kuliaha
an
KES
SUBUR
RAN T
TANA
AH & PENG
P GAIRA
AN
(Materri Kuliah
h Semester 7 TA
A 2019/20020)
T
Tim Peny
yususn :
Aguus Wartapa, SP., MP P
Dr.. Rajiman, SP., MP..
Budi W
Wijayantoo, STP., MSc
M
KEMENT
K TERIAN
N PERTA
ANIAN
PO
OLITEK
KNIK PE
EMBANNGUNAN ANIAN
N PERTA
(PO
OLBANGGTAN) YOGYA
AKARTAA-MAGGELANG
G
JURU
USAN PE
ERTANIIAN
2019
I. PENDAHULUAN
A. Tanah Mineral
Tanah mineral merupakan tanah yang berasal dari hasil pelapukan dari batuan/bahan
induk. Dibawah ini akan disajikan sifat dan karakteristik tanah mineral.
1. Tanah Entisol :
Tanah entisol cenderung memiliki tekstur yang kasar dengan kadar organik dan nitrogen
rendah, tanah ini mudah teroksidasi dengan udara, untuk tanah entisol, kelembapan dan pH
nya selalu berubah, hal ini karena tanah entisol selalu basah dan terendam dalam cekungan.
Dan tanah yang memiliki kadar asam yang kurang baik untuk ditanami, karena memiliki
kadar asam yang sangat tinggi atau sangat rendah.
Tanah entisol terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di
daerah-daerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju
pembentukan tanah, dengan vegetasi daerah sungai dan pantai, seperti daerah bukit pasir,
daerah dengan kemiringan lahan yang curam, dan daerah dataran banjir. Pertanian yang
dikembangkan di tanah ini umumnya adalah padi sawah secara monokultur atau digilir
dengan sayuran/palawija. Tanah entisol banyak terdapat di daerah alluvial atau endapan
sungai dan endapan rawa-rawa pantai, oleh sebab itu tanah ini sering disebut tanah alluvial.
Umur tanah ini masih tergolong muda.
2. Inceptisol
Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profil yang
lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan
induknya (Hardjowigeno,1993).
Tanah Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air
untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam
musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan
selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan dengan beberapa
mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak dapat di
ukur. Kisaran kadar C organik dan Kpk dalam tanah inceptisol sangat lebar dan demikian
juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah
kering mulai dari kutup sampai tropika. (Darmawijaya, 1990). Tanah inceptisol memiliki
kadar alumunium dan kadar zat besinya tinggi. Keasaman yang terkandung pada tanah ini
adalah 5-7 dengan tingkat kejenuhan 72 %, oleh karena itu tanah ini memiliki tingkat
keasaman sedang. Karakteristik tanah inceptisol adalah sebagai berikut :
-2 meter
i coklta tua
-7
-30%
Inceptisol terbentuk dari tanah alluvial, umumnya terdapat di lembah atau aliran sungai atau
daerah pantai, dengan vegetasi daerah sungai dan pantai, banyak dijumpai di kalimantan,
papua, dan maluku, tanah ini usianya masih muda dan tarmasuk tanah mineral. Tanah yang
menyebar mulai di lingkungan iklim semiarid (agak kering) sampai iklim lembap. Memiliki
tingkat pelapukan dan perkembangan tanah yang tergolong sedang.
3. Alfisol
Tanah Alfisol adalah tanah yang berkembang di daerah hutan humid. Tanah alfisol
memilikipH tanah rendah yaitu < 5,0 dimana pengaruh kemasaman lebih dominant.
Kehadiran karbonat utamanya kalsium dan magnesium, kehadiran karbonat bebas ini akan
mempertahankan pH dalam kisaran 7,5-8,0 yang mana berada di atas kelarutan sebagian
besar mineral-mineral primer . Bahan organik yang terdapat pada permukaan tanah Alfisol
dicampur dengan bahan mineral oleh cacing atau hewan-hewan lain, pada kedalaman 2-10
cm, sehingga terbentuk lapisan mull (horizon A1). Jenis tanah Alfisol memiliki lapisan
solum tanah yang cukup tebal yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas antara horizon tidak
begitu jelas. Warna tanah adalah coklat sampai merah. Tekstur agak bervariasi dari lempung
sampai liat, dengan struktur gumpal bersusut. Kandungan unsur hara tanaman seperti N, P,
K dan Ca umumnya rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat tinggi (Sarief, 1985).
Alfisol terbentuk dari proses-proses pelapukan, serta telah mengalami pencucian
mineral liat dan unsur-unsur lainnya dari bagian lapisan permukaan ke bagian subsoilnya
(lapisan tanah bagian bawah), yang merupakan bagian yang menyuplai air dan unsur hara
untuk tanaman. Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit.
4. Ultisol
Tanah Ultisol dikenal dengan tanah lempung merah. Ultisol memiliki warna yang
bervariasi mulai dari warna ungu-merah, orange kemerahan dengan terang-menyilaukan,
untuk oranye pucat kekuningan-dan bahkan beberapa nada kekuningan-coklat tenang.
Mereka biasanya cukup asam, sering memiliki pH kurang dari 5. Hasil warna merah dan
kuning dari akumulasi oksida besi (karat) yang sangat tidak larut dalam air. Banyak nutrisi,
seperti kalsium dan potasium. Sifat-sifat penting pada tanah Ultisol berkaitan dengan jumlah
fosfor dan mineral-mineral resisten dalam bahan induk, komponen-komponen ini umumya
terdapat dalam jumlah yang tidak seimbang, walupun tidak terdapat beberapa pengecualian.
Ultisol yang berkembang pada bahan induk dengan kandungan fosfor yang lebih tinggi.
Reakasi Tanah umumnya masam dan agak seragam di seluruh bagian solum. Horizon
permukaan jarang mempunyai nilai pH krang dari 5,0 atau lebih besar dari 5,8 pH umumnya
menurun dengan meningkatnya kedalaman dan mencapai nilai minimum 4,0 sampai 5,5
pada bagian atas atau tengah horizon argilik, tetapi pada ultisol yang sangat terlapuk dan
tercuci, nampak terjadi sedikit penurunan pada seluruh solum. Sumber-sumber lain adalah
kation-kation ampoter dapat tukar atau senyawa-senyawa hidroksinya, bahan organik dan
hidrogen dapat tukar.
Ultisol merupakan produk akhir dari pelapukan mineral terus menerus dalam iklim
hangat lembab tanpa pembentukan tanah baru melalui glaciation. Ultisol terjadi di daerah
beriklim sedang atau tropis lembab. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua.
5. Oksisol
Oksisol merupakam tanah yanag memiliki horison oxic termasuk ordo Oxisol. Oxisol ada
pada permukaan tanah di daerah tropik basah dengan atau berisi sedikit cadangan basa di
luar tempat pertukaranya. Tanah oksisol didominasi oleh mineral liat kaolinit dan oksida-
oksida besi dan alumunium tinggi. Dapat dicirikan dengan oleh tingkat kemasaman yang
tinggi, level unsur-unsur Ca, K dan Mg rendah, Defisiensi unsur N, P, K, Ca dan Mg umum
dijumpai di lapang, kadar lengas dan kapasitas simpan lengas tanah rendah dan rentan
terhadap erosi. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation
(KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi
atau oksida Al. Tanah ini juga didominasi oleh mineral liat kaolinit dan oksida-oksida besi
dan alumunium tinggi. Tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol
Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning. Horison oksisol mempunyai :
atau lebih
-masing 100 gr liat.
6. Mollisol
Mollisols ada di daerah semi-kering untuk wilayah semi-lembab, biasanya di bawah
penutup padang rumput. Dengan beberapa daerah padang pasir adalah area bercurah hujan
tinggi yang mendukung rumput cenderung menutupi tanah dengan sempurna dan
menghasilkan bahan organik.
Tanah Mollisols mempunyai bahan organik tinggi, diperkaya gizi-permukaan tanah
(horizon A), biasanya antara 60-80 cm. Permukaan horison ini subur, dikenal sebagai
epipedon mollic, adalah fitur diagnostik mendefinisikan Mollisols. Sangat dipengaruhi oleh
kebakaran dan pedoturbation berlimpah dari organisme seperti semut dan cacing bumi.
epipedons Mollic hasil dari penambahan jangka panjang dari bahan organik berasal dari akar
tanaman, dan biasanya memiliki lembut, butiran, struktur tanah. Gambaran horison mollik :
7. Andisol
Tanah andisol sering disebut tanah andosol adalah tanah yang dianggap paling subur karena
berasal dari hasil gunung api. Tanah Andisol mempunyai Tekstur tanah jenis andisol atau
andosol sangat beragam, tanah ini bisa berbentik tanah liat dan tanah lempung yang
teksturnya kasar. Zat yang terkandung di dalamnya sebagian besar adalah abu vulkanik dari
letusan gunung. Tanah jenis ini di jumpai di daerah sekitar gunung api, tanah andisol juga
mengandung banyak zat organik yang terdapat pada lapisan tengah dan atas, sedangkan pada
bagian bawah kandungan unsur haranya cenderung sedikit.
Tanah andisol terbentuk melalui proses-proses pelapukan yang menghasilkan
mineral-mineral dengan struktur kristal yang cukup rapih. Mineral-mineral ini
mengakibatkan Andisol memiliki daya pegang terhadap unsur hara dan air yang tinggi.
Tanah ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang dingin (pada ketinggian di atas 1000 m
dpl) dengan tingkat curah hujan yang sedang sampai tinggi, terutama daerah-daerah yang
ada hubungannyadengan material volkanik. Dengan iklim yang sejuk, dan biasanya terdapat
vegetrasi dataran tinggi seperti cemara atau pinus, dan memiliki relief yang terjal hingga
agak datar, umur tanah andisol cenderung muda karena hasil dari kegiatan vulkanik.
8. Vertisol
Tanah Vertisol (grumusol) adalah tanah di mana ada kandungan tinggi dari tanah
ekspansif dikenal sebagai montmorilonit yang terbentuk retakan dalam di musim kering atau
tahunan. Tanah Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di
seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah
mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
Tanah vertisol terbentuk dari bahan yang dari dasar ke permukaan sering
menimbulkan microrelief dikenal sebagai gilgai. Vertisols biasanya terbentuk dari batuan
yang sangat dasar seperti basalt di iklim yang lembab musiman atau tidak menentu
kekeringan dan banjir, atau untuk drainase terhambat.
B, Tanah Organik
Tanah organik sering disebut Histosol atau Gambut. Tanah histosol adalah tanah
yang mengandung bahan organik tinggi dan tidak mengalami permafrost, yang berkembang
dimana tanah jenuh terus-menerus. Ciri histosol tergantung pada vegetasi alami yang
ditimbun di dalam air dan tingkat perombakan.
Tanah histosol terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan, sampah hutan, atau lumut yang
cepat membusuk yang terdekomposisi dan terendapkan dalam air. Kebanyakan selalu dalam
keadaan tergenang sepanjang tahun, atau telah didrainase oleh manusia. Histosol sama
halnya dengan tanah rawa, tanah organic dan gambut. Proses Pembentukan Tanah gambut
terbentuk karena laju akumulasi bahan organik melebihi proses mineralisasi yang biasanya
terjadi pada kondisi jenuh air yang hampir terus menerus sehingga sirkulasi oksigen dalam
tanah terhambat. Hal tersebut akan memperlambat proses dekomposisi bahan organik dan
akhirnya bahan organik itu akan menumpuk .
Jenis tanah Histosol merupakan tanah yang sangat kaya bahan organik keadaan
kedalaman lebih dari 40 cm dari permukaan tanah. Umumnya tanah ini tergenang air dalam
waktu lama sedangkan didaerah yang ada drainase atau dikeringkan ketebalan bahan organik
akan mengalami penurunan (subsidence). Bahan organik didalam tanah dibagi 3 macam
berdasarkan tingkat kematangan yaitu fibrik, hemik dan saprik. Fibrik merupakan bahan
organik yang tingkat kematangannya rendah sampai paling rendah (mentah) dimana bahan
aslinya berupa sisa-sisa tumbuhan masih nampak jelas. Hemik mempunyai tingkat
kematangan sedang sampai setengah matang, sedangkan sapri tingkat kematangan lanjut.
Tanah gambut di Indonesia pada umunya mempunyai reaksi kemasaman tanah (pH) yang
rendah, yaitu antara 3,0 – 5,0. Tanah gambut memiliki berat isi yang rendah berkisar antara
0,05 – 0,25 gcm-3, semakin lemah tingkat dekomposisinya semakin rendah berat isi (BD),
sehingga daya topang terhadap bebadan diatasnya seperpti tanmana, banguanan irigasi, jalan,
dan mesin-mesin pertanian adalah rendah. Gambut yang sudah direklamasi akan lebih padat
dengan berat isi antara 0,1 – 0,4 gcm-3.Porositas tanah tinggi, penyusutan volume tanah
gambut (irreversible) sehingga mudah terbakar, dan apabila tergenang akan mengembang
dan hanyut terbawa arus.
3. PENGOLAHAN TANAH
haya keracunan
2 Kualitas lahan
yang
berhubungan
dengan produksi
peternakan
3 Kualitas lahan
yang
berhubungan
produksi
kehutanan
4 Kualitas lahan
yang
berhubungan
dengan
pengelolaan
Sumber :Sastrohartono (2011).
2. Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan adalah sifat-sifat atau parameter lahan yang dapat diukur atau di
estimasi. Penentuan parameter lahan dilakukan pada setiap satuan peta lahan yang
dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Satuan peta lahan
(land mapping unit) adalah sekelompok lahan yang memiliki sifat (karakteristik) sama
atau serupa. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan diberikan pada Tabel 4.1
dan Tabel 4.2.
D. Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah pengelompokkan lahan ke dalam satuan-satuan khusus
menurut kemampuannya untuk penggunaan secara intensif tanpa menyebabkan
kerusakan. Hal ini berarti kemampuan lahan merupakan sistem klasifikasi lahan yang
ditujukan pada konservasi tanah dalam menopang penggunaan lahan untuk pertanian
secara luas.
Lahan dapat digolongkan dalam tingkat kelas. Tingkat kelas dinilai berdasarkan
parameter faktor penghambat/pembatas. Kemampuan lahan diklasifikasikan dalam 8
(delapan) kelas (Kelas I s/d VIII). Semakin tinggi kelas akan menunjukkan semakin
banyak faktor pembatasnya atau dengan kata lain secara kualitas lahan semakin jelek.
Kemampuan lahan menunjukkan peruntukan lahan bagi usaha tani. Usahatani tanaman
semusim hanya cocok Kelas I sampai dengan IV, sedangkan lainnya tidak cocok. Kelas
V sampai dengan VII hanya cocok untuk tanaman keras/tahunan dan padang rumput,
sedangkan kelas VIII hanya untuk hutan lindung. Secara rinci kriteria kemampuan lahan
disajikan pada Tabel 4.3.
III c
kelas Subkelas
Gambar 4.1. Penulisan Kelas dan Sub kelas pada Analisis Kemampuan Lahan
1. Tekstur (t)
Tekstur tanah dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu :
t1 Halus Lempung (clay), lempung debuan (silty clay)
t2 Agak halus Lempung pasiran (Sandy clay), geluh lempung debuan
(Silty Clay Loam), geluh lempungan (clay loam), Geluh
lempung pasiran (sandy caly loam).
t3 Sedang Debuan (silty), geluh debuan (silty loam), geluh (loam)
t4 Agak kasar Geluh pasiran (sandy loam)
t5 Kasar Pasiran (sandy). Geluh pasiran (sandy loam).
2. Permeabilitas (p)
Permeabilitas tanah dikelompokkan dalam 5 kategori, yaitu :
p1 Lambat permeabilitas < 0,5 cm/jam
p2 Agak lambat permeabilitas 0,5 – 2,0 cm/jam
p3 Sedang permeabilitas 2,0 – 6,25 cm/jam
p4 Agak cepat permeabilitas 6,25 – 12,5 cm/jam
p5 Cepat permeabilitas > 12,5 cm/jam
6. Erosi (e)
Tingkat erosi dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelompok yaitu :
e0 Tidak ada erosi -
e1 Ringan < 25 % lapisan atas hilang
e2 Sedang 25-75 % lapisan atas hilang,
e3 Berat >75% lapisan atas hilang, < 25 % lapisan bawah
hilang
e3 Sangat berat >75% lapisan atas hilang, > 25 % lapisan bawah
hilang
7. Faktor khusus
Faktor penghambat lain berupa batu-batuan dan bahaya banjir.
a. Batu-batuan
Bahan kasar dapat terletak di dalam lapisan tanah atau permukaan lahan. Namun
juga bahan kasar berada dalam lapisan 20 cm dari permukaan tanah yang memiliki
ukuran lebih besar dari 2 mm. Bahan kasar tersebut dapat dibedakan menjadi 4 kriteria
yaitu kerikil, batu kecil, batuan lepas dan batu terungkap.
Kerikil merupakan bahan kasar yang memiliki diameter 0,2 – 7,5 cm jika
berbentuk bulat. Namun jika berbentuk gepeng memiliki panjang sumbu sampai 15 cm.
Kerikil di dalam tanah sampai kedalaman 20 cm dari permukaan tanah dapat
diklasfikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu
b0 Tidak ada atau sedikit 0-15 % volume tanah
b1 Sedang 15-50 % volume tanah
b2 Banyak 50 – 90 % volume tanah
b3 Sangat banyak >90 % volume tanah
Batuan kecil merupakan bahan kasar atau batuan yang memiliki diameter 7,5-25 cm
jika berbentuk bulat. Namun jika berbentuk gepeng memiliki panjang 15-40 cm. Batuan
kecil dapat diklasfikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu
b0 Tidak ada atau sedikit 0-15 % volume tanah
b1 Sedang 15-50 % volume tanah
b2 Banyak 50 – 90 % volume tanah
b3 Sangat banyak >90 % volume tanah
Batuan lepas merupakan batuan yang bebas dan terletak di permukaan tanah yang
memiliki diameter lebih besar 25 cm jika berbentuk bulat. Namun jika berbentuk
gepeng memiliki panjang lebih dari 40 cm. Batuan lepas dapat diklasfikasikan menjadi
5 kelompok, yaitu:
b0 Tidak ada Kurang dari 0,01 % luas areal
b1 Sedikit 0,01 – 3 % permukaan tanah tertutup : pengolahan
dengan mesin agak terganggu, tetapi pertumbuhan
tanaman tidak terganggu.
b2 Sedang 3 – 15 % permukaan tanah tertutup : pengolahan
dengan mesin mulai agak sulit dan luas areal
produktif berkurang.
b3 Banyak 15 – 90 % permukaan tanah tertutup : pengolahan
tanah dan penanaman menjadi sangat sulit.
b4 Sangat banyak >90 % permukaan tanah tertutup : tanah sama
sekali tidak dapat digunakan untuk tanaman.
b. Ancaman banjir/genangan
Ancaman banjir/genangan dapat diklasifikasikan dalam 5 kategori,:
b0 Tidak pernah Dalam periode satu tahun tanah tidak pernah tertutup
banjir untuk waktu lebih dari 24 jam
b1 Jarang Dalam periode kurang dari satu bulan banjir yang
menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak
teratur.
b2 Kadang-kadang Selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara
teratur selalu tertutup banjir untuk jangkka waktu lebih
dari 24 jam.
b3 Sering Selama waktu 2-5 bulan dalam setahun tanah selalu
dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam.
b4 Sangat sering Selama waktu 6 bulan atau lebih tanah selalu dilanda
banjir yang lamanya lebih dari 24 jam.
Kurang
Sangat Sesuai
Kelas Sesuai
Sesuai (S2)
Sub Kelas
S2 rc, wa S2 rc S3 tc,xc,fh
Ordo dalam kesesuaian lahan menunjukkan sesuai atau tidaknya lahan untuk
penggunaan tertentu, ordo terbagi menjadi dua, yaitu : S : Sesuai (Suitable) ; Lahan
sesuai untuk digunakan tanaman tertentu secara lestari, tanpa ada resiko, keuntungan
lebih besar dibandingkan inputnya. N : Tidak sesuai (Not Suitable) lahan ini memiliki
pembatas dan sulit diatasi, sehingga penggunaannya tidak dapat lestari atau akan
menimbulkan kerusakan yang cukup besar.
Kelas kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu :
S1: Sangat Sesuai yaitu lahan ini tidak memiliki pembatas yang berat dan dapat
berproduksi secara optimal dan lestari.
S2 : Cukup Sesuai yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat, sehingga
mengurangi produksi dan keuntungan, karena diperlukan input tambahan.
S3 : Sesuai Marginal yaitu lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehingga
mengurangi produksi dan keuntungan, karena diperlukan input tambahan yang
lebih banyak.
N : Tidak Sesuai yaitu lahan yang mempunyai pembatas sangat berat dan sulit untuk
diatasi.
Sub kelas : pembagian lebih lanjut dari tingkat kelas yang didasarkan faktor
pembatas yang ada. Pada sub kelas, faktor pembatas yang digunakan sebagai dasar
pengelompokan dicantumkan. Sebagai contoh S2wa (kelas S2 dengan faktor pembatas
ketersediaan air), S3rc (kelas S3 dengan faktor pembatas kondisi perakaran). Faktor
pembatas dalam satu sub kelas jumlahnya dapat satu atau lebih.
Unit : pembagian lebih lanjut dari tingkat sub kelas yang didasarkan jenis
pengelolaan yang dibutuhkan. Pada tingkatan unit, sub kelas kesesuaian lahan dibagi
lagi kedalam unit kesesuian lahan yang didasarkan pada cara pengelolaan yang
dibutuhkan dalam setiap sub kelas yang ada. Sebagai contoh S2wa1, S3rc2 dst.
Menurut Oldeman dan Fiere dalam Wisnubroto (1995), temperatur rerata dapat
menggunakan pendekatan temperatur maksimum dan minimum setiap bulan.
Temperatur rerata dihitung dengan rumus :
T maks + T Min
Temperatur rerata = --------------------------
2
b. Curah hujan
Pengamatan curah hujan secara umum dinyatakan dalam satuan mm. Curah hujan
dihitung dalam rerata per tahun atau menurut kebutuhan tanaman. Untuk keperluan
penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan,
jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah tergantung klasifikasi yang digunakan.
c. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan kandungan uap air dalam udara. Kelembaban udara
rerata tahunan dan dinyatakan dalam %.
d. Drainase
Drainase merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi
udara tanah. Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas (Tabel 4.4.)
g. Kedalaman tanah
Kedalaman tanah merupakan media tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman.
Kedalaman tanah dapat dikategorikan menjadi:
Sangat dangkal < 20 cm
Dangkal 20 - 50 cm
Sedang 50 – 75 cm
Dalam > 75 cm
h. Parameter gambut
Pengamatan pada tanah gambut terdiri dari 2 parameter yaitu ketebalan dan
kematangan. Ketebalan gambut dapat dibedakan menjadi:
Tipis < 60 cm
Sedang 60 - 100 cm
agak tebal 100 – 200 cm
Tebal 200 - 400 cm
sangat tebal > 400 cm
Sedangkan tingkat kematangan gambut dibagi menjadi 3 yaitu Saprik, hemik dan
fibrik.
i. Alkalinitas
Parameter alkalinitas dapat didekati dengan menggunakan nilai exchangeable
sodium percentage atau ESP (%) dan Sodium Adsorption Ratio (SAR). Perhitungan
ESP menggunakan rumus :
k. Bahaya banjir/genangan
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan
lamanya banjir (Y) (Tabel 4.6). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
dengan penduduk setempat di lapangan.
Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air
genangan, dan y adalah lamanya banjir). Kelas bahaya banjir dapat dikelompokkan
menjadi 5 kategori. Kelas bahaya banjir disajikan seperti Tabel 4.7.
m. Kelerengan
Kelerengan dipertimbangkan untuk pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Tingkat
kelerengan dapat dikelompokkan menjadi :
Datar : <3 %
Berombak/agak landai : 3-8 %
Bergelombang/melandai : 8-15 %
Berbukit : 15-30 %
Bergunung : 30-40 %
Bergunung curam : 40-60 %
Bergunung sangat curam : >60 %
Data parameter analisis kesesuaian lahan dapat diperoleh dari berbagai sumber
(Tabel 4.8).
Tingkat Pengelolaan
No Sifat lahan
Rendah Sedang Tinggi
1 Rejim radiasi - - -
2 Rejim temperature - - -
3 Rejim kelembaban udara - - -
4 Ketersediaan air
Bulan kering - + ++
Bulan basah - + ++
5 Media perakaran
Drainase - + ++
Tekstur - - -
Kedalaman efektif - - -
Gambut – kematangan - - +
- ketebalan - - +
6 Retensi hara
KTK - + ++
pH - + ++
7 Ketersediaan hara
N-total + ++ +++
P2O5 + ++ +++
K2O + ++ +++
8. Bahaya banjir
Periode - + ++
Frekuensi - + ++
9 Kegaraman
Salinitas - + ++
10 Toksisitas
Kejenuhan Al - + ++
Lapisan pirit - + ++
11 Kemudahan pengolahan - + ++
12 Potensi mekanisasi - - +
13 Bahaya erosi - + ++
Keterangan
- = tidak dapat dilakukan perbaikan
+ = perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan satu kelas lebih tinggi (S3-S2)
++ = perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan dua kelas lebih tinggi (S3-S1)
+++ = perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan tiga kelas lebih tinggi (N-S1)
Contoh Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa
A. Erosi
1. Pengertian erosi
Erosi adalah proses perpindahan tanah yang hancur ke tempat lain oleh kekuatan
angin, gravitasi dan air baik yang berlangsung secara alamiah maupun akibat tindakan
manusia. Erosi secara umum disebut dengan pengikisan atau longsor. Erosi sudah
terjadi sejak tanah terbentuk, namun baru belakangan ini menjadi permasalahan yang
serius. Khusus di Indonesia erosi terbesar disebabkan oleh faktor air (hujan), oleh sebab
itu pembicaraan selanjutnya hanya membahas erosi yang disebabkan oleh hujan.
2. Klasifikasi erosi
Menurut prosesnya erosi tanah dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
a. Erosi geologi
b. Erosi dipercepat
Menurut Rajiman (2010) bahwa berdasarkan prosesnya erosi tanah dapat
digolongkan menjadi 2 macam:
a. Erosi geologi ialah erosi yang berjalan lambat, sehingga pembentukan tanah masih
dapat mengimbanginya. Erosi geologi dilapangan seolah-olah tidak tampak.
b. Erosi dipercepat yaitu kehilangan tanah yang berjalan cepat sehingga top soil
terangkut keluar. Erosi jenis inilah yang menyebabkan kerusakan dibumi.
Menurut bentuknya erosi dapat dibagi menjadi beberapa, yaitu :
a. Pelarutan, erosi yang terjadi di daerah kapur yang disebabkan oleh air, sehingga
terbentuk sungai bawah tanah.
b. Erosi percikan (Splash Erosion), erosi yang terjadi akibat akibat curah hujan yang
langsung mengenai atau jatuh ke permukaan tanah, kemudian butir-butir tanah
terlempar. Pada daerah lereng butir tanah akan terlempar ke bagian bawah.
c. Erosi Lembaran (sheet erosion), yaitu pemindahan tanah pada lapisan yang merata
dengan ketebalan yang seragam. Erosi ini sepintas tidak kelihatan, tetapai setelah
berjalan lama akan ketahuan bahwa lapisan top soil telah hilang.
d. Erosi Alur (riil erosion) yaitu erosi yang terjadi akibat air terkonsentrasi pada suatu
tempat yang rendah dan mengenang atau mengalir, sehingga pemindahan tanah
lebih banyak. Erosi alur ini dapat ditanggulangi dengan langkah pengadaan
pengolahan tanah.
e. Erosi Parit (gully erosion) yaitu erosi ini seperti erosi alur, tetapi saluran yang
terbentukl lebih lebar dan dalam. Sehingga erosi ini tidak dapat dihilangkan hanya
dengan pengolahan tanah.
f. Erosi tebing sungai, yaitu erosi ini akibat pengikisan tebing bagian bawah oleh air,
sehingga tebing di atasnya menjadi runtuh.
g. Longsor yaitu pemindahan tanah dalam volume yang cukup besar, akibat adanya
lapisan licin yang kedap oleh air, lapisan tersebut seperti batuan, atau liat. Tanah
terjadi longsor jika memenuhi syarat : 1) lereng cukup curam 2) ada lapisan kedap
air, sehingga terbentukj bidang luncur dan 3) air tersedia sampai jenuh.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Erosi
Secara alamiah erosi pada suatu kawasan sangat dipengaruhi oleh lima faktor
utama. Faktor utama yang berpengaruh adalah 1. Faktor iklim, 2. Faktor tanah, 3. Faktor
bentuk kewilayahan (topografi), 4. faktor vegetasi penutup tanah dan 5. Faktor kegiatan
atau perlakuan manusia. Baver dalam Bafdal et al., (2011) menyatakan hubungan
antara erosi dengan faktor penyebabnya sebagai berikut :
E = ∫(C,S, V,T, H)
Dimana :
E = Jumlah erosi (ton/ha/th)
C = Faktor iklim
S = Faktor tanah
V = Faktor Vegetasi
T = Faktor topografi / kelerengan
H = Faktor tindakan manusia
4. Pengukuran erosi
Pengukuran erosi suatu lahan dapat dilakukan dengan cara :
a. Pengamatan Laboratorium
Penelitian erosi di laboratorium dapat menggunakan Rainfall Simulator. Alat ini
terdiri dari tangki penampung air yang berputar dengan sistem pembentuk tetesan
tunggal dan intensitas hujan yang dapat diatur. Bagian atas alat ini terdiri dari tangki
penampung air yang berbentuk lingkaran terbuat dari besi. Bagian ini di sangga oleh 4
tiang dengan ketinggian 2,75 m, diputar dengan kecepatan 1 rpm. Pipa-pipa kapiler
dibuat pada bagian bawah tangki dengan jarak yang teratur. Tetesan air disesuaikan
dengan diameter pipa, tegangan dan tinggi air di atas pipa.
Curah hujan dapat diatur dengan cara mengubah jumlah pipa kapiler persatuan luas
dan ukuran diameter. Untuk mengontrol intensitas hujan dapat menggunakan penakar
hujan. Agar tetesan air dapat radial dapat dibantu dengan kipas angin yang diletakkan
disamping dengan kecepatan tinggi dan berjarak 2 m.
Diameter hujan yang jatuh dari pipa dapat dicari dengan cara menempatkan labu
takar tepat dibawah sambil dihitung sampai 100 tetesan dan dicatat volumenya.
b. Pengamatan Lapangan
Metode penelitian erosi di lapangan lebih bervariasi yang meliputi 1. mengukur
erosi dalam waktu yang relatif lama, 2. Mengukur erosi pada peristiwa sekali hujan, 3.
mengukur penghancuran agregat. Pengamatan erosi dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu : patok erosi dan petak kecil.
1) Metode patok erosi
Pengukuran erosi dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Prinsip
dasar pengamatan metode ini adalah melihat pengurangan tebal tanah selama periode
tertentu. Alat yang dibutuhkan berupa patok yang diberi tera. Langkah pengamatan
erosi dengan metode patok erosi sebagai berikut:
a). Tancapkan patok erosi yang telah diberi tera (berskala) ke dalam tanah sampai > 50
cm atau sampai mencapai lapisan kontras (bila tebal tanah < 50 cm). Patok
ditempatkan ada lereng atas, tengah dan bawah untuk lahan yang berlereng > 15%.
Untuk lereng < 15% tempatkan pada tengah lereng yang representatif;
b). Catat penurunan permukaan tanah secara periodik setiap tiga bulan sekali terutama
pada musim hujan;
c). Penghitungan besaran erosi dilakukan dengan menghitung rata-rata penurunan
permukaan tanah dari titik-titik pengamatan persatuan waktu yang kemudian
diakumulasikan dalam satuan waktu 10 tahunan (mm/10 tahun).
b. Cara Pengukuran
Pengukuran besarnya erosi dengan langkah-langkah :
1) Mengukur banyaknya tanah yang ada dalam bak penampungan
2) Menghitung banyak tanah dalam drum.
Untuk mengukur berat tanah yang tererosi, maka dilakukan dengan dua tahap yaitu:
1) Menimbang semua tanah yang masih basah dari bak dan drum, kemudian
dikeringkan sehari pada tampah.
2) Kemudian tanah ditentukan kandungan airnya.
3) Kemudian menghitung berat mutlak tanah dengan rumus :
100 x berat tanah
100 + KA
Sebagai contoh : Berat tanah dari bak = 50 kg dari 1 drum = 3 kg, karena ada 7 drum
maka beratnya menjadi 21 kg. Berat total tanah 50 +21 = 71, kandungan air 65%, maka
berat kering mutlak tanah adalah :
100/(100+65) x 71 = 43,03 kg.
3. Pendugaan Erosi
Erosi yang terjadi pada suatu lahan akan menyebabkan kerugian di pihak petani.
Pengaruh erosi akan dirasakan, karena terjadi penurunan kesuburan fisik, kimia dan
biologi pada daerah yang tererosi. Namun pada daerah yang menerima erosi justru
secara kesuburan diuntungkan. Di samping keuntungan tersebut pada daerah
penampung air akan mengurangi daya tampung ataupun umur bendungan yang ada.
Untuk mengindari kerugian yang ada, perlu pencegahan terjadinya erosi yang
berlebihan. Secara kuantitatif terjadinya erosi dapat diprediksi jumlahnya. Prediksi
tersebut berguna untuk menentukan langkah-langkah antisipasi dan tindakan mitigasi
dalam konservasi. Rumus pendugaan yang umum dan telah banyak dikembangkan
adalah Universal Soil Loss Equation (USLE) atau Persamaan Umum Kehilangan Tanah
(PUKT). PUKT adalah model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi
tanah dalam jangka waktu yang panjang dari suatu areal usahatani dengan system
pertanaman dan pengelolaan tertentu. Erosi yang dapat diprediksi adalah erosi lembar
atau alur, tetapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak
memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit dan tebing sungai.
Kehilangan tanah dipengaruhi oleh erosivitas, erodibilitas, kelerengan, tanaman dan
pengelolaan oleh manusia. Perhitungan kehilangan tanah akibat erosi menggunakan
persamaan :
A = R x K x LS x C x P
Dimana :
A = Jumlah erosi per satuan luas lahan(ton/ha/th).
R = Faktor indeks erosivitas hujan dan air limpasana permukaan untuk daerah tertentu. Erosivitas
merupakan besarnya tenaga curah hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi.
K = Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tertentu. Pengukuran erodibilitas dilakukan pada petak
percobaan dengan panjang 72,6 ft (22,14 m) dan kemiringan 9 % dengan tanpa dikerjakan dalam
waktu yang panjang. Faktor erodibiltas menunjukkan mudah tidaknya partikel tanah terpecah dari
agrgegat dan terangkut oleh air hujan.
L = Faktor panjang lereng tanpa satuan. Faktor panjang lereng merupakan perbandingan besarnya
kehilangan tanah untuk panjang lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang
lereng 72,6 ft Notasi L bukan merupakan panjang lereng yang sesungguhnya di lahan.
S = Faktor kemiringan lereng tanpa satuan. Faktor kemiringan lereng merupakan perbandingan besarnya
kehilangan tanah untuk kemiringan tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk kemiringan 9
%. Notasi S bukan merupakan kemiringan yang sesungguhnya di lahan.
C = Faktor penutupan tanaman , yang merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan
tanah pada kondisi budidaya tanaman yang diinginkan dengan besarnya kehilangan tanah pada
kondisi tanpa tanaman.
P = Faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik), yang merupakan bilangan perbandingan antara
besarnya kehilangan tanah pada kondisi usaha konservasi tanah ideal dengan besarnya kehilangan
tanah pada kondisi penanaman tegak lurus terhadap garis kontur.
1. Erosivitas (R)
Dalam prediksi erosi suatu lahan dikenal istilah erosivitas yaitu perkalian antara
energi kinitek (E) dan intensitas hujan maksimal selama 30 menit (I30). Perhitungan
erosivitas pada suatu lahan dapat menggunakan rumus :
R= EI30/100
Dimana :
R = Indeks erosivitas
E = Energi kinetik (joule/m2/mm)
I30 = Intensitas hujan 30 menit maksimum
Perhitungan nilai energi kinetik sangat dipengaruhi oleh intensitas hujannya (I).
Besarnya intensitas hujan diukur dalam satuan cm/jam. Perhitungan energi kinetik
dapat menggunakan persamaan :
E = 210 + log I
Perhitungan erosivitas diatas membutuhkan data curah hujan yang dihaasilkan dari
penakar curah hujan otomatis. Sementara penakar curah hujan otomatis di wilayah
Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dikembangkan perhitungan
erosivitas yang dihasilkan dari perhitungan curah hujan yang berasal dari penakar hujan
manual. Beberapa rumus perhitungan erosivitas disajikan oleh Bols (1978) dalam Asdak
(2004) yang menggunakan data hujan manual akan disajikan berikut ini :
2. Erodibilitas (K)
Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap erosi/ kerusakan tanah.
Erodibilitas ditentukan oleh 1). ketahanan tanah terhadap pengrusakan dari luar dan 2).
kemampuan infiltrasi dan perkolasi air dalam tanah. Ketahanan tanah menentukan
mudah tidaknya tanah dihancurkan dari luar oleh air hujan, angin dan gravitasi secara
langsung atau tidak langsung melalui aliran permukaan. Air setelah sampai permukaan
tanah akan mengalami infiltrasi dan perkolasi. Dua peristiwa ini akan berhubungan
dengan kapasitas terjadinya aliran permukaan.
Selain itu kerusakan tanah dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia, biologi tanah.
Adapun sifat tanah yang berpengaruh terhadap erodibilitas adalah tekstur, kemantapan
agregat tanah, kandungan bahan organik, kapasitas infiltrasi, permeabilitas, Secara
umum erodibilitas dapat didekati dari beberapa parameter yaitu kandungan debu dan
pasir halus, bahan organik tanah, stuktur dan permeabilitas. Secara empiris nilai
erodibilitas dapat dicari dengan metode menggunakan Nomograf atau rumus.
a. Penggunaan Nomograf
Penentuan erodibilitas tanah dengan menggunakan Nomograf dipengaruhi oleh 5
parameter yaitu debu dan pasir sangat halus, pasir, bahan organik, kelas tekstur dan
permeabilitas (Gambar 5.2). Penentuan nilai K dengan menggunakan Nomograf
dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah:
1) Baca Nomograf dari sisi kiri dari skala vertikal dengan informasi yang telah
diketahui tentang persentase debu dan pasir sangat halus.
2) Ikuti secara horizontal sampai ketemu kurve persentase pasir yang sesuai, kemudian
diinterpolasi pada angka yang paling dekat.
3) Ikuti secara vertikal sampai mendapat angka kandungan unsur bahan organik yang
sesuai.
4) Kemudian ikuti penelusuran secara horizontal ke kanan.
5) Untuk tanah dengan struktur fine granuler atau fine crumb dan mempunyai tingkat
permeabilitas sedang, nilai K dapat dibaca secara langsung dari prakiraan K yang
pertama sesuai dengan urutan nomor 4.
6) Untuk jenis tanah yang lain, nilai K akan diperoleh dengan melanjutkan penelusuran
sampai ketemu pada struktur tanah dan dilanjutkan penelusuran secara vertikal
sampai ketemu pada permeabilitas yang sesuai.
7) Lanjutkan penelusuran secara horizontal ke arah skala erodibilitas ke arah kiri pada
bagian kedua untuk memperoleh nilai K.
Sebagai contoh akan disajikan ilustrasi penggunaan Nomograf sesuai dengan Gambar
5.2. Hasil pengamatan dan analisis diperoleh data :
- Debu dan pasir sangat halus = 65 %
- Pasir kasar = 10 %
- Bahan organik = 1 %,
- struktur tanah = Granuler halus ( 2 )
- Permeabilitas = Agak lambat (4).
- Arah garis putus-putus (----->) menunjukkan prosedur penentuan nilai K
Berdasarkan data tersebu akan diperoleh nilai erodibiltas tanah sebesar 0,39.
b. Penggunaan Rumus
Secara umum penggunaan rumus erodibilitas menggunakan pendekatan jumlah
fraksi tanah terutama debu dan pasir sangat halus. Menurut Hamer dalam Asdak (2004)
perhitungan erodibilitas disajikan sebagai berikut.
1). Tanah dengan kandungan debu dan pasir sangat halus kurang dari 70%,
menggunakan rumus :
2). Tanah dengan kandungan debu dan pasir sangat halus lebih dari 70%, menggunakan
rumus :
dimana
K = Indeks Erodibilitas Tanah
M = (Jumlah % debu + % pasir sangat halus) x (100 - % Lempung) atau
menggunakan Tabel 5.1.
a = Kandungan bahan organik (%) (% C-organik x 1,724) atau Tabel 5.2
b = Harkat struktur tanah (Tabel 5.3)
c = harkat tingkat permeabilitas tanah (Tabel 5.4)
Dimana :
LS = Faktor panjang dan kemiringan lahan
L = Panjang lereng (m)
S = kemiringan lahan (%)
Rumus diatas dipergunakan pada lahan yang memiliki kemiringan 3-18 %. Namun
menurut Bafdal et al (2011) bahwa lahan dengan kemiringan yang terjal sebaiknya
menggunakan rumus :
LS = (L/22)m x C (cos α)1,503 x (0,5 (sinα)1,249+(sin α)2,249)
Dimana
m = 0,5 untuk lereng 5 % atau lebih
0,4 untuk lereng 3,5-4,9 %
0,3 untuk lereng 3,5%.
C = konstanta (34,7046)
α = Sudut kemiringan lereng (derajat)
L = Panjang lereng (m)
B. Kerusakan Lahan
Sumberdaya alam khususnya tanah dan air pada prinsipnya merupakan
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau
degradasi. Kerusakan tanah dapat disebabkan oleh perilaku manusia maupun kejadian
alamiah yang mengakibatkan tanah tidak dapat berfungsi untuk produksi biomassa.
Kerusakan tanah akan menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan atau menghasilkan barang dan jasa (Riquier
dalam Suripin, 2001). Penyebab kerusakan tanah terdiri atas :
- Kehilangan unsur hara dan bahan organic didaerah perakaran.
- Terkumpulnya garam-garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau
terungkapnya unsure atau senyawa yang beracun bagi tumbuhan.
- Penjenuhan tanah oleh air
- Erosi.
Pada tanah yang tersusun oleh pasir akan lebih banyak mengalami kerusakan
dibandingkan dengan tanah yang disusun oleh lempung. Kerusakan tanah menurut jenis
tanah berdasakan pada tingkat ordo.Tanah yang tersusun oleh partikel lempung tinggi
cenderung memiliki potensi kerusakan rendah. Sedangkan tanah yang telah mengalami
perkembangan tingkat lanjut cenderung memiliki potensi kerusakan yang tinggi. Potensi
kerusakan tanah menurut jenis tanah disajikan pada Tabel 5.11.
b. Kelerengan
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal)
suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan
dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (prosen) dan o (derajat).
Kelerengan mempengaruhi kerusakan lahan terkait dengan besarnya erosi dan
kemampuan tanah menyimpan air hujan. Semakin besar kelerengan akan menyebabkan
kerusakan tanah yang makin tinggi. Kemiringan lereng yang dihasilkan selanjutnya
diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi Potensi
Kerusakan Tanah. Potensi kerusakan tanah menurut kelerengan lahan disajikan pada
Tabel 5.12.
c. Iklim
Faktor terpenting penyusun iklim yang mempengaruhi erosi tanah adalah curah
hujan. Curah hujan dapat dibedakan menurut sifatnya menjadi intensitas hujan,
distribusi hujan dan jumlah hujan. Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per
satuan waktu tertentu (mm/jam), jumlah hujan menunjukkan banyaknya hujan selama
hujan terjadi dalam periode tertentu (hari, minggu, bulan dan tahun). Distribusi hujan
adalah penyebaran waktu terjadinya hujan.
Sifat hujan tersebut diatas intensitas hujan mempunyai pengaruh terbesar
dibandingkan yang lainnya. Suatu tempat mempunyai jumlah hujan yang tinggi belum
tentu menyebabkan erosi, sebaliknya jumlah hujan yang rendah dapat menyebabkan
erosi, bila hujan yang terjadi sekali-kali saja.
Hujan yang turun akan mengenai tanah dan menghancurkan agregat tanah,
kemudian terangkut ke tempat lain. Hujan yang sampai ke permukaan tanah akan
mengalami infiltrasi, aliran permukaan, intersepsi dan penguapan. Aliran permukaan
(run off) menyebabkan erosi akan meningkat. Indikator penilaian potensi kerusakan
tanah menurut jumlah curah hujan disajikan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Indikator Potensi Kerusakan Tanah Menurut Curah Hujan
Curah Hujan Potensi Kerusakan Skor pembobotan
Simbol Rating
(mm/tahun) tanah (ratingxbobot)
< 1000 Sangat rendah H1 1 3
1000 – 2000 Rendah H2 2 6
2000 – 3000 Sedang H3 3 9
3000 – 4000 Tinggi H4 4 12
>4000 Sangat tinggi H5 5 15
d. Vegetasi
Vegetasi pada lahan akan berfungsi 1. untuk mengurangi energi kinetik hujan, 2.
Mengurangi kecepatan run off, 3. Transpirasi sehingga infiltrasi berjalan cepat, dan 4
memperbaiki stabilitas agregat. Vegetasi yang nampak di permukaan tanah
mencerminkan besarnya penutupan lahan oleh tajuk tanaman. Semakin banyak lahan
yang tertutup, kerusakan tanah akan semakin kecil dan sebaliknya lahan yang semakin
terbuka akan menyebabkan tanah memiliki potensi kerusakan yang besar. Besarnya
penutupan lahan oleh tajuk dapat dilihat dari tingkat penggunaan lahannya. Indikator
potensi kerusakan tanah menurut penggunaan lahannya dapat dilihat pada Tabel 5.14.
b. Ketebalan Solum
Ketebalan solum adalah jarak vertikal dari permukaan tanah sampai ke lapisan
yang membatasi keleluasaan perkembangan system perakaran. Solum tanah merupakan
lapisan-lapiasan yang menyusun dalam tubuh tanah. Pada umumnya tanah tersusun oleh
lapisan organic, top soil, sub soil dan lapisan batuan induk. Sistem perakaran akan
dibatasi perkembangnya oleh lapisan pembatas yang berupa lapisan padas/batu, lapisan
beracun (garam, logam berat, alumunium, besi), muka air tanah, dan lapisan kontras.
Pengukuran ketebalan tanah dilakukan secara langsung pada profil tanah yang mewakili
satuan peta tanah (mempunyai keragaman morfologi luar) dengan menggunakan
meteran, mulai dari permukaan tanah sampai ke lapisan pembatas sistem perakaran.
Pengukuran dilakukan dengan membuat liang persegi empat ukuran panjang 200 cm,
lebar 100 cm dan kedalaman hingga lapisan pembatas, maksimum 180 cm. Pengukuran
ketebalan solum mengacu pada kebutuhan minimum perakaran untuk dapat berkembang
dengan baik. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun
2006 bahwa solum pembatas bagi pertumbuhan tumbuhan adalah < 20 cm.
c. Kebatuan Permukaan
Kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu di permukaan tanah. Batu
adalah semua material kasar yang berukuran diameter > 2 mm. Kebatuan permukaan
memagang peranan yang penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman dan
kemudahan dalam pengelolaan tanah. Tanah yang memiliki kebatuan tinggi akan
mengakibatkan penurunan jumlah tanaman, sehingga penutupan lahan juga semakin
berkurang. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006
bahwa kebatuan permukaan yang menjadi pembatas pertanaman sebesar 40 %.
d. Komposisi Fraksi
Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari pasir kuarsitik (50 –
2.000 μm) dengan debu dan lempung (< 50 μm). Tanah tidak dapat menyimpan hara
dan air bilamana kandungan pasir kuarsanya > 80 %. Pasir yang mudah lapuk
(vulkanik) yang berwarna gelap tidak termasuk dalam definisi ini. Pengamatan ini
khusus diberlakukan untuk tanah pasiran berwarna keputih-putihan yang jika diraba
dengan ibu jari dan telunjuk pada kondisi basah terasa kasar dan relatif tidak liat atau
lekat (untuk memperkirakan kadar pasir kuarsitik > 80%). Untuk tanah di luar ketentuan
di atas tidak diperlukan pengamatan lebih lanjut, cukup dengan perabaan (liat, lekat,
tidak terasa kasar akibat dominasi pasir). Pengukuran komposisi fraksi dilakukan
dengan menggunakan metode gravimetric. Komposisi fraksi pasir memegang peranan
penting dalam menentukan tata air dalam tanah yang berupa kecepatan infiltrasi,
penetrasi dan kemampuan mengikat air oleh tanah. Komposisi pasir yang makin
meningkat akan meningkatkan kecepatan infiltrasi, tetapi mengurangi kemampuan
mengikat air dan aliran permukaan (Suripin, 2001). Menurut Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa faktor pembatas komposisi fraksi
adalah koloid < 18 % dan pasir kuarsitik > 80 %.
f. Porositas
Porositas total tanah adalah persentase ruang pori yang ada dalam tanah terhadap
volume tanah (PMNLH, 2006). Porositas tanah mengambarkan nisbah volume ruang
pori dengan padatan atau disebut nisbah ruang pori (pore space ratio (PSR)). Sehingga
porositas sangat tergantung pada berat isi dan berat jenis tanah. PSR akan sangat
menentukan kandungan air, udara, suhu dan unsur hara, ruang akar tanaman. Porositas
akan menentukan kemampuan tanah untuk meloloskan air serta kemampuan tanah
untuk menyimpan air dan hara. Volume pori mencakup berbagai ukuran ada yang lebar
dengan diameter > 10 um, sedang (berdiameter 10 - 0,2 um), dan halus (diameter < 0,2
um). Volume pori tanah menurut peranannya dalam menahan air dapat dibedakan
menjadi pori makro dan mikro. Pori makro tidak dapat menahan air, karena air akan
diloloskan ke bawah oleh gaya gravitasi. Sedangkan pori mikro merupakan pori yang
berukuran kecil dengan membentuk pipa kapiler dan mampu menahan air, sehingga air
tersedia bagi tanaman. Porositas ini sangat dipengaruhi oleh agihan ukuran butiran
tanah, bahan Organik dan Bentuk, ukuran da struktur tanah. Menurut Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa faktor pembatas porositas
untuk mendukung pertanaman sebesar < 30 % dan > 70 %.
h. Reaksi Tanah
Reaksi tanah menunjukkan reaksi asam dan basa di dalam tanah. Reaksi tanah
tersebut akan mempengaruhi proses di dalam tanah, seperti laju dekomposisi bahan
organik, mineral, pembentukan mineral lempung dan secara tidak langsung
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang berupa ketersediaan unsur hara.
Suatu tanah dapat bereaksi asam atau alkalis tergantung pada konsentrasi ion H
dan OH. Reaksi asam terbentuk jika ion H lebih besar dibandingkan ion OH dan
sebaliknya. Untuk mengetahui reaksi suatu tanah dapat dicirikan dengan adanya pH
yaitu logaritma negatif dari konsentrasi ion H. Secara kimiawi tanah dikatakan asam
jika pH di bawah 6,5, basa / alkalis dengan pH lebih besar dari 7,5 dan netral dengan pH
6,6 – 7,5. Namun secara ketesediaan hara bagi tanaman pH yang terbaik terletak sekitar
6,5. Nilai pH 7 belum tentu optimum ketersediaannya bagi tanaman.
Dalam reaksi tanah dikenal dua jenis pH yaitu pH actual dan pH potensial.
Reaksi tanah aktual adalah konsentrasi H + yang terukur yang terdapat bebas di dalam
larutan tanah. Sedang pH potensial menunjukkan banyaknya ion H+ baik yang terjerap
oleh komplek koloid tanah maupun yang terdapat bebas di dalam larutan tanah. Nilai
pH aktual diukur dengan menggunakan larutan H2O, pH potensial diukur dengan
larutan KCl. Nilai pH tanah dipengaruhi oleh :
1. Kejenuhan basa tanah
2. koloid tanah
3. macam kation yang terjerap.
Tanaman dapat hidup pada pH yang ekstrim tinggi atau rendah, jika
ketersediaan unsur hara cukup. Tetapi ketersediaan hara ini sangat dip[engaruhi oleh pH
tanah. Hara yang tergantung pada pH adalah Ca, Mg, Al, dan P.
Reaksi tanah memiliki peranan yang penting dalam hal 1) Menentukan mudah
tidaknya unsur hara diserap oleh tanaman, 2) menunjukkan kemungkinan adanya hara
yang meracun dan 3) mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah.
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa
tanah akan mengalami permasalahan dalam mendukung pertanaman jika memiliki pH <
4,5 dan > 8,5.
Tabel 5.15. Kriteria Kelas Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jumlah Skor
Simbol Potensi kerusakan tanah Skor Pembobotan
PR. I Sangat rendah < 15
PR. II Rendah 15 – 24
PR. III Sedang 25 – 34
PR. IV Tinggi 35 – 44
PR. V Sangat Tinggi 45 - 50
b. Verifikasi dan Pengambilan Sampel Tanah.
c. Analisis Laboratorium
No Parameter Metode
1 Berat isi/volume Gravimetri
2 Berat jenis Piknometer
3 Porositas Perhitungan BI dan BJ
4 Komposisi fraksi Gravimetri
5 Reaksi tanah pH stick
6 Daya hantar listrik (DHL) Tahanan listrik
7 Jumlah mikrobia Plating technique
8 Derajat Pelulusan Air Permeabilitas
A. Pengertian
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dimanfaatkan tanaman untuk
menghasilkan produk. Kebutuhan air tanamn merupakan akumulasi kehilangan air baik
melalui evaporasi maupun transpirasi. Evaporasi merupakan proses penguapan air melalui
permukaan tanah. Transpirasi merupakan proses penguapan melalui jaringan tanaman.
Gabungan penguapan melalui permukaan tanah dan tanaman disebut evapotranspirasi.
Kebutuhan air dipengaruhi oleh faktor pertanaman, tanah dan lingkungan (iklim).
Faktor pertanaman berkaitan langsung dengan jenis, fase pertumbuhan, stotama, dan bentuk
dan struktur daun. Faktor tanah terkait dengan jenis, tekstur, struktur tanah dan kemampuan
menahan air. Iklim sebagai penentu kecepatan penguapan ditentukan oleh semua unsur
iklim.
Etc = kc * ETo
2. Blaney Cridley
Eto = C (p(0,46T+8)
Dimana :
C = faktor penyesuaian yang tergantung pada RH, PP dan kecepatan angin
p = persentase rerata jam siang
T = temperatur
3. Penman
Eto = C (W.Rn+(1-W).f(u)(ea-ed)
Dimana
C = faktor penyesuaian cuaca siang dan malam
W` = faktor yang tergantung suhu
Rn = radiasi netto
f(u) = faktor kecepatan angin
ea-ed = perbedaan tekanan udara
4. Radiasi.
Eto = C (W.Rs)
Dimana
C = faktor penyesuaian RH, kecepatan angin siang hari
W = faktor untuk memasukkan faktor ketinggian
Rs = radiasi netto
D. Neraca air
Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik
pohon maupun semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang dapat
diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Bila
jumlah air dalam tandon berkurang terjadilah perebutan antara akar-akar berbagai jenis
tanaman yang ada untuk mengambil air. Dalam hal ini terjadi kompetisi untuk mendapatkan
air guna mempertahankan pertumbuhan masing-masing jenis tanaman.
Lapisan perakaran sebagai tandon (reservoir) yang menyimpan air dapat diisi ulang
melalui peristiwa masuknya air dari tempat lain, misalnya hujan, irigasi, aliran lateral atau
aliran ke atas (kapiler). Masuknya air hujan dan irigasi ke lapisan perakaran melalui
peristiwa yang disebut infiltrasi. Aliran air masuk dan ke luar lapisan perakaran ini
dinamakan siklus air. Besaran tiap komponen siklus dapat diukur dan digabungkan satu
dengan yang lain sehingga menghasilkan neraca air atau kesetimbangan air.
Neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran air ke dalam dan
aliran air keluar di sutau wilayah dalam periode waktu tertentu dari proses sirkulasi air
(Sosrodarsono dan Takeda, 1978). Pelajaran neraca air menggunakan pedekatan ilmu fisika
dengan konsep dasar hokum kekekalan masa. Hukum kekekalan masa menyatakan bahwa
suatu materi tidak dapat bertambah atau berkurang, tetapi yang terjadi merupakan perubahan
bentuk dan berpindah tempat. Dalam siklus hidrologi air dapat berubah wujud dari padat
menjadi cair atau gas, dari cair menjadi gas atau padat, dari gas menjadi cair atau padat.
Perpindahan tempat dapat terjadi dari atas ke bawah dan sebaliknya, dari kanan ke kiri dll.
Berdasarkan hukum kekekalan masaa neraca air dapat diformulasikan menjadi
persamaan maraca air. Persamaan neraca air adalah masukan sama dengan keluaran. Dalam
praktek kehidupan dilapangan neraca air dapat dibagi menjadi neraca air umum, neraca air
lahan dan neraca air lahan tanaman.
Dimana :
CH = Curah hujan (mm), ETp = Evapotranspirasi potensial (mm) dan S = Surplus air (mm)
Dalam neraca air umum masukan berupa curah hujan, sedangkan keluaran berupa
evapotranspirasi dan surplus air lahan. Neraca air umum dapat dimanfaatkan untuk
mengetahu periode basah dan kering suatu wilayah. Periode basah ditunjukkan terjadinya
kelebihan curah hujan dibandingkan keluaran, sedangkan periode basah ditunjukkan curah
hujan lebih kecil dibandingkan dengan keluaran air.
M=K
CH = ETP + SCH
CH = ETP + dKAT + S
S = CH – ETP-dKAT
Dimana :
M = masukan, K = keluaran, CH = Curah Hujan (mm/bulan), ETP = Evapotranspirasi
(mm/bulan), S = Surplus air dan dKAT = Perubahan kadar air tanah.
Eta = kc x ETP
Sehingga neraca air lahan tanaman dapat dirumuskan menjadi
CH = ETa + S
Kesetimbangan air dalam tanah terdiri dari (1) Infiltrasi, (2,3,4) Redistribusi air dan
larutan dalam profil tanah, pengisian kembali air tanah (2) dan drainasi atau pencucian
kelebihan air dari dasar profil tanah, (5) Evaporasi tanah, (6) Penyerapan air oleh akar pohon
dan tanaman semusim, (7) Kesetimbangan hydraulik melalui akar pohon, (8). Tanda (signal)
kekeringan yang mempengaruhi pembagian air ke batang/akar, (9) Aliran larutan lewat jalan
pintas (bypass flow) Model WaNuLCAS ini menggabungkan proses-proses yang disebutkan
dalam butir 1sampai dengan butir 7, di mana semuanya dipadukan dalam skala waktu harian
pada petakan kecil (patch scale). Ringkasan keluaran neraca air hasil simulasi WaNuLCAS
dapatdilihat pada Tabel 1.
Infiltrasi, yang besarnya tergantung dari intensitas hujan, kemiringan lahan dan
kandungan air tanah, secara empiris dapat dibagi pada skala petak kecil atau patch scale.
Limpasan permukaan keluar dan masuk batas zona-zona yang ada dalam model WaNuLCAS
menyebabkan terjadinya re-distribusi air diantara zona-zona tersebut.
Infiltrasi didekati dengan model “tipping bucket” (ibarat sendok yang diisi air, baru
dituangkan bila sudah penuh dan kembali diisi sampai penuh baru ditumpahkan lagi dan
seterusnya). Lapisan tanah paling atas diisi air sampai penuh kemudian baru mengisi lapisan
dibawahnya, demikian seterusnya sampai tercapai kapasitas lapangan. Kondisi kapasitas
lapangan diperhitungkan dengan melihat kurva karakteristik air tanah (kurva pF). Penguapan
atau evaporasi tanah tergantung pada penutupan permukaan tanah (didasarkan pada LAI
pohon dan tanaman semusim) dan kandungan air dalam lapisan tanah atas.Penguapan tanah
berhenti bila potensial air di lapisan tanah atas mencapai – 16.000 cm.
Serapan air
Penyerapan air oleh tanaman dikendalikan oleh (a) kebutuhan untuk transpirasi, (b)
dipengaruhi oleh kerapatan total panjang akar dan (c) kandungan air tanah di lapisan jelajah
akar tanaman. Cara perhitungan yang dipergunakan oleh De Willigen & Van Noordwijk
(1987, 1991) didasarkan pada prosedur iteratif. Persamaan tahanan tanah + tanaman sebagai
fungsi dari kecepatan aliran dan persamaan kecepatan aliran sebagai fungsi dari tahanan-
tahanan yang terkait dipecahkan secara bersamaan (simultan).
7. SISTEM IRIGASI DAN DRAINASE
Irigasi adalah proses penambahan air untuk memenuhi kebutuhan lengas tanah bagi
pertumbuhan tanaman (israelsen & hansen, 1980). Irigasi adalah usaha penyediaan dan
pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi rawa (PP Irigasi no 77/2001). Irigasi adalah
usaha penyediaan, pengaturan, pemanfaatan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa dan irigasi tambak (PP Irigasi no 20/2006).
Saat ini, pembangunan irigasi untuk lahan pertanian sedang gencar dilakukan untuk
membantu meningkatkan produksi hasil. Dengan adanya irigasi, lahan tidak lagi
mengandalkan hujan yang tidak menentu waktunya. Ada banyak jenis irigasi dan masing-
masing akan memberikan kebutuhan air dengan cara yang berbeda.
Masing-masing jenis irigasi membutuhkan syarat pengelolaan yang spesifik. Kriteria
kesesuaian lokasi dari masing-masing jenis irigasi juga berbeda. Selain itu, jenis tanaman
yang dibudidayakan juga menentukan pemilihan teknik irigasi yang akan diterapkan. Jenis
tanaman yang diusahakan sebaiknya tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, karena
umumnya pembuatan irigasi membutuhkan biaya yang cukup tinggi.Fungsi irigasi :
memasok kebutuhan air tanaman, menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan,
menurunkan suhu tanah, mengurangi kerusakan akibat frost, melunakkan lapis keras pada
saat pengolahan tanah
Irigasi menurut cara pengalirannya :
a. Saluran terbuka (open channel)
b. Jaringan pipa
Irigasi menurut cara distribusi di lahan :
a. Irigasi permukaan
b. Irigasi curah
c. Irigasi tetes
Alsintan pendukung irigasi terdiri Pompa air, penampung air, pipa irigasi dan
kelangkapannya
1. Konservasi SecaraVegetatif
Konservasi tanah secara vegetatif adalah teknik konservasi lahan yang didasarkan
pada peran tanam-tanaman dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi pada
khususnya serta peningkatan kesuburan tanah pada umumnya. Menurut Pentiwati
(2011) bahwa konservasi secara vegetatif memiliki sifat-sifat:
a. Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar
granulasi tanah.
b. Penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi.
c. Di samping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan
peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah
terjadinya erosi.
d. Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya
yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani.
Tindak pengelolaan secara vegetatif antara lain :
a. Pergiliran pola tanam
b. Penggunaan mulsa
c. Tanaman penutup tanah
d. Penguat teras
e. Budidaya lorong
b. Penggunaan Mulsa
Penggunaan mulsa adalah teknik penutupan permukaan tanah baik sebagian atau
semua dengan menggunakan sisa tanaman, pangkasan tanaman atau bahan sintetis
dengan tujuan untuk mengurangi pukulan hujan dan mempertahankan kelembaban
tanah. Macam mulsa dapat berupa, mulsa sisa tanaman (organik), lembaran plastik dan
mulsa batu.
Penggunaan mulsa organik dilakukan dengan cara disebarkan di atas permukaan
tanah secara rapat untuk menghindari kerusakan permukaan tanah dari terpaan hujan.
Selain itu, sumber bahan hijauan atau sisa tanaman dapat ditumpuk memanjang searah
kontur, dengan tujuan menghambat laju aliran permukaan. Jenis hijauan yang dapat
ditumpuk di kontur terutama bagi bahan hijauan yang mempunyai struktur memanjang
seperti batang dan daun jagung atau jerami padi. Mulsa selain perbaikan fisik juga
ditujukan untuk perbaikan sifat kimia tanah. Perbaikan kimia atau kesuburan dilakukan
dengan mencampur antara bahan yang cepat melapuk dan lambat melapuk. Bahan
hijauan atau biomasa yang cepat melapuk (seperti sisa tanaman kacang-kacangan)
berguna untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan hara secara cepat,
sedangkan biomasa yang relatif lambat melapuk (seperti jerami padi, batang jagung)
berguna untuk menghambat laju aliran permukaan. Penggunaan mulsa sintetis/plastic
dilakukan dengan membentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman.
Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa dipakai sebagai mulsa
untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang disusun
rapat hingga tidak terlihat lagi. Ukuran batu-batu berkisar antara 2-10 cm.
Penggunaan mulsa ini akan diperoleh keuntungan :
1) Mencegah erosi
2) Menekan pertumbuhan gulma
3) Meningkatkan aktivitas mikroorganisme
4) Menjaga kelembaban tanah, sehingga penggunaan air lebih efisien.
5) Sebagi sumber bahan organik.
Adapun kelemahan dengan penggunaan mulsa berupa :
1) Kadang menjadi sarang hama dan penyakit
2) Tidak cocok untuk daerah yang beriklim terlalu basah
3) Pada daerah miring kesulitan distribusinya.
4) Bahan mulsa tidak selalu tersedia
e. Budidaya Lorong
Budidaya lorong adalah sistem produksi wanatani dimana tanaman pangan
semusim ditanam pada lorong yang terbentuk antara tanaman pagar hidup/larikan.
Tanaman pagar akan berfungsi ganda yaitu dapat memfiksasi nitrogen dari
udara,sehingga yang cocok berupa tanaman leguminosa. Pangkasan dari tanaman pagar
digunakan sebagai mulsa yang dapat menyumbangkan hara, terutama nitrogen, bagi
tanaman lorong. Pada budidaya lorong ini tanaman pagar menjadi sumber bahan
organik dan sekaligus penutup tanah. Setelah berumur sekitar 6 bulan atau setelah
mencapai ketinggian yang dapat menaungi tanaman utama yang menyebabkan
pertumbuhannya terganggu, tanaman pagar dipangkas pada ketinggian 50-60 cm dari
permukaan tanah. Daun-daun tanaman pagar yang dipangkas disebarkan di permukaan
tanah. Pemangkasan tanaman pagar dilakukan dengan interval 2-4 bulan sekali,
tergantung pada kecepatan pertumbuhannya.
Jarak antara dua baris tanaman pagar pencegah erosi ditentukan dengan
menggunakan rumus VI/HI = % kemiringan lahan (VI = tinggi vertikal, dan HI = jarak
horizontal). Untuk mendapatkan jarak horizontal (HI), VI harus ditetapkan terlebih
dahulu, berkisar 0,50-1,00 m untuk lereng < 25% dan 1,00-1,50 m untuk lereng > 25%.
1. Teras Bangku
Teras bangku adalah teknik koservasi dengan cara mengubah lahan miring menjadi
lahan yang datar menyerupai bangku. Komponen dalam pembuatan teras bangku
adalah 1. bidang olah kemiringan 0,5 – 1%, 2.bibir teras yang berupa guludan kecil, 3.
tampingan teras dan 4. parit dan SPA. Teras bangku sebaiknya digunakna pada lahan
dengan kemiringan antara 15-50%. Pada umumnya teras bangku menggunakan
perbedaan tinggi antara 0,5 – 1,5 meter.
2. Teras Gulud
Teras gulud ini mempunyai tujuan untuk mengurangi panjang lereng dengan cara
membangun gulud pada perbedaan ketinggi interval tertentu. Teras gulud sebaiknya
digunakan pada lahan yang memiliki kemiringan kurang dari 15 %. Teras gulud harus
dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA). Pada guludan dapat ditanami rumput
atau legum. Pada prinsipnya guludan supaya tertutp selalu sehingga tidak rusak akibat
hujan. Tanah yang tererosi diharapkan tertampung pada saluran dan dikembalikan ke
bidang olah. Jumlah teras gulud pada lahan tergantung pada kemiringannya, makin
sedikit jumlah teras gulud semakin besar bidang olah lahan,namun resiko erosi juga
tinggi. Perbedaan sebesar 1,25 meter sudah cukup baik untuk pembuatan teras gulud.
Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian
belakang gulud. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran. Bagian-
bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah (Gambar 7.3).
Gambar 7.3. Sketsa Penampang Samping Teras Gulud.
Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu untuk menahan
laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air
dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke saluran pembuangan
air. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dalam menanggulangi erosi dan aliran
permukaan, guludan diperkuat dengan tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat
digunakan sebagai penguat teras bangku juga dapat digunakan sebagai tanaman penguat
teras gulud. Sebagai kompensasi dari kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud
dapat pula ditanami dengan tanaman bernilai ekonomi (cash crops), misalnya tanaman
katuk, cabai rawit, dan sebagainya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud:
a. Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga
pada lahan dengan kemiringan 40-60% namun relatif kurang efektif.
b. Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat menurut arah kontur.
Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat miring terhadap kontur,
tidak lebih dari 1% ke arah saluran pembuangan. Hal ini ditujukan agar air yang
tidak segera terinfiltrasi ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar ladang dengan
kecepatan rendah.
Teras gulud mempunyai keuntungan, antara lain :
a. Cukup efektif untukmengurangi run off dan erosi
b. Parit dpat berfungsi untuk menampung tanah yang tererosi
c. Cocok untuk semua jenis tanah
d. Tenaga kerja sedikit
e. Tanaman penguat dapat sebagai makanan ternak.
3. Teras Individu
Teras iindividu adalah teras yang dibuat untuk setiap pohon. Teras dapat berupa
persegi panjang (1 x 1 meter) atau lingkaran.
4. Teras Datar
Teras datar dibuat untuklahan yang relatif datar (3%) dan mudh menyerap air.
5. Teras Kredit
Teras kredit diterapkan pada lahan yang memiliki kemiringan antara 3 – 10% dan
curah hujn yang tinggi.
6. Rorak
Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah
atau saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke
dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering,
rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan. Setelah rorak
penuh tanah digali pada bidang olah. Rorak pada umumnya dibuat di belakang lahan
olah teras. Rorak dibuat searah garis kontur, dengan panjang menyesuaikan, lebak dan
kedalamannya 50 cm.
e. Terjunan Air
Terjunan air berfungsi untukmengurangi kecepatan aliran air yang masuk pada
saluran pembuangan air. Terjunan air dipilih pada tempat yang tanahnya kuat dan tidak
mudah longsor. Terjunan dapat dibuat dari bambu, batu, dan kayu. Sebaiknya di
dinding terjunan air juga ditanami rumput yang memiliki perakaran dalam dan kuat.
f. Wind break
Wind break dibuat untuk mengurangi kecepatan angin sehingga mengurangi
kehilangan air melalui permukaan tanah dan tanaman selama irigasi (evapotranspirasi).
Kombinasi tanaman dengan tajuk yang berbeda sangat mendukung metode ini.
g. Embung
Ketersediaan pada lahan kering semakin tidak menyenangkan, pada musim hujan
tersedia melimpah, sementara musim kemarau kekurangan. Untuk mengatasi keadaan
tersebut dapat dibuat dengan Embung. Embung adalah bangunan semacam kolam yang
berfungsi untuk menampung air hujan. Air hujan akan dimanfaatkan pada musim
kemarau untuk pengaiaran, minuman ternak, perikanan dan kebutuhan rumah tangga.
Potensi hujan yang berada di Indonesia sebenarnya sangat tinggi, misalnya curah hujan
1200 – 1500 mm pertahun dengan luas daerah tangkapan 0,2 – 0,5 ha akan
menghasilkan 1000 meter kubik. Embung sebaiknya dibuat pada kemiringan lahan
antara 2- 18%. Embung bagi pertanian mempunyai manfaat antara lain :
1. Pemenuhan air pada musim kemarau
2. Memperbaiki keseimbangan ekologi
3. Meningkatkan daya simpan air tanah
4. Diversifikasi usaha pertanian
5. Meningkatkan produksi lahan
6. Menghindari banjir.
Embung sangat tepat diterapkan pada kelerengan 0- 30% dengan curah hujan 500-
1.000 mm/tahun, bermanfaat untuk menyediakan air pada musim kemarau. Agar
pengisian dan pendistribusian air lebih cepat dan mudah, embung hendaknya dibangun
dekat dengan saluran air dan pada lahan dengan kemiringan 5-30%. Teknik konservasi
air dengan embung banyak diterapkan di lahan tadah hujan bercurah hujan rendah.
Kelemahan embung adalah :
1. Memerlukan lahan sebagai lokasi embung
2. Memerlukan biaya dan tenaga untuk memelihara karena daya tampung embung
akan berkurang akibat adanya sedimen.
h. Dam Parit
Dam parit merupakan bendungan pada saluran air pada suatu parit dengan tujuan
untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi
lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan
sedimentasi.
Keunggulan:
1. Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya aliran air di saluran/parit.
2. Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif.
3. Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh Daerah Aliran Sungai
(DAS).
4. Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan hilangnya
lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi.
5. Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS,
sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.
6. Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau petani.
Berdasarkan teknik konservasi yang telah diuraikan diatas dapat dipilih satu atau
beberapa jenis pengelolaan. Sebagai pedoman pemilihan jenis teknologi dapat
disajikann pada Tabel 11.1.
Diskusi :
1. Jelaskan metode konservasi tanah dan air !
2. Jelaskan jenis konservasi secara vegetatif !
3. Jelaskan jenis konservasi secara mekanis/teknik !
4. Jelaskan faktor penentu tindakan konservasi tanah dan air !
DAFTAR BACAAN