Anda di halaman 1dari 60

PEDOMAN PELAYANAN

UNIT LAYANAN PENGADAAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN SUMEDANG
TAHUN 2017
Jl. P.Geusan Ulun no 41 Sumedang
PEDOMAN PELAYANAN UNIT LAYANAN PENGADAAN
RSUD KABUAPTEN SUMEDANG

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan otonomi daerah saat ini merupakan suatu


tuntutan dan sekaligus menjadi dasar dalam pelaksanaan good
governance. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah
digulirkan oleh pemerintah sejak pemberlakuan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang selanjutnya diperbaiki ke dalam undang-undang Nomor 32
Tahun 2004, terakkhir diubah ke dalam undang-undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membawa
perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Salah
satu perubahan itu adalah pemberian wewenang yang lebih luas
kepada daerah dalam penyelenggaraan beberapa bidang
pemerintahan. Seiring dengan bertambah luasnya kewenangan
ini, maka aparat birokrasi pemerintahan di daerah dapat
mengelola dan menyelenggarakan pelayanan publik dengan
lebih baik sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya dengan
mengelola potensi pendapatan yang ada dan memanfaatkannya
untuk peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Apabila
dilihat dari segi ilmu kepemerintahan, pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia dapat dipandang sebagai suatu strategi
yang memiliki tujuan ganda. Pertama, pemberian otonomi
daerah merupakan strategi untuk merespon tuntutan
masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu
sharing of power, distribution of income, dan kemandirian
sistem manajemen di daerah. Kedua, otonomi daerah
dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat
perekonomian daerah dalam rangka memperkokoh
perekonomian nasional untuk menghadapi era perdagangan
bebas (Mardiasmo, 2002). Dengan demikian, keberadaan
otonomi daerah adalah conditio sine quanon yang tidak bisa
ditunda-tunda lagi.
Pelayanan publik yang baik merupakan muara dari
otonomi daerah agar pelayanan publik lebih, sudah sepatutnya
proses penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih berorientasi
pada pencapaian kinerja pemerintahan yang baik. Untuk
melakukan capaian kinerja tersebut, maka pengelolaan
pelayanan publik yang semula berorientasi pemerintah
sebagai penyedia pelayanan perlu digeser menjadi
berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna.
Di era otonomi daerah saat ini seharusnya pelayanan publik
menjadi lebih responsif terhadap kepentingan publik, di mana
paradigma pelayanan publik beralih dari pelayanan yang
sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus
kepuasan pelanggan (customer-driven government).
Pengadaan barang/jasa merupakan indikator penting
penerapan Good Governance dan menjadi indikator dalam
mengukur kualitas kinerja pelayanan publik. Pengadaan
barang dan jasa pemerintah yang melibatkan pemerintah
sebagai pengguna barang/jasa, pihak swasta sebagai penyedia
barang/jasa, dan masyarakat sebagai pihak penerima manfaat
merupakan perwujudan nyata dari penerapan Good Governance.
Mengingat kebutuhan masyarakat semakin banyak
dan kompleks, maka kualitas pelayanan publik dalam bentuk
pengadaan barang/jasa ini harus terus ditingkatkan
kualitasnya. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Agus
Dwiyanto (2005: 20-22); ada beberapa pertimbangan mengapa
pelayanan public menjadi titik strategis untuk memulai
pengembangan good governance di Indonesia. Pertama,
pelayanan publik (sebagai contoh: pengadaan barang/jasa
pemerintah) pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai
aspek good governance dapat diartikulasikan secara relatif lebih
mudah. Aspek kelembagaan yang selama ini sering dijadikan
rujukan dalam menilai praktek governance dapat dengan
mudah dinilai dalam praktek penyelenggaraan pelayanan
publik. Kedua, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua
unsur governance. Pemerintah sebagai representasi Negara,
masyarakat sipil, dan mekanisme pasar memiliki kepentingan
dan keterlibatan yang sangat tinggi dalam ranah ini.
Pengadaan barang publik merupakan aktivitas yang
sensitive secara politis, karena melibatkan jumlah anggaran
yang sangat signifikan. Menurut beberapa penelitian yang
dikumpulkan oleh Schapper (2009), pengadaan barang /
jasa publik memiliki nilai yang sangat besar dan signifikan
dalam porsi anggaran Negara. Di Indonesia anggaran
pengadaan barang/jasa dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2012 mencapai kira –
kira 400 triliun rupiah atau mencapai 26,6 persen dari total
belanja APBN (LKPP 2012), sedangkan menurut Bahagia (2011)
setiap tahunnya tidak kurang 30 % APBN dialokasikan untuk
pengadaan barang / jasa. Dari beberapa pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa perbaikan kinerja dalam pengadaan
barang/jasa publik sangatlah penting. Kauffman (1997) dalam
Lennerforts (2007,pp 383) mengatakan bahwa mengingat
pentingnya pengadaan barang /jasa publik dan signifikanasi
ekonomisnya, maka harus dilakukan pengelolaan pengeluaran
anggaran publik yang bijaksana, dengan menghilangkan
potensi kesalahan, ketidakmampuan dan juga korupsi.
Kebijakan pengeluaran anggaran ini dilakukan dengan
peningkatan kinerja berbasis kompetensi dan reformasi
pengadaan. Organisation for Economic Cooperation and
Development (2007) berpendapat bahwa lingkungan pengadaan
barang publik memiliki aturan yang sangat ketat untuk
meminimalisir penyelewengan dalam lingkungan yang
berresiko tinggi dan rentan terhadap pengaruh yang tidak
semestinya.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Organisation for
Economic Cooperation and Development (2007) untuk
meningkatkan integritas dalam pengadaan barang / jasa dapat
ditempuh salah satunya dengan meningkatkan profesionalisme.
Untuk meningkatkan efisiensi dan pencegahan korupsi
pengadaan barang / jasa peningkatan profesionalisme tersebut
dapat dilakukan dengan pemberlakuan sertifikasi keahlian
pengadaan barang / jasa dan mencegah konflik kepentingan
antar stakeholder yang terlibat dengan memisahkan entitas
pengguna barang / jasa dengan entitas pelaksanaan proses
pengadaan.
Otonomi daerah saat ini memberikan kebebasan dalam
pengadaan barang dan jasa tanpa harus tergantung pada
pemerintah pusat. Tersedianya barang dan jasa, disamping
merupakan bagian tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam
upaya memenuhi kebutuhan rakyat, sekaligus kebutuhan
pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan.
Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan
untuk memperoleh barang / jasa oleh Kementrian/ Lembaga/
Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi lainnya yang
prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang /
jasa. Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit organisasi
pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang/
jasa di Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/
Institusi yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau
melekat pada unit yang sudah ada. Paket pengadaan barang /
pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling tinggi
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dapat dilaksanakan
oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan sistem lelang. Paket
pengadaan jasa konstruksi yang bernilai paling tinggi Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilaksanakan
oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan pengadaan /
penunjukan langsung. Tugas pokok dan kewenangan Unit
Layanan Pengadaan (ULP) meliputi :
1. Mengkaji ulang Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa
bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
2. Menyusun rencana pemilihan penyedia barang/jasa;
3. Mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa
diwebsite Pemerintah Daerah dan papan pengumuman
resmi untuk masyarakat, serta menyampaikan ke Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk diumumkan
pada Portal Pengadaan Nasional;
4. Menilai Kualifikasi penyedia barang/jasa melalui
prakualifikasi atau pascakualifikasi;
5. Melakukan evaluasi administrasi, teknis, dan harga
terhadap penawaran yang masuk;
6. Menjawab sanggahan;
7. Menyampaikan hasil pemilihan dan menyerahkan
salinan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa kepada
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
8. Menyimpan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa;
9. Mengusulkan perubahan Harga Perkiraan Sendiri,
Kerangka Acuan Kerja/spesifikasi teknis pekerjaan dan
rancangan kontrak kepada Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK).
10. Membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan
kepada Bupati;
11. Memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kegiatan pengadaan barang/ jasa kepada Pengguna
Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA);
12. Menyusun dan melaksanakan strategi Pengadaan
barang/jasa di lingkungan ULP (Unit Layanan Pengadaan);
13. Melaksanakan pengadaan Barang/Jasa dengan
menggunakan sistem pengadaan secara elektronik di
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE);
14. Melaksanakan evaluasi terhadap proses pengadaan
barang/jasa yang telah dilaksanakan;
15. Mengelola sistem informasi manajemen pengadaan yang
mencakup dokumen pengadaan, Dokumen survey harga,
daftar kebutuhan barang/jasa, daftar hitam penyedia;
Dengan adanya Unit Layanan Pengadaan (ULP) tersebut
tentunya akan mempermudah dan memperlancar proses
dengan mengikuti tahapan tahapan pengadaan barang / jasa di
pemerintah Daerah, dalam proses pengadaan barang/jasa agar
selalu menerapkan prinsip – prinsip pengadaan yang efisien,
efektif, transparan, keterbukaan, bersaing, adil/tidak
diskriminatif dan akuntabel. Dengan menerapkan prinsip –
prinsip tersebut akan meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap proses Pengadaan Barang dan jasa, karena hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dari segi
administrasi, teknis dan keuangan.
Untuk melaksanakan prinsip good governance dan clean
government, maka pemerintah harus melaksanakan prinsip –
prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumberdaya secara
efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan
yang baik dan tidak berpihak (independen), serta menjamin
terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak
terkait (stakeholder) secara adil, transparan, professional dan
akuntabel. Prinsip transparan dalam pengadaan barang dan
jasa berarti semua ketentuan dan informasi mengenai
pengadaan barang / jasa bersifat jelas dan dapat diketahui
secara luas oleh penyedia barang / jasa yang berminat serta
oleh masyarakat pada umumnya. Sedangkan akuntabel berarti
harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan
pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan,
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan
keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses pengadaan
barang/jasa pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan
keterbukaan, transparasi, akuntabilitas serta prinsip
persaingan / kompetensi yang sehat dalam proses pengadaan
barang / jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat
dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun
manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan
masyarakat. Unit Layanan Pengadaan di Kabupaten Sumedang
yang telah ada selama …….. (……) tahun ini, ternyata belum
mampu melaksanakan perannya secara maksimal masih
banyak yang harus disempurnakan lagi. Hal ini terlihat dari
beberapa fenomena antara lain dalam kesulitan dan lamban
dalam menentukan jadwal kegiatan lelang dan menetapkan
hasil penyedia yang lolos kualifikasi, lambannya pengambilan
keputusan, kurang teliti dalam melakukan evaluasi,
Berdasarkan pengamatan, kurang maksimalnya pelaksanaan
peran Unit Layanan Pengadaan di Kabupaten Sumedang
dimungkinkan karena faktor sumber daya manusia yang
terbatas, adanya rangkap jabatan, kompetensi yang kurang dan
koordinasi yang kurang intensif oleh karena itu di Lingkungan
Rumah Sakit Kabupaten Sumedang harus memiliki pedoman
pelayanan unit layanan pengadaan sebagai pegangan sehingga
dalam pelaksanaan layanan pengadaan dapat memenuhi
standar yang berlaku.

B. Tujuan
Tujuan Umum

Terwujudnya kegiatan pelayanan pengadaan barang dan


jasa di Rumah Sakit Umum daerah Kabupaten
Sumedang.

2. Tujuan Khusus

a) Sebagai pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan


dan evaluasi pengadaan di ULP Rumah Sakit Umum
daerah Kabupaten Sumedang.
b) Sebagai pedoman pengelolaan sumber daya Unit
Layanan Pengadaan dalam melaksanakan
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggung jawaban dalam
penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa.
c) Sebagai pedoman dalam mengembangkan sumber
daya manusia Unit Layanan Pengadaan RSUD
Kabupaten Sumedang di masa yang akan datang.
d) Sebagai pedoman dalam pelaksanaan koordinasi
pelayanan Unit Layanan Pengadaan

e) Sebagai pedoman dalam pengelolaan sistem


informasi manajemen pengadaan yang mencakup
dokumen pengadaan, Dokumen survey harga,
daftar kebutuhan barang/ jasa, daftar hitam
penyedia.

C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pelayanan unit layanan pengadaan meliputi
pengadaan barang dan jasa yang terdiri dari Pengadaan
Barang/Jasa di lingkungan RSUD yang pembiayaannya baik
sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.
1. Sumber Dana APBN /APBD Propinsi /APBD Kabupaten
Pengadaan barang dan jasa yang dananya bersumber dari
APBN/APBD Propinsi/APBD Kabupaten dilaksanakan
berdasarkan ketentuan Peraturan Presiden nomor 70 tahun
2012 tentang perubahan kedua Peraturan Presiden nomor 54
tahun 2010. Untuk itu, seluruh kegiatan pengadaan barang
jasa yang bersumber dari APBN,APBD Propinsi Jawa Barat,
dan APBD Kabupaten Sumedang diserahkan Kepada Unit
Layanan Pengadaan (ULP) Sekretaris Daerah Kabupaten
Sumedang maupun Lembaga Pengadaan Secara
Elektronik(LPSE) Kabupaten Sumedang agar dilaksanakan
sesuai ketentuan yang berlaku. Termasuk dalam hal ini
adalah kegiatan pengadaan barang jasa yang dilaksanakan
secara pelelangan umum yang bersumber dari pendapatan
fungsional BLUD RSUD Kabupaten Sumedang, apabila
tersedia dana dalam jumlah penuh sehingga memungkinkan
dilakukan pelelangan umum sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bupati nomor 3 tahun 2013 pasal 4 ayat 4 huruf
(a).
2. Sumber Dana non APBN/APBD Propinsi /APBD Kabupaten
Pengadaan barang jasa yang bersumber dari Sumber Dana
non APBN/APBD Propinsi /APBD Kabupaten berasal dari :
a) Jasa yang diberikan kepada masyarakat
b) Hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau
badan lain
c) Hasil kerjasama BLUD RSUD dengan pihak lain
d) Lain – lain pendapatan BLUD yang sah
Yang selanjutnya disebut pendapatan fungsional rumah
sakit, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Bupati nomor
3 tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan
Barang dan Jasa di lingkungan Badan Layanan Umum
Daerah RSUD Kabupaten Sumedang yang disertai
Standar Prosedur Operasional dalam pengadaan barang
jasa tersebut.

D. Batasan Operasional
Pengadaan Barang/Jasa Swakelola; dan/atau pemilihan
Penyedia Barang/Jasa.
1. Barang
2. Pekerjaan Konstruksi
3. Jasa Konsultansi
4. Jasa Lainnya.
Pengadaan barang dan jasa tersebut yang sumber dananya
berasal dari pendapatan fungsional Rumah Sakit, untuk jenis
pekerjaan :
1. Perbekalan farmasi
2. Pengadaan Makan Minum Pasien dan pegawai BLUD RSUD
3. Pengadaan Jasa Cleaning Service
4. Pengadaan Jasa Pengamanan
5. Pengadaan ATK
6. Pengadaan Alat Kedokteran
7. Pemeliharaan Gedung dan Pemeliharaan Kantor
8. Pemeliharaan alat kedokteran
9. Pengadaan barang/ jasa yang berhubungan dengan
operasional pelayanan RSUD , termasuk di dalamnya
berbagai kerjasama operasi yang mengikat dan memberikan
manfaat kepada kedua belah pihak

E. Landasan Hukum

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
3. Undang – undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang – undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang – undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang – undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
6. Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4502);
8. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang / Jasa Pemerintah;
9. Peraturan Presiden No.70 Tahun 2012 tentang perubahan
kedua Perpres No.54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
/Jasa Pemerintah
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.02/2006 tentang
Kewenangan Pengadaan Barang / Jasa pada Badan Layanan
Umum;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah;
10 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
703/MENKES/SK/IX/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Barang/Jasa pada Institusi Pemerintah pada
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum di Lingkungan
Departemen Kesehatan;
11 Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 8 Tahun
2008 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Sumedang;
12 Peraturan Bupati Sumedang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada RSUD Kabupaten
Sumedang.
13 Peraturan Bupati Sumedang Nomor 47 Tahun 2009 tentang
RSUD Kabupaten Sumedang sebagai Badan Layana Umum
Daerah;
14 Peraturan Bupati Sumedang Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pada Badan
Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Sumedang;
15 Peraturan Bupati Sumedang Nomor 22 Tahun 2014 tentang
Perubahan Peraturan Bupati Sumedang Nomor 3 Tahun
2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pada Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Sumedang;
16 Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pada Badan
Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Sumedang;
17 Hasil kajian BPKP Provinsi Jawa Barat mengenai Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa di RSUD Kabupaten Sumedang;
18 Legal Opinion dari tim JPN Kejaksaan Negeri Sumedang
tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa di RSUD
Kabupaten Sumedang.
BAB II STANDAR KETENAGAAN

1. Jumlah dan Kualifikasi Tenaga


Jumlah dan Kualifikasi Tenaga pada Unit Layanan Pengadaan
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang saat ini
adalah sebagai berikut :
Jenis Jumlah
No Nama Jabatan Pendidikan Sertifikasi jumlah
kepegawaian Kebutuhan
Pj.Pengelola Kegiatan
S1 Pengadaan
Pengadaan Obat- 1
1 Administrasi PNS barang
Obatan dan Alkes orang
Negara dan jasa
Habis Pakai
Pj.Pengelola Kegiatan
Pengadaan
alat Kedokteran pada 1
2 S1 Ekonomi PNS barang
Bidang Pelayanan orang
dan jasa
Penunjang Medis
Pj. Pengelola
Pengadaan
Kegiatan Pengadaan 1
3 S1 Ekonomi PNS barang
Barang dan Jasa orang
dan jasa
pada Sub.Bag Umum

2. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan pada Unit Layanan Pengadaan di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang terdiri dari :
1. Pj.Pengelola Kegiatan Pengadaan Obat- Obatan dan Alkes
Habis Pakai : 1 orang
2. Pj.Pengelola Kegiatan alat Kedokteran pada Bidang Pelayanan
Penunjang Medis : 1 orang
3. Pj. Pengelola Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa pada
Sub.Bag Umum : 1 orang

4. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga pada Unit Layanan Pengadaan di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Sumedang hanya menggunakan shift
pagi saja dengan jam kerja Waktu dinas/shift : jam 07.00 s.d
jam 15.00 selama 5 (lima) hari kerja dalam seminggu.
BAB III
STANDAR FASILITAS

Dalam melaksanakan pelayanan pengadaan barang dan jasa unit


layanan pengadan RSUD Kabupaten Sumedang memiliki sarana dan
prasarana sebagai berikut:
1. Gedung
Gedung ULP terletak di lokasi yang mudah dicapai dari dalam
maupun dari luar rumah sakit
2. Ruangan
Gedung ULP memiliki ruangan atau tempat untuk melakukan
pelayanan yang terdiri dari.
A. Denah ruang

RAK DOKUMEN

MEJA KERJA

MEJA TAMU

RAK DOKUMEN
B. Fasilitas

Jumlah
NO Jenis peralatan Ket
Peralatan
1 Meja tulis 2 buah
2 Kursi lipat ( chitose ) buah
3 Kursi dan meja tamu 1 set
4 Personal computer 3 set
5 Printer 3 buah
6 Meja kerja 3 set
7 Jaringan internet 1 buah
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

Pengadaan Barang dan Jasa


A. Penganggaran
Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa secara umum dimulai
dengan proses pengajuan penganggaran sebagai berikut :
1. Masing – masing unit kerja mengajukan secara tertulis
rencana kebutuhannya melalui :
a. Sub Bag Umum untuk kebutuhan ATK, Jasa Surat
Menyurat, Pemeliharan dan perizinan kendaraan,
Peralatan Kebersihan dan bahan pembersih, Gas Elfiji,
Cetakan dan Penggandaan, Penyediaan Perlengkapan
Rumah Tangga (Jam, Kalkulator, AC, TV, Kulkas, Kamera,
Infokus, Handycam dan alat komunikasi), Bahan Bacaan
dan Peraturan Perundang-undangan, Mebeuler (Meja,
kursi, lemari), Publikasi, dekorasi dan dokumentasi,
Pakaian pegawai, serta lain-lain inventaris kantor lainnya.
b. Bidang Pelayanan Penunjang Medis dan Bidang Pelayanan
Medis untuk kebutuhan alat-alat kedokteran, Alat &
bahan dan pengadaan linen
c. Instalasi Farmasi untuk kebutuhan obat – obatan, alat
kesehatan habis pakai dan Gas Medis (O2 dan N2O)
d. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) untuk
kebutuhan pemeliharaan gedung Rumah Sakit,
pemeliharaan instalasi listrik, air dan telepon, IPAL,
Incinerator, alat-alat kedokteran, alat , alat-alat rumah
tangga rumah sakit (Mebeler, AC, Kulkas, Lift , dll.).
e. Sub Bagian Litbang untuk kebutuhan pendidikan dan
latihan formal, kursus-kursus, seminar, workshop,
sosialisasi, bimbingan teknis, diklat teknis, diklat
fungsional dll.
f. Instalasi Gizi untuk kebutuhan makanan dan minuman
pasien, pegawai, rapat , tamu, dan alat-alat dapur.
g. Instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
(SIMRS) untuk kebutuhan Komputer dan kelengkapannya.
h. Sub Bagian Kepegawaian untuk kebutuhan jasa tenaga
pendukung administrasi / teknis perkantoran, pemberian
tanda mata untuk pegawai purna tugas dan pindah tugas,
lembur pegawai, rapat-rapat koordinasi dan konsultasi.
i. Instalasi Laundry untuk kebutuhan pemeliharaan linen.
2. Sub Bag Umum/Bidang PPM/Instalasi Farmasi/Unit layanan
pengadaan/Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
(IPSRS)/Instalasi Laundry /Instalasi Gizi /Sub Bag Litbang
/Sub Bagian Kepegawaian mengusulkan kebutuhan-
kebutuhannya kepada Bagian Program dan Sub Bag
Anggaran agar didokumentasikan dalam Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA).
3. Bagian Program bersama sub bag Anggaran bersama tim
mengajukan persetujuan RBA beserta Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) kepada Direktur RSUD untuk selanjutnya
diajukan kepada Dewan Pengawas dan diserahkan kepada
Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Sumedang.
4. Setelah RBA disetujui DPRD dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Sumedang, Direktur RSUD selaku Pengguna
Anggaran (PA) menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP).
5. Direktur RSUD menetapkan pelaksana pengadaan, meliputi
KPA/PPK, Pejabat Pengadaan/ Pokja Pengadaan, Pejabat/
Panitia Penerima/Pemeriksa Hasil Pekerjaan, PPTK,
Bendahara Pembantu Pengeluaran, Pelaksana Administrasi
dan Pelaksana Teknis.
6. Setelah mendapat persetujuan dari Pengguna Anggaran (PA),
PPTK/PPK/KPA baru bisa melaksanakan pekerjaan/kegiatan.
7. Dokumentasi dari seluruh kegiatan dituangkan dalam
DPA(Dokumen Pelaksanaan Anggaran) yang mencantumkan
rincian pelaksanaan kegiatan sesuai pagu anggaran yang
tersedia. Dalam hal ini, sebagaimana diketahui untuk BLUD
RSUD , pagu anggaran yang tersedia merupakan kisaran
nilai yang akan dibelanjakan , mengingat dana untuk
kegiatan tersebut belum tersedia secara utuh.

B. Pelaksanaan Kegiatan/Pekerjaan dalam Pengadaan Barang


Jasa
1. Pengguna Anggaran /Kuasa Pengguna Anggaran
PA/KPA menyusun Rencana Umum Pengadaan yang terdiri
dari:
a. Kebijakan umum pengadaan yang meliputi:
1) pemaketan pekerjaan;
2) cara pengadaan; dan
3) pengorganisasian pengadaan.
b. Rencana penganggaran biaya pengadaan;
c. Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang meliputi:
1) uraian kegiatan yang akan dilaksanakan yang meliputi:
a) latar belakang;
b) maksud dan tujuan;
c) sumber pendanaan; dan
d) hal-hal lain yang diperlukan.
2) waktu pelaksanaan yang diperlukan, termasuk kapan
Barang tersebut harus tersedia pada lokasi kegiatan/sub
kegiatan terkait, dengan memperhatikan batas akhir
tahun anggaran/batas akhir efektif tahun anggaran;
3) spesifikasi teknis Barang yang akan diadakan; dan
4) besarnya total perkiraan biaya pekerjaan.
2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
PPK menyusun dan menetapkan rencana pengadaan sesuai
dengan hasil kajian Rencana Umum Pengadaan, meliputi:
1) Pemaketan kembali kegiatan pada DPA
Untuk merealisasikan kegiatan yang ada dalam
Dokumen Pelaksanaan Anggran, dapat dilakukan
pemaketan kembali agar dapat menjamin efektifitas dan
efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa, dengan
mempertimbangkan :
a. Pengadaan barang/ jasa yang berhubungan dengan
operasional pelayanan RSUD , termasuk di dalamnya
berbagai kerjasama operasi yang mengikat dan
memberikan manfaat kepada kedua belah pihak
b. Distributor yang memiliki hak edar atas produk
tertentu dari principal atau pabrikan
c. Performance/kinerja penyedia jasa berdasarkan
rekam jejak yang dimiliki penyedia jasa dalam
pekerjaan sebelumnya, termasuk di dalamnya adalah
kelonggaran dalam termin pembayaran
d. Volume kebutuhan dan jenis barang dan jasa yang
disesuaikan dengan ketersediaan dana
e. Ketentuan yang telah mengatur tentang standar
barang dan jasa yang telah ditetapkan antara lain
seperti standar obat-obatan pada BLUD RSUD,Daftar
Plafon Harga Obat(DPHO) ASKES, Keputusan Menteri
Kesehatan dan sebagainya .
2) Penyusunan Spesifikasi Teknis dan Gambar.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyusun spesifikasi
teknis dan gambar sesuai dengan hasil pengkajian ulang
spesifikasi teknis dan gambar brosur, termasuk
perubahan yang telah disetujui oleh PA/KPA.
3) Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
a) PPK menyusun HPS yang dikalkulasikan secara
keahlian dan berdasarkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan.
b) Untuk pengadaan langsung yang menggunakan bukti
pembelian sampai dengan Rp10 juta tidak diperlukan
HPS
c) HPS digunakan sebagai:
(1) alat untuk menilai kewajaran penawaran
termasuk rinciannya;
(2) dasar untuk menetapkan batas tertinggi
penawaran yang sah untuk pengadaan;
(3) dasar untuk negosiasi harga dalam Penunjukan
Langsung dan Pengadaan Langsung;
(4) dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan
Penawaran;dan
(5) dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan
Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih
rendah dari 80% (delapan puluh perseratus) nilai
total HPS.
d) Data yang dipakai untuk menyusun HPS berdasarkan
pada data harga pasar setempat yang diperoleh
berdasarkan hasil survey menjelang dilaksanakan
pengadaan dengan mempertimbangkan informasi
yang meliputi:
(1) informasi biaya satuan yang dipublikasikan
secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
(2) informasi biaya satuan yang dipublikasikan
secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data
lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
(3) daftar biaya/tarif yang dikeluarkan oleh
pabrikan/distributor tunggal;
(4) biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang
berjalan dengan mempertimbangkan faktor
perubahan biaya;
(5) inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan
dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
(6) hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik
yang dilakukan dengan instansi lain maupun
pihak lain;
(7) norma indeks; dan
(8) informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
e) Dalam menyusun HPS telah memperhitungkan:
(1) Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan
(2) keuntungan dan biaya overhead yang dianggap
wajar bagi penyedia maksimal 15% (lima belas
perseratus) tidak termasuk pajak.
f) HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga,
biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) penyedia.
g) Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia, untuk jenis
pengadaan barang dan jasa yang dananya tersedia
secara utuh.
h) Riwayat HPS harus didokumentasikan secara baik.
i) HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar
perhitungan kerugian negara.
j) dalam hal Kontes, Tim Juri/Tim Ahli dapat
memberikan masukan dalam penyusunan HPS.
4) Penyiapan rancangan kontrak
a. Berdasar kesepakatan PPK dan Pokja Pengadaan/Pejabat
Pengadaan dan/atau keputusan PA/KPA, maka PPK
menyiapkan rancangan kontrak yang merujuk kepada
kebijakan umum, rencana penganggaran biaya dan KAK.
b. PPK menyerahkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan
kepada Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan sebagai
bahan untuk menyusun Dokumen Pengadaan.
5) Tanggungjawab PPK termasuk menandatangani kontrak,
menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen
pelaksanaan pengadaan, akan tetapi tidak termasuk dalam
menetapkan pemenang / penyedia Barang Jasa

3. Pejabat Pengadaan dan Pokja Pengadaan


Pejabat pengadaan dan Kelompok Kerja Pengadaan adalah
PNS yang memiliki sertifikat ahli pengadaan , dapat dibantu
oleh tenaga ahli yang memiliki keahlian khusus yang
dibutuhkan. Pelaksanaan pengadaan barang Jasa di
lingkungan BLUD RSUD diatur sebagai berikut:
a. Pejabat Pengadaan melaksanakan pengadaan
langsung dan penunjukan langsung dengan nilai
pagu DPA tidak melebihi Rp1.000.000.000,- ; Pokja
Pengadaan dengan nilai pagu DPA di atas Rp 1
.000.000.000,-
b. menentukan penyedia barang jasa sesuai kaidah
pengadaan dengan mengedepankan prinsip
efisien,efektif,transparan dan akuntabel
c. Pokja Pengadaan berjumlah gasal, minimal 3
(tiga)orang
d. Pejabat Pengadaan / Pokja Pengadaan melakukan
negosiasi dengan penyedia jasa yang dituangkan
dalam berita acara negosiasi
4. Pejabat / Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan dan Panitia Penerima
Hasil Pekerjaan melaksanakan tugas sebagai berikut:
1. Memeriksa pekerjaan / hasil pengadaan barang jasa ,
dituangkan dalam dokumen Berita Acara Pemeriksaan
Hasil Pekerjaan/Pengadaan Barang Jasa
2. Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan untuk nilai
kegiatandalam pagu DPA sampai dengan Rp1 miliar ;
Panitia Penerima Hasil Pekerjaandengan nilai pagu DPA
di atas Rp 1 miliar
3. Bertanggungjawab terhadap isi dokumen yang dibuat
4. Hasil pekerjaan/pengadaan barang jasa beserta
dokumen penerimaan/pemeriksaan diserahterimakan
kepada Pejabat Pembuat Komitmen

C. Metode dan Langkah Pengadaan Barang Jasa


1. Metode Pengadaan Barang Jasa
a) Pelelangan Umum, Lelang Sederhana dan Pemilihan
Langsung
Pelelangan umum, Lelang Sederhana dan Pemilihan
Langsung hanya dapat dilaksanakan apabila tersedia dana
secara utuh, dan dalam hal ini pelaksanaannya diserahkan
kepada ULP Setda atau LPSE Kabupaten Sumedang
b) Pengadaan Langsung , Penunjukan Langsung,Swakelola,
Kontes/Sayembara
Apabila tidak tersedia dana secara utuh, maka pengadaan
barang dan jasa dilaksanakan dengan Pengadaan
Langsung, Penunjukan Langsung, Swakelola maupun
dengan Kontes/ Sayembara. Adapun teknis pelaksanaan
pengadaan dapat dilakukan secara manual maupun
elektronis melalui E-Purchasing yang tersedia dalam E-
katalog, tergantung pada syarat dan termyn pembayaran
yang paling ringan bagi pihak RSUD Kab. Sumedang.
c) Kerja Sama Operasi
Pengadaan barang jasa yang terkait dengan pelayanan
dapat dilaksanakan dengan suatu Perjanjian Kerjasama
Operasional dengan maksud untuk mendapatkan manfaat
antara kedua belah pihak. Adapun ruang lingkup
Perjanjuian Kerjasama Operasional diatur sebagai berikut:
1) PKO Type I : yaitu kerjasama operasional dimana
investor berkewajiban menyediakan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan dalam operasional tersebut
dan pihak RSUD Kab Sumedang berkewajiban membeli
bahan-bahan yang diperlukan dalam kurun waktu
yang disepakati. Sarana dan Prasarana yang
disediakan investor akan menjadi milik RSUD Kab
Sumedang pada akhir perjanjian.
2) PKO Type II : yaitu kerjasama operasi dimana investor
berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam operasional kegiatan tersebut dan
pihak RSUD Kab Sumedang berkewajiban membeli
bahan bahan yang diperlukan dalam kurun waktu
yang disepakati. Sarana dan prasarana yang
disediakan investor akan menjadi milik RSUD Kab
Sumedang pada akhir perjanjian. Pendapatan yang
diperoleh dari kerjasama operasional tersebut secara
proporsional menjadi hak investor dan RSUD Kab
Sumedang sesuai kesepakatan kedua belah pihak
3) PKO Type III : kerjasama operasional dengan skema
selain yang tersebut diatas dengan prinsip memberikan
manfaat bagi kedua belah pihak
2. Langkah –langkah dalam Pengadaan Langsung :
1) Pejabat Pengadaan/Pokja Pengadaan mencari informasi
barang dan harga melalui media elektronik maupun non-
elektronik;
2) Pejabat Pengadaan/Pokja Pengadaan membandingkan
harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber
informasi yang berbeda;
3) Pejabat Pengadaan/Pokja Pengadaan melakukan klarifikasi
dan negosiasi teknis serta untuk mendapatkan harga yang
wajar serta dapat dipertanggungjawabkan; (bila
diperlukan)
4) Pejabat Pengadaan/Pokja Pengadaan menentukan
penyedia barang dan jasa; dan
5) Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan melakukan transaksi
sampai dengan Rp 10.000.000
6) Pejabat Pembuat Komitmen mendapatkan bukti transaksi
dengan ketentuan:
a) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai
dengan Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) berupa
bukti pembelian;
b) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai
dengan Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
berupa kuitansi; dan
c) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai
dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
berupa kuitansi dan faktur pembelian yang dilengkapi
dengan NPWP.
d) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai
dengan Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) berupa tanda bukti perjanjian yaitu Surat
Pesanan (SP) / Order Kerja (OK) yang dituangkan
dalam suatu kontrak.
e) untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai
dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
berupa tanda bukti perjanjian yaitu Surat Perintah
Kerja (SPK) yang dituangkan dalam suatu kontrak.
f) SPK paling sedikit berisi: :
a) judul SPK;
b) nomor dan tanggal SPK;
c) nomor dan tanggal Surat Permintaan Penawaran;
d) nomor dan tanggal Berita Acara Hasil Negosiasi;
e) sumber dana;
f) waktu pelaksanaan;
g) uraian pekerjaan yang dilaksanakan;
h) nilai pekerjaan untuk pengadaan barang jasa yang
dapat diperkirakan volumenya;\
i) tata cara pembayaran;
j) sanksi;
k) tanda tangan kedua belah pihak; dan
l) standar ketentuan dan syarat umum SPK paling
sedikit memuat:
(1) Itikad Baik
(a) Para pihak bertindak atas asas saling percaya
yang saling disesuaikan dengan hak-hak yang
terdapat dalam SPK
(b) Para pihak setuju untuk melaksanakan SPK
dengan jujur tanpa menonjolkan kepentingan
masing-masing pihak. Apabila salah satu
pihak merasa dirugikan, maka diupayakan
tindakan yang terbaik untuk mengatasi
keadaan tersebut.
(2) Penyedia Mandiri
Penyedia bertanggung jawab penuh terhadap
pelaksanaan pekerjaan.
(3) Penerimaan Barang
PPK berhak untuk memeriksa barang setelah
serah terima barang dan untuk menolak
penerimaan barang yang tidak memenuhi
spesifikasi dalam SPK ini. Pembayaran atas
barang bukan merupakan bukti penerimaan
barang tersebut.
(4) Hak Kekayaan Intelektual
Penyedia berkewajiban untuk memastikan bahwa
barang yang dipasok tidak melanggar Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) pihak manapun dan
dalam bentuk apapun. Penyedia berkewajiban
untuk menanggung PPK dari atau atas semua
tuntutan, tanggung jawab, kewajiban,
kehilangan, kerugian, denda, gugatan atau
tuntutan hukum, proses pemeriksaan hukum,
dan biaya yang dikenakan terhadap PPK
sehubungan dengan klaim atas pelanggaran HKI,
termasuk pelanggaran hak cipta, merek dagang,
hak paten, dan bentuk HKI lainnya yang
dilakukan atau diduga dilakukan oleh Penyedia.
(5) Jaminan Mutu dan Pengepakan
Penyedia Barang menjamin bahwa barang,
termasuk pengepakannya, memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan serta bebas dari cacat mutu.
Penyedia Barang juga menjamin bahwa barang
dikepak sedemikian rupa sehingga barang
terhindar dan terlindungi dari resiko kerusakan
atau kehilangan selama masa transportasi atau
pada saat pengiriman dari tempat asal sampai
serah terima.
(6) Pemutusan
Menyimpang dari Pasal 1266 dan 1267 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, PPK dapat
memutuskan SPK ini dengan pemberitahuan
tertulis kepada Penyedia Barang. Apabila SPK
diputuskan sebelum waktu pelaksanaan
pengadaan berakhir dan pemutusan tersebut
akibat Keadaan Kahar atau bukan karena
kesalahan atau kelalaian penyedia maka
penyedia berhak atas pembayaran pekerjaan
sesuai dengan prestasi pengadaan yang dapat
diterima oleh PPK.
(7) Pemeliharaan Lingkungan
Penyedia berkewajiban untuk mengambil
langkah-langkah yang memadai untuk
melindungi lingkungan selama pelaksanaan
pengadaan barang serta membatasi gangguan
lingkungan terhadap pihak ketiga dan harta
bendanya sehubungan dengan pelaksanaan SPK
ini.
(8) Perpajakan
Penyedia berkewajiban untuk membayar semua
pajak, bea, retribusi, dan pungutan lain yang
dibebankan oleh peraturan perundang-undangan
atas pelaksanaan SPK. Semua pengeluaran
perpajakan ini dianggap telah termasuk dalam
nilai SPK dan atau nilai setiap transaksi.
(9) Hukum Yang Berlaku
Keabsahan, interpretasi, dan pelaksanaan SPK
ini didasarkan kepada hukum Republik
Indonesia.
(10) Penyelesaian Perselisihan
PPK dan Penyedia berkewajiban untuk berupaya
sungguhsungguh menyelesaikan secara damai
semua perselisihan yang timbul dari atau
berhubungan dengan SPK ini atau
interpretasinya selama atau setelah pelaksanaan
pengadaan barang ini. Apabila perselisihan tidak
dapat diselesaikan secara musyawarah maka
perselisihan akan diselesaikan melalui arbitrase,
mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(11) Perubahan SPK
SPK ini tidak dapat diubah kecuali dibuat secara
tertulis serta berlaku apabila disetujui oleh para
pihak.
(12) Pengalihan dan/atau Subkontrak
Penyedia dilarang untuk mengalihkan dan/atau
mensubkontrakkan sebagian atau seluruh
pengadaan.Pengalihan seluruh pengadaan hanya
diperbolehkan dalam hal pergantian nama
penyedia, baik sebagai akibat peleburan,
konsolidasi, pemisahan atau akibat lainnya.
(13) Larangan Pemberian Komisi
Penyedia menjamin tidak akan memberikan
komisi dalam bentuk apapun (gratifikasi) kepada
semua pihak terkait

3. Penunjukan Langsung ;
A. Bukan Untuk Penanganan Darurat :
1. Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan melakukan penilaian
kualifikasi terhadap Penyedia yang akan ditunjuk.
2. Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan mengundang
sekaligus menyampaikan Dokumen Pengadaan untuk
Penunjukan Langsung kepada penyedia yang dinilai
mampu dan memenuhi kualifikasi untuk mengerjakan
pekerjaan tersebut;
3. dilakukan pemberian penjelasan oleh Pokja
Pengadaan/Pejabat Pengadaan; penyedia menyampaikan
Dokumen Penawaran dalam 1 (satu) sampul yang berisi:
dokumen administrasi, teknis dan harga secara langsung
atau dikirim melalui pos/jasa pengiriman kepada Pokja
Pengadaan/Pejabat Pengadaan;
4. Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan membuka Dokumen
Penawaran dan melakukan evaluasi administrasi, teknis
dan harga;
5. dalam melakukan evaluasi, Pokja Pengadaan/Pejabat
Pengadaan dapat melakukan klarifikasi dan negosiasi
teknis serta harga untuk mendapatkan harga yang wajar
serta dapat dipertanggungjawabkan;
6. apabila hasil evaluasi dinyatakan tidak memenuhi syarat,
Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan mengundang
penyedia lain;
7. Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan menyusun Berita
Acara yang memuat :
a) nama dan alamat penyedia;
b) harga penawaran terkoreksi dan harga hasil negoisasi;
c) Nomor Pokok Wajib Pajak;
d) unsur-unsur yang dievaluasi;
e) keterangan lain yang dianggap perlu; dan
f) tanggal dibuatnya berita acara.
8. Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan menetapkan penyedia
berdasarkan hasil evaluasi;
9. Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan mengumumkan hasil
penetapan penyedia pada papan pengumuman resmi untuk
masyarakat;
10. PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang
Jasa (SPPBJ) dan segera mempersiapkan proses Kontrak/
SPK.
SPK paling sedikit berisi: :
1) judul SPK;
2) nomor dan tanggal SPK;
3) nomor dan tanggal Surat Permintaan Penawaran;
4) nomor dan tanggal Berita Acara Hasil Negosiasi;
5) sumber dana;
6) waktu pelaksanaan;
7) uraian pekerjaan yang dilaksanakan;
8) nilai pekerjaan;
9) tata cara pembayaran;
10) sanksi;
11) tanda tangan kedua belah pihak; dan
12) standar ketentuan dan syarat umum SPK paling
sedikit memuat:
(1) Itikad Baik
(a) Para pihak bertindak atas asas saling percaya
yang saling disesuaikan dengan hak-hak yang
terdapat dalam SPK
(b) Para pihak setuju untuk melaksanakan SPK
dengan jujur tanpa menonjolkan kepentingan
masing-masing pihak. Apabila salah satu
pihak merasa dirugikan, maka diupayakan
tindakan yang terbaik untuk mengatasi
keadaan tersebut.
(2) Penyedia Mandiri
Penyedia bertanggung jawab penuh terhadap
pelaksanaan pekerjaan.
(3) Penerimaan Barang
PPK berhak untuk memeriksa barang setelah
serah terima barang dan untuk menolak
penerimaan barang yang tidak memenuhi
spesifikasi dalam SPK ini. Pembayaran atas
barang bukan merupakan bukti penerimaan
barang tersebut.
(4) Hak Kekayaan Intelektual
Penyedia berkewajiban untuk memastikan bahwa
barang yang dipasok tidak melanggar Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) pihak manapun dan
dalam bentuk apapun. Penyedia berkewajiban
untuk menanggung PPK dari atau atas semua
tuntutan, tanggung jawab, kewajiban, kehilangan,
kerugian, denda, gugatan atau tuntutan hukum,
proses pemeriksaan hukum, dan biaya yang
dikenakan terhadap PPK sehubungan dengan
klaim atas pelanggaran HKI, termasuk
pelanggaran hak cipta, merek dagang, hak paten,
dan bentuk HKI lainnya yang dilakukan atau
diduga dilakukan oleh Penyedia
(5) Jaminan Mutu dan Pengepakan
Penyedia Barang menjamin bahwa barang,
termasuk pengepakannya, memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan serta bebas dari cacat mutu.
Penyedia Barang juga menjamin bahwa barang
dikepak sedemikian rupa sehingga barang
terhindar dan terlindungi dari resiko kerusakan
atau kehilangan selama masa transportasi atau
pada saat pengiriman dari tempat asal sampai
serah terima.
(6) Pemutusan
Menyimpang dari Pasal 1266 dan 1267 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, PPK dapat
memutuskan SPK ini dengan pemberitahuan
tertulis kepada Penyedia Barang. Apabila SPK
diputuskan sebelum waktu pelaksanaan
pengadaan berakhir dan pemutusan tersebut
akibat Keadaan Kahar atau bukan karena
kesalahan atau kelalaian penyedia maka penyedia
berhak atas pembayaran pekerjaan sesuai dengan
prestasi pengadaan yang dapat diterima oleh PPK.
(7) Pemeliharaan Lingkungan
Penyedia berkewajiban untuk mengambil langkah-
langkah yang memadai untuk melindungi
lingkungan selama pelaksanaan pengadaan
barang serta membatasi gangguan lingkungan
terhadap pihak ketiga dan harta bendanya
sehubungan dengan pelaksanaan SPK ini.
(8) Perpajakan
Penyedia berkewajiban untuk membayar semua
pajak, bea, retribusi, dan pungutan lain yang
dibebankan oleh peraturan perundang-undangan
atas pelaksanaan SPK. Semua pengeluaran
perpajakan ini dianggap telah termasuk dalam
nilai SPK.
(9) Hukum Yang Berlaku
Keabsahan, interpretasi, dan pelaksanaan SPK ini
didasarkan kepada hukum Republik Indonesia.
(10)Penyelesaian Perselisihan
PPK dan Penyedia berkewajiban untuk berupaya
sungguhsungguh menyelesaikan secara damai
semua perselisihan yang timbul dari atau
berhubungan dengan SPK ini atau interpretasinya
selama atau setelah pelaksanaan pengadaan
barang ini. Apabila perselisihan tidak dapat
diselesaikan secara musyawarah maka
perselisihan akan diselesaikan melalui arbitrase,
mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(11)Perubahan SPK
SPK ini tidak dapat diubah kecuali dibuat secara
tertulis serta berlaku apabila disetujui oleh para
pihak.
(12)Pengalihan dan/atau Subkontrak
Penyedia dilarang untuk mengalihkan dan/atau
mensubkontrakkan sebagian atau seluruh
pengadaan.Pengalihan seluruh pengadaan hanya
diperbolehkan dalam hal pergantian nama
penyedia, baik sebagai akibat peleburan,
konsolidasi, pemisahan atau akibat lainnya.
(13)Larangan Pemberian Komisi
Penyedia menjamin tidak akan memberikan
komisi dalam bentuk apapun (gratifikasi) kepada
semua pihak terkait.

4. Penunjukan Langsung untuk Penanganan Darurat


1) Setelah adanya pernyataan darurat dari pejabat yang
berwenang, maka PA/KPA:
a) mengusulkan anggaran kepada pejabat yang berwenang;
dan/atau
b) memerintahkan PPK dan pokja Pengadaan / Pejabat
Pengadaan untuk memproses Penunjukan Langsung.
2) Pokja Pengadaan /Pejabat Pengadaan menunjuk penyedia
yang dinilai mampu untuk menyediakan barang yang
dibutuhkan.
3) PPK menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
kepada:
a) penyedia terdekat yang sedang melaksanakan pekerjaan
sejenis; atau
b) penyedia lain yang dinilai mampu menyediakan barang
tersebut, bila tidak ada penyedia sebagaimana tersebut
pada huruf a di atas.
4) Proses Penunjukan Langsung dilakukan secara simultan,
sebagai berikut:
a) opname pekerjaan di lapangan dilakukan bersama
antara PPK, Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan dan
penyedia (apabila diperlukan);
b) PPK, Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan dan penyedia
membahas jenis, spesifikasi teknis, volume pekerjaan
dan waktu penyelesaian pekerjaan;
c) Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan menetapkan
Dokumen Pengadaan sesuai hasil pembahasan;
d) PPK menyusun dan menetapkan HPS untuk diserahkan
kepada Pejabat Pengadaan /Pejabat Pengadaan;
e) Dokumen Pengadaan disampaikan kepada penyedia;
f) Penyedia menyampaikan Dokumen Penawaran dalam 1
(satu) sampul yang berisi: dokumen administrasi, teknis
dan harga kepada pokja pengadaan/Pejabat Pengadaan.
g) Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan membuka
Dokumen Penawaran dan melakukan evaluasi
administrasi, teknis dan harga;
h) dalam melakukan evaluasi, Pokja Pengadaan/Pejabat
Pengadaan dapat melakukan klarifikasi dan negosiasi
harga untuk mendapatkan harga yang wajar serta dapat
dipertanggungjawabkan;
i) Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan menyusun Berita
Acara yang memuat :
(a) nama dan alamat penyedia;
(b) harga penawaran terkoreksi dan harga hasil
negoisasi;
(c) Nomor Pokok Wajib Pajak;
(d) unsur-unsur yang dievaluasi;
(e) keterangan lain yang dianggap perlu; dan
(f) tanggal dibuatnya berita acara.
j) Pokja Pengadaan/Pejabat Pengadaan menetapkan
penyedia berdasarkan hasil evaluasi;
k) PPK menerbitkan SPPBJ dan segera mempersiapkan
proses kontrak.
BAB V

LOGISTIK

Untuk kelancaran kegiatan di Unit layanan pengadaan ketersediaan


logistik yang terdiri dari alat tulis kantor dan fasilitas komunikasi serta
SIMRS(IT) Adapun pengelolaan sumber daya Unit layanan pengadaan
pengaturannya sebagai berikut :
1). Prosedur permintaan alat:
a. Penanggung jawab alat tulis kantor membuat laporan persediaan
( stock ) setiap bulan kepada PJ. ULP untuk dikaji .
b. PJ. ULP membuat usulan rencana kebutuhan melalui aplikasi
logistik
c. Usulan yang telah diajukan diperiksa oleh bagian logistic
kemudian diverifikasi Ka subag umum ;
2). Prosedur penerimaan alat:
1. Setelah ada tanda diverifikasi, Penanggung jawab barang
menerima barang sesuai dengan permintaan yang disetujui/
diverifikasi oleh Ka subag umum .
2. Penerima barang menandatangani tanda terima barang.
3. Barang yang diterima diperiksa meliputi jenis, jumlah dan
kondisi
4. Barang yang diterima dicatat dalam buku penerimaan barang
dan disimpan di lemari penyimpanan
5. Barang yang tidak sesuai di retur
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien merupakan suatu disiplin dalam pelayanan
kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis dan
pencegahan medical error yang sering menimbulkan Kejadian
Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.( Kemenkes RI,2011 ).

B. Tujuan

Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat


hukum yang diwujudkan dalam bentuk peraturan hukum, baik
perundangan-undangan maupun peraturan hukum lainnya.
UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan
kesehatan yang aman merupakan hak pasien dan menjadi
kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang aman (Pasal 29 dan 32). Rumah Sakit juga
memastikan bahwa tanggung jawab secara hukum atas segala
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada rumah
sakit bersangkutan (Pasal 46).
Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam
UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. Beberapa pasal yang
berkaitan dengan keselamatan pasien dalam UU Kesehatan
tersebut adalah:
1. Pasal 5 ayat (2), menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau.
2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab
atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang
bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
3. Pasal 24 ayat (1), menyatakan bahwa tenaga kesehatan
harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
4. Pasal 53 ayat (3), menyatakan pelaksanaan pelayanan
kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien
5. Pasal 54 ayat (1), menyatakan bahwa penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung
jawab, aman, bermutu, serta merata dan non diskriminatif.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan


tentang keselamatan pasien.
Tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam
Pasal 58 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009:
1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
3) Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan
pasien diatur dalam: Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44
tahun 2009 Rumah sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah
sakit
Pasal 45 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009
1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum
apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau
menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif.
2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan
tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

C. Tata laksana keselamatan pasien


Tata laksana keselamatan pasien di unit layanan
pengadaan merupakan bagian dari keselamatan pasien rumah
sakit secara umum namun pelaksanaanya tidak secara langsung
kepada pasien.
Dalam penerapannya, keselamatan pasien harus dikelola
dengan pendekatan sistemik. Sistem ini dapat dilihat sebagai
suatu sistem terbuka, dimana sistem terkecil akan dipengaruhi,
bahkan tergantung pada sistem yang lebih besar. Sistem terkecil
disebut Mikrosistem, terdiri dari petugas kesehatan dan pasien
itu sendiri, serta proses-proses pemberian pelayanan di ujung
tombak, termasuk elemen-elemen pelayanan di dalamnya.
Mikrosistem dipengaruhi oleh Makrosistem, yang merupakan
unit yang lebih besar, misalnya rumah sakit dan apotek.
Mikrosistem.
Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/ Jasa
Konsultansi/ Jasa Lainnya untuk mempertahankan
kesinambungan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang
memiliki sifat kegawatdaruratan, tidak dapat ditunda, tidak
dapat diprediksi dengan tepat karena berkaitan secara langsung
maupun tidak langsung dengan KESELAMATAN DAN
KEAMANAN PASIEN (patient safety and Security and Security
and Security and Security), antara lain :
1. Pengadaan alat-alat kesehatan untuk mengganti alat - alat
kesehatan yang rusak tidak dapat dipergunakan lagi.
2. Pengadaan alat-alat laboratorium untuk mengganti alat –
alat laboratorium yang rusak tidak dapat dipergunakan
lagi.
3. Pengadaan Prasarana untuk mengganti yang rusak tidak
dapat dipergunakan lagi.
4. Perbaikan alat – alat kesehatan.
5. Perbaikan alat – alat Labolatorium.
6. Perbaikan alat-alat kalibrasi dan paparan radiasi.
7. Perbaikan instalasi air, listrik, dan gas medik.
8. Perbaikan instalasi/jaringan komunikasi medik.
9. Perbaikan gedung.
10. Perbaikan sistem/instalasi pemadam kebakaran.
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Program Keselamatan kerja yang dilaksanakan di unit


layanan pengadaan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan Kecelakaan

a. Seluruh ruangan dalam unit layanan pengadaan harus


mudah dibersihkan
b. Lantai tidak boleh licin
c. Alat komunikasi dan pemadam kebakaran diletakan pada
tempat yang mudah terlihat dan dijangkau.
d. Menggunakan peralatan listrik sesuai prosedur alat.
e. Ventilasi udara yang baik minimal 1/3 bagian ruangan untuk
kenyamanan dalam bekerja dan untuk sistim sirkulasi
udara yang baik.
f. Menggunakan pencahayaan yang baik di ruangan unit
layanan pengadaan.
g. Menggunakan meja kerja dan kursi yang baik dalam setiap
bekerja

2. Pencegahan bahaya kebakaran adalah upaya agar tidak


terjadi kebakaran di Unit layanan pengadaan :

a. Memberikan penyuluhan atau pelatihan tentang pencegahan


dan penanganan bahaya kebakaran bagi petugas
b. Menempatkan barang-barang yang mudah terbakar di tempat
yang aman dan jauh dari sumber api
c. Tidak merokok diruangan
d. Tidak membuat sambungan listrik sembarangan dan tidak
memasang steker listrik bertumpuk-tumpuk
e. Memasang tanda-tanda peringatan pada tempat yang
mempunyai resiko bahaya kebakaran tinggi
f. Menyediakan alat pemadam kebakaran di tempat yang
strategis, mudah dilihat dan dijangkau.
g. Matikan alat listrik bila tidak digunakan
h. Bila akan meninggalkan unit layanan pengadaan periksa
dahulu hal-hal yang dapat menyebabkan kebakaran.
3. Penanganan Kecelakaan

a. Penanganan kecelakaan akibat fisik :

1. Jika petugas merasa lelah segera menghentikan pekerjaan


dan beristirahat kemudian melanjutkan pekerjaan bila
sudah pulih kembali atau menggantikannya dengan
petugas yang lain.
2. Bila terjadi kecelakaan akibat fisik, petugas lain segera
memberi pertolongan pertama.
3. Membawanya ke UGD atau menghubungi dokter apabila
memerlukan pengobatan lebih lanjut.
4. Memberitahukan kepada Ka.Unit layanan pengadaan dan
melaporkan kepada tim K3 RS.
b. Penanganan bahaya kebakaran
1. Menjaga keadaan agar tidak panik, usahakan agar tenang
bila terjadi kebakaran
2. Mengutamakan keselamatan jiwa terlebih dahulu (live
safety).
3. Memeriksa benda yang terbakar, mencari sumber api,
berapa besar api.
4. Apabila api kecil, tindakan pemadaman kebakaran cukup
dengan menggunakan peralatan-peralatan yang sederhana
seperti kain, karung basah, atau cukup dengan
menyiramkan air pada api secara berhati-hati.
5. Bila api cukup besar gunakan alat pemadam kebakaran
dengan cepat, aman dan tepat kemudian segera hubungi
Tim K3 RS adanya kebakaran di unit layanan pengadaan
6. Bila sudah tidak mungkin ditangani segera keluar gedung
dan hubungi pemadam kebakaran
7. Mematikan aliran listrik, gas, atau bahan yang mudah
terbakar lainnya.
8. Beritahu sumber air yang dapat digunakan untuk
memadamkan pada petugas pemadam kebakaran.
9. Membuat laporan adanya kebakaran di Unit layanan
pengadaan kepada tim K3 RS

4. Jalur Evakuasi

Jalur evakuasi adalah penunjuk jalan di unit layanan


pengadaan untuk memudahkan petugas keluar dari gedung
untuk menyelamatkan diri.
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian yang baik disetiap bagian sangatlah diperlukan


oleh setiap perusahaan untuk melaksanakan rencananya dalam
melakukan proses produksi, sehingga apa yang dicapai tidak
menyimpang dari yang telah direncanakan.
Menurut Shigeru Mizuno ; “ pengendalian mutu adalah
memperbaiki desain, standar dan prosedur kerja sedemikian rupa
sehingga tidak akan ada produk yang cacat. Pengendalian mutu
adalah pencegahan. Dalam arti ini , boleh dikatakan bahwa
pengendalian mutu adalah seni melakukan sesuatu yang sudah
jelas dan melakukanya dengan betul” ( 1994 : 17). Ada beberapa
factor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pengendalian
mutu antara lain : Produk yang dihasilkan harus mempunyai mutu
yang baik dan terjamin, Menentukan sifat-sifat produk yang ada
hubungannya dengan selera konsumen.
Pengendalian mutu mencakup keseluruhan kegiatan produksi
dari mulai perencanaan (plan), kemudian mengimplemen tasikan
perencanaan itu menjadi kenyataan (do), dan meninjau kembali
sejauhmana kesesuaian antara hasil dengan rencana semula
(check). Selanjutnya harus dilakukan perbaikan yang perlu apabila
kesesuaian antara hasil dengan rencana tidak tercapai (action).
Keseluruhan langkah tersebut, P-D-C-A (Plan, Do, Check, Action)
akan menjadi sebuah siklus pengendalian yang satu sama lain
saling bergantung dan berkesinambungan.
Secara singkat mutu dapat diartikan: kesesuaian penggunaan
atau kesesuaian tujuan atau kepuasan pelanggan atau pemenuhan
terhadap persyaratan. Mutu Harus Berfokus pada Kebutuhan
Pelanggan Prinsip mutu, yaitu memenuhi kepuasan pelanggan
(customer satisfaction). Dalam manajemen mutu, pelanggan
dibedakan menjadi dua, yaitu: Pelanggan internal (di dalam
organisasi), Pelanggan eksternal (di luar organisasi)
Secara umum program peningkatan mutu pelayanan Unit
layanan pengadaan mengacu pada program mutu rumah sakit.
Secara khusus, program peningkatan mutu pelayanan Unit layanan
pengadaan melihat kepada high volume,high risk dan high prone

Dalam Undang – Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa sudah menjadi kewajiban
rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan harus aman,
bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Pada Undang
– Undang Republik Indonesia yang sama disebutkan pula bahwa
rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien, yaitu
melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan
pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian
yang tidak diharapkan.

Upaya peningkatan mutu, baik pada elemen struktur/input, proses


dan outcome, pada unit layanan pengadaaan merupakan area
mutu non klinis atau area mutu manajemen.
BAB IX
PENGEMBANGAN STAF DAN PENDIDIKAN

Pengembangan sumber daya manusia bertujuan


menghasilkan kerangka kerja yang bertalian secara logis dan
komprehensif untuk mengembangkan lingkungan dimana karyawan
didorong belajar berkembang (Sedarmayanti, 2008:167).
Pengembangan sumber daya manusia adalah upaya
berkesinambungan meningkatkan mutu sumber daya manusia
dalam arti yang seluas-luasnya, melalui pendidikan, latihan, dan
pembinaan (Silalahi, 2000:249).
Pengembangan sumber daya manusia juga merupakan cara
efektif untuk menghadapi beberapa tantangan, termasuk keusangan
atau ketertinggalan karyawan, diversifikasi tenaga kerja domestik
dan internasional. Dengan dapat teratasinya tantangan-tantangan
(affirmative action) dan turnover karyawan, pengembangan sumber
daya manusia dapat menjaga atau mempertahankan tenaga kerja
yang efektif. Pengembangan merupakan suatu cara efektif untuk
menghadapi beberapa tantangan yang di hadapi oleh banyak
organisasi besar. Tantangan-tantangan ini mencakup keusangan
karyawan, perubahan-perubahan sosioteknis dan perputaran tenaga
kerja. Kemampuan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut
merupakan faktor penentu keberhasilan departemen personalia
dalam mempertahankan sumber daya manusia yang efektif
(Handoko, 2008:117). Pengembangan (development) adalah
penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda
atau yang lebih tinggi di dalam organisasi (Simamora, 2006:273).
Pengembangan biasanya berhubungan dengan peningkatan
kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk
menuaikan pekerjaan yang lebih baik. Pengembangan berpijak pada
fakta bahwa seorang karyawan akan membutuhkan pengetahuan,
keahlian, dan kemampuan yang berkembang supaya bekerja dengan
baik dalam suksesi posisi yang dijalani selama karirnya. Persiapan
karir jangka panjang dari seorang karyawan untuk serangkaian
posisi inilah yang dimaksud dengan pengembangan karyawan.
Pengembangan mempunyai lingkup yang lebih luas. Pengembangan
lebih terfokus pada kebutuhan umum jangka panjang organisasi.
Hasilnya bersifat tidak langsung dan hanya dapat diukur dalam
jangka panjang. Pengembangan juga membantu para karyawan
untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan dipekerjaan
mereka yang dapat diakibatkan oleh teknologi baru, desain
pekerjaan, pelanggan baru, atau pasar produk baru. Pengembangan
karyawan dirasa semakin penting manfaatnya karena tuntutan
pekerjaan atau jabatan, sebagai akibat kemajuan teknologi dan
semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan sejenis. Setiap
personel perusahaan dituntut agar dapat bekerja efektif dan efisien
agar kualitas dan kuantitas pekerjaannya menjadi lebih baik
sehingga daya saing perusahaan semakin besar. Pengembangan ini
dilakukan untuk tujuan non karier maupun bagi para karyawan
melalui latihan dan pendidikan.
Secara umum program pengembangan dan pendidikan pegawai Unit
layanan pengadaan mengacu pada program pendidikan dan pelatihan
pada RSUD Kabupaten Sumedang.
Secara khusus untuk Unit layanan pengadaan dilakukan
pendidikan dan pelatihan yang meliputi:
1. Orientasi pegawai baru
a. Berkenalan dengan lingkungan di sekitar RSUD Kab.
Sumedang
b. Diberikan penjelasan tentang Prosedur dan Kebijakan yang
ada di RSUD Kab.Sumedang
2. Rolling
3. Pendidikan berkelanjutan.
Pendidikan berkelanjutan di Unit layanan pengadaanadalah
pendidikan Formal yang berjenjang.
4. Pelatihan/short course, dll.
BAB X

PENUTUP

Pelayanan Unit layanan pengadaan merupakan bagian integral dari


pelayanan rumah sakit yang sangat bermanfaat dalam pengadaan barang
dan jasa, disamping itu juga dapat menimbulkan berbahaya baik bagi
pasien, petugas, maupun lingkungan sekitarnya bila tidak diselenggarakan
secara benar. Oleh karena itu, dalam mewujudkan pelayanan Unit layanan
pengadaan yang bermutu dan aman, diperlukan pengelolaan manajemen
dan tekhnis yang prima yang didukung oleh SDM dan sarana prasarana
yang memadai serta diperlukan Pedoman Pelayanan Unit layanan
pengadaan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pelayanan Unit layanan pengadaan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai