Anda di halaman 1dari 105

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN MINI PROJECT

Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Layanan Rawat Inap


di Puskesmas Ciampea Tahun 2019

Oleh:
dr. R.M. Ridho Hidayatulloh

Pendamping:
dr. Budi Suarman

PUSKESMAS CIAMPEA DINAS KESEHATAN


KABUPATEN BOGOR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Dokter Internsip Indonesia 2019

Penyusun :
dr. R.M.Ridho Hidayatulloh

Telah Disetujui Oleh :


Pendamping

dr. Budi Suarman


NIP. 196605112002121004
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan tepat waktu Laporan Mini Project Internsip
yang berjudul “Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas
Ciampea Tahun 2019“.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu Penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Budi Suarman selaku pendamping Dokter Internsips sekaligus Kepala Puskesmas
Ciampea yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing Penulis
dalam menyelesaikan laporan ini.
2. Pihak Puskesmas Ciampea yang telah bersedia bekerjasama dan memberikan izin kepada
Penulis untuk melaksanakan penelitian singkat di Kecamatan Ciampea.
3. Pihak-pihak terlibat yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan
laporan ini, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan dan rahmat-
Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga laporan ini bermanfaat
dalam pengembangan kesehatan masyarakat di masa depan.

Ciampea, -- ---- 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia diamanatkan bahwa kesehatan
merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum
dalam pasal 28 H ayat (1) : “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan". Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah diwajibkan untuk
menyediakan pelayanan kesehatan yang baik untuk seluruh warga negara Indonesia
sehingga akan tercipta kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia baik lahir dan batin.
Namun melihat kondisi yang terjadi sampai saat ini, harus diakui bahwa kualitas
kesehatan masyarakat Indonesia masih rendah, selama ini masyarakat, terutama
masyarakat miskin cenderung kurang memperhatikan kesehatan mereka. Hal ini dapat
disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman masyarakat akan pentingnya kesehatan
untuk kelangsungan hidup mereka. Padahal kesadaran tentang pemeliharaan dan
perlindungan kesehatan sangatlah penting untuk meningkatkan dan mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, dalam permasalahan ini seharusnya pemerintah
berperan aktif dalam mensosialisikan akan pentingnya hidup sehat bagi masyarakat.
Tetapi disisi lain, rendahnya derajat kesehatan masyarakat bisa jadi disebabkan
oleh faktor lain yaitu mahalnya biaya pelayanan kesehatan, sehingga masyarakat terutama
masyarakat miskin tidak mampu mendapatkan pelayanan kesehatan. Tingkat kemiskinan
yang tinggi menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan akan
pelayanan kesehatan yang tergolong mahal. Banyak penelitian empiris yang menyatakan
bahwa kesehatan berbanding terbalik dengan kemiskinan, dimana ada kemiskinan maka
masalah kesehatan semakin nyata terjadi.
Kepuasan pasien dapat terjadi bila suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan
dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui produk atau jasa yang dikonsumsi.Oleh karena
itu kepuasan pasien adalah rasio kualitas yang dirasakan oleh pasien dibagi dengan
kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien (Supriyanto, 2005).
Loyalitas dapat terbentuk apabila konsumen merasa puas dengan tingkat layanan
yang diterima, dan berniat untuk melanjutkan hubungan. Salah satu konsep untuk
membentuk loyalitas adalah melalui experiential marketing yaitu suatu konsep pemasaran
yang bertujuan untuk membentuk pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka
dan membentuk suatu feeling positif terhadap suatu produk atau servis, experiential
marketing terdiri dari lima unsur yaitu sense, feel, think, act, dan relate.
Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan adalah kepuasan pasien
(Depkes RI, 2008). Parasuraman (2001: 26) dalam Nursalam (2014: 301) mengemukakan
bahwa konsep mutu layanan yang berkaitan dengan kepuasan pasien ditentukan oleh lima
unsur yang biasa dikenal dengan istilah mutu layanan “SERVQUAL” (responsiveness,
assurance, tangible, empathy dan reliability). Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan
pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri
setiap pasien. Makin sempurna kepuasaan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan
kesehatan (Depkes RI, 2008)
Pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan dan kesejahteraan setiap insan di seluruh dunia. Setiap orang mempunyai hak
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat (Pasal 19 UU No. 36 Tahun 2009). Salah satu upaya
tersebut yaitu dengan peningkatan ketersediaan dan pemerataan fasilitas pelayanan
kesehatan dasar seperti puskesmas di setiap daerah (Bappenas, 2009).
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Sumber daya manusia Puskesmas terdiri dari
tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja,
dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumalah penduduk
dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehtan tinggkat pertama lainnya diwilayah kerja dan pembagian waktu
kerjanya (Permenkes no 75, 2014).
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program Puskesmas merupakan
program kesehatan dasar, meliputi (PERMENKES,2014 ):
a. Promosi kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA & KB
d. Perbaikan gizi
e. Pemberantasan penyakit menular
f. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik
Pada saat ini puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air. Adanya
puskesmas pembantu dan puskesmas keliling adalah untuk memperkuat puskesmas dalam
menjangkau seluruh wilayah kerjanya. Sampai akhir tahun 2013 jumlah puskesmas
diindonesia sebanyak 9.655 unit dengan rincian jumlah puskesmas perawatan 3.317 unit
dan puskesmas non perawatan sebanyak 6.833 unit. Salah satu indikator yang digunakan
untuk mengetahui keterjangkauan penduduk terhadap puskesmas adalah rasio puskesmas
100.000 penduduk. Dalam kurun waktu 2009 hingga 2013 rasio ini menunjukan adanya
peningkatan. Rasio puskesmas per 100.000 penduduk tahun 2009 sebesar 1,13 meningkat
menjadi 1,17 (Kemenkes RI, 2013).
Instalasi rawat inap di Puskesmas merupakan upaya pengembangan yang diharapkan
dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, serta keberadaan
Puskesmas rawat inap sangat penting dalam mendekatkan layanan kesehatan pada
masyarakat.
BOR (Bed occupancy Rate) adalah salah satu indikator penggunaan tempat tidur
ruang rawat inap oleh masyarakat dengan nilai ideal 60% - 85% menurut Dinkes dengan
asumsi TT > 100. BOR adalah salah satu indikator dari utilisasi ruang rawat inap, yang
pada akhirnya bermuara pada kualitas pelayanan yang rendah akan berpengaruh pada
loyalitas pasien, sehingga pasien akan pindah ke penyelenggara kesehatan yang lain dan
pasien juga dapat menyebarkan image buruk provider pelayanan kesehatan tersebut kepada
orang lain. Untuk berkembang puskesmas harus berupaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya kepada pasienya sehingga dapat menciptakan loyalitas pasien. Pasien yang
loyal akan bisa meningkatkan daya jual dan laba Puskesmas tersebut.
Bedasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Tentang Master Data Pusat Kesehatan
Masyarakat per-akhir Desember 2017, jumlah puskesmas di Indonesia terdapat 9.825
puskesmas, diantaranya 3.459 Puskesmas rawat inap. Di Jawa Barat terdapat 1.056
Puskesmas, diantaranya terdapat 185 puskesmas rawat inap. Sedangkan di Kabupaten
Bogor memiliki 101 Puskesmas diantaranya adalah 19 Puskesmas rawat inap.
Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh
Martilla dan James pada tahun 1977 dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara
persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula
sebagai quadrant analysis (Achmad, 2013). Menurut Gata and Gilang (2017) Metode IPA
merupakan suatu teknik penerapan yang mudah untuk mengatur atribut dari tingkat
kepentingan dan tingkat pelaksanaan itu sendiri yang berguna untuk pengembangan
program pemasaran yang efektif. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan
atas performance (kinerja) produk atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan.
Pelanggan akan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika
harapannya terlampaui (Suryawan & Dharmayanti, 2013). Metode yang dipilih pada
penelitian ini adalah Metode IPA karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan metode lain yaitu menunjukkan atribut produk/jasa yang perlu ditingkatkan
ataupun dikurangi untuk menjaga kepuasan konsumen, hasilnya relatif mudah
diinterpretasikan, skalanya relatif mudah dimengerti dan membutuhkan biaya yang rendah
(Ainy, Misnaniarti, & Fajar, 2009).
Salah satu keberhasilan pelayanan di puskesmas adalah dengan meningkatnya mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak
lepas dari rasa puas bagi seseorang pasien terhadap pelayanan yang diterima, dimana mutu
yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan,
kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan yang menyenangkan, keramahan petugas,
kemudahan prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau. Penentuan
kualitas suatu jasa pelayanan dapat ditinjau dari lima dimensi dalam menentukan kualitas
jasa, yaitu :
a. Reliability (Kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
sesuai dengan janji yang ditawarkan.
b. Responsiveness (Ketanggapan), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam
membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang
meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam
menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan/pasien.
c. Assurance (Keyakinan), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap
produk/jasa secara tepat, kualitas keramah tamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan
dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan
kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
d. Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan
untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami
keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
e. Tangibles (Tampilan), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan
front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan
ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh
tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu
ruangan di rumah sakit. Perawatan rawat inap adalah perawatan pasien yang kondisinya
memerlukan rawat inap. Kemajuan dalam pengobatan modern dan munculnya klinik rawat
komprehensif memastikan bahwa pasien hanya dirawat di rumah sakit ketika mereka betul-
betul sakit, telah mengalami kecelakaan, pasien yang perlu perawatan intensif atau
observasi ketat karena penyakitnya.
Puskesmas Ciampea merupakan salah satu puskesmas yang ada di Kabupaten
Bogor dan bertanggung jawab dalam upaya kesehatan tingkat pertama di wilayah
Kecamatan Ciampea. Puskesmas ini terletak di Jl. Raya Letnan Sukarna No.24, Ciampea,
Bogor, Jawa Barat. Puskesmas Ciampea memiliki Ruang Rawat Inap sebanyak 16 Bed
yang terbagi atas ruang anak, pria dan wanita. Data kunjungan pasien dari tahun 2016
hingga 2018 menunjukkan kunjungan pasien rawat inap di Puskesmas Ciampea tahun 2016
adalah 1.267 orang. Angka ini kemudian menurun di tahun 2017 mencapai 801 orang dan
880 orang di tahun 2018. Di tahun 2017, jumlah kunjungan pasien mengalami penurunan
hingga mencapai 477 orang (Puskesmas Ciampea, 2018).
Penurunan jumlah kunjungan masyarakat ke puskesmas dapat disebabkan oleh
ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan puskesmas. Adanya ketidakpuasan ini
menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan puskesmas belum mampu memenuhi
harapan masyarakat. (Supriyanto dan Ernawaty, 2010)
Berdasarkan hasil data yang didapatkan, terdapat 7 argumen dari 10 pasien yang
berpedapat bahwa petugas kesehatan lamban melayani pasien ketika pasien memiliki
keluhan selama di ruang rawat inap. Hal ini menunjukan ketanggapan (responsiveness)
oleh petugas Puskesmas belum berjalan optimal. Kemudian fasilitas ruang tunggu yang
belum memadai juga menyebabkan ketidaknyamanan pasien, fasilitas toilet yang kurang
memadai sepeti sering matinya air dan kurang bersih. Hal ini menunjukkan bukti fisik
(tangibles). Namun ada juga pasien yang berpendapat bahwa petugas kesehatan bersikap
ramah dalam melayani pasien ataupun pada saat melakukan pemeriksaan dengan baik. Ini
juga menunjukkan rasa peduli (empathy) petugas kesehatan terhadap pasien terjalin cukup
baik.
Bedasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penilitian berjudul
“Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Layanan Rawat Inap di Puskesmas Ciampea
Tahun 2019”

1.2 Rumusan masalahan


Bedasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah menurunnya angka kunjungan pasien rawat inap di Puskesmas Ciampea. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Kepuasan
Pasien Terhadap Mutu Layanan Rawat Inap di Puskesmas Ciampea Tahun 2019.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1.3.1 Bagaimana Reliability (Kehandalan) Puskesmas Ciampea dalam menangani pasien
rawat inap ?
1.3.2 Bagaimana Responsiveness (Ketanggapan) Puskesmas Ciampea dalam menangani
pasien rawat inap ?
1.3.3 Bagaimana Assurance (Keyakinan) Puskesmas Ciampea dalam menangani pasien
rawat inap ?
1.3.4 Bagaimana Emphaty (Empati) Puskesmas Ciampea dalam menangani pasien rawat
inap ?
1.3.5 Bagaimana Tangibles (Tampilan) Puskesmas Ciampea dalam menangani pasien
rawat inap?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap mutu layanan rawat inap di
Puskesmas Ciampea tahun 2019.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Untuk mngetahui kepuasan pasien terhadap mutu layanan rawat inap di
Puskesmas Ciampea tahun 2019 dilihat dari dimensi Tangibles (Tampilan)
1.4.2.2 Untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap mutu layanan rawat inap di
Puskesmas Ciampea tahun 2019 dilihat dari dimensi Reliability
(Kehandalan)
1.4.2.3 Untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap mutu layanan rawat inap di
Puskesmas Ciampea tahun 2019 dilihat dari dimensi Responsiveness
(Ketanggapan)
1.4.2.4 Untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap mutu layanan rawat inap di
Puskesmas Ciampea tahun 2019 dilihat dari dimensi Assurance
(Keyakinan)
1.4.2.5 Untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap mutu layanan rawat inap di
Puskesmas Ciampea tahun 2019 dilihat dari dimensi Emphaty (Empati)

1.5 Manfaat
1.5.1 Untuk Puskesmas :

1.5.1.1 Mengetahui kepuasan pasien ditinjau dari mutu pelayanan yang disediakan
oleh tenaga medis dan paramedis dibagian rawat inap puskesmas Ciampea.
1.5.1.2 Meningkatkan jumlah kunjungan masyarakat dibagian rawat inap
Puskesmas Ciampea
1.5.2 Untuk Masyarakat :
Masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai harapan,
sehingga masyarakat puas saat mendapatkan pelayanan kesehatan dibagian rawat
inap

1.5.3 Untuk Dokter Internship :


1.5.3.1 Menambah pengetahuan mengenai menejemen pelayanan Puskesmas
1.5.3.2 Mengaplikasikan pengetahuan mengenai ilmu kesehatan masyarakat yang
telah dipelajari

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


1.6.1 Ruang lingkup penelitian hanya sebatas pada ruang rawat inap di Puskesmas
Ciampe tahun 2019
1.6.2 Ruang lingkup penelitian hanya sebatas kepuasan pasien terhadap mutu layanan
rawat inap di Puskesmas Ciampea tahun 2019.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kepuasan Pasien

Memahami kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting yang


mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga
karena apabila pasien merasa puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa
pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali
lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan
kepuasan pasien, puskesmas harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk
memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan
pasiennya (Nursalam, 2011).
Pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter dan tenaga kesehatan lainnya
ditempat praktek. Sedangkan kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal
dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan
harapannya. Kepuasan adalah perasan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu
produk dan harapan-harapannya. Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan
seseorang yang merupakan hasil membandingkan penampilan atau outcome produk yang
dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang (Nursalam, 2011).
Adapun kepuasan pelanggan rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain dengan mutu pelayanan yang diterima, waktu
tunggu, fasilitas umum yang tersedia dan perawatan yang diterima (Ali, 2009).
Pelanggan dapat mengalami salah satu dari tingkat kepuasan, yaitu :
a Bila kinerja lebih rendah dari harapan pelanggan. Pelanggan akan merasa tidak puas
karena harapannya lebih tinggi daripada yang diterima pelanggan dari pemberi jasa.
b Bila kinerja sesuai dengan harapan pelanggan. Pelanggan akan merasa puas karena
harapannya sesuai dengan apa yang diterima oleh pelanggan dari pemberi jasa.
c Bila kinerja melebihi dari harapan pelanggan. Pelanggan akan merasa sangat puas
karena apa yang diterimanya melebihi dari apa yang diharapkannya.
Kepuasan pelayanan dapat diukur dengan membandingkan antara pelayanan yang
diharapkan dengan pelayanan yang diterima dan dirasakan oleh konsumen (Gultom,
2008).
Menurut Yamit (2002) kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang
dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan.
Sedangkan Pohan (2007) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan
pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya,
setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya. Pendapat lain dari
(Gultom, 2008) bahwa kepuasan pasien merupakan evaluasi atau penilaian setelah
memakai suatu pelayanan, bahwa pelayanan yang dipilh setidak-tidaknya memenuhi atau
melebihi harapan.
Dari definisi kepuasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pasien
adalah hasil penilaian dalam bentuk respon emosional (perasaan senang dan puas) pada
pasien karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menggunakan dan menerima
pelayanan perawat yang menjadi perbandingan antara kenyataan pelayanan yang
dirasakan konsumen dengan harapan konsumen terhadap pelayanan tersebut.
2.1.1 Kepuasan Pelanggan (Masyarakat)
Kepuasan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan suatu
badan usaha karena masyarakat adalah konsumen dari produk yang dihasilkannya. Pada
instansi publik, kepuasan masyarakat dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik yang
diberikan kepada masyarakat. Hal ini didukung oleh petrnyataan Hoffman dan Beteson,
yaitu ; “without customers, the service firm has no reason to exist”. Definisi kepuasan
masyarakat menurut Mowen: “Customers satisfaction is defined as the overall attitudes
regarding goods or services after its acquisition and uses”. Oleh karena itu, badan usaha
harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga mencapai kepuasan
masyarakat dan lebih jauh lagi kedepannya dapat dicapai kesetian masyarakat. Sebab, bila
tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat sehingga menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat mengakibatkan kesetiaaan masyarakat akan suatu produk
menjadi luntur dan beralih ke produk atau layanan yang disediakan oleh badan usaha yang
lain.
2.2.1 Macam – Macam Kepuasan
Kepuasan terdiri dari 2 macam, yaitu :
2.2.1 Kepuasan fungsional : Merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu
produk yang telah dimanfaatkan.
2.2.2 Kepuasan psikologis : merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang
bersifat tidak terwujud dari suatu produk (menarik gengsi atau harga diri,
menciptakan citra pribadi)
Menurut Alma (2004) ada lima faktor dominan atau penentu kualitas jasa,
yaitu:
a. Reliability (Kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
sesuai dengan janji yang ditawarkan.
b. Responsiveness (Ketanggapan), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam
membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang
meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan
dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan/pasien.
c. Assurance (Keyakinan), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap
produk/jasa secara tepat, kualitas keramah tamahan, perhatian dan kesopanan
dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi,
kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang
ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan
d. Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha
perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
e. Tangibles (Tampilan), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan
ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan
karyawan.
Dalam mengevaluasi kepuasan pasien terhadap jasa pelayanan kesehatan yang
diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain :
a) Bukti fisik/ nyata (Tangibles)

Bukti fisik atau tampilan menjelaskan berupa pelayanan dapat dilihat secara
fisik, fasilitas fisik, penampilan perawat seperti perawat berpakaian rapi,
memiliki sikap yang sopan dan santun, meminta izin sebelum pemeriksaan,
memperhatikan kebersihan ruangan.
Faktor bukti nyata ini merupakan faktor yang selalu dijadikan sebagai penilaian
kepuasan yang pertama dilakukan karena cakupan penilaiannya yang sangat
luas dengan berbagai macam aspek, meliputi fasilitas fisik yang menunjukan
karakteristik tempat pelayanan meliputi penampilan bangunan pelayanan
kesehatan dan kebersihan ruangan perlengkapan, peralatan, karyawan, sarana
komunikasi, sarana kelengkapan misalnya : kelengkapan interior dan eksterior
seperti televisi, AC, tempat parkir yang luas dan aman, kerapian penampilan
karyawan, dan kelengkapan peralatan. Keseluruhan dari penilaian bukti nyata
tersebut akan memberikan dampak terhadap citra (image) akan tempat
pelayanan kesehatan tersebut, yang akan dinilai secara positif maupun negatif
oleh pasien (Yanti & Warsito, 2013).

b) Kehandalan (Reliability)

Kehandalan yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan seperti yang


diinginkan, akurat dan tidak error. Petugas kesehatan selalu memeriksa keadaan
kesehatan pasien, menjelaskan hasil pemeriksaannya, menjelaskan tindakan
yang dilakukan, tidak membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan
kesehatan , konsisten dalam memberikan pelayanan secara akurat, teliti dan
terpercaya.
Kehandalan menjelaskan elemen yang berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan pelayanan yang dapat diandalkan dan dilaksanakan oleh pelaksana
pelayanan kesehatan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan. Kehandalan berhubungan dengan kinerja atau kemampuan
seorang petugas pemberi pelayanan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari
bagaimana petugas dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan serta
kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Yanti & Warsito, 2013).

c) Ketanggapan (Responsiveness)

Ketanggapan merupakan penilaian yang merujuk pada kemampuan yang


cekatan dalam melayani, selalu menawarkan bantuan kepada pasien, selalu
mendahulukan keadaan yang lebih darurat, selalu siap dalam memberikan
pelayanan kesehatan, menawarkan bantuan saat diminta ataupun tidak diminta,
segera melayani bila dibutuhkan, mendahulukan pelayanan kepada pasien yang
darurat atau yang harus mendapat pelayanan segera.
Ketanggapan menjelaskan kemampuan dan kesiapan petugas untuk menolong
pelanggan dan ketersediaan untuk melayani pasien dengan baik. Elemen yang
berkaitan dengan kesediaan karyawan dalam membantu dan memberikan
layanan yang terbaik bagi klien, yang meliputi karyawan cepat tanggap
terhadap informasi yang jelas, karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan
cepat dan bermakna serta menyelesaikan dengan baik.
Ketanggapan menunjukan keramahan petugas dan kecepatan dalam pelayanan.
Tempat pelayanan seperti Rumah Sakit akan dianggap baik apabila dalam
memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang
lain yang berkunjung di Rumah Sakit tersebut. Kepuasan muncul dari kesan
pertama pasien masuk terhadap pelayanan yang diberikan, misalnya pelayanan
yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan
keperawatan.
Ketanggapan juga berkaitan dengan ketepatan waktu dalam melakukan
pemberian tindakan pelayanan kesehatan. Ketepatan waktu dalam pelayanan
merupakan kemampuan tempat pelayanan kesehatan memberikan sesuai
dengan yang dijanjikan, yaitu meliputi ketepatan petugas dalam memberikan
pelayanan yang meliputi ketepatan dalam prosedur penerimaan pasien,
pendaftaran waktu menunggu, waktu diperiksa dan mendiagnosa (Marbun,
2013).

d) Jaminan (Assurance)

Jaminan menjelaskan bentuk jaminan atau kepastian rasa aman dan nyaman
pada saat pemeriksaan, bebas dari resiko atau kehilangan, keamanan fisik,
bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukan, mampu
meminimalkan terjadinya resiko/ efek samping, menghargai hak pribadi pasien,
meminta izin terlebih dahulu sebelum memeriksa, dan teliti dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
Jaminan merupakan elemen yang berhubungan dengan kemampuan untuk
merebut kepercayaan dan keyakinan klien yang didasarkan oleh pengetahuan,
kesopanan petugas seta sifat yang dapat dipercaya sehingga terbatas dari
resiko.Dasar dari pembentukan jaminan adalah dengan menunjukkan bahwa
karakteristik pelayanan yang dilakukan berdasarkan SOP yang telah ditetapkan
sebelumnya misalnya standar keamanan, standar pelayanan, dan emisi
terpenuhi seperti peralatan pengobatan (Marbun, 2013).

e) Empati (Empathy)

Empati merupakan elemen yang berkaitan dengan rasa peduli untuk


memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan serta kemudahan untuk dihubungi. Empati berhubungan
dengan bagaimana sikap petugas pemberi layanan atas keluhan – keluhan
pasien. Bagaimana keluhan dari pasien tersebut dengan cepat diterima oleh
penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan
pasien.
Empati menjelaskan bentuk petugas yang memahami dan menempatkan diri
pada keadaan yang dihadapi atau yang dialami oleh pasien, sabar dan telaten
dalam menghadapi pasien, memiliki rasa hormat dan bersahabat, senantiasa
memperlakukan pasien dengan baik, memperlihatkan rasa simpati,
mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian, melakukan
pemeriksaan dengan penuh kesabaran, selalu menanyakan keluhan pasien dan
dapat memahami kebutuhan pasien. Pemberian pengertian dan perhatian
khusus kepada konsumen, memberikan perhatian terhadap masalah yang ada
pada pasien, dan memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan kepentingan
pasien (Yanti & Warsito, 2013).

2.2.2 Pengukuran Kepuasan Masyarakat


Dalam hal implementasi pengukuran kepuasan masyarakat terdapat dua aspek
penting yang saling berkaitan (Fandy, 2005) , yaitu:
1). Apa yang diukur ?
Enam konsep inti mengenai objek pengukuran sebagai berikut :
a Kepuasan pelanggan keseluruhan
Diukur yaitu pertama, mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap
produk atau jasa perusahaan bersangkutan. Kedua, menilai dan membandingkan
dengan tingkat pelanggan keseluruhan terhadap produk dan jasa.\
b Dimensi kepuasan pelanggan
Terdapat empat langkah ukuran. Pertama, mengidentifikasi dimensi-
dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai produk
atau jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik, seperti kecepatan layanan,
fasilitas layanan, atau keramahan staf layanan pelanggan. Ketiga, meminta
pelanggan menilai produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang
sama. Dan keempat, meminta para pelanggan untuk menentukan dimensi-dimensi
yang menurut mereja paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan
keseluruhan.
c Konfirmasi harapan
Kepuasan tidak diukur langsung namun disimpulkann berdasarkan
kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dan kinerja aktual
produk perusahaan.
d Minat pembelian ulang
Diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan
akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lagi
e Ketidakpuasan pelanggan
Beberapa aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan
pelanggan yaitu :
 komplain
 retur atau pengembalian produk
 biaya garansi
 penarikan kembali produk dari pasar, dan
 konsumen beralih ke pesaing
2). Bagaimana cara mengukur?
Empat metode yang banyak digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan
(Fandy, 2005), yaitu :
a. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi pelanggan untuk menyampaikan saran, kritik,
pendapat dan keluhan mereka.
b. Ghost Shopping
Metode ini untui memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan dengan
memperkerjakan beberapa ghost shoppers untuk berperan sebagai pelanggan
potensial jasa perusahaan dari pesaing. Mereka diminta melaporkan berbagai
temuan penting berdasarkan pengalamannya mengenai kekuatan dan kelemahan
jasa perusahaan dibandingkan para pesaing
c. Lost customer analysis
Perusahaan seharusnya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli
atau yang telah beralih ke pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu dapat
mengambil kbijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya.
d. Survey kepuasan pelanggan
Metode survey, baik via pos, telepon, maupun wawancara langsung.
Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan atau umpan balik
langsung dari pelanggan.
3) Hasil Pengukuran
Kepuasan dapat diukur dengan menggunakan skala Likert untuk
mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan
dengan menggunakan 4 Interval yaitu Setuju (S), Sangat Setuju (SS), Tidak Setuju
(TS) , Sangat Tidak Setuju (STS) dan diberikan tanda checklist pada jawaban yang
sesuai.

2.2.3 Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)


2.2.3.1 Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
Kep/25/M.PAN/2004. Indeks Kepuasan Masyarakat adalah data dan informasi tentang
tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kualitatif dan
kuantitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur
penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapannya dan
kebutuhannya.
Tujuan penyusunan Indeks Kepuasan Maysarakat (IKM) ini untuk
mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk
menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan pelayanan publik selanjutnya.
Bagi masyarakat, Indeks Kepuasan Masyarakat dapat digunakan sebagai
gambaran tentang kinerja unit yang bersangkutan.

2.2.3.2 Unsur Indeks Kepuasan Masyarakat


Berdasarkan prinsip pelayanan sebagiamana telah ditetapkan dalam
Keputusan Menteri PAN Nomor : 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian
dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan”, “valid” dan “reliabel”, sebagai
unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan
masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan ;
2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya ;
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan
tanggungjawabnya);
4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelananan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku ;
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;
6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan / menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat;
7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan / status masyarakat yang dilayani ;
9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta
saling menghargai dan menghormati ;
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan ;
11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya pelayanan yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan :
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai
dengan ketentuan yang sudah ditetapkan ;
13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan ;
14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-
resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
2.2.3.3 Sasaran Indeks Kepuasan Masyarakat
Sasaran penyusunan Indeka Kepuasan Masyarakat berdasarkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004, yaitu :
a) Tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan instansi pemerintahan dalam
memberikan peayanan terhadap masyarakat.
b) Penataan sistem, mekanisme, dan prosedur pelayanan, sehingga pelayanan
dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna, dan berhasil guna
c) Tumbuhnya kreatifitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam
peningjatan kualitas pelayanan publik.

2.2.3.4 Manfaat Indeks Kepuasan Masyarakat


Dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat
sebagai berikut :
a) Diketahuinya kelemahan atau kekuatan dari masing-masing unsur dalam
penyelenggaraan pelayanan publik
b) Diketahuinya kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan
oleh unit pelayanan publik secara periodik
c) Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu
dilakukan
d) Diketahui Indeks Kepuasan Masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil
pelaksanaan pelayanan publik dalam lingkup pemerintah pusat dan daerah
e) Memacu persaingan positif, antara unit penyelenggara pelayanan pada
lingkup pemerintah pusat dan daerah dalam upaya peningkatan kinerja
pelayanan.
f) Bagi masyarakat dapat diketauhi gambaran tentang kinerja unit pelayanan.
2.2 Konsep Mutu

2.2.1 Pengertian Mutu


Pengertian mutu menurut DepKes RI adalah sebagai berikut: Mutu pelayanan
kesehatan adalah kinerja yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan,
yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat
kepuasan rata- rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Philip Crosby memberi pengertian mutu sebagai berikut: mutu adalah kepatuhan
terhadap suatu spesifikasi dan keadaan tanpa cacat (confroming to requirement and zero
defect), sedangkan Juran menyampaikan pengertian bahwa mutu adalah cocok atau sesuai
dengan yang ditentukan atau diminta oleh konsumen terkait dengan pengertian mutu,
Donabedian juga mengemukakan, bahwa: Tidak ada satupun definisi yang tepat, sehingga
Donabedian mengusulkan tiga definisi mutu, yaitu:
a. Definisi yang absolut
b. Definisi secara individu
c. Definisi secara sosial
Pelanggan suatu rumah sakit/organisasi kesehatan tidak hanya pasien yang datang,
tetapi meliputi:
a Pelanggan eksternal: pasien, keluarga pasien, pengunjung, pemerintah, asuransi
kesehatan, dokter, masyarakat umum, rekanan, dsb.
b Pelanggan internal: tenaga profesi yang ada di rumah sakit, karyawan rumah sakit,
c Maupun pihak manajemen
Menurut Arikunto, Suhardjono, and Supardi (2008) bahwa mutu pelayanan
kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang pengguna layanan, penyandang dana pelayanan, dan
penyelenggara pelayanan. Armand V. Feigenbaum yang dikutip oleh (Suryawati, 2006) bahwa
mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari
pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan dimana produk dan jasa pelayanan dalam
penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan.
Mutu juga memiliki banyak pengertian lain, menurut Dahlan (2017) beberapa
diantaranya yang dianggap cukup penting adalah:
1) Mutu adalah tingkatan kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati.
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang di dalamnya
terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna.
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan
Dari definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dari elemen-elemen sebagai
berikut:
a) Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
b) Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.
c) Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah, apa yang dianggap bermutu pada saat
ini belum mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang.
Maka dapat disimpulkan bahwa mutu adalah kemampuan suatu produk, baik itu
barang maupun jasa atau layanan untuk memenuhi keinginan pelanggannya. Sehingga
setiap barang atau jasa selalu dipacu untuk memenuhi mutu yang diminta pelanggan
melalui pasar.

2.2.2 Dimensi Mutu


Pelanggan baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan-keinginan ataupun
harapan terhadap produk yang disediakan oleh rumah sakit/organisasi penyedia pelayanan
kesehatan. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan yang diharapkan dapat dipenuhi
oleh rumah sakit/organisasi penyedia pelayanan kesehatan terhadap produk-produk
pelayanan yang disediakan. Pelanggan eksternal sebagai pengguna jasa pelayanan
mengharapkan apa yang diinginkan dapat dipuaskan (customer satisfaction), sedangkan
tenaga profesi mengajukan persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi standar
profesi, sedangkan pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif dan efisien. Jadi
mutu dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Dari pendapat beberapa pakar mutu
yang memperhatikan berbagai sudut pandang tersebut, dapat dirangkum disebutkan ada
delapan dimensi mutu (Brown et al.):

1) Akses terhadap pelayanan (Access): apakah akses terhadap pelayanan mudah?


Bagaimana akses masyarakat/pasien terhadap pelayanan gizi?
2) Efektivitas (Effectiveness): apakah pelayanan dilaksanakan secara efektif, mencapai
tujuan dan kebutuhan? Apakah pelayanan gizi yang disediakan dapat mencapai tujuan
dan kebutuhan yang diharapkan masyarakat?
3) Efisiensi (Efficiency): apakah pelayanan dilakukan secara efisien baik dari segi
pembiayaan dan waktu. Apakah pelayanan gizi dilakukan secara efisien, baik dari
aspek finansial dan waktu?
4) Keamanan (Safety): apakah pelayanan dilaksanakan secara aman baik bagi pasien
maupun karyawan ? Apakah pemberian vitamin A dilakukan dengan aman, apakah
penyelenggaraan PMT dapat dijamin keamanannya?
5) Kontinuitas pelayanan (Continuity of care): jika memerlukan pelayanan lanjutan
apakah pelayanan tersebut dapat diperoleh? Jika dijumpai kasus gizi yang perlu dirujuk
apakah dapat dijamin kontinuitas pelayanan ?
6) Kompetensi tehnis (Technical Competence): apakah pelayanan dilakukan oleh tenaga
yang kompeten secara tehnis? Apakah pelayanan KIA dilakukan oleh tenaga yang
kompeten?
7) Kenyamanan (Amenities): apakah pelayanan, sarana dan prasarana memberikan
kenyamanan bagi pasien dan karyawan?
8) Hubungan interpersonal (Interpersonal Relationship): apakah pelayanan menunjukkan
hubungan interpersonal yang saling menghargai (respect), perhatian dan keramahan?
Shewhart dan Deming mengemukakan langkah-langkah perbaikan mutu sebagai
siklus pemecahan masalah yang meliputi: Plan, Do, Check, dan Action. (PDCA) :

1) Plan: perbaikan proses dapat dicapai pada tiap tingkat organisasi. Perbaikan berfokus
pada persyaratan yang diajukan oleh pelanggan maupun input dari rekanan, pelanggan
internal. Seluruh jajaran karyawan dalam organisasi harus mampu mengatasi masalah
yang ada dalam sistem, oleh karena itu perlu bersama-sama menyusun rencana
perbaikan.
2) Do: Ketika inisiatif untuk melakukan perbaikan telah direncanakan, maka inilah
saatnya untuk melakukan uji coba dalam skala kecil, segala perubahan yang terjadi
diamati, dicatat, dan dianalisis dengan alat-alat perbaikan mutu seperti flow chart,
fishbone, pareto, analisis trend, histogram, diagram pencar, diagram kendali, dan
sebagainya.
3) Chek/Study: Hasil uji coba dianalisis dan didiskusikan bersama, sehingga dapat
dipahami keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lain dan dapat
memberikan rekomendasi yang perlu dilakukan untuk perbaikan.
4) Act: Berdasarkan hasil uji coba dapat diambil keputusan untuk melakukan adopsi
perubahan, melakukan penyesuaian, atau mengembangkan alternatif lain untuk diuji
coba lagi jika ternyata hasil uji coba tidak menunjukkan adanya perbaikan.
Juran mengemukan tiga hal yang harus dilakukan dalam menerapkan manajemen
mutu, yaitu:
1) “Commitment and actions” dari manajemen puncak
2) Pelatihan manajemen mutu
3) Perbaikan mutu yang berkesinambungan.
Selanjutnya Juran menyampaikan trilogi dalam perbaikan mutu, yaitu perencanaan
mutu, pengendalian mutu, dan peningkatan mutu.

1) Perencanaan mutu: fokus dari perencanaan mutu adalah menjamin bahwa tujuan mutu
dapat dicapai melalui kegiatan operasional. Perencanaan mutu meliputi :
a. identifikasi pelanggan eksternal dan internal
b. pengembangan gambaran/ciri/spesifikasi produk yang merupakan respon keinginan
dan kebutuhan pelanggan
c. merumuskan tujuan mutu yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan
dengan pembiaya yang efisiesn dan rekanan sebagai mitra kerja
d. merancang bangun proses untuk memproduksi produk/jasa/pelayanan sesuai
dengan spesifikasi yang ditentukan
e. Menunjukkan bahwa proses tersebut secara operasional mampu untuk mencapai
tujuan mutu yang telah ditetapkan
2) Perbaikan/peningkatan mutu: Untuk mencapai kinerja yang optimal, proses
operasional juga harus optimal. Kegiatan peningkatan mutu meliputi:
a. identifikasi proses spesifik untuk ditingkatkan
b. bentuk tim untuk melakukan perbaikan proses tersebut
c. lakukan diagnosis dan analisis untuk mencari penyebab dan mengidentifikasi
penyebab masalah yang utama
d. kembangkan kegiatan-kegiatan korektif dan preventif
e. lakukan uji coba dan berikan rekomendasi untuk perbaikan yang efektif
3) Pengendalian mutu: tujuan dari pengendalian mutu adalah dokumentasi dan sertifikasi
bahwa tujuan mutu tercapai dalam kegiatan operasional. Pengendalian mutu meliputi:
a. menentukan apa yang akan dikendalikan
b. menetapkan apa yang akan diukur
c. memilih metode dan menyusun instumen pengukuran
d. melakukan pengukuran secara nyata
e. memahami dan menganalisis varians, melakukan interpertasi kenyataan
dibandingkan standar
f. melakukan tindakan koreksi terhadap adanya kesenjangan antara kenyataan dan
standar.
Kelima dimensi tersebut diatas dikenal sebagai service quality (ServQual).
Dimensi-dimensi ini diperoleh melalui wawancara terhadap para pelanggan untuk
mengetahui atribut apa saja yang diharapkan para pelanggan dari perusahaan atau instansi
tertentu. Inti dari ServQual adalah melakukan pengukuran antara harapan (ekspektasi) dan
persepsi (realitas) pelayanan yang diterima. Dengan cara memberikan pilihan dari skala 1
sampai 5 atau 7, kemudian dibandingkan nilai antara harapan dan persepsi. Jika harapan
sama dengan persepsi layanan kesehatan yang diterima berarti mereka puas (Mukti, 2007:
77).
Model ServQual merupakan salah satu model yang banyak dipakai untuk mengukur
kepuasan pelanggan dengan cara membuat penilaian kepuasan pelanggan secara
komprehensif bagi pelayanan di bidang barang dan jasa yang mengutamakan aspek
pelayanan (Mas’ud, 2009 : 58). Model ini menganalisis gap (kesenjangan) antara persepsi
dan ekspektasi (harapan) pelanggan terhadap kualitas layanan melalui beberapa dimensi
yaitu emphaty, tangible, assurance, responsiveness dan reliability.
Secara lengkap, ServQual mengukur lima gap (kesenjangan), yaitu (Antony et al,
2004) :
1. Gap 1, antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen tentang harapan
tersebut.
2. Gap 2, antara persepsi manajemen tentang harapan pelanggan dan spesifikasi dari
kualitas pelayanan.
3. Gap 3, antara spesifikasi kualitas pelayanan dan pemberian pelayanan.
4. Gap 4, antara pemberian pelayanan dan komunikasi eksternal.
5. Gap 5, antara persepsi dan harapan pelanggan.
Terkait dengan titik tekan dan perhatian pelanggan, seringkali Gap yang diperlukan
adalah Gap kelima, yaitu Gap antara persepsi dan harapan pelanggan (Antony et al, 2004).

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan


Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menurut
(Endarwati, 2012) adalah unsur masukan, lingkungan dan proses.
a. Unsur Masukan
Unsur masukan meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jika sumber daya
manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka pelayanan kesehatan
akan kurang bermutu. Upaya dalam meningkatkan mutu rumah sakit diperlukan sumber
daya manusia yang profesional (SDM) dan peningkatan fasilitas kesehatan (Muninjaya,
2014). SDM yang profesional harus mempunyai pendidikan dan keahlian serta memiliki
motivasi, kompetensi dan komitmen kerja yang baik (Muninjaya, 2014).
b. Unsur Lingkungan
Unsur lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen.
c. Unsur Proses
Unsur proses yang termasuk dalam unsur proses meliputi proses pelayanan baik tindakan
medis maupun tindakan non-medis. Tindakan non medis salah satunya adalah penerapan
manajemen rumah sakit yang merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan rumah sakit (Muninjaya, 2014).
Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Muninjaya (2014) bahwa
mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji berdasarkan output sistem pelayanan kesehatan.
Output sistem pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu masukan/input,
proses dan lingkungan

.
Menurut (Alwi, 2011) ada tiga pendekatan penilaian mutu yaitu :
1) Input
Aspek struktur meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan
kegiatan berupa sumber daya manusia, dana dan sarana. Input fokus pada sistem yang
dipersiapkan dalam organisasi, termasuk komitmen, prosedur serta kebijakan sarana dan
prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.
2) Proses
Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh
tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan pasien,
meliputi metode atau tata cara pelayanan kesehatan dan pelaksanaan fungsi manajemen.
3) Output
Aspek keluaran adalah mutu pelayanan yang diberikan melalui tindakan dokter,
perawat yang dapat dirasakan oleh pasien dan memberikan perubahan ke arah tingkat
kesehatan dan kepuasan yang diharapkan pasien.

2.2.4 Pelayanan Kesehatan


Gonross dalam (Dedi Mulyadi, dkk, 2013: 1205-1206), pelayanan adalah suatu
aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal
yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Kotler dalam Daryanto dan Ismanto
Setyabudi (2014: 135), pelayanan adalah suatu kumpulan atau kesatuan yang melakukan
kegiatan menguntungkan dan menawarkan suatu kepuasan meskipun hasilnya secara fisik
tidak terikat kepada produk.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, maka kesehatan
adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi oleh Undang- Undang Dasar
(Daryanto dan Ismanto Setyabudi, 2014: 137). Oleh karena itu, perbaikan pelayanan
kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia untuk mencapai
masyarakat yang sejahtera (welfare society). Pelayanan kesehatan (Mubarak dan Nurul
Chayatin, 2009: 132) adalah suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Peranan pelayanan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat adalah untuk memberikan pelayanan kepada pasien dengan sebaik
mungkin (Dedi Mulyadi, dkk, 2013: 1206).
Menurut Pohan (2006: 14) pemberi layanan kesehatan harus memahami status
kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan mendidik
masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat dalam
menentukan bagaimana cara efektif menyelenggarakan layanan kesehatan. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada JKN
(Jaminan Kesehatan Nasional) mendefinisikan penyelenggara pelayanan kesehatan
meliputi semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) Kesehatan berupa fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), pelayanan kesehatan
adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas kepada masyarakat, mencakup perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan dan dituangkan dalam suatu sistem. Hasil
penelitian S. Singer, et al (2009) menyebutkan bahwa domain perawatan yang paling
penting bagi pasien adalah sebagai berikut: menghormati dan komitmen dari dokter,
informasi sebelum prosedur, peralatan perawatan, dan perawatan medis.
Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) dalam Mubarak dan Nurul
Chayatin (2009: 140) ada dua macam jenis pelayanan kesehatan yaitu :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan
masyarakat (public health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya
secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, serta sasarannya terutama untuk
kelompok dan masyarakat.
2. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran
(medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo
practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya
untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama
untuk perseorangan dan keluarga.
2.2.5 Syarat Pelayanan Kesehatan
Mubarak dan Nurul Chayatin (2009: 142-143) menyatakan suatu pelayanan
kesehatan dikatakan baik apabila memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya
dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan
kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan,
kepercayaan masyarakat, dan bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan kesehatan
yang baik.
3. Mudah dicapai (accesible). Ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut
lokasi. Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka
pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang
terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan itu tidak ditemukan di daerah pedesaan
bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
4. Mudah dijangkau (affordable). Keterjangkauan yang dimaksudkan adalah terutama dari
sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini, harus diupayakan biaya
pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
5. Bermutu (quality). Mutu yang dimaksud disini adalah yang merujuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, tata cara penyelenggaraannya
sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada JKN menyebutkan terdapat persyaratan yang harus dipenuhi bagi fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat rujukan. Persyaratan yang harus
dipenuhi bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama terdiri atas:
a. Untuk praktik dokter atau dokter gigi harus memiliki:
1. Surat Ijin Praktik;
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); perjanjian kerja sama dengan laboratorium, apotek,
dan jejaring lainnya; dan
3. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan
Nasional.
b. Untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi
Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin
3. Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain; perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika
diperlukan; dan surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan
Jaminan Kesehatan Nasional.
c. Untuk Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin
Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
5. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan
6. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan
Nasional.
d. Untuk Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :
1. Surat Ijin Operasional
2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
4. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan
5. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan
Nasional. Fasilitas Kesehatan tingkat pertama juga harus telah terakreditasi.
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan
terdiri atas:
a. Untuk klinik utama atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
4. Perjanjian kerja sama dengan laboratorium, radiologi, dan jejaring lain jika diperlukan;
dan
5. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan
Nasional.
b. Untuk rumah sakit harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit;
3. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
5. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;
6. Sertifikat akreditasi; dan
7. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan
Nasional.

2.2.6 Mutu Pelayanan Kesehatan


Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas. secara wajar, efisien dan efektif
serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat
konsumen (M. Fais Satianegara dan Siti Saleha, 2009: 106). Menurut Kemenkes RI (2010)
dalam A.A. Gde Muninjaya (2011: 19), mutu pelayanan kesehatan meliputi kinerja yang
menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat
menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tapi tetapi
juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Mutu layanan
kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek yaitu pertama aspek teknis dari penyedia
layanan kesehatan itu sendiri dan kedua, aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat
hubungan yang terjadi antara pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan kesehatan
(Pohan, 2006: 15).
Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efektif
dan efisien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara
menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil
penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan
yang optimal (Nursalam, 2014: 296).
Hasil penelitian Ali Mohammad Mosadeghrad (2014), mutu dalam perawatan
kesehatan adalah produksi kerja sama antara pasien dan penyedia layanan kesehatan dalam
lingkungan yang mendukung. Faktor pribadi dari penyedia dan pasien, dan faktor-faktor
yang berkaitan dengan organisasi kesehatan, sistem kesehatan, dan lingkungan yang lebih
luas mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan.
Mutu kesehatan dapat ditingkatkan dengan kepemimpinan visioner yang
mendukung, perencanaan yang tepat, pendidikan dan pelatihan, ketersediaan sumber daya,
manajemen sumber daya secara efektif, karyawan dan proses, serta kolaborasi dan kerja
sama antara penyedia.

2.2. Indikator Mutu Layanan Kesehatan


Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan Indikator adalah karakteristik yang dapat
diukur dan dapat dipakai untuk menentukan keterkaitan dengan standar (Bustami, 2011:
24). Indikator dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian suatu standar pelayanan yang
sudah ditetapkan.
Azrul Azwar (1995) dalam Bustami (2011: 25), indikator terdiri atas :
1. Indikator Persyaratan Minimal Indikator ini merujuk pada tercapai atau tidaknya standar
masukan, standar lingkungan, dan standar proses.
2. Indikator Penampilan Minimal Yaitu tolak ukur yang berhubungan dengan keluaran dari
suatu pelayanan kesehatan.
Donabedian (1981) dalam Bustami (2011: 25) berpendapat pendekatan sistem
pelayanan seharusnya juga mengkaji tentang hasil pelayanan. Hasil pelayanan adalah
tindak lanjut dari keluaran yang ada, sehingga perlu ada indikator (tolak ukur) tentang hasil
pelayanan tersebut. Indikator yang dimaksud menunjuk pada hasil minimal yang dicapai
berdasarkan standar yang sudah ditentukan.
Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain berdasarkan tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan tingkat efisiensi institusi
sarana kesehatan. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian
mutu pelayanan kesehatan (M. Fais Satianegara dan Sitti Saleha. 2009 : 117) :
1. Indikator yang mengacu pada aspek medis
a. Angka infeksi nosokomial (1-2%).
b. Angka kematian kasar (3-4%).
c. Post Operation Death Rate/ PODR (1%).
d. Post Operative Infection Rate/ POIR (1%).
e. Kematian bayi baru lahir (20%).
f. Kematian ibu melahirkan (1-2%).
g. Kematian pasca bedah (1-2%).
2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi rumah sakit
a. Unit cost rawat jalan.
b. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus.
c. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur.
d. BOR 70-80%.
e. Turn Over Internal (TOI) 1-3 hari TT yang kosong.
f. Bed Turn Over (BTO) 5-45 hari atau 40-50 kali/1 TT/ tahun.
g. Average Length of Stay (ALOS) 7-10 hari.
3. Indikator mutu mengacu pada keselamatan pasien
a. Pasien terjatuh dari tempat tidur/ kamar mandi
b. Pasien diberikan obat yang salah
c. Tidak ada obat/alat darurat
d. Tidak ada oksigen
e. Tidak ada alat pemadam kebakaran
f. Pemakaian air, listrik, gas, obat terbatas, dan sebagainya.
4. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
a. Jumlah keluhan pasien/keluarga
b. Surat pembaca
c. Jumlah surat kaleng
d. Surat yang masuk kotak saran.

Tabel 2. 1 Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

Standar Nasional
ΣBOR 65-80%
ΣALOS 1-10 hari
ΣTOI (Turn Over Interval) 1-3 hari
ΣBTO (Bed Turn Over) 5-45 hari
ΣNDR (Net Death Rate) <2,5%
ΣGDR (Gross Death Rate) <3%
ΣADR (Anesthesia Death Rate) 1,15000
ΣPODR (Post-Operative Death Rate) <1%
ΣPOIR (Post-Operative Infection Rate) <1%
ΣNTRR (Normal Tissue Removal Rate) <10%
ΣMDR (Maternal Death Rate) <0,25%
ΣIDR (Infant Death Rate) <2%
Sumber : Depkes RI dalam Nursalam, 2014: 312

2.3 Puskesmas

2.3.1 Pengertian Puskesmas

Salah satu bentuk reformasi bidang kesehatan adalah dikeluarkannya Keputusan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan
dasar pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Puskesmas adalah salah satu sarana
pelayanan kesehatan yang menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan kesehatan,
sarana peran masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang menyeluruh dari suatu
wilayah (Dedi Alamsyah dan Ratna Muliawati, 2013: 43). Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 mendefinisikan Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya
disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat
diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan
menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan
biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut
diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna
mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan. Pengelolaan puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten
dan Kota.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas


menyebutkan bahwa lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan:

a. Geografis;
b. Aksesibilitas untuk jalur transportasi;
c. Kontur tanah;
d. Fasilitas parkir;
e. Fasilitas keamanan;
f. Ketersediaan utilitas publik;
g. Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
h. Kondisi lainnya.

Konsep Dasar Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan


kabupaten/ kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan
di suatu wilayah kerja (Trihono, 2005: 8). Sesuai dengan strategi Indonesia sehat
tahun 2010 dan kebutuhan pembangunan sektor kesehatan di era desentralisasi ini,
Departemen Kesehatan Pusat sudah menetapkan visi dan misi Puskesmas. Visi
pembangunan kesehatan melalui puskesmas adalah terwujudnya kecamatan sehat
(Muninjaya, 2004: 140). Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan
masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat
yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005: 9).
Hasil penelitian James Macinko, PhD, et al. (2009) menunjukkan bahwa
sebagian besar bukti efektivitas pelayanan kesehatan primer difokuskan pada bayi
dan kesehatan anak, tetapi ada juga bukti peran positif pelayanan kesehatan primer
terhadap kesehatan populasi dari waktu ke waktu. Efektivitas pelayanan kesehatan
primer pada kesehatan penduduk di negara-negara berpenghasilan rendah telah
menunjukkan bahwa beberapa analisis memberikan bukti konsisten dampak
pelayanan kesehatan primer dalam peningkatan hasil kesehatan.

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan dan merupakan


Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Upaya
pelayanan yang diselenggarakan adalah :

1) Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada masyarakat
di wilayah kerja Puskesmas.

2) Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan
individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang tujuannya untuk menyembuhkan
penyakit untuk kondisi tertentu

2.3.2 Fungsi Puskesmas

Fungsi Puskesmas
Menurut Arsita Eka Prasetyawati (2011: 121-122), Puskesmas memiliki tiga
fungsi pokok, yaitu :
1. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
2. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat.
3. Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (continue), mencakup
pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
menyebutkan dalam menyelenggarakan fungsi Puskesmas, Puskesmas berwenang
untuk:
1. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
2. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan
dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerja sama inter dan antar profesi;
f. Melaksanakan rekam medis;
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses Pelayanan Kesehatan;
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem
Rujukan.
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program Puskesmas merupakan
program kesehatan dasar, meliputi :
1) Promosi kesehatan
2) Kesehatan Lingkungan
3) KIA & KB
4) Perbaikan gizi
5) Pemberantasan penyakit menular
6) Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik (laboratorium
dan farmasi)
2.3.1 Akreditasi Puskesmas

2.3.1.1 Pengertian Akreditasi Puskesmas

Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang


diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh
Menteri setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan
Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk meningkatkan mutu
pelayanan Puskesmas secara berkesinambungan (PERMENKES, 2014).
Tujuan utama akreditasi Puskesmas adalah untuk pembinaan peningkatan
mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem
manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan dan
program, serta penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk
mendapatkan sertifikat akreditasi.

Pendekatan yang dipakai dalam akreditasi Puskesmas adalah keselamatan


dan hak pasien dan keluarga, dengan tetap memperhatikan hak petugas. Prinsip ini
ditegakkan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan keselamatan pelayanan.

2.3.1.2 Standar Akreditasi Puskesmas

a. Bangunan Puskesmas sendiri meliputi

1) Ketersediaan ruang untuk pelayanan harus sesuai dengan jenis pelayanan


kesehatan yang disediakan oleh Puskesmas.
2) Ruangan yang minimal harus tersedia adalah: ruang pendaftaran dan ruang
tunggu, ruang administrasi, ruang pemeriksaan, ruang konsultasi dokter,
ruang tindakan, ruang farmasi, ruang ASI, kamar mandi dan WC, dan
ruang lain sesuai kebutuhan pelayanan.
3) Pengaturan ruangan memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan untuk memudahkan
pasien/keluarga pasien untuk akses yang mudah termasuk memberi
kemudahan pada orang dengan disabilitas, anak-anak, dan orang usia
lanjut, demikian juga memperhatikan keamanan dan kemudahan bagi
petugas dalam memberikan pelayanan.
b. Pendaftaran
1) Tersedia prosedur pendaftaran.
2) Tersedia bagan alur pendaftaran.
3) Petugas mengetahui dan mengikuti prosedur tersebut.
4) Pelanggan mengetahui dan mengikuti alur yang ditetapkan.
5) Terdapat cara mengetahui bahwa pelanggan puas terhadap proses
pendaftaran.
6) Terdapat tindak lanjut jika pelanggan tidak puas.
7) Keselamatan pelanggan terjamin di tempat pendaftaran.
c. Pelaksanaan pelayanan
1) Terdapat prosedur pengkajian awal yang paripurna (meliputi
anamesis/alloanamnesis, pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang
serta kajian sosial) untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan
harapan pasien dan keluarga pasien mencakup pelayanan medis, penunjang
medis dan keperawatan.
2) Proses kajian dilakukan oleh tenaga yang kompeten untuk melakukan
kajian.
3) Pemeriksaan dan diagnosis mengacu pada standar profesi dan standar
asuhan.
4) Prosedur pengkajian yang ada menjamin tidak terjadi pengulangan yang
tidak perlu.

Keputusan Layanan Klinis :


1) Kajian hanya boleh dilakukan oleh tenaga professional yang kompeten.
Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika
diperlukan oleh tim kesehatan antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter
gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan yang lain sesuai dengan
kebutuhan pasien. Kajian awal tersebut memberikan informasi untuk:
 Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
 Menetapkan diagnosis awal
 Mengetahui riwayat pasien terhadap pengobatan sebelumnya
 Memahami respons pasien terhadap pengobatan sebelumnya
 Memilih jenis pelayanan/tindakan yang terbaik bagi pasien serta
rencana tindak lanjut dan evaluasi
d. Gizi
Pasien yang beresiko nutrisi mendapat terapi gizi, dengan kriteri penilaian
sebagai berikut :
1)Pasien yang pada kajian awal berada pada risiko nutrisi, mendapat terapi
gizi.
2)Suatu proses kerjasama dilakukan untuk merencanakan, memberikan dan
memonitor pemberian asuhan gizi
3)Respon pasien terhadap asuhan gizi dimonitor
4)Respon pasien terhadap asuhan gizi dicatat dalam rekam medis
e. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh petugas yang kompeten dan
berpengalaman untuk melakukan dan/atau menginterpretasikan hasil
pemeriksaan
1) Ditetapkan jenis-jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan di
Puskesmas.
2) Tersedia jenis dan jumlah petugas kesehatan yang kompeten sesuai
kebutuhan dan jam buka pelayanan.
3) Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh analis/petugas yang terlatih dan
berpengalaman.
4) Interpertasi hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh petugas yang
terlatih dan berpengalaman.
f. Pelayanan obat
1) Terdapat persyaratan penyimpanan obat.
2) Penyimpanan dilakukan sesuai dengan persyaratan.
3) Pemberian obat kepada pasien disertai dengan label obat yang jelas
(mencakup nama, dosis, cara pemakaian obat dan frekuensi
penggunaannya).
4) Pemberian obat disertai dengan informasi penggunaan obat yang memadai
dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien/keluarga pasien.
5) Petugas memberikan penjelasan tentang kemungkinan terjadi efek samping
obat atau efek yang tidak diharapkan.
6) Petugas menjelaskan petunjuk tentang penyimpanan obat di rumah.
7) Tersedia kebijakan dan prosedur penanganan obat yang
kadaluwarsa/rusak.
8) Obat kadaluwarsa/rusak dikelola sesuai kebijakan dan prosedur.

2.3.2 Pelayanan Rawat Inap Puskesmas

Pengertian Pelayanan Rawat Inap

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 828/Menkes/SK/IX/2008 mendefinisikan Rawat


inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa,
pengobatan, rehabilitasi medik, tinggal di ruang rawat inap di sarana kesehatan. Rawat inap
berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan
yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah (Depkes RI, 2009).

Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan
fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas
maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur.
Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum
dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah.
Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan
masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 029 tahun 2012 tentang tarif pelayanan
kesehatan bagi peserta PT Askes (Persero) mendefinisikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat umum yang meliputi
pelayanan rawat jalan tingkat pertama dan rawat inap tingkat pertama. Rawat inap
tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat umum dan
dilaksanakan pada puskesmas perawatan, untuk keperluan observasi, perawatan,
diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya dimana peserta dan/atau
anggota keluarganya di rawat inap paling singkat 1 (satu) hari.

2.1.4.2 Pelayanan Rawat Inap oleh Puskesmas

Berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas mampu Pelayanan


Obstetri-Neonatal Emergensi Dasar (PONED) Tahun 2013, Puskesmas Rawat Inap
adalah puskesmas yang letaknya strategis dan mudah diakses dari Puskesmas di
sekitarnya, dapat dijangkau melalui sarana transportasi, yang didirikan sesuai dengan
analisa kebutuhan kabupaten/kota, dilengkapi fasilitas rawat inap, peralatan medis,
kesehatan serta sarana prasarana yang sesuai standar. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat mendefinisikan
Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya untuk
meenyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan.

Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis


sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional pasal 18
mencakup:

1. Rawat inap pada pengobatan/perawatan kasus yang dapat diselesaikan


secara tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
2. Pertolongan persalinan pervaginam bukan risiko tinggi;
3. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit pervaginam
bagi Puskesmas PONED;
4. Pertolongan neonatal dengan komplikasi; dan
5. Pelayanan transfusi darah sesuai kompetensi Fasilitas Kesehatan dan/atau
kebutuhan medis.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas


menjelaskan ketentuan umum Puskesmas Rawat Inap, antara lain :
a. Puskesmas yang menjadi Puskesmas rawat inap merupakan Puskesmas
yang letaknya strategis terhadap Puskesmas non rawat inap dan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama disekitarnya, yang dapat
dikembangkan menjadi pusat rujukan antara atau pusat rujukan.
b. Rawat inap di Puskesmas hanya diperuntukkan untuk kasus-kasus yang
lama rawatnya paling lama 5 hari. Pasien yang memerlukan perawatan
lebih dari 5 (lima) hari harus dirujuk ke rumah sakit, secara terencana.
c. Harus dilengkapi dengan sumber daya untuk mendukung pelayanan rawat
inap, sesuai dengan ketentuan.

2.1.4.3 Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap Puskesmas Ciampea


Alur pelayanan rawat inap Puskesmas Ciampea adalah: pertama datang, yaitu
pasien yang datang dengan kemauan sendiri atau telah dirujuk dari pelayanan umum
rawat jalan serta pasien- pasien rujukan dari dokter swasta disertai hasil laboratorium atau
pasien yang langsung berobat ke Unit Gawat Darurat (UGD) 24 jam, kedua petugas
menerima pasien dan menyiapkan tempat tidur di ruang perawatan, setiap hari pasien
akan mendapat perawatan dan konsultasi dokter, apabila pasien telah sembuh selanjutnya
mengurus administrasi dan diperbolehkan untuk pulang (Profil Puskesmas Ciampea,
2018).

Syarat-syarat pasien rawat inap:


1. Pasien BPJS :
a. Membawa fotocopy KK 3 lembar.
b. Membawa fotocopy kartu BPJS 3 lembar.
c. Membawa fotocopy KTP 3 lembar.
2. Pasien Umum :
a. Membawa fotocopy KK 3 lembar.
b. Membawa fotocopy KTP 3 lembar.

3. Pasien dengan SKTM (Surat keterangan tidak mampu)


a. Membawa fotocopy KK 3 lembar.
b. Membawa fotocopy SKTM 3 lembar.
c. Membawa fotocopy KTP 3 lembar.

Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (1) puskesmas


terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit, (2) puskesmas mudah dicapai dengan
kendaraan bermotor dari puskesmas sekitarnya, (3) puskesmas dipimpin oleh seorang
dokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai, (4) jumlah kunjungan puskesmas
minimal 100 orang per hari, (5) penduduk wilayah kerja puskesmas dan penduduk
wilayah 3 puskesmas disekelilingnya minimal rata-rata 20.000 orang/Puskesmas, (6)
pemerintah daerah bersedia untuk menyediakan anggaran rutin yang memadai (Depkes
RI, 2009).

1) Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:


a Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat antara lain;
kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit, penyakit lain yang mendadak
dan gawat.
b Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam
rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan tiga (3) hari atau maksimal
tujuh (7) hari.
c Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan pengiriman penderita
lebih lanjut ke Rumah Sakit.
d Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk keluarga
berencana.
2) Selain itu ruang rawat inap dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa :
a. Ruangan tambahan seluas 246 meter persegi yang terdiri dari ruangan perawatan,
operasi sederhana, persalinan, perawat jaga, pos operasi, kamar linen, kamar cuci,
dapur, laboratorium.
b. Peralatan medis dan perawatan berupa peralatan operasi terbatas, obstetric
patologis, resusitasi, vasektomi, dan tubektomi, tempat tidur dan perlengkapan
perawatan.
c. Tambahan tenaga meliputi seorang dokter yang telah mendapat pelatihan klinis di
Rumah sakit selama 6 bulan (dalam bidang kebidanan, kandungan, bedah, anak
dan penyakit dalam), 2 orang perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran
dan seorang petugas kesehatan untuk melaksanakan tugas administratif di ruang
rawat inap.
3) Pendirian puskesmas rawat inap didasarkan pada kebijaksanaan :
a. Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan antara dalam sistem
rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibu
maternal, keadaan-keadaan gawat darurat serta pembatasan kemungkinan
timbulnya kecacatan.
b. Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap
puskesmas sesuai dengan prosedur yang diterapkan.
c. Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam meningkatkan
pelaksanaan asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009).

3. Penelitian Sebelumnya

a. Cho, Kim, Choi, and Lee (2006) The Impact of Visit Frequency on the
Relationship between Service Quality and Outpatient Satisfaction; A South
Korean Study. Journal Health Care Services Research 39, adapun hasil dari
penelitiannya menyatakan bahwa Pengaruh frekuensi kunjungan ke fasilitas
kesehatan menunjukkan bahwa harapan pasien lama terhadap mutu pelayanan
fokus pada dimensi realibility, responsiveness, assurance dan empathy
daripada dimensi tangibles. Sedangkan pasien baru lebih fokus pada dimensi
tangibles (penampilan fisik) dari penyedia layanan.
b. Hanson, Winnie, and Hsiao (2005). The Impact of quality on the demand for
outpatient services in Cyprus. Journal Health Economic.13: 1167-1180.
London. Hasil penelitian menyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan
menengah kebawah lebih banyak memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
disediakan pemerintah secara gratis daripada pelayanan swasta yang
mempunyai tarif lebih tinggi; Kualitas/ mutu pelayanan di fasilitas pemerintah
yang gratis lebih rendah dan Pasien yang menggunakan fasilitas kesehatan
pemerintah (gratis) tingkat kepuasannya rendah apabila dibandingkan dengan
pasien yang menggunakan fasilitas swasta, daripada pelayanan swasta yang
mempunyai tarif lebih tinggi.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2012) dengan judul survey kepuasan
pasien rawat jalan rumah sakit islam ibnu sina bukittinggi. Hasil dari penelitian
ini responden menilai sangat puas terhadap atribut kelengkapan fasilitas
modern yang tersedia (80,3%), tetapi merasa tidak puas dengan atribut
ketersediaan pusat pengaduan pasien dan kelengkapan obat-obatan di apotik
(7,9%). analisis tingkat kinerja kualitas jasa RSI Ibnu Sina Bukittinggi
memiliki nilai rata-rata tingkat kepuasan tertinggi (4,15) pada dimensi
assurance (jaminan) dan terendah (3,95) pada dimensi reliability (keandalan).
d. Penelitian yang dilakukan oleh Azis (2012) dengan judul Analisis tingkat
kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan Prima di RSUP Dr. Ismail
Padang tahun 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas
responden (76,52%) beranggapan bahwa pelayanan keperawatan belum prima.
e. Penelitian yang dilakukan oleh Kariman (2012) dengan judul analisis kualitas
layanan terhadap kepuasan pelanggan rawat inap RSU Tangerang. hasil dari
penelitian ini Variabel Reliable secara keseluruhan didapatkan rata-rata sebesar
87,5% maka reliable rawat inap RSU Tangerang masuk kategori sangat
memuaskan. Variabel Responsive didapatkan rata-rata sebesar 83,1% maka
responsive RSU Tangerang masuk kategori sangat memuaskan. Variabel
assurance mendapatkan rata-rata sebesar 89,9% maka assurance RSU Tangerang
masuk kategori sangat memuaskan. Variabel Empathy mendapatkan rata-rata
sebesar 89% maka empathy RSU Tangerang masuk kategori sangat memuaskan.
Secara keseluruhan rata-rata tingkat kepuasan RSU Tangeran sebesar 88,1% maka
masuk dalam kategori sangat memuaskan.
f. Penelitian yang dilakukan oleh Asmanningtyas (2013) dengan judul metode
importance performance analysis (IPA) kepuasan pasien poliklinik semarang
tahun 2013. Hasil penenlitian menunjukkan pada aspek kehandalan memiliki
tingkat kesesuaian 90,64%, aspek cepat tanggap 89,00%, aspek jaminan
89,17%, aspek empati 88,98% dan aspek tampilan fisik 90,89% dengan tolak
ukur tingkat kesesuaia 89,74%. Poliklinik Universitas Dian Nuswantoro perlu
meningkatkan pelayanan.
g. Penelitian yang dilakukan oleh Ujianti (2016) dengan judul analisis kepuasan
pasien pada layanan rawat jalan metode importance performance analisys (ipa)
di puskesmas benu – benua kota Kendari. Penelitian ini menunjukkan bahwa
hasil analisis pada atribut dimensi tangibles, hanya satu atribut yang dianggap
sudah memuaskan pasien. Sisanya empat atribut dianggap belum memuaskan
pasiendan pada atribut dimensi assurance, terdapat satu atribut yang dikatakan
memuaskan pasien. Sedangkan tiga atribut lainnya dikatakan belum
memuaskan pasien. Secara umum, dimensi assurance dikatakan belum dapat
memuaskan pasien dan dimensi lainnya sudah memuaskan pasien.
1. Kerangka Teori

Metode penelitian kepuasan konsumen/pasien menggunakan konsep tangibles,


reliability, responsiveness, assurance dan empathy dibangun dari dua faktor utama yaitu
persepsi konsumen atas layanan yang nyata diterima dengan layanan yang diharapkan.
Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan keperawatan dapat dikatakan
bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan
keperawatan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka
layanan keperawatan disebut memuaskan.

Kualitas pelayanan keperawatan :


Tangibles (Berwujud)
Reliability (Kehandalan)
Responsiveness (Daya tanggap)
Assurance (Jaminan)
Empathy (Empati)

Persepsi mutu pelayanan keperawatan

Pelayanan yang diterima Harapan pasien terhadap


pasien (tingkat kenyataan) pelayanan (tingkat harapan)

Kepuasan Pasien

Bagan 1. Kerangka Teori

Sumber: Parasuraman 1998 dalam Lupiyoadi (2001)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Variable Independent Variable Dependent

Mutu Pelayanan Kesehatan

Reliability (dapat dipercaya) Kepuasan Pasien


Assurance(jaminan) terhadap mutu layanan
Tangible(nyata/tampak) Rawat Inap di
Empathy(empati) Puskesmas Ciampea
Responsiveness (sikap responsif)

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep

3.1.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


2.2.1 Dimensi Tangibles (Bukti fisik) yaitu penampilan fisik yang dapat dilihat secara
langsung, Bukti fisik berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan,
sumberdaya manusia, dan materi komunikasi perusahaan (Haryanto & Rozza, 2012).
Dimensi Tangibles (Bukti fisik) meliputi :
a. Tersedianya ruang tindakan atau observasi.
b. tersedianya ruang tunggu yang nyaman dan memadai
c. Tersedianya ruang bersalin yang memadai
d. Tersedianya ruang rawat inap yang nyaman
e. Pempilan Petugas kesehatan
2. Dimensi Reliability (Kehandalan) yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan sejak pertama kali (Haryanto &
Rozza, 2012). Dimensi Reliability (Kehandalan) meliputi:
a. petugas menanggapi pertanyaan dengan baik
b. kehandalan petugas memberitahukan cara perawatan pasien
c. kehandalan petugas dalam memberikan pelayanan
d. petugas handal dalam menjelaskan penyakit yang diderita oleh pasien dengan baik
dan jelas
e. pelayanan pemeriksaan diagnosis dan perawatan yang cepat dan tepat
3. Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) adalah kemampuan atau cekatan dalam
pelayanan daya tanggap berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia
layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan
segera (Haryanto & Rozza, 2012). Dimensi Responsiveness meliputi :
a. Petugas kesehatan tanggap dalam melayani pasien
b. petugas kesehatan menerima dan melayani pasien dengan baik
c. petugas kesehatan tanggap melakukan tindakan secara tepat
d. petugas tanggap dalam setiap kondisi pasien
e. tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan pelayanan
4. Dimensi Assurance (jaminan) yaitu jaminan/kepastian rasa aman dan nyaman dalam
memberikan pelayanan Pengetahuan dan kesopanan para karyawan serta kemampuan
mereka menumbuhkan rasa percaya (trust) dan kepercayaan pelanggan (confidence)
(Haryanto & Rozza, 2012). Dimensi Assurance meliputi:
a. petugas kesehatan mampu menjaga kerahasiaan diagnosa penyakit pasien
b. petugas kesehatan memberikan kesempatan bertanya kepada pasien
c. terciptanya suasana aman di lingkungan puskesmas khususnya ruang rawat inap
d. petugas bagian farmasi memberikan informasi terkait aturan konsumsi obat
e. kemampuan petugas dalam melayani meyakinkan pasien saat melakukan tindakan
5. Dimensi Empathy (Empati) adalah Empati merupakan kemampuan memahami
masalah pelanggannya bertindak demi kepentingan pelanggan, dan memberikan
perhatian personal kepada para pelanggan (Haryanto & Rozza, 2012). Dimensi
Empathy meliputi:
a. kesopanan dan keramahan petugas kesehatan
b. keobyektifan petugas kesehatan dalam melayani pasien
c. izin ketika akan melakukan pemeriksaan
d. terciptanya suasana kekeluargaan antar petugas dengan pasien
e. ucapan terimakasih petugas kesehatan terhadap pasien

Cara Menentukan Hasil Kepuasan Pasien Berdasarkan Metode Importance


Performance Analysis (IPA)
Analisis Metode IPA digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana
kinerja pelayanan yang telah diberikan oleh petugas kesehatan dan perbaikan yang
perlu dilakukan pihak instansi kesehatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya agar senantiasa mampu memuaskan pasien. Adapun langkah-
langkah Metode IPA sebagai berikut:
1. Distibusikan Jawaban Tingkat Kenyataan dan Tingkat Harapan

Dengan menggunakan Skala Likert, nilai variabel yang diukur dengan


instrument tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka yang akan disajikan
dalam bentuk tabel melalui pendistribusiaan jawaban tingkat kenyataan dan
tingkat harapan responden. Pada skala pengukuran ini, penentuan Interval (Jarak)
perlu dilakukan dan interpretasi persen agar mengetahui penilaian kriteria objektif
dengan metode mencari interval skor persen (I) terlebih dahulu. Hasil dari
keseluruhan atribut pada dimensi tersebut diambil dari skor tertinggi sebesar 100%
untuk penentuan interval (Achmad, 2013). Rumus Interval Skala Likert :

Interval (I) = Range (R) / Jumlah Skor (Skala Likert)


Maka, 100 / 5 = 20%
Hasil Interval (I) = 20% (Jarak interval dari skor terendah hingga skor tertinggi).
Berikut Distribusi jawaban antara harapan dan kenyataan berdasarkan persentase
intervalnya :
Angka 0% - 19,99% = Sangat Tidak Puas
Angka 20% - 39,99% = Kurang Puas
Angka 40% - 59,99% = Puas
Angka 60% - 79,99%= Cukup Puas
Angka 80% - 100% = Sangat Puas
a. Pertanyaan dalam dimensi tangibles dibagi menjadi 5 atribut yang mewakili
dengan menggunakan skala Likert dimana, Skala yang terdiri atas 5 pilihan
jawab yaitu : Sangat Puas = 5, Cukup Puas = 4, Puas = 3, Kurang puas = 2,
Sangat Tidak puas = 1, dimana pertanyaan terbagi 2 bagian yaitu Pada Tingkat
Harapan dan Tingkat Kenyataan :

Skor Sangat Tidak Penting dan Sangat Tidak Puas = 1 x 5 = 5 (20%)


Skor Kurang Penting dan Kurang Puas = 2 x 5 = 10 (40%) Skor
Penting dan Puas = 3 x 5 = 15 (60%)
Skor Cukup Penting dan Cukup Puas = 4 x 5 = 20 (80%)
Skor Sangat Penting dan Sangat Puas = 5 x 5 = 25 (100%)

b. Pertanyaan dalam dimensi reliability dibagi menjadi 5 pertanyaan mengenai


atribut yang mewakilinya dengan menggunakan skala Likert dimana, Skala yang
terdiri atas 5 pilihan jawab yaitu : Sangat Puas = 5, Cukup Puas = 4, Puas = 3,
Kurang puas = 2, Sangat Tidak puas = 1, dimana pertanyaan terbagi 2 bagian
yaitu Pada Tingkat Harapan dan Tingkat Kenyataan :

Skor Sangat Tidak Penting dan Sangat Tidak Puas = 1 x 5 = 5 (20%)


Skor Kurang Penting dan Kurang Puas = 2 x 5 = 10 (40%)
Skor Penting dan Puas = 3 x 5 = 15 (60%)
Skor Cukup Penting dan Cukup Puas = 4 x 5 = 20 (80%) Skor
Sangat Penting dan Sangat Puas = 5 x 5 = 25 (100%)
1. Pertanyaan dalam dimensi responsiveness dibagi menjadi 5 pertanyaan
mengenai atribut yang mewakilinya dengan menggunakan skala Likert
dimana, Skala yang terdiri atas 5 pilihan jawab yaitu : Sangat Puas = 5,
Cukup Puas = 4, Puas = 3, Kurang puas = 2, Sangat Tidak puas = 1,
dimana pertanyaan terbagi 2 bagian yaitu Pada Tingkat Harapan dan
Tingkat Kenyataan :

Skor Sangat Tidak Penting dan Sangat Tidak Puas = 1 x 5 = 5 (20%)


Skor Kurang Penting dan Kurang Puas = 2 x 5 = 10 (40%)
Skor Penting dan Puas = 3 x 5 = 15 (60%)
Skor Cukup Penting dan Cukup Puas = 4 x 5 = 20 (80%)
Skor Sangat Penting dan Sangat Puas = 5 x 5 = 25 (100%)

2. Pertanyaan dalam dimensi assurance dibagi menjadi 5 pertanyaan


mengenai atribut yang mewakilinya dengan menggunakan skala Likert
dimana, Skala yang terdiri atas 5 pilihan jawab yaitu : Sangat Puas = 5,
Cukup Puas = 4, Puas = 3, Kurang puas = 2, Sangat Tidak puas = 1,
dimana pertanyaan terbagi 2 bagian yaitu Pada Tingkat Harapan dan
Tingkat Kenyataan :

Skor Sangat Tidak Penting dan Sangat Tidak Puas = 1 x 5 = 5 (20%)


Skor Penting dan Puas = 3 x 5 = 15 (60%)
Skor Cukup Penting dan Cukup Puas = 4 x 5 = 20 (80%)
Skor Sangat Penting dan Sangat Puas = 5 x 5 = 25 (100%)

3. Pertanyaan dalam dimensi responsiveness dibagi menjadi 5 pertanyaan


mengenai atribut yang mewakilinya dengan menggunakan skala Likert
dimana, Skala yang terdiri atas 5 pilihan jawab yaitu : Sangat Puas = 5,
Cukup Puas = 4, Puas = 3, Kurang puas = 2, Sangat Tidak puas = 1,
dimana pertanyaan terbagi 2 bagian yaitu Pada Tingkat Harapan dan
Tingkat Kenyataan :
Skor Sangat Tidak Penting dan Sangat Tidak Puas = 1 x 5 = 5 (20%)
Skor Kurang Penting dan Kurang Puas = 2 x 5 = 10 (40%)
Skor Penting dan Puas = 3 x 5 = 15 (60%)
Skor Cukup Penting dan Cukup Puas = 4 x 5 = 20 (80%)
Skor Sangat Penting dan Sangat Puas = 5 x 5 = 25 (100%)

4. Pertanyaan dalam dimensi assurance dibagi menjadi 5 pertanyaan


mengenai atribut yang mewakilinya dengan menggunakan skala Likert
dimana, Skala yang terdiri atas 5 pilihan jawab yaitu : Sangat Puas = 5,
Cukup Puas = 4, Puas = 3, Kurang puas = 2, Sangat Tidak puas = 1,
dimana pertanyaan terbagi 2 bagian yaitu Pada Tingkat Harapan dan
Tingkat Kenyataan :

Skor Sangat Tidak Penting dan Sangat Tidak Puas = 1 x 5 = 5 (20%)


Skor Kurang Penting dan Kurang Puas = 2 x 5 = 10 (40%)
Skor Penting dan Puas = 3 x 5 = 15 (60%)
Skor Cukup Penting dan Cukup Puas = 4 x 5 = 20 (80%)
Skor Sangat Penting dan Sangat Puas = 5 x 5 = 25 (100%)

1. Pertanyaan dalam dimensi empathy dibagi menjadi 5 atribut yang mewakili


dengan menggunakan skala Likert dimana, Skala yang terdiri atas 5 pilihan
jawab yaitu : Sangat Puas = 5, Cukup Puas = 4, Puas = 3, Kurang puas = 2,
Sangat Tidak puas = 1, dimana pertanyaan terbagi 2 bagian yaitu Pada
Tingkat Harapan dan Tingkat Kenyataan :

Skor Sangat Tidak Penting dan Sangat Tidak Puas = 1 x 5 = 5 (20%)


Skor Kurang Penting dan Kurang Puas = 2 x 5 = 10 (40%)
Skor Penting dan Puas = 3 x 5 = 15 (60%)
Skor Cukup Penting dan Cukup Puas = 4 x 5 = 20 (80%)
Skor Sangat Penting dan Sangat Puas = 5 x 5 = 25 (100%)
Pendistribusian jawaban tingkat kenyataan dan tingkat harapan
responden adalah untuk mengetahui seberapa puas ataupun seberapa
penting atribut-atribut yang mewakili dimensi masing-masing kualitas
pelayanan bagi responden dalam hal ini pasien rawat jalan.

1. Perhitungan Skor Tingkat Kenyataan dan Tingkat Harapan

Sebelum dianalisis, skor setiap atribut perlu dihitung dengan cara setiap
atribut diskorkan (Jumlah responden dalam setiap atribut dikalikan dengan
skor jawaban dalam skala likert) lalu ditotalkan secara keseluruhan
kemudian dirata-ratakan. Pada rataan tingkat kenyataan dan tingkat harapan
tersebut akan dibandingkan dengan rataan skor atribut untuk menunjukkan
atribut-atribut yang dianggap sangat penting dan kualitas pelayanan yang
dianggap sudah berjalan secara optimal sesuai dengan apa yang diinginkan.

Jika penilaian rataan skor atribut berada diatas rataan skor secara
keseluruhan maka dikatakan atribut tersebut dianggap penting / kualitas
pelayanan sudah baik. Sebaliknya, rataan skor atribut berada dibawah skor
rataan keseluruhan maka dikatakan atribut tersebut dianggap tidak penting/
kualitas pelayanan masih kurang baik.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menyebarkan kusioner.


Kuesioner, yaitu metode pengumpulan data secara formal yang dilakukan
dengan membagikan kuesioner kepada responden untuk menjawab pertanyaan
yang telah disediakan. Pertanyaan dalam kuesioner untuk masing-masing
variabel dalam penelitian ini dikur dengan menggunakan Skala Likert, dimana
nilai variabel yang diukur dengan instrument tertentu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka yang akan disajikan dalam bentuk tabel.
Achmad (2013) menerangkan bahwa skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap atau pendapat seseorang atau sejumlah kelompok terhadap
sebuah fenomena sosial yang dimana jawaban setiap item instrumen
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Dengan skala
likert variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.
Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Berikut adalah skala
yang dipakai pada penelitian ini jawaban sangat tidak puas diberi skor 1,
jawaban kurang puas diberi skor 2, jawaban puas diberi skor 3, jawaban cukup
puas diberi skor 4, dan jawaban sangat puas diberi skor 5
Skala yang diukur yaitu perolehan skor rata-rata dari tingkat
kenyataan dan tingkat harapan pada tiap atribut kualitas pelayanan.

3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui tahap editing, coding, entry data dan
cleaning.

a. Tahap editing

Tahap editing yaitu mengecek tiap keusioner yang sudah terisi.


Jawaban kuesioner dicek kembali untuk melihat kelengkapan jawaban.
3. Tahap coding

Tahap coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf


menjadi data angka atau bilangan. Untuk jawaban sangat tidak puas diberi
skor 1, jawaban kurang puas diberi skor 2, jawaban puas diberi skor 3,
jawaban cukup puas diberi skor 4, dan jawaban sangat puas diber skor 5.

c. Tahap entry data


Tahap entry data yaitu memasukkan data dalam program komputer.
Program komputer yang digunakan untuk perhitungan (menghitung
presentase dan rata-rata) dan analisis dengan tingkat kesesuaian SPSS 16.0
digunakan untuk analisis tingkat harapan dan tingkat kenyataan.
Tahap cleaning
Tahap cleaning yaitu pengecekan kembali data yang telah dimasukkan
untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam proses penginputan
data.

I. Analisis Data

Setelah tidak ada kesalahan dalam pemasukan data, maka data akan
dianalisis guna mendapatkan informasi. Analisis pada penelitian ini adalah
analisis univariat dengan metode Importance Performance Analysis (IPA).
Metode IPA dilakukan dengan menghitung tingkat kesesuaian antara tingkat
kenyataan dan tingkat harapan.

J. Penyajian Data

Data yang telah dikumpulkan, diolah dan dianalisis kemudian ditampilkan


dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan/narasi.
3.2 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Tabel 3. 1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

No Variabel Definisi Alat Pengukuran Kategori Skala


Ukur
1 2 3 4 5 6 7
1. Reliability Yaitu Kuesi Skala yang a. Kurang Ordinal
(dapat kemampuan oner terdiri dari 5 bila 8-18 :
dipercaya) untuk pilihan b. Sedang
memberikan jawaban yaitu : bila 19-29.
pelayanan Jawaban c. Baik bila
dengan sangat baik 30-40.
segera, tepat skor 5, (Saifudin
(akurat), dan Jawaban baik Azwar,
memuaskan skor 4, 2004 :
(Bustami, Jawaban 107)
2011 : 5) sedang skor 3,
Jawaban buruk
skor 2,
Jawaban
sangat buruk
skor 1,
(Sugiyono,
2010:135).
2. Assurance Meliputi Kuesi Skala yang a. Kurang Ordinal
(jaminan) kompetensi oner terdiri dari 5 bila 4-9
pelayanan pilihan b. Sedang
kesehatan, jawaban yaitu : bila 16-24
keramahan Jawaban c. Baik bila
(sopan sangat baik 16-20.
santun) skor 5, (Saifudin
kepada Jawaban baik Azwar,
pasien, dan skor 4, 2004 :
keamanan Jawaban 107)
operasinya sedang skor 3,
(bebas dari Jawaban buruk
bahaya dan skor 2,
bebas dari Jawaban
risiko keragu- sangat buruk
raguan) skor 1,
(Bustami, (Sugiyono,
2011:6). 2010:135).
3. Tangible Meliputi Kuesi Skala yang a. Kurang Ordinal
(nyata/ penampilan oner terdiri dari 5 bila 7-15.
tampak/ fasilitas fisik, pilihan b. Sedang
Bukti peralatan- jawaban yaitu : bila 16-
langsung) peralatan, Jawaban 24.
sumber daya sangat baik c. Baik bila
manusia skor 5, 25-33.
(petugas Jawaban baik (Saifucin
kesehatan) skor 4, Azwar,
serta alat Jawaban 2004 :
komunikasi sedang skor 3, 107).
(Ali Ghufron Jawaban buruk
Mukti, skor 2,
2007:77) Jawaban
sangat buruk
skor 1,
(Sugiyono,
2010:135).
4. Empathy Yaitu Kuesi Skala yang a. Kurang Ordinal
(empati) kemampuan oner terdiri dari 5 bila 5-11.
petugas pilihan b. Sedang
dalam jawaban yaitu : bila 16-
menempatka Jawaban 24.
n dirinya sangat baik c. Baik bila
pada pasie, skor 5, 25-33.
kemudahan Jawaban baik (Saifudin
dalam skor 4, Azwar,
menjalin Jawaban 2004 :
hubungan sedang skor 3, 107)
dan Jawaban buruk
komunikasi skor 2,
termasuk Jawaban
perhatiannya sangat buruk
terhadap skor 1,
pasien, serta (Sugiyono,
dapat 2010:135).
memahami
kebutuhan
pasien
(Bustami,
2011:6)
5. Responsiv Meliputi Kuesi Skala yang a. Kurang Ordinal
Eness kesigapan oner terdiri dari 5 bila 5-11.
(sikap petugas pilihan b. Sedang
responsif/ dalam jawaban yaitu : bila 12-18
Daya memberikan Jawaban c. Baik bila
tanggap) pelayanan sangat baik 19-25.
secara tepat skor 5, (Saifudin
dan cepat, Jawaban baik Azwar,
kecepatan skor 4, 2004 :
dan ketepatan Jawaban 107).
menangani sedang skor 3,
permintaan, Jawaban buruk
pertanyaan, skor 2,
keluhan, dan Jawaban
masalah dari sangat buruk
pelanggan, skor 1,
serta (Sugiyono,
kesediaan 2010:135).
menangani
(Mukti, A.G,
2007:77 dan
Bustami,
2011:5)
6. Tingkat Kepuasan Kuesi Skala yang a. Tidak Ordinal
Kepuasan pasien adalah oner terdiri dari 5 Puas bila
Pasien perasaan pilihan 11-32.
rawat inap senang, puas jawaban yaitu : b. Puas bila
puskesmas individu Jawaban 33-55.
karena sangat puas (Saifudin
terpenuhinya skor 5, Azwar,
harapan atau Jawaban puas 2004 :
keinginan skor 4, 107).
dalam Jawaban
menerima sedang skor 3,
Jasa Jawaban tidak
pelayanan puas skor 2,
kesehatan Jawaban
(Daryanto Sangat tidak
Dan Ismail puas skor 1,
Setyabudi, (Sugiyono,
2014:127). 2010:135).

3.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau hubungan yang
diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris, biasanya hipotesis
terdiri dari pernyataan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan antara dua variabel yaitu
variabel bebas (independent variables) dan variabel terikat (dependent variables) (Soekidjo
Notoatmojo, 2010 : 107). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

3.4.1 Hipotesis Mayor

Ada hubungan antara kepuasan pasien terhadap mutu layanan drawat inap di
Puskesmas Ciampea tahun 2019
3.4.2 Hipotesis Minor

Adapun hipotesis minor dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara dimensi Tangibles (Tampilan) dengan tingkat


kepuasan pasien Rawat Inap di puskesmas Ciampea tahun 2019.

2. Ada hubungan antara dimensi Reliability (Kehandalan) dengan tingkat


kepuasan pasien Rawat Inap di puskesmas Ciampea tahun 2019

3. Ada hubungan antara dimensi Responsiveness (Ketanggapan) dengan


tingkat kepuasan pasien Rawat Inap di puskesmas Ciampea tahun 2019.

4. Ada hubungan antara dimensi Assurance (Keyakinan) dengan tingkat


kepuasan pasien Rawat Inap di puskesmas Ciampea tahun 2019
5. Ada hubungan antara dimensi Emphaty (Empati) dengan tingkat kepuasan
pasien Rawat Inap di puskesmas Ciampea tahun 2019
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini tentang evaluasi terhadap mutu pelayanan Puskesmas dengan jenis
atau rancangan penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif melalui pendekatan
kuantitatif. Penelitian deskriptif sebagaimana yang dikatakan Gultom (2008)
menyebutkan bahwa penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan pengaruh, tidak
menguji hipotesis atau membuat prediksi. Kemudian hasil penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan metode IPA (Importance Performance Analysis) untuk membandingkan
kenyataan dan harapan kepuasan pasien

4.2 Waktu Dan Tempat Penelitian


4.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ciampea Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor
tahun 2019.
4.2.2 Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret tahun 2019.

4.3 Populasi Dan Sampel


4.3.1 Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek (satuan-satuan/individu-individu) yang
karakteristiknya hendak diduga (Subagyo dan Djarwanto, 2005 :93). Pada penelitian
ini populasi yang digunakan adalah populasi dari semua pasien rawat inap pada
Puskesmas Ciampea. Jumlah kunjungan pasien rawat inap bulan Febuari tahun 2019
yaitu sebanyak 87 orang.
a. Kriteria Sampel
Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum
dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi maupun kriteria
eksklusi (Soekidjo Notoatmodjo, 2010 : 130)

1). Kriteria Inklusi


Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Soekidjo Notoatmodjo, 2010 :
130). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Puskesmas
Ciampea yang dirawat pada saat pengumpulan data serta bersedia menjadi responden.

2). Kriteria Eksklusi


Kriteria Eksklusi adalah sebagian subjek yang memenuhi kriteria inklusi, yang
harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai sebab yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian sehingga terjadi bias (Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni, 2013 : 167)
Kriteria ekslusi yaitu pasien yang tidak bersedia menjadi responden.

4.3.2 Sampel
Sampel Penelitian adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi
(Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni, 2013 : 167). Dengan demikian sampel
merupakan bagian dari populasi yang dijadikan subyek penelitian. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di Puskesmas Ciampea. Cara
pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling, yaitu pasien yang dirawat
saat ditemui oleh peneliti. Setiap orang yang pernah dirawat inap di Puskesmas
Ciampea pada bulan Maret 2019. Penentuan besar sampel dalam penelitian ini
ditentukan dengan rumus Slovin, yaitu sebagai berikut :

N
n=
1+ N . e 2
Keterangan :
n : Besar sampel yang digunakan
N: Jumlah populasi
e : Batas toleransi kesalahan (0,05)
Sumber : (Rusmiati, 2015)

87
n=
1+87 ( 0.1 )2
87
n=
1+ 87 ( 0.01 )
87
n=
1,87
n = 46,5 = 46

Untuk menghindari drop out ditambahkan 10% maka : 0,1 x 46,5 = 4,65 = 5.
Maka sampel dalam penelitian ini sebesar : 46 + 5 = 51 orang.

4.4 Instrumen Pengambilan Data


Data penelitian yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer berupa data dari kuesioner. Data sekunder berupa data pendukung yang berasal
dari data atau dokumen yang diambil dari Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian,
sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan Kepuasan pelanggan/pasien,
Artikel, dan Jurnal – jurnal dari penelitian sebelumnya
4.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
alat pengukuran atau alat pengambil data, langsung pada subyek sebagai sumber
informasi yang dicari (Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni, 2013 : 178). Dalam
penelitian ini data primer diperoleh dari kuesioner atau penyebaran daftar pertanyaan
dengan responden yaitu pasien rawat inap Puskesmas Ciampea untuk mendapatkan
data tentang mutu pelayanan kesehatan dan tingkat kepuasan responden. Kuesioner
berisi pertanyaan-pertanyaan yang sudah terdapat pilihan atau alternatif jawaban.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber lain (Bustami, 2011:
73). Menurut Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni (2013: 178), data sekunder adalah
data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari
subjek penelitian. Data yang diperoleh dari Puskesmas Ciampea berupa jumlah pasien
rawat inap, dan data geografis wilayah kerja Puskesmas Ciampea.

4.5 Instumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti
lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 2006 :
160). Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pertanyaan
dalam kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini bersifat tertutup dengan jawaban
yang sudah disediakan
Daftar pertanyaan mencakup 5 dimensi kualitas pelayanan, yaitu :
a. Dimensi tangibles mencakup pertanyaan nomor 1 sampai 5
b. Dimensi realibility mencakup pertanyaan nomor 6 dan 1
c. Dimensi responsiveness mencakup pertanyaan nomor 11 sampai 1
d. Dimensi assurance mencakup pertanyaan nomor 16 sampai 2
e. Dimensi empathy mencakup pertanyaan nomor 21 sampai 25

4.5.1 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menyebarkan kusioner.
Kuesioner, yaitu metode pengumpulan data secara formal yang dilakukan
dengan membagikan kuesioner kepada responden untuk menjawab pertanyaan
yang telah disediakan. Pertanyaan dalam kuesioner untuk masing-masing
variabel dalam penelitian ini dikur dengan menggunakan Skala Likert, dimana
nilai variabel yang diukur dengan instrument tertentu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka yang akan disajikan dalam bentuk tabel.
Achmad (2013) menerangkan bahwa skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap atau pendapat seseorang atau sejumlah kelompok terhadap
sebuah fenomena sosial yang dimana jawaban setiap item instrumen
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Dengan skala
likert variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.
Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Berikut adalah skala
yang dipakai pada penelitian ini jawaban sangat tidak puas diberi skor 1,
jawaban kurang puas diberi skor 2, jawaban puas diberi skor 3, jawaban cukup
puas diberi skor 4, dan jawaban sangat puas diberi skor 5
Skala yang diukur yaitu perolehan skor rata-rata dari tingkat

kenyataan dan tingkat harapan pada tiap atribut kualitas pelayanan.

4.5.1.1 Data Primer

Metode pengambilan data primer yaitu dengan :


1. Kuesioner, terdiri dari pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi tentang tanggapan atau apa yang diketahui
responden mengenai mutu pelayanan kesehatan.
2. Jenis Kelamin
3. Umur Responden
4. Pekerjaan responden

4.5.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang sudah dalam bentuk dokumen diperoleh dari
Puskesmas Ciampea. Metode pengambilan data sekunder dengan wawancara. Data
sekunder dalam penelitian ini meliputi :

1. Data wilayah kerja Puskesmas Ciampea


2. Data jumlah kunjungan pasien rawat inap Puskesmas Ciampea

4.5.2 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian dioleh dan dianalisis


menggunakan komputer. Dalam pengolahan data-data penelitian dilakukan langkah-
langkah berikut :

4.5.2.1 Editing
Tahap editing yaitu mengecek tiap keusioner yang sudah terisi.
Jawaban kuesioner dicek kembali untuk melihat kelengkapan jawaban.

4.5.2.2Tahap coding
Tahap coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan. Untuk jawaban sangat tidak puas diberi
skor 1, jawaban kurang puas diberi skor 2, jawaban puas diberi skor 3,
jawaban cukup puas diberi skor 4, dan jawaban sangat puas diber skor 5.

4.5.2.3 Tahap entry data


Tahap entry data yaitu memasukkan data dalam program komputer.
Program komputer yang digunakan untuk perhitungan (menghitung
presentase dan rata-rata) dan analisis dengan tingkat kesesuaian SPSS 16.0
digunakan untuk analisis tingkat harapan dan tingkat kenyataan.

4.5.2.4 Tahap cleaning


Tahap cleaning yaitu pengecekan kembali data yang telah dimasukkan
untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam proses penginputan data.

4.5.3 Analisis Data


Setelah tidak ada kesalahan dalam pemasukan data, maka data akan dianalisis
guna mendapatkan informasi. Analisis pada penelitian ini adalah analisis univariat
dengan metode Importance Performance Analysis (IPA). Metode IPA dilakukan dengan
menghitung tingkat kesesuaian tingkat kenyataan dan tingkat harapan

4.5.4 Penyajian Data

Data yang telah dikumpulkan, diolah dan dianalisis kemudian


ditampilkan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan/narasi.
DATA DEMOFRAFI PUSKESMAS

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian


4.1.1 Keadaan Geografis

Desa Ciampea merupakan salah satu desa dari 4 desa yang termasuk cakupan
wilayah Kecamatan Ciampea. Desa Ciampea secara geografi memiliki ketinggian
±1500 mdpl dan memiliki suhu rata-rata 34 oC. Desa Ciampea memiliki luas sebesar
246 Ha dengan perbatasan wilayah :
1. Sebelah Utara : Kali Sadane / Desa RancaBungur
2. Sebelah Selatan : Desa Bojong Rangkas
3. Sebelah Timur : Kali Cikarang / Desa Ciaruteun Ilir
4. Sebelah Barat : Desa Benteng

4.1.2 Kependudukan
Penduduk Desa Ciampea berjumlah 12.080 jiwa. Laki-laki 6.437 jiwa,
perempuan 5.643 jiwa dengan jumlah KK 3.327. Distribusi jumlah penduduk
menurut kepala keluarga dan jenis kelamin sebagai berikut:
1. Jumlah Penduduk Menurut
a. Jenis Kelamin
1) Laki-laki : 6.437 Orang
2) Perempuan : 5.643 Orang

Jumlah : 12.080 Orang


b. Kepala Keluarga : 3.327 KK
c. Kewarga Negaraan

WNI : Laki-laki : 6.437 Orang


Perempuan : 5.643 Orang
WNA : Laki-laki : 6.437 Orang
Perempuan : 5.643 Orang
d. Lulus Pendidikan Umum

Taman Kanak-Kanak : 770 Orang


Sekolah Dasar : 2.000 Orang
SMP/SLTP : 750 Orang
SMA/SLTA : 700 Orang
Sarjana (S1-S3) : 61 Orang
e. Lulus Pendidikan Khusus

Pondok Pesantren : 40 Orang


Madrasah : 150 Orang
Pendidikan Keagamaan : 10 Orang
Sekolah Luar Biasa : -
Kursus Keterampilan : -
f. Mata Pencaharian
a) Karyawan
1) Pegawai Negeri Sipil : 60 Orang
2) ABRI/TNI : 4 Orang
3) Swasta : 1.114 Orang
b) Wiraswasta / Pedagang : 890 Orang
c) Tani : 80 Orang
d) Pertukangan : 59 Orang
e) Buruh Tani : 200 Orang
f) Pensiunan : 27 Orang
g) Tukang Ojek : 50 Orang
h) Tukang Las : 16 Orang
i) Buruh Pabrik : 691 Orang
j) Sopir Angkot : 60 Orang
k) Pemulung : 30 Orang
l) Pengrajin : 40 Orang
m) Penjahit : 60 Orang
n) Lain-lain : 879 Orang
4.1.3 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Desa Ciampea adalah sebagai berikut :


Bidan Praktek Swasta : 4
Poliklinik / Balai Pelayanan Masyarakat : 1
Posyandu : 13
Lansia : 2
Apotik / Depot Obat : 1
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan menyebarkan


kuesioner kepada pasien yang di rawat di Puskesmas Ciampea. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh informasi/respon pasien yang nantinya akan dijadikan sebagai data
dalam penelitian ini, kuesioner yang disebarkan terdiri dari dua bagian yaitu bagian
pertama tentang harapan dan bagian kedua tentang kenyataan pasien pada layanan
rawat inap. Untuk melengkapi penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak 51
responden. Karakteristik responden yang telah dihimpun berdasarkan 51 kuesioner
yang telah disebar yaitu disesuaikan dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan
peneliti. Penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Ciampea kemudian diolah dan
dianalisis dengan analisis univariat untuk menganalisis tiap variabel dengan metode
IPA guna mendapatkan informasi tentang kenyataan dan harapan pasien yang
mendapatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Ciampea.

5.2 Hasil Analisis Penelitian

a. Distribusi Jawaban Tingkat Kenyataan Responden Pada Mutu Layanan Rawat


Inap Di Puskesmas Ciampea
1) Dimensi Tangibles
Dimensi tangibles (bukti fisik) menjelaskan berupa pelayanan dapat
dilihat secara fisik, fasilitas fisik (kelengkapan fasilitas), penampilan petugas
kesehatan dan berpakaian rapi, serta memperhatikan kebersihan ruangan.

74
Tabel 1. Distribusi Jawaban Tingkat Kenyataan Responden Pada Mutu Layanan
Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea Terhadap Tangibles
Jawaban
Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1 TA1 0 0% 0 0% 2 4% 7 13,7 42 82,3 51 100%
2 TA2 9 17,7% 26 50,9% 8 15,7% 5 9,8% 3 5,9% 51 100%
3 TA3 6 11,7% 9 17,7% 21 41,2% 10 19,6% 5 9,8% 51 100%
4 TA4 0 0% 7 13,7% 21 41,2% 12 23,6% 11 21,6% 51 100%
5 TA5 0 0% 0 0% 11 21,6% 26 50,9% 14 27,5% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi tangibles diwakilkan oleh lima atribut yang mewakili, yaitu


tersedianya ruang observasi atau tindakan (T1), tersedianya ruang bersalin
yang memadai (T2), tersedianya ruang tunggu yang nyaman dan memadai
(T3), ruang rawat inap yang nyaman (T4), dan penampilan petugas kesehatan
(T5).
Tabel 1 diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
tersebar pada jawaban sangat tidak puas hingga sangat puas. Artinya persepsi
responden atas kenyataan atribut dimensi tangibles yang diterima beragam
sesuai dengan persepsi responden.
2) Dimensi Reliability
Dimensi reliability (kehandalan) menjelaskan elemen yang berkaitan
dengan kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dapat diandalkan dan
dilaksanakan oleh pelaksana pelayanan kesehatan sesuai yang dijanjikan
dengan segera, akurat, dan memuaskan. Kehandalan berhubungan dengan
kinerja atau kemampuan seorang petugas pemberi pelayanan. Tuntutan
kehandalan petugas dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah
dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam
memperlihatkan aktualisasi kerja petugas dalam memahami lingkup dan uraian
kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam
memberikan pelayanannya.

Tabel 2. Distribusi Jawaban Tingkat Kenyataan Responden Pada Mutu


Layanan Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Reability
Jawaban
Sangat Kurang Cukup Sangat Total

75
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1 RE1 1 2% 11 21,6% 29 56,8% 7 13,7% 3 5,9% 51 100%
2 RE2 0 0% 6 11,7% 30 58,8% 14 27,5% 1 2% 51 100%
3 RE3 1 2% 4 7,8% 32 62,8% 10 19,6% 4 7,8% 51 100%
4 RE4 0 0% 3 5,9% 30 58,8% 14 27,5% 4 7,8% 51 100%
5 RE5 0 0% 19 37,2% 22 43,1% 8 15,7% 2 4% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi reliability diwakilkan oleh lima atribut yang mewakili,


yaitu petugas menanggapi pertanyaan dengan baik (RL1), kehandalan
petugas memberitahukan cara perawatan pasien (RL2), kehandalan petugas
dalam memberikan pelayanan (RL3), petugas handal dalam menjelaskan
penyakit yang diderita oleh pasien dengan baik dan jelas (RL4), dan
pelayanan pemeriksaan diagnosis dan perawatan yang cepat dan tepat
(RL5).

Tabel 2 diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden


tersebar dan mayoritas pada jawaban puas. Artinya persepsi responden atas
kenyataan atribut dimensi Reability yang diterima bermacam-macam.
3) Dimensi Responsiveness

Dimensi responsiveness (ketanggapan) menjelaskan kemampuan


dan kesiapan petugas untuk menolong pasien dan ketersediaan untuk
melayani pasien dengan baik. Elemen yang berkaitan dengan kesediaan
petugas kesehatan dalam membantu dan memberikan layanan yang terbaik
bagi pasien

76
Tabel 3. Distribusi Jawaban Tingkat Kenyataan Responden Pada Mutu Layanan
Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Responsiveness
Jawaban

Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %


1 RS1 1 2% 16 31,4% 26 50.9% 6 11,7% 2 4% 51 100%
2 RS2 1 2% 11 21,6% 30 58,8 6 11,7% 3 5,9% 51 100%
3 RS3 3 5,9% 27 53% 11 21,6% 6 11,7% 4 7,8% 51 100%
4 RS4 0 0% 5 9,8% 35 68,5% 9 17,7% 2 4% 51 100%
5 RS5 0 0% 7 13,7% 30 58,8% 11 21,6% 3 5,9% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi responsiveness diwakilkan oleh lima atribut yang


mewakili, yaitu Petugas kesehatan tanggap dalam melayani pasien (RS1),
petugas kesehatan menerima dan melayani pasien dengan baik (RS2),
petugas kesehatan tanggap melakukan tindakan secara tepat (RS3), petugas
tanggap dalam setiap kondisi pasien (RS4), tindakan cepat pada saat pasien
membutuhkan pelayanan (RS5).
Tabel 3 diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
mayoritas pada jawaban puas yaitu sebesar 68,5%. Artinya mayoritas
penilaian responden dalam hal ini pasien menganggap sudah puas pada
atribut yang mewakili dimensi responsiveness tersebut
4) Dimensi Assurance
Dimensi assurance (jaminan) menjelaskan bentuk jaminan atau
kepastian rasa aman dan nyaman pada saat pemeriksaan, bebas dari resiko atau
kehilangan, keamanan fisik, bertanggung jawab atas semua tindakan yang
dilakukan, mampu meminimalkan terjadinya resiko/ efek samping,
menghargai hak pribadi pasien, meminta izin terlebih dahulu sebelum
memeriksa, dan teliti dalam memberikan pelayanan kesehatan.

77
Tabel 4. Distribusi Jawaban Tingkat Kenyataan Responden Pada Mutu Layanan
Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Assurance
Jawaban
Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
39,2
1 AS1 20 % 3 5,9% 21 41,2% 0 0% 7 13,7% 51 100%
45,1
2 AS2 23 % 1 2% 18 35,2% 0 0% 9 17,7% 51 100%
35,2
3 AS3 18 % 2 4% 13 25,5% 1 2% 17 33,3% 51 100%
4 AS4 25 49% 4 7,8% 14 27,5% 0 0% 8 15,7% 51 100%
27,5
5 AS5 14 % 4 7,8% 24 47% 0 0% 9 17,7% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi assurance diwakilkan oleh lima atribut yang mewakili


yaitu petugas kesehatan mampu menjaga kerahasiaan diagnosa penyakit
pasien (A1), petugas kesehatan memberikan kesempatan bertanya kepada
pasien (A2), terciptanya suasana aman di lingkungan puskesmas khususnya
ruang rawat inap (A3), petugas bagian farmasi memberikan informasi
terkait aturan konsumsi obat (A4), dan kemampuan petugas dalam
mendiagnosa penyakit (A5).
Tabel 4 diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
tersebar mulai dari sangat tidak puas dengan presentasi paling kecil sampai
dengan sangat puas. Artinya penilaian responden pada dimensi tersebut
cenderung beragam.
5) Dimensi Empathy

Dimensi empathy (Empati) menjelaskan bentuk petugas yang


memahami dan menempatkan diri pada keadaan yang dihadapi atau yang
dialami oleh pasien, sabar dan telaten dalam menghadapi pasien, memiliki
rasa hormat dan bersahabat, dan senantiasa memperlakukan pasien dengan
baik, serta memperlihatkan rasa simpati.

78
Tabel 5. Distribusi Jawaban Tingkat Kenyataan Responden Pada Mutu Layanan
Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Emphati
Jawaban
Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1 EM1 0 0% 13 25,5% 14 27,5% 10 19,5 14 27,5% 51 100%
2 EM2 1 2% 13 25,5% 14 27,5% 22 43% 1 2% 51 100%
3 EM3 0 0% 4 7,8% 32 62,7% 12 23,6% 3 5,9% 51 100%
4 EM4 0 0% 2 4% 11 21,6% 30 58,7% 8 15,7% 51 100%
5 EM5 1 0% 7 13,7 29 56,7% 12 23,6% 2 4% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi empathy diwakilkan oleh lima atribut yang mewakili yaitu


kesopanan dan keramahan petugas kesehatan (E1), keobyektifan petugas
kesehatan dalam melayani pasien (E2), izin ketika akan melakukan
pemeriksaan (E3), terciptanya suasana kekeluargaan antar petugas dengan
pasien (E4), dan ucapan terimakasih petugas kesehatan terhadap pasien
(E5)
Tabel 5, diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
tersebar mulai dari sangat tidak puas sampai sangat puas. Artinya penilaian
responden pada dimensi tersebut cenderung beragam.

b. Distribusi Jawaban Tingkat Harapan Responden Pada Mutu Layanan Rawat Inap
Di Puskesmas Ciampea
3) Dimensi Tangibles
Dimensi tangibles (bukti fisik) menjelaskan berupa pelayanan dapat dilihat
secara fisik, fasilitas fisik (kelengkapan fasilitas), penampilan petugas
kesehatan dan berpakaian rapi, serta memperhatikan kebersihan ruangan.

Tabel 6. Distribusi Jawaban Tingkat Harapan Responden Pada Mutu Layanan


Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Tangibles

79
Jawaban
Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1 TA1 0 0% 2 4% 8 15,7% 20 39,2% 21 41,1% 51 100%
2 TA2 0 0% 1 2% 24 47% 12 23,5% 14 27,5% 51 100%
3 TA3 0 0% 0 0% 28 54,9% 7 13,7% 16 31,4% 51 100%
4 TA4 0 0% 0 0% 16 31,4% 16 31,4% 19 37,2% 51 100%
5 TA5 0 0% 1 2% 25 49% 9 17,6% 16 31,4% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi tangibles diwakilkan oleh lima atribut yang mewakili,


yaitu tersedianya ruang observasi atau tindakan (T1), tersedianya ruang
bersalin yang memadai (T2), tersedianya ruang tunggu yang nyaman dan
memadai (T3), ruang rawat inap yang nyaman (T4), dan penampilan petugas
kesehatan (T5)
Tabel 6, diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
mayoritas pada jawaban penting yaitu sebesar 57%. Artinya mayoritas
responden menganggap penting dan berharap pada atribut yang mewakili
dimensi tangibles tersebut.
2) Dimensi Reliability

Dimensi reliability (kehandalan) menjelaskan elemen yang


berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dapat
diandalkan dan dilaksanakan oleh pelaksana pelayanan kesehatan sesuai yang
dijanjikan dengan segera.

80
Tabel 7. Distribusi Jawaban Tingkat Harapan Responden Pada Mutu Layanan
Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Reability
Jawaban
Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1 RE1 0 0% 0 0% 19 37,2% 14 27,5% 18 35,3% 51 100%
2 RE2 0 0% 0 0% 14 27,5% 15 29,4% 22 43,1% 51 100%
3 RE3 0 0% 1 2% 18 35,3% 15 29,4% 17 33,3% 51 100%
4 RE4 0 0% 0 0% 12 23,6% 17 33,3% 22 43,1% 51 100%
5 RE5 0 0% 0 0% 10 19,6% 16 31,4% 25 49% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi reliability diwakilkan oleh lima atribut yang mewakili,


yaitu petugas menanggapi pertanyaan dengan baik (RL1), kehandalan petugas
memberitahukan cara perawatan pasien (RL2), kehandalan petugas dalam
memberikan pelayanan (RL3), petugas handal dalam menjelaskan penyakit
yang diderita oleh pasien dengan baik dan jelas (RL4), dan pelayanan
pemeriksaan diagnosis dan perawatan yang cepat dan tepat (RL5).
Tabel 8, diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
mayoritas pada jawaban sangat penting yaitu sebesar 46%. Artinya mayoritas
menganggap sangat penting atau berharap pada atribut yang mewakili
reliability tersebut.
4) Dimensi Responsiveness

Dimensi responsiveness (ketanggapan) menjelaskan kemampuan


dan kesiapan petugas untuk menolong pasien dan ketersediaan untuk
melayani pasien dengan baik. Elemen yang berkaitan dengan kesediaan
petugas kesehatan dalam membantu dan memberikan layanan yang terbaik
bagi pasien

81
Tabel 8. Distribusi Jawaban Tingkat Harapan Responden Pada Mutu Layanan
Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Responsiveness
Jawaban

Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %


1 RS1 0 0% 0 0% 21 41,1% 14 27,5% 16 31,4% 51 100%
2 RS2 0 0% 0 0% 24 47% 10 19,6% 17 33,4% 51 100%
3 RS3 0 0% 0 0% 8 15,7% 16 31,4% 27 52,9% 51 100%
4 RS4 0 0% 0 0% 17 33,4% 15 29,4% 19 37,2% 51 100%
5 RS5 0 0% 0 0% 17 33,4% 15 29,4% 19 37,2% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi responsiveness diwakilkan oleh lima atribut yang


mewakili, yaitu Petugas kesehatan tanggap dalam melayani pasien (RS1),
petugas kesehatan menerima dan melayani pasien dengan baik (RS2),
petugas kesehatan tanggap melakukan tindakan secara tepat (RS3), petugas
tanggap dalam setiap kondisi pasien (RS4), tindakan cepat pada saat pasien
membutuhkan pelayanan (RS5).
Tabel 8, diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
mayoritas pada jawaban sangat penting yaitu sebesar 51%. Artinya
mayoritas responden menganggap sangat penting atau berharap pada atribut
yang mewakili dimensi responsiveness tersebut.

5) Dimensi Assurance
Dimensi assurance (jaminan) menjelaskan bentuk jaminan atau
kepastian rasa aman dan nyaman pada saat pemeriksaan, bebas dari resiko atau
kehilangan, keamanan fisik, bertanggung jawab atas semua tindakan yang
dilakukan, mampu meminimalkan terjadinya resiko/ efek samping,
menghargai hak pribadi pasien, meminta izin terlebih dahulu sebelum
memeriksa, dan teliti dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Tabel 9. Distribusi Jawaban Tingkat Harapan Responden Pada Mutu Layanan


Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Assurance

82
Jawaban
Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1 AS1 0 0% 0 0% 10 19,6% 23 45,1% 18 35,3% 51 100%
2 AS2 0 0% 0 0% 11 21,7% 21 41,1% 19 37,2% 51 100%
3 AS3 0 0% 0 0% 10 19,6% 23 45,1% 18 35,3% 51 100%
4 AS4 0 0% 0 0% 9 17,6% 20 39,2% 22 43,2% 51 100%
5 AS5 0 0% 0 0% 6 11,8% 25 49 20 39,2% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi assurance diwakilkan oleh lima atribut yang


mewakili yaitu petugas kesehatan mampu menjaga kerahasiaan diagnosa
penyakit pasien (A1), petugas kesehatan memberikan kesempatan bertanya
kepada pasien (A2), terciptanya suasana aman di lingkungan puskesmas
khususnya ruang rawat inap (A3), petugas bagian farmasi memberikan
informasi terkait aturan konsumsi obat (A4), dan kemampuan petugas
dalam mendiagnosa penyakit (A5).
Tabel 9, diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
beragam dan mayoritas pada jawaban cukup penting yaitu sebesar 50%.
Artinya mayoritas responden menganggap cukup penting atau berharap
pada atribut yang mewakili assurance tersebut.

5) Dimensi Empathy

Dimensi empathy (Empati) menjelaskan bentuk petugas yang


memahami dan menempatkan diri pada keadaan yang dihadapi atau yang
dialami oleh pasien, sabar dan telaten dalam menghadapi pasien, memiliki rasa
hormat dan bersahabat, dan senantiasa memperlakukan pasien dengan baik,
serta memperlihatkan rasa simpati

Tabel 10. Distribusi Jawaban Tingkat Harapan Responden Pada Mutu Layanan
Rawat Inap Di Puskesmas Ciampea terhadap dimensi Emphati
Jawaban
Sangat
Kurang Cukup Sangat Total
No. Atribut Tidak Puas
Puas Puas Puas
Puas

83
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1 EM1 0 0% 0 0% 15 29,4% 23 45,1% 13 25,5% 51 100%
2 EM2 0 0% 1 2% 18 35,4% 15 29,4% 17 29,4% 51 100%
3 EM3 0 0% 3 5,8% 24 47% 12 23,6% 12 23,6% 51 100%
4 EM4 0 0% 1 2% 27 52,9% 9 17,6% 14 27,5% 51 100%
5 EM5 1 0% 9 17,6% 24 47% 7 13,7% 11 21,7% 51 100%
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dimensi empathy diwakilkan oleh lima atribut yang mewakili yaitu


kesopanan dan keramahan petugas kesehatan (E1), keobyektifan petugas
kesehatan dalam melayani pasien (E2), izin ketika akan melakukan
pemeriksaan (E3), terciptanya suasana kekeluargaan antar petugas dengan
pasien (E4), dan ucapan terimakasih petugas kesehatan terhadap pasien
(E5)
Tabel 10, diperoleh informasi bahwa distribusi jawaban responden
beraneka ragam dan mayoritas pada jawaban penting yaitu sebesar 55%.
Artinya mayoritas responden menganggap penting atau berharap pada
atribut yang mewakili dimensi empathy tersebut.

c. Perhitungan Skor Tingkat Kenyataan dan Tingkat Harapan

Responden

Setiap pernyataan dalam kuesinoer diberi skor. Jawaban tidak


penting diberi skor 1, jawaban kurang penting diberi 2, jawaban
penting diberi skor 3, jawaban cukup penting diberi skor 4 dan
jawaban sangat penting diberi skor 5. Sebelum dianalisis, skor setiap
atribut perlu dihitung, Perhitungan skor setiap atribut dibagi menjadi
dua bagian yaitu skor tingkat kenyataan dan skor tingkat harapan.

1) Perhitungan Skor Tingkat Kenyataan Responden

Pada tingkat kenyataan, setiap atribut diskorkan lalu ditotal


dan dirata-ratakan. Dari tabel 11, diperoleh bahwa terdapat 11
atribut yang dianggap telah memadai atau kualitas pelayanannya
baik oleh responden yang ditunjukkan dengan penilaian rataan skor
atribut yang berada diatas rataan skor tingkat kenyataan.

84
Perhitungan skor tingkat kenyataan dimensi ditunjukkan pada tabel
11 berikut ini :

85
Tabel 11. Distribusi Perhitungan Skor Tingkat Kenyataan Responden

Jawaban

Sangat Total Rataan


Kurang Cukup Sangat
No. Atribut Tidak Penting Skor Skor
Penting Penting Penting
Penting Atribut Atribut
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor

1 TA1 0 0 0 0 2 6 7 28 42 210 213 4.17


2 TA2 9 9 26 52 8 24 5 20 3 15 120 2.35
3 TA3 6 6 9 18 21 63 10 40 5 25 152 2.98
4 TA4 0 0 7 14 21 63 12 48 11 55 142 2.78
5 TA5 0 0 0 0 11 33 26 104 14 70 207 4.05
6 RE1 1 1 11 22 29 87 7 28 3 15 153 3.00
7 RE2 0 0 6 12 30 90 14 56 1 5 163 3.19
8 RE3 1 1 4 8 32 96 10 40 4 20 165 3.23
9 RE4 0 0 3 6 30 90 14 56 4 20 172 3.37
10 RE5 0 0 19 38 22 66 8 32 2 10 146 2.86
11 RS1 1 1 16 32 26 78 6 24 2 10 145 2.84
12 RS2 1 1 11 22 30 90 6 24 3 15 127 2.49
13 RS3 3 3 27 52 11 33 6 24 4 20 132 2.58
14 RS4 0 0 5 10 35 105 9 36 2 10 161 3.15
15 RS5 0 0 7 14 30 90 11 44 3 15 163 3.19
16 AS1 20 20 3 6 21 63 0 0 7 35 174 3.41
17 AS2 23 23 1 2 18 54 0 0 9 45 124 2.43
18 AS3 18 18 2 4 13 39 1 4 17 85 113 2.21
19 AS4 25 25 4 8 14 42 0 0 8 40 115 2.25
20 AS5 14 14 4 8 24 72 0 0 9 45 153 3.00
21 EM1 0 0 13 26 14 42 10 40 14 70 162 3.17
22 EM2 1 1 13 26 14 42 22 88 1 5 152 2.98
23 EM3 0 0 4 8 32 96 12 48 3 15 167 3.27
24 EM4 0 0 2 4 11 33 30 120 8 40 157 3.07
25 EM5 1 1 7 14 29 117 12 48 2 10 190 3.72
Total Keseluruhan 3868 75.74
Rataan Skor Tingkat Kenyataan 3.02
2) Perhitungan Skor Tingkat Harapan Responden

Pada tingkat harapan, setiap atribut diskorkan lalu ditotal dan


dirata-ratakan. Perhitungan skor tingkat harapan dimensi ditunjukan pada
tabel 12 berikut ini:
Tabel 12. Distribusi Perhitungan Skor Tingkat Harapan Responden

Jawaban

Sangat Total Rataan


Kurang Cukup Sangat
No. Atribut Tidak Penting Skor Skor
Penting Penting Penting
Penting Atribut Atribut

Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor

86
1 T1 0 0 2 4 8 24 20 80 21 105 244 4.78
2 T2 0 0 1 2 24 72 12 48 14 70 192 3.76
3 T3 0 0 0 0 28 84 7 28 16 80 192 3.76
4 T4 0 0 0 0 16 48 16 64 19 95 207 4.05
5 T5 0 0 1 2 25 75 9 36 16 80 193 3.8
6 RL1 0 0 0 0 19 57 14 56 18 90 203 3.98
7 RL2 0 0 0 0 14 42 15 60 22 110 212 4.15
8 RL3 0 0 1 2 18 54 15 60 17 85 201 3.94
9 RL4 0 0 0 0 12 36 17 68 22 110 214 4.19
10 RL5 0 0 0 0 10 30 16 64 25 125 205 4.01
11 RS1 0 0 0 0 21 63 14 56 16 80 199 3.90
12 RS2 0 0 0 0 24 2 10 40 17 85 172 3.37
13 RS3 0 0 0 0 8 24 16 64 27 135 196 3.84
14 RS4 0 0 0 0 17 51 15 60 19 95 206 4.03
15 RS5 0 0 0 0 17 51 15 60 19 95 206 4.03
16 A1 0 0 0 0 10 30 23 92 18 90 212 4.15
17 A2 0 0 0 0 11 33 21 84 19 95 212 4.15
18 A3 0 0 0 0 10 30 23 92 18 90 244 4.78
19 A4 0 0 0 0 9 27 20 80 22 110 217 4.25
20 A5 0 0 0 0 6 18 25 100 20 100 203 3.98
21 E1 0 0 0 0 15 45 23 92 13 65 202 3.96
22 E2 0 0 1 2 18 54 15 60 17 85 202 3.96
23 E3 0 0 3 6 24 72 12 48 12 60 176 3.45
24 E4 0 0 1 2 27 81 9 36 14 70 184 3.60
25 E5 0 0 9 18 24 2 7 28 11 55 182 3.56
Total Keseluruhan 5076 99.43
Rataan Skor Tingkat Harapan 3.97
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dari tabel 13, diperoleh bahwa terdapat 14 atribut yang dianggap


sangat penting atau diharapkan oleh responden yang ditunjukkan dengan
penilaian rataan skor atribut yang berada diatas rataan skor tingkat harapan.

. d. Perhitungan Tingkat Kesesuaian

Perhitungan tingkat kesesuaian dapat dijelaskan pada tabel 13 berikut ini:

87
Tabel 13. Distribusi Perhitungan Tingkat Kesesuaian

Total Skor Total Skor Tingkat Tingkat


No. Atribut Tingkat Tingkat Kesesuaian Kesesuaian
Kenyataan Harapan Atribut (%) Dimensi (%)

1 T1 213 244 87.29


2 T2 120 192 62.50
3 T3 152 192 79.16 75.25
4 T4 142 207 68.59
5 T5 207 193 78.75
6 RL1 153 203 75.36
7 RL2 163 212 76.88
8 RL3 165 201 82.08 76.25
9 RL4 172 214 75.70
10 RL5 146 205 71.21
11 RS1 145 199 72.86
12 RS2 127 172 72.57
13 RS3 132 196 67.34 74.20
14 RS4 161 206 79.12
15 RS5 163 206 79.12
16 A1 174 212 82.07
17 A2 124 212 72.64
18 A3 113 244 87.29 80.91
19 A4 115 217 87.20
20 A5 153 203 75.36
21 E1 162 202 70.29
22 E2 152 202 75.24
23 E3 167 176 94.88 84.82
24 E4 157 184 85.32
25 E5 190 182 93.40
Rataan Total (Tingkat Kesesuaian Keseluruhan) 78.26

Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dari tabel diatas digunakan untuk mengetahui survey analisis


kepuasan pasien terhadap pelayanan rawat jalan di Ciampea
digunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) dengan
menghitung tingkat kesesuaian. Dari tabel 13, diperoleh tingkat
kesesuaian setiap atribut, tingkat kesesuaian setiap dimensi, dan
tingkat kesesuaian keseluruhan. Lalu, tingkat kesesuaian setiap atribut
dan tingkat kesesuaian dimensi dibandingkan dengan tingkat
kesesuaian keseluruhan sebagai rataan total untuk menilai kepuasan
pasien. Dari tabel 13, diperoleh informasi bahwa dari 25 atribut,
terdapat 12 atribut yang memiliki tingkat kesesuaian ≥ tingkat
kesesuaian keseluruhan sehingga dapat dikatakan atribut tersebut
sudah memuaskan pasien. Sisanya terdapat 13 atribut yang memiliki

88
tingkat kesesuaian < tingkat kesesuaian keseluruhan sehingga dapat
dikatakan atribut tersebut belum memuaskan pasien yang
menggunakan jasa layanan rawat inap di Puskesmas Ciampea.
Penilaian kepuasan setiap atribut berdasarkan tingkat kesesuaian
ditunjukkan pada tabel 14 berikut ini:

89
Tabel 14. Distribusi Penilaian Kepuasan Setiap Atribut Berdasarkan
Tingkat Kesesuaian

Tingkat
Tingkat
Kesesuaian
No. Atribut Kesesuaian Kesimpulan
Keseluruhan
Atribut (%)
(%)

1 TA1 87.29 78.28 Memuaskan


2 TA2 62.50 78.28 Belum Memuaskan
3 TA3 79.16 78.28 Memuaskan
4 TA4 68.59 78.28 Belum Memuaskan
5 TA5 78.75 78.28 Memuaskan
6 RE1 75.36 78.28 Belum Memuaskan
7 RE2 76.88 78.28 Belum Memuaskan
8 RE3 82.08 78.28 Memuaskan
9 RE4 75.70 78.28 Belum Memuaskan
10 RE5 71.21 78.28 Belum Memuaskan
11 RS1 72.86 78.28 Belum Memuaskan
12 RS2 72.57 78.28 Belum Memuaskan
13 RS3 67.34 78.28 Belum Memuaskan
14 RS4 79.12 78.28 Memuaskan
15 RS5 79.12 78.28 Memuaskan
16 AS1 82.07 78.28 Memuaskan
17 AS2 72.64 78.28 Belum Memuaskan
18 AS3 87.29 78.28 Memuaskan
19 AS4 87.20 78.28 Memuaskan
20 AS5 75.36 78.28 Belum Memuaskan
21 EM1 70.29 78.28 Belum Memuaskan
22 EM2 75.24 78.28 Belum Memuaskan
23 EM3 94.88 78.28 Memuaskan
24 EM4 85.32 78.28 Memuaskan
25 EM5 93.40 78.28 Memuaskan

Selain kepuasan setiap atribut, dinilai pula kepuasan setiap dimensi.


Jika tingkat kesesuaian setiap dimensi ≥ tingkat kesesuaian keseluruhan,
maka dapat dikatakan dimensi tersebut sudah memuaskan pasien.
Sebaliknya, jika tingkat kesesuaian setiap atribut Selain kepuasan setiap
atribut, dinilai pula kepuasan setiap dimensi. Jika tingkat kesesuaian setiap
dimensi ≥ tingkat kesesuaian keseluruhan, maka dapat dikatakan dimensi
tersebut sudah memuaskan pasien. Sebaliknya, jika tingkat kesesuaian
setiap atribut.

90
Tabel 15. Distribusi Penilaian Kepuasan Setiap Dimensi Berdasarkan
Tingkat Kesesuaian

Tingkat
Tingkat
Kesesuaian
No. Dimensi Kesesuaian Kesimpulan
Keseluruhan
Dimensi (%)
(%)

1 Tangibles 75.25 78.26 Belum Memuaskan


2 Reliability 76.25 78.26 Belum Memuaskan
3 Responsivenes 74.20 78.26 Belum Memuaskan
4 Assurance 80.91 78.26 Memuaskan
5 Empathy 84.82 78.26 Memuaskan
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2019

Dari tabel 15 diperoleh informasi dari 5 dimensi kualitas


pelayanan, terdapat dua dimensi yaitu pada dimensi assurance dan
dimensi empathy memiliki tingkat kesesuaian ≥ tingkat kesesuaian
keseluruhan sehingga dapat dilakukan dimensi tersebut sudah
memuaskan pasien. Sedangkan tiga dimensi lainnya yaitu dimensi
tangibles, dimensi reability dan dimensi responsiveness memiliki
tingkat kesesuaian < tingkat kesesuaian keseluruhan sehingga dapat
dikatakan dimensi tersebut belum memuaskan pasien

91
C. Pembahasan

1. Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Layanan Rawat Inap di Puskesmas


Ciampea

a. Tingkat Kepuasan Pasien Dilihat dari Dimensi Tangibles


Dimensi bukti fisik (tangibles) berkaitan dengan daya tarik
fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan,
serta penampilan karyawan. Puskesmas memiliki bukti fisi yang baik
apabila kondisi interior dan eksterior ditata secara menarik kondisi
kenyamanan, kebersihan gedung, kerapihan dan kebersihan petugas
dan kecanggihan peralatan yang ada (Achmad, 2013). Berdasarkan
importance performance analisys melalui tingkat kesesuaian atribut
pada tabel 15, diperoleh dari lima atribut yang mewakili dimensi
tangibles, tiga atribut yang dinyatakan sudah memuaskan pasien dan
dua atribut lainnya dinyatakan belum memuaskan pasien.

Atribut yang memuaskan pasien ada tiga yaitu yang pertama


tersedianya ruang obervasi atau tindakan yang nyama sehingga pasien
dapat dilakukan tindakan sesuai dengan keluhan tanpa merasa tegang.
Atribut kedua yang memuaskan pasien yaitu tersedianya ruang
bersalin yang memadai dan nyaman sehingga pasien yang akan
melalukan proses persalinan menjadi lebih tenang dan memberikan
rasa aman bagi pasien.
Kemudian atribut ketiga yang memuaskan pasien yaitu atribut
kebersihan dan penampilan petugas kesehatan sudah memuaskan, hal
ini karena para petugas kesehatan Puskesmas Ciampea sangat
memperhatikan penampilan dan kerapian saat akan bertemu maupun
melakukan pemeriksaan kepada pasien. Hal tersebut juga
menunjukkan kebersihan dari petugas kesehatan perlu dijaga demi
kehigienisan petugas kesehatan saat melakukan tindakan pemeriksaan
atau pengobatan secara langsung kepada pasien.

Sedangkan, atribut yang lainnya dikatakan belum memuaskan


pasien diantaranya adalah tersedianya ruang rawat tunggu yang
nyaman dan memadai, hal ini dirasakan sangat penting oleh pasien

92
dan keluarga pasien. Atribut yang belum memuaskan yaitu ruang
rawat inap yang nyaman karena tidak adanya AC atau Kipas Angin di
dalam ruangan, hal ini mengakibatkan pasien yang di rawat ruang inap
di Puskesmas Ciampea merasa kepanasan dan kurang nyaman selama
menjalani perawatan.
Hal ini juga berdampak pada ketidaknyamanan pasien Selain
itu, berdasarkan importance performance analisys melalui penilaian
kepuasan pasien berdasarkan tingkat kesesuaian dimensi pada tabel 16
diperoleh bahwa dimensi tangibles belum memuaskan pasien.
Menurut Soraya (2011) menyatakan dimensi tangibles adalah penting
untuk diperhatikan dalam meningkatkan mutu pelayanan terhadap
kepuasan pasien karena suatu bentuk jasa tidak dapat dilihat, tidak
bisa dicium dan tidak bisa diraba, maka bukti fisik (tangibles) menjadi
penting sebagai ukuran dari pelayanan. Menurut Lupiyoadi (2001)
bahwa penampilan fisik, peralatan serta personil yang mencakup
kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruangan, kelengkapan,
kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai, dan kerapian serta
kebersihan penampilan petugas terhadap pelayanan kesehatan pada
pasien akan berdampak pada tingkat kepuasan pasien.

Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang


menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang
ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang
diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik
biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia,
teknologi pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan
yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam
menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk
pelayanan fisik yang dapat dilihat (Jayanti, 2016).

b. Tingkat Kepuasan Pasien Dilihat dari Dimensi Reability

Dimensi kehandalan (reliability) berkaitan dengan kemampuan


perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali
tanpa membuat kesalahan apapun dalam penyampaian jasanya sesuai
dengan waktu yang disepakati. Instansi pelayanan kesehatan dikatakan

93
handal jika proses penerimaan pasien dilalukan dengan cepat,
prosedur administrasian serta pembayaran yang praktis, tindakan yang
cepat dan tepat terhadap pemeriksaan dan pengobatan, pemeriksaan
laboratorium, perawatan dijalankan dengan tepat serta penerimaan
hasil pemeriksaan secaraa tepat dan cepat (Achmad, 2013).

Berdasarkan importance performance analisys melalui tingkat


kesesuaian atribut pada tabel 15, diperoleh dari lima atribut yang
mewakili dimensi reliability, hanya satu atribut yang dinyatakan
memuaskan pasien dan empat atribut lainnya belum memuaskan
pasien.

Atribut yang memuaskan pasien dalam dimensi reliability yaitu


petugas kesehatan yang terampil dalam memberika pelayanan. Hal ini
berkaitan dengan ketelatenan petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan terhadap pasien dengan baik juga mempengaruhi pasien
yang sedang melakukan pelayanan rawat inap di Puskesmas Ciampea
tersebut karena merasa senang terhadap pelayanan yang diberikan
oleh pihak Puskesmas. Dan juga petugas kesehatan yang sering
menangani pasien sudah cukup lama mendampingi dan melayani
pasien sehingga petugas kesehatan memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang baik dalam memberikan pelayanan saat pasien
melakukan pemeriksaan.

Atribut yang belum memuaskan pasien ada empat atribut yang


pertama yaitu petugas menanggapi pertanyaan dengan baik atribut ini
dinilai belum memuaskan karena masih ada petugas yang tidak
menanggapi atau memperlakukan pasien dengan tidak sopan dan
ramah sehingga membuat pasien kurang nyaman. Atribut kedua yaitu
petugas kesehatan memberitahu perawatan penyakit pasien dinilai
kurang oleh pasien yang membutuhkan informasi yang jelas terkait
perawatan penyakitnya. Atribut ketiga yang belum memuaskan pasien
yaitu petugas menjelaskan penyakit yang diderita oleh pasien dengan
baik dan jelas, atribut ini masih di anggap belum memuaskan pasien
dilihat dari petugas yang memberikan penjelasan secara cepat. Atribut
terakhir yang belum memuaskan pasien adalah pelayanan

94
pemeriksaan diagnosis dan perawatan terhadap pasien yang cepat dan
tepat karena pengalaman pasien kadang terjadi kesalahan terhadap
diagnosis penyakit.

Selain itu, berdasarkan importance performance analisys melalui


penilaian kepuasan pasien berdasarkan tingkat kesesuaian dimensi
pada tabel 16 diperoleh bahwa dimensi reliability dinilai belum
memuaskan pasien. Artinya dimensi ini dianggap belum handal,
akurat dan terpercaya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
terbaik kepada pasien.

Dimensi reability penting dalam membangun kepuasan karena

dimensi pelayanan reliability (kehandalan) merupakan suatu dinamika


kerja suatu organisasi. Kehandalan adalah bentuk ciri khas atau
karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi.
Kehandalan dalam pemberian pelayanan dapat terlihat dari
kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat pengetahuan
yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang kerja
yang diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai
pengalaman kerja yang ditunjukkan dan kehandalan menggunakan
teknologi kerja.

Tuntutan kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang


cepat,tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang
yang dilayani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam
memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus
dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya. Inti pelayanan
kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal,
mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja,
memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak
sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan
dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan
yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak
positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai,

95
handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya
(Parasuraman, 2013).

c. Tingkat Kepuasan Pasien Dilihat dari Dimensi Responsiveness


Dimensi ketanggapan (responsiveness) berkaitan dengan
kesediaan dan kemampuan karyawan untuk membantu
pelanggan dan merespon permintaan pelanggan, serta
menginformasikan kapan jasa akan diberikan. Rumah sakit
dikatakan memiliki daya tanggap apabila petugas selalu siap
sedia untuk membantu pasien pemberikan informasi yang jelas
kepada pasien, sistem pelayanan yang tidak berbelit dan cepat
tanggap terhadap keluhan pasien (Achmad, 2013). Berdasarkan
importance performance analisys melalui tingkat kesesuaian
atribut pada tabel 15 diperolah dari lima atribut yang mewakili
dimensi responsiveness, ada tiga atribut tersebut diyatakan
belum memuaskan pasien dan dua atribut yang sudah
memuaskan pasien.

Atribut pertama dari dimensi responsiveness yaitu Petugas


kesehatan tanggap dalam melayani pasien dimensi ini dikatakan
belum memuaskan pasien karena dinilai masih lamban dan belum
tanggap dalam memberikan pelayanan. Atribut kedua adalah petugas
kesehatan menerima dan melayani pasien dengan baik dimensi ini
dinilai belum memuaskan pasien karena masih terdapat petugas
kesehatan yang kurang ramah dalam melayani pasien. Atribut ketiga
petugas kesehatan tanggap melakukan tindakan secara tepat karena
pasien menilai petugas kesehatan lamban dalam melakukan tindakan.
Sementara Atribut yang dikatakan memuaskan oleh pasien
adalah atribut petugas tanggap dalam setiap kondisi pasien dimensi ini
dinilai memuaskan petugas petugas kesehatan selalu menyediakan
waktu untuk pasien berkonsultasi. Atribut yang terakhir tindakan
cepat pada saat pasien membutuhkan pelayanan dimensi ini dinilai
memuaskan oleh pasien karena petugas kesehatan selalu sigap ketika
pasien membutuhkan bantuan.
Selain itu, berdasarkan importance performance analisys
melalui penilaian kepuasan pasien berdasarkan tingkat kesesuaian

96
dimensi pada tabel 16 diperoleh bahwa dimensi responsiveness belum
dapat memuaskan pasien. Artinya, dimensi ini dinilai belum sigap,
tanggap dan cepat dalam memberikan pelayanan.

Dimensi responsiveness penting untuk diperhatikan dalam


peningkatan mutu pelayanan kesehatan sehingga dapat menimbulkan
rasa puas terhadap pengguna layanan tersebut, suatu kebijakan untuk
membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan
tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas
dan tidak membiarkan pengguna layanan tersebut untuk membuat
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan


daya tanggap atas pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang
mendapat pelayanan sangat membutuhkan penjelasan atas pelayanan
yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti. Untuk
mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas layanan
daya tanggap mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai
penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila
pelayanan daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang
bijaksana, penjelasan yang mendetail, penjelasan yang membina,
penjelasan yang mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila
hal tersebut secara jelas dimengerti oleh individu yang mendapat
pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap dianggap
berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk keberhasilan prestasi kerja
(Fandy Tjiptono & Gregorious, 2012).

d. Tingkat Kepuasan Pasien Dilihat dari Dimensi Assurance


Dimensi jaminan (assurance), berkenaan dengan perilaku
karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan dan menciptakan rasa aman bagi pelanggan.
Yang dikatakan memiliki jaminan apabila pelayanan yang diberikan
kepada pasien disertai dengan kehalian petugas kesehatan dalam
menetapkan diagnosis, keterampilan dan pengetahuan petugas, serta
jaminan dan kepercayaan terhadap pelayanan yang diberikan
(Achmad, 2013).

97
Dimensi assurance pada layanan rawat rawat ina di Puskesmas
Ciampea dalam penelitian ini ditunjukkan oleh lima atribut yaitu
kemampuan petugas menjaga kerahasiaan diagnosa penyakit pasien,
petugas kesehatan memberikan kesempatan kepada pasien dan
keluarga untuk bertanya masalah penyakit yang dialaminya,
terciptanya suasana aman dan tenteram di lingkungan Puskesmas,
petugas kesehatan bagian farmasi memberika informasi tentang aturan
konsumsi obat, dan petugas kesehatan memiliki kemampuan dalam
menetapkan diagnosis penyakit. Berdasarkan importance performance
analisys melalui kesesuaian atribut pada tabel 15 diperoleh bahwa dari
lima atribut yang mewakili dimensi assurance, tiga atribut dikatakan
memuaskan pasien dan dua atribut dikatakan belum memuaskan
pasien.
Atribut pertama yaitu petugas mempu menjaga kehasiaan
diagnosa penyakit pasien hal ini dianggap penting dan dinilai sudah
memuaskan pasien dengan menerapkan kode etik yang telah
ditetapkan sehingga membuat pasien puas terhadap atribut tersebut.

Atribut kedua yaitu terciptanya suasana aman dan tenteram


dilingkungan rawat inap Puskesmas Ciampea, hal ini berkaitan dengan
kenyamanan pasien saat berada di ruang rawat inap Puskesmas
Ciampea tersebut untuk mendapatkan pelayanan. Atribut ketiga pada
dimensi assurance yaitu petugas kesehatan bagian farmasi
memberikan informasi tentang konsumsi obat dinilai sudah
memuaskan pasien, hal ini berkaitan dengan informasi yang diberikan
bagian obat puskemas sudah jelas dan baik sehingga pasien merasa
puas dengan atribut ini.
Sedangkan utnuk atribut yang dinilai masih belum
memuaskan pasien yang pertama yaitu petugas memberikan
kesempatan kepada pasien ataupun keluarga pasien untuk bertanya
tentang masalah penyakit yang dialami sehingga pasien merasa kurang
puas karena keluhan yang dirasakan dapat diberitahukan secara
langsung. Atribut kedua yaitu kemampuan petugas dalam melayani
dengan meyakinkan pasien saat melakukan tindakan, hal ini
menyebabkan pasien menjadi ragu dan kurang nyaman untuk

98
dilakukannya tindakan selama berada di ruang rawat inap Puskesmas
Ciampea.

Selain itu, berdasarkan importance performance analisys


melalui penilaian kepuasan pasien berdasarkan tingkat kesesuaian
dimensi pada tabel 16 bahwa dimensi assurance dapat dikatakan telah
memuaskan pasien. Artinya dimensi ini dinilai sudah mampu
memberikan jaminan keamanan atau keyakinan pasien dalam
memperoleh informasi. Sebagaimana menurut Asmanningtyas (2013)
bahwa pengetahuan, kepercayaan dan kesopanan pemberi jasa untuk
menimbulkan kepercayaan dan keyakinan yang berupa pengetahuan
dan kemampuan petugas kesehatan, keterampilan petugas dalam
bekerja, serta jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap
pelayanan akan berdampak pada tingkat kepuasan pasien.

Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat


ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini
bahwa pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang handal,
mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan pelayanan
yang diterima.Selain dari performance tersebut, jaminan dari suatu
pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang
kuat, yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan
secara serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang
dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai
yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik
dalam memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang
memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang baik
dalam memberikan pelayanan (Jayanti, 2016).

e. Tingkat Kepuasan Pasien Dilihat dari Dimensi Empathy


Dimensi empathy (empati) berkenaan dengan kemampuan
perusahaan untuk memahami masalah pelanggan dan bertindak ramah
demi pelanggan. Instansi kesehatan diktakan memiliki dimensi
empathy apabila peduli terhadap keluhan pasien, kepedulian terhadap
kebutuhan dan keinginan pasien, tidak pilih-pilih dakam memberikan

99
pelayanan kepada semua pasien dam kesimpatikan petugas kesehatan
terhadap pasien (Achmad, 2013).

Dimensi empathy (empati) pada layanan rawat jalan di Ciampea


dalam penelitian ini ditunjukkan oleh lima dimensi yaitu kesopanan
dan keramahan petugas kesehatan, memberikan pelayanan pada pasien
tanpa pilih-pilih, meminta izin ketika akan melakukan pemeriksaan,
tercipatanya suasana kekeluargaan antar petugas dengan pasien,
petugas kesehatan mengucapkan terimakasih pada akhir pelayanan.
Berdasarkan importance performance analisys melalui tingkat
kesesuaian atribut pata tabel 15 diperoleh bahwa dari lima atribut yang
mewakili dimensi empathy, tiga atribut dikatakan sudah memuaskan
pasien dan dua atribut lainnya dikatakan belum memuaskan pasien.

Atribut pertama dari dimensi empathy yaitu kesopanan dan


keramahan petugas kesehatan dianggap belum memuaskan pasien. Hal
ini ditunjukkan masih ada petugas kesehatan yang memperlihatkan
muka jutek dan sinis ketika berbicara kepada pasien dan pada saat
pasien bertanya seharusnya petugas lebih sabar dan mengarahkan
pasien dengan baik. Atribut kedua dari dimensi empathy adalah
keobyektifan petugas kesehatan dalam melayani pasien memberikan
pelayanan pada pasien tanpa pilih-pilih dianggap belum memuaskan
pasien, hal ini karena keterlambatan petugas kesehatan memberikan
pelayanan dan terkadang selalu bersikap baik dan ramah kepada
pasien yang dikenal.
Sementara Atribut ketiga dari dimensi empathy adalah
meminta izin ketika akan melakukan pemeriksaan dianggap sudah
memuaskan pasien. Hal ini karena petugas kesehatan sebelum
melakukan suatu tindakan selalu meminta izin kepada pasien demi
kenyamanan mereka, dan dalam memberikan tindakan/pemeriksaan
selalu menjelaskan setiap pemeriksaan yang akan dilakukan bahkan
memberikan instruksi persiapan apa yang perlu dilakukan sebelum
melakukan tindakann pemeriksaan. Atribut keempat yaitu tercipatanya
suasana kekeluargaan antar petugas dengan pasien. Hal ini karena
antara petugas kesehatan dan pasien yang datang melakukan
pemeriksaan terlihat akrab dan tak segan saling menyapa bahkan

100
ketika masih berada diruang tunggu, ini juga menunjukkan keramahan
petugas kesehatan terhadap pasien menjadikan suasana kekeluargaan
dalam Puskesmas tetap terjalin. Atribut kelima dari dimensi empathy
adalah petugas kesehatan mengucapkan terimakasih pada akhir
pelayanan. Hal ini menunjukkan antar petugas kesehatan dengan
pasien saling menghargai satu sama lain dan berjabat tangan diakhir
pemeriksaan.

Selain itu, berdasarkan importance performance analisys


melalui penilaian kepuasan pasien berdasarkan tingkat kesesuaian
dimensi pada tabel 16 diperoleh bahwa dimensi empathy sudah dapat
dikatakan memuaskan pasien. Artinya dimensi ini memang sebuah
keharusan bagi petugas kesehatan yang berinteraksi kepada pasien
untuk bersikap empati. Sebagaimana menurut Yamit (2002) bahwa
orang yang berinteraksi secara langsung dengan pelanggan harus
memberikan pelayanan kepada pelanggan secara tulus, ramah, fokus
dan menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah segalanya.

Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian,


keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan
melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan
pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi
pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang
ingin dilayani. Pihak yang dilayani seharusnya memahami
keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga
keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan
memiliki perasaan yang sama (Jayanti, 2016).

Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat


penting dalam memberikan suatu kualitas pelayanan sesuai prestasi
kerja yang ditunjukkan oleh seorang pegawai. Empati tersebut
mempunyai inti yaitu mampu memahami pasien dengan penuh
perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan
dalam berbagai permasalahan yang dihadapi pasien yang
menggunakan jasa layanan tersebut.

101
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka


dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dimensi Tangibles (Bukti Fisik)

Pada atribut dimensi tangibles, dari lima atribut terdapat tiga atribut yang
dianggap sudah memuaskan pasien dan dua atribut dianggap belum
memuaskan pasien. Secara garis besar, dimensi tangibles dikatakan
belum memuaskan pasien.

2. Dimensi Reliability (Kehandalan)

Pada atribut dimensi reability, dari lima atribut terdapat satu atribut yang
dianggap sudah memuaskan pasien dan empat atribut dianggap belum
memuaskan pasien. Secara umum, dimensi reliability belum memuaskan
pasien.

3. Dimensi Responsiveness (Ketanggapan)

Pada atribut dimensi responsiveness, dari dua atribut yang dinilai


memuaskan pasien dan tiga atribut dari dimensi responsiveness belum
memuaskan pasien. Secara umum dimensi responsiveness masih belum
memuaskan pasien.

4. Dimensi Assurance (Jaminan)


Pada atribut dimensi Assurance, dari tiga atribut yang dinilai memuaskan
dan dua atribut dinilai masih belum memuaskan pasien. Dan Secara umum,
dimensi Assurance dinilai sudah memuaskan pasien.

102
5. Dimensi Emphaty (Empati)

Pada atribut dimensi empathy, dari lima atribut dua atribut diantaranya
dinilai belum memuaskan pasien dan tiga atribut dikatakan telah
memuaskan pasien. Dan secara umum, dimensi empathy dinyatakan
sudah memuaskan pasien.

B. Saran

1. Bagi Ruang Rawat Inap Puskesmas Ciampea

a. Pada dimensi tangibles, diharapkan untuk menyediakan ruang tunggu


yang nyaman dan memadai serta ruang rawat inap yang nyaman bagi
pasien serta keluarga pasien. Untuk meningkatkan kualitas mutu
layanan kunjungan pasien rawat inap Puskesmas Ciampea di ruang
tunggu dapat disediakan kursi yang lebih dan untuk di ruang rawat
inap dapat disediakan exhausted atau Kipas angin agar pasien nyaman
selama menjalani perawatan di ruang rawat inap.

b. Pada dimensi reliability, diharapkan petugas untuk menanggapi atau


memperlakukan pasien dengan sopan dan ramah sehingga membuat
pasien nyaman., kemudian diharapkan petugas kesehatan
memberitahu perawatan penyakit pasien yang membutuhkan
informasi yang jelas terkait perawatan penyakitnya, petugas kesehatan
menjelaskan penyakit yang diderita oleh pasien dengan baik dan jelas,
dan pelayanan pemeriksaan diagnosis dan perawatan terhadap pasien
yang cepat dan tepat agar tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosis
pasien, serta meningkatkan lagi strategi peningkatan kualitas
pelayanan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pasien guna
meningkatkan kualitas pelayanan.

c. Pada dimensi responsiveness, diharapkan agar petugas kesehatan


khsusunya perawat dapat melayani dengan cepat dan tanggap, dapat
melayani pasien dengan baik, kemudian agar petugas memberikan
informasi yang jelas, dan mudah dimengerti oleh pasien, dan tindakan

103
cepat pada saat pasien membutuhkan pelayanan serta meningkatkan
lagi strategi peningkatan kualitas pelayanan sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh pasien guna meningkatkan kualitas pelayanan.

d. Pada dimensi assurance, diharapkan untuk selalu menjaga dan


mempertahankan atribut yang dinilai sudah memuaskan pasien di
Ciampea. Serta perawat yang betugas dapat lebih ramah terhadap
pasien dan sabar dalam segala keluhan pasien.

e. Pada dimensi empathy, diharapkan yaitu petugas kesehatan mampu


bersikap ramah dan sopan kepada pasien dengan penuh kesabaran dan
mengarahkan pasien dengan baik, petugas juga diharapkan agar
memberikan pelayanan pada pasien tanpa pilih-pilih agar pelayanan
yang diberikan kepada pasien teratur dan tepat waktu, atribut yang
sudah dinilai memuaskan dipertahankan dan ditingkatkan lagi strategi
peningkatan kualitas pelayanan sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh pasien khususnya mengenai rasa peduli petugas kesehatan
terhadap pasien.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Melakukan penelitian kepuasan pasien pada layanan rawat inap di


Puskesmas Ciampea dengan menggunakan analisis yang berbeda
(seperti: customer satisfaction indeks, gap analisys dan lain-lain).

104
DAFTAR PUSTAKA

Al-Assaf, A F. Mutu Pelayanan Kesehatan Perspektif Internasional. Jakarta: EGC. 2009.


Anjaryani, Wike Diah. Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Perawat Di RSUD
Tugurejo Semarang. Program Studi Magister Promosi Kesehatan Kajian Sumberdaya
Manusia Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang: 2009.
Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang: Binarupa Aksara. 2010.
Hardi, Jon. Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Umum dan Pasien Jamkesmas terhadap Mutu
Pelayanan Rawat Inap di RSUD Pasaman Barat Tahun 2010. Tesis Program Pascasarjana
Universitas Andalas. Padang: 2010. Hartono, Bambang. Manajemen Pemasaran untuk
Rumah Sakit. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit Erlangga. Edisi ketiga belas Jilid satu.
2009.
Muninjaya, Gde. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2005.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 159b/Menkes/per/II/1988 tentang
Rumah Sakit.
Pohan, Imbalo. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan: Dasar-dasar pengertian dan Penerapan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
Praptianingsih. Sri. Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah
Sakit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.
Rahayu, Fitri. Hubungan antara Karakteristik Pasien dengan Kepuasan terhadap Mutu Layanan
Rawat Inap Kelas III di Rumah Sakit Pirngadi Medan Tahun 2008. Tesis Fakultas
Kesehatan Masyarakat Program Studi Kajian
Satrianegara, M. Faiz. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. 2009.
Sugiono, Prof.Dr. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Penerbit Alfabeta Cetakan ketiga. 2013

105

Anda mungkin juga menyukai