Halaman 75-82
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
Febrie Hastiyanto
Perencana Muda Bappeda dan Litbang Kabupaten Tegal
Abstrak
Relasi antara birokrasi (atau administrasi publik) dengan politik dalam pemerintahan
(governance) bersifat komplementer. Bahkan ilmu administrasi publik lahir sebagai respons
terhadap perilaku politik dalam pemerintahan. Ilmu Administrasi Publik lahir dari kejengahan
Woodrow Wilson Guru Besar Ilmu Politik Amerika Serikat terhadap perilaku politik Presiden
Amerika ke-7 Andrew Jackson (1767-1845). Sesaat setelah terpilih Jackson mengganti semua
jabatan birokrasi dengan orang-orang dari partainya. Kondisi ini menyebabkan birokrasi tidak
netral yang berpotensi menyebabkan salah urus negara (Thoha, 2006: 85). Artikel ini
membahas mengenai etika dan akuntabilitas sektor publik.
Kata kunci: Akuntabilitas, Birokrasi, Etika
Abstract
The relationship between bureaucracy (public administration) and politics in government
(governance) is complementary in nature. Even public administration science results from the
response to political behavior in government. Public Administration science was born from
reluctance of Woodrow Wilson, An American Professor in Political Science, to political
behavior of the 7th President of America, Andrew Jackson (1767-1845). Soon after being
elected, Jackson replaced all bureaucratic positions with those from his party. It is this
condition that results in non-neutral bureaucracy potentially resulting in state mismanagement
(Thoha, 2006: 85). This article discussed ethics and accountability of public sector.
Keywords: Accountability, Bureaucracy, Ethics
Pertanyaannya kemudian, bagaimana etika 2003: 18) merupakan tipe birokrasi ideal
menjiwai pelaksanaan administrasi publik? yang menerapkan prinsip-prinsip etika.
Secara ringkas, menurut The Liang Gie Birokrasi Weberian memiliki karakteristik
(Makmur, 2003: 80) asas-asas pokok utama, yakni:
dalam sistem nilai (etika) administrasi a. Terdapat pembagian tugas (divison of
modern harus memuat: labour) dan deskripsi tugas (job
a. Aspek tanggung jawab description) yang jelas,
b. Aspek pengabdian, b. Terdapat hirarkhi dalam organisasi (the
c. Aspek kesetiaan, principle of hierarchi)
d. Aspek persamaan, c. Terdapat system kerja yang baku
e. Aspek kepantasan. (system of rules)
Melengkapi perspektif Gie, perspektif d. Kinerja pegawai didasarkan pada spirit
Waldo (dalam Makmur, 2003: 81) netral dan impersonal (formalistic
terhadap asas etis administrasi publik impersonality; sine ira et studio).
dapat menjadi pedoman perilaku birokrasi. Netralitas birokrasi menurut Weber
Perspektif Waldo tersebut adalah: merupakan aspek utama pembentukan
a. Kepatuhan terhadap konstitusi etika birokrasi, yakni birokrasi yang
b. Kepatuhan terhadap hukum bekerja secara profesional.
c. Kepatuhan terhadap bangsa dan Negara e. Terdapat sistem karier bagi pegawai
d. Kepatuhan terhadap demokrasi (carier system), di mana perekrutan
e. Kepatuhan terhadap norma birokrasi- pegawai berdasarkan pada system
organisasi meritokrasi (merit system) sesuai
f. Kepatuhan terhadap profesi dan kompetensi yang dimiliki masing-
profesionalisme masing pegawai.
g. Kepatuhan terhadap famili dan teman
h. Kepatuhan terhadap dirinya sendiri Namun birokrasi Weberian—meskipun
i. Kepatuhan terhadap kolektivitas ideal—perlu diimplementasikan secara
j. Kepatuhan terhadap kepentingan umum hati-hati. Sistem administrasi yang
k. Kepatuhan terhadap humanitas dan terlampau efektif justru akan menghambat
dunia pembangunan, karena birokrasi yang kuat
l. Kepatuhan terhadap agama atau Tuhan. cenderung menyebabkan pranata sosial
politik yang lain melemah. Intervensi
D. Pembahasan pemerintah dalam banyak bidang
Birokrasi macam apa yang mampu pembangunan (misalnya ekonomi,
melaksanakan prinsip etis dalam pola pertanian, industri, kelautan, kehutanan)
kerjanya, menjadi diskusi yang menarik dapat menumpulkan partisipasi kelompok
sehingga teoretikus adminsitrasi publik masyarakat (society) dalam pembangunan.
merumuskan bermacam-macam metode. Sistem administrasi yang dominan
Konsep birokrasi Weber (dalam Makmur, cenderung menghambat kebebasan dan
77
Spirit Publik Volume 12, Nomor 1, Oktober 2017
Halaman 75-82
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
melahirkan sistem yang bersifat etatis. Hal tergelincir menjadi birokrasi yang
ini oleh Bryant dan White (dalam Effendi, sewenang-wenang dan korup (Thoha,
2006: 61-62) disebut sebagai the paradox 2006: 76). Akibat lemahnya kontrol rakyat
of development administration. pula, maka birokrasi akan senantiasa
berorientasi pada kekuasaan (power
Dengan bahasa yang lain, Thoha (2006, driven). Dalam formulasi dan
83) menyebut bahwa kekuasaan birokrasi implementasi pembangunan maka aspirasi
yang besar dikombinasikan dengan sistem negara lebih didahulukan ketimbang
pemerintahan feodal dan sentralistik akan aspirasi publik. Celakanya, yang disebut
melemahkan kontrol masyarakat (the sebagai “negara’ adalah sekelompok elite
governed). Apabila mekanisme kontrol yang berkuasa—yang seringkali cara
publik tidak berjalan, maka demokrasi untuk memperoleh kekuasaan dilakukan
dalam pemerintahan menjadi sulit secara tidak demokratis. Birokrasi akan
diwujudkan. Sistem pemerintahan yang berpihak pada elite yang akan semakin
tidak demokratis dalam perspektif ilmu menjauhkan birokrasi dengan demokrasi
administrasi modern dianggap sebagai dan tata pemerintahan yang baik (good
sistem pemerintahan yang tidak berpihak governance) yang diidealkan.
kepada rakyat. Padahal, berpihak kepada
rakyat tidak saja menjadikan tindakan Untuk mewujudkan tata pemerintahan
pemerintah disebut sebagai tindakan etis yang baik (good governance) dengan
tetapi juga menjadi sebab mengapa negara mendorong terwujudnya etika birokrasi
dan pemerintahan dibentuk. dan partisipasi kelompok masyarakat sipil
(civil society), baik Effendi maupun Thoha
Dalam kaitannya dengan politik, birokrasi merumuskan alternatif solusi yang
yang kuat dan melakukan aliansi jahat menarik untuk didiskusikan.
dengan politik juga sama buruknya dengan Effendi (2006, 66) menyebutkan bahwa
birokrasi yang etatis. Perselingkungan reformasi sektor publik akan mendorong
birokrasi-politik akan mendorong terjadi birokrasi bergerak menuju kondisi
salah urus birokrasi, birokrasi asyik demokratis. Reformasi sektor publik
dengan dirinya sendiri dan birokrasi dilakukan dengan sejumlah cara, yakni:
cenderung akan mempertahankan status a. Selain berorientasi pada pencapaian
quo dengan segala cara (Effendi, 2006, pembangunan (ekonomi) dan stabilitas
62). Kejumudan kehidupan berbangsa politik, perlu dibuka ruang partisipasi
dengan demikian dimulai. publik (society) seluas-luasnya.
Paradigma pembangunan seharusnya
Lemahnya kontrol rakyat terhadap diubah dari crisis politics menuju
birokrasi pemerintah akan menjadikan interest poilitics.
birokrasi sebagai kerajaan tanpa kendali. b. Reformasi sektor publik diarahkan bagi
Birokrasi otoritarian akan mudah terwujudnya desentralisasi, deregulasi,
78
Spirit Publik Volume 12, Nomor 1, Oktober 2017
Halaman 75-82
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
Daftar Pustaka
Djojowadono, Soempono. 2006.
Pembinaan Administrasi Negara
sebagai Bagian dari Pembangunan
Nasional Indonesia dalam Dari
Administrasi Negara ke Administrasi
Publik. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta.
Effendi, Sofian. 2006. Revitalisasi Sektor
Publik Menghadapi Keterbukaan
Ekonomi dan Demokratisasi Politik
dalam Dari Administrasi Negara ke
Administrasi Publik. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Holbrook, Thomas M dan Kenneth J.
Meier. 1993. Politics, Bureaucracy
dan Political Corruption: A
Comparative State Analysis dalam
Ethics and Publik Administration
editor H. George Frederickson, M.E.
Sharpe: New York dan London.
Makmur, M. 2003. Dasar-Dasar
Administrasi Publik dan Manajemen
Publik. FIA UB: Malang.
Thoha, Miftah. 2006. Demokrasi dalam
Birokrasi Pemerintah: Peran
Kontrol Rakyat dan Netralitas
Birokrasi dalam Dari Administrasi
Negara ke Administrasi Publik.
Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
81
Spirit Publik Volume 12, Nomor 1, Oktober 2017
Halaman 75-82
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
82