Anda di halaman 1dari 4

Kurva Temperatur Basal (Suhu Tubuh Basal)

Suhu tubuh basal adalah suhu yang diperoleh dalam keadaan istirahat, dan harus diambil
segera setelah bangun di pagi hari setelah setidaknya 6 jam tidur. Progesteron memiliki efek
termogenik sentral, hormon ini meningkatkan suhu tubuh basal dengan rata-rata 0,8 F selama
fase luteal. Oleh karena itu, fase luteal ditandai dengan peningkatan temperatur yang berlangsung
sekitar 10 hari. Ketika pola temperatur bulanan yang biphasic tercatat, ini adalah bukti dari
luteinisasi, tetapi tidak adanya pola biphasic mungkin dapat dilihat pada siklus ovulasi. Dalam
waktu 48 jam masa ovulasi, di bawah pengaruh progesteron terjadi perubahan lendir serviks
menjadi lebih tebal, lengket, dan seluler, dengan hilangnya pola kristal fern like pada
pengeringan.
1

Evaluasi laboratorium dasar untuk mendokumentasikan ovulasi dimulai dengan bagan
haid yang mencatat hari pertama perdarahan haid sebagai hari siklus 1. Bagan ini dapat
digunakan untuk mencatat suhu basal tubuh harian sehingga dibutuhkan termometer basal
khusus dengan rentan suhu ovulasi diperbesar agar pengukuran lebih akurat. Suhu dicatat setiap
pagi pada waktu yang hampir sama sebelum melakukan aktivitas lainnya. Adanya episode
demam atau sakit, koitus, spotting vagina, atau perdarahan harus dicatat. Bagan suhu haid
dibawa ke tempat praktik setiap kali kunjungan agar dapat ditambahkan ke dalam status pasien.
Berikut bagan suhu tubuh basal.

Gambar . Bagan suhu tubuh basal ovulatorik yang lazim djumpai.
Bagan tersebut diinterpretasikan sebagai berikut:
(1) Suhu fase proliferatif biasanya kurang dari 98
0
F (36,7
0
C).
(2) Pada saat ovulasi, beberapa pasien memperlihatkan sedikit penurunan suhu. (Pada
siklus 28 hari yang biasa hal ini biasa terjadi pada hari siklus ke-13 atau ke -14).
(3) Suhu fase luteal meningkat 0,6-0,8
0
F akibat efek termogenik progesteron. Fase luteal
seyogianya berlangsung selama 11-16 hari.
Jika perkiraan waktu ovulasi dapat diramalkan dari bagan suhu pasangan tersebut
dianjurkan untuk berhubungan kelamin setiap 36-48 jam selama 3-4 hari sebelum dan 2-
3 hari sesudah suhu meningkat.

Uji Pascakoitus
Tujuan uji pascakoitus, antara lain:
1. Untuk menentukan jumlah spermatozoa aktif dan menilai sperm survival di dalam
lendir serviks.
2. Mengevaluasi perilaku sperma beberapa jam setelah koitus (peran reservoir lendir
serviks).
3. Penilaian adanya antibodi sperma pada pria atau wanita.
4. Menilai lendir serviks.
Uji pascakoitus dapat memberikan informasi mengenai kualitas dan reseptivitas
(kemampuan menerima) mukus serviks ovulatorik. Mukus pada pertengahman siklus haruslah
seperti air, encer, jernih, dan asesuler serta harus memperlihatkan suatu fenomena yang disebut
sebagai spinnbarkeit yakni kemampuan teregang. Akibat peningkatan kadar estrogen saat
ovulasi, kandungan garam dalam mukus serviks meningkat sehingga menyebabkan terbentuknya
pola daun pakis saat mukus serviks pertengahan siklus dikeringkan di atas kaca objek.
Uji ini dijadwalkan pada perkiraan tanggal ovulasi dan mukus serviks diperiksa dalam 8
jam setelah koitus. Mukus diambil dari serviks dengan sebuah angiocath atau hub tabung suntik
insulin dan diperiksa untuk mencari ada tidaknya spinnbarkeit, daun pakis, dan adanya sperma
motil progresif. Temuan lebih dari 20 sperma motil per lapangan pandang besar biasanya
berkorelasi dengan hasil analisis sperma yang normal dan angka kehamilan akan lebih tinggi
daripada seandainya hitung tersebut kurang dari 20 sperma motil; namun, uji pascakoitus yang
abnormal pernah ditemukan pada pasangan-pasangan yang subur, dan berbagai penelitian
terakhir mendapatkan bahwa nilai predikitif dari uji ini tidak terlalu besar. Ada tidaknya sperma
non-motil atau bergetar (quivering) tanpa motilitas yang progresif dianggap abnormal dan
memerlukan evaluasi lebih lanjut.

Inseminasi Artifisial
Banyak pasangan yang belum memiliki anak meskipun sudah menikah selama bertahun-tahun.
Salah satu prosedur yang bisa dijalani bagi pasangan yang mengalami masalah kesuburan adalah
dengan melakukan inseminasi buatan (artificial insemination). Inseminasi buatan adalah proses
dimana sperma ditempatkan dalam saluran reproduksi wanita melalui berbagai metode selain
koital. Terdapat beberapa jenis inseminasi buatan yang bisa dipilih sesuai dengan kondisi tiap
pasangan. Sperma yang digunakan bisa dari pasangan sendiri atau dari donor.
Berbagai jenis inseminasi buatan meliputi:
1. Intracervical Insemination (ICI)
Intracervical insemination (ICI) merupakan jenis inseminasi buatan yang paling umum
digunakan. ICI merupakan proses yang kurang invasif dan bisa dilakukan cepat. Pada
prosedur ini, sperma ditempatkan di leher rahim (serviks) pasien wanita. Dari leher
rahim, sperma kemudian akan berenang melalui rahim menuju tuba falopi. Proses
inseminasi buatan dilakukan sebelum wanita berovulasi. Spekulum digunakan untuk
membuka vagina untuk mengekspos leher rahim. Kemudian, dengan bantuan kateter dan
jarum suntik, dokter akan memasukkan sperma ke dalam vagina. Leher rahim kemudian
disumbat dengan spons agar sperma tidak tumpah atau bocor. Setelah sekitar 6 jam,
spons bisa dilepas. Seluruh rangkaian prosedur hanya memakan waktu sekitar 5 sampai
10 menit.
2. Intrauterine Insemination (IUI)
Intrauterine Insemination (IUI) merupakan jenis lain inseminasi buatan. Prosedur IUI
mirip denga ICI. Bedanya pada IUI, sperma dimasukka dalam rahim dengan bantuan
kateter. Prosedur ini membutuhkan waktu kurang dari 15 menit. Sperma ditempatkan
dalam rahim sebelum hari ovulasi. Sperma tersebut kemudian diharapkan berenang
menuju tuba falopi untuk membuahi sel telur.
3. Intratubal Insemination (ITI)
Intratubal Insemination (ITI) merupakan jenis prosedur yang kurang umum digunakan
dibandingkan dengan ICI dan IUI. ITI termasuk proses invasive serta mahal. Dalam
proses ini sperma dari pasangan atau donor ditempatkan langsung di kedua tuba falopi.
Metode ini dimaksudkan agar sperma tidak perlu berenang ke arah sel telur sehingga
memperbesar peluang terjadinya pembuahan. Proses ini dapat dilakukan secara
laparoskopi atau intraserviks. Dalam metode laparoskopi, sayatan kecil dibuat untuk
mencapai tuba falopi. Kateter kemudian dimasukkan ke dalam sayatan untuk
menyalurkan sperma langsung ke dalam tuba falopi. Pada metode intraserviks, kateter
didorong langsung menuju tuba falopi melalui vagina leher rahim dan rahim. Sperma
kemudian disalurkan langsung ke tuba falopi melalui kateter.
4. Intravaginal Insemination (IVI)
Intravaginal Insemination (IVI) termasuk prosedur yang jarang digunakan. Proses IVI
mirip dengan hubungan seksual alami. Pada prosedur ini, sperma ditempatkan ke dalam
vagina dekat leher rahim. Proses ini dapat dilakukn di rumah sendiri. Pertma, pasangan
mengumpulkan sperma dalam gelas steril. Menggunakan bantuan alat suntik, sperma
kemudian dimasukkan ke dalamvagina sedekat mungkin ke serviks agar terjadi
pembuahan.

Anda mungkin juga menyukai