Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

“KOLELITHIASIS”

Dianjurkan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya Di
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Disusun oleh :

Oryza Ayuni Ikaningtyas, S. Ked

0120840211

Dokter Penguji

dr. Erick W. N. Akwan, Sp.B, FINACS

SMF BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2020
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan, diterima dan disetujui oleh penguji, Laporan Kasus dengan judul:
“Kolelithiasis”
sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir kepanitraan klinik madya pada SMF
Ilmu Bedah.

Yang dilaksanakan pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Menyetujui,

Pembimbing penguji

dr. Erick W. N. Akwan, Sp.B, FINACS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah
suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek)
yang diliputi oleh dinding (Townsend, 2017 & Sjamsuhidajat, 2017). Hernia
Inguinalis adalah suatu penonjolan atau keluarnya suatu saccus periotonealis, dengan
atau tanpa diikuti isi abdomen, melalui suatu bagian lemah dinding abdomen di regio
inguinalis (Drakel, et all, 2012). Peningkatan derajat ekonomi sangat mempengaruhi
gaya hidup sehari-hari, misalnya pola kativitas dan pekerjaan disamping turut
berdampak terhadap kesehatan antara lain terjadinya hernia. hampir 75% dari hernia
inguinalis abdominalis merupakan hernia ingunalis (Sjamsuhidayat, 2017).
Hernia reponible merupakan hernia yang isinya dapat keluar masuk tetapi
kantungnya menetap. Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimtomatik, dan
kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada
annulus inguinalis superfisialis atau suatu kantong setinggi annulus inguinalis
profundus (Sabiston, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2007, hernia inguinalis
merupakan salah satu penyakit akut abdomen dimana insiden penyakit hernia
inguinalis terjadi sekitar 6-10% dari inguinal pada orang dewasa. Di Indonesia hernia
menempati ururtan ke delapan dengan jumlah 291.145 kasus. Berdasarkan data dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia di Indonesia periode Januari 2010 sampai
Februari 2011 berjumlah 1.243 yang mengalami gangguan hernia inguinalis,
termasuk berjumlah 230 orang (5,59%) (Kemenkes, 2013). Hernia inguinalis
merupakan hernia yang mempunyai angka kejadian yang paling tinggi. Sekitar
75% hernia terjadi di regio inguinalis, 50% merupakan hernia inguinalis lateralis
dan 25% adalah hernia inguinal medialis (Sjamsuhidajat, 2017).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hernia berasal dari bahasa latin, herniae, artinya penonjolan isi suatu rongga melalui
jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga tersebut (Aisyah, et all, 2013). Hernia
berasal dari kata latin yang berarti ruptur. Hernia didefinisikan adalah suatu penonjolan
abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh
dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek
melibatkan dinding abdomen pada umumnya (Townsend, 2004). Menurut Kamus
Kedokteran Dorland, hernia merupakan penonjolan sebagian organ atau jaringan melalui
lubang yang abnormal, dan hernia inguinalis merupakan suatu hernia yang masuk ke
dalam kanalis inguinalis (Dorland, 2010).
Hernia adalah suatu penonjolan viskus melalui suatu lubang dalam dinding kavitas
dimana visera tersebut berada (Schwartz, 2000). Hernia inguinalis adalah suatu
penonjolan atau keluarnya suatu saccus periotonealis, dengan atau tanpa diikuti isi
abdomen, melalui suatu bagian lemah dinding abdomen di regio inguinalis (Drakel, et
all, 2012).

2.2 Anatomi
Regio inguinalis merupakan daerah yang penting dalam klinik karena merupakan
tempat terjadinya hernia inguinalis pada laki-laki dan wanita, dengan frekuensi yang
lebih banyak pada laki-laki. Daerah ini merupakan daerah yang lemah terutama pada
laki-laki akibat proses descensus testis, yaitu testis bersama selubungnya serta lapisan-
lapisan dinding abdomen, pada kantong testis juga dapat ditentukan persamaan dengan
lapisan dinding abdomen (Widjaja, 2009).
Lapisan dinding abdomen yang turun bersama pembuluh darah dan nervi kemudian
menyelubungi ductus deferens sehingga membentuk funikulus spermatikus (spermatic
cord) yang terdiri dari (Widjaja, 2009):
1. Ductus deferens yang merupakan saluran dari testis;
2. Arteri, yaitu arteri testicularis (arteri spermatica interna) yang mendarahi
testis, arteri deferentiales yang mendarahi ductus deferens, dan arteri cremasterica.
3. Vena yang meninggalkan testis membentuk plexus pampiniformis.
4. Nervus, terdiri dari serabut-serabut simpatis dan parasimpatis yang mengatur
pembuluh darah dan ductus deferens merupakan persarafan sensorik otonom yang
4
memberikan kesan nyeri dari gangguan pada testis. Di samping itu ada r. genitalis
n. genitofemoralis menuju cremaster.
5. Saluran limfe berasal dari testis.
6. Sisa processus vaginalis peritonei.

Kanalis inguinalis merupakan aluran yang arahnya miring (oblique) kurang lebih 1,5
cm di atas setengah bagian medial ligamentum inguinalis. Saluran ini panjangnya 4 cm,
terbentang di antara anulus inguinalis profundus. Anulus abdominalis “deep inguinal
ring” dan anulus inguinalis superficialis, anunlus inguinalis subcutaneus, “superficial
inguinal ring”. Anulus inguinalis profundus terletak 1,3 cm di atas pertengahan
ligamentum inguinalis. Di sisi medialis dari cincin ini terdapat vasa epigastrica
inferior (cabang dari vasa iliaca externa); pinggirnya merupakan tempat lekat fascia
spermatica interna pada laki-laki dan pada wanita lapisan dalam dari ligamentum teres
uteri. Anulus inguinalis superficialis yang berbentuk segitiga merupakan defek pada
aponeurosis m. obliquus externus abdominis dan terletak tepat di atas tuberculum
pubicum. Pinggir cincin itu yang disebut crura memberikan tempat lekat fascia
spermatica externa. Di dalam saluran ini terdapat funiculus spermaticus pada
pria (ligamentum teres uteri pada wanita) dan n. ilioinguinalis. kanalis inguinlais
mempunyai dinding anterior dan posterior, atap (dinding superior), dan dasar
(dinding inferior). Dinding anterior dibentuk terutama oleh aponeurosis m. obliquus
externus dan diperkuat pada sepertiga lateralnya oleh aponeurosis m. obliquus
internus sehingga dinding ini paling kuat terutama yang berhadapan dengan bagian
paling lemah dinding posterior yaitu anulus inguinalis lateralis. Dinding posterior
dibentuk oleh fascia transversalis yang pada sepertiga medialis- nya diperkuat oleh falx
aponeurotica (“conjoint tendon”) sehingga merupakan bagian terkuat dinding posterior
yang berhadapan dengan bagian paling lemah dinding anterior, yaitu anulus inguinalis
superficialis. Atap kanalis dibentuk oleh lengkungan serabut-serabut otot m. obliquus
internus dan transversus abdominis. Dasar saluran dibentuk oleh lipatan dari aponeurosis
m.obliquus internus, yaitu ligamentum ingunalis dan pada pinggir medialnya ligamentum
lacunare (Widjaja,2000). Sesuai dengan kedua lubang anulus inguinalis superficialis
dan profundus di sebelah dalam terdapat cekungan peritoneum, yaitu fossa inguinalis
medialis dan lateralis. Fossa inguinalis medialis terletak di antara arteria epigastrica
inferior dan ligamentum inguinalis bagian medial, sedangkan fossa inguinalis lateral
di sebelah lateral lekukan arteria epigastrica inferior. Di atas ligamentum inguinalis
terdapat daerah segitiga, disebut trigonum inguinalis (Hesselbach), yang dibatasi di

5
bawahnya oleh ligamentum inguinalis, di medialis oleh pinggir lateralis m. rectus
abdominis dan di lateralis oleh vasa eigastrica inferior, yang berjalan tepat pada batas
medialis dari anulus inguinalis profundus. Denyutan arteria epigastrica inferior dapat
menjadi patokan bagi ahli bedah untuk menentukan lokasi anulus inguinalis profundus.
Kanalis inguinalis merupakan tempat lemah. Kontraksi otot- otot abdomen yang
dapat meningkatkan tekanan intraabdominalis akan mendorong isi abdomen yang
mobil ke dalam saluran, namun kontraksi tersebut juga mengecilkan kanalis dan
cenderung menutup kedua anulus. Waktu batuk dan mengejan seperti waktu miksi,
defekasi atau partus, lengkungan serabut terbawah dari m. transversus dan obliqus
internus abdominis berkontraksi sehingga lengkung atap kanalis inguinalis jadi rata
dan tertekan pada dasar kanalis sehingga kanalis tertutup (Widjaja, 2009).

Anatomi kanalis Inguinalis (Diduch,et al, 2014).


Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yang
merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis otot tranversus
abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus
inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis.
Atapnya ialah aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis dan di dasarnya terdapat
ligamentum ingunale. Kanalis inguinalis berisi funikulus spermatikus pada laki-laki dan
ligamentum rotudum pada perempuan (Sjamsuhidajat, 2017).

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis dan
jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga disebut hernia skrotalis.

6
Kantong hernia berada di dalam otot kremaster, terletak anteromedial terhadap vas
deferens dan struktur lain dalam funikulus spermatikus (Sjamsuhidajat, 2017).

Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke
depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinale di
bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di
bagian medial. Dasar segitiga Hesselbach dibentuk oleh fasia transversalis yang diperkuat
oleh serat aponeurosis otot transversus abdominis yang kadang tidak sempurna sehingga
daerah ini berpotensi melemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis
inguinalis dan tidak ke skrotum, umumya tidak disertai strangulasi karena cincin
hernia longgar. Nervus ilioinguinalis dan nervus ilioinguinalis mempersarafi otot di
region inguinalis, sekitar kanalis inguinalis, funikulus spermatikus, serta sensibilitas
kulit ragio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian
proksimomedial(Sjamsuhidajat,2017).

2.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2007, hernia inguinalis
merupakan salah satu penyakit akut abdomen dimana insiden penyakit hernia inguinalis
terjadi sekitar 6-10% dari inguinal pada orang dewasa. Di Indonesia hernia menempati
urutan ke delapan dengan jumlah 291.145 kasus. Berdasarkan data dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia di Indonesia periode Januari 2010 sampai Februari 2011
pasien hernia berjumlah 1.243, yang mengalami gangguan hernia inguinalis berjumlah
230 orang (5,59%) (Kemenkes RI, 2013).
Hernia inguinalis merupakan hernia yang mempunyai angka kejadian yang paling tinggi.
Sekitar 75% hernia terjadi di region inguinalis, 50% merupakan hernia inguinalis
lateralis dan 25% adalah hernia inguinal medialis. Insiden hernia inguinalis pada
bayi dan anak antara 1 dan 2 %. Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60%, sisi
kiri 20-25% dan bilateral 15% (Sjamsuhidajat,
2017).
Sebagian besar hernia timbul dalam region inguinalis dengan sekitar 50% persen
dari ini merupakan hernia inguinalis lateralis dan 25 % sebagai hernia inguinalis
medialis. Hernia lateralis lebih banyak daripada hernia medialis yaitu
Hernia sisi kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri (Sabiston, 2010 & Aisyah
et al, 2013 ). Kurang dari 3% pasien yang didiagnosis dengan hernia inguinal
mengalami inkarserasi, jika strategi nonoperatif dipilih. Prosedur darurat mencakup
5–10% dari semua perbaikan hernia inguinalis, dan hampir sepenuhnya dilakukan
7
karena inkarserasi. Hernia inguinalis tidak langsung menyebabkan lebih dari 50% hernia
inguinal pada orang dewasa (Hope, 2017).

2.3 Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Berbagai faktor
penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang
cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan
faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar
(Sjamsuhidajat, 2017). Pada orang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya
struktur otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi, dan adanya fasia transversa yang kuat sehingga menutupi trigonum
Hesselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan mekanisme ini
menyebabkan terjadinya hernia. Faktor yang dipandang berperan adalah adanya prosesus
vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot
dinding perut karena usia (Sjamsuhidajat, 2017).

2.4 Klasifikasi Klinis

- Hernia Inguinalis Medialis


Hernia inguinalis medialis atau hernia direk hampir selalu disebabkan oleh
peninggian tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
Hesselbach. Oleh sebab itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada
lelaki tua. Hernia ini jarang bahakan hampir tidak pernah, mengalami inkaserasi dan
strangulasi. Mungkin terjadi hernia gerlincir yang mengandung sebagian dinding
kandung kemih atau kolon. Kadang ditemukan defek kecil di otot oblikus internus
abdominis, pada segala usia, dengan cincin yang kaku dan tajam yang sering
menyebabkan strangulasi (Sjamsuhidajat,2017).
- Hernia inguinalis lateralis
Hernia disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika
inferior, dan disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus
dan kanalis inguinalis, berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol
melalui segitiga hasselbach dan disebut sebagai haernia direk. Pada pemeriksaan

8
hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan hernia medialis
berbentuk tonjolan bulat (Sjamsuhidajat, 2017).
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses turunnya testis ke
skrotum. Hernia gelincir dapat terjadi disebelah kanan atau kiri. Hernia yang di kanan
biasanya berisi sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan yang kiri berisi
sebagian kolon desendens (Sjamsuhidajat, 2017).
Berdasarkan komplikasi hernia inguinalis dibagi atas hernia inguinalis inkaserata
dan hernia inguinalis strangulata.

a) Hernia inguinalis inkaserata


Bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak
dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau
vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia inkaserata lebih dimaksudkan untuk
hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase (Sjamsuhidajat, 2017).
b) Hernia inguinalis strangulata
Jika isi hernia tidak dapat dikembalikan dan terjepit oleh cincin hernia
disertai gangguan aliran arteri dan adanya gangguan vaskularisasi akibat jepitan
(Sjamsuhidajat, 2017).

2.5 Patofisologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari
kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui kanalis inguinalis. Penurunan
testis itu akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritoneal. Bila bayi lahir umumnya
prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui
kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis yang
kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih
sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia
2 bulan (Amrizal, 2015 & Brunicardi, 2015). Biasanya hernia pada orang dewasa ini
terjadi karena lanjut usia, karena pada umur yang tua otot dinding rongga perut dapat
melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami
proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup, namun karena
daerah ini merupakan lokus minoris resistansi, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti, batuk kronik, bersin yang kuat

9
dan mengangkat barang-barang berat dan mengejan, maka kanal yang sudah tertutup
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu
jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga
yang telah melemas akibat trauma, hipertropi prostat, asites, kehamilan, obesitas, dan
kelainan kongenital (Amrizal, 2015 & Brunicardi, 2015).
Hernia inguinalis dapat dibagi menjadi dua jenis, lateralis dan medialis. Hernia
inguinalis lateralis disebabkan oleh prosesus vaginalis paten kongenital, yang
memungkinkan pasase isi abdomen melalui cincin inguinal internal dan masuk ke dalam
skrotum. Hernia inguinalis medialis disebabkan oleh kelemahan fasia transversalus.
Keadaan ini biasanya terjadi pada segitiga Hesselbach di atas ligamentum inguinale.
Insiden keseluruhan hernia inguinalis sebanyak 3-5%; sekitar dua pertiga lateralis dan
sepertiga medialis (Williams & Wilkins, 2007) Insiden lebih tinggi pada laki-laki, dan
terjadi distribusi bimodal (dua modus), dengan puncaknya pada usia 1 tahun dan pada
usia rerata 40 tahun. Hernia inguinalis lebih sering terjadi di sebelah kanan (Williams
& Wilkins, 2007).

2.6 Diagnosis

- Anamnesis
Menanyakan apakah ada benjolan bersifat keluar pada saat mengedan, batuk atau
bekerja dan masuk saat tidur atau beristirahat, apakah disertai nyeri dan sumbatan
usus (Handayana, 2017). Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya
dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena
regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi
inkaserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau ganggren
(Sjamsuhidajat, 2017).

- Pemeriksaan fisik
a) Ispeksi
Ditemukan adanya bagian dinding perut yang lemah dan penonjolan
pada lipat paha bila berdiri, batuk, atau mengedan (Handayana, 2017). Pada saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis yang muncul sebagai

10
penonjolan di region inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah
(Sjamsuhidajat, 2017).
b) Palpasi
Dengan menggunakan secara bergiliran tangan kanan untuk meraba
sisi kanan pasien dan tangan kiri untuk meraba sisi kirinya, lakukan tindakan
invaginasi (membalik ke dalam) kulit skrotum yang longgar dengan jari telunjuk.
Mulai gerakan pada titik yang cukup rendah guna memastikan bahwa jari tangan
memiliki cukup mobilitas untuk menjangkau anulus inguinalis interna sejauh-
jauhnya jika tindakan ini ternyata memungkinkan. Ikuti perjalanan funikulus
spermatikus ke atas sampai berada di atas ligamentum inguinalis dan temukan
mulut anulus inguinalis eksterna yang mirip celah berbentuk segitiga. Mulut ini
berada tepat di atas dan di sebelah lateral tuberkulum pubikum. Jika anulus
tersebut teraba sedikit melebar, jari telunjuk dapat dimasukkan ke dalamnya.
Jika, mungkin ikuti perjalanan kanalis inguinalis ke arah lateral dengan
lintasan yang miring dengan hati-hati. Sementara jari tangan berada pada anulus
eksterna atau di dalam kanalis inguinalis, minta pasien mengejan atau batuk.
Perhatikan setiap massa menonjol yang dapat diraba ketika massa tersebut
menyentuh jari tangan (Bickley, 2009).
c) Perkusi

Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani


(Handayana, 2017).

d) Auskultasi

Ditemukan suara bising usus (di atas benjolan) (Handayana, 2017).

- Pemeriksaan penunjang
Dalam kasus diagnosis yang belum jelas, pemeriksaan radiologis dapat

digunakan sebagai tambahan untuk anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Modalitas radiologis yang paling umum termasuk Ultrasonografi (USG), Computed

Tomography (CT), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding hernia inguinalis antara lain:


a) Hernia femoralis

11
Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak di atas dan medial terhadap ujung
ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia terletak di bawah dan lateral
terhadap ujung medial ligamentum inguinale dan tuberkukum pubikum (Muharam,
2017).
b) Limfonodi inguinal
Saat limfonodi inguinal memungkinkan untuk muncul, mungkin penyakit ini
hampir tidak dapat dibedakan dari hernia femoral, tapi penyakit ini biasanya berada
di bawah ligamentum inguinalis (Muharam, 2017).
c) Hidrokel pada funiculus spermatikus maupun testis. Yang membedakan dengan
hernia (Muharam, 2017):
1) Pasien diminta mengejan bila benjolan adalah hernia maka akan melebar,
sedangkan bila hidrokel benjolan tetap tidak berubah. Bila benjolan terdapat pada
skrotum, maka dilakukan pada satu sisi, sedangkan disisi yang berlawanan
diperiksa melalui diapanascopy. Bila tampak bening berarti hidrokel
(diapanascopy +).
2) Pada hernia: kanalis inguinalis teraba usus.
3) Perkusi pada hernia akan terdengar timpani karena berisi usus
4) Fluktuasi positif pada hernia.
d) Kriptokhismus
Kriptokhismus yaitu testis tidak turun sampai ke skrotum tetapi
kemungkinannya hanya sampai kanalis inguinalis (Muharam, 2017).

2.8 Penatalaksanaan

A. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
direposisi (Sjamsuhidajat, 2017).
- Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada pasien
anak. Reposisi dilakukan secara bimanual.Tangan kiri memegang isi hernia sambil
membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia
dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi (Sjamsuhidajat,
2017). Pada anak-anak, inkaserasi lebih sering terjadi pada usia di bawah 2
tahun. Reposisi spontan lebih sering terjadi dan sebaliknya gangguan vitalitas isi

12
hernia jarang terjadi dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh
cincin hernia pada anak lebih elastis. Reposisi dilakukan menidurkan anak
menggunakan sedatif dan kompres es di atas hernia. Bila reposisi berhasil, anak
disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil,
operasi harus segera dilakukan dalam waktu enam jam (Sjamsuhidajat, 2017).
- Bantalan penyangga
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan untuk menahan hernia yang
telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur
hidup. Namun, cara yang sudah berumur lebih dari 4000 tahun ini masih saja
dipakai sampai sekarang. Sebaliknya cara ini tidak dianjurkan karena menimbilkan
komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang
tertekan, sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak, cara ini dapat
menimbulkan atrofi testis karena funikulus spermatikus yang mengandung pembuluh
darah testis tertekan (Sjamsuhidajat, 2017).

B. Jenis-jenis Operasi pada Hernia Inguinalis


Tujuan dari semua perbaikan hernia adalah untuk menghilangkan kantong
peritoneal (pada hernia inguinalis indirek) dan untuk menutupi defek pada fasia di
dinding inguinal (Sjamsuhidajat, 2017).
- Herniotomi
Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan kembali
isi kantong hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong kantong
hernia. Herniotomi dilakukan pada anak-anak dikarenakan penyebabnya adalah
proses kongenital dimana prossesus vaginalis tidak menutup (Sjamsuhidajat, 2017).
- Herniorafi
Herniorafi adalah membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk
memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis. Herniorafi
dilakukan pada orang dewasa karena adanya kelemahan otot atau fasia dinding
belakang abdomen (Sjamsuhidajat, 2017).
- Hernioplasti
Hernioplasti adalah tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting
dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi
(Sjamsuhidajat, 2017).

13
2.9 Komplikasi
Komplikasi hernia inguinalis yang paling serius adalah inkarserata dan strangulata,
keduannya adalah kedaruratan bedah. Inkarserata terjadi bila bagian hernia usus tidak
dapat direduksi lagi melalui defek abdomen. Strangulata terjadi bila bagian inkarserata
usus yang mengalami hernia mempelihatkan tanda strangulasi terjadi bila bagian
inkarserata usus yang mengalami hernia memperlihatkan tanda strangulasi (Williams &
Wilkins, 2007).
Gambaran klinis hernia inkaserata yang berisi usus dimulai dengan gambaran
obstruksi usus disertai gangguan keseimbangan cairan,elektrolit, dan asam basa. Bila
telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, akan terjadi gangrene sehingga
gambaran klinis menjadi toksik, suhu tubuh meninggi, dan terdapat leukositosis.
Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena
rangsangan peritoneum (Sjamsuhidajat, 2017).
Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan kembali
disertai nyeri tekan dan, bergantung keadaan isi hernia, dapat dijumpai tanda peritonitis
atau abses lokal. Hernia strangulate merupakan keadaan gawat darurat yang perlu
mendapat pertolongan segera (Sjamsuhidajat, 2017).

2.10 Prognosis
Prognosis tergantung pada keadaan umum pasien serta ketepatan penanganan.
Tapi pada umumnya ‘baik’ karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi, kecuali
pada hernia berulang atau hernia yang besar yang memerlukan penggunaan materi
prosthesis. Pada penyakit hernia ini yang penting adalah mencegah faktor
predisposisinya (Oetomo,2013).

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama : Tn. A.O
TTL : 15/09/1979
Umur : 41 tahun
BB : 70 kg
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kloofkam
Agama : Kristen Prostestan
NO. DM : 468007
Jaminan : KPS

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan pada lipatan paha kiri ± 1 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Jayapura dengan keluhan benjolan pada
lipatan paha kanan ± 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan muncul terasa Nyeri dan
disertai demam. Nyeri hilang timbul dirasakan saat benjolan muncul. Benjolan ini
hilang saat pasien tidur atau berbaring, dan dapat muncul kembali saat pasien
beraktifitas. Pada saat awal merasakan benjolan, pasien memperhatikan bahwa
benjolan tersebut hilang timbul, kulit di atas dan sekitar benjolan tidak pernah
mengalami perubahan warna seperti berwarna merah. Tidak ada riwayat trauma pada
pasien. Pasien sering mengangkat barang berat karena pasien bekerja sebagai petani
dan mengerjakan semuanya sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain. Pasien
mengatakan sebelumnya tidak pernah menderita sakit seperti ini. Pasien juga
mengalami kesulitan buang air besar . Batuk (+) , BAK (+), Makan minum baik.

Riwayat penyakit Dahulu :


 Riwayat pernah mengalami keluhan ini sebelumnya (-)
15
 Riwatyat alergi (-), riwayat asma (-), riwayat paru (-)
 Riwayat Diabetes Mellitus (-)

Riwayat Keluarga :
 Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami gejala yang
sama.
 Riwayat alergi (-), riwayat asma (-), riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes militus
(-), Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Sosial Dan Kebiasaan


 Pasien mempunyai kebiasaan minum Alkohol dan Merokok

3.3. Pemeriksaan fisik


Status generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 89 x/mnt
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat Badan : 70 Kg
Panjang Badan : 160 cm

Status Generalisata
1. Kepala dan Leher
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), skelera ikterik (-/-), reflex pupil +/+,
pupil bulat isokor (Ø 2,5 mm/2,5 mm)
 Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
 Telinga : Deformitas (-), sekret (-)
 Mulut : Caries (-), oral thrust (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

2. Thoraks
Paru
 Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
16
 Palpasi : Vokal fremitus kanan normal, kiri normal
 Perkusi : Kanan sonor, kiri sonor
 Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus kordis teraba ICS V
 Perkusi : Pekak
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular,murmur (-), gallop (-)
3. Abdomen
 Inspeksi : Datar, jejas (-)
- - -
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Hepar-Lien tidak teraba membesar, Nyeri tekan - - -
 Perkusi : Timpani
- - -
4. Ekstremitas : Akral hangat, Udem , Ulkus , CRT < 2
detik
5. Genitalia : Tidak dievaluasi
6. Vegetatif : - Makan/Minum (Baik/Baik)
- BAB/BAK (Tidak Lancar/Lancar)

Status Lokalis :
Regio Inguinalis Dekstra
Inspeksi : tampak benjolan agak lonjong pada regio inguinal dekstra, warna kulit
benjolan sama dengan kulit sekitar.
Palpasi : teraba benjolan berdiameter ± 7cm, kenyal, permukaan rata tidak
berbenjol, berbatas tegas, mobile terhadap dasar kulit, nyeri tekan (-), benjolan
dapat kembali ke cavum abdominalis
Auskultasi : Bising usus (+)

17
3.4. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Radiologis

 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Satuan Nilai normal
Darah Lengkap
Hemoglobin 14,0 g/dL 11.0 - 14.7
Hematokrit/PCV 39.3 % 35.2 - 46.7
Leukosit 5.74 x 103/µL 3.37 - 8.38
Trombosit 166 x 103/µL 140 - 400
Eritrosit 4.75 x 106/µL 3.69 - 5.46

Kimia Darah
GDS 79 mg/dL <= 140
BUN 7,0 mg/dL 7-18
Creatinin 1,00 mg/dL <=0.95

3.5 Diagnosa
- Hernia Inguinalis Lateralis Reponible Dekstra
3.6 Diagnosis Banding
- Hernia Inguinalis Medialis

18
3.7 Tatalaksana
 Terapi Operatif
Hernioplasti
3.8 Laporan Operasi
Nama : Tn. AO
No. RM : 468007
Tanggal operasi : 16/01/2020
Jenis Anestesi : Umum
Golongan Operasi : Elektif
Persiapan Operasi : SIO, ceftriaxone 1x1gr
Posisi Supine : Terlentang
Desinfeksi : Alkohol – Betadine - Alkohol
Diagnosis Pra Bedah : Hernia Inguinalis Lateralis Reponible Dekstra

Foto Klinis :

3.9 Prognosis
 Ad vitam : dubia ad Bonam
 Ad fungtionam : dunia ad Bonam
 Ad sanationam : dubia ad Bonam

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didapatkan benjolan
pada lipatan paha kanan yang disertai demam, benjolan ini hilang saat pasien beristirahat dan
dapat muncul kembali saat pasien beraktifitas atau mengangkat beban berat. Hal ini sesuai
dengan teori dimana gambaran klinik dimana pada umumnya keluhan dari hernia inguinalis
terdiri dari benjolan di lipat paha yang timbul waktu mengedan, batuk atau mengangkat
beban berat dan menghilang pada waktu istirahat.

Penatalaksaan pada pasien ini adalah pembedahan. Pembedahan herniorafi dilakukan


bertujuan untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis

Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam . Prognosis penderita hernia inguinalis
tergantung pada keadaan umum pasien serta ketepatan penanganan. Tapi pada umumnya
‘baik’ karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi, kecuali pada hernia berulang atau
hernia yang besar yang memerlukan penggunaan materi prosthesis .

20
BAB V

KESIMPULAN

Hernia inguinalis adalah suatu penonjolan atau keluarnya suatu saccus


periotonealis, dengan atau tanpa diikuti isi abdomen, melalui suatu bagian lemah
dinding abdomen di regio inguinalis.
Secara umum, penyebab hernia adalah susunan otot yang secara alami memiliki
kelemahan, kelemahan akibat struktur yang masuk dan keluar rongga abdomen,
kegagalan sewaktu perkembangan, kelemahan kolagen secara genetik, trauma tumpul
maupun tajam, usia tua dan kehamilan, penyakit primer otot dan neurologis,
peningkatan tekanan intraabdomen berlebihan, misalnya pada batuk kronik,
konstipasi, obstruksi traktus urinarius.
Terdapat beberapa pendekatan operasi hernia, yaitu herniorafi, herniotomi, dan
hernioplasti. Terapi operatif berupa herniotomi dan hernioplasti baik operasi terbuka
maupun secara laparoskopi bertujuan menutup defek di lapisan muskulo-aponeurosis.
Bila defek besar, diperlukan mesh untuk menutup defek agar tidak terjadi tegangan.
Operasi ini sering disertai penyulit intrabedah, seperti adhesi usus dan/atau omentum
pada kantong hernia dan pada dinding abdomen, sedangkan residif sering terjadi,
terutama apabila fasia di sekitar defek tidak ikut direparasi pada waktu hernioplasti
atau jahitan fasia yang tegang.
Penatalaksaan hernia inguinalis yaitu terapi pembedahan dan terapi suportif
(terapi antikonvulsi, terapi nyeri)

21
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., Hernawan,A.D., Sutriswanto. 2013. Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian
Penyakit Hernia Inguinalis pada Laki-laki di Rumah Sakit Umum Dr. Soedarso
Pontianak. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Muhhamadiyah.
Pontianak : 1-7
Amrizal. 2015. Hernia Inguinalis. Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Ilmuh
Bedah. Padang : 1-12
Brunicardi, F.C., et., all. 2015. Schwartz’s Principles of Surgery Edisi 10. New York. Mc
Graw Hill. 1495-1520
Diduch, D.R., & Brunt,L.M. 2014. Sport Hernia and Athletic Pubalgia Diagnosis and
Treatment. New York. ISBN: 1-189
Dorland, W.A & Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta. EGC :
Drakel, R.L., Vogl, A.W.,& Mitchell, A.W. 2012. Gray Dasar-dasar Anatomi Edisi 1.
Singapore
Grace, P.A., & Borley, N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta. Erlangga : 119
Handaya, Y.A. 2017. Deteksi Dini dan Atasi 31 Penyakit Bedah Saluran Cerna (Digesrif).
Yogyakarta : ISBN
Hippokratia, H. 2011. Current Options in inguinal hernia repair in adult patients. Turkey.
225
Hode, W.W., Cobb, W.S., Adrales, G.L. 2017. Textbook of Hernia. Switzerland. ISBN: 1-
345.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. [20 Desember
2017]. Di unduh dari hhtp://www.kki.go.id/
Magnusson, J., Gustafsson, U.O., Nygren, J., Thorel, A. 2018. Rates Of And Methods Use At
Reoperation For Recurrence After Primary Inguinal Hernia Repair With Prolene
Hernia System And Lichtenstein. 439-443
Muharam, D.M.2015. ‘Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis di RSU Kota Tangerang
Selatan Tahun 2015’.
Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Penerbit PT Rieke Cipta. Jakarta: 27
Oetomo, K.S. 2013. Makalah Hernia.Ilmu bedah SMF bedah RSU Haji. SurabayaPriyono,
M.M. 2016.Metode Penelitian Kuantitatif Penerrbit Zifatama Publishing. Surabaya
16. Diaskes di hhtp://eprints.binadarma.ac.id/2917/1/METPEN%20KUANTITATIF-
COMPRESSED%20FULL.pdf pada tanggal 26 Mei 2018.

22
Rawis, C.G., Limpeleh, H.P., Wowiling, P.A.V. 2015. Pola Hernia Inguinalis Lateralis di
RSUD Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Agustus 2012-Juli 2014. Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado : 695-699
Sabiston, D.C. 2010. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia.
Schwartz’s, S.I., Shires, G.T., Spenser, F.C., Husser, W.C. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu
Bedah Edisi 6. Jakarta. EGC
Sesa, I.M., & Efendi, A.A. 2012. Karakteristik Penderita Hernia Inguinalis Yang Di Rawat
Inap Di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2012. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako. Palu : 4-8
Sjamsuhidajat, R., Karnadihardja, W., Prasetyono, T.O.H., Rudiman, R. 2010. Buku Ajar
Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta : EGC
Timisescu, L., et., all. 2013. Treatment of Bilateral Inguinal Hernia-Minimally Invasive
Versus Open Surgery Procedure. Chirurgia : 56-61
Townsend, C.M. 2004. Hernias Sabiston Textbook Of Surgery. Philadelphia : Elsevier
Saunders: 1199-2017
Widjaja, H.I. 2009. Anatomi Abdomen. Jakarta. EGC. 17-25
Williams & Wilkins. 2007. Greenberg’s Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jakarta.
Erlangga: 312-313
World Health Organization. 2007. The incidence of inguinal hernia.

23

Anda mungkin juga menyukai