengan skuama dan

kadang-kadang disertai vesikel dan papul yang lebih aktif di tepi dan meluas secara

sentrifugal.7,8 Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, pasien

5
mengeluh gatal pada daerah paha kiri terutama bila kondisi lembab, dan terdapat lesi

berupa plak eritema disertai skuama dan papul dipinggir yang lebih aktif dibandingkan

bagian tengahnya yang terdapat di daerah paha kiri sebelah lateral. Pasien juga

mengeluh lesinya semakin melebar setelah diberikan salep dari puskesmas. Ini mungkin

disebabkan karena salep yang diberikan adalah kortikosteroid sehingga jamur semakin

berkembang dan menimbulkan lesi yang lebih luas. Hal ini sejalan dengan teori

mengenai keluhan subjektif dan gambaran klinis tinea korporis.

Penyebab penyakit ini adalah kelompok jamur dermatofita yang dapat dilihat

dibawah mikroskop pada pemeriksaan KOH yang memberikan gambaran dengan

adanya hialin, septa, hifa bercabang atau rantai artrokonidia.9 Hal ini sesuai dengan

hasil temuan pada pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien yaitu

terdapat jamur dengan hifa bercabang dan bersepta pada pemeriksaan KOH.

Walaupun morfologi, kebutuhan nutrisi, antigen permukaan, dan gambaran iain

dermatofit sama, banyak spesies menghasilkan keratinase , elastase, dan enzim-enzim

lain yang membuat spesies tersebut bersifat cukup spesifik pejamu. Dermatofita

digolongkan sebagai geofili, zoofili, atau antropofili yang bergantung pada habitat

lazimnya, yaitu tanah, hewan, atau manusia.9

Pada Tinea Corporis, infeksi umumnya disebabkan oleh Trichophyton rubrum,

Trichophyton mentagrophytes, and Microsporum canis dengan gambaran umumnya

classic ringworm tapi bisa dalam bentuk yang lain.10 Ada banyak macam manifestasi

klinis dari tinea korporis, dan dapat menyerupai penyakit kulin yang lain. Seperti pada

infeksi dermatofit lainnya, perluasan inflamasi tergantung pada agen kausatif dan

response imun host. Juga karena folikel rambut berfungsi sebagai reservoir infeksi,

6
sehingga daerah tubuh yang mengandung banyak rambut lebih resisten terhadap

pengobatan.3 penggunaan pakaian yang ketat dan tertutup, iklim yang lembab, kontak

kulit ke kulit, serta trauma minor dapat membuat erupsi kulit lebih sering terjadi dan

lebih berat.6

Manifestasi klasik berupa plak annular (ringworm-like) atau serpiginosa dengan

sisik disepanjang lesi dengan tepi eritem. Tepinya bisa vesikular, atau papul yang

meluas secara sentrifugal. Ditengah plak biasanya bersisik tapi bisa juga bersih atau

terdapat central healing. Pada lesi lingkaran yang terbentuk dari vesikel konsentris

mengarah pada Tinea incognito yang sering disebabkan oleh T. Rubrum sedangkan

Tinea imbricata berupa lesi berbentuk lingkaran eritem dengan sedikit atau tidak ada

vesikel. Infeksi T.rubrum bisa tampak sebagai plak polisiklik besar akibat berkonfluen

atau psoriasiform khususnya pada orang yang immunokompromise.6

Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan

klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan sediaan

langsung dan biakan. Pada pemeriksaan mokologik untuk mendapatkan jamur

diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Pemeriksaan langsung

sediaan basah dilakukan denga mikroskop. Sediaan basah dibuat dengan meletakkan

bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Pemberian larutan

KOH bertujuan untuk memisahkan hifa dari keratinosit, untuk melihat elemen jamur

lebih nyata dapat ditambahkan zat warna berupa tinta Parker superchroom blue black.

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa sebagai dua garis sejajar,

terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora (artrospora) pada kelainan kulit lama

atau sudah diobati. Pemeriksaan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan

7
sediaan langsung dan untuk menentukan spesies jamur. Spesimen diinokulasi ke dalam

agar kapang inhibitorik atau bagian miring agar Sabouraud yang mengandung

sikloheksimid dan kloramfenikol untuk menekan pertumbuhan kapang dan bakteri,

diinkubasi selama 1-3 minggu pada suhu ruangan.8,9,11 Hal ini sesuai dengan yang

dilakukan pada pasien yaitu dilakukan pemeriksaan sediaan basah denga cara kerokan

kulit pada paha dan dcampur dengan larutan KOH dan dilihat dibawah mikroskop.

Pada hasilnya terlihat gambaran hifa bercabang dengan sekat dan bercabang. Namun

pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan biakan karena lesi dan keluhan pasien

sudah khas mengarah pada tinea corporis. Adapun diagnosis banding pada penyakit ini

adalah dermatitis seboroik, psoriasis vulgaris, dermatitis kontak alergi, dan ptiriasis

rosea. Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi di

daerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah, dan badan. Dermatitis ini dikaitkan dengan

malasesia, terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban lingkungan, perubahan

cuaca, ataupun trauma, dengan derajat ringan, misalnya ketombe sampai dengan bentuk

eritroderma. Dermatitis seboroik lebih banyak ditemukan pada kelompok orang dengan

HIV yaitu sebanyak 36% yang umumnya diawali pada usia pubertas, dan memuncak

pada usia 40 tahun. Jenis kelaimin laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.8

Lokasi yang sering terkena yaitu daerah kulit kepala berambut; wajah, alis, lipat

nasolabial, sideburn, telinga dan liang telinga, bagian atas tengah dada dan punggung,

lipat gluteus, inguinal, genital, ketiak. Dapat ditemukan skuama kuning berminyak,

eksematosa ringan, kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat. Ketombe merupakan

tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. Dapat dijumpai kemerahan perifolikular

yang pada tahap lanjut dapat menjadi plak eritematosa berkonfluensi, bahkan dapat

8
membentuk rangkaian plak disepanjang batas rambut frontal dan disebut korona

seboroika. Pada keadaan parah dapat berkembang menjadi eritroderma. Dermatitis

seboroik juga dapat dipicu akibat penggunaan obat-obatan seperti, buspiron,

klorpromazin, simetidine, etionamid, griseovulfin, metildopa, dll.8

Gambar 3. Dermatitis seboroik, tampak papul-papul eritema dengan skuama

Psoriasis vulgaris adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan karakteristik

perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler,

juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Lesi ini dimulai dengan makula eritematosa

berukuran kurang dari 1 cm atau papul yang melebar ke arah pinggir dan bergabung

beberapa menjadi satu, berdiameter satu sampai beberapa sentimeter. Adanya lingkaran

putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat dikenal sebagai Woronoff’s ring. Psoriasis

ini umunmnya dijumpai di skalp, siku, lutut, punggung, lumbal, dan retroaurikuler.

Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar, atau nyeri terutama bila kulit kepala

terserang.8

. Gambaran klasik berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai titik-

titik perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari seujung jarum sampai dengan

plakat yang menutupi seluruh bagian tubuh umumnya simetris. Dapat terjadi fenomena

9
Koebner yaitu munculnya lesi pada kulit psoriasis setelah terjadi trauma atau

mikrotrauma.8

Gambar 4. Psoriasis vulgaris. Lesi berupa plak eritematosa dengan skuama tebal yang

berlapis dan berbatas tegas.

Ptiriasis rosea ialah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai denga lesi

awal eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di

badan, lengan, tungkai atas yang tersusun sesuai denga lipatan kulit dan biasanya

menyembuh dalam 3-8 minggu. Ptiriasis rosea didapati pada semua umur terutama pada

usia 15-40 tahun. Penyakit ini dimulai dengan lesi pertama (herald patch) umumnya di

badan, soliter, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3cm. Ruam terdiri atas

eritema dan skuama halus di pinggir. Lamanya beberapa hari sampai beberapa minggu.

Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran khas,

sama denga lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan costa, sehingga

menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksi pada batang tubuh. Lengan atas

bagian proksimal, dan tungkai atas sehingga menyerupai pakaian renang perempuan

10
jaman dulu. Pada anak-anak lesi dapat berupa urtika, vesikel, dan papul. Penyebab

ptiriasis rosea diduga akibat virus yang merupakan reaktivasi dari Human Herpes Virus

(HHV) 7 dan HHV 6.8

Gambar 5. Ptiriasis rosea, lesi berupa eritema denga skuama halus di pinggir.

Dermatitis kontak alergi adalah peradangan pada epidermis dan dermis akibat

bahan/substansi yang menempel pada kulit yang telah tersensitisasi. Biasanya gatal

merupakan gejala utama yang dikeluhkan.6 kelainan kulit bergantung pada tingkat

keparahan dan lokasinya. Pada DKA akut lesi dimulai dengan bercak eritematosa

berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau

bula bisa pecah dan menyebabkan erosi dan eksudasi. Pada DKA yang kronis terlihat

kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura, berbatas tidak

tegas.

Gambar 6. Dermatitis kontak alergi, lesi berupa eritema dan edema setempat

11
Pada pengobatan tinea corporis, terdapat bermacam pengobatan topikal yang

dapat digunakan. Untuk plak lokal, dapat digunakan allylamine topical, imidazole,

tonaftate, butenafine, benzylamine, atau ciclopirox yang umumnya digunakan selama 2-

4 minggu. Terdapat studi yang menyatakan tidak ada perbedaan efektivitas pada

penggunaan golongan azole dengan benxylamine. Sebaliknya penggunaan kombinasi

azole dengan kortikosteroid topikal lebih baik dalam memperbaiki gejala klinis

dibandingkan penggunaan azole sendiri.6,12 Penggunaan terapi oral digunakan pada lesi

inflamasi yang lebih luas. Sebuah studi komparatif pada orang dewasa menunjukkan

bahwa penggunaan terbinafine 250 mg sehari selama 2-4 minggu, itraconazole 200 mg

sehari selama seminggu, dan fluconazole 150-300 mg seminggu selama 4-6 minggu

lebih baik dibandingkan dengan griseovulfin 500 mg sehari sampai penyembuhan

tercapai. Regimen yang aman dan efektif untuk anak-anak termasuk terbinafine 3–6

mg/kg/hari selama 2 minggu, itraconazole 5 mg/kg/hari selama 1 minggu, dan

ultramicrosize griseofulvin 10–20 mg/kg/hari selama 2-4 minggu.6,12 ketokonazol juga

dapat diberikan pada kasus-kasus yang resisten pada griseovulfin dengan dosis 200 mg/

hari selama 10-14 hari pada pagi hari setelah makan. Ketokonazole merupakan

kontraindikasi pada penderita kelainan hepar.8 Pada kasus ini diberikan terapi topikal

berupa ketoconazole cream sebagai antijamur dan asam salisilat 2% diberikan selama

14 hari. Terapi oral juga diberikan berupa ketoconazole 200 mg/hari selama 14 hari

dan cetirizine 10 mg/hari selama 10 hari sebagai antipruritus karena pasien mengeluh

gatal. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ketoconazole dapat

diberikan sebagai terapi tinea corporis.

12
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien yaitu faktor-faktor yang perlu

dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi tinea korporis antara lain:

mengurangi kelembaban tubuh penderita dengan menghindari pakainan yang panas,

menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing atau kontak

dengan penderita lain, menghilangkan fokal infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau

di kaki, meningkatkan higienitas dan mengatasi faktor predisposisi lain seperti diabetes

mellitus, kelianan endokrin yang lain, leukimia harus terkontrol dengan baik. Juga

beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea korporis harus dihindari

atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan,

pakaian dari bahan karet atau nilon, kegiatan yang banyak berhubungan dengan air,

misalnya berenang, kegemukan, selain faktor kelembaban, gesekan kronis dan keringat

yang berlebihan disertai higienitas yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.1

Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaraya faktor : usia,

sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis merupakan

salah satu penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota keluarga lain yang

tinggal satu rumah dengan penderita.5 Anak-anak dan remaja muda paling rentan

ditularkan tinea korporis. Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi oleh

bentuk klinik dan penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor yang memperberat

atau memperingan penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat

dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna. Tinea korporis mempunyai

prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan kelembaban dan kebersihan kulit

yang selalu dijaga.1

13
BAB IV

KESIMPULAN

Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi

inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti

muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Angka kejadian yang tinggi didapatkan

pada daerah tropis, terjadi pada hampir semua usia dan umumnya pada pekerjaan yang

berhubungan dengan hewan. Dapat menular melalui kontak langsung dan tidak

langsung. Gejala yang khas adanya central healing, dengan bagian tepi terliat meninggi

dan biasanya lebih aktif. Rasa gatal juga dirasakan bertambah saat penderita

berkeringat.

Beberapa kasus memerlukan pemeriksaan menggunakan lampu wood atau

dengan sediaan langsung dengan KOH 10-20% untuk menegakkan diagnosis, karena

ada beberapa penyakit kulit yang dapat mengaburkan tinea korporis. Pengobatan dapat

diberikan melalui topikal dan sistemik, tergantung lokasi dari lesi yang ditimbulkan.

Pencegahan dilakukan mulai dari gaya berbusana, kebersihan penderita dan juga gaya

hidup penderita. Prognosis tinea korporis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab

penyakitnya, umumnya tinea korporis dapat hilang dengan sempurna dan dengan

prognosa baik dengan pengobatan yng adekuat.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Saraswati, Yara E dkk. Tinea Corporis. Denpasar: Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana. 2013.

2. Salama A. Ouf1 , Tarek A. Moussa et al. Dermatophytosis in special patient

populations. Journal of Coastal Life Medicine. 2016. Hal 324-326.

3. Bolognia Jean L, Jorizzo Joseph L, et al. Dermatology. Third ed. United State:

Saunders Elsevier; 2012. Hal 1251.

4. Seebacher Claus, Bouchara Jean-Philippe, et al. Updates on the Epidemiology of

Dermatophyte Infections: Mycopathologia; 2008. Hal 335-352

5. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew‟s Diseases of the Skin: Clinical

Dermatology. 11th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2001

6. Wolff, Klaus. Paller, Amy S, et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine 8th edition Volume one. Mc Graw Hill Medical. United States of

America. 2012.

7. Weller Richard, Hunter Hamish, Mann Margaret. Clinical Dermatology Fifth

edition. Wiley Blackwell. United Kingdom. 2015

15
8. Linuwih, Sri. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketujuh. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2015.

9. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. EGC. Jakarta.

2007.

10. Shimamura, Tsuyoshi, Kubota, Nobuo, Shibuya Kazutoshi. Animal Model of

Dermatophytosis. Journal of Biomedicine and Biotechnology. Hindawi

Publishing Corporation. Japan. 2012.

11. Gawkrodger David J, Ardern-Jones Michel R. Dermatology An Ilustrated Color

Text Fifth Edition. Churchill Living Stone Elsevier. United Kingdom. 2012.

12. El-Gohary M, van Zuuren EJ, et al. Topical antifungal treatments for tinea

cruris and tinea corporis (Review). Cochrane Library. 2014.

16
LAMPIRAN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 25 tahun

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Rappokalling raya No.10

Tanggal pemeriksaan : 7 juli 2017

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara langsung kepada pasien pada tanggal 7 juli 2017 di BP

kulit,

Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke BP Kulit dengan keluhan gatal pada

paha kiri sebelah luar yang sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya keluhan

dirasakan muncul pertama kali di perut sebelah kiri yang sangat gatal yang dirasakan

memberat saat berkeringat atau lembab. Riwayat demam disangkal.. Riwayat keluarga

disangkal, riwayat gigitan serangga (-). Pasien sudah pernah berobat di puskesmas dan

diberikan salep namun tidak sembuh, malah lesi kulitnya semakin membesar.

17
C. PEMERIKSAAN FISIS

1. Status Pasien
Keadaan Umum
 Sakit : Ringan
 Kesadaran : Composmentis
 Gizi : Baik

Tanda Vital

 Tensi : Dalam Batas Normal


 Nadi : Dalam Batas Normal
 Pernafasan : Dalam Batas Normal
 Suhu : Dalam Batas Normal

Kepala

 Sclera : Ikhterus (-)


 Konjungtivitis : Anemia (-)
 Bibir : Sianosis (-)

Jantung : Dalam Batas Normal


Abdomen : Dalam Batas Normal
Ekstremitas : Dalam Batas Normal
Genitalia : Dalam Batas Normal

2. Status Dermatologi

Lokasi : di daerah paha kiri lateral

Efloresensi : plak bulat eritema berbatas tegas dengan vesikel dan papul di
tepi yang disertai erosi, skuama dan krusta.

18

Anda mungkin juga menyukai