Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN IKM-IKK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

PONDOK BERSALIN DESA (POLINDES)

PENYUSUN:
Nur Alfia Kusumaningsih, S.Ked
K1A1 15 096

PEMBIMBING:
dr. H. Hamzah, M.Kes.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN IKM-IKK


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nur Alfia Kusumaningsih, S.Ked


NIM : K1A1 15 096
Judul : Pondok Bersalin Desa (POLINDES)

Telah menyelesaikan Refarat Individu dalam rangka tugas individu


kepanitraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, 4 November 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. H. Hamzah, M.Kes


NIP. 19600704 199519 1 001
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu wata’ala yang Maha Pengasih


lagi Maha Penyayang, saya panjatkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan refarat saya tentang Pondok Bersalin Desa (POLINDES).
Pembuatan Referat ini telah saya usahakan untuk disusun secara maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatan referat saya. Untuk itu, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam proses pembuatan refarat ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, saya
siap menerima kritik dan saran agar saya dapat lebih baik lagi dalam membuat
referat berikutnya.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih, semoga refarat saya mengenai
Pondok Bersalin Desa (POLINDES) dapat bermanfaat.

Kendari, 4 November 2019

Nur Alfia Kusumaningsih, S.Ked


BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks yang merupakan


kompilasi dari berbagai masalah. Menurut Hendrik L.Blum, pengaruh terbesar
adalah lingkungan dan sekarang mulai bergeser menjadi perilaku. Pelayanan
kesehatan merupakan faktor ketiga yang memengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. Peran penting pelayanan kesehatan dalam menentukan status
kesehatan masyarakat harus diimbangi dengan ketersediaan fasilitas tersebut yang
harus diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat. Ketersediaan fasilitas
dipengaruhi oleh lokasi, keterjangkauan dan pemberi pelayanan (Arisanti &
Sunjaya, 2015).
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatnya kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Hal itu berarti
terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang penduduknya, di
seluruh wilayah Republik lndonesia, hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan
sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Permenkes No. 39 tahun 2016).
Selain lokasi dan tenaga kesehatan, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan juga dipengaruhi oleh informasi dan motivasi masyarakat untuk
mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program pelayanan
kesehatan itu sendiri. Di masyarakat terdapat beberapa pelayanan kesehatan baik
primer, sekunder maupun tersier. Kebijakan untuk menurunkan angka kematian
ibu dan anak harus melalui jalan yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan
target Milenium Development Goals (MDGs) 2015 (Magdalena, 2013), yakni
menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup,
dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang
harus dicapai. Indonesia memiliki angka kematian ibu dan anak tertinggi
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN (Worldbank, 2001). Hal ini
terjadi karena sebagian besar proses persalinan masih terjadi di rumah akibat
ketidakmampuan ekonomi maupun tak terjangkaunya pelayanan rumah sakit atau
puskesmas. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI, tahun 2007 tercatat
bahwa angka ibu melahirkan sebesar 228 per 100 ribu kelahiran dan angka
kematian bayisebesar 34 per seribu kelahiran hidup.
IPM Sulawesi Tenggara sudah berada sedikit diatas rata-rata Kawasan
Timur Indonesia, namun masih jauh dibawah rata-rata nasional. Pencapaian IPM
Sulawesi Tenggara tahun 2009 sebesar 69,5. Peringkat IPM Sulawesi Tenggara
masih stagnan pada posisi ke-25, atau ke-9 terendah secara nasional. Rendahnya
IPM Sulawesi Tenggara terutama disebabkan masih rendahnya indikator harapan
hidupPadahal pendapatan pemerintah daerah perkapita Sulawesi Tenggara relative
cukup tinggi dibandingkan provinsi lainnya dan berada diatas rata-rata nasional.
Pada tahun 2010, pendapatan daerah perkapita Sulawesi Tenggara sebesar Rp 2,9
juta. Relatif lebih tinggi dibandingkan rata-rata pendapatan pemerintah daerah per
kapita secara nasional sebesar Rp. 2,7 juta. Jika dibandingkan dengan provinsi
lain di Pulau Sulawesi, Sulawesi Tenggara memiliki pendapatan daerah perkapita
tertinggi. Padahal porsi belanja riil provinsi sektor kesehatan meningkat signifikan
dari 7 persen tahun 2007 menjadi 8 persen tahun 2010 dan naik 19,7 persen tahun
2011. Peningkatan belanja kesehatan ini dilakukan untuk merealisasikan berbagai
program dibidang kesehatan. PAD yang tinggi diatas rata rata nasional dan
belanja kesehatan 19,7% ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pelayanan kesehatan ibu dan anak di Sulawesi Tenggara. Ini bisa terlihat dari data
bahwa angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKABA) dan kasus
kematian Ibu meningkat pada tahun 2010. Penyebab kematian ibu maternal tahun
2008-2010 tertinggi disebabkan oleh kematian persalinan, kemudian kematian
nifas dan kematian pada saat hamil (World Bank, 2012).
Untuk membantu masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
dibentuklah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). UKBM
dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh dari, untuk dan bersama
masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga
terkait lainnya. Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).
(Suguharti & Lestary, 2011)
Program pengadaan pondok bersalin di pedesaan merupakan bagian dari
kerangka kerja pembangunan kesehatan masyarakat oleh departemen kesehatan.
Secara institusi polindes merupakan representasi dari sistim medis modern yang
bertemu dengan sistim medis lokal milik masyarakat tradisional. Dinamika dan
proses komunikasi yang terjadi diantaranya berlangsung dalam kerangka waktu
untuk dapat melihat seberapa jauh perubahan yang diharapkan program terjadi.
Hal yang menarik dari data temuan adalah masyarakat desa menunjukkan sifat
terbuka dan kepercayaan terhadap hasil yang mereka dapatkan dari kemanjuran
dan sifat-sifat pragmatis dari program kuratif polindes. Angka akses pelayanan
bidan di polindes untuk menangani keluhan selama hamil dan pertolongan
persalinan merupakan cakupan tertinggi dibandingkan dengan tenaga kesehatan
lain dan dukun bayi manapun di desa. Data ini berbeda dengan angka akses
konsultasi kehamilan yang justru menunjukkan tingginya angka putus kunjungan
selama masa hamil. Hal ini memberi ekses negatif bagi bidan desa dalam upaya
mengenali lebih awal kemungkinan adanya resiko tambahan dalam kehamilan dan
persalinan. Pola preventif yang merupakan diktum penting dalam sistim medis
modern konsisten dengan cara kerja program KIA di polindes yaitu mencegah
lebih baik daripada mengobati, bertentangan dengan pandangan dan pola lokal
yang mengobati setelah terjadi sakit. Bagi masyarakat lokal kehamilan dan
persalinan adalah peristiwa yang transendental, campur tangan manusia dipercaya
sangat minimal. Penjelasan-penjelasan dengan sifat dan ciri fisiologis ditempatkan
sebagai medium bagi realisasi otoritas transenden tersebut. Pemeliharaan dan
perawatan dengan makna mencegah resiko sebelum terjadi tidak dikenal dan
sebaliknya deteksi resiko dianggap "mendahului takdir" yang memberi relevansi
yang tidak menguntungkan dan menghambat kelanjutan konsultasi. Meskipun
pendekatan program sangat teknikal medis, namun perlu kiranya dalam promosi
program memperhatikan etiologi setempat dan pola keterlibatan individu dalam
pengambilan keputusan berkaitan dengan kehamilan dan persalinan ibu.
Melibatkan para perempuan senior di desa dapat menjadi langkah strategis dalam
promosi kehamilan dan persalinan yang sehat, karena kerabat perempuan yang
senior berperan secara nyata selama seorang ibu hamil dan bersalin, bahkan lebih
berperan dibandingkan suami. (Yunarti, 2003)
BAB II

TINJAUAN PSUTAKA

A. Pengertian Polindes
Polindes adalah suatu tempat yang didirikan oelh amsyarakat atas dasar
musyawarah, sebagai kelengkapan dari pembangunan kesehatan masyarakat
desa, untuk memberikan pelayanan KIA dan KB (Sunarto, 2005). Program
pengadaan pondok bersalin di pedesaan merupakan bagian dari kerangka
kerja pembangunan kesehatan masyarakat oleh departemen kesehatan. Secara
institusi polindes merupakan representasi dari sistim medis modern yang
bertemu dengan sistim medis lokal milik masyarakat tradisional (Yunarti,
2003).
Untuk membantu masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
dibentuklah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). UKBM dibentuk
atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh dari, untuk dan bersama masyarakat,
dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya.
Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).
Sejalan dengan penempatan bidan di desa, masyarakat desa berpartisipasi dalam
penyediaan dan pengembangan Pondok Bersalin Desa (Polindes). Adanya Polindes
menyebabkan masyarakat memiliki aksesibilitas yang lebih baik terhadap pelayanan
kebidanan dasar, persalinan, pelayanan ibu nifas, serta pelayanan kesehatan bagi bayi
baru lahir, bayi dan anak pra-sekolah.
B. Tujuan Polindes
Tujuan Pondok bersalin desa adalah :
1. Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan KIA-KB termasuk
pertolongan dan penanganan pada kasus gagal.
2. Meningkatnya pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan.
3. Meningkatnya kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling
kesehatan bagi ibu dan keluarganya.
4. Meningkatnya pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan
bidan.
C. Fungsi Polindes
Adapun fungsi polindes adalah sebagai berikut :
1. Sebagai tempat pelayanan KIA-KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
2. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatana pembinaan, penyuluhan dan
konseling KIA.
3. Pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat.
D. Persyaratan Polindes
1. Tersedianya bidan didesa yang bekerja penuh untuk mengelola polindes.

2. Tersedianya sarana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi bidan


antara lain, bidan kit, IUD kit, sarana imunisasi dasar dan imunisasi ibu
hamil, timbangan, pengukur tinggi badan, infuse set dan cairan D5 % dan
NACL0,9 %,obat-obatan sederhana dan uterotonika, buku-buku pedoman
KIA-KB dan pedoman kesehatan lainnya, serta incubator sederhana.

3. Memenuhi persyaratan rumah sehat, antara lain penyediaan air bersih,


ventilasi cukup, penerangan cukup, tersedianya sarana pembuangan air
limbah, lingkungan pekarangan bersih dan iukuran minimal 3x4 m2.

4. Lokasi mudah dicapai dengan mudah oleh penduduk sekitarnya dan


mudah dijangkau oleh kendaraan roda 4. Ada tempat untuk melakukan
pertolongan persalinan dan perawatan postpartum minimal 1 tempat tidur
E. Kegiatan Polindes
Kegiatan yang dilakukan di Polindes berupa Pemeriksaan Kesehatan ibu
hamil dan membantu persalinan. Berdasarkan Permenkes no. 43 tahun 2016,
pelayanan antenatal yang sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan kepada
ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal satu kali pada
trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester
ketiga yang dilakukan oleh Bidan dan atau Dokter dan atau Dokter Spesialis
Kebidanan baik yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah
maupun swasta yang memiliki Surat Tanda Register (STR). Yang disebut dengan
standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan kepada ibu hamil
dengan memenuhi kriteria 10 T yaitu :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan;
2. Ukur tekanan darah;
3. Nilai status gizi (Ukur Lingkar Lengan Atas/LILA)
4. Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri)
5. Tentukan presentasi janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ);
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
bila diperlukan;
7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;
8. Tes laboratorium: tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya),
pemeriksaan protein urin (bila ada indikasi); yang pemberian pelayanannya
disesuaikan dengan trimester kehamilan.
9. Tatalaksana/penanganan kasus sesuai kewenangan;
10. Temu wicara (konseling).
Selain itu, kegiatan lain yang dilakukan di Polindes adalah :
1. Memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas dan ibu menyusui.
2. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal,bayi,anak balita dan anak
prasekolah serta imunisasi dasar pada bayi.
3. Memberikan pelayanan KB.
4. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan
persalinan yang berisiko tinggi baik ibu maupun bayinya.
5. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader.
6. Merujuk kelainan kefasilitas kesehatan yang lebih mampu.
7. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader.
8. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang gizi ibu hamil dan anak serta
peningkatan penggunaan ASI dan KB.
9. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas
setempat.
F. Indikator Polindes
Ada beberapa prinsip polindes yaitu sebagai berikut :
1. Merupakan bentuk UKBM dibidang KIA-KB.
2. Polindes dapat dirintis didesayang telah mempunyai bidan yang tinggal
didesa.
3. Memiliki tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, berupa penyediaan
tempat untuk pelayanan KIA, khususnya pertolongna persalinan,
pengelolaan polindes, penggerakan sasaran dan dukungan terhadap
pelaksanaan tugas bidan didesa.
4. Dalam pembangunan fisik polindes dapat berupa ruang/kamar yang
memenuhi persyaratan sehat, dilengkapi sarana air bersih, maupun
peralatan minimal yang dibutuhkan.
5. Kesepakatan dengan masyarakat dalam hal tanggung jawab penyediaan
dan pengelolaan tempat, dukungan operasional dan tari pelayanan
kesehatan dipolindes.
6. Menjalin kemitraan dengan dukun bayi.
7. Adanya polindes tidak berarti bidan hanya memberikan pelayana didalam
gedung.

G. Indikator Polindes
1. Fisik
Indikator polindes yaitu pertama dilihat dari fisik, bangunan polindes
tampak bersih, tidak ada sampah berserakan, lingkungan yang sehat,
polindes jauh dari kandang ternak, mempunyai ruangan yang cukup untuk
pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruanagan untuk
pertolongan persaliana n ,tempat yang bersih denga aliran udara/ventilasi
yang baik dan terjamin, mempunyai perabotan dan alat-alat yang
memadai untuk pelaksanaan pelayanan.
2. Tempat tinggal bidan didesa
Keberdaan bidan secara terus menerus/menetap menentukan
efektivitas pelayanan, termasuk efektifitas polindes, jarak tempat tinggal
bidan yang menetap didesa dengan polindes akan berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan dipolindes, bidan yang tidak tinggal didesa dianggap
tidak mungkin melaksanakan pelayanan pertolongan persalinan didesa.
3. Pengelolaan polindes
Pengeloaan polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan
sekaligus pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat. Kriteria pengelolaan
polindes yang baik adalah keterlibatan masarakat melalui wadah
kemudian dalam menentukan tariff pelayanan maka tariff yang ditetapkan
secara bersama, diharapkan memberikan kemudahan kepada masyarakat
untuk memanfaatkan polindes, sehingga dapat meningkatkan cakupan dan
sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
4. Cakupan persalinan
Pemanfaatan pertolongan persalinan merupakan salah satu mata
rantai upaya peningkatan keamanan persalinan, tinggi rendahnya cakupan
persalinan dipengaruhi banyak factor, diantaranya ketersediaan sumber
dana kesehatan, termasuk didalamnya keberadaan polindes beserta tenaga
profesionalnya yaitu bidan didesa, dihitung secara komulatif selama
setahun, meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong dipolindes
selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil sekaligus
mencerminkan kemampuan bidan itu sendiri, baik didalam kemampuan
teknis medis maupun didalam menjalin hubungan dengan masyarakat.
5. Sarana air bersih
Polindes dianggap baik apabila telah tersedia air bersih yang
dilengkapi dengan MCK, tersedianya sumber air(sumur,pompa,PDAM )
dan dilengkapi pula dengan SPAL
6. Kemitraan bidan dan dukun
Merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan
persalinan dipolindes, dihitung secara komulatif selama setahun.
7. Dana sehat
Sebagai wahana memandirikan masyarakat untuk hidup sehat yang
pada gilirannya diharapkan akan mampu melestarikan berbagi jenis upaya
kesehatn bersumber daya masyarakat setempat untuk itu perlu
dikembangkan keseluruh wilayah/kelompok sehingga semua penduduk
terliput dana sehat.
8. Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran
KIE merupakan salah satu teknologi peningkatan PSM yang
bertujuan untuk mendorong masyarakat agar mau dan mampu memelihara
serta melaksanakan hidup sehat sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya, melalui jalinan komunikasi, informasi dan edukasi yang
bersifat praktis dengan keberadaan polindes beserta bidan ditengah-tengah
masyarakat diharapkan akan terjalin interaksi anatara bidan dan
masyarakat. Interksi dengan intensitas dan frekuensi yang cukup tinggi
akan dapat mengatasi kesenjangan informasi kesehatan. Semakin sering
bidan menjalankan KIE akan semakin mendorong masyarakat untuk
meningkatakan kemampuan dukun bayi sebagai mitra kerja didalam
memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil. KIE untuk kelompok sasaran
seharusnya dilakukan minimal sekali setiap bulannya dihitung secara
komulatif selama setahun.
H. Faktor yang Menyebabkan Rendahnya Pemanfaatan Polindes
Pemanfaatan polindes dan bidan di desa dalam pelayanan KIA di
daerah terpencil sampai saat ini masih sangat rendah yang disebabkan oleh
keadaan geografis dan rendahnya kemampuan masyarakat untuk mencari
pelayanan kebidanan yang profesional yang memberikan kontribusi pada
tingginya kematian ibu bersalin. Sedangkan utilisasi Posyandu sebagai unit
pelayanan dasar untuk memantau perkembangan balita dan ibu hamil di
masyarakat perlu dilihat ditingkat desa dan kota. Utilisasi Posyandu tidak
terlepas dari faktor perorangan dan faktor lingkungan sehingga harus
dicarikan pemecahan permasalahannya untuk mendukung progam kesehatan
untuk semua. Melalui Riskesdas 2007 telah dikumpulkan data tentang
pemanfaatan polindes dan posyandu, diharapkan melalui analisis lanjut dapat
menjawab faktor-faktor yang mempengaruhi utilisasi polindes dan posyandu
(Sugiharti & Lestary, 2011).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Polindes merupakan salah satu bentuk UKBM (usaha kesehatan bagi
masyarakat) yang didirikan masarakat oleh masyarakat atas dasar
musyawarah, sebagai kelengkapan dari pembangunan masyarakat desa, untuk
memberikan pelayanan KIA-KB serta pelayanan kesehatan lainnya sesuai
dengan kemampuan bidan. Pengembangan pelayanan kesehatan diposyandu
meliputi :KIA, KB, imunisasi, perbaikan gizi dan penanggulangan diare
mempunyai konstribusi terhadap penurunan AKB dan anak balita. Adapun
yang menjadi unsur-unsur polindes yaitu adanya bidan didesa, bangunan atau
ruang untuk pelayanan KIA-KB dan pengobatan sederhana, serta adanya
partisipasi masyarakat.Yang harus dilakukan oleh bidan dipolindes yaitu
membangun kemitraan dengan masyarakat/tokoh masyarakat dan dukun bayi,
meningkatkan profesionalisme, memobilisasi pendanaan masyarakat dalam
bentuk tabungan ibu bersalin, mendorong kemandirian masyarakat dalam
bidang kesehatan.
B. Saran
Diharapakan kepada tenaga kesehatan dengan adanya Pondok Bersalin
Desa (POLINDES) dapat melaksanakan upaya peningkatan kinerja dan
kemampuan pelayanan Kesehatan Masyarakat dengan melibatkan peran serta
masyarakat sehingga timbulnya kemandirian dan kesadaran dari setiap
masyarakat untuk berkehidupan yang lebih sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai