Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ANALISIS KASUS: Coronary Artery Disease (CAD)

Diajukan untuk memenuhi salah satu kriteria mata kuliah keperawatan Gadar dan
Kritis

KELAS B1
DISUSUN OLEH :
Asep Dadan NIM: 312018038
Ahmad Mustopa NIM: 312018043
Ayus Yuliansih NIM: 312018025
Aris Muji Pamungkas NIM: 312018033
Ratu Dewiana Fadhila NIM: 312018024

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan

salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-

Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah tepat pada

waktunya. Dalam proses penyusunan makalah ini, banyak pihak yang terlibat baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan bimbingan dan dorongan,

untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihaak yang terlibat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu segala ide, saran, dan kritik yang bersifat konstuktif

sangat penulis harapkan untuk referensi mendatang. Ketidaksempurnaan penulis tidak

menjadi alasan dan halangan untuk terus berkembang.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi

peneliti khususnya bagi pembaca pada umumnya. Dan semoga Allah SWT

memberikan balasan yang terbaik untuk kita semua, aamiin.

Bandung, Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit tidak menular (PTM) membunuh 41 juta orang setiap tahun, setara

dengan 71% dari semua kematian secara global. Setiap tahun, 15 juta orang

meninggal karena PTM antara usia 30 dan 69 tahun; lebih dari 85% dari kematian

"prematur" ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penyakit

kardiovaskular menyebabkan sebagian besar kematian PTM, atau 17,9 juta orang

setiap tahun, diikuti oleh kanker (9,0 juta), penyakit pernapasan (3,9 juta), dan

diabetes (1,6 juta) (IHME, 2017).

Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia (2013) melaporkan prevalensi CAD di Indonesia sekitar 0,5% dengan

prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%), sedangkan

prevalensi CAD di Jawa tengah sebesar 0,5 %. Hasil estimasi berdasarkan diagnosis

dokter terbanyak di Propinsi Jawa Barat sebanyak160.812 orang (0,5%) dan jumlah

paling sedikit terdapat di Propinsi Maluku Utara yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%).

Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita CAD terbanyak terdapat di

daerah Propinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%) dan jumlah paling

sedikit terdapat di daerah Propinsi Papua Barat yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2% )

(Riskesdas, 2013).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2018, jumlah

kematian maupun penyakit terbanyak di Kota Bandung disebabkan oleh penyakit

tidak menular yaitu penyakit stroke mencapai 8,24 persen, kardiovaskular 13,73

persen dan komplikasi diabetes mellitus mencapai 3,15 persen sepanjang tahun

2017 (Profil Kesehatan Kota Bandung, 2017).

Penyebab utama kematian jantung tersebut adalah penyakit jantung koroner

atau CAD (Coronary Artery Diseases). Irama pertama yang terekam adalah fibrilasi

ventrikel pada 75%-80% pasien yang masuk rumah sakit karena kolaps

kardiovaskuler mendadak. Sebagian besar kasus aritmia fatal tersebut tidak

berhubungan dengan obstruksi arteri koroner akut, namun sebagian besar memiliki

lesi koroner yang serius (Pramono dkk, 2016). Menurut Al Fajar (2015), CAD

merupakan penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis pada arteri koroner yang

membatasi aliran darah ke jantung. Aterosklerosis merupakan proses yang

berkembang perlahan-lahan dari waktu ke waktu biasanya dimulai pada masa

remaja dan memburuk selama beberapa dekade, jika penyempitan pembuluh darah

semakin parah maka dapat menimbulkan serangan jantung (Sari et.al, 2010).

Kejadian penyakit jantung koroner pada pria lebih dini dibandingkan dengan

wanita, pada usia 40-49 tahun pria memiliki risiko dua kali lebih sering menderita

penyakit ini dibandingkan wanita, tetapi pasca menopause, rasio menjadi sama

antara pria dan wanita (Naziyah, 2018). Kecenderungan aterosklerosis juga

berkembang pada keluarga dengan riwayat penyakit jantung koroner. Keluarga

dengan salah satu anggota keluarga menderita penyakit jantung koroner sebelum
usia 55 tahun, maka anggota keluarga yang lain memiliki risiko 2-6 kali untuk

terjadi masalah yang sama (Doug, 2010 dalam Naziyah, 2018).

Faktor risiko yang lainnya meliputi faktor yang dapat dimodifikasi seperti

hipertensi, merokok, hiperkolesterol, obesitas dan diabetes mellitus serta faktor

yang tidak dapat dimodifikasi yaitu selain usia, jenis kelamin dan keturunan, ras

tertentu juga menjadi faktor risiko (Syamiyah, 2014). Begitupun menurut Ghani

(2016), Faktor risiko dominan penyakit jantung koroner adalah hipertensi, gangguan

mental emosional, dan diabetes melitus. Upaya promotif dan deteksi dini faktor

risiko sejak usia dini perlu ditingkatkan untuk memperkecil kejadian faktor risiko

maupun penyakit jantung koroner.

Dalam menangani CAD membutuhkan pengenalan dan perhatian terhadap

faktor risiko yang pada penderita serta tindakan yang dapat segera diambil dalam

waktu singkat agar tidak terjadi komplikasi yang dapat membawa akibat yang tidak

diinginkan. Perawat sebagai salah satu tim kesehatan mempunyai peran yang sangat

besar dalam mengatasi angka kejadian CAD tersebut. Peran perawat sebagai

pelaksana dan pendidik dengan tidak mengabaikan kolaboratif. Pentingnya peran

perawat sebagai pendidik agar penderita CAD mau dan mampu untuk melakukan

pola hidup sehat karena hal tersebut dapat membantu mencegah terjadinya

komplikasi dari penyakit jantung koroner.

Peran perawat dalam keperawatan kritis memberikan pengawasan, asuhan

keperawatan yang tepat serta penyelamatan pasien dari bahaya yang bertujuan
mengurangi resiko yang diakibatkan oleh sakit yang dialaminya maupun pelayananan

yang kadang membutuhkan proses yang lama. Dalam hal ini sebagai pemberi asuhan

keperawatan perawat harus bisa menjadi pembuat keputusan yang tepat akan kondisi

pasiennya, juga sebagai advokasi, bisa memberikan penjelasan yang tepat, dan harus

bisa berkolaborasi baik dengan pasien, keluarga maupn dengan tim medis lainnya.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan asuhan keperawatan yang lengkap dan

berkesinambungan meliputi aspek biopsikososial dengan pendekatan proses

keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan Coronary Artery Diseases

(CAD)

b. Dapat membuat rencana perawatan pada klien dengan Coronary Artery

Diseases (CAD)

c. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah

dibuat

d. Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan

e. Dapat mendokmentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan


C. Metoda Telaahan dan Teknik Pengambilan Data

Metoda telaahan menggunakan metoda deskriptif yang berbentuk studi

kasus. Adapun teknik pengambilan data pada kasus dengan menggunakan observasi,

wawancara, pemeriksaan fisik, dokumentasi/catatan perawat, partisipasi aktif dan

lain-lain.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada Makalah Analisis Kasus Coronary Artery

Diseases (CAD), yaitu berisi

BAB I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan dan metode telahaan dan teknik

pengambilan data

BAB II Tinjauan Pustaka berisi materi mengenai Coronary Artery Disease (CAD)

BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

CAD merupakan suatu kondisi terdapatnya akumulasi plak pada arteri

coronaria yang biasanya bersifat asimptomatis yang menyebabkan penurunan aliran

darah ke jantung yang berakibat gangguan oksigenasi otot jantung dengan berbagai

derajat bentuk iskemia, infark sampai nekrosis otot jantung dan kematian (Sanchis-

Gomar et al., 2016). Cardiovaskuler disease (CVD) merupakan kumpulan kelompok

penyakit pada jantung dan pembuluh darah. Cardiovaskuler disease terdiri dari

Coronary Artery Disease(CAD) dan Acute Coronary Syndrome (ACS).

Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah (membawa O2

dan makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfungsi dengan baik. Penyakit

Jantung Koroner atau CAD adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis (pembuluh

darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (artheroma dan

plaques) pada dindingnya (Johan, TBA., 2008).

Menurut WHO (2012) Coronary Artery Disease (CAD) atau dikenal juga

sebagai Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang disebabkan

penyumbatan salah satu atau beberapa pembuluh darah yang menyuplai aliran darah

ke otot jantung. Pada umumnya manifestasi kerusakan dan dampak akut sekaligus

fatal dari PJK disebabkan gangguan pada fungsi jantung.


Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa CAD adalah

penyakit yang disebabkan oleh adanya penyumbatan pada pembuluh darah akibat

akumulasi endapan lemak (artheroma dan plaques) pada arteri coronaria yang bersifat

asimptomatis yang menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung yang berakibat

gangguan oksigenasi otot jantung dengan berbagai bentuk iskemia, infark sampai

nekrosis otot jantung dan kematian.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama dari CAD adalah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis

adalah pengerasan pada dinding arteri. Aterosklerosis ditandai dengan adanya

penimbunan lemak, kolesterol, di lapisan intima arteri. Timbunan ini dinamakan

ateroma atau plak. Walaupun pengetahuan tentang kejadian etiologi tidak lengkap,

namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab untuk

perkembangan aterosklerosis. Ada beberapa faktor resiko yang mengakibatkan

terjadinya CAD yaitu:

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi , yaitu faktor risiko biologis yang tidak
dapat diubah, yang meliputi:

a. Usia, kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan bertambahnya

usia. Pada laki-laki biasanya risiko meningkat setelah umur 45 tahun

sedangkan pada wanita umur 55 tahun.

b. Jenis Kelamin, aterosklerosis 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibanding

wanita. Wanita agaknya relatif lebih kebal terhadap penyakit ini karena
dilindungi oleh hormon estrogen, namun setelah menopause sama rentannya

dengan pria.

c. Ras, orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dibanding

orang kulit putih.

d. Riwayat Keluarga CAD, riwayat keluarga dengan salah satu anggota

keluarganya menginap CAD, meningkatkan kemungkinan timbulnya

aterosklerosis prematur.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi, yaitu faktor risiko yang dapat dikontrol dengan

mengubah gaya hidup atau kebiasaan pribadi, yang meliputi:

a. Hiperlipidemia adalah peningkatan lipid serum, yang meliputi: Kolesterol >

200 mg/dl, Trigliserida > 200 mg/dl, LDL > 160 mg/dl, HDL < 35 mg/dl.

b. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik.

Hipertensi terjadi jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg. Peningkatan

tekanan darah mengakibatkan bertambahnya beban kerja jantung. Akibatnya

timbul hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi untuk meningkatkan kontraksi.

Ventrikel semakin lama tidak mampu lagi mengkompensasi tekanan darah

yang terlalu tinggi hingga akhirnya terjadi dilatasi dan payah jantung. Dan

jantung semakin terancam oleh aterosklerosis koroner.

c. Merokok, merokok akan melepaskan nikotin dan karbonmonoksida ke dalam

darah. Karbonmonoksida lebih besar daya ikatnya dengan hemoglobin

daripada dengan oksigen. Akibatnya suplai darah untuk jantung berkurang


karena telah didominasi oleh karbondioksida. Sedangkan nikotin yang ada

dalam darah akan merangsang pelepasan katekolamin. Katekolamin ini

menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke jantung

berkurang. Merokok juga dapat meningkatkan adhesi trombosit yang

mengakibatkan terbentuknya thrombus.

d. Diabetes Mellitus, hiperglikemi menyebabkan peningkatan agregasi

trombosit. Hal ini akan memicu terbentuknya trombus. Pasien Diabetes

Mellitus juga berarti mengalami kelainan dalam metabolisme termasuk lemak

karena terjadinya toleransi terhadap glukosa.

e. Obesitas, obesitas adalah jika berat badan lebih dari 30% berat badan standar.

Obesitas akan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.

f. Inaktifitas Fisik, inaktifitas fisik akan meningkatkan risiko aterosklerosis.

Dengan latihan fisik akan meningkatkan HDL dan aktivitas fibrinolisis.

g. Stres dan Pola Tingkah Laku, stres akan merangsang Hiperaktivitas HPA

yang dapat mempercepat terjadinya CAD. Peningkatan kadar kortisol

menyebabkan ateroklerosis, hipertensi, dan kerusakan sel endotel pembuluh

darah dan merangsang kemotaksis (Januzzi dkk, 2014).

C. PATOFISIOLOGI

Aterosklerosis terjadi karena perubahan kualitatif pada interaksi sel endotel

ketika mengalami oksidatif, hemodinamik atau rangsangan biokimia. lapisan endotel

pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor resiko
antara lain : (merokok, hipertensi, hemodinamik, dyslipidemia), dan terjadi inflamasi

pada dinding arteri dan penumpukanan kolesterol yang terbawah oleh darah.

Peradangan dan modifikasi biokimia terjadi, menyebabkan endotel dan sel otot polos

untuk berkembang biak, menghasilkan matriks ekstraselular molekul, dan

membentuk topi berserat lebih berkembang yaitu plak ateromatosa (Nabel &

Braunwald, 2012).

Plak yang menyumbat akan menyebabkan beberapa gejala klinis seperti

iskemia miokardium lokal, Sumbatan yang terjadi dapat mengakibatkan angina

pectoris, infark miokardium, syok kardiogenik, rupture jantung. Bukti bahwa LDL-C

adalah penyebab aterosklerosis ada tiga hal, yang pertama adalah genetik mutasi yang

merusak reseptor mediated kolesterol LDL dari penyebab plasma fulminan

aterosklerosis, kedua hewan coba yang di berikan LDL rendah tidak memiliki

ateroslerosos, begitu juga sebaliknya, dan ketiga populasi manusia dengan kadar

LDL-C rendah memiliki aterosklerosis rendah (Nabel & Braunwald, 2012).


D. PATHWAY
E. TANDA DAN GEJALA

1. Angina Pectoris

Angina pectoris adalah gejala CAD yang paling sering muncul dan dalam

perkembangannya dapat menjadi serangan jantung, hal yang dirasakan ketika angina

pectoris terjadi adalah terasanya tidak nyaman atau nyeri di dada sebelah kiri karena

berkurangnya suplai darah menuju otot jantung. Angina tidak selalu muncul dengan

rasa nyeri namun juga terasa seperti cengkraman, terbakar (panas), sesak, lokasi nyeri

berada pada sternum (tulang tengah dada) yang menyalur ke sebelah kiri dada, lengan

kiri, leher, hingga rahang atau uluhati. (Kabo, 2014).

Angina pectoris biasanya dapat di sebabkan karena aktifitas fisik, cuaca, stress

dan makan terlalu kenyang. Angina pectoris ini biasanya berlangsung sekitar 3-5

menit dan dapat reda setelah istirahat, angina pectoris adalah gejala yang dapat

diobati, menghilang atau reda dengan obat-obat anti angina (aspirin, nitrat,

betabloker, antagonis kalsium) (Kabo, 2014).

2. Serangan Jantung atau Infark Miokard

Serangan adalah keadaan dimana darah yang mengalir menuju otot jantung

tiba-tiba berhenti karena terjadi sumbatan bekuan darah lalu terjadi pecahan plak

yang menumpuk pada dinding arteri. Gejala serangan jantung akan berupa angina

pectoris dengan intesitas berat. Pasien dengan gejala serangan jantung harus di rawat

di Intensive Coronary Care Unit (ICCU) (Kabo, 2014).


3. Gagal Jantung

Gagal Jantung adalah keadaan patofisiologis yaitu adanya kelainan fungsi

jantung yang bertanggung jawab atas kegagalan jantung memompa darah pada

kecepatan yang sepadan dengan kebutuhan jaringan yang melakukan metabolism atau

kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan ini memerlukan peningkatan

abnormal tekanan pengisisan (Isselbacher, et al. 2000).

4. Aritmia atau Gangguan Irama Jantung

Jantung adalah organ yang memiliki pemicu untuk berkontraksi yang di

sebut pacemaker (baterai) jika aliran darah dan oksigen di arteri koroner terganggu

maka pacemaker dan gangguan konduksi jantung terganggu, sehingga terjadi

gangguan irama jantung (Kabo, 2014)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. ECG menunjukan: adanya elevasi yang merupakan tanda dari iskemi, gelombang

T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang

mencerminkan adanya nekrosis.

2. Enzym dan Isoenzym Pada Jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan

mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan

mencapai puncak pada 36 jam.

3. Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan

konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.

4. Whole Blood Cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah

serangan.
5. Analisa Gas Darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru

yang kronis atau akut.

6. Kolesterol atau Trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan

terjadinya arteriosklerosis.

7. Chest X-Ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma

ventrikiler.

8. Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau

kapasitas masing-masing ruang pada jantung.

9. Exercise Stress Test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap

suatu stress/ aktivitas.

G. PENGOBATAN

Pengobatan penyakit jantung koroner tergantung jangkauan penyakit dan

gejala yang dialami pasien.

1. Perubahan Gaya Hidup

Pola makan sehat dan seimbang, dengan lebih banyak sayuran atau buah-

buahan, penting untuk melindungi arteri jantung kita. Makanan yang kaya lemak,

khususnya lemak jenuh, dapat mengakibatkan kadar kolesterol tinggi, yang

merupakan komponen utama kumpulan yang berkontribusi terhadap

penyempitan arteri jantung.

Olah raga teratur berperan penting untuk menjaga kesehatan jantung. Olah

raga membantu kita untuk menjadi fit dan membangun system sirkulasi yang

kuat. Ini juga membantu kita menurunkan berat badan. Obesitas biasanya tidak
sehat, karena mengakibatkan insiden hipertensi, diabetes mellitus, dan tingkat

lemak tinggi menjadi lebih tinggi, semua yang dapat merusak arteri jantung.

2. Pengendalian Faktor Resiko Utama Penyakit Jantung Koroner.

Diabetes melitus, merokok, tingkat kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi

adalah empat faktor utama yang mengakibatkan resiko penyakit jantung koroner

lebih tinggi. Pengendalian keempat faktor resiko utama ini dengan baik melalui

perubahan gaya hidup dan/atau obat-obatan dapat membantu menstabilkan

progresi atherosklerosis, dan menurunkan resiko komplikasi seperti serangan

jantung.

3. Terapi Medis

Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri jantung. Yang

paling umum diantaranya:

a. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin.

Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mengurangi kemungkinan gumpalan

darah terbentuk pada ujung arteri jantung menyempit, maka dari itu

mengurangi resiko serangan jantung.

b. Beta-bloker (e.g. Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol).

Obatan-obatan ini membantu untuk mengurangi detak jantung dan tekanan

darah, sehingga menurunkan gejala angina juga melindungi jantung.

c. Nitrates (e.g. Isosorbide Dinitrate).

Obatan-obatan ini bekerja membuka arteri jantung, dan kemudian

meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan mengurangi gejala nyeri dada.
Bentuk nitrat bereaksi cepat, Gliseril Trinitrat, umumnya diberikan berupa

tablet atau semprot di bawah lidah, biasa digunakan untuk penghilang nyeri

dada secara cepat.

d. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril, Perindopril) and

Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan, Valsartan).

e. Obatan-obatan ini memungkinkan aliran darah ke jantung lebih mudah, dan

juga membantu menurunkan tekanan darah.

f. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin, Atorvastatin,

Rosuvastatin).

g. Obatan-obatan ini menurunkan kadar kolesterol jahat (Lipoprotein Densitas-

Rendah), yang merupakan salah satu penyebab umum untuk penyakit jantung

koroner dini atau lanjut. Obat-obatan tersebut merupakan andalan terapi

penyakit jantung koroner.

4. Intervensi Jantung Perkutan

Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang

menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri baik selangkang atau

pergelangan, balon diantar ke segmen arteri jantung yang menyempit, dimana itu

kemudian dikembangkan untuk membuka penyempitan.

Kemudian, tube jala kabel kecil (cincin) disebarkan untuk membantu

menahan arteri terbuka. Cincin baik polos (logam sederhana) atau memiliki selubung

obat (berlapis obat).


Metode ini seringkali menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan jantung

akut. Untuk penyakit jantung koroner stabil penyebab nyeri dada, ini dapat

meringankan gejala angina dengan sangat efektif. Umumnya, pasien dengan penyakit

pembuluh darah single atau double mendapat keuntungan dari metode ini. Dengan

penyakit pembuluh darah triple, atau keadaan fungsi jantung buruk, prosedur bedah

dikenal dengan Bedah Bypass Arteri Jantung sering merupakan alternatif yang baik

atau pilihan pengobatan yang lebih baik.

5. Prosedur Pembedahan

a. Bedah Bypass Artery Jantung (CABG)

CABG melibatkan penanaman arteri atau vena lain dari dinding dada,

lengan, atau kaki untuk membangun rute baru untuk aliran darah langsung ke

otot jantung. Ini menyerupai membangun jalan tol parallel ke jalan yang kecil

dan sempit.

Ini adalah operasi yang aman, dengan rata-rata resiko kematian sekitar

2%. Pasien tanpa serangan jantung sebelumnya dan melakukan CABG

sebagai prosedur elektif, resiko dapat serendah 1 persen.

Operasi biasanya dilakukan melalui sayatan di tengah dada, ahli bedah

memilih untuk melakukan prosedur dengan jantung masih berdetk,

menggunakan alat khusus yang dapat menstabilkan porsi jantung yang

dijahit.
b. Operasi Robotik

Sebagai tambahan, NHCS juga mulai melakukan CABG melalui

program operasi robotic. Penggunaan instrument ini sekarang membolehkan

operasi untuk dilakukan menggunakan sayatan kecil keyhole di dinding dada.

Metode ini menghasilkan pemulihan lebih cepat, mengurangi nyeri,

dan resiko infeksi luka lebih rendah. Namun, ini sesuai untuk bypass hanya

satu atau dua pembuluh darah.

c. Revaskularisasi Transmiokardia

Untuk pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil untuk

melakukan CABG, prosedur disebut Revaskularisasi Transmiokardia juga

tersedia di NHCS.

Pada prodesur ini, laser digunakan untuk membakar banyak lubang

kecil pada otot jantung. Beberapa lubang ini berkembang ke pembuluh darah

baru, dan ini membantu mengurangi angina.

H. DISCHARGE PLANNING

Untuk membantu mencegah Coronary Artery Disease adalah menghilangkan

faktor resikonya, yaitu:

1. Menurunkan kadar kolesterol darah

2. Menurunkan tekanan darah

3. Berehenti merokok
4. Menurunkan berat badan

5. Berolahraga secara teratur

Pada orang-orang sebelumnya telah memiliki resiko tinggi untuk menderita

penyakit jantung, merokok sangatlah berbahaya karena :

1. Merokok bisa mengurangi kadar kolesterol baik (kolesterol HDL) dan

meningkatkan kadar kolesterol jahat (kolesterol LDL)

2. Merokok menyebabkan bertambahnya kadar karbon monoksida di dalam darah,

sehingga meningkatkan resiko terjadinya cedera pada lapisan dinding arteri.

3. Merokok akan mempersempit arteri yang sebelumnya telah menyempit karena

CAD. Sehingga mengurangi jumlah darah yang sampai ke jaringan.

Resiko seorang perokok untuk menderita penyakit arteri koroner secara

langsung berhubungan dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Orang yang

berhenti merokok hanya memilki resiko separuh dari orang yang terus merokok,

tanpa menghiraukan berapa lama mereka sudah merokok sebelumnya. Selain itu,

berhenti merokok juga mengurangi penyakit dan resiko kematian pada seseorang

yang memiliki aterosklerosis pada arteri yang menuju ke jantung dan otak.

I. DATA FOKUS PENGKAJIAN

1. Aktivitas dan Istirahat

2. Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan dan

dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas)


3. Sirkulasi

4. Mempunyai riwayat IMA, penyakit jantung koroner, CHF, tekanan darah tinggi,

diabetes melitus. Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin

normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Suara jantung, suara

jantung tambahan mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/

ventrikel kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan akibat dari

insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate

mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).

5. Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Edema: Jugular vena

distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.

Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

6. Eliminasi

Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

7. Nutrisi

Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak,

muntah dan perubahan berat badan.

8. Neuro Sensori

9. Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation

10. Kenyamanan

Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau

dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin

menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah. Karakteristik nyeri dapat di


katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat

nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur

tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG,

tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.

11. Respirasi.

Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan

penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan

respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga

vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.

12. Interaksi sosial

Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.

13. Pengetahuan.

Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes,

stroke, hipertensi, perokok.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung

2. Nyeri Akut

3. Resiko perfusi perifer tidak efektif

4. Ansietas

5. Perilaku kesehatan cenderung berisiko


BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus

Seorang laki-laki bernama Tn. E berusia 53 tahun dirawat dengan CAD

datang ke IGD Al-Ihsan dengan membawa surat rujukan diagnosa CAD pada pukul

17.50, saat datang masih mengeluh nyeri dada dan sesak nafas, lalu di IGD diberikan

terapi oksigen 3 L dan dilakukan pemeriksaan EKG didapatkan hasil EKG adanya ST

elevasi. Setelah itu klien pindah ruangan ke ICCU, klien tidak diberikan terapi obat

karena sudah diberikan di RS sebelumnya yaitu obat Atorvastatin 20 mg, ISDN 5 mg,

Aspilet 1 tab, Brilinta1 tab. Pada saat pengkajian klien mengeluh nyeri dada sebelah

kiri, nyeri yang dirasakan seperti diremas menjalar ke punggung dan tangan sebelah

kiri. Skala nyeri 4, nyeri berkurang setelah diberi obat di IGD. Nyeri dada bertambah

jika banyak aktivitas. Pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil

abnormal yaitu Hemaglobin 17,1 g/dL, Hematokrit 51,7%, Leukosit 14.200 sel/uL,

Kolesterol total 246, HDL 44, LDL 167, SGOT 115, SGPT 43 dan Troponin 15259.

Sebelum masuk RS klien tiba-tiba merasakan nyeri dada pada pukul 11.00,

nyeri dirasakan seperti diremas dan terasa pegal lalu nyeri menyebar ke punggung

sebelah kiri dan tangan sebelah kiri, nyeri disertai sesak nafas. Setelah itu pada pukul

13.00 nyeri klien berkurang lalu pukul 16.00 klien pergi ke rumah sakit.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, kesadaran: sadar, TD: 146/85 mmHg,

nadi: 80x/mnt, RR: 25x/mnt, suhu: 36,6⁰C, SPO2: 98%, BB: 80, TD: 175cm, BMI:
26,12 pasien dengan resiko jatuh dan status fungsional dengan bantuan penuh, Work

of Breathing: minimal, O2 dengan binasal canul, tachipneu. Bunyi napas: vesikuler,

bau napas keton: tidak ada, irama dan kedalaman: dispneu, kecepatan: eupneu.

Gambaran jantung: sinus rythm, bunyi jantung: Gallop. Kondisi psikis dan spiritual;

status mental: menerima, ritual ibadah: mandiri tidak perlu bantuan

Scoring Pasien ICU menggunakan metode TIMI Risk Score STEMI, dengan

indikator usia, penyakit penyerta, tekanan darah, EKG ST Elevasi, berat badan, waktu

penanganan, Killip Class dan skornya adalah 4, KILLIP Class dengan indikator

pumonary rales, frank pulmonaru edema, S3 gallop, elevated JVP, cardiogenic shock

dan skornya adalah 2.

Terapi obat yang diberikan Aspilet 1x1 PO, Brilinta 2x1 PO, Atorvastatin

1x40mg PO, Concor 1x5mg PO, Alprazolam 1x0,5mg PO, Ramipril 1x5mg PO,

ISDN 3x5mg PO, Fibrion 1,5 juta IU IV, Laxadine 1x15mg PO, Arixtra 1x2,5 mg IM

dan Lasix 1x2 ampul IV

B. Pembahasan

1. Hasil analisis kasus

Pada tahap pengkajian nyeri yang dialami Tn.E terjadi karena adanya

timbunan asam laktat meningkat akibat metabolisme anaerob yang berasal dari

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ke jantung. Hal tersebut

dikarenakan adanya aterosklerosis yang menyebabkan kontriksi arteri koronaria

sehingga aliran darah ke jantung menurun dan jaringan miokard terjadi iskemik.
Perangsangan saraf memunculkan sensasi rasa nyeri dada di bagian kiri dan

dapat menyebar kebahu dan lengan kiri. Kondisi iskemi kini dapat pulih kembali jika

berlangsung hanya sekitar 20 menit, dengan pemulihan aliran darah, metabolism an

aerobic terhenti dan sel-sel miokard akan pulih kembali. (Mutarobin, 2019). Nyeri

dada yang dirasakan Tn. E berlang sungh ilang timbul sekitar± 5-10 menit dengan

skala nyeri 4, hal ini mengindikasikan tidak adanya proses pemulihan iskemik yang

terjadi dalam waktu 10 menit dan mengakibatkan terjadinya nekrosis atau infark pada

miokard otot jantung. Tn. E dibaringkan di tempat tidur dengan posisi semifowler dan

dianjurkan untuk tenang, kemudian pasien diberi oksigen dengan nasal kanul

sebanyak 3 Liter/ menit.

Pemberian posisi tidur akan berfungsi untuk meminimalkan resiko cedera

dan nekrosis jaringan miokard otot jantung, sedangkan pemberian oksigen bertujuan

untuk meningkatkan ketersediaan oksigen dan pemulihan miokard yang mengalami

iskemia, namun ternyata pemberian oksigen ini sebaiknya disesuaikan dengan

saturasi oksigen pasien (Doengoes et al,2010).

Pada tahap pengkajian masalah yang dialami Tn. E adalah nyeri akut terjadi

karena agen pencidera fisiologis, rasa nyeri timbul terutama saat menarik nafas.

Aspek mode fisiologis yang dilakukan seorang perawat terhadap masalahnya

merupakan kegiatan non farmakologis dan farmakologis, yaitu dengan pemberian

kompres dingin pada area yang dirasa nyeri dengan meletakan gel pack, selain itu
ajarkan pasien untuk menarik nafas dalam. Namun apabila tindakan tersebut kurang

efektif maka perawat dapat melakukan kolaborasi dengan pemberian terapi.

Resiko penurunan curah jantung yang dialami Tn. E diakibatkan oleh cedera

miokard dan perubahan kontraktilitas miokard. Hal ini ditandai dengan tekanan darah

146/85 mmHg, sesak nafas dengan respirasi 25 x/menit, nadi 80 x/menit, hasil EKG

didapatkan adanya ST elevasi. Kondisi hemodinamik sesudah infark miokard

bervariasi namun curah jantung dapat menurun. Meningkatnya frekuensi jantung

biasanya tidak berlangsung terus menerus kecuali jika terjadi depresi miokard yang

hebat. Tekanan darah merupakan fungsi interaksi antar depresi miokard dan refleks

otonom. Respon otonom terhadap infark miokard tidak selalu merupakan proses

bantuan simpatis terhadap sirkulasi yang mengalami gangguan. Perangsangan

ganglion parasimpatis dapat mengganggu hemodinamik, menurunkan frekuensi

jantung dan tekanan darah, sebaliknya mempengaruhi curah jantung dan perfusi

perifer. Intervensi yang dilakukan pada Tn. E adalah hemodynamic regulation dan

acute cardiac care, yaitu memonitor TTV, mencatat tanda dan gejala dari penurunan

CO, memonitor adanya disritmia, memonitor dispnea, fatique, takipnea dan ortopnea,

auskultasi bunyi jantung dan paru, melakukan EKG 12 lead, memberikan obat

antikoagulan, memberikan inotropik positif, mengelevasikan bagian kepala tempat

tidur, memonitor edema perifer, distensi vena jugularis.

Dalam waktu 10-14 hari setelah mengalami infark miokard, jaringan parut

yang baru terbentuk masih sangat lemah. Otot jantung sangat rentan terhadap

peningkatan tekanan selama jangka waktu ini akibat ketidakstabilan bagian dinding
jantung yang mengalami proses penyembuhan. Peningkatan aktivitas dapat dimulai

pada kondisi seperti ini. Setelah 6 minggu mengalami infark, jaringan parut telah

menggantikan jaringan nekrotik. Pada saat tersebut, area yang mengalami injuri bisa

dianggap telah pulih. Area jaringan parut biasanya kurang kompatibel dibandingkan

dengan jaringan sekitarnya.

Pada pengkajian didapatkan bunyi nafas vesikuler dan irama nafas dispneu

hal ini dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri. Sebelum crackels dianggap sebagai

kegagalan pompa , klien harus diinstruksikan untuk batuk dalam guna membuka

alveoli basilaris yang mungkin dikompresi dari bawah diafragma.

Bunyi jantung gallop atau S3 menandakan gagal ventrikel kiri, pada orang

dewasa hamper tidak pernah ada pada adanya penyakit jantung yang signifikan.

Pengukuran volume urin 1920/24 jam, keluaran urin berhubungan dengan

asupan cairan, karena itu perawat perlu adanya pantauan adanya oliguria karena

merupakan tanda awal dari syok kardiogneik. Adanya edema ekstremitas

menandakan adanya retensi cairan yang parah (Muttaqin, 2012).

Pada hasil EKG didapatkan ST Elevasi menunjukan disfungsi ventrikel kiri

kronis. Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST,

menunjukkan penyakit jantung iskemik.

Penggunaan obat nitrat dan vasodilator, baik secara akut maupun kronis

dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, terjadi penurunan afterload pada

peningkatan curah jantung lanjut, penurunan pulmonary artery wedge pressure

(pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskuler pulmonal dan beratnya


gagal ventrikelkiri), serta penurunan pada konsumsi oksigen miokard (Muttaqin,

2012).

2. Hasil Analisis Diagnosa Keperawatan dan Perumusan Perencanaan

Hasil analisis data terakhir setelah dilakukan intervensi medis, penulis

merumuskan diagnosis keperawatan utama adalah risiko penurunan perfusi jaringan

jantung. Menurut NANDA-I (2018) definisi risiko penurunan perfusi jaringan jantung

adalah rentan terhadap penurunan sirkulasi jantung (koroner), yang dapat menganggu

kesehatan. Penulis merumuskan diagnosa tersebut karena terdapat beberapa faktor

risiko yang berkaitan antara lain: adanya hiperlipidemia dibuktikan dengan hasil lab

kolesterol total 246, trigliserida 162, dan kolesterol LDL 167, Tekanan darah 146/85

mmHg, kurang pengetahuan tentang faktor risiko karena pasien riwayat merokok,

peningkatan protein C-Reaktif dengan nilai troponin 15259.

Nursing outcome pada diagnosa keperawatan risiko penurunan perfusi

jaringan jantung adalah keefektifan pompa jantung dengan definisi kecukupan

volume darah yang dipompakan ventrikel kiri untuk mendukung tekanan perfusi

sistemik. Ditandai dengan dyspneu pada saat aktivitas ringan dengan skala 1 (tidak

adekuat) dan Intoleran aktivitas dengan skala 1 (tidak adekuat).

Indikator scala target outcome ketidakefektifan pompa jantung:

Indikator Awal Target


Dispneu pada saat aktifitas 1 3
ringan
Intoleran aktifitas 1 3
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

CAD adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya penyumbatan pada

pembuluh darah akibat akumulasi endapan lemak (artheroma dan plaques) pada

arteri coronaria yang bersifat asimptomatis yang menyebabkan penurunan aliran

darah ke jantung yang berakibat gangguan oksigenasi otot jantung dengan

berbagai bentuk iskemia, infark sampai nekrosis otot jantung dan kematian.

Untuk membantu mencegah Coronary Artery Disease adalah menghilangkan

faktor resikonya, yaitu:

1. Menurunkan kadar kolesterol darah

2. Menurunkan tekanan darah

3. Berehenti merokok

4. Menurunkan berat badan

5. Berolahraga secara teratur

Pada orang-orang sebelumnya telah memiliki resiko tinggi untuk menderita

penyakit jantung, merokok sangatlah berbahaya karena :

1. Merokok bisa mengurangi kadar kolesterol baik (kolesterol HDL) dan

meningkatkan kadar kolesterol jahat (kolesterol LDL)

2. Merokok menyebabkan bertambahnya kadar karbon monoksida di dalam darah,

sehingga meningkatkan resiko terjadinya cedera pada lapisan dinding arteri.


3. Merokok akan mempersempit arteri yang sebelumnya telah menyempit karena

CAD. Sehingga mengurangi jumlah darah yang sampai ke jaringan.

B. Saran

Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan makalah ini

adalah:

a. Bagi Perawat

Harus berusaha untuk memahami penyakit yang dialami oleh klien sehingga

terjadi peningkatan pengetahuan dan dapat membantu mencegah kompleksitas

masalah yang mungkin terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap masalah

yang timbul akibat CAD.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi sumber acuan materi bagi mahasiswa saat melakukan

asuhan keperawatan baik secara konsep teori maupun teknik pengkajian fisik

terfokus persistem terutama sistem kardiovaskuler dan berorientasi pada masalah

atau keluhan klien khususnya klien dengan hiperglikemi mengingat kondisi klien

yang cukup kompleks.


DAFTAR PUSTAKA

Al Fajar, Kemal. (2015). Hubungan aktivitas fisik dan kejadian penyakit jantung
koroner di Indonesia: analisis data riskesdas tahun 2013. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Djohan, TBA. (2008). Patofisiologi dan penatalaksanaan penyakit jantung koroner.


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

Doengoes. Marylin. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3. Jakarta: EGC.

Januzzi, J. (2014). The influence of anxiety and depression on outcomes of patients


with coronary artery diseases. Archives of Internal Medicine Vol 160 (3),
1931-1921.
Mutarobin, M. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Coronary Artery
Disease Pre Coronary Artery Bypass Grafting. Quality : Jurnal Kesehatan,
13(1), 9–21. https://doi.org/10.36082/qjk.v13i1.58

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler dan Hematologi. (R. Anggraeni, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Nabel, EG., Braunwald, E. (2012). Tale of coronary artery disease and myocardial
Infarction. N Engl J Med: 366:54-63.

NANDA.(2017). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017 edisi 10.


Jakarta: EGC.

Naziyah, dkk. (2018). Pengaruh pendidikan kesehatan dengan media booklet tentang
pencegahan primer dan sekunder terhadap pengetahuan pasien Coronary
Artery Diseases (CAD) di Klinik Sehat Natural Ciledug Tangerang Selatan
tahun 2016. Jurnal Kesehatan Holistik Volume 12 No 1 Januari 2018.

Pramono, B. A, Maharani, E., Irawan, B. (2016). Relationship between QT dispersion


changes on treadmill test with coronary lesion degree in patients with
suspected stable coronary artery disease. Jurnal Kardiologi Indonesia; 37:
122-9.

Profil Kesehatan Kota Bandung


Syamiyah, N. (2014). Faktor risiko kejadian diabetes mellitus tipe 2 pada wanita di
puskesmas kecamatan pesanggrahan jakarta selatan tahun 2014. Diakses
pada tanggal 6 Desember 2019.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/25714

Sanchis-Gomar, F., Perez-Quilis, C., Leischik, R., Lucia. A. (2016). Epidemiology of


coronary heart disease and acute coronary syndrome. Ann Transl Med
Indones;45 (3):240-50.

Anda mungkin juga menyukai