Anda di halaman 1dari 78

Dikttat Perk

kuliaha
an
KES
SUBUR
RAN T
TANA
AH & PENG
P GAIRA
AN
(Materri Kuliah
h Semester 7 TA
A 2019/20020)

T
Tim Peny
yususn :
Aguus Wartapa, SP., MP P
Dr.. Rajiman, SP., MP..
Budi W
Wijayantoo, STP., MSc
M

KEMENT
K TERIAN
N PERTA
ANIAN
PO
OLITEK
KNIK PE
EMBANNGUNAN ANIAN
N PERTA
(PO
OLBANGGTAN) YOGYA
AKARTAA-MAGGELANG
G
JURU
USAN PE
ERTANIIAN
2019
I. PENDAHULUAN

Seiring dengan semakin intensifnya pemanfaatan lahan sering kali menimbulkan


degradasi atau kerusakan lahan. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas
lahan, baik yang bersifat sementara maupun tetap. Degradasi lahan akan mengakibatkan
lahan tidak produktif. Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia secara umum disebabkan
oleh erosi. Erosi disebabkan oleh gravitasi, angin dan hujan.
Erosi tanah akan mengakibatkan kehilangan tanah yang berdampak pada penurunan
kualitas lingkungan. Mengingat keberadaan tanah sebagai sumberdaya yang bersifat tak
terbarui, sehingga membutuhkan tingkat pemanfaatan dan pengelolaan yang
berkesinambungan. Sumberdaya yang tak terbarukan sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang berupa fisika-kimia, biotik, sosial ekonomi dan budaya.
Degradasi lahan telah berdampak besar terhadap kehidupan manusia. Dampak yang
dapat dirasakan adanya degradasi berupa 1) Penurunan produktivitas, 2. Sering terjadi
bencana kekeringan atau kebanjiran dan 3. Terjadinya perubahan iklim. Selain itu, degradasi
tanah disebabkan oleh 1. Kehilangan hara dari daerah perakaran, 2. Terakumulasinya
senyawa atau bahan yang bersifat meracun bagi tanaman dan 3. Erosi.
Seperti telah diketahui bahwa tanah memiliki fungsi untuk mendukung kehidupan
manusia. Tanah dapat berfungsi sebagai penyedia bahan pangan, sandang, papan, aktifitas
kehidupan dan kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi fungsi lahan dibutuhkan tindakan yang
seimbang antara panen dan pemeliharaan. Di dalam tanah akan terjadi proses pembentukan,
perombakan dan pengangkutan bahan organik dan hara. Pembentukan dan perombakan
dilakukan di lahan dengan hasil untuk memperbaiki kondisi lahan. Namun pengangkutan
merupakan proses kehilangan hara atau hasil dari lahan yang dibawa keluar.
Penanggulangan degradasi tanah dapat dilakukan dengan pengelolaan tanah dan air.
Pengelolaan tanah dan air adalah usaha mempertahakan atau memperbaiki fungsi tanah
untuk sesuai peruntukannya. Sehingga pengelolaan tanah dan air bertujuan untuk
mempertahankan dan memperbaiki tanah dan air agar sesuai dengan peruntukannya secara
berkelanjutan. Pengambilan keputusan pemilihan tindakan konservasi tanah dan air perlu
mempertimbangkan azas-azas :
a. Manfaat
b. Keberlanjutan dan konsisten.
c. Keterpaduan.
d. Keterbukaan dan akuntabilitas
e. Kebersamaan dan gotong royong
f. Partisipatif
g. Keadilan
h. Keserasian, keselarasan dan keseimbangan
i. Kelestarian lingkungan da kearifan local
j. Desentralisasi
k. Tanggungjawab Negara
l. Keragaman
m. Sosial dan budaya
Sehingga tindakan konservasi tanah dan air memiliki tujuan :
a. Melindungi kawasan dan lahan pertanian secara berkelanjutan
b. Menjamin tersediannya lahan pertanian secara berkelanjutan.
c. Mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan,
d. Melindungi kepemilikan lahan pertanian milik petani.
e. Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat.
f. Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani.
g. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak.
h. Mempertahankan keseimbangan ekologis
i. Mewujudkan revitalisasi pertanian
Ruang lingkup pokok bahasan yang disajikan berupa pemahaman karakteristik tanah di
Indonesia, pengolahan tanah, evaluasi lahan, erosi dan kerusakan tanah, irigasi dan drainase,
kebutuhan air dan implementasi pengelolaan tanah dan air. Tanah tanah di Indonesia akan
menkaji karakteristik tanah mineral dan organik. Pengolahan tanah terkait dengan
pengolahan primer, sekunder dan analisis ekonominya. Erosi dan kerusakan tanah sebagai
mana diketahui penyebab utama penurunan produktivitas lahan akibat kehilangan lapisan
tanah dan kesuburan. Irigasi dan drainase berhubungan langsung dengan pengaturan
pemenuhan kebutuhan air. Jika kelebihan air harus diatur dengan sistem drainase, sebaliknya
jika kekurangan akan diatur dengan sistem irigasi.Kebutuhan air akan membahas
perhitungan kebutuhan air tanaman untuk mencapai optimalisasi produktivitas. Sebagai
bagian akhirakan dibahas bentuk implementasi pengelolaan tanah dan air baik secara
vegetatif, mekanis dan kimia.
2. TANAH UTAMA DI INDONESIA
Di Dunia dikenal jenis tanah adal 2 yaitu tanah mineral dan tanah organik (gambut).

A. Tanah Mineral
Tanah mineral merupakan tanah yang berasal dari hasil pelapukan dari batuan/bahan
induk. Dibawah ini akan disajikan sifat dan karakteristik tanah mineral.
1. Tanah Entisol :
Tanah entisol cenderung memiliki tekstur yang kasar dengan kadar organik dan nitrogen
rendah, tanah ini mudah teroksidasi dengan udara, untuk tanah entisol, kelembapan dan pH
nya selalu berubah, hal ini karena tanah entisol selalu basah dan terendam dalam cekungan.
Dan tanah yang memiliki kadar asam yang kurang baik untuk ditanami, karena memiliki
kadar asam yang sangat tinggi atau sangat rendah.
Tanah entisol terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di
daerah-daerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju
pembentukan tanah, dengan vegetasi daerah sungai dan pantai, seperti daerah bukit pasir,
daerah dengan kemiringan lahan yang curam, dan daerah dataran banjir. Pertanian yang
dikembangkan di tanah ini umumnya adalah padi sawah secara monokultur atau digilir
dengan sayuran/palawija. Tanah entisol banyak terdapat di daerah alluvial atau endapan
sungai dan endapan rawa-rawa pantai, oleh sebab itu tanah ini sering disebut tanah alluvial.
Umur tanah ini masih tergolong muda.

2. Inceptisol
Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profil yang
lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan
induknya (Hardjowigeno,1993).
Tanah Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air
untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam
musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan
selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan dengan beberapa
mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak dapat di
ukur. Kisaran kadar C organik dan Kpk dalam tanah inceptisol sangat lebar dan demikian
juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah
kering mulai dari kutup sampai tropika. (Darmawijaya, 1990). Tanah inceptisol memiliki
kadar alumunium dan kadar zat besinya tinggi. Keasaman yang terkandung pada tanah ini
adalah 5-7 dengan tingkat kejenuhan 72 %, oleh karena itu tanah ini memiliki tingkat
keasaman sedang. Karakteristik tanah inceptisol adalah sebagai berikut :
-2 meter
i coklta tua

-7
-30%
Inceptisol terbentuk dari tanah alluvial, umumnya terdapat di lembah atau aliran sungai atau
daerah pantai, dengan vegetasi daerah sungai dan pantai, banyak dijumpai di kalimantan,
papua, dan maluku, tanah ini usianya masih muda dan tarmasuk tanah mineral. Tanah yang
menyebar mulai di lingkungan iklim semiarid (agak kering) sampai iklim lembap. Memiliki
tingkat pelapukan dan perkembangan tanah yang tergolong sedang.

3. Alfisol
Tanah Alfisol adalah tanah yang berkembang di daerah hutan humid. Tanah alfisol
memilikipH tanah rendah yaitu < 5,0 dimana pengaruh kemasaman lebih dominant.
Kehadiran karbonat utamanya kalsium dan magnesium, kehadiran karbonat bebas ini akan
mempertahankan pH dalam kisaran 7,5-8,0 yang mana berada di atas kelarutan sebagian
besar mineral-mineral primer . Bahan organik yang terdapat pada permukaan tanah Alfisol
dicampur dengan bahan mineral oleh cacing atau hewan-hewan lain, pada kedalaman 2-10
cm, sehingga terbentuk lapisan mull (horizon A1). Jenis tanah Alfisol memiliki lapisan
solum tanah yang cukup tebal yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas antara horizon tidak
begitu jelas. Warna tanah adalah coklat sampai merah. Tekstur agak bervariasi dari lempung
sampai liat, dengan struktur gumpal bersusut. Kandungan unsur hara tanaman seperti N, P,
K dan Ca umumnya rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat tinggi (Sarief, 1985).
Alfisol terbentuk dari proses-proses pelapukan, serta telah mengalami pencucian
mineral liat dan unsur-unsur lainnya dari bagian lapisan permukaan ke bagian subsoilnya
(lapisan tanah bagian bawah), yang merupakan bagian yang menyuplai air dan unsur hara
untuk tanaman. Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit.

4. Ultisol
Tanah Ultisol dikenal dengan tanah lempung merah. Ultisol memiliki warna yang
bervariasi mulai dari warna ungu-merah, orange kemerahan dengan terang-menyilaukan,
untuk oranye pucat kekuningan-dan bahkan beberapa nada kekuningan-coklat tenang.
Mereka biasanya cukup asam, sering memiliki pH kurang dari 5. Hasil warna merah dan
kuning dari akumulasi oksida besi (karat) yang sangat tidak larut dalam air. Banyak nutrisi,
seperti kalsium dan potasium. Sifat-sifat penting pada tanah Ultisol berkaitan dengan jumlah
fosfor dan mineral-mineral resisten dalam bahan induk, komponen-komponen ini umumya
terdapat dalam jumlah yang tidak seimbang, walupun tidak terdapat beberapa pengecualian.
Ultisol yang berkembang pada bahan induk dengan kandungan fosfor yang lebih tinggi.
Reakasi Tanah umumnya masam dan agak seragam di seluruh bagian solum. Horizon
permukaan jarang mempunyai nilai pH krang dari 5,0 atau lebih besar dari 5,8 pH umumnya
menurun dengan meningkatnya kedalaman dan mencapai nilai minimum 4,0 sampai 5,5
pada bagian atas atau tengah horizon argilik, tetapi pada ultisol yang sangat terlapuk dan
tercuci, nampak terjadi sedikit penurunan pada seluruh solum. Sumber-sumber lain adalah
kation-kation ampoter dapat tukar atau senyawa-senyawa hidroksinya, bahan organik dan
hidrogen dapat tukar.
Ultisol merupakan produk akhir dari pelapukan mineral terus menerus dalam iklim
hangat lembab tanpa pembentukan tanah baru melalui glaciation. Ultisol terjadi di daerah
beriklim sedang atau tropis lembab. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua.
5. Oksisol
Oksisol merupakam tanah yanag memiliki horison oxic termasuk ordo Oxisol. Oxisol ada
pada permukaan tanah di daerah tropik basah dengan atau berisi sedikit cadangan basa di
luar tempat pertukaranya. Tanah oksisol didominasi oleh mineral liat kaolinit dan oksida-
oksida besi dan alumunium tinggi. Dapat dicirikan dengan oleh tingkat kemasaman yang
tinggi, level unsur-unsur Ca, K dan Mg rendah, Defisiensi unsur N, P, K, Ca dan Mg umum
dijumpai di lapang, kadar lengas dan kapasitas simpan lengas tanah rendah dan rentan
terhadap erosi. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation
(KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi
atau oksida Al. Tanah ini juga didominasi oleh mineral liat kaolinit dan oksida-oksida besi
dan alumunium tinggi. Tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol
Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning. Horison oksisol mempunyai :
atau lebih
-masing 100 gr liat.

difusi dan horison berbatasan


Ultisol dan Oxisol berada pada landscape yang sama, namun oxisol cenderung lebih
sedikit bekembang dari batuan basa yang berlebih mineral dan mudah lapuk yang
mempunyai sedikit kandungan silikat. Terbentuk pada iklim hangat lembab tanpa
pembentukan tanah baru, dan dapat ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit,
umumnya lahan kering memiliki kelerengan curam, dan kedalaman/solum dangkal yang
sebagian besar terdapat di wilayah bergunung (kelerengan > 30%) dan berbukit (kelerengan
15−30%), dengan luas masing-masing 51,30 juta ha dan 36,90 juta ha. Lahan kering
berlereng curam sangat peka terhadap erosi. Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan
tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit.

6. Mollisol
Mollisols ada di daerah semi-kering untuk wilayah semi-lembab, biasanya di bawah
penutup padang rumput. Dengan beberapa daerah padang pasir adalah area bercurah hujan
tinggi yang mendukung rumput cenderung menutupi tanah dengan sempurna dan
menghasilkan bahan organik.
Tanah Mollisols mempunyai bahan organik tinggi, diperkaya gizi-permukaan tanah
(horizon A), biasanya antara 60-80 cm. Permukaan horison ini subur, dikenal sebagai
epipedon mollic, adalah fitur diagnostik mendefinisikan Mollisols. Sangat dipengaruhi oleh
kebakaran dan pedoturbation berlimpah dari organisme seperti semut dan cacing bumi.
epipedons Mollic hasil dari penambahan jangka panjang dari bahan organik berasal dari akar
tanaman, dan biasanya memiliki lembut, butiran, struktur tanah. Gambaran horison mollik :

7. Andisol
Tanah andisol sering disebut tanah andosol adalah tanah yang dianggap paling subur karena
berasal dari hasil gunung api. Tanah Andisol mempunyai Tekstur tanah jenis andisol atau
andosol sangat beragam, tanah ini bisa berbentik tanah liat dan tanah lempung yang
teksturnya kasar. Zat yang terkandung di dalamnya sebagian besar adalah abu vulkanik dari
letusan gunung. Tanah jenis ini di jumpai di daerah sekitar gunung api, tanah andisol juga
mengandung banyak zat organik yang terdapat pada lapisan tengah dan atas, sedangkan pada
bagian bawah kandungan unsur haranya cenderung sedikit.
Tanah andisol terbentuk melalui proses-proses pelapukan yang menghasilkan
mineral-mineral dengan struktur kristal yang cukup rapih. Mineral-mineral ini
mengakibatkan Andisol memiliki daya pegang terhadap unsur hara dan air yang tinggi.
Tanah ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang dingin (pada ketinggian di atas 1000 m
dpl) dengan tingkat curah hujan yang sedang sampai tinggi, terutama daerah-daerah yang
ada hubungannyadengan material volkanik. Dengan iklim yang sejuk, dan biasanya terdapat
vegetrasi dataran tinggi seperti cemara atau pinus, dan memiliki relief yang terjal hingga
agak datar, umur tanah andisol cenderung muda karena hasil dari kegiatan vulkanik.
8. Vertisol
Tanah Vertisol (grumusol) adalah tanah di mana ada kandungan tinggi dari tanah
ekspansif dikenal sebagai montmorilonit yang terbentuk retakan dalam di musim kering atau
tahunan. Tanah Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di
seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah
mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
Tanah vertisol terbentuk dari bahan yang dari dasar ke permukaan sering
menimbulkan microrelief dikenal sebagai gilgai. Vertisols biasanya terbentuk dari batuan
yang sangat dasar seperti basalt di iklim yang lembab musiman atau tidak menentu
kekeringan dan banjir, atau untuk drainase terhambat.

B, Tanah Organik
Tanah organik sering disebut Histosol atau Gambut. Tanah histosol adalah tanah
yang mengandung bahan organik tinggi dan tidak mengalami permafrost, yang berkembang
dimana tanah jenuh terus-menerus. Ciri histosol tergantung pada vegetasi alami yang
ditimbun di dalam air dan tingkat perombakan.
Tanah histosol terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan, sampah hutan, atau lumut yang
cepat membusuk yang terdekomposisi dan terendapkan dalam air. Kebanyakan selalu dalam
keadaan tergenang sepanjang tahun, atau telah didrainase oleh manusia. Histosol sama
halnya dengan tanah rawa, tanah organic dan gambut. Proses Pembentukan Tanah gambut
terbentuk karena laju akumulasi bahan organik melebihi proses mineralisasi yang biasanya
terjadi pada kondisi jenuh air yang hampir terus menerus sehingga sirkulasi oksigen dalam
tanah terhambat. Hal tersebut akan memperlambat proses dekomposisi bahan organik dan
akhirnya bahan organik itu akan menumpuk .
Jenis tanah Histosol merupakan tanah yang sangat kaya bahan organik keadaan
kedalaman lebih dari 40 cm dari permukaan tanah. Umumnya tanah ini tergenang air dalam
waktu lama sedangkan didaerah yang ada drainase atau dikeringkan ketebalan bahan organik
akan mengalami penurunan (subsidence). Bahan organik didalam tanah dibagi 3 macam
berdasarkan tingkat kematangan yaitu fibrik, hemik dan saprik. Fibrik merupakan bahan
organik yang tingkat kematangannya rendah sampai paling rendah (mentah) dimana bahan
aslinya berupa sisa-sisa tumbuhan masih nampak jelas. Hemik mempunyai tingkat
kematangan sedang sampai setengah matang, sedangkan sapri tingkat kematangan lanjut.
Tanah gambut di Indonesia pada umunya mempunyai reaksi kemasaman tanah (pH) yang
rendah, yaitu antara 3,0 – 5,0. Tanah gambut memiliki berat isi yang rendah berkisar antara
0,05 – 0,25 gcm-3, semakin lemah tingkat dekomposisinya semakin rendah berat isi (BD),
sehingga daya topang terhadap bebadan diatasnya seperpti tanmana, banguanan irigasi, jalan,
dan mesin-mesin pertanian adalah rendah. Gambut yang sudah direklamasi akan lebih padat
dengan berat isi antara 0,1 – 0,4 gcm-3.Porositas tanah tinggi, penyusutan volume tanah
gambut (irreversible) sehingga mudah terbakar, dan apabila tergenang akan mengembang
dan hanyut terbawa arus.
3. PENGOLAHAN TANAH

Pengolahan tanah dapat didefinisikan sebagai pengerjaan mekanis terhadap tanah


untuk segala macam tujuan (Kepner, 1982). Capaian pengolahan tanah yaitu :
(1) Memperoleh struktur tanah yang sesuai guna menjadi tempat perkecambahan atau
tempat berkembangnya perakaran tanaman,
(2) Mengendalikan gulma ataupun menyingkirkan setiap tumbuhan yang tak diinginkan
(termasuk penjarangan),
(3) Mengelola sisa tanaman,
(4) Meminimalisir terjadinya erosi dengan melakukan pengolahan menurut garis kontur,
listing dan penempatan seresah secara tepat,
(5) Memperoleh bentuk permukaan yang tertentu guna keperluan penanaman, irigasi,
drainase, dsb,
(6) Mencampur pupuk, bahan kimia serta bahan tambahan lain ke dalam tanah,
(8) Menyempurnakan penghalusan tanah, dengan menghilangkan adanya batuan atau benda
asing lain, menyingkirkan akar sisa, dll.
Untuk bisa diperoleh kondisi tanah yang mendekati kesesuaian dengan yang
diperlukan, pengolahan tanah dilakukan lebih dari satu kali, misalnya pembajakan diikuti
penggaruan ataupun pola lainnya. Beberapa parameter yang digunakan untuk menilai mutu
kerja ataupun karakteristik kerja alat pengolahan tanah antara lain adalah : kedalaman
pengolahan, tingkat penghancuran bongkah tanah dan tingkat kegemburan, serta bentuk
akhir permukaan tanah setelah pengolahan.
Kapasitas lapang teoritis sebuah alat ialah kecepatan penggarapan lahan yang akan
diperoleh seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya memanfaatkan 100 % waktunya,
pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100 % lebar kerja teoritisnya.
Waktu per hektar teoritis ialah waktu yang dibutuhkan pada kapasitas lapang teoritis
tersebut. Waktu kerja efektif ialah waktu sepanjang mana mesin secara aktual melakukan
fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan lebih besar dibanding waktu kerja
teoritik per hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya.
Kapasitas lapang efektif ialah rerata kecepatan penggarapan yang aktual menggunakan
suatu mesin, didasarkan pada waktu lapang total. Kapasitas lapang efektif biasanya
dinyatakan dalam hektar per jam.
Efisiensi lapang ialah perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas
lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang
di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin. Efisiensi kinerja
ialah suatu ukuran efektivitas fungsional suatu mesin, misalnya prosentase perolehan produk
bermanfaat dari penggunaan sebuah mesin pemanen.
4. EVALUASI LAHAN

A. Dasar Evaluasi lahan


Evaluasi lahan merupakan kegiatan menilai suatu lahan berdasarkan persyaratan
bagi penggunaan lahan yang akan dikembangkan. Kegiatan evaluasi lahan
membutuhkan parameter yang dibutuhkan oleh suatu penggunaan lahan. Berdasarkan
parameter yang diamati atau diperoleh akan diperoleh informasi potensi lahan. Menurut
Sitorus (1985) bahwa evaluasi lahan didasari bahwa setiap penggunaan lahan
membutuhkan persyaratan yang tidak sama. Persyaratan evaluasi lahan harus
mempertimbangkan tiga aspek yaitu lahan, penggunaan lahan dan ekonomi.
Mengapa diperlukan evaluasi lahan? Inilah pertanyaan yang selalu dilontarkan
dalam upaya optimalisasi lahan. Evaluasi lahan diperlukan disebabkan :
1. Sifat lahan yang heterogen, sehingga untuk memudahkan dalam pengelolaan
diperlukan pengelompokkan ke dalam satuan-satuan yang lebih seragam, terutama
yang terkait dengan keseragaman potensi yang sama.
2. Satuan lahan yang memiliki tingkat keragaman yang berbeda, tentunya juga akan
mempengaruhi tipe penggunaan lahan.
3. Secara umum keragaman lahan bersifat sistemati, sehingga akan memungkinkan
untuk dipetakan dalam satuan yang sama.
4. Evaluasi lahan memerlukan keakuratan data yang tinggi dan cukup, sehingga akan
diperoleh ketepatan dalam penentuan kesesuai penggunaan lahan.
5. Evaluasi lahan dapat digunakan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan
dalam mengelola lahan secara umum.

B. Tujuan Evaluasi Lahan


Kegiatan evaluasi lahan bertujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian lahan bagi
peruntukan tertentu. Penetapan evaluasi lahan juga harus memperhatikan aspek teknis,
ekonomi, sosial budaya, lingkungan dan politik. Berdasarkan beberapa aspek tersebut
evaluasi lahan harus mampu menjawab salah satu atau beberapa pertanyaan dibawah
ini, yaitu :
1. Bagaimana pengelolaan lahan yang terjadi saat ini, dan bagaimana jika terjadi
perubahan pengelolaan lahan, kemudian apa yang dilakukan ?
2. Apakah tindakan pengelolaan lahan yang dilakukan mampu mempertahankan dan
meningkatkan tujuan pengelolaan lahan ?
3. Apakah secara fisik dan ekonomi dimungkinkan untuk beralih ke penggunaan lahan
yang lain ?
4. Kalau terjadi perubahan penggunaan lahan, apakah akan terjadi keberlajutan
produksi dan memberikan keuntungan yang optimal ?
5. Dampak apa yang terjadi jika penggunaan lahan tidak menguntungkan secara fisik,
sosial dan ekonomi ?
6. Perlu masukan apa untuk mengoptimalkan hasil dan untuk menekan akibat yang
tidak diinginkan?
7. keuntungan apa yang diperoleh dari setiap penggunaan lahan?
Pertanyaan tersebut tidak mudah untuk dijawab dalam melakukan evaluasi lahan.
Sehingga untuk memudahkan kegiatan evaluasi lahan perlu diambil langkah :
1. Menentukan tujuan kegiatan yang jelas
2. Menetapkan faktor penentu atau parameternya.
3. Parameter harus dapat terukur dengan baik dan akurat.

C. Kualitas dan Karakteristik lahan


1. Kualitas Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang komplek dari suatu satuan lahan
tertentu. Setiap lahan memiliki karakter (performance) tertentu yang akann berpengaruh
terhadap penggunaan tertentu. Pengukuran kualitas lahan dapat dilakukan langsung
mengukur di lapangan atau melalui estimasi. Estimasi dapat dilakukan terhadap semua
parameter yang dapat diukur.
Kondisi-kondisi lahan yang sangat erat dengan persyaratan suatu tipe penggunaan
lahan tertentu ini disebut kualitas lahan (Sitorus, 1985). Lahan dipengaruhi oleh faktor
pembentuknya yaitu tanah, iklim, topografi dan formasi geologi, vegetasi. Kualitas
lahan berperanan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-
sifatnya. Kualitas lahan yang menguntungkan akan berperan positif. Sebaliknya kualitas
lahan yang merugikan akan menjadi factor pembatas penggunaan lahan.

Tabel 4.1. Parameter Kualitas dan Karakteristik Lahan


No Kualitas lahan Karaktersitik lahan
1 Kualitas lahan
yang
berhubungan
dengan produksi
pertanian

haya keracunan

2 Kualitas lahan
yang
berhubungan
dengan produksi
peternakan

3 Kualitas lahan
yang
berhubungan
produksi
kehutanan

4 Kualitas lahan
yang
berhubungan
dengan
pengelolaan
Sumber :Sastrohartono (2011).

2. Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan adalah sifat-sifat atau parameter lahan yang dapat diukur atau di
estimasi. Penentuan parameter lahan dilakukan pada setiap satuan peta lahan yang
dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Satuan peta lahan
(land mapping unit) adalah sekelompok lahan yang memiliki sifat (karakteristik) sama
atau serupa. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan diberikan pada Tabel 4.1
dan Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Macam Kualitas Lahan


No Kualitas lahan Karakteristik lahan
1 Ekologi (kualitas lahan yang
mempengaruhi kehidupan
organisme hidup)
2 Pengelolaan (kualitas lahan
yang mempengaruhi jenis
pengelolaan)

3 Konservasi (kualitas lahan


yang mempengaruhi jenis
konservasi tanah)
Sumber :Sastrohartono (2011).

D. Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah pengelompokkan lahan ke dalam satuan-satuan khusus
menurut kemampuannya untuk penggunaan secara intensif tanpa menyebabkan
kerusakan. Hal ini berarti kemampuan lahan merupakan sistem klasifikasi lahan yang
ditujukan pada konservasi tanah dalam menopang penggunaan lahan untuk pertanian
secara luas.
Lahan dapat digolongkan dalam tingkat kelas. Tingkat kelas dinilai berdasarkan
parameter faktor penghambat/pembatas. Kemampuan lahan diklasifikasikan dalam 8
(delapan) kelas (Kelas I s/d VIII). Semakin tinggi kelas akan menunjukkan semakin
banyak faktor pembatasnya atau dengan kata lain secara kualitas lahan semakin jelek.
Kemampuan lahan menunjukkan peruntukan lahan bagi usaha tani. Usahatani tanaman
semusim hanya cocok Kelas I sampai dengan IV, sedangkan lainnya tidak cocok. Kelas
V sampai dengan VII hanya cocok untuk tanaman keras/tahunan dan padang rumput,
sedangkan kelas VIII hanya untuk hutan lindung. Secara rinci kriteria kemampuan lahan
disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan


Tindakan
Kelas Kriteria Pemanfaatan
Pengelolaan
I - Tidak mempunya atau hanya - Pertanian tanaman - Pemupukan
sedikit hambatan yang semusim - Pengolahan
membatasi penggunaan lahan - Tanaman rumput tanah untuk
- Sesuai untuk semua penggunaan - Hutan dan cagar mempertahankan
pertanian alam struktur tanah
- Karakteristik lahannya berupa
topografi datar, bertekstur agak
halus atau sedang, ancaman erosi
kecil, kedalaman efektif dalam,
drainase baik, mudah diolah,
kapasitas menahan air baik,
subur, tidak terancam banjir, dan
respon terhadap pemupukan.
II - Mempunyai beberapa hambatan - Pertanian tanaman - Pengolahan
atau ancaman kerusakan tanah, semusim kontur
sehingga menggurangi pilihan - Tanaman rumput - Pergiliran tanam
penggunaan lahan. - Padang - Pemupukan
- Lahan ini memerlukan tindakan pengembalaan - Teras gulud
konservasi tingkat sedang, - Hutan produksi
Tindakan
Kelas Kriteria Pemanfaatan
Pengelolaan
sehingga pengelolaan perlu hati- - Hutan lindung
hati - Cagar alam
- Karakteristik lahannya adalah
topografi landai, erosi sedang,
kedalaman efektif kurang ideal,
struktur tanah kurang baik,
sedikit salin, kadang tergenang
banjir, drainase buruk, iklim
sedikit menghambat.
III - Mempunyai beberapa hambatan - Pertanian Tanaman - Penanaman strip
yang berat, sehingga semusim - Pembuatan teras
menggurangi pilihan penggunaan - Tanaman - Pergiliran tanam
lahan. memerlukan - Pemupukan
- Lahan ini memerlukan tindakan pengolahan tanah - Penambahan
konservasi yang khusus, - Tanaman rumput bahan organik
terutama pengolahan tanah - Padang rumput
- Karakteristik lahannya adalah - Hutan produksi
topografi agak curam, kepekaan - Hutan lindung dan
erosi cukup tinggi atau erosi cagar alam
berat, sering banjir, permeabilitas
sangat lambat, kedalaman tanah
dangkal, daya menahan air
rendah, kesuburan tanah rendah
dan tidak mudah diperbaiki,
salinitasnya sedang, penghambat
iklim sedang.
IV - Hambatan lahan lebih banyak - Pertanian Tanaman - Pembuatan teras
dibandingkan dengan kelas III, semusim - Pergiliran
sehingga pilihan tanaman/ - Tanaman tanaman
komoditas lebih terbatas memerlukan - Pembuatan
- Penerapan tindakan konservasi pengolahan tanah saluran drainase
lebih sulit. - Tanaman rumput
- Karakteristik lahannya adalah - Padang
topografi curam, kepekaan erosi pengembalaan
cukup tinggi atau erosi berat, - Hutan produksi
sering banjir dan menimbulkan - Hutan lindung dan
kerusakan pada tanaman, cagar alam
permeabilitas sangat lambat, - Non Pertanian
kedalaman tanah dangkal,
salinitasnya tinggi, penghambat
iklim sedang.
V - Tidak terancam oleh erosi, tetapi - Tanaman rumput/ - Konservasi
mempunyai penghambat lain ternak vegetative
yang lebih sulit. - Padang dengan rumput
- Karakteristik lahan adalah pengembalaan atau tanaman
topografi datar, drainase sangat - Hutan produksi berair.
jelek atau terhambat, sering - Hutan lindung dan
kebanjiran, memiliki batuan, suaka alam
penghambat iklim cukup besar. - Non pertanian
VI - Mempunyai faktor penghambat - Tanaman rumput/ - Penghijauan,
berat yang menyebabkan ternak - Penggunaan
Tindakan
Kelas Kriteria Pemanfaatan
Pengelolaan
penggunaan tanah sangat - Padang penutup tanah
terbatas pengembalaan
- Karakteristik lahan adalah - Hutan produksi
topografi sangat curam, bahaya - Hutan lindung dan
erosi sangat tinggi, berbatu-batu, suaka alam
kedalaman tanah dangkal, - Non pertanian
drainase sangat buruk atau
tergenang, daya menahan air
rendah, salinitas atau kandungan
Na tinggi dan iklim sangat
menghambat.
VII - Lahan ini tidak cocok untuk - Padang rumput - dihutankan
usaha budidaya tanaman - Hutan produksi
semusim.
- Karakteristik lahan adlah
topografi sanagt curam, bahaya
erosi sangat tinggi, berbatu-batu,
kedalaman tanah dangkal,
drainase sangat buruk atau
tergenang, daya menahan air
rendah, salinitas atau kandungan
Na tinggi dan penghambat iklim
besar.
VIII - lahan ini tidak cocok untuk - Hutan lindung - Dihutankan
produksi pertanian dan sebaiknya - Rekreasi alam - Reklamasi lahan
dibiarkan saja - Cagar alam
- karakteristik lahan adalah erosi
sangat tinggi, iklim sangat buruk,
tanah selalu tergenang, berbatu-
batu, kapasitas menahan air
sangat rendah, salinitasnya
tinggi, sangat terjal

Subkelas merupakan pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan faktor


pembatas. Faktor penghambat hanya berlaku untuk kelas II – VIII, karena kelas I tidak
memiliki penghambat. Faktor pembatas dapat digolongkan menjadi 4 yaitu
1. Kemiringan lahan (t)
2. Penghambat terhadap perakaran tanaman (s)
3. Tingkat erosi/bahaya erosi (e)
4. Genangan air (w)
5. Iklim (c)
Subkelas kemiringan lahan akan berpengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan
dan erosi. Parameter kemiringan yang diamati terdiri dari kelerengan, panjang lereng
dan bentuk lereng. Kemiringan lahan akan memudahkan memilih lahan dalam
usahatani.
Subkelas penghambat terhadap perakaran merupakan parameter yang penting pada
lahan yang memiliki faktor penghambat kedalaman tanah. Selain itu parameter yang
terkait dengan perakaran antara lain batuan, daya memegang air rendah, kesuburan
tanah yang sulit diperbaiki, salinitas tinggi.
Subkelas tingkat erosi terdapat pada lahan yang memiliki faktor penghambat utama
berupa erosi. Bahaya erosi, kepekaan erosi dan erosi merupakan parameter dalam sub
kelas ini.
Sub kelas genangan air merupakan faktor penghambat utama pada lahan yang
memiliki kelebihan air, drainase buruk, bahaya banjir, air tanah yang tinggi.
Subkelas iklim merupakan faktor penghambat utama yang terdapat pada lahan yang
memiliki keterbatasan suhu dan curah hujan. Curah hujan dapat terjadi kelebihan atau
kekurangan. Suhu dihitung rerata bulana taua tahunan.
Penulisan pembatas biasanya menggunakan symbol huruf dibelakangnya.
Misalnya, lahan yang terdegradasi karena erosi, maka faktor pembatas dominannya
adalah erosi (e), sehingga pengelolaan lahan selanjutnya perlu memperhatikan data
inventarisasi lahan lainnya sebagai dasar dalam menyusun sistem pengelolaan lahan
secara menyeluruh dan terpadu.
Penamaan kelas dan sub kelas dilakukan dengan menuliskan faktor penghambat
dibelakang kelas. Sebagai contoh lahan kelas III dengan faktor penghambat iklim ( c )
ditulis IIIc, lahan. Lahan kelas V dengan penghambat kemiringan (t), maka ditulis Vt.
Untuk memudahkan penamaan dapat dilihat pada Gambar 8.1.

III c
kelas Subkelas

Gambar 4.1. Penulisan Kelas dan Sub kelas pada Analisis Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan pada tingkat unit pengelolaan akan memberikan keterangan


yang lebih detil atau spesifik dibandingkan sub kelas. Unit kemampuan lahan
memberikan indikasi potensi dan hambatan yang sama. Lahan dengan unit yang sama
berarti memiliki kemampuan dan cara pengelolaan yang sama untuk pertumbuhan
tanaman. Unit menandakan kesamaan dalam kriteria:
- Kemampuan memproduksi tanaman pertanian dan rumput ternak.
- Memerlukan tindakan konservasi dan pengelolaan yang sama
- Pada lahan ini dengan pengelolaan yang sama akan memberikan hasil yang relatif
sama.
Dalam tingkat unit, kemampuan lahan diberi symbol dengan menambahkan angka-
angka arab dibelakang symbol subkelas. Penulisan unit dapat dicontohkan sebagai
berikut III-e-3, IIw-1 dst.
Klasifikasi unit pengelolaan kemampuan lahan harus memperhitungkan faktor-
faktor penghambat yang bersifat pemanen dan sulit diubah. Faktor penghambat yang
bersifat permanen antara lain tekstur, lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif,
batuan di permukaan, ancaman banjir yang tetap. Secara rinci faktor penghambat dapat
diuraikan sebagai berikut :

1. Tekstur (t)
Tekstur tanah dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu :
t1 Halus Lempung (clay), lempung debuan (silty clay)
t2 Agak halus Lempung pasiran (Sandy clay), geluh lempung debuan
(Silty Clay Loam), geluh lempungan (clay loam), Geluh
lempung pasiran (sandy caly loam).
t3 Sedang Debuan (silty), geluh debuan (silty loam), geluh (loam)
t4 Agak kasar Geluh pasiran (sandy loam)
t5 Kasar Pasiran (sandy). Geluh pasiran (sandy loam).

Secara lengkap tekstur tanah dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Segitiga Tekstur Tanah

2. Permeabilitas (p)
Permeabilitas tanah dikelompokkan dalam 5 kategori, yaitu :
p1 Lambat permeabilitas < 0,5 cm/jam
p2 Agak lambat permeabilitas 0,5 – 2,0 cm/jam
p3 Sedang permeabilitas 2,0 – 6,25 cm/jam
p4 Agak cepat permeabilitas 6,25 – 12,5 cm/jam
p5 Cepat permeabilitas > 12,5 cm/jam

3. Kedalaman sampai kerikil, padas, plinthie (k)


Kedalaman efektif atau kedalaman sampai dengan kerikil, padas dapat
dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu :
k0 Alam >90 cm
k1 Sedang 50-90 cm
k2 Dangkal 25-50 cm
k3 Sangat dangkal <25 cm

4. Lereng permukaan (l)


Kelerengan permukaan lahan dibedakan menjadi 7 kelompok yaitu :
l0 (A) Datar 0-3 %
l1 (B) Landai/berombak 3-8 %
l2 (C) Agak miring/ bergelombang 8-15 %
l3 (D) Miring berbukit 15-30 %
l4 (E) Agak curam 30-45 %
l5 (F) Curam 45- 65 %
l6 (G) Sangat curam > 65 %

5. Drainase tanah (d)


Drainase tanah diklasifikasikan menjadi 5 kelompok yaitu
D0 Baik Tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah
dari atas sampai lapisan bawah berwarna terang yang seragam
dan tidak terdapat bercak-bercak
D1 Agak baik Tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat bercak-
bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas
dan bagian atas lapisan bawah
D2 Agak buruk Lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak
terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau coklat.
Terdapat bercak-bercak pada saluran bagian lapisan bawah.
D3 Buruk Bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna
atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan kekuningan.
D4 Sangat buruk Seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah
sawah bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak
kelabu, coklat dan kekuningan.

6. Erosi (e)
Tingkat erosi dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelompok yaitu :
e0 Tidak ada erosi -
e1 Ringan < 25 % lapisan atas hilang
e2 Sedang 25-75 % lapisan atas hilang,
e3 Berat >75% lapisan atas hilang, < 25 % lapisan bawah
hilang
e3 Sangat berat >75% lapisan atas hilang, > 25 % lapisan bawah
hilang

7. Faktor khusus
Faktor penghambat lain berupa batu-batuan dan bahaya banjir.
a. Batu-batuan
Bahan kasar dapat terletak di dalam lapisan tanah atau permukaan lahan. Namun
juga bahan kasar berada dalam lapisan 20 cm dari permukaan tanah yang memiliki
ukuran lebih besar dari 2 mm. Bahan kasar tersebut dapat dibedakan menjadi 4 kriteria
yaitu kerikil, batu kecil, batuan lepas dan batu terungkap.
Kerikil merupakan bahan kasar yang memiliki diameter 0,2 – 7,5 cm jika
berbentuk bulat. Namun jika berbentuk gepeng memiliki panjang sumbu sampai 15 cm.
Kerikil di dalam tanah sampai kedalaman 20 cm dari permukaan tanah dapat
diklasfikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu
b0 Tidak ada atau sedikit 0-15 % volume tanah
b1 Sedang 15-50 % volume tanah
b2 Banyak 50 – 90 % volume tanah
b3 Sangat banyak >90 % volume tanah

Batuan kecil merupakan bahan kasar atau batuan yang memiliki diameter 7,5-25 cm
jika berbentuk bulat. Namun jika berbentuk gepeng memiliki panjang 15-40 cm. Batuan
kecil dapat diklasfikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu
b0 Tidak ada atau sedikit 0-15 % volume tanah
b1 Sedang 15-50 % volume tanah
b2 Banyak 50 – 90 % volume tanah
b3 Sangat banyak >90 % volume tanah

Batuan lepas merupakan batuan yang bebas dan terletak di permukaan tanah yang
memiliki diameter lebih besar 25 cm jika berbentuk bulat. Namun jika berbentuk
gepeng memiliki panjang lebih dari 40 cm. Batuan lepas dapat diklasfikasikan menjadi
5 kelompok, yaitu:
b0 Tidak ada Kurang dari 0,01 % luas areal
b1 Sedikit 0,01 – 3 % permukaan tanah tertutup : pengolahan
dengan mesin agak terganggu, tetapi pertumbuhan
tanaman tidak terganggu.
b2 Sedang 3 – 15 % permukaan tanah tertutup : pengolahan
dengan mesin mulai agak sulit dan luas areal
produktif berkurang.
b3 Banyak 15 – 90 % permukaan tanah tertutup : pengolahan
tanah dan penanaman menjadi sangat sulit.
b4 Sangat banyak >90 % permukaan tanah tertutup : tanah sama
sekali tidak dapat digunakan untuk tanaman.

Batuan terungkap merupakan batuan yang tersingkap di atas permukaan tanah.


Batuan terungkap ini merupakan bagian dari batuan yang terbenam di dalam tanah atau
dengan kata lain batuan ini disebut batuan tertutup. Batuan terungkap dapat
diklasfikasikan menjadi 5 kelompok, yaitu
b0 Tidak ada Kurang dari 2 % permukaan tanah tertutup
b1 Sedikit 2-10 % permukaan tanah tertutup : pengolahan dan
penanaman agak terganggu.
b2 Sedang 10-50 % permukaan tanah tertutup : pengolahan dan
penanaman terganggu
b3 Banyak 50 – 90 % permukaan tanah tertutup : pengolahan
tanah dan penanaman sangat terganggu.
b4 Sangat >90 % permukaan tanah tertutup : tanah sama sekali
banyak tidak dapat digarap

b. Ancaman banjir/genangan
Ancaman banjir/genangan dapat diklasifikasikan dalam 5 kategori,:
b0 Tidak pernah Dalam periode satu tahun tanah tidak pernah tertutup
banjir untuk waktu lebih dari 24 jam
b1 Jarang Dalam periode kurang dari satu bulan banjir yang
menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak
teratur.
b2 Kadang-kadang Selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara
teratur selalu tertutup banjir untuk jangkka waktu lebih
dari 24 jam.
b3 Sering Selama waktu 2-5 bulan dalam setahun tanah selalu
dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam.
b4 Sangat sering Selama waktu 6 bulan atau lebih tanah selalu dilanda
banjir yang lamanya lebih dari 24 jam.

Kriteria klasifikasi kemampuan lahan untuk masing-masing kelas disajikan pada


Tabel 4.4. yang perlu diperhatikan dalam penentuan kemampuan lahan, masing-masing
faktor yang berpengaruh langsung dinilai dan diberi symbol tanpa dikelompokkan ke
dalam kualitas lahan.

Tabel 4.4. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan


Kemampuan Lahan
No Faktor
I II III IV V VI VII VIII
1 Tesktur Tanah
a. Lapisan atas t2/t3 t1/t4 t1/t4 * * * * t5
b. Lapisan bawah t2/t4 t1/t4 t1/t4 * * * * t54
2 Lereng permukaan (%) l0 l1 l2 l3 * l4 l5 l6
3 Drainase d0/d1 d2 d3 d4 ** * * *
4 Kedalaman efektif k0 k0 k1 k2 * k3 * *
5 Keadaan erosi e0 e1 e1 e2 * e3 e4 *
6 Kerikil/batuan b0 b0 b0 b1 b2 * * b3
7 Banjir O0 01 O2 O3 O4 * * *
Keterangan :
* = Dapat mempunyai sebaran sifat faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah
** = Permukaan tanah selalu tergenang air.
E. Kesesuaian lahan
Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
suatu penggunaan tanaman tertentu seperti penggunaan padi, jagung, kedelai dll.
Kesesuaian lahan identik dengan sifat positif yang berhubungan dengan produksi pada
penggunaannya. Penilaian kesesuaian lahan pada prinsipnya menentukan pemilihan
jenis suatu tanaman tertentu. Sehingga dikenal dua tahap pelaksanaannya yaitu tahap
pertama mencari syarat tumbuh baik tanah atau tanaman, kedua mengidentifikasi dan
membatasi lahan yang diinginkan.

1. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan.


Dalam implentasi kesesuaian lahan telah disusun system klasifikasi kesesuaian
lahan. Klasfikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi ordo, kelas, sub kelas dan unit
(Gambar 4.3).

Analisis Kesesuaian Lahan

Ordo Sesuai (S) Tidak Sesuai (N)

Kurang
Sangat Sesuai
Kelas Sesuai
Sesuai (S2)

Sub Kelas
S2 rc, wa S2 rc S3 tc,xc,fh

unit S2rc,1 S2rc,2

Gambar 4.3. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Ordo dalam kesesuaian lahan menunjukkan sesuai atau tidaknya lahan untuk
penggunaan tertentu, ordo terbagi menjadi dua, yaitu : S : Sesuai (Suitable) ; Lahan
sesuai untuk digunakan tanaman tertentu secara lestari, tanpa ada resiko, keuntungan
lebih besar dibandingkan inputnya. N : Tidak sesuai (Not Suitable) lahan ini memiliki
pembatas dan sulit diatasi, sehingga penggunaannya tidak dapat lestari atau akan
menimbulkan kerusakan yang cukup besar.
Kelas kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu :
S1: Sangat Sesuai yaitu lahan ini tidak memiliki pembatas yang berat dan dapat
berproduksi secara optimal dan lestari.
S2 : Cukup Sesuai yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat, sehingga
mengurangi produksi dan keuntungan, karena diperlukan input tambahan.
S3 : Sesuai Marginal yaitu lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehingga
mengurangi produksi dan keuntungan, karena diperlukan input tambahan yang
lebih banyak.
N : Tidak Sesuai yaitu lahan yang mempunyai pembatas sangat berat dan sulit untuk
diatasi.
Sub kelas : pembagian lebih lanjut dari tingkat kelas yang didasarkan faktor
pembatas yang ada. Pada sub kelas, faktor pembatas yang digunakan sebagai dasar
pengelompokan dicantumkan. Sebagai contoh S2wa (kelas S2 dengan faktor pembatas
ketersediaan air), S3rc (kelas S3 dengan faktor pembatas kondisi perakaran). Faktor
pembatas dalam satu sub kelas jumlahnya dapat satu atau lebih.
Unit : pembagian lebih lanjut dari tingkat sub kelas yang didasarkan jenis
pengelolaan yang dibutuhkan. Pada tingkatan unit, sub kelas kesesuaian lahan dibagi
lagi kedalam unit kesesuian lahan yang didasarkan pada cara pengelolaan yang
dibutuhkan dalam setiap sub kelas yang ada. Sebagai contoh S2wa1, S3rc2 dst.

2. Parameter Kesesuaian Lahan


Dalam menentukan kelas dalam setiap ordo dapat menggunakan parameter-
parameter baik untuk tanaman semusim atau tahunan. Parameter tersebut adalah :
1. Temperatur
2. Curah hujan
3. Kelembaban udara
4. Kedalaman efektif
5. Kelas Drainase
6. Klas tekstur tanah
7. Kandungan bahan kasar
8. Kedalaman efektif
9. Kapasitas Tukar Kation (KTK) liat
10. Kejenuhan Basa
11. Reaksi tanah (pH)
12. Kandungan C organik
13. Salinitas
14. Alkalinitas
15. Kedalaman sulfidik
16. Kelerengan
17. Bahaya erosi
18. Lama genangan
19. Batuan permukaan
20. Batuan singkapan
untuk tanah gambut ditambahkan parameter
21. Tingkat dekomposisi/kematangan
22. Ketebalan gambut
a. Pengukuran temperatur
Temperatur dihitung berdasarkan rata-rata per tahun. Data dapat diperoleh dari
stasiun meteorology/klimatologi terdeka, namun data temperatur tidak selamanya
tersedia dalam suatu wilayah. Jika data temperatur tidak tersedia, maka dapat
menggunakan pendekatan data ketinggian tempat. Temperatur dapat didekati dengan
ketinggian tempat, dengan rumus :

Temperatur = 26,3 - (0,006 x h) °C


h = ketinggian tempat (meter)

Menurut Oldeman dan Fiere dalam Wisnubroto (1995), temperatur rerata dapat
menggunakan pendekatan temperatur maksimum dan minimum setiap bulan.
Temperatur rerata dihitung dengan rumus :

T maks + T Min
Temperatur rerata = --------------------------
2

Sedang rumus temperatur masing-masing bulan adalah


Bulan Temperatur Maksimum Temperatur Minimum
Januari T = 30,8 – 0,0062 h T = 23,3 – 0,0054 h
Pebruari T = 30,7 – 0,0061 h T = 23,3 – 0,0053 h
Maret T = 31,3 – 0,0062 h T = 23,3 – 0,0053 h
April T = 31,4 – 0,0061 h T = 23,2 – 0,0052 h
Mei T = 31,4 – 0,0061 h T = 22,9 – 0,0051 h
Juni T = 31,2 – 0,0061 h T = 22,7 – 0,0051 h
Juli T = 31,3 – 0,0061 h T = 21,6 – 0,0051 h
Agustus T = 31,6 – 0,0061 h T = 22,0 – 0,0052 h
September T = 32,0 – 0,0062 h T = 22,3 – 0,0054 h
Oktober T = 32,2 – 0,0062 h T = 22,8 – 0,0055 h
Nopember T = 31,7 – 0,0063 h T = 23,3 – 0,0054 h
Desember T = 31,0 – 0,0062 h T = 23,3 – 0,0054 h
Sumber : Wisnubroto (1996)

b. Curah hujan
Pengamatan curah hujan secara umum dinyatakan dalam satuan mm. Curah hujan
dihitung dalam rerata per tahun atau menurut kebutuhan tanaman. Untuk keperluan
penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan,
jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah tergantung klasifikasi yang digunakan.

c. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan kandungan uap air dalam udara. Kelembaban udara
rerata tahunan dan dinyatakan dalam %.
d. Drainase
Drainase merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi
udara tanah. Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas (Tabel 4.4.)

Tabel 4.4. Kriteria Pengamatan Kelas Drainase


No Kriteria Ciri-ciri
1 Cepat Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi
(excessively dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk
drained), tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta
warna gley (reduksi).
2 Agak cepat Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air
(somewhat rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau
excessively tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
drained), berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta
warna gley (reduksi).
3 Baik (well Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air
drained) sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah
demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi
dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai = 100
cm.
4 Agak baik Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah
(moderately dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah
well drained) demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi
dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai = 50
cm.
5 Agak terhambat Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya
(somewhat menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke
poorly drained) permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil
tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan
serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai =25 cm.
6 Terhambat Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air
(poorly drained) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup
lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah
dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau
karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
7 Sangat Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan
terhambat (very air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk
poorly drained) waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok
untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi)
permanen sampai pada lapisan permukaan.
e. Tekstur
Tekstur merupakan komposisi fraksi-fraksi tanah yang berupa pasir, debu dan liat.
Tekstur dapat dilakukan di laboratorium maupun di lapangan. Tekstur dapat ditentukan
di lapangan seperti disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Kriteria Penentuan Kelas Tekstur di Lapangan


No Tekstur Sifat Tanah
1. Pasiran (S) Sangat kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan, serta
tidak melekat.
2. Pasir lempungan Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta
(LS) agak melekat.
3. Geluh pasiran Agak kasar, membentuk bola agak kuat tapi mudah hancur, serta
(SL) agak melekat.
4 Geluh (L) Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat
sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat.
5 Gebuhdebuan Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan
(SiL) permukaan mengkilat, serta agak melekat.
6 Debuan (Si) Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung
dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.
7 Geluh Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (lembab),
lempungan (CL) membentuk gulungan tapi mudah hancur, serta agak melekat.
8 Geluh lempung Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab),
pasiran (SCL) membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat.
9 Geluh lempung Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat,
debuan (SiCL) melekat.
10 Lempung Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar
pasiran (SC) dipilin, mudah digulung, serta melekat.
11 Lempung debuan Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar
(SiC) dipilin, mudah digulung, serta melekat.
12 Lempung (C) Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras,
basah sangat melekat.

Setelah tanah dapat di tentukan kelas teksturnya, kemudian tekstur dikelompokkan


dalam kategori:

Sangat halus (sh) Lempung (tipe mineral liat 2:1)


Halus (h) Lempung pasiran, lempung, lempung debuan
Agak halus (ah) Geluh lempungan, Geluh lempung pasiran,
Geluh lempung debuan
Sedang (s) Geluh pasiran, Geluh, Geluh debuan, debuan
Agak kasar (ak) Geluh pasiran
Kasar (k) Pasiran, pasir lempungan
f. Bahan kasar
Bahan kasar adalah merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah
persentasi kerikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah. Bahan kasar dapat
dikelompokkan berdasarkan keberadaannya dalam tanah menjadi:
sedikit < 15%
sedang 15 - 35%
Banyak 35 - 60%%
sangat banyak > 60%

g. Kedalaman tanah
Kedalaman tanah merupakan media tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman.
Kedalaman tanah dapat dikategorikan menjadi:
Sangat dangkal < 20 cm
Dangkal 20 - 50 cm
Sedang 50 – 75 cm
Dalam > 75 cm

h. Parameter gambut
Pengamatan pada tanah gambut terdiri dari 2 parameter yaitu ketebalan dan
kematangan. Ketebalan gambut dapat dibedakan menjadi:
Tipis < 60 cm
Sedang 60 - 100 cm
agak tebal 100 – 200 cm
Tebal 200 - 400 cm
sangat tebal > 400 cm
Sedangkan tingkat kematangan gambut dibagi menjadi 3 yaitu Saprik, hemik dan
fibrik.
i. Alkalinitas
Parameter alkalinitas dapat didekati dengan menggunakan nilai exchangeable
sodium percentage atau ESP (%) dan Sodium Adsorption Ratio (SAR). Perhitungan
ESP menggunakan rumus :

ESP = (Na dapat tukar x 100) / KTK tanah

SAR merupkan nilai ESP 15% . SAR dihitung dengan rumus :


j. Bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan
cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel
erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat
bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan
permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak
tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh
warna gelap karena relatif mengandung bahan organik yang cukup banyak. Tingkat
bahaya erosi dapat dikelompokkan menjadi :
Sangat ringan (sr) < 0,15
Ringan (r) 0,15 - 0,9
Sedang (s) 0,9 - 1,8
Berat (b) 1,8 - 4,8
Sangat berat (sb) > 4,8

k. Bahaya banjir/genangan
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan
lamanya banjir (Y) (Tabel 4.6). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
dengan penduduk setempat di lapangan.

Tabel 4.6. Klasifikasi Kedalaman dan Lama Banjir


Kode Kedalaman banjir (X) Kode Lamanya banjir (Y):
1. < 25 cm 1 < 1 bulan
2. 25 - 50 cm 2 1 - 3 bulan
3. 50 - 150 cm 3 3 - 6 bulan
4. > 150 cm. 4 > 6 bulan.

Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air
genangan, dan y adalah lamanya banjir). Kelas bahaya banjir dapat dikelompokkan
menjadi 5 kategori. Kelas bahaya banjir disajikan seperti Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Kelas Bahaya Banjir


Kelas bahaya banjir berdasarkan
Kelas bahaya
Simbol kombinasi kedalaman dan lamanya banjir
banjir
(F x,y)
F0 Tanpa -
F1 Ringan F1.1, F2.1, F3.1
F2 Sedang F1.2, F2.2, F3.2, F4.1
F3 Agak berat F1.3, F2.3, F3.3
F4 Berat F1.4, F2.4, F3.4, F4,2, F4.3, F4.4
l. Reaksi Tanah
Reaksi tanah (pH) ditetapakan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-50 cm. Reaksi
tanah dapat dikelompokkan menjadi :
Sangat masam : < 4,5
Masam : 4,5 - 5,5
Agak masam : 5,6 - 6,5
Netral : 6,6 - 7,5
Agal alkalis : 7,6 - 8,5
Alkalis : > 8,5

m. Kelerengan
Kelerengan dipertimbangkan untuk pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Tingkat
kelerengan dapat dikelompokkan menjadi :
Datar : <3 %
Berombak/agak landai : 3-8 %
Bergelombang/melandai : 8-15 %
Berbukit : 15-30 %
Bergunung : 30-40 %
Bergunung curam : 40-60 %
Bergunung sangat curam : >60 %
Data parameter analisis kesesuaian lahan dapat diperoleh dari berbagai sumber
(Tabel 4.8).

Tabel 4.8. Cara Memperoleh Data


No Sifat lahan Cara Mendapatkan Data
1 Rejim radiasi Stasiun klimatologi terdekat
2 Rejim temperatur Stasiun klimatologi terdekat
3 Rejim kelembaban udara Stasiun klimatologi terdekat
4 Ketersediaan air
Bulan kering Stasiun klimatologi terdekat
Bulan basah Stasiun klimatologi terdekat
Fase Pertumbuhan Tergantung jenis tanaman
5 Media perakaran
Drainase Pengamatan langsung
Tekstur Pengamatan langsung
Kedalaman efektif Pengamatan langsung
Gambut – kematangan Pengamatan langsung
- ketebalan -
6 Retensi hara
KTK Pengamatan langsung
pH Pengamatan langsung
No Sifat lahan Cara Mendapatkan Data
7 Ketersediaan hara
N-total Pengamatan langsung
P2O5 Pengamatan langsung
K2O Pengamatan langsung
8. Bahaya banjir
Periode Pengamatan langsung dan wawancara
Frekuensi Pengamatan langsung dan wawancara
9 Kegaraman
Salinitas Pengamatan langsung
10 Toksisitas
Kejenuhan Al Pengamatan langsung
Lapisan pirit Pengamatan langsung
11 Kemudahan pengolahan Pengamatan langsung
12 Potensi mekanisasi Pengamatan langsung
13 Bahaya erosi Pengamatan langsung dan prediksi

3. Bentuk Klasifikasi Kesesuaian Lahan.


Dalam kerangka sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdapat 4 bentuk sistem
klasifikasi kesesuaian lahan yakni (1) klasifikasi kesesuian lahan kualitatif, (2)
klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif, (3) klasifikasi kesesuian lahan aktual dan (4)
klasifikasi kesesuaian lahan potensial.
1. Klasifikasi kesesuaian lahan kualitatif adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang
pengelompokannya didasarkan pada batasan-batasan yang sifatnya kualitatif, sebagai
contoh sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai.
2. Klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan
yang pengelompokannya didasarkan pada perhitungan matematis.
3. Klasifikasi kesesuaian lahan aktual adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang
pengelompokannya didasarkan pada karakteristik lahan yang ada pada saat itu, tanpa
mempertimbangkan input yang dibutuhkan.
4. Klasifikasi kesesuaian lahan potensial adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang
pengelompokannya didasarkan atas karakteristik lahan yang telah
mempertimbangkan kebutuhan inputnya.
Sehingga dalam penentuan klasifikasi lahan dikenal dengan kesesuaian aktual dan
potensilal. Kesesuaia aktual adalah kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang
ditentukan pada saat ini, tanpa adanya tindakan perbaikan. Sedangkan kesesuaian
potensial menunjukkan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari
satuan dalam kondisi mendatang atau telah ada upaya perbaikan.
Kesesuaian lahan suatu komoditas dapat digunakan untuk perbaikan kualitas lahan
dari lahan actual menjadi potensial. Tingkat perbaikan lahan actual menjadi potensial
seperti Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Tingkat Perbaikan Lahan Aktual untuk menjadi Potensial

Tingkat Pengelolaan
No Sifat lahan
Rendah Sedang Tinggi
1 Rejim radiasi - - -
2 Rejim temperature - - -
3 Rejim kelembaban udara - - -
4 Ketersediaan air
Bulan kering - + ++
Bulan basah - + ++
5 Media perakaran
Drainase - + ++
Tekstur - - -
Kedalaman efektif - - -
Gambut – kematangan - - +
- ketebalan - - +
6 Retensi hara
KTK - + ++
pH - + ++
7 Ketersediaan hara
N-total + ++ +++
P2O5 + ++ +++
K2O + ++ +++
8. Bahaya banjir
Periode - + ++
Frekuensi - + ++
9 Kegaraman
Salinitas - + ++
10 Toksisitas
Kejenuhan Al - + ++
Lapisan pirit - + ++
11 Kemudahan pengolahan - + ++
12 Potensi mekanisasi - - +
13 Bahaya erosi - + ++
Keterangan
- = tidak dapat dilakukan perbaikan
+ = perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan satu kelas lebih tinggi (S3-S2)
++ = perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan dua kelas lebih tinggi (S3-S1)
+++ = perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan tiga kelas lebih tinggi (N-S1)
Contoh Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa

Kelas Kesesuaian Lahan


Karakteristik Lahan Data
Aktual Perbaikan Potensial
Temperatur (tc) S2 S2
- Temperatur rerata (oC) 28,8 S2 S2
Ketersediaan Air (wa) S2 S2
- Curah hujan (mm) pada 3.190 S2 S2
masa pertumbuhan
- Lama masa kering (bln) 0 S1 S1
- Kelembaban (%)
Ketersediaan Oksigen (oa) S3 S3
- Drainase Agak S3 S3
cepat
Media Perakaran (rc) S3 S3
- Tekstur SL/LS S3 S3
- Bahan kasar (%) 0 S1 S1
- Kedalaman tanah (cm) >100 S1 S1
Retensi hara (nr) S2 S1
- KTK liat (cmol) >16 S1 S1
- Kejenuhan basa (%) <50 S2 * S1
- pH H2O 5 S2 * S1
- C-Organik (%) 1,7-2,1 S1 S1
Toksisitas (xc) S1 S1
- Salinitas (dS/m) <0,5 S1 S1
Sodisitas (xn)
- Alkalinitas /ESP (%) -
Bahaya sulfidik (xs)
- Kedalaman sulfidik (cm) -
Bahaya erosi (eh) S1 S1
- Lereng (%) 1-3 S1 S1
- Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh) S1 S1
- Genangan F0 S1 S1
Penyiapan lahan (lp) S1 S1
- Batuan di permukaan (%) 0 S1 S1
- Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan Aktua S3 Potensia S3
l l
*Jika perbaikan dilakukan akan meningkatkan kelas satu tingkat
Kesimpulan : Kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3(oa, rc), setelah perbaikan tetap menjadi
S3(oa, rc).
5. EROSI DAN KERUSAKAN TANAH

A. Erosi
1. Pengertian erosi
Erosi adalah proses perpindahan tanah yang hancur ke tempat lain oleh kekuatan
angin, gravitasi dan air baik yang berlangsung secara alamiah maupun akibat tindakan
manusia. Erosi secara umum disebut dengan pengikisan atau longsor. Erosi sudah
terjadi sejak tanah terbentuk, namun baru belakangan ini menjadi permasalahan yang
serius. Khusus di Indonesia erosi terbesar disebabkan oleh faktor air (hujan), oleh sebab
itu pembicaraan selanjutnya hanya membahas erosi yang disebabkan oleh hujan.

2. Klasifikasi erosi
Menurut prosesnya erosi tanah dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
a. Erosi geologi
b. Erosi dipercepat
Menurut Rajiman (2010) bahwa berdasarkan prosesnya erosi tanah dapat
digolongkan menjadi 2 macam:
a. Erosi geologi ialah erosi yang berjalan lambat, sehingga pembentukan tanah masih
dapat mengimbanginya. Erosi geologi dilapangan seolah-olah tidak tampak.
b. Erosi dipercepat yaitu kehilangan tanah yang berjalan cepat sehingga top soil
terangkut keluar. Erosi jenis inilah yang menyebabkan kerusakan dibumi.
Menurut bentuknya erosi dapat dibagi menjadi beberapa, yaitu :
a. Pelarutan, erosi yang terjadi di daerah kapur yang disebabkan oleh air, sehingga
terbentuk sungai bawah tanah.
b. Erosi percikan (Splash Erosion), erosi yang terjadi akibat akibat curah hujan yang
langsung mengenai atau jatuh ke permukaan tanah, kemudian butir-butir tanah
terlempar. Pada daerah lereng butir tanah akan terlempar ke bagian bawah.
c. Erosi Lembaran (sheet erosion), yaitu pemindahan tanah pada lapisan yang merata
dengan ketebalan yang seragam. Erosi ini sepintas tidak kelihatan, tetapai setelah
berjalan lama akan ketahuan bahwa lapisan top soil telah hilang.
d. Erosi Alur (riil erosion) yaitu erosi yang terjadi akibat air terkonsentrasi pada suatu
tempat yang rendah dan mengenang atau mengalir, sehingga pemindahan tanah
lebih banyak. Erosi alur ini dapat ditanggulangi dengan langkah pengadaan
pengolahan tanah.
e. Erosi Parit (gully erosion) yaitu erosi ini seperti erosi alur, tetapi saluran yang
terbentukl lebih lebar dan dalam. Sehingga erosi ini tidak dapat dihilangkan hanya
dengan pengolahan tanah.
f. Erosi tebing sungai, yaitu erosi ini akibat pengikisan tebing bagian bawah oleh air,
sehingga tebing di atasnya menjadi runtuh.
g. Longsor yaitu pemindahan tanah dalam volume yang cukup besar, akibat adanya
lapisan licin yang kedap oleh air, lapisan tersebut seperti batuan, atau liat. Tanah
terjadi longsor jika memenuhi syarat : 1) lereng cukup curam 2) ada lapisan kedap
air, sehingga terbentukj bidang luncur dan 3) air tersedia sampai jenuh.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Erosi
Secara alamiah erosi pada suatu kawasan sangat dipengaruhi oleh lima faktor
utama. Faktor utama yang berpengaruh adalah 1. Faktor iklim, 2. Faktor tanah, 3. Faktor
bentuk kewilayahan (topografi), 4. faktor vegetasi penutup tanah dan 5. Faktor kegiatan
atau perlakuan manusia. Baver dalam Bafdal et al., (2011) menyatakan hubungan
antara erosi dengan faktor penyebabnya sebagai berikut :

E = ∫(C,S, V,T, H)
Dimana :
E = Jumlah erosi (ton/ha/th)
C = Faktor iklim
S = Faktor tanah
V = Faktor Vegetasi
T = Faktor topografi / kelerengan
H = Faktor tindakan manusia

4. Pengukuran erosi
Pengukuran erosi suatu lahan dapat dilakukan dengan cara :
a. Pengamatan Laboratorium
Penelitian erosi di laboratorium dapat menggunakan Rainfall Simulator. Alat ini
terdiri dari tangki penampung air yang berputar dengan sistem pembentuk tetesan
tunggal dan intensitas hujan yang dapat diatur. Bagian atas alat ini terdiri dari tangki
penampung air yang berbentuk lingkaran terbuat dari besi. Bagian ini di sangga oleh 4
tiang dengan ketinggian 2,75 m, diputar dengan kecepatan 1 rpm. Pipa-pipa kapiler
dibuat pada bagian bawah tangki dengan jarak yang teratur. Tetesan air disesuaikan
dengan diameter pipa, tegangan dan tinggi air di atas pipa.
Curah hujan dapat diatur dengan cara mengubah jumlah pipa kapiler persatuan luas
dan ukuran diameter. Untuk mengontrol intensitas hujan dapat menggunakan penakar
hujan. Agar tetesan air dapat radial dapat dibantu dengan kipas angin yang diletakkan
disamping dengan kecepatan tinggi dan berjarak 2 m.
Diameter hujan yang jatuh dari pipa dapat dicari dengan cara menempatkan labu
takar tepat dibawah sambil dihitung sampai 100 tetesan dan dicatat volumenya.

b. Pengamatan Lapangan
Metode penelitian erosi di lapangan lebih bervariasi yang meliputi 1. mengukur
erosi dalam waktu yang relatif lama, 2. Mengukur erosi pada peristiwa sekali hujan, 3.
mengukur penghancuran agregat. Pengamatan erosi dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu : patok erosi dan petak kecil.
1) Metode patok erosi
Pengukuran erosi dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Prinsip
dasar pengamatan metode ini adalah melihat pengurangan tebal tanah selama periode
tertentu. Alat yang dibutuhkan berupa patok yang diberi tera. Langkah pengamatan
erosi dengan metode patok erosi sebagai berikut:
a). Tancapkan patok erosi yang telah diberi tera (berskala) ke dalam tanah sampai > 50
cm atau sampai mencapai lapisan kontras (bila tebal tanah < 50 cm). Patok
ditempatkan ada lereng atas, tengah dan bawah untuk lahan yang berlereng > 15%.
Untuk lereng < 15% tempatkan pada tengah lereng yang representatif;
b). Catat penurunan permukaan tanah secara periodik setiap tiga bulan sekali terutama
pada musim hujan;
c). Penghitungan besaran erosi dilakukan dengan menghitung rata-rata penurunan
permukaan tanah dari titik-titik pengamatan persatuan waktu yang kemudian
diakumulasikan dalam satuan waktu 10 tahunan (mm/10 tahun).

2) Metode petak kecil.


Pengamatan erosi di lapangan biasanya menggunakan petak kecil. Petak kecil
digunakan untuk memperoleh data besarnya erosi, pengaruh faktor tanaman, pemakaian
bahan pemantap tanah, pemakaian mulsa, dan pengelolaan tanah.
Petak kecil yang digunakan memilik kelemahan 1. sering menimbulkan erosi parit
2. dapat mengubah kemiringan lahan dan 3. pengolahan tanah harus hati hati agar tidak
merubah kondisi yang asli.

Gambar 5.1. Sketsa Petak Pengamatan Erosi di Lapangan

a. Penempatan dan Ukuran Petak


Petak kecil sebaiknya diletakan pada lahan yang kondisi tanahnya homogen dan
solum masih dalam. Adapun ukuran petak kecil adalah panjang 22 m lebar 2 meter
untuk tanaman semusim, sedangkan untuk tanaman tahun dapat menggunakan ukuran
22 m x 4 m (Gambar 5.1). Aliran permukaan akan ditampung pada bak penampung
(water soil collector) yang ditempatkan pada lereng bagian bawah. Bak penampung
dapt terbuat dari seng dengan ukuran panjang 2 m, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm. Pada
bagian sisi luar dibuat tujuh lubang saluran pembuangan yang akan ditampung pada
drum. Petak kecil in harus dilengkapi dengan stasiun hujan yang diletakkan di kompleks
percobaan. Hujan diamati setiap hari pada pukul 07.00 pagi.

b. Cara Pengukuran
Pengukuran besarnya erosi dengan langkah-langkah :
1) Mengukur banyaknya tanah yang ada dalam bak penampungan
2) Menghitung banyak tanah dalam drum.

Volume air = ∏r2.t

Dimana : ∏ = konstanta (3,14), r = jai-jari drum, t = tinggi tanah dalam drum

Untuk mengukur berat tanah yang tererosi, maka dilakukan dengan dua tahap yaitu:
1) Menimbang semua tanah yang masih basah dari bak dan drum, kemudian
dikeringkan sehari pada tampah.
2) Kemudian tanah ditentukan kandungan airnya.
3) Kemudian menghitung berat mutlak tanah dengan rumus :
100 x berat tanah
100 + KA

Sebagai contoh : Berat tanah dari bak = 50 kg dari 1 drum = 3 kg, karena ada 7 drum
maka beratnya menjadi 21 kg. Berat total tanah 50 +21 = 71, kandungan air 65%, maka
berat kering mutlak tanah adalah :
100/(100+65) x 71 = 43,03 kg.

3. Pendugaan Erosi
Erosi yang terjadi pada suatu lahan akan menyebabkan kerugian di pihak petani.
Pengaruh erosi akan dirasakan, karena terjadi penurunan kesuburan fisik, kimia dan
biologi pada daerah yang tererosi. Namun pada daerah yang menerima erosi justru
secara kesuburan diuntungkan. Di samping keuntungan tersebut pada daerah
penampung air akan mengurangi daya tampung ataupun umur bendungan yang ada.
Untuk mengindari kerugian yang ada, perlu pencegahan terjadinya erosi yang
berlebihan. Secara kuantitatif terjadinya erosi dapat diprediksi jumlahnya. Prediksi
tersebut berguna untuk menentukan langkah-langkah antisipasi dan tindakan mitigasi
dalam konservasi. Rumus pendugaan yang umum dan telah banyak dikembangkan
adalah Universal Soil Loss Equation (USLE) atau Persamaan Umum Kehilangan Tanah
(PUKT). PUKT adalah model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi
tanah dalam jangka waktu yang panjang dari suatu areal usahatani dengan system
pertanaman dan pengelolaan tertentu. Erosi yang dapat diprediksi adalah erosi lembar
atau alur, tetapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak
memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit dan tebing sungai.
Kehilangan tanah dipengaruhi oleh erosivitas, erodibilitas, kelerengan, tanaman dan
pengelolaan oleh manusia. Perhitungan kehilangan tanah akibat erosi menggunakan
persamaan :

A = R x K x LS x C x P
Dimana :
A = Jumlah erosi per satuan luas lahan(ton/ha/th).
R = Faktor indeks erosivitas hujan dan air limpasana permukaan untuk daerah tertentu. Erosivitas
merupakan besarnya tenaga curah hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi.
K = Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tertentu. Pengukuran erodibilitas dilakukan pada petak
percobaan dengan panjang 72,6 ft (22,14 m) dan kemiringan 9 % dengan tanpa dikerjakan dalam
waktu yang panjang. Faktor erodibiltas menunjukkan mudah tidaknya partikel tanah terpecah dari
agrgegat dan terangkut oleh air hujan.
L = Faktor panjang lereng tanpa satuan. Faktor panjang lereng merupakan perbandingan besarnya
kehilangan tanah untuk panjang lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang
lereng 72,6 ft Notasi L bukan merupakan panjang lereng yang sesungguhnya di lahan.
S = Faktor kemiringan lereng tanpa satuan. Faktor kemiringan lereng merupakan perbandingan besarnya
kehilangan tanah untuk kemiringan tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk kemiringan 9
%. Notasi S bukan merupakan kemiringan yang sesungguhnya di lahan.
C = Faktor penutupan tanaman , yang merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan
tanah pada kondisi budidaya tanaman yang diinginkan dengan besarnya kehilangan tanah pada
kondisi tanpa tanaman.
P = Faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik), yang merupakan bilangan perbandingan antara
besarnya kehilangan tanah pada kondisi usaha konservasi tanah ideal dengan besarnya kehilangan
tanah pada kondisi penanaman tegak lurus terhadap garis kontur.

1. Erosivitas (R)
Dalam prediksi erosi suatu lahan dikenal istilah erosivitas yaitu perkalian antara
energi kinitek (E) dan intensitas hujan maksimal selama 30 menit (I30). Perhitungan
erosivitas pada suatu lahan dapat menggunakan rumus :

R= EI30/100

Dimana :
R = Indeks erosivitas
E = Energi kinetik (joule/m2/mm)
I30 = Intensitas hujan 30 menit maksimum

Perhitungan nilai energi kinetik sangat dipengaruhi oleh intensitas hujannya (I).
Besarnya intensitas hujan diukur dalam satuan cm/jam. Perhitungan energi kinetik
dapat menggunakan persamaan :

E = 210 + log I
Perhitungan erosivitas diatas membutuhkan data curah hujan yang dihaasilkan dari
penakar curah hujan otomatis. Sementara penakar curah hujan otomatis di wilayah
Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dikembangkan perhitungan
erosivitas yang dihasilkan dari perhitungan curah hujan yang berasal dari penakar hujan
manual. Beberapa rumus perhitungan erosivitas disajikan oleh Bols (1978) dalam Asdak
(2004) yang menggunakan data hujan manual akan disajikan berikut ini :

a. Curah hujan harian


Perhitungan ini dilakukan ketika data curah hujan tersedia dalam bentuk harian.
Nilai erosivitas bulanan dilakukan dengan menjumlah seluruh erosivitas harian selama
satu bulan. Nilai erosivitas harian disajikan dalam persamaan :
R = 2,46 (CH)2/(0,072CH + 0,725)

CH = Jumlah hujan harian (cm)


R = erosivitas harian

b. Curah hujan bulanan


Perhitungan ini dilakukan ketika data curah hujan tersedia dalam bentuk bulanan.
Nilai erosivitas bulanan disajikan dalam persamaan :
R= 2,21 CH1,36
c. Curah hujan Maksimum
Jika wilayah tersebut tersedia data curah hujan dalam bentuk harian dan hujan
maksimum disajikan dalam persamaan :
R = 6,119 CH1,21 x D-0,47 x M0,53
CH = Jumlah hujan rata-rata bulanan (cm)
D = Jumlah hari hujan dalam satu bulan
M = hujan maksimum dalam satu bulan (cm)

2. Erodibilitas (K)
Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap erosi/ kerusakan tanah.
Erodibilitas ditentukan oleh 1). ketahanan tanah terhadap pengrusakan dari luar dan 2).
kemampuan infiltrasi dan perkolasi air dalam tanah. Ketahanan tanah menentukan
mudah tidaknya tanah dihancurkan dari luar oleh air hujan, angin dan gravitasi secara
langsung atau tidak langsung melalui aliran permukaan. Air setelah sampai permukaan
tanah akan mengalami infiltrasi dan perkolasi. Dua peristiwa ini akan berhubungan
dengan kapasitas terjadinya aliran permukaan.
Selain itu kerusakan tanah dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia, biologi tanah.
Adapun sifat tanah yang berpengaruh terhadap erodibilitas adalah tekstur, kemantapan
agregat tanah, kandungan bahan organik, kapasitas infiltrasi, permeabilitas, Secara
umum erodibilitas dapat didekati dari beberapa parameter yaitu kandungan debu dan
pasir halus, bahan organik tanah, stuktur dan permeabilitas. Secara empiris nilai
erodibilitas dapat dicari dengan metode menggunakan Nomograf atau rumus.
a. Penggunaan Nomograf
Penentuan erodibilitas tanah dengan menggunakan Nomograf dipengaruhi oleh 5
parameter yaitu debu dan pasir sangat halus, pasir, bahan organik, kelas tekstur dan
permeabilitas (Gambar 5.2). Penentuan nilai K dengan menggunakan Nomograf
dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah:
1) Baca Nomograf dari sisi kiri dari skala vertikal dengan informasi yang telah
diketahui tentang persentase debu dan pasir sangat halus.
2) Ikuti secara horizontal sampai ketemu kurve persentase pasir yang sesuai, kemudian
diinterpolasi pada angka yang paling dekat.
3) Ikuti secara vertikal sampai mendapat angka kandungan unsur bahan organik yang
sesuai.
4) Kemudian ikuti penelusuran secara horizontal ke kanan.
5) Untuk tanah dengan struktur fine granuler atau fine crumb dan mempunyai tingkat
permeabilitas sedang, nilai K dapat dibaca secara langsung dari prakiraan K yang
pertama sesuai dengan urutan nomor 4.
6) Untuk jenis tanah yang lain, nilai K akan diperoleh dengan melanjutkan penelusuran
sampai ketemu pada struktur tanah dan dilanjutkan penelusuran secara vertikal
sampai ketemu pada permeabilitas yang sesuai.
7) Lanjutkan penelusuran secara horizontal ke arah skala erodibilitas ke arah kiri pada
bagian kedua untuk memperoleh nilai K.

Gambar 5.2. Nomograf Erosi Tanah

Sebagai contoh akan disajikan ilustrasi penggunaan Nomograf sesuai dengan Gambar
5.2. Hasil pengamatan dan analisis diperoleh data :
- Debu dan pasir sangat halus = 65 %
- Pasir kasar = 10 %
- Bahan organik = 1 %,
- struktur tanah = Granuler halus ( 2 )
- Permeabilitas = Agak lambat (4).
- Arah garis putus-putus (----->) menunjukkan prosedur penentuan nilai K
Berdasarkan data tersebu akan diperoleh nilai erodibiltas tanah sebesar 0,39.

b. Penggunaan Rumus
Secara umum penggunaan rumus erodibilitas menggunakan pendekatan jumlah
fraksi tanah terutama debu dan pasir sangat halus. Menurut Hamer dalam Asdak (2004)
perhitungan erodibilitas disajikan sebagai berikut.
1). Tanah dengan kandungan debu dan pasir sangat halus kurang dari 70%,
menggunakan rumus :

2,1 M1.14(10-4) (12-a) +3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)


K = ------------------------------------------------------------
100

2). Tanah dengan kandungan debu dan pasir sangat halus lebih dari 70%, menggunakan
rumus :

2,713 M1.14(10-4) (12-a) +3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)


K = ------------------------------------------------------------
100

dimana
K = Indeks Erodibilitas Tanah
M = (Jumlah % debu + % pasir sangat halus) x (100 - % Lempung) atau
menggunakan Tabel 5.1.
a = Kandungan bahan organik (%) (% C-organik x 1,724) atau Tabel 5.2
b = Harkat struktur tanah (Tabel 5.3)
c = harkat tingkat permeabilitas tanah (Tabel 5.4)

Tabel 5.1. Penilaian Ukuran Partikel (M)


Kelas Tekstur Nilai M Kelas Tekstur Nilai M
Lempung berat 210 Pasir 3035
Lempung sedang 750 Geluh pasiran 3245
Lempung pasiran 1213 Geluh lempung debuan 3770
Lempung ringan 1685 Pasir geluhan 4005
Geluh lempung pasiran 2160 Geluh 4390
Lempung debuan 2830 Geluh debuan 6330
Geluh lempungan 2830 Debuan 8245
Tabel 5.2. Kelas dan Nilai Kandungan Bahan Organik
Kelas C- organik Nilai
Sangat rendah <1 0
Rendah 1-2 1
Sedang 2,1-3 2
Tinggi 3,1-5 3
Sangat tinggi >5 (gambut) 4

Tabel 5.3. Harkat Struktur Tanah


Harkat Kriteria
1 Granuler sangat halus
2 Granuler halus
3 Granuler sedang/kasar
4 Massif, kubus, lempeng

Tabel 5.4. Harkat Permeabilitas


Harka Permeabilitas
Kriteria
t (cm/jam)
1 Cepat > 25,4
2 agak cepat 12,5 - 25,4
3 Sedang 6,25 – 12,5
4 agak lambat 2,00 – 6,25
5 Lambat 0,5-2,00
6 sangat lambat < 0.5

3. Panjang dan Slope lereng (LS)


Pada lahan pertanian akan dapat diketahui dari panjang (L) dan kemiringan lahan
(S). LS dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

LS = ((0.138S2 + 0.965S + 0.138) x L/100)1/2

Dimana :
LS = Faktor panjang dan kemiringan lahan
L = Panjang lereng (m)
S = kemiringan lahan (%)

Rumus diatas dipergunakan pada lahan yang memiliki kemiringan 3-18 %. Namun
menurut Bafdal et al (2011) bahwa lahan dengan kemiringan yang terjal sebaiknya
menggunakan rumus :
LS = (L/22)m x C (cos α)1,503 x (0,5 (sinα)1,249+(sin α)2,249)

Dimana
m = 0,5 untuk lereng 5 % atau lebih
0,4 untuk lereng 3,5-4,9 %
0,3 untuk lereng 3,5%.
C = konstanta (34,7046)
α = Sudut kemiringan lereng (derajat)
L = Panjang lereng (m)

Namun kalau mengalami kesulitan dapat menggunakan pendekatan nilai LS


berdasarkan Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 tergantung ketersediaan data.

Tabel 5.5. Nilai LS untuk Kombinasi Kemiringan dan Panjang Lereng


Kemiringan lereng (%) Panjang Lereng (m) Nilai LS
0–5 45 0,35
6 – 15 35 1,6
16 – 35 25 4,5
36 – 50 20 7,9
>50 20 4,0
Sumber : Harjowigeno dan Widiatmaka (2007)

Tabel 5.6. Nilai LS Berdasarkan Kemiringan


Kemiringan Lereng (%) Nilai LS
0-8 0,25
8-15 1,20
15-25 4,25
25-45 9,50
>45 12,00
Sumber : Harjowigeno dan Widiatmaka (2007)

4. Faktor Tanaman (C)


Tanaman seperti diatas telah dikatakan berfungsi untuk mengurangi energi kinetik.
Sehingga setiap tanaman memiliki kemampuan yang berbeda-beda terhadap
pengurangan erosi. Penentuan nilai faktor tanaman dapat dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu kelompok tanaman tunggal dan kelompok rotasi tanaman.
Tabel 5.7. Nilai C dengan Pertanaman Tunggal
Abdurachman Hammer
No Jenis Tanaman
et al (1981) (1981)
1 Rumput Brachiaria tahun 1 0,287 0,3
2 Rumput Brachiaria tahun 2 0,002 0,002
3 Kacang tunggak 0,161 -
4 Sorghum 0,242 -
5 Ubi kayu - 0,8
6 Kedela 0,399 -
7 Serai wangi 0,434 0,4
8 Kacang tanah 0,20 0,2
9 Padi lahan kering 0,561 0,5
10 Jagung 0,637 0,7
11 Padi sawah 0,01 0,01
12 Kentang - 0,4
13 Kapas, tembakau 0,5-0,7* -
14 Nanas dengan penanaman kontur
a. Mulsa dibakar 0,2-0,5* -
b. Mulsa dibenam 0,1-0,3* -
c. Mulsa dipermukaan 0,1* -
15 Tebu - 0,2
16 Pisang - 0,6
17 Talas - 0,86
18 Cabe, jahe - 0,9
19 Kebun campuran rapat - 0,1
20 Kebun campuran ubi kayu + - 0,2
kedelai
21 Kebun campuran gude+kacang 0,495 0,5
tanah
22 Tanah kosong diolah 1,0 -
23 Tanah kosong tidak diolah - -
24 Hutan tak terganggu 0,001 -
25 Semak tak terganggu 0,01 -
26 Alang-alang permanent 0,02 -
27 Alang-alang dibakar 1 kali 0,70 -
28 Semak belantara 0,51 -
29 Albizia dengan semak campuran 0,012 -
30 Albizia bersih tanpa semak dan 1,0 -
tanpa seresah
31 Pohon tanpa semak 0,32 -
32 Kentang ditanam searah lereng 1,0 -
33 Kentang ditanam menurut kontur 0,35 -
34 Pohon-pohon dibawahnya diolah 0,21 -
35 Bawang daun ditanam dalam 0,08 -
bedengan
Sumber : Harjowigeno dan Widiatmaka (2007)
Nilai faktor tanaman (C) untuk tanaman tunggal dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Sedangkan nilai C berdasarkan rotasi tanaman dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Nilai C dengan Perlakuan Rotasi Tanam


No Pengelolaan tanaman Nilai C
1 Ubik kayu + kedelai 0,181
2 Ubi kayu + kacang tanah 0,195
3 Padi + sorghum 0,345
4 Padi + kedelai 0,417
5 Kacang tanah + gude 0,495
6 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049
7 Kacang tanah + kacang tunggak 0,571
8 Padi + mulsa 4 ton/ha 0,096
9 Kacang tanah +mulsa jagung 4 ton/ha 0,120
10 Kacang tanah +mulsa clotalaria 3 ton/ha 0,136
11 Kacang tanah + kacang tanah 0,259
12 Kacang tanah + kacang jerami 0,377
13 Padi + mulsa clotalaria 3 ton/ha 0,387
14 Pola tanam gilir + mulsa jerami 6 ton/ha 0,079
15 Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0,347
16 Pola tanam berurutan 0,498
17 Pola tanam gilir+mulsa sisa tanaman 0,257
18 Pola tanam tumpang gilir 0,588
Sumber : Harjowigeno dan Widiatmaka (2007)

5. Faktor Pengelolaan (P)


Pengelolaan manusia terhadap lahan berkaitan dengan tindakan konservasi antara
lain pengolahan tanah, teras, strip dan lain-lain. Faktor P merupakan nisbah antara tanah
yang tererosi pada lahan yang telah mengalami tindakan konservasi dibandingkan
dengan lahan yang belum atau tanpa tindakan konservasi. Hasil penelitian faktor
pengelolaan (P) di pulau Jawa disajikan pada Tabel 5.9.
Kenyataan di lapangan pengelolaan konservasi dan pemilihan tanaman kadang
tidak dapat dipisahkan, sehingga pengukuran faktor C dan P akan lebih mudah kalau
digabungkan. Beberapa hasil penelitian pengabungan CP disajikan pada Tabel 5.10.
Tabel 5.9. Nilai Faktor P pada Beberapa Pengelolaan Lahan
No Jenis Tanaman Nilai P
1 Teras bangku
- Sempurna 0,04
- Sedang 0,15
- Jelek 0,35
2 Teras tradisional 0,40
3 Padang rumput (permanen grass
filed)
- Bagus 0,04
- Jelek 0,40
4 Counter cropping
- Kemiringan 0-8 % 0,50
- Kemiringan 9-20 % 0,75
- Kemiringan > 20 % 0,90
5 Limbah jerami yang digunakan
- 6 ton/ha/th 0,3
- 3 ton/ha/th 0,5
- 1 ton/ha/th 0,8
6 Tanaman perkebunan
- Penutup tanah rapat 0,1
- Penutup tanah sedang 0,5
7 Reboisasi dengan penutup tanah pada 0,3
awal
8 Strip cropping jagung-kacang tanah, 0,050
sisa tanaman dijadikan mulsa
9 Jagung kedelai, sisa tanaman 0,087
dijadikan mulsa
10 Jagung-mulsa jerami padi 0,008
11 Padi gogo-kedelai, mulsa jerami 4 0,193
ton/ha
12 Kacang tanah +kacang hijau 0,730
13 Kacang tanah +kacang hijau-mulsa 0,013
jerami
14 Padi gogo-jagung+kacang 0,267
tanah+mulsa
15 Jagung+padi gogo+ubi kayu+kacang 0,159
Tanah, sisa tanaman dijadikan mulsa
16 Teras gulud : padi + jagung 0,013
17 Teras gulud : sorghum-sorghum 0,041
18 Teras gulud : ketela pohon 0,063
19 Teras gulud : jagung-kacang tanah, 0,006
mulsa+sisa tanaman dijadikan mulsa
20 Teras gulud : jagung-kacang 0,105
tanah+kedelai
21 Teras gulud : padi-jagung-kacang 0,012
No Jenis Tanaman Nilai P
tunggak, kapur 2 ton/ha
22 Teras bangku : jagung- 0,056
ubikayu/kedelai
23 Teras bangku : sorghum-sorghum 0,024
24 Teras bangku : kacang tanah-kacang 0,009
tanah
25 Teras bangku : tanpa tanaman 0,039
26 Serai wangi 0,537
27 Alang-alang 0,021
28 Ubi kayu 0,461
29 Sorghum-sorghum 0,341
30 Crotalaria ussaramuensis 0,502
31 Padi gogo-jagung 0,209
32 Padi gogo-jagung-mulsa jerami 0,083
33 Padi gogo-jagung-kapur 2 ton/ha- 0,030
mulsa/pupuk kandang 10-20 ton/ha
34 Jagung+padi gogo+ubikayu- 0,421
kedelai/kacang tanah
35 Jagung+kacang-kacang hijau-mulsa 0,014
36 Strip crotalaria-sorghum-sorghum 0,264
37 Strip crotalaria – kacang tanah-ketela 0,405
pohon
38 Strip crotalaria-padi gogo-kedelai 0,193
39 Strip rumput-padi gogo 0,841
Sumber : Harjowigeno dan Widiatmaka (2007)

Tabel 5.10. Perkiraan Nilai CP pada Berbagai Penggunaan Lahan di Jawa


Konservasi dan Tanaman Nilai CP
Hutan
- Tak terganggu 0,01
- Tanpa tumbuhan bawah, disertai seresah 0,05
- Tanpa tumbuhan bawah, tanpa seresah 0,50
Semak
- Tak terganggu 0,01
- Sebagian berumput 0,10
Kebun
- Kebun-talun 0,02
- Kebun-pekarangan 0,20
Perkebunan
- Penutupan tanah sempurna 0,01
- Penutupan tanah sebagian 0,07
Rerumputan
- Penutupan tanah sempurna 0,01
Konservasi dan Tanaman Nilai CP
- Penutupan tanah sebagian; ditumbuhi alang-alang 0,02
- Alang-alang; pembakaran sekali setahun 0,06
- Serai wangi 0,65
Tanaman Pertanian
- Umbi-umbian 0,51
- Biji-bijian 0,51
- Kacang-kacangan 0,36
- Campuran 0,43
- Padi irigasi 0,02
Perladangan
- 1 tahun tanam-1tahun bero 0,28
- 1 tahun tanam-2 tahun bero 0,19
Pertanian dengan konservasi
- Mulsa 0,14
- Teras bangku 0,04
- Countour cropping 0,14
Sumber : Asdak (2004)
Berikut disampaikan contoh perhitungan erosi :

Sumber : Dewi et al., (2012).

B. Kerusakan Lahan
Sumberdaya alam khususnya tanah dan air pada prinsipnya merupakan
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau
degradasi. Kerusakan tanah dapat disebabkan oleh perilaku manusia maupun kejadian
alamiah yang mengakibatkan tanah tidak dapat berfungsi untuk produksi biomassa.
Kerusakan tanah akan menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan atau menghasilkan barang dan jasa (Riquier
dalam Suripin, 2001). Penyebab kerusakan tanah terdiri atas :
- Kehilangan unsur hara dan bahan organic didaerah perakaran.
- Terkumpulnya garam-garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau
terungkapnya unsure atau senyawa yang beracun bagi tumbuhan.
- Penjenuhan tanah oleh air
- Erosi.

1. Faktor Kerusakan Lahan


Berdasarkan faktor penyebab diatas, kerusakan tanah sangat dipengaruhi oleh
jenis tanah, curah hujan, kelerengan dan penggunaan lahan.
a. Jenis Tanah
Tanah dengan tersusun oleh bahan padat , bahan cair, gas dan jasad hidup
(Suripin, 2001). Menurut ukurannya penyusun tanah dibedakan menjadi lempung
dengan diameter < 0,02 mm, debu dengan diameter 0,02-0,05 mm dan pasir dengan
diameter 0,05-2 mm. berdasarkan komposisinya tanah dapat dibedakan menjadi 3
golongan yaitu :
1) Tanah berpasir yaitu tanah yang memiliki kandungan pasir > 20%, sehingga tanah
terasa kasar dan tidak lekat. Golongan tanah ini memiliki sifat meluluskan air yang
tinggi yang mengakibatkan kehilangan hara juga menjadi tinggi.
2) Tanah berlempung yaitu tanah yang mempunyai kandungan debu-lempung relative
sama. Tanah ini memiliki sifat tidak terlalu lepas dan tidak terlalu lekat.
3) Tanah lempungan yaitu tanah yang memiliki kandungan lempung > 35%. Tanah ini
sangat lengket dan keras ketika kering. Tanah in iakan mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan paling optimal.

Tabel 5.11. Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jenis Tanah


Potensi
Skor Pembobotan
Tanah Kerusakan Simbol Rating
(rating x bobot)
Tanah
Vertisol, tanah dg Sangat ringan T1 1 2
regim kelembaban
aquik
Oxisol Ringan T2 2 4
Alfisol, Mollisol, Sedang T3 3 6
Ultisol
Inceptisols, Entisol, Tinggi T4 4 8
Histosols
Spodosol, Andisol Sangat Tinggi T5 5 10
Keterangan : *Aquent, Aquepts, Aquults, Aquoxs, dsb, dengan pengecualian untuk
Sulfaquepts dan Sulfaquents yang dinilai berpotensi kerusakan tinggi.

Pada tanah yang tersusun oleh pasir akan lebih banyak mengalami kerusakan
dibandingkan dengan tanah yang disusun oleh lempung. Kerusakan tanah menurut jenis
tanah berdasakan pada tingkat ordo.Tanah yang tersusun oleh partikel lempung tinggi
cenderung memiliki potensi kerusakan rendah. Sedangkan tanah yang telah mengalami
perkembangan tingkat lanjut cenderung memiliki potensi kerusakan yang tinggi. Potensi
kerusakan tanah menurut jenis tanah disajikan pada Tabel 5.11.

b. Kelerengan
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal)
suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan
dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (prosen) dan o (derajat).
Kelerengan mempengaruhi kerusakan lahan terkait dengan besarnya erosi dan
kemampuan tanah menyimpan air hujan. Semakin besar kelerengan akan menyebabkan
kerusakan tanah yang makin tinggi. Kemiringan lereng yang dihasilkan selanjutnya
diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi Potensi
Kerusakan Tanah. Potensi kerusakan tanah menurut kelerengan lahan disajikan pada
Tabel 5.12.

Tabel 5.12. Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Kelerengan Lahan


Potensi Kerusakan Skor Pembobotan
Lereng (%) Simbol Rating
Tanah (rating x bobot)
1–8 Sangat ringan 1,1 1 3
9 – 15 Ringan 1,2 2 6
16 – 25 Sedang 1,3 3 9
26 – 40 Tinggi 1,4 4 12
> 40 Sangat Tinggi 1,5 5 15

c. Iklim
Faktor terpenting penyusun iklim yang mempengaruhi erosi tanah adalah curah
hujan. Curah hujan dapat dibedakan menurut sifatnya menjadi intensitas hujan,
distribusi hujan dan jumlah hujan. Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per
satuan waktu tertentu (mm/jam), jumlah hujan menunjukkan banyaknya hujan selama
hujan terjadi dalam periode tertentu (hari, minggu, bulan dan tahun). Distribusi hujan
adalah penyebaran waktu terjadinya hujan.
Sifat hujan tersebut diatas intensitas hujan mempunyai pengaruh terbesar
dibandingkan yang lainnya. Suatu tempat mempunyai jumlah hujan yang tinggi belum
tentu menyebabkan erosi, sebaliknya jumlah hujan yang rendah dapat menyebabkan
erosi, bila hujan yang terjadi sekali-kali saja.
Hujan yang turun akan mengenai tanah dan menghancurkan agregat tanah,
kemudian terangkut ke tempat lain. Hujan yang sampai ke permukaan tanah akan
mengalami infiltrasi, aliran permukaan, intersepsi dan penguapan. Aliran permukaan
(run off) menyebabkan erosi akan meningkat. Indikator penilaian potensi kerusakan
tanah menurut jumlah curah hujan disajikan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Indikator Potensi Kerusakan Tanah Menurut Curah Hujan
Curah Hujan Potensi Kerusakan Skor pembobotan
Simbol Rating
(mm/tahun) tanah (ratingxbobot)
< 1000 Sangat rendah H1 1 3
1000 – 2000 Rendah H2 2 6
2000 – 3000 Sedang H3 3 9
3000 – 4000 Tinggi H4 4 12
>4000 Sangat tinggi H5 5 15

d. Vegetasi
Vegetasi pada lahan akan berfungsi 1. untuk mengurangi energi kinetik hujan, 2.
Mengurangi kecepatan run off, 3. Transpirasi sehingga infiltrasi berjalan cepat, dan 4
memperbaiki stabilitas agregat. Vegetasi yang nampak di permukaan tanah
mencerminkan besarnya penutupan lahan oleh tajuk tanaman. Semakin banyak lahan
yang tertutup, kerusakan tanah akan semakin kecil dan sebaliknya lahan yang semakin
terbuka akan menyebabkan tanah memiliki potensi kerusakan yang besar. Besarnya
penutupan lahan oleh tajuk dapat dilihat dari tingkat penggunaan lahannya. Indikator
potensi kerusakan tanah menurut penggunaan lahannya dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel. 5.14. Indikator Potensi Kerusakan Tanah Menurut Penggunaan Lahan


Potensi kerusakan Skor
Penggunaan lahan Simbol Rating
tanah pembobotan
-Hutan alam Sangat rendah T1 1 2
-Sawah
-Alang-alang murni
subur
-Kebun campuran Rendah T2 2 4
-Semak belukar
-Padang rumput
-Hutan produksi Sedang T3 3 6
-Perladangan
-Tegalan (tanaman Tinggi T4 4 8
Semusim)
-Tanah terbuka Sangat tinggi T5 5 10

2. Parameter Kerusakan Tanah


Pemanfaatan lahan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan tanah.
Kerusakan tanah dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu erosi, ketebalan solum,
kebatuan permukaan, komposisi fraksi, berat isi, porositas, permeabilitas, reaksi tanah,
daya hantar listrik, potensial redoks dan jumlah mikroba.
a. Erosi
Erosi adalah proses perpindahan tanah yang hancur ke tempat lain oleh kekuatan
angin, gravitasi dan air.

b. Ketebalan Solum
Ketebalan solum adalah jarak vertikal dari permukaan tanah sampai ke lapisan
yang membatasi keleluasaan perkembangan system perakaran. Solum tanah merupakan
lapisan-lapiasan yang menyusun dalam tubuh tanah. Pada umumnya tanah tersusun oleh
lapisan organic, top soil, sub soil dan lapisan batuan induk. Sistem perakaran akan
dibatasi perkembangnya oleh lapisan pembatas yang berupa lapisan padas/batu, lapisan
beracun (garam, logam berat, alumunium, besi), muka air tanah, dan lapisan kontras.
Pengukuran ketebalan tanah dilakukan secara langsung pada profil tanah yang mewakili
satuan peta tanah (mempunyai keragaman morfologi luar) dengan menggunakan
meteran, mulai dari permukaan tanah sampai ke lapisan pembatas sistem perakaran.
Pengukuran dilakukan dengan membuat liang persegi empat ukuran panjang 200 cm,
lebar 100 cm dan kedalaman hingga lapisan pembatas, maksimum 180 cm. Pengukuran
ketebalan solum mengacu pada kebutuhan minimum perakaran untuk dapat berkembang
dengan baik. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun
2006 bahwa solum pembatas bagi pertumbuhan tumbuhan adalah < 20 cm.

c. Kebatuan Permukaan
Kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu di permukaan tanah. Batu
adalah semua material kasar yang berukuran diameter > 2 mm. Kebatuan permukaan
memagang peranan yang penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman dan
kemudahan dalam pengelolaan tanah. Tanah yang memiliki kebatuan tinggi akan
mengakibatkan penurunan jumlah tanaman, sehingga penutupan lahan juga semakin
berkurang. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006
bahwa kebatuan permukaan yang menjadi pembatas pertanaman sebesar 40 %.

d. Komposisi Fraksi
Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari pasir kuarsitik (50 –
2.000 μm) dengan debu dan lempung (< 50 μm). Tanah tidak dapat menyimpan hara
dan air bilamana kandungan pasir kuarsanya > 80 %. Pasir yang mudah lapuk
(vulkanik) yang berwarna gelap tidak termasuk dalam definisi ini. Pengamatan ini
khusus diberlakukan untuk tanah pasiran berwarna keputih-putihan yang jika diraba
dengan ibu jari dan telunjuk pada kondisi basah terasa kasar dan relatif tidak liat atau
lekat (untuk memperkirakan kadar pasir kuarsitik > 80%). Untuk tanah di luar ketentuan
di atas tidak diperlukan pengamatan lebih lanjut, cukup dengan perabaan (liat, lekat,
tidak terasa kasar akibat dominasi pasir). Pengukuran komposisi fraksi dilakukan
dengan menggunakan metode gravimetric. Komposisi fraksi pasir memegang peranan
penting dalam menentukan tata air dalam tanah yang berupa kecepatan infiltrasi,
penetrasi dan kemampuan mengikat air oleh tanah. Komposisi pasir yang makin
meningkat akan meningkatkan kecepatan infiltrasi, tetapi mengurangi kemampuan
mengikat air dan aliran permukaan (Suripin, 2001). Menurut Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa faktor pembatas komposisi fraksi
adalah koloid < 18 % dan pasir kuarsitik > 80 %.

e. Berat isi (volume)


Berat isi (volume) adalah perbandingan berat masa padatan tanah dengan
volume tanah dengan volume pori-porinya. Berat isi ini dapat dinyatakan dalam satuan
gram.cm-3. Berat volume tanah ini sangat dibutuhkan untuk konversi air dalam (%
berat) ke dalam kandungan volume (% volume), untuk menghitung porositas, untuk
menduga berat dari tanah yang sangat luas. Berat isi merupakan indicator tingkat
kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman untuk menembus tanah. Menurut
Sutanto (2005) bahwa berat isi tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan bahan
organik. Tanah mineral mempunyai berat isi 1,1 - 1,8 g.cm-3., tanah biasa 1,3 – 1,5
g.cm-3 dan tanah yang kaya abu vulkan memiliki berat isi < 0,9 g.cm-3 . Menurut
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa faktor
pembatas berat isi adalah > 1,4 g.cm-3 .

f. Porositas
Porositas total tanah adalah persentase ruang pori yang ada dalam tanah terhadap
volume tanah (PMNLH, 2006). Porositas tanah mengambarkan nisbah volume ruang
pori dengan padatan atau disebut nisbah ruang pori (pore space ratio (PSR)). Sehingga
porositas sangat tergantung pada berat isi dan berat jenis tanah. PSR akan sangat
menentukan kandungan air, udara, suhu dan unsur hara, ruang akar tanaman. Porositas
akan menentukan kemampuan tanah untuk meloloskan air serta kemampuan tanah
untuk menyimpan air dan hara. Volume pori mencakup berbagai ukuran ada yang lebar
dengan diameter > 10 um, sedang (berdiameter 10 - 0,2 um), dan halus (diameter < 0,2
um). Volume pori tanah menurut peranannya dalam menahan air dapat dibedakan
menjadi pori makro dan mikro. Pori makro tidak dapat menahan air, karena air akan
diloloskan ke bawah oleh gaya gravitasi. Sedangkan pori mikro merupakan pori yang
berukuran kecil dengan membentuk pipa kapiler dan mampu menahan air, sehingga air
tersedia bagi tanaman. Porositas ini sangat dipengaruhi oleh agihan ukuran butiran
tanah, bahan Organik dan Bentuk, ukuran da struktur tanah. Menurut Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa faktor pembatas porositas
untuk mendukung pertanaman sebesar < 30 % dan > 70 %.

g. Derajat Pelulusan Air


Derajat pelulusan air atau permeabilitas tanah adalah kecepatan air melewati
tubuh tanah secara vertikal dengan satuan cm/jam. Derajat pelolosan air sangat
dipengaruhi oleh berat isi, porositas dan komposisi fraksi. Pengukuran derajat pelulusan
air dapat menggunakan metode permeabilitas di laboratorium. Menurut Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa faktor pembatas
derajat pelolosan air sebesar < 0,7 cm/jam dan >8,0 cm/jam. Pelolosan air yang terlalu
rendah akan menyebabkan aliran permukaan besar yang berdampak pada peningkatan
erosi. Sedangkan pelolosan air yang tinggi akan menyebabkan kemampuan tanah untuk
menyimpan air dan hara menjadi rendah.

h. Reaksi Tanah
Reaksi tanah menunjukkan reaksi asam dan basa di dalam tanah. Reaksi tanah
tersebut akan mempengaruhi proses di dalam tanah, seperti laju dekomposisi bahan
organik, mineral, pembentukan mineral lempung dan secara tidak langsung
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang berupa ketersediaan unsur hara.
Suatu tanah dapat bereaksi asam atau alkalis tergantung pada konsentrasi ion H
dan OH. Reaksi asam terbentuk jika ion H lebih besar dibandingkan ion OH dan
sebaliknya. Untuk mengetahui reaksi suatu tanah dapat dicirikan dengan adanya pH
yaitu logaritma negatif dari konsentrasi ion H. Secara kimiawi tanah dikatakan asam
jika pH di bawah 6,5, basa / alkalis dengan pH lebih besar dari 7,5 dan netral dengan pH
6,6 – 7,5. Namun secara ketesediaan hara bagi tanaman pH yang terbaik terletak sekitar
6,5. Nilai pH 7 belum tentu optimum ketersediaannya bagi tanaman.
Dalam reaksi tanah dikenal dua jenis pH yaitu pH actual dan pH potensial.
Reaksi tanah aktual adalah konsentrasi H + yang terukur yang terdapat bebas di dalam
larutan tanah. Sedang pH potensial menunjukkan banyaknya ion H+ baik yang terjerap
oleh komplek koloid tanah maupun yang terdapat bebas di dalam larutan tanah. Nilai
pH aktual diukur dengan menggunakan larutan H2O, pH potensial diukur dengan
larutan KCl. Nilai pH tanah dipengaruhi oleh :
1. Kejenuhan basa tanah
2. koloid tanah
3. macam kation yang terjerap.
Tanaman dapat hidup pada pH yang ekstrim tinggi atau rendah, jika
ketersediaan unsur hara cukup. Tetapi ketersediaan hara ini sangat dip[engaruhi oleh pH
tanah. Hara yang tergantung pada pH adalah Ca, Mg, Al, dan P.
Reaksi tanah memiliki peranan yang penting dalam hal 1) Menentukan mudah
tidaknya unsur hara diserap oleh tanaman, 2) menunjukkan kemungkinan adanya hara
yang meracun dan 3) mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah.
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa
tanah akan mengalami permasalahan dalam mendukung pertanaman jika memiliki pH <
4,5 dan > 8,5.

i. Daya Hantar Listrik (DHL)


Nilai DHL adalah pendekatan kualitatif dari kadar ion yang ada di dalam larutan
tanah, di luar kompleks serapan tanah. Semakin besar kadar ionik larutan akan semakin
besar DHL-nya. DHL dinilai dengan satuan mS/cm atau μS/cm, pada suhu 25º C. Nilai
DHL > 4 mS mengkibatkan akar membusuk karena terjadi plasmolisis. DHL akan dapat
mengalami peningkatan jika terjadi penguapan yang lebih tinggi dari hujan, sehingga
akan terjadi pengendapan natrium. Pengukuran DHL dilakukan dengan melihat tahanan
listrik di dalam larutan tanah, menggunakan alat ukur Electrical Conductivity meter
(EC-meter).
j. Reaksi Reduksi-Oksidasi (Redoks) tanah
Nilai redoks adalah suasana oksidasi-reduksi tanah yang berkaitan dengan
ketersediaan atau ketidaktersediaan oksigen di dalam tanah. Jika nilai Eh < 200 mV
berarti suasana tanah reduktif (tanah di lahan kering), bila nilai Eh > - 100 mV pirit
dapat teroksidasi (tanah berpirit di lahan basah), dan bila nilai Eh > 200 mV gambut
dapat teroksidasi/ terdegradasi. Pengukuran nilai redoks menggunakan pH meter yang
mempunyai teraan redoks dan elektroda platina. Pengukuran hanya dilakukan pada
tanah tergenang lama/alamiah (stagnasi), pada tanah di lahan basah maupun di tanah di
lahan kering.Terjadinya proses pengeringan dan pengenangan akibat pengaruh curah
hujan akan menyebabkan perubahan proses oksidasi dan reduksi yang saling bergantian.
Pada kondisi tergenang akan mengakibatkan proses reduksi berlangsung, sedangkan
pada saat terjadi kekeringan akan terjadi proses oksidasi. Proses reduksi akan
menghasilkan warna kelabu kebiruan, kehijauan atau kelabu yaitu warna senyawa ferro
yang melekat pada struktur yang pejal serta mampat. Sedangkan proses oksidasi akan
menghasilkan warna kuning, karat dan merah akibat terbentuknya besi oksida (ferri).

k. Jumlah Mikroba Tanah


Jumlah mikroba tanah adalah total populasi mikroba di dalam tanah yang diukur
dengan colony counter. Pada umumnya jumlah mikroba normal adalah 107 cfu/g tanah.
Tanah dikatakan rusak bila jumlah tersebut < 102 cfu/g tanah baik untuk di lahan kering
maupun di lahan basah. Pengukuran ini sulit untuk dilaksanakan di lapangan, untuk itu
pengukuran parameter ini hanya dilakukan pada kondisi spesifik, misalnya tanah
tercemar limbah B3.

3.Analisis Kerusakan Lahan


Analisis kerusakan lahan dilakukan dengan cara :
a. Penyusunan Peta Potensi Kerusakan Tanah
Penyusunan peta potensi kerusakan tanah disusun dengan cara overlay peta
tanah, kelerengan, iklim dan penggunaan lahan, sehingga diperoleh satuan potensi
kerusakan lahan. Hasil overlay diklasifikasi tingkat kerusakan tanah berdasarkan
penjumlahan skor dengan parameter kerusakan tanah digunakan untuk
mengelompokkkan terhadap akumulasi tematik. Kriteria pembagian kelas potensi
kerusakan tanah menurut jumlah skor disajikan pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15. Kriteria Kelas Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jumlah Skor
Simbol Potensi kerusakan tanah Skor Pembobotan
PR. I Sangat rendah < 15
PR. II Rendah 15 – 24
PR. III Sedang 25 – 34
PR. IV Tinggi 35 – 44
PR. V Sangat Tinggi 45 - 50
b. Verifikasi dan Pengambilan Sampel Tanah.

Verifikasi lapangan bertujuan untuk membuktikan kebenaran hasil pemetaan


potensi kerusakan tanah yang telah disusun. Kegiatan verifikasi lapangan dilakukan
dengan menggunakan metode survey.

c. Analisis Laboratorium

Setelah pengambilan sampel tanah dari lapangan sebagai contoh yang


mewakili lapangan akan dilakukan analisis laboratorium. Parameter analisis
laboratorium terdiri atas reaksi tanah (pH), daya hantar listrik, Berat jenis, berat
volume, Porositas, Tekstur dan jumlah Mikrobia. Metode analisis laboratorium
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Metode analisis mengacu pada
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2006 bagian Lampiran
yaitu .

No Parameter Metode
1 Berat isi/volume Gravimetri
2 Berat jenis Piknometer
3 Porositas Perhitungan BI dan BJ
4 Komposisi fraksi Gravimetri
5 Reaksi tanah pH stick
6 Daya hantar listrik (DHL) Tahanan listrik
7 Jumlah mikrobia Plating technique
8 Derajat Pelulusan Air Permeabilitas

d. Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah


Peta status kerusakan tanah didasarkan pada hasil analisis laboratorium.
6. KEBUTUHAN AIR

A. Pengertian
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dimanfaatkan tanaman untuk
menghasilkan produk. Kebutuhan air tanamn merupakan akumulasi kehilangan air baik
melalui evaporasi maupun transpirasi. Evaporasi merupakan proses penguapan air melalui
permukaan tanah. Transpirasi merupakan proses penguapan melalui jaringan tanaman.
Gabungan penguapan melalui permukaan tanah dan tanaman disebut evapotranspirasi.
Kebutuhan air dipengaruhi oleh faktor pertanaman, tanah dan lingkungan (iklim).
Faktor pertanaman berkaitan langsung dengan jenis, fase pertumbuhan, stotama, dan bentuk
dan struktur daun. Faktor tanah terkait dengan jenis, tekstur, struktur tanah dan kemampuan
menahan air. Iklim sebagai penentu kecepatan penguapan ditentukan oleh semua unsur
iklim.

B. Perhitungan Kebutuhan Air


Perhitungan kebutuhan air didekati dengan nisbah evapotranspirasi tanaman (ETc)
dengan evapotranspirasi potensial (ETo). Nisbah evapotranspirasi tanaman dengan
evapotranspirasi potensial disebut koefisien tanaman (kc). Selanjutnya Etc dihitung dengan
persamaan :

Etc = kc * ETo

Tabel 2.1. Nilai Koefisien Tanaman (kc) beberapa tanaman


Nilai kc pada fase
Tanaman Pert. Pert.
Pert. Aktif Pert. Maks Panen
Awal Akhir
Anggur 0.4 – 0.5 0.7 - 0.8 1.05 - 1.25 0.8 - 0.9 0.65 - 0.7
Bawang 0.4 – 0.6 0.7 - 0.8 0.95 - 1.1 0.75 - 0.85 0.75 - 0.85
Bit gula 0.4 – 0.5 0.75 -0.85 1.05 - 1.02 0.9 - 1.0 0.6 - 0.7
B. Matahari 0.3 – 0.4 0.7 - 0.8 1.05 - 1.2 0.7 - 0.8 0.35 - 0.45
Jagung biji 0.3 - 0.5 0.7 - 0.85 1.05 - 1.2 0.8 - 0.95 0.55 - 0.6
Jagung manis 0.4 - 0.5 0.7 - 0.9 1.05 - 1.2 1.0 - 1.15 0.95 - 1.1
k. tanah 0.3 - 0.5 0.7 - 0.8 0.95 - 1.1 0.75 - 0.85 0.55 - 0.6
Kapas 0.4 - 0.5 0.7 - 0.8 1.05 - 1.1 0.8 - 0.9 0.65 - 0.7
Kedelai 0.3 - 0.4 0.7 - 0.8 1.0 - 1.15 0.7 - 0.8 0.4 - 0.5
Kentang 0.4 - 0.5 0.7 - 0.8 1.05 - 1.2 0.8 - 0.95 0.7 - 0.75
Kubis 0.4 - 0.5 0.7 - 0.8 0.95 - 1.1 0.8 - 0.9 0.8 - 0.95
Lada 0.3 - 0.4 0.6 - 0.75 0.95 - 1.1 0.8 - 0.9 0.8 - 0.9
Padi 1.1 –1.15 1.1 - 1.15 1.1 - 1.3 0.95 -1.05 0.9 - 1.05
Semangka 0.4 – 0.5 0.7 - 0.8 0.95 - 1.05 0.8 - 0.9 0.65 - 0.75
Sorgum 0.3 – 0.4 0.7 - 0.75 1.0 - 1.15 0.75 - 0.8 0.5 - 0.55
Tebu 0.3 – 0.5 0.7 - 1.0 1.0 - 1.3 0.75 - 0.8 0.5 - 0.6
Tembakau 0.3 – 0.4 0.7 - 0.8 1.0 - 1.2 0.9 - 1.0 0.75 - 0.85
Tomat 0.4 – 0.5 0.7 - 0.8 1.05 - 1.25 0.8 - 0.95 0.6 - 0.65
Gandum 0.3 – 0.4 0.7 - 0.8 1.05 - 1.2 0.65 - 0.75 0.2 - 0.25
Angka sebelah Kiri : kelembaban tinggi (RH>.70%), kecepatan angina rendah ( KA<
5m/detik)
Angka sebelah kanan : kelembaban rendah (RH <70%), kecepatan angina rendah (
KA>5m/detik)

Pengukuran evapotranspirasi secara langsung dapat menggunakan metode :


1. Lisimeter
2. Plot lapangan
3. Pengurangan lengas
4. Neraca air

Metode pendugaan evapotranspirasi dengan menggunakan


1. Panci evaporasi
Eto = Kp x Epan
Dimana Eto = Evapotranspirasi
Kp = Koefisien panci
Epan = Evaporasi panci Klas A

2. Blaney Cridley
Eto = C (p(0,46T+8)
Dimana :
C = faktor penyesuaian yang tergantung pada RH, PP dan kecepatan angin
p = persentase rerata jam siang
T = temperatur

3. Penman
Eto = C (W.Rn+(1-W).f(u)(ea-ed)
Dimana
C = faktor penyesuaian cuaca siang dan malam
W` = faktor yang tergantung suhu
Rn = radiasi netto
f(u) = faktor kecepatan angin
ea-ed = perbedaan tekanan udara
4. Radiasi.

Eto = C (W.Rs)

Dimana
C = faktor penyesuaian RH, kecepatan angin siang hari
W = faktor untuk memasukkan faktor ketinggian
Rs = radiasi netto

D. Neraca air
Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik
pohon maupun semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang dapat
diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Bila
jumlah air dalam tandon berkurang terjadilah perebutan antara akar-akar berbagai jenis
tanaman yang ada untuk mengambil air. Dalam hal ini terjadi kompetisi untuk mendapatkan
air guna mempertahankan pertumbuhan masing-masing jenis tanaman.
Lapisan perakaran sebagai tandon (reservoir) yang menyimpan air dapat diisi ulang
melalui peristiwa masuknya air dari tempat lain, misalnya hujan, irigasi, aliran lateral atau
aliran ke atas (kapiler). Masuknya air hujan dan irigasi ke lapisan perakaran melalui
peristiwa yang disebut infiltrasi. Aliran air masuk dan ke luar lapisan perakaran ini
dinamakan siklus air. Besaran tiap komponen siklus dapat diukur dan digabungkan satu
dengan yang lain sehingga menghasilkan neraca air atau kesetimbangan air.
Neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran air ke dalam dan
aliran air keluar di sutau wilayah dalam periode waktu tertentu dari proses sirkulasi air
(Sosrodarsono dan Takeda, 1978). Pelajaran neraca air menggunakan pedekatan ilmu fisika
dengan konsep dasar hokum kekekalan masa. Hukum kekekalan masa menyatakan bahwa
suatu materi tidak dapat bertambah atau berkurang, tetapi yang terjadi merupakan perubahan
bentuk dan berpindah tempat. Dalam siklus hidrologi air dapat berubah wujud dari padat
menjadi cair atau gas, dari cair menjadi gas atau padat, dari gas menjadi cair atau padat.
Perpindahan tempat dapat terjadi dari atas ke bawah dan sebaliknya, dari kanan ke kiri dll.
Berdasarkan hukum kekekalan masaa neraca air dapat diformulasikan menjadi
persamaan maraca air. Persamaan neraca air adalah masukan sama dengan keluaran. Dalam
praktek kehidupan dilapangan neraca air dapat dibagi menjadi neraca air umum, neraca air
lahan dan neraca air lahan tanaman.

Neraca air umum


Neraca air umum merupakan pendekatan dari aspek klimatologi. Persamaan neraca
air umum adalah :
CH = ETp + S

Dimana :
CH = Curah hujan (mm), ETp = Evapotranspirasi potensial (mm) dan S = Surplus air (mm)

Dalam neraca air umum masukan berupa curah hujan, sedangkan keluaran berupa
evapotranspirasi dan surplus air lahan. Neraca air umum dapat dimanfaatkan untuk
mengetahu periode basah dan kering suatu wilayah. Periode basah ditunjukkan terjadinya
kelebihan curah hujan dibandingkan keluaran, sedangkan periode basah ditunjukkan curah
hujan lebih kecil dibandingkan dengan keluaran air.

Neraca Air Lahan


Dalam perhitungan neraca air lahan telah memperhitungkan factor tanah disamping aspek
klimatologi. Keterlibatan aspek tanah diperlihatkian dari kandungan air tanah yang terlihat
dari kapasitas lapang dan titik layu permanen. Dalam perhitungan neraca air lahan belum
memperhatikan aspek tanaman, sehingga kondisi pertanaman diabaikan. Menurut Junaedi
(2009) neraca air lahan dapat dihitung dengan persamaan :

M=K
CH = ETP + SCH
CH = ETP + dKAT + S
S = CH – ETP-dKAT
Dimana :
M = masukan, K = keluaran, CH = Curah Hujan (mm/bulan), ETP = Evapotranspirasi
(mm/bulan), S = Surplus air dan dKAT = Perubahan kadar air tanah.

Neraca air lahan tanaman


Neraca air lahan tanaman telah melibatkan aspek klimatologi, tanah dan tanaman.
Aspek klimatologi dan tanah seperti pada aspek lahan, sedangkan tanaman akan
diperhitungkan berdasarkan evapotranspirasi actual (Eta). Evapotranspirasi actual
dicerminkan dari nilai koefisien tanaman. Koefisien tanaman tergantung pada fase
pertumbuhan, jenis tanaman dan letak daun.

Eta = kc x ETP
Sehingga neraca air lahan tanaman dapat dirumuskan menjadi
CH = ETa + S

Simpanan air tanah, infiltrasi dan evaporasi


Kesetimbangan air dalam suatu sistem tanah-tanaman dapat digambarkan melalui
sejumlah proses aliran air yang kejadiannya berlangsung dalam satuan waktu yang berbeda-
beda. Beberapa proses aliran air dan kisaran waktu kejadiannya yang dinilai penting adalah :
1. Hujan atau irigasi (mungkin dengan tambahan aliran permukaan yang masuk ke petak
atau run-on) dan pembagiannya menjadi infiltrasi dan limpasan permukaan (dan/atau
genangan di permukaan) dalam skala waktu detik sampai menit.
2. Infiltrasi kedalam tanah dan drainasi (pematusan) dari dalam tanah melalui lapisanlapisan
dalam tanah dan/atau lewat jalan pintas seperti retakan yang dinamakan by-pass flow
dalam skala waktu menit sampai jam.
3. Drainasi lanjutan dan aliran bertahap untuk menuju kepada kesetimbangan hidrostatik
dalam kala waktu jam sampai hari.
4. Pengaliran larutan tanah antara lapisan-lapisan tanah melalui aliran massa (mass flow)
5. Penguapan atau evaporasi dari permukaan tanah dalam skala waktu jam sampai hari.
6. Penyerapan air oleh tanaman dalam skala waktu jam hingga hari, tetapi sebagian besar
terjadi pada siang hari ketika stomata terbuka.
7. Kesetimbangan hidrostatik melalui sistem perakaran dalam skala waktu jam hingga hari,
tetapi hampir semua terjadi pada malam hari pada saat transpirasi nyaris tidak terjadi.
8. Pengendali hormonal terhadap transpirasi (memberi tanda terjadinya kekurangan air)
dalam skala waktu jam hingga minggu.
9. Perubahan volume ruangan pori makro (dan hal lain yang berkaitan) akibat penutupan dan
pembukaan rekahan (retakan) tanah yang mengembang dan mengerut serta pembentukan
dan penghancuran pori makro oleh hewan makro dan akar. Peristiwa ini terjadi dalam
skala waktu hari hingga minggu. Pengaruh utama kejadian adalah terhadap aliran air
melalui jalan pintas (by-pass flow) dan penghambatan proses pencucian unsur hara.

Kesetimbangan air dalam tanah terdiri dari (1) Infiltrasi, (2,3,4) Redistribusi air dan
larutan dalam profil tanah, pengisian kembali air tanah (2) dan drainasi atau pencucian
kelebihan air dari dasar profil tanah, (5) Evaporasi tanah, (6) Penyerapan air oleh akar pohon
dan tanaman semusim, (7) Kesetimbangan hydraulik melalui akar pohon, (8). Tanda (signal)
kekeringan yang mempengaruhi pembagian air ke batang/akar, (9) Aliran larutan lewat jalan
pintas (bypass flow) Model WaNuLCAS ini menggabungkan proses-proses yang disebutkan
dalam butir 1sampai dengan butir 7, di mana semuanya dipadukan dalam skala waktu harian
pada petakan kecil (patch scale). Ringkasan keluaran neraca air hasil simulasi WaNuLCAS
dapatdilihat pada Tabel 1.
Infiltrasi, yang besarnya tergantung dari intensitas hujan, kemiringan lahan dan
kandungan air tanah, secara empiris dapat dibagi pada skala petak kecil atau patch scale.
Limpasan permukaan keluar dan masuk batas zona-zona yang ada dalam model WaNuLCAS
menyebabkan terjadinya re-distribusi air diantara zona-zona tersebut.
Infiltrasi didekati dengan model “tipping bucket” (ibarat sendok yang diisi air, baru
dituangkan bila sudah penuh dan kembali diisi sampai penuh baru ditumpahkan lagi dan
seterusnya). Lapisan tanah paling atas diisi air sampai penuh kemudian baru mengisi lapisan
dibawahnya, demikian seterusnya sampai tercapai kapasitas lapangan. Kondisi kapasitas
lapangan diperhitungkan dengan melihat kurva karakteristik air tanah (kurva pF). Penguapan
atau evaporasi tanah tergantung pada penutupan permukaan tanah (didasarkan pada LAI
pohon dan tanaman semusim) dan kandungan air dalam lapisan tanah atas.Penguapan tanah
berhenti bila potensial air di lapisan tanah atas mencapai – 16.000 cm.

Serapan air
Penyerapan air oleh tanaman dikendalikan oleh (a) kebutuhan untuk transpirasi, (b)
dipengaruhi oleh kerapatan total panjang akar dan (c) kandungan air tanah di lapisan jelajah
akar tanaman. Cara perhitungan yang dipergunakan oleh De Willigen & Van Noordwijk
(1987, 1991) didasarkan pada prosedur iteratif. Persamaan tahanan tanah + tanaman sebagai
fungsi dari kecepatan aliran dan persamaan kecepatan aliran sebagai fungsi dari tahanan-
tahanan yang terkait dipecahkan secara bersamaan (simultan).
7. SISTEM IRIGASI DAN DRAINASE

Irigasi adalah proses penambahan air untuk memenuhi kebutuhan lengas tanah bagi
pertumbuhan tanaman (israelsen & hansen, 1980). Irigasi adalah usaha penyediaan dan
pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi rawa (PP Irigasi no 77/2001). Irigasi adalah
usaha penyediaan, pengaturan, pemanfaatan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa dan irigasi tambak (PP Irigasi no 20/2006).
Saat ini, pembangunan irigasi untuk lahan pertanian sedang gencar dilakukan untuk
membantu meningkatkan produksi hasil. Dengan adanya irigasi, lahan tidak lagi
mengandalkan hujan yang tidak menentu waktunya. Ada banyak jenis irigasi dan masing-
masing akan memberikan kebutuhan air dengan cara yang berbeda.
Masing-masing jenis irigasi membutuhkan syarat pengelolaan yang spesifik. Kriteria
kesesuaian lokasi dari masing-masing jenis irigasi juga berbeda. Selain itu, jenis tanaman
yang dibudidayakan juga menentukan pemilihan teknik irigasi yang akan diterapkan. Jenis
tanaman yang diusahakan sebaiknya tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, karena
umumnya pembuatan irigasi membutuhkan biaya yang cukup tinggi.Fungsi irigasi :
memasok kebutuhan air tanaman, menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan,
menurunkan suhu tanah, mengurangi kerusakan akibat frost, melunakkan lapis keras pada
saat pengolahan tanah
Irigasi menurut cara pengalirannya :
a. Saluran terbuka (open channel)
b. Jaringan pipa
Irigasi menurut cara distribusi di lahan :
a. Irigasi permukaan
b. Irigasi curah
c. Irigasi tetes
Alsintan pendukung irigasi terdiri Pompa air, penampung air, pipa irigasi dan
kelangkapannya

Irigasi Permukaan (surface irrigation)


Irigasi permukaan merupakan penerapan irigasi dengan cara mendistribusikan air ke
lahan pertanian dengan memanfaatkan gravitasi atau membiarkan air mengalir dengan
sendirinya di lahan. Jenis irigasi ini adalah cara yang paling banyak digunakan petani.
Pemberian air bisa dilakukan dengan mengalirkan di antara bedengan supaya lebih efektif.
Pemberian air biasanya juga dilakukan dengan menggenangi lahan dengan air sampai
ketinggian tertentu.
Irigasi permukaan cocok digunakan pada tanah yang bertekstur halus sampai sedang.
Untuk tanah bertekstur kasar akan sulit menerapkan sistem ini karena sebagian besar air
akan hilang pada saluran dan yang berupa penggenangan cocok diterapkan pada daerah
dengan topografi relatif datar agar pemberian air dapat merata pada areal pertanaman.

Irigasi Curah (sprinkler irrigation)


Irigasi curah merupakan cara irigasi dengan menyemprotkan air ke udara dan kemudian
air jatuh ke permukaan tanah seperti air hujan. Tujuan dari cara ini adalah agar air dapat
diberikan secara merata dan efisien pada areal pertanaman, dengan jumlah dan kecepatan
penyiraman kurang atau sama dengan laju infiltrasi. Dengan demikian dalam proses
pemberian air tidak terjadi kehilangan air dalam bentuk limpasan.
Sistim irigasi curah cocok pada daerah di mana kecepatan angin tidak terlalu besar, yang
menyebabkan sebagian air yang diberikan hilang melalui evaporasi. Dengan demikian
efisiensi penggunaan air irigasi yang lebih tinggi dapat dicapai. Jumlah air irigasi yang
diaplikasikan pada sistem irigasi curah akan bervariasi sesuai dengan tekstur tanah dan
kedalaman akar tanaman.

Irigasi Tetes / Mikro


Irigasi tetes : suatu sistem untuk memasok air (dan pupuk) tersaring ke dalam tanah
melalui suatu pemancar / emitter / dripper, dengan debit air kecil dan kosntan serta tekanan
rendah. Sifat air irigasi tetes menyebar di tanah baik ke samping maupun ke bawah karena
gaya kapiler dan gravitasi. Bentuk sebaran air tergantung jenis tanah, kelembaban,
permeabilitas tanah, dan jenis tanaman.
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada
permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan secara sinambung dan perlahan
pada tanah di dekat tumbuhan. Alat pengeluaran air pada sistem irigasi tetes disebut emiter
atau penetes. Setelah keluar dari penetes (emiter), air menyebar ke dalam profil tanah secara
horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas dan gravitasi.
Irigasi tetes cocok untuk tanah yang tidak terlalu kering. Luas daerah yang diairi
tergantung pada besarnya debit keluaran dan interval, struktur dan tekstur tanah, kelembaban
tanah, serta permeabilitas tanah. Cara ini bertujuan untuk memanfaatkan air dalam jumlah
terbatas dalam budidaya tanaman sayur di lahan kering.

Irigasi Bawah Permukaan (Sub-surface irrigation)


Sistim irigasi bawah permukaan merupakan salah satu bentuk dari irigasi mikro, namun
jaringan atau alat irigasinya diletakkan di bawah permukaan tanah. Irigasi ini bisa berupa
pipa-pipa semen dengan diameter 10 cm dan tebal dinding 1 cm yang disambung-sambung.
Sistim irigasi bawah permukaan lebih sesuai diterapkan pada daerah dengan tekstur
tanah sedang sampai kasar, agar tidak sering terjadi penyumbatan pada lubang-lubang
tempat keluarnya air. Selain itu, kadar garam tanah yang rendah juga dibutuhkan untuk jenis
irigasi ini, Dengan demikian target pengairan untuk mengairi langsung pada sasaran akar
tanaman dapat dicapai dengan efektif.
Drainase adalah suatu proses pengeluaran air irigasi berlebih ke luar darilahan
pertanaman. Aturan-aturan tentang drainase lahan pertanian adalah sebagai berikut :
a) Setiap pembangunan jaringan irigasi dilengkapi dengan pembangunan jaringan drainase
yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan.
b) Jaringan drainase sebagaimana berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air agar tidak
mengganggu produktivitas lahan.
c) Kelebihan air irigasi yang dialirkan melalui jaringan drainase harus dijaga mutunya
dengan upaya pencegahan pencemaran agar memenuhi persyaratan mutu berdasarkan
peraturan perundangundangan.
d) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perkumpulan petani
pemakai air, dan masyarakat berkewajiban menjaga kelangsungan fungsi drainase.
Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang dapat mengganggu fungsi drainase.
8. IMPLEMENTASI PENGELOLAAN TANAH DAN AIR

A. Dasar Pengelolaan Lahan


Dalam pengelolaan lahan seringkali memiliki tujuan yang berbeda-beda. Tujuan
pengelolaan lahan berupa usahatani dan konservasi. Sebaiknya kedua tujuan tersebut
disatukan menjadi sistem budidaya pertanian yang berkelanjutan atau dengan
pendekatan konservasi. Lahan akan tetap berproduksi secara berkelanjutan jika
diterapkan teknik konservasi yang tepat. Dasar pemilihan teknik konservasi tanah dan
air umumnya mempertimbangkan iklim, kemiringan lahan dan kedalaman tanah.
1. Iklim.
Iklim yang dominant dalam pengelolaan lahan berupa hujan. Jumlah curah hujan,
intensitas dan distribusi hujan merupakan faktor utama dalam menentukan teknik
konservasi air yang sesuai untuk suatu lokasi. Pada lokasi dengan curah hujan tinggi
teknik konservasi air diarahkan untuk memanen air hujan dan/atau aliran permukaan
sedangkan pada lokasi dengan curah hujan rendah teknik konservasi air selain diarahkan
untuk memanen air hujan juga lebih diarahkan untuk menanggulangi kehilangan air
melalui evaporasi.
2. Kemiringan Lahan.
Semakin besar kemiringan lahan maka semakin cepat laju aliran permukaan, daya
kikis dan daya ngkut air juga semakin besar. Sehingga untuk lahan yang memiliki
kemiringan lahan tinggi konservasi air yang paling sesuai adalah konservasi untuk
memperlambat laju aliran permukaan dan memperpendek panjang lereng sehingga
memberi kesempatan lebih lama bagi air untuk meresap ke dalam tanah.
3. Kedalaman Efektif tanah.
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah diukur dari permukaan sampai
sejauh mana akar tanaman dapat menembus tanah, sedangkan kedalaman solum adalah
ketebalan tanah di atas bahan induk tanah. Pada tanah yang bersolum dalam atau
mempunyai kedalaman efektif yang dalam, hampir semua teknik konservasi air dapat
diterapkan, sedangkan pada tanah bersolum tipis perlu dipilih teknik konservasi air yang
tidak banyak membongkar atau menyingkap tanah.

B. Jenis Pengelolaan Lahan


Secara umum lahan dapat dibedakan menjadi lahan basah dan lahan kering.
Pengolongan lahan ini didasarkan atas ketersediaan air. Lahan basah memiliki
ketersediaan air yang melimpah. Jenis pengelolaan lahan di lahan basah dapat dilakukan
dengan cara :
- Reklamasi lahan berkadar bahan organik rendah
- Pengembangan sistem intensifikasi padi
- Teknik tata air mikro dan surjan
- Konsolidasi pengelolaan usahatani (corporate farming)
- Pengembangan sistem irigasi tetes
- Penerapan pemupukan berimbang
Lahan kering merupakan lahan yang memiiki keterbatasan dalam penyediaan air. Jenis
pengelolaan lahan kering dapat dilakukan dengan cara :
- Usahatani konservasi terpadu
- Pengembangan embung dan pemanenan air
- Ameliorasi dan pemupukan
- Pengembangan irigasi bertekanan dan pompanisasi

C. Teknik Konservasi Tanah dan Air


Secara umum pengelolaan lahan dapat didekati dengan pemilihan teknik konservasi
tanah dan air. Teknik konservasi dibedakan menjadi dua, yaitu teknik konservasi
mekanik/teknis dan vegetatif. Konservasi tanah secara mekanik/teknis adalah semua
perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi
aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung
usahatani secara berkelanjutan. Konservasi teknik vegetatif, yaitu penggunaan
tumbuhan/ tanaman dan sisa-sisa tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa dan pupuk hijau),
serta penerapan pola tanam yang dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun.

1. Konservasi SecaraVegetatif
Konservasi tanah secara vegetatif adalah teknik konservasi lahan yang didasarkan
pada peran tanam-tanaman dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi pada
khususnya serta peningkatan kesuburan tanah pada umumnya. Menurut Pentiwati
(2011) bahwa konservasi secara vegetatif memiliki sifat-sifat:
a. Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar
granulasi tanah.
b. Penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi.
c. Di samping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan
peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah
terjadinya erosi.
d. Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya
yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani.
Tindak pengelolaan secara vegetatif antara lain :
a. Pergiliran pola tanam
b. Penggunaan mulsa
c. Tanaman penutup tanah
d. Penguat teras
e. Budidaya lorong

a. Pergiliran Pola Tanam


Pergiliran tanaman merupakan pengaturan jenis tanaman dari waktu ke waktu yang
bertujuan untuk memperoleh sifat tanh yang menguntungkan bagi tanaman. Dalam
pemilihan jenis tanaman tetap mempertimbangkan kebutuhan dan daya serap hara.
Secara umum pergiliran tanaman ini dikenal dengan istilah pola tanam. Pola tanam
ditentukan oleh faktor iklim, terutama ketersediaan curah hujan.Curah hujan yang
berperan adalah jumlah hujan dan sebarannya. terutama jumlah bulan basah dengan
curah hujan >200 mm, jumlah bulan kering dengan curah hujan <100 mm, dan bulan
sedang dengan curah hujan 100-200 mm. Daerah yang mempunyai bulan basah 4 bulan
berturut-turut dapat ditanami padi gogo. Daerah dengan bulan sedang selama tiga bulan
berturut-turut cocok untuk palawija. Daerah dengan bulan kering panjang, kemungkinan
masih dapat ditanami berbagai tanaman semusim yang toleran kekeringan, seperti
kacang tunggak, kacang hijau, kacang gude dan sayuran. Aplikasi pergiliran tanaman
dapat dilakukan dengan tumpang gilir (bersusulan) maupun tumpangsari (bersisipan).

1) Tanam bersusulan (tumpang gilir)


Pertanaman bersusulan (relay cropping) atau tanam berurutan adalah sistem
bercocok tanam dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah
selama satu tahun; tanaman musim kedua ditanam sebelum panen tanaman musim
pertama. Contohnya adalah tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada
awal musim hujan dan kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen
jagung. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas penggunaan lahan dan
menjaga agar permukaan tanah selalu tertutup tanaman. Selain itu, sistem ini juga
dimaksudkan untuk mempercepat penanaman tanaman pada musim kedua, sehingga
masih mendapatkan air hujan dengan jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan
produksinya.

2) Tanam bersisipan (tumpang sari)


Tanam bersisipan atau tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari satu
macam tanaman pada lahan yang sama secara simultan, dengan umur tanaman yang
relatif sama dan diatur dalam barisan atau kumpulan barisan secara berselang-seling
seperi: padi gogo + jagung - jagung + kacang tanah. Pada musim pertama di awal
musim hujan, padi gogo ditanam secara tumpang sari dengan jagung. Pada musim
tanam kedua (musim kemarau), jagung ditumpangsarikan dengan kacang tanah.
Pengaturan pola tanam dapat memperoleh keuntungan :
1) Memperbaiki kesuburan tanah
2) Mempertahankan produktivitas tanah
3) Diversifikasi produksi
4) Mengendalikan hama penyakit
5) Meningkatkan kandungann serta sumber bahan organik
6) Mengurangi erosi
7) Mengurangi pemupukan

b. Penggunaan Mulsa
Penggunaan mulsa adalah teknik penutupan permukaan tanah baik sebagian atau
semua dengan menggunakan sisa tanaman, pangkasan tanaman atau bahan sintetis
dengan tujuan untuk mengurangi pukulan hujan dan mempertahankan kelembaban
tanah. Macam mulsa dapat berupa, mulsa sisa tanaman (organik), lembaran plastik dan
mulsa batu.
Penggunaan mulsa organik dilakukan dengan cara disebarkan di atas permukaan
tanah secara rapat untuk menghindari kerusakan permukaan tanah dari terpaan hujan.
Selain itu, sumber bahan hijauan atau sisa tanaman dapat ditumpuk memanjang searah
kontur, dengan tujuan menghambat laju aliran permukaan. Jenis hijauan yang dapat
ditumpuk di kontur terutama bagi bahan hijauan yang mempunyai struktur memanjang
seperti batang dan daun jagung atau jerami padi. Mulsa selain perbaikan fisik juga
ditujukan untuk perbaikan sifat kimia tanah. Perbaikan kimia atau kesuburan dilakukan
dengan mencampur antara bahan yang cepat melapuk dan lambat melapuk. Bahan
hijauan atau biomasa yang cepat melapuk (seperti sisa tanaman kacang-kacangan)
berguna untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan hara secara cepat,
sedangkan biomasa yang relatif lambat melapuk (seperti jerami padi, batang jagung)
berguna untuk menghambat laju aliran permukaan. Penggunaan mulsa sintetis/plastic
dilakukan dengan membentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman.
Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa dipakai sebagai mulsa
untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang disusun
rapat hingga tidak terlihat lagi. Ukuran batu-batu berkisar antara 2-10 cm.
Penggunaan mulsa ini akan diperoleh keuntungan :
1) Mencegah erosi
2) Menekan pertumbuhan gulma
3) Meningkatkan aktivitas mikroorganisme
4) Menjaga kelembaban tanah, sehingga penggunaan air lebih efisien.
5) Sebagi sumber bahan organik.
Adapun kelemahan dengan penggunaan mulsa berupa :
1) Kadang menjadi sarang hama dan penyakit
2) Tidak cocok untuk daerah yang beriklim terlalu basah
3) Pada daerah miring kesulitan distribusinya.
4) Bahan mulsa tidak selalu tersedia

c. Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop)


Tanaman penutup tanah ditanama untuk mengendalikan erosi dan menjaga
kesuburan tanah melalui penyediaan bahan organik (pupuk hijau). Pada penutup tanah
disamping sebagai perbaikan tanah juga berperan sebagai penyedia pakan ternak dan
penekan tanaman penganggu.
Menurut jenis dan tingkat pertumbuhannya tanaman penutup tanah dapat dibagi
menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1) Jenis merambat (rendah) contoh : Colopogonium moconoides, Centrosoma sp,
Ageratum conizoides,Pueraria sp.
2) Jenis perdu/semak (sedang) contoh : Crotalaria sp, Acasia vilosa.
3) Jenis pohon (tinggi) contoh – Leucaena leucephala (lamtoro gung), Leucaena glauca
(lamtoro lokal), Ablizia falcataria.
4) Jenis kacang-kacangan contoh : Vigna sinensis, Doli-chos lablab (komak).
Keuntungan penggunaan tanaman penutup tanah adalah :
1) Mempertahankan kesuburan tanah secara fisik, kimia dan biologi
2) Meningkatkan kandungan bahan organik
3) Mempertahankankelembaban tanah
4) Mengurangi pertumbuhan gulma
Menurut Ridiah dalam Pentiwati (2011) bahwa persyaratan tanaman yang
berfungsi sebagai penutup tanah adalah :
1) Mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji,
2) Mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman
pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan
tingkat kesuburan tanah yang tinggi,
3) Tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun,
4) Toleransi terhadap pemangkasan,
5) Resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan,
6) Mampu menekan pertumbuhan gulma,
7) Mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim
atau tanaman pokok lainnya,
8) Sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan
9) Tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur
yang membelit.

d. Penanaman Larikan/Penguat Teras


Penanaman larikan rumput atau penguat teras bertujuan untuk memperpendek
panjang lereng, memperlambat run off. Penguat teras dapat berupa tanaman pohon atau
rumput. Syarat untuk tanaman penguat teras berupa :
1) Memiliki perakaran yang intensif, sehingga mampu mengikat tanah
2) Tahan terhadap pemangkasan
3) Pertumbuhan cepat

e. Budidaya Lorong
Budidaya lorong adalah sistem produksi wanatani dimana tanaman pangan
semusim ditanam pada lorong yang terbentuk antara tanaman pagar hidup/larikan.
Tanaman pagar akan berfungsi ganda yaitu dapat memfiksasi nitrogen dari
udara,sehingga yang cocok berupa tanaman leguminosa. Pangkasan dari tanaman pagar
digunakan sebagai mulsa yang dapat menyumbangkan hara, terutama nitrogen, bagi
tanaman lorong. Pada budidaya lorong ini tanaman pagar menjadi sumber bahan
organik dan sekaligus penutup tanah. Setelah berumur sekitar 6 bulan atau setelah
mencapai ketinggian yang dapat menaungi tanaman utama yang menyebabkan
pertumbuhannya terganggu, tanaman pagar dipangkas pada ketinggian 50-60 cm dari
permukaan tanah. Daun-daun tanaman pagar yang dipangkas disebarkan di permukaan
tanah. Pemangkasan tanaman pagar dilakukan dengan interval 2-4 bulan sekali,
tergantung pada kecepatan pertumbuhannya.
Jarak antara dua baris tanaman pagar pencegah erosi ditentukan dengan
menggunakan rumus VI/HI = % kemiringan lahan (VI = tinggi vertikal, dan HI = jarak
horizontal). Untuk mendapatkan jarak horizontal (HI), VI harus ditetapkan terlebih
dahulu, berkisar 0,50-1,00 m untuk lereng < 25% dan 1,00-1,50 m untuk lereng > 25%.

2. Konservasi Secara Mekanis/Teknis


Pengendalian secara mekanis adalah teknik konservasi tanah yang menggunakan
dasar-dasar teknik sipil. Konservasi secara teknis ini mempunyai keterbatasan dalam
efektifitas teknisnya maupun sosial ekonomi bagi petani. Cara konservasi secara
mekanis antara lain :

a. Pengolahan Tanah Minimum


Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi dimana gangguan mekais
terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Dengan cara ini kerusakan struktur tanah
dapat dihindari sehingga aliran air permukaan dan erosi berkurang. Pengolahan tanah
minimum ini hanya dilakukan pada tanah yang kondisinya relatif gembur.
Pengolahan tanah minimum dapat memberikan keuntungan dalam pengelolaan
pertanian, antara lain :
1) Menghindari kerusakan struktur tanah
2) Mengurangi run off dan erosi
3) Memperlambat proses mineralisasi, sehingga penyediaan hara dapat berkelanjutan.
4) Tenaga kerja yang digunakan sedikit
Disamping itu pengolahan tanah minimum mempunyai dampak negatif yaitu :
1) Tidak cocok untuk tanah keras
2) Pemberian mulsa dilakukan terus menerus
3) Jika persiapan tanah tidak baik akan menurunkan produksi.

b. Penanaman Sistem Kontur


Penanaman mengikuti garis kontur dilakukan pada daerah yang miring dengan
tujuan untuk mengurangi erosi dan aliran permukaan. Garis kontur adalah garis khayal
yang menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama dengan memotong
tegak lurus dengan arah kemiringan. Penggunaan kontur dalam usahatani tentunya
akan selalu terkait dengan persiapan lahan yang memiliki kontur yang sama. Teknologi
kontur dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi modern maupun alat
sederhana. Alat sederhana dapat dibuat oleh petani sendiri. Alat pengukur kontur yang
dibuat petani dinamakan Kerangka A (Jawa : Ondol-Ondol) (Gambar 7.1).

Pembuatan Kerangka A (ondol-ondol)


1. Bahan
- Dua buah bambu atau ring kayu dengan panjang 2,1 meter
- Sebuah bambu atau ring kayu dengan panjang 1,2 meter
- Paku dan tali untuk mengikat bambu
- Batu atau pemberat sebesar kepalan tangan.
2. Tata cara pembuatan
- Pada ujung bambu atau kayu dengan panjang 2,1 diikat atau dipaku
- Pada bagian tengah pasanglah bambu dengan panjang 1,2 meter. Bambu in
berfungsi untuk memperkuat kerangka, sehingga terbentuk seperti huruf A.
- Ikat batu dengan tali atau benang yang berfungsi sebagai pemberat.
3. Tali pemberat di puncak kerangka. Panjang benang harus melewati palang kerangka.
Cara Kerja :
1. Siapkan ondol-ondol.
2. Tentukan puncak bukit awal, misal titik A.
3. Tentukan titik B pada bagian lereng yang lebih rendah sesuai dengan beda tinggi
(interval vertikal = IV) yang diinginkan, maksimal 1,5 m. Gunakan slang plastik
berisi air, jika titik A = 0 cm maka ketinggian muka air dalam slang plastik pada titik
B = 150 cm. Ukur jarak dari A ke B (interval horizontal, IH).
4. Untuk menentukan IH dapat dihitung dengan rumus berikut: IH = IV/S x 100,
dimana IH = Interval Horizontal (m), IV = interval vertikal (m), , dan S = kemiringan
lahan asal (%).
5. Letakkan kaki ondol-ondol pada titik B sedang kaki lainnya digerakkan ke atas atau
ke bawah sedemikan rupa sehingga tali bandul persis pada titik tengah palang yang
sudah ditandai. Titik yang baru ini, misalnya titik B1, adalah titik yang sama tinggi
dengan titik B.
6. Dari titik B1 tentukan titik B2 dengan cara yang sama dengan tahap 5, demikian
seterusnya sehingga diperoleh sejumlah titik pada lahan yang akan ditentukan garis
konturnya.
7. Tandai titik tersebut dengan patok kayu atau bambu.
8. Titik yang ditandai kayu dihubungkan dengan tali rafia/plastic sehingga membentuk
garis yang sama tinggi. Jika garisnya patahpatah, hilangkan sudut-sudutnya dengan
menggeser patok ke atas atau ke bawah sehingga terbentuk garis sabuk gunung yang
bagus.
9. Garis yang terbentuk tersebut adalah garis sabuk gunung pertama. Lanjutkan
pekerjaan yang sama untuk membuat garis kontur kedua pada titik C dan seterusnya
dengan beda tinggi maksimal 1,5 m. Pada garis kontur tersebut dapat dibuat teras
gulud, teras bangku, strip rumput atau pun pertanaman lorong.

Gambar 7.1. Kerangka A (Ondol-ondol)


c. Pembuatan Teras
Pada lahan pertanian yang memiliki kemiringan lebih dari 8% dilakukan
pengelolaan dengan pembuatan teras . Teras ini dibuat untuk tanaman-tanaman
pertanian produktif karena pembuatan teras memerlukan teknik yang sulit dan
memerlukan waktu.lama bila dilakukan untuk tanaman semusim akan sangat tidak
ekonomis. Jenis-jenis teras untuk konservasi tanah dan air antara lain: teras bangku,
teras, gulud, teras kredit, teras individu, teras datar, teras batu dan teras buntu (rorak).

1. Teras Bangku
Teras bangku adalah teknik koservasi dengan cara mengubah lahan miring menjadi
lahan yang datar menyerupai bangku. Komponen dalam pembuatan teras bangku
adalah 1. bidang olah kemiringan 0,5 – 1%, 2.bibir teras yang berupa guludan kecil, 3.
tampingan teras dan 4. parit dan SPA. Teras bangku sebaiknya digunakna pada lahan
dengan kemiringan antara 15-50%. Pada umumnya teras bangku menggunakan
perbedaan tinggi antara 0,5 – 1,5 meter.

Gambar 7.2. Sketsa Empat Tipe Teras Bangku.


Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan
meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang
berbentuk seperti tangga. Pada usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku
adalah: (1) memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran
permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju
infiltrasi; dan (4) mempermudah pengolahan tanah.
o
Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 0 dengan
bidang horizontal), miring ke dalam (bidang olah miring beberapa derajat ke arah yang
berlawanan dengan lereng asli), dan miring keluar (bidang olah miring ke arah lereng
asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan
berbagai sistem wanatani. Tipe teras bangku dapat dilihat dalam Gambar 7.2.
Teras bangku miring ke dalam dibangun pada tanah yang permeabilitasnya rendah,
dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi menggenangi bidang olah dan tidak
mengalir ke luar melalui talud di bibir teras. Teras bangku miring ke luar diterapkan di
areal di mana aliran permukaan dan infiltrasi dikendalikan secara bersamaan, misalnya
di areal rawan longsor. Teras bangku goler kampak memerlukan biaya relatif lebih
mahal dibandingkan dengan teras bangku datar atau teras bangku miring ke luar, karena
memerlukan lebih banyak penggalian bidang olah.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan teras bangku adalah:
a. Dapat diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, tidak dianjurkan pada
lahan dengan kemiringan >40% karena bidang olah akan menjadi terlalu sempit.
b. Tidak cocok pada tanah dangkal (<40 cm)
c. Tidak cocok pada lahan usaha pertanian yang menggunakan mesin pertanian.
d. Tidak dianjurkan pada tanah dengan kandungan aluminium dan besi tinggi.
e. Tidak dianjurkan pada tanah-tanah yang mudah longsor.

2. Teras Gulud
Teras gulud ini mempunyai tujuan untuk mengurangi panjang lereng dengan cara
membangun gulud pada perbedaan ketinggi interval tertentu. Teras gulud sebaiknya
digunakan pada lahan yang memiliki kemiringan kurang dari 15 %. Teras gulud harus
dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA). Pada guludan dapat ditanami rumput
atau legum. Pada prinsipnya guludan supaya tertutp selalu sehingga tidak rusak akibat
hujan. Tanah yang tererosi diharapkan tertampung pada saluran dan dikembalikan ke
bidang olah. Jumlah teras gulud pada lahan tergantung pada kemiringannya, makin
sedikit jumlah teras gulud semakin besar bidang olah lahan,namun resiko erosi juga
tinggi. Perbedaan sebesar 1,25 meter sudah cukup baik untuk pembuatan teras gulud.
Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian
belakang gulud. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran. Bagian-
bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah (Gambar 7.3).
Gambar 7.3. Sketsa Penampang Samping Teras Gulud.

Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu untuk menahan
laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air
dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke saluran pembuangan
air. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dalam menanggulangi erosi dan aliran
permukaan, guludan diperkuat dengan tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat
digunakan sebagai penguat teras bangku juga dapat digunakan sebagai tanaman penguat
teras gulud. Sebagai kompensasi dari kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud
dapat pula ditanami dengan tanaman bernilai ekonomi (cash crops), misalnya tanaman
katuk, cabai rawit, dan sebagainya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud:
a. Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga
pada lahan dengan kemiringan 40-60% namun relatif kurang efektif.
b. Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat menurut arah kontur.
Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat miring terhadap kontur,
tidak lebih dari 1% ke arah saluran pembuangan. Hal ini ditujukan agar air yang
tidak segera terinfiltrasi ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar ladang dengan
kecepatan rendah.
Teras gulud mempunyai keuntungan, antara lain :
a. Cukup efektif untukmengurangi run off dan erosi
b. Parit dpat berfungsi untuk menampung tanah yang tererosi
c. Cocok untuk semua jenis tanah
d. Tenaga kerja sedikit
e. Tanaman penguat dapat sebagai makanan ternak.

3. Teras Individu
Teras iindividu adalah teras yang dibuat untuk setiap pohon. Teras dapat berupa
persegi panjang (1 x 1 meter) atau lingkaran.

4. Teras Datar
Teras datar dibuat untuklahan yang relatif datar (3%) dan mudh menyerap air.
5. Teras Kredit
Teras kredit diterapkan pada lahan yang memiliki kemiringan antara 3 – 10% dan
curah hujn yang tinggi.

6. Rorak
Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah
atau saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke
dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering,
rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan. Setelah rorak
penuh tanah digali pada bidang olah. Rorak pada umumnya dibuat di belakang lahan
olah teras. Rorak dibuat searah garis kontur, dengan panjang menyesuaikan, lebak dan
kedalamannya 50 cm.

d. Saluran pembuang Air (SPA)


SPA dibuat pada teras yang melingkar sepanjang kontur yang bertujuan untuk
menangkap aliran air permukaan dan mengalirkannya ke tempat yang sesuai.
Disamping itu SPA akan memberikan kesempatan air mngalami infilrasi. SPA
sebaiknya dibuat pada :
1. Lokasi tempat berkumpulnya air huja
2. Jarak antara saluran tergantung kondisi dilapangan
3. Lebar saluran atas 100 cm, bawah 50 cm dan dalam 50 cm.
4. Permukaan saluran ditanami rumput.

e. Terjunan Air
Terjunan air berfungsi untukmengurangi kecepatan aliran air yang masuk pada
saluran pembuangan air. Terjunan air dipilih pada tempat yang tanahnya kuat dan tidak
mudah longsor. Terjunan dapat dibuat dari bambu, batu, dan kayu. Sebaiknya di
dinding terjunan air juga ditanami rumput yang memiliki perakaran dalam dan kuat.

f. Wind break
Wind break dibuat untuk mengurangi kecepatan angin sehingga mengurangi
kehilangan air melalui permukaan tanah dan tanaman selama irigasi (evapotranspirasi).
Kombinasi tanaman dengan tajuk yang berbeda sangat mendukung metode ini.

g. Embung
Ketersediaan pada lahan kering semakin tidak menyenangkan, pada musim hujan
tersedia melimpah, sementara musim kemarau kekurangan. Untuk mengatasi keadaan
tersebut dapat dibuat dengan Embung. Embung adalah bangunan semacam kolam yang
berfungsi untuk menampung air hujan. Air hujan akan dimanfaatkan pada musim
kemarau untuk pengaiaran, minuman ternak, perikanan dan kebutuhan rumah tangga.
Potensi hujan yang berada di Indonesia sebenarnya sangat tinggi, misalnya curah hujan
1200 – 1500 mm pertahun dengan luas daerah tangkapan 0,2 – 0,5 ha akan
menghasilkan 1000 meter kubik. Embung sebaiknya dibuat pada kemiringan lahan
antara 2- 18%. Embung bagi pertanian mempunyai manfaat antara lain :
1. Pemenuhan air pada musim kemarau
2. Memperbaiki keseimbangan ekologi
3. Meningkatkan daya simpan air tanah
4. Diversifikasi usaha pertanian
5. Meningkatkan produksi lahan
6. Menghindari banjir.
Embung sangat tepat diterapkan pada kelerengan 0- 30% dengan curah hujan 500-
1.000 mm/tahun, bermanfaat untuk menyediakan air pada musim kemarau. Agar
pengisian dan pendistribusian air lebih cepat dan mudah, embung hendaknya dibangun
dekat dengan saluran air dan pada lahan dengan kemiringan 5-30%. Teknik konservasi
air dengan embung banyak diterapkan di lahan tadah hujan bercurah hujan rendah.
Kelemahan embung adalah :
1. Memerlukan lahan sebagai lokasi embung
2. Memerlukan biaya dan tenaga untuk memelihara karena daya tampung embung
akan berkurang akibat adanya sedimen.

Gambar 7.1. Bentuk embung

h. Dam Parit
Dam parit merupakan bendungan pada saluran air pada suatu parit dengan tujuan
untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi
lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan
sedimentasi.
Keunggulan:
1. Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya aliran air di saluran/parit.
2. Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif.
3. Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh Daerah Aliran Sungai
(DAS).
4. Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan hilangnya
lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi.
5. Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS,
sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.
6. Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau petani.
Berdasarkan teknik konservasi yang telah diuraikan diatas dapat dipilih satu atau
beberapa jenis pengelolaan. Sebagai pedoman pemilihan jenis teknologi dapat
disajikann pada Tabel 11.1.

Tabel 11.1. Pedoman Pemilihan Teknik Konservasi Tanah


Rekomendasi
Kedalaman Solum (cm)?erodibilitas proporsi
Lereng tanaman (%)
(%) >90 cm 40-90 cm <40 cm
Semus Tahun
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
im an
TB, BL, TB, BL, TB, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, Maks Min
15-25
PT, RR PT, RR PT, RR PT, RR PT, RR PT, RR 50 50
TB, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, TI, RR, Maks Min
25-40
PT PT PT PT PT BL, PT 25 75
>40* TI TI TI TI TI TI 0 100
Sumber : Pentiwati (2011) telah dimodifikasi
Keterangan:
* Untuk tanah peka erosi (Ultisol, Entisol, Vertisol, Alfisol) dibatasi sampai lereng
65%, sedangkan untuk tanah yang kurang peka sampai lereng 100%.
TB = Teras bangku; BL = Budidaya lorong, TG = Teras gulud; TI = Teras Individu;
RR = Rorak; PT = Tanaman penutup tanah

Diskusi :
1. Jelaskan metode konservasi tanah dan air !
2. Jelaskan jenis konservasi secara vegetatif !
3. Jelaskan jenis konservasi secara mekanis/teknik !
4. Jelaskan faktor penentu tindakan konservasi tanah dan air !
DAFTAR BACAAN

Anonim, 1983. RNAM Test Codes & Procedures For Farm


Machinery, United Nation Development Programme,
Pasay City. Philippines.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Asdak, Chay., 2004, Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran
sungai, Gadjah Mada University Press.
Bafdal, N; Amaru, K dan Suryadi, E. 2011. Teknik Pengawetan
Tanah dan Air. Jurusan Teknik Manajemen Industri Pertanian,
FTIP UNPAD. Bandung.
Bainer, R. Et all. 1978, Principles of Farm Machinery. Avi Publishing
Copany, Inc West port Connecticut.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
Ciptohadijoyo, S. 1988. Alat dan Mesin Pengolah Tanah, Integrated
Land Development Training program, DEPTAN-FTP. UGM,
Yogyakarta.
Dariah, A; Subagyo, H; Tafakresnanto, C dan Marwanto. 2004.
Kepekaan Tanah Terhadap Erosi. Dalam Kurnia, U; Rachman , A
dan Dariah A. Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering
Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat Departemen Pertanian Bogor.
Dewi, I. A. S. U; Trigunasih, N M dan Kusmawati, T. 2012. Prediksi
Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah
Aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 1(1)
:12-23
Foth, H. D. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan
& Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
https://www.pioneer.com/web/site/indonesia/Mengenal-
Berbagai-Macam-Jenis-Irigasi-Pertanian
https://farming.id/category/pertanian/
http://bsd.pendidikan.id/data/umum/Irigasi_dan_Drainase
Moniaga. V R B. 2011. Analisis Daa Dukung Lahan Pertanian. Jurnal
ASE 7 (2) : 61-68.
Pentewati, Priseila.2011.Konservasi Air Pada Pertanian Lahan
Kering. Jurnal Sipil Unwira 1(3) : 175-184
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009
tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Dalam Penataan Ruang Wilayah. Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
Rahim.2000.Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Antariksa.
Sarief, S. 1988. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.
Sastrohartono, Hermantoro. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk
Perkebunan dengan Aplikasi Ektensi Artificil Neural Network
(ANN.avx) dalam Arcview-GIS.Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Stiper Jogyakarta.
Sitorus. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung
Smith, H.E and Wilkes. 1976. Farm Machinery and
Equipment. Mc. Graw Hill Book Company. New York.
Soemarwoto. 2001. Atur-Diri-Sendiri. Paradigma Baru Pengelolaan
Lingkungan. Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Wisnubroto, Sukardi. - . Beberapa Macam Klasifikasi Iklim,
Kegunaan dalam Pertanian, Kebaikan dan Kekurangannya.
Makalah Seminar Sehari di Universitas Slamet Riyadi,Sala.
Wischmeier, W.H., C.B. Johnson, dan B.V. Cross, 1971. A soil
Erodibility Nomograph For Farmland and Construction Sites.
Journal of Soil and Water Conservation.
Wischmeier, W.H., 1975. Estimating the Soil Loss Equation’s Cover
and Management Factor for Undisturbed Areas. Present and
Prospective Technology for Predicting Sediment Yields and
Sources. USDA-ARS.
Wischmeier, W.H., dan D.D. Smith, 1978, Predicting Rainfall
Erosion losses : a guide to conservation planning. USDA
Agriculture Handbook No. 537.

Anda mungkin juga menyukai