Oleh :
201610330311115
SKILL 5
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
A. BASAL BODY TEMPERATURE (BBT) TEST
Basal body temperature (BBT) merupakan suhu terendah yang dicapai oleh tubuh
selama istirahat atau dalam keadaan istirahat (tidur). Pengukuran suhu basal dilakukan
pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas apapun.
Tujuan pencatatan suhu basal untuk mengetahui kapan terjadinya masa subur/ovulasi. Suhu
basal tubuh diukur dengan menggunakan termometer basal oral. Selama fase folikuler
dalam siklus menstruasi, umumnya BBT akan berada pada rentang 97-98.08 °F (36-
36,7°C) sampai kurang lebih 1 hari sebelum terjadinya ovulasi. Saat ovulasi, corpus luteum
mulai menghasilkan hormon progesteron. BBT akan meningkat 0.5 °C. Pada fase luteal
akhir, ketika corpus luteal mengalami regresi dan hormon progesteron mulai menurun,
BBT akan kembali ke rentang yang rendah sampai 1-2 hari sebelum menstruasi. Setelah
dilakukan pengukuran hasil dicatat dalam lembar grafik suhu basal tubuh dengan jarak suhu
0,1ºC, setiap hari (grafik bisa dibuat di atas kertas millimeter blok). Grafik ini akan
memberikan Anda pola perubahan suhu tubuh saat terjadi ovulasi/masa subur. Setiap orang
polanya berbeda-beda: Ada yang mengalami lonjakan suhu secara tiba-tiba, ada yang naik
secara bertahap.
2. Mempersiapkan alat
4. Menjelaskan cara penggunaan alat (termometer oral) mulai meghidupkan, menggunakan dan
mematikan alatnya.
5. Menyiapkan grafik BBT yang akan digunakan untuk mencatat hasil pengukuran suhu
6. Tuliskan hari, tanggal dan jam setiap saat melakukan pengukuran BBT. Lakukan pengukuran pada
waktu yang sama setiap harinya.
7. Lakukan pengukuran BBT dengan menggunakan basal thermometer yang dilakukan pagi hari segera
sesaat setelah bangun tidur sebelum melakukan aktifitas apapun (minum, makan, merokok, dll) selama
2-3 menit.
8. Mulailah mencatat pada hari pertama menstruasi/haid dan plot hasil pengukuran pada grafik BBT
mulai dari kolom cycle day 1 sampai hari pertama menstruasi/haid berikutnya
9. Catat hasil pengukuran temperature di kolom temperature pada hari tersebut dengan membuat titik (o)
temperature pada angka temperature yang sesuai dengan hasil
11. Tandai setiap kali melakukan hubungan seksual dengan melingkari titik temperature pada hari tersebut
12. Cek juga mukus serviks pada hari yang sama saat pengukuran BBT setiap harinya. Catat tipe – tipe
mukus serviks yang ditemukan, tuliskan pada kolom cervical mucus type:
P = period
D = dry
S = sticky
E = egg-white
13. Tandai setiap kenaikan suhu temperature dengan tanda bintang. Kenaikan tersebut dapat menandakan
bahwa hari itu adalah masa subur/masa fertile, hal ini harus disertai oleh tipe mukus serviks yang
ditemukan adalah tipe egg-white
14. Lakukanlah pengukuran BBT di setiap siklus menstruasi/haid jika ingin mengetahui masa subur/masa
fertile
15. Setelah memberi penjelasan, pastikan kembali bahwa pasien mengerti prosedur pemeriksaannya,
kalau perlu pasien disuruh mengulangi apa yang telah dokter sampaikan
DAFTAR PUSTAKA :
Basal Body Temperature (BBT) as an Indicator for Diagnosis and Evaluation in Women’s Reproductive Health.
2017; 2: 238–246 . wileyonlinelibrary.com/journal
Jordhan et al, 2014. Luteal phase defect: the sensitivity and specificity of diagnosis methods in common clinical
use
Waktu pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pada saat ovulasi, bentuk
daun pakis akan lebih jelas terlihat apabila diambil sampel lender pada waktu yang
mendekati ovulasi, dimana struktur tersebut akan mengering menjadi sebuah bentuk seperti
daun pakis (tes fern). Sebelum dan sesudah ovulasi dan selama kehamilan akan di temukan
pola dengan ciri khas yang berbeda.Pada saat terjadi ovulasi lender serviks akan menjadi
sangat cair dan jernih sebaliknya akan tampak kekuningan dan kental jika diperiksa pada
saat tahapan pra ovulasi dan pasca ovulasi dari siklus haid.
Terdapatnya infeksi serviks atau darah pada saat pemeriksaan fern akan
menghambatkan pembentukan pola pakis yang sempurna. Ditemukannya pola pakis yang
sempurna selama pertengahan siklus menstruasi menandakan aktivitas estrogen yang baik
dan tidak terdapat infeksi serviks.
2. Tujuan Pemeriksaan
a. Menilai aktivitas estrogen
Pemeriksaan fern merupakan sebuah metode sederhana untuk dapat menilai ada
atau tidaknya aktivitas dari estrogen. Terdapatnya infeksi serviks atau darah pada saat
pemeriksaan fern akan menghambatkan pembentukan pola pakis yang sempurna.
Ditemukannya pola pakis yang sempurna selama pertengahan siklus menstruasi
menandakan aktivitas estrogen yang baik dan tidak terdapat infeksi serviks.
b. Menentukan ovulasi
Ovulasi dapat di tegakkan dengan cukup akurat pada wanita - wanita dengan siklus
menstruasi yang teratur. Tidak ditemukannya pola pakis pada mukus serviks selama
masa pra menstruasi menandakan aktivitas dari korpus luteum yang menghasilkan
progesteron. Satu apusan mukus serviks harus di ambil pada saat pertengahan siklus
menstruasi dan satu kali lagi pada saat sebelum menstruasi untuk dapat dengan akurat
menegakkan ovulasi. Ferning atau pola pakis harus ditemukan pada saat pemeriksaan
intermenstruasi dan menghilang pada saat sebelum menstruasi untuk dapat menegakkan
terjadinya ovulasi pada siklus tersebut.Tetapi karena karena banyaknya faktor yang
terlibat dalam gambaran dari pola pakis ini, maka pemeriksaan ini tidak dapat secara
akurat menentukan hari dimana ovulasi terjadi.
I. Persiapan
Handscoon steril
Spekulum Vagina
Cotton swab steril
Objek glass
Mikroskop
II. Pelaksanaan
14 Mengunci speculum
15 Mengambil sekret di bagian fornix posterior dengan lidi kapas (cotton swab
steril).
Harus menunggu kering karena pada saat basah kristalisasi NaCl yang
membentuk gambaran pakis tidak akan terlihat sehingga harus ditunggu hingga
kering (FDA, 2014 dan Introduction & FAQ for Ferning to predict Ovulation
and pregnancy, 2014)
Metode mukosa serviks atau metode ovulasi merupakan metode keluarga berencana
alamiah (KBA) dengan cara mengenali masa subur dari siklus menstruasi dengan
mengamati lendir serviks dan perubahan rasa pada vulva menjelang hari-hari ovulasi.
Lendir/mukosa seviks adalah lendir yang dihasilkan oleh aktivitas biosintesis sel sekretori
serviks dan mengandung tiga komponen penting yaitu:
1. Molekul lendir.
2. Air.
3. Senyawa kimia dan biokimia (natrium klorida, rantai protein, enzim, dll).
Lendir/mukosa serviks ini tidak hanya dihasilkan oleh sel leher rahim tetapi juga oleh sel-
sel vagina. Dalam vagina, terdapat sel intermediet yang mampu berperan terhadap adanya
lendir pada masa subur/ovulasi.
Ovulasi adalah pelepasan sel telur/ovum yang matang dari ovarium/indung telur. Pada saat
menjelang ovulasi, lendir leher rahim akan mengalir dari vagina bila wanita sedang berdiri
atau berjalan. Ovulasi hanya terjadi pada satu hari di setiap siklus dan sel telur akan hidup
12-24 jam, kecuali dibuahi sel sperma. Oleh karena itu, lendir pada masa subur berperan
menjaga kelangsungan hidup sperma selama 3-5 hari.
Pada malam harinya, hasil pengamatan ini harus dicatat. Catatan ini akan menunjukkan
pola kesuburan dan pola ketidaksuburan. Pola Subur adalah pola yang terus berubah,
sedangkan Pola Dasar Tidak Subur adalah pola yang sama sekali tidak berubah. Kedua pola
ini mengikuti hormon yang mengontrol kelangsungan hidup sperma dan
konsepsi/pembuahan. Dengan demikian akan memberikan informasi yang bisa diandalkan
untuk mendapatkan atau menunda kehamilan.
Manfaat
Metode mukosa serviks bermanfaat untuk mencegah kehamilan yaitu dengan berpantang
senggama pada masa subur. Selain itu, metode ini juga bermanfaat bagi wanita yang
menginginkan kehamilan.
Efektifitas
Keberhasilan metode ovulasi billings ini tergantung pada instruksi yang tepat, pemahaman
yang benar, keakuratan dalam pengamatan dan pencatatan lendir serviks, serta motivasi
dan kerjasama dari pasangan dalam mengaplikasikannya. Angka kegagalan dari metode
mukosa serviks sekitar 3-4 perempuan per 100 perempuan per tahun. Teori lain juga
mengatakan, apabila petunjuk metode mukosa serviks atau ovulasi billings ini digunakan
dengan benar maka keberhasilan dalam mencegah kehamilan 99 persen.
Kelebihan
1. Mudah digunakan.
2. Tidak memerlukan biaya.
3. Metode mukosa serviks merupakan metode keluarga berencana alami lain yang
mengamati tanda-tanda kesuburan.
Keterbatasan
Sebagai metode keluarga berencana alami, metode mukosa serviks ini memiliki
keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain:
1. Tidak efektif bila digunakan sendiri, sebaiknya dikombinasikan dengan metode kontrasepsi
lain (misal metode simptothermal).
2. Tidak cocok untuk wanita yang tidak menyukai menyentuh alat kelaminnya.
3. Wanita yang memiliki infeksi saluran reproduksi dapat mengaburkan tanda-tanda
kesuburan.
4. Wanita yang menghasilkan sedikit lendir.
1. Menyusui.
2. Operasi serviks dengan cryotherapy atau electrocautery.
3. Penggunaan produk kesehatan wanita yang dimasukkan dalam alat reproduksi.
4. Perimenopause.
5. Penggunaan kontrasepsi hormonal termasuk kontrasepsi darurat.
6. Spermisida.
7. Infeksi penyakit menular seksual.
8. Terkena vaginitis.
B. Fungsi
1. Konseling medis
Tujuannya untuk mendiagnosis:
1. Diabetes Melitus
Diabetes adalah prototipe dari suatu penyakit yang mendapatkan manfaat dan
konseling prakonsepsi. The American College of Obstetricioans and Gynecologists
menyimpulkan bahwa konseling prakonsepsi untuk wanita dengan diabetes melitus
pragestasi bermanfaat dan cost effective serta harus dianjurkan. Dari American Diabetes
Association menyatakan bahwa tujuan prakonsepsi adalah mencapai kadar hemoglobin A
terendah tanpa menyebabkan resiko hipoglikemia yang tak perlu pada ibu
2. Epilepsi
Wanita dengan epilepsi dua sampai tiga kali lebih besar kemungkinannya
melahirkan bayi dengan anomali struktural daripada mereka yang tidak mengidapnya.
Janin yang terpajan satu obat, secara bermakna, lebih sedikit mengalami malformasi
dibandingkan dengan mereka yang terpajan dua atau lebih obat.
Insiden kelainan ini adalah 1 sampai 2 per 1000 kelahiran hidup, dan penyakit
golongan ini menempati posisi kedua dibawah anomali jantung sebagai penyebab tersering
malformasi struktural janin tersering. Sebagian dari CTS, serta cacat jantung kongenital,
berkaitan dengan mutasi spesifik di gen metilen tetrahidrofolat reduktase. Sebagian besar
dari efek merugikan ini tampaknya dapat diatasi dengan pemberian suplemen asam folat
perikonsepsi . Meskipun perannya masih diperdebatkan, kadar vitamin B12 yang rendah
pada masa perikonsepsi, juga dapat meningkatkan resiko cacat tabung saraf. Meskipun
jelas bermanfaat, dalam tahun-tahun terakhir ini hanya 40-50% wanita yang mendapat
suplementasi asam folat selama periode perikonsepsi. Untuk meningkatkan jumlah wanita
yang mendapat suplementasi, maka konsultasi sebelum konsepsi pada tugas kesehatan
menjadi sangat penting.
5. Fenilketonuria (PKU)
Penyakit metabolisme fenilalanin yang diturunkan ini adalah suatu contoh penyakit
dengan janin tidak beresiko mewarisi penyakit, tetapi dapat mengalami kerusakan akibat
penyakit pada ibunya. Secara spesifik, orang dengan PKU yang makan tanpa batasan akan
mengalami peningkatan abnormal kadar fenilalanin darah. Asam amino ini (fenilalanin)
mudah melewati plasenta dan dapat merusak organ-organ janin organ yang sedang
terbentuk, terutama jaringan saraf dan jantung. Dengan konseling prakonsepsi yang sesuai
dan kepatuhan terhadap diet rendah fenilalanin sebelum kehamilan, insiden malformasi
janin dapat dikurangi secara drastis. Makanan yang tidak diperbolehkan:
Semua daging seperti: daging sapi, domba, babi, ham, bacon, ayam, ikan dan produk ikan,
daging organ (hati, jantung, ginjal), dll.
Telur
Semua produk susu termasuk: keju cottage, keju, susu, yogurt, es krim, puding, dll.
Kacang dan biji-bijian
Kacang polong
Roti, kue, dan biskuit (yang dibuat dengan ragi dan/atau gluten)
Makanan kedelai seperti TVP (pengganti daging)
Setiap makanan mengandung aspartam seperti: soda, selai, lemonades, dll.
Makanan yang dibatasi (harus ditimbang pada jumlah yang diberikan): Setiap jumlah
yang ditimbang menyediakan 50 mg fenilalanin.
Makanan: Jumlah yang diijinkan:
Keripik kentang 30 gr
Kentang: rebus, tumbuk, panggang, dll 80 gr
Brokoli 30 gr
Kacang polong: segar, beku, dll 25 gr
Bayam: direbus, dikukus, dll 25 gr
Jagung 55 gr
Sereal 10-20 gr
Beras putih atau coklat 45 gr
Makanan Kerupuk dan Makanan Ringan Bervariasi
Kue dan makanan penutup Bervariasi
6. Talasemia
Penyakit gangguan sintesis rantai globin ini adalah penyakit gen tunggal tersering
di seluruh dunia. Di daerah endemic seperti Negara-negara Mediteranea dan Asia
Tenggara, konseling dan strategi pencegahan lain telah mengurangi paling tidak sebesar
80% insiden kasus baru. The American College of Obstetricians and Gynecologist
merekomendasikan bahwa orang yang memiliki riwayat talasemia dalam silsilah
keluarganya dianjurkan untuk menjalani uji penapisan karier agar mereka dapat membuat
keputusan setelah mendapat penjelasan yang memadai (informed decision) mengenai
reproduksi dan diagnosis prenatal. Diagnosis genetic periimplantasi untuk talasemia dapat
dilakukan untuk pasien tertentu. Dalam beberapa tahun setelah program prakonsepsi
dimulai, semua pasangan beresiko tinggi yang meminta pemeriksaan diagnosis prenatal
telah mendapat konseling, dan tidak ada anak cacat yang lahir selama waktu ini.
12 Konseling KB
Metode sederhana senggama terputus, pantang berkala, kondom, diagfragma,
cervical cap
Kontrasepsi hormonal pil KB, suntik KB
Alat kontrasepsi bawah kulit
Intra uterine device IUD/AKDR
Kontrasepsi mantap
Vasektomi (MOP)
Tubektomi (MOW)
Sumber:
Leveno, KJ., Cunningham, FG., Gant, NF., Alexander, Jm., Bloom, SL., Casey, BM., Dashe, JS., Shffied, JS.
Dan Yost, NP., 2009, ObstetriWlliamsPanduanRingkas, Jakarta: EGC
Saifuddin, BA. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. (Bagian
Kedua MK 10- MK 12).
Department of Laboratory Medicine San Francisco General Hospital. 2009. Fern Test. In Point of Care Testing
October 2009 pg 1-4
Cunningham, FG. Williams Obstetric. 24th edition. United States, New York : McGraw-Hill Education; 2014.
p. 48-49, 168
Hamill T. Fern Test Examination of Amniotic Fluid by Microscopy. UCSF Medical Center Laboratory
Medicine. 2013. P.1
(AG, Neubert. Et al. 2013. Diagnosing rupture of membranes using combination monoclonal/polyclonal
immunologic protein detection)
CDC, 2016, Provider Performed Microscopy Procedures