Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN ILMU BEDAH OKTOBER 2023

UNIVERSITAS TADULAKO REFLEKSI KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN

“HERNIA INGUINALIS LATERALIS DEXTRA”

Nama : Muh. Anshar Rasyid


No. Stambuk : N 111 20 090
Pembimbing : dr. Agung Kurniawan., Sp.B., Subsp. BD.(K)., M.Kes

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muh. Anshar Rasyid


No. Stambuk : N 111 21 090
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Tadulako
Refleksi Kasus : Hernia Inguinal Lateralis Dextra
Bagian : Bagian Ilmu Bedah

Bagian Ilmu Bedah

RSUD UNDATA PALU

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Oktober 2023


Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

dr. Agung Kurniawan., Sp.B., Subsp. BD.(K)., M.Kes Muh. Anshar Rasyid
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia berasal dari bahasa latin “Rupture” atau bahasa yunani “bud”. Istilah
hernia memiliki arti tonjolan pada kantong peritoneum, lemak
praperitoneum atau sebuah organ yang memiliki dapatan (akuisita) maupun
kecacatan kongenital. Hernia terdiri dari isi hernia, kantong, serta cincinnya.
Hernia inguinalis lateralis merupakan sebuah kondisi ketika bagian usus
masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui lubang di dinding perut. Kanalis
inguinalis merupakan saluran yang memiliki bentuk tabung sebagai saluran
tempat jatuhnya buah zakar (testis) dari perut ke kantung zakar/ scrotum sesaat
sebelum bayi lahir. 1
Kata hernia berarti penonjolan suatu kantong peritoneum, suatu organ atau
lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita (dapatan). Hernia
terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia2. Hernia inguinalis merupakan salah
satu kelainan pada anak yang banyak dijumpai. Insidensi hernia inguinalis
berkisar 1-5% pada anak dan bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi prematur
terdapat kenaikan angka yang signifikan yaitu sekitar 30%.1,2 Perbandingan rasio
kejadian antara anak laki-laki dan perempuan kurang lebih sekitar 8:13.
Hernia yang timbul dalam regio inguinalis biasa disebut dengan hernia
inguinalis. Secara anatomi, gambaran penting dari suatu hernia adalah cincin
hernia dan kantong hernia. Cincin hernia adalah suatu lubang pada lapisan
tedalam dinding abdomen sedangkan kantong hernia terdapat pada bagian luar.
Hernia dalam perkembangannya selalu menunjukan pembesaran progresif seiring
dengan perjalanan waktu. Herni dapat menjadi reponibel, ireponibel, strangulata,
dan obstruksi ataupun perforasi. Komplikasi tersebut dapat mempeburuk pasien. 1
,16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Hernia inguinalis ialah kondisi fisik yang terjadi ketika jaringan lunak
(biasanya bagian dari membran yang melapisi rongga perut alias omentum,
atau bagian dari usus) menonjol melalui titik lemah pada otot perut, biasanya
pada bagian pusar 5. Berdasarkan terjadinya hernia dibagi atas hernia bawaan atau
kongenital dan hernia dapatan atau akuisita.6
Hernia di beri nama sesuai dengan lokasi anatominya seperti hernia
diafragma, inguinal, umbilikus, femoralis dan lain-lain6

2.2. EPIDEMIOLOGI

Kejadian hernia inguinalis tercatat sebesar 75% dari seluruh kejadian hernia.
Insiden hernia inguinalis tercatat terjadi sekitar 5-10 kali lebih sering pada laki-
laki dibanding pada perempuan7. Sekitar 11,5% pasien memiliki riwayat keluarga
mengalami hernia inguinalis. Menurut World Health Organization (WHO), hernia
inguinalis merupakan salah satu penyakit akut abdomen dimana kejadian penyakit
hernia inguinalis terdapat antara 6-10% dari hernia inguinalis pada orang dewasa.
Dikalangan semua usia hernia inguinalis dapat terjadi, tetapi angka kejadian yang
paling tinggi pada kasus hernia inguinalis yaitu pada usia lanjut 8.
Menurut data Riset Kesehatan Daerah yang dilakukan di Indonesia pada tahun
2017, hernia merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih dengan
setidaknya 2.245 kasus hernia terjadi. Di Indonesia, proporsi pekerja keras
mendominasi sebesar 70,9% (7.377), tertinggi di Banten sebesar 76,2% (5065)
dan terendah di Papua sebesar 59,4% (2563)9.
Tabel 2.1 Distribusi kejadian hernia berdasarkan lokasi dan jenis kelamin16

2.3. ETIOLOGI
Faktor risiko terjadinya hernia antara lain :
 Kongenital
Terjadi karena tidak menutupnya processus vaginalis pada penurunan testis.
 Akuisita
Terjadi akibat kelemahan dinding bawah abdomen. Adapun faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan antara lain10,17:

a. Kelemahan pada pada situs dinding abdomen


1) Kelemahan aponeurosis dan jaringan fasia transversalis
2) Adanya daerah yang luas diligamen inguinal
3) Trauma
b. Peningkatan tekanan intra-abdominal
1) Obesitas
2) Mengangkat benda berat
3) Mengejan
4) Konstipasi
5) Kehamilan
6) Batuk kronik
7) Hipertropi prostate

2.4. ANATOMI
A. Struktur Dinding Anterior Abdomen

Gambar 2.4 Otot Abdomen

Di bawah kulit dan jaringan lunak pada daerah inguinal terdapat struktur-
struktur yang penting karena sangat berhubungan dengan diagnosis dan
pengobatan, Lapisan-lapisan dinding abdomen terdiri dari (luar ke dalam)::
 Kulit
Garis-garis lipatan kulit alami berjalan konstan dan hampir horizontal di sekitar
tubuh. Secara klinis hal ini penting karena insisi sepanjang garis lipatan ini akan
sembuh dengan sedikit jaringan parut sedangkan insisi yang menyilang garis-garis
ini akan sembuh denganjaringan parut yang menonjol.
 Fascia superficialis
 Lapisan luar, Panniculus adiposus (fascia camperi): berhubungan
dengan lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin
sangat tebal (3 inci [8cm] atau lebih pada pasien obesitas).
 Lapisan dalam, Stratum membranosum (fascia scarpae): stratum
membranosum tipis dan menghilang di sisi lateral dan atas. Di bagian
inferior, stratum membranosum berjalan di depan paha dan di sini
bersatu dengan fascia profunda pada satu jari di bawah ligamentum
inguinale
 Otot dinding anterior abdomen

 Muskulus Obliqus Abdominis Eksternus (MOE)


Merupakan otot ilio-inguinal yang paling superfiscial, yang di
mulai dari costa ke-8 bagian lateral berjalan ke arah mediocaudal,
Fascia superficialis dan Fascia profundus dari otot ini menjadi satu
setelah mencapai dinding depan abdomen dan membentuk suatu
Aponeurosis MOE, dibagian medial dekat tuberkulum pubicum,
Aponeurosis ini pecah menjadi 2 bagian, yaitu: crus superior dan
crus inferior.

 Muskulus Obliqus Abdominis Internus (MOI)

Lapisan otot dibawah MOE, arah sedikit oblique, berjalan dari


pertengahan lateral ligament inguinalis (origo) menuju ke cranio
medial sampai pada tepi lateral Muskulus Rectus Abdominis.

 Muskulus Transversus Abdominis

Merupakan otot yang paling dalam dengan arah transversal. Di


bagian bawah bersama-sama dengan MOI membentuk suatu tendon
yang disebut “Conjoin Tendon” menuju tuberkulum pubikum.

 Ligamentum Inguinale (Poupart)

Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis MOE. Terletak


mulai dari SIAS sampai ke tuberkulum pubicum ossis pubis.
 Ligamentum lakunare (Gimbernat)

Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk


dari serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah
SIAS. Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat
sebelum melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum ini
membentuk tepimedial kanalis femoralis.

 Konjoin Tendon

Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis


obliqus internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang
berinsersi pada ramus superior tulang pubis. Fungsinya untuk
menguatkan dinding posterior 1/2 medial kanalis inguinalis.
 Fasia Transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus
abdominis (bagian dalam).

 Lemak extraperitoneal

Merupakan selapis tipis jaringan ikat yang mengandung lemak


dalam jumlah yang bervariasi dan terletak diantara fascia tranversalis dan
peritoneum.

 Perritoneum parietale

Merupakan membrana serosa tipis (pelapis dinding abdomen) dan


melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietale yang melapisi
rongga pelvis.
Gambar 2.5 Trigonum Hasselbach
B. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis merupakan saluran yang berjalan oblik (miring) yang
dibentuk oleh aponeurosis MOE, ligament inguinal, fascia transversalis,
dan conjoin tendon. Pada pria, kanalis inguinalis merupakan tempat
berjalannya Funikulus spermatikus, sedangkan pada wanita saluran ini
dilewati oleh ligamentum rotondum uteri, dari uterus ke labium majus.
Kanalis inguinalis panjangnya sekitar 4 cm dan terletak di atas
ligamentum inguinale.
Dinding yang membatasi kanalis inguinalis adalah:
 Anterior : dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus abdominis
eksternus dan 1/3 lateralnya muskulus obliqus internus.
 Posterior : pada bagian lateral dibentuk oleh aponeurosis muskulus
transversus abdominis yang bersatu dengan fascia transversalis dan
pada bagian medial dibentuk oleh fascia transversalis dan konjoin
tendon.
 Superior : dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus
abdominis internus dan muskulus transversus abdominis dan
konjoin tendon.
 Inferior : dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare

Isi kanalis inguinalis pria:


a. Vas deferens
b. 3 arteri yaitu:
 Arteri spermatika interna
 Arteri diferential
 Arteri spermatika eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus yaitu:
 Cabang genital dari nervus genitofemoral
 Nervus ilioinginalis
 Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. Lapisan fascia:
 Fascia spermatika eksterna, lanjutan dari fascia innominate.
 Fascia kremasterika, lanjutan dari fascia dan serabut otot
muskulus obliqus abdominis internus
 Fascia spermatika interna, perluasan dari fascia transversalis.
 Annulus Internus
Merupakan lubang tempat keluarnya funikulus spermatikus dari
dalam abdomen menuju kanalis inguinalis. Annulus ini terletak kurang
lebih di tengah-tengah antara SIAS dan tuberkulum pubikum (±1-1,5 cm
diatas ligamentum inguinal).
 Annulus Eksternus
Merupakan suatu lubang yang berbentuk segitiga yang dibentuk
oleh crus superior dan crus inferior aponeurosis MOE. Ukuran luasnya
kurang lebih 2,5 x 1,25 cm. Annulus ini merupakan tempat keluarnya
funikulus
spermatikus (pada wanita berupa round ligament), dan nervus
ileoinguinalis.

Vaskularisasi dan Innervasi


Vaskularisasi di regio inguinal dari A.Iliaca externa melalui A.Epigastrika
inferior dan cabang-cabangnya. Sedangkan bentuk aliran vena untuk daerah
profunda bisa ke V.Pudendus maupun ke V.Hipogastrika, untuk daerah superficial
bergabung dengan vena-vena superficial dinding perut.
Inervasi berasal dari segmen Thorakal XII dan Lumbal I melalui N.
Ileohipogastrika dan Ileoinguinalis. N. Ileoinguinalis berjalan di dalam kanalis
inguinalis bersama dengan funikulus spermatikus.

Gambar 2.5 Kanalis inguinali


2.5. EMBRIOLOGI

Pertimbangan Embriologis dan Patofisiologi Prosesus vaginalis adalah


evaginasi peritoneum melalui cincin internal ke dalam kanalis inguinalis. Ini
pertama kali dapat diidentifikasi pada usia kehamilan 3 bulan. Pada populasi
anak-anak, hampir semua hernia inguinalis disebabkan oleh kegagalan proses
obliterasi prosesus vagina. Hal ini mengakibatkan cairan peritoneum atau organ
intra-abdomen dapat melewati saluran tersebut, mengakibatkan hidrokel atau
hernia inguinalis indirek. Testis mulai berkembang secara retroperitoneal tinggi
di dinding posterior perut (medial dari mesonefros) pada usia kehamilan sekitar 5
minggu. Sebuah pita fibgmuscular (gubernaculum) memanjang dari kutub bawah
testis ke bawah melalui kanalis inguinalis ke skrotum11.
Prosesus vaginais mengalami herniasi melalui lapisan dinding perut bagian
bawah, sepanjang kantong yang dibentuk oleh gubernaculum. Testis intra-
abdomen turun untuk mencapai cincin inguinalis internal pada sekitar usia
kehamilan 7 bulan dan turun melalui prosesus vagina untuk mencapai skrotum
sekitar usia kehamilan. Bagian dari prosesus vagina yang tersisa di skrotum
membentuk tunika vagina. Bagian yang terletak di atas testis harus dilenyapkan,
sehingga hubungan antara rongga peritoneum dan skrotum terputus. Jika
prosesus vagina tetap paten, hal ini memungkinkan cairan peritoneum untuk
melacak dan berkembangnya hidrokel. Jika terbuka lebih lebar, dapat
memungkinkan usus atau saluran intra-abdomen untuk dilewati dan
perkembangan hernia inguinalis tidak langsung. Proses yang mengakibatkan
penutupan prosesus vagina tampaknya mengikuti atau dikaitkan dengan turunnya
testis, karena terdapat tingginya insiden patensi prosesus vagina terkait dengan
tidak turunnya testis11.
Faktor-faktor yang mengendalikan fase inguinoskrotal pada penurunan testis
dan penutupan prosesus vagina yang paten (PPV) belum sepenuhnya dipahami.
Androgen janin dan faktor mekanis akibat peningkatan tekanan perut tampaknya
memainkan peran penting. Baru-baru ini dikemukakan bahwa peptida terkait gen
kalsitonin (CGRP) yang dilepaskan dari saraf genitofemoral juga berkontribusi.
Pada wanita, kanal Nuck berhubungan dengan prosesus vagina, dan ketika
dipatenkan, ia berhubugan dengan labia mayor11.
Ovarium turun hanya ke panggul, tetapi gubernaculum melewati kanalis
inguinalis. Bagian atas dari gubernakulum menjadi ligamen ovarium, dan bagian
bawah menjadi ligamen bundar. Hal ini meluas antara ovarium dan labia mayora.
Kanal Nuck biasanya menutup pada usia kehamilan sekitar 7 bulan. Ada jendela
waktu di mana prosesus bergerak nalis bisa menutup, batas pastinya tidak
diketahui. Diperkirakan terdapat insiden PPV yang tinggi saat lahir antara 40 dan
60%. Insiden tertinggi terjadi pada bayi prematur bayi, hal ini tidak terduga
mengingat peran PPV dalam penurunan testis (tahap akhir yang terjadi antara
bulan ketujuh dan kesembilan perkembangan janin). Prosesus patensi vagina
turun drastis dalam 6 bulan pertama, seumur hidup, dan sangat sedikit yang akan
menutup setelah usia 3 sampai 5 tahun11.

2.6. PATOFISIOLOGI
Hernia terjadi ketika tekanan intra-abdomen meningkat, tekanan berlebihan
di daerah perut ditambah dengan daerah perut yang mengalami kelemahan atau
mengalami defek maka hernia akan berkembang secara prograsif. Pertama,
dinding perut mengalami kerusakan. Seiring berjalan waktu penonjolan dan hal
ini terus berkembang, apabila isi hernia tidak dapat kembali (irreponibel) dapat
menyebabkan inkerserasi ditandai dengan gangguan pasase usus dan paling akhir
akan mengalama strangulasi yang sudah melibatkan hambatan pada pembuluh
darah dengan masalah serius yaitu nekrosis10.

2.7. KLASIFIKASI

Berdasarkan tempat terjadinya, hernia terbagi atas2:


 Hernia Femoralis
Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya,
isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar
dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa
ovalis.
 Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus
yang hanya tertutup peritoneum dan kulit akibat penutupan yang inkomplet
dan tidak adanya fasia umbilikalis.
 Hernia Lumbalis
Di daerah lumbal antara iga XII dan krista iliaka, ada dua trigonum
masing-masing trigonum kostolumbalis superior (ruang Grijinfelt/lesshaft)
berbentuk segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior atau
trigonum iliolumbalis berbentuk segitiga.
 Hernia Littre
Hernia yang sangat jarang dijumpai ini merupakan hernia berisi
divertikulum Meckle. Sampai dikenalnya divertikulum Meckle, hernia littre
dianggap sebagai hernia sebagian dinding usus. Hernia Spiegheli Hernia
spieghell ialah hernia vebtralis dapatan yang menonjol di linea semilunaris
dengan atau tanpa isinya melalui fasia spieghel.
 Hernia inguinal lateralis
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran yaitu annulus dan kanalis inguinalis internus. Pada
pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong
sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat.
 Hernia inguinalis Medialis
Hernia ingunalis direk hampir selalu disebabkan oleh faktor
peninggian tekanan intraabdominal kronik dan kelemahan otot dinding di
trigonum hesselbach. Oleh karena itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral,
khususnya pada lelaki tua.
 Hernia Spiegheli
Hernia spieghell ialah hernia vebtralis dapatan yang menonjol di
linea semilunaris dengan atau tanpa isinya melalui fasia spieghel.

Gambar 2.6 Hernia Spieghel


 Hernia Interna
a. Hernia Obturatoria
Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatorium.

Gambar 2.7. Hernia Obturatorium, 1.) Foramen obturatorium, 4) kantong


hernia dapat dicapai melalui colok dubur

b. Hernia diafragmatika
Hernia diafragmatika merupakan penonjolan sebagian organ
intraabdomen ke dalam rongga dada melalui suatu defek yang terdapat
pada diafragma. Defek pada diafragma ini dapat merupakan kelainan
kongenital atau akibat trauma. Hernia diafragmatica dapat dibagi menjadi
Posterolateral (Bochdalek), Retrostrenal (Morgagni), di samping
esofagus (Paraesofageal), atau pada hiatus esofagus (Hiatal hernia).
c. Hernia foramen Winslowi
Hernia foramen winslowi ialah penonjolan organ intraperitonuem
melaluiforamen winslowi.
Menurut sifatnya hernia terbagi atas2:
1. Hernia reponibel
Hernia reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika
berdiri atau mengejan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong
masuk ke dalam perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan
nyeri atau obstruksi usus.
2. Hernia ireponibel
Hernia ireponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi kembali ke dalam
rongga perut. Biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada
peritoneum kantong hernia.
3. Hernia Inkaserata atau Hernia strangulate
Hernia inkaserata apabila isi hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Akibatnya terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia inkaserata lebih
dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang di sertai gangguan pasase,
sedangkan hernia strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel
yang disertai gangguan vaskularisasi.

Gambar 2.8. Hernia Usus


A.) Hernia reponibel tanpa inkarserasi dan strangulasi
B.) Hernia ireponibel atau hernia akreta karena pelekatan.
Tidak ada gejala atau gangguan pasase isi usus
C.) Hernia inkarserata dengan ileus obstruksi usus
D.) Hernia strangulata, bila ileus obstruksi disertai nekrosis
sampai gangren akibat gangguan peredaran darah
Klasifikasi hernia inguinalis yaitu2:
1. Hernia inguinalis indirek
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis,
diduga mempunyai penyebab kongenital. Kantong hernia merupakan sisa
prosesus vaginalis peritonei sebuah kantong peritoneum yang menonjol
keluar, yang pada janin berperan dalam pembentukan kanalis inguinalis.
2. Hernia inguinalis direk
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis.
Hernia ini melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika
inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hasselbach.5 Hernia inguinalis
direk jarang pada perempuan, dan sebagian bersifat bilateral. Hernia ini
merupakan penyakit pada laki-laki lanjut usia dengan kelemahan otot
dinding abdomen.

Gambar 2.91 Hernia inguinalis medialis, lateralis, dan femoralis

Gambar 2.9.2 Hernia Inguinalis Medialis dan Lateralis


2.7 FAKTOR PREDISPOSISI
a. Usia
Usia adalah salah satu penentu seseorang mengalami hernia
inguinalis, sebagaimana pada hernia inguinalis direk lebih sering pada laki-
laki usia tua yang telah mengalami kelemahan pada otot dinding abdomen.
Sebaliknya pada dewasa muda yang berkisar antara 20-40 tahun yang
merupakan usia produktif. Pada usia ini bisa terjadi peningkatan tekanan
intraabdominal apabila pada usia ini melakukan kerja fisik yang
berlangsung terus-menerus yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
hernia inguinalis indirek.
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terjadinya hernia
inguinalis ialah pekerjaan fisik yang dilakukan secara terus-menerus
sehingga dapat meningkatan tekanan intraabdominal dan salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya hernia inguinalis.
c. Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi kelemahan pada dinding abdomen
yang disebabkan dorongan dari lemak pada jaringan adiposa di dinding
rongga perut sehingga menimbulkan kelemahan jaringan rongga dinding
perut dan terjadi defek pada kanalis inguinalis. Pada obesitas faktor risiko
lebih besar apabila sering terjadi peningkatan intraabdomen, misalnya:
mengejan, batuk kronis, dan kerja fisik.

2.8 MANIFESTASI KLINIS

 Pada hernia inguinalis lateralis baik pada anak-anak maupun orang dewasa,
adanya pembengkakan atau tonjolan inguinalis diketahui oleh pasien atau
orang tua sebelum dibawa ke dokter.

 Pada orang dewasa adanya nyeri akut yang tajam menjalar ke testis terutama
disertai batuk mungkin menandakan hernia inguinalis tidak langsung kecil.
Sensasi tekanan yang mengganggu dan kronis mungkin menunjukkan
adanya hernia indirek yang besar dan sudah berlangsung lama atau hernia
direk. Nyeri yang terjadi pada hernia sisi kanan yang sebelumnya tidak
menunjukkan gejala.

 Pada pasien dengan hernia inguinalis tidak langsung, nyeri akan terjadi pada
sekitar 50% kasus sedangkan pembengkakan yang terlihat akan muncul pada
sekitar 75% kasus. Pria berusia di atas 50 tahun dengan hernia inguinalis
besar yang meluas hingga ke skrotum harus dicurigai mengalami herniasi
kandung kemih secara bersamaan.

 Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha
biasanya diketahui oleh orangtua. Jika hernia mengganggu dan anak atau
bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut kembung,
harus dipikirkan adanya hernia strangulate12.

2.8. DIAGNOSIS

 Anamnesis
Secara klasik, anamnesis pada penderita hernia inguinalis biasanya ditemukan
keluhan-keluhan, antara10
1. Pada orang dewasa, biasanya penderita datang dengan keluhan adanya
“benjolan” di lipatan paha atau perut bagian bawah pada scrotum atau
labium mayor pada wanita yang dapat bersifat keluar masuk sendiri,
masuk karena ada manipulasi, atau menetap.
2. Pada bayi dan anak-anak, adanya benjolan yang hilang timbul di
pelipatan paha biasanya diketahui oleh orang tuanya. Benjolan timbul
pada waktu terjadi peningkatan tekanan intra-abdominal, misalnya
mengejan, menangis, batuk, atau mengangkat beban berat. Benjolan akan
menghilang atau mengecil ketika penderita berbaring (reponibilis), tidak
dapat kembali atau tidak menghilang ketika berbaring (irreponibilis).
3. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan
pada mesenterium sewaktu segmen usus halus masuk kedalam kantong
hernia.
4. Perasaan seperti tertekan pada daerah inguinal merupakan keluhan yang
sering dialami, terutama setelah melakukan aktivitas lama.
5. Nyeri neurogenik dapat menjalar ke skrotum, testikel, atau paha bagian
dalam.
6. Keluhan nyeri pada inguinal, Hernia inguinalis menekan saraf yang
berada disekitarnya, menyebabkan penekanan secara keseluruhan, nyeri
lokal yang bersifat tajam, dan nyeri pindah.

7. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi
inkarserata karena illeus (dengan gambaran obstruksi usus dan gangguan
keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa), atau strangulasi karena
nekrosis atau gangrene (akibat adanya gangguan vaskularisasi).
Faktor-faktor predisposisi10
a. Pekerjaan (mengangkat-angkat beban berat, atlet angkat besi,
tentara, kuli bangunan).
b. Penyakit ataupun gangguan kronis (BPH, striktur urethra, batuk
kronis, ascites, atau susah BAB).
c. Faktor usia (semakin tua otot-otot dinding abdomen semakin
lemah).
d. Faktor kegemukan (obesitas). Anamnesis pada penderita hernia
femoralis biasanya ditemukan keluhan antara lain :
e. Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul
terutama pada waktu melakukan kegiatan menaikkan tekanan intra-
abdomen, seperti mengangkat barang dan batuk. Benjolan ini
hilang pada waktu berbaring.
f. Penderita sering datang ke dokter atau ke rumah sakit dengan
hernia strangulate. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan
lunak di lipat paha di bawah ligamentum inguinaloe di medial vena
femoralis dan lateral tuberkulum pubikum.
g. Tidak jarang yang lebih jelas adalah tanda sumbatan usus,
sedangkan benjolan di lipat paha tidak ditemukan, karena kecilnya
atau penderita gemuk.

 Pemeriksaan fisik
Pada saat melakukan pemeriksaan posisi ideal pasien dalam keadaan
berdiri untuk meningkatkan tekanan intraabdomen, dengan memperlihatkan
daerah lipat paha dan skrotum10

1. Inspeksi

 Hernia reponibel terdapat benjolan pada area lipat paha yang saat
berdiri atau dengan melakukan tindakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdominal (batuk, bersin,atau mengedan)
dan mneghilang setelah berbaring.

 Hernia ireponible, terdapat benjolan menetap atau tidak masuk


kembali saat pasien berdiri atau meningkatkan tekanan
intrabdominalnya (batuk, bersin, atau mengejan).

2. Palpasi

 Penekanan pada titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum


dengan manipulasi peningkatan tekann intraabdominal, jika ditemukan
penonjolan di sebelah medial dapat diasumsikan bahwa terdapat hernia
inguinalis medialis

 Penekanan titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum


(AIM) dan dilakukan manipulasi peningkatan tekanan intraabdominal,
jika terdapat benjolan maka dapat diasumsikan sebagai hernia
inguinalis lateralis.
 Penekanan pada titik tengah antara kedua titik tersebut di atas
(pertengahan canalis inguinalis) dan dilakukan manipulasi peningkatan
tekanan intraabdominal, jika terlihat benjolan di lateralnya
berartihernia inguinalis lateralis jika di medialnya hernia inguinalis
medialis.

 Nyeri tekan menandakan bahwa telah terjadi inkarserasi pada hernia

3. Perkusi

Bila didapatkan perkusi hipertimpani maka harus dipikirkan


kemungkinan terjadi obstruksi saluran pencernaan karena hernia.

4. Auskultasi

Hiperperistaltik didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia


yang mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata). Auskultasi juga dapat
dilakukan dengan meletakkan stetoskop di atas benjolan atau permukan kulit
skrotum. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui isi dari
hernia tersebut. Apabila terdengar bising usus, isi dari hernia skrotalis
tersebut adalah usus

5. Colok dubur

Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda Howship romberg


(hernia obtutaratoria).

 Pemeriksaan khusus
1. Finger Test (Invagination Test)
Pemeriksaan Finger Test dengan memasukkan jari telunjuk atau jari
kelingking melalui skrotum ke kanalis inguinalis, dilakukan manipulasi
peningkatan tekanan intraabdomen, apabila terdapat penonjolan yang
menyentuh ujung jari maka diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis.
10
Gambar 2.10 Finger test

2. Thumb Test (Deep Ring Occlusion Test)


Pemeriksaan Thumb Test, dilakukan dengan cara penekanan anulus
internus dengan jari pertama, apabila keluar benjolan maka diasumsikan
sebagai hernia inguinalis medialis, sedangkan bila tidak keluar benjolan
maka diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis10

Gambar 2.11 Thumb test

3. Ziemann Test
Pemeriksaan Ziemen Test, dengan posisi pasien berbaring berbaring, bila
ada benjolan masukkan dulu10.

1) Hernia pada bagian tubuh kanan diperiksa dengan tangan kanan,


begitupula sebaliknya.
2) Dilakukan manipulasi peningkatan tekanan intraabdomen, bila
terdapat benjolan yang menyentuh pada jari ke 2 diasumsikan
hernia inguinalis lateralis, bila terdapat benjolan yang menyentuh
jari ke 3 diasumsikan hernia ingunalis medialis, dan bila terdapat
benjolan yang menyentuh jari ke 4 diasumsikan sebagai hernia
femoralis.

Gambar 2.12 Zieman test

4. Transillumination test
Untuk membedakan hernia scrotalis dengan kelainan pada scrotum
lainnya seperti hidrokel. Pada hidrokel didapatkan transillumination test
positif, tetapi tidak menutup kemungkinan pada hernia skrotalis yang berisi
usus dan cairan memberikan kesan positif.

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan hernia
antara lain 10:
 Pemeriksaan herniogram: digunakan dengan menyuntikan kontras
dalam rongga peritonium, kemudian dilihat apakah adanya kantung
atau tonjolan yang tidak simetris pada daerah inguinal.
 USG (Ultrasonografi) merupakan pemeriksaan paling tidak invasif dan
tidak memberikan radiasi kepada pasien. Struktur anatomi dapat
dilihat dengan lebih baik dikarenakan adanya struktur tulang yang
khas, pada daerah lipat paha terdapat beberapa tulang dan pembuluh
darah epigastrika inferior dimana dapat menngidentifikasi letak dari
regio inguinal. Pada pasien yang kurus, pergerakan dari spermatic cord
dan dinding abdomen bagian posterior terhadap dindig abdomen
anterior dapat memberikan gambaran false positve untuk diagnosis
hernia. CT dan MRI memberikan gambaran statis yang dapat
mendeteksi hernia ingunalis, dan dapat menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lainnya.
 MRI (Magnetic resonance imaging): digunakan jika pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya benjolan pada daerah inguinal, namun pada
hasil pemeriksaan USG tidak mendukung hasil pemeriksaan fisik.
Penggunaan MRI sekarang jarang digunakan, dikarenakan harganya
yang mahal dan akses yang terbatas.

2.9. PENATALAKSANAAN

 Konservatif
Penatalaksanaan konservatif terbatas pada reposisi dan penggunaan
penyangga gunak mempertahankan isi hernia yang telah dikembalikan ke
posisi semula. Tindakan reposisi tidak dilaikan pada hernia yang telah
mengalami strangulasi. Pengembalian atau reposisi dilakukan dengan dua
tangan (bimanual) dengan tangan kiri membentuk corong dan tangan
kanan mendorong kea rah cincin hernia hingga isi hernia kembali ke
posisi semula. Penggunaan penyangga hanya untuk mempertahankan
posisi isi hernia yang telah dilakukan reposisi10.
 Operatif
Perawatan bedah adalah satus atunya modalitas untuk
penatalaksanaan hernia. Prinsip utama operasi hernia adalah herniorafi, yang
terdiri dari herniotomi dan hernioplasti. herniotomi merupakan tindakan
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi
hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong
hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong, sedankan hernioplastik
bertujuan untuk memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis iguinalis 10.
Hernioplasty merupakan gabungan herniotomi dan plasty (menutup
pintu). Pada bayi tidak perlu dilakukan hernioplasty karena anulus eksternus
dan internusnya saling tumpang tindih. Fascia transversa yang merupakan
lokus minorisnya ditutup sehingga terbentuk jaringan ikat. Pada
hernioplasty, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasty lebih penting
dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi13
Teknik teknik tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah 10:
1) Pure Tissue Repair Metode Bassini
2) Herniorafi Tension-Free dengan Nylon Darn Repair
3) Herniorafi Tension-Free dengan Pemasangan Mesh

Dikenal berbagai teknik-teknik operasi hernia antara lain 14:


a. Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan
cara conjoint tendon didekatkan dengan ligamentum Poupart’s dan
spermatic cord diposisikan seanatomis mungkin di bawah
aponeurosis muskulus oblikuus ekstrena. Menjahit conjoint tendon
dengan ligamentum inguinale.
b. Shouldice : seperti bassini ditambah jahitan fascia transversa
dengan lig. Cooper.
c. Lichtenstein : menggunakan propilene (bahan sintetik) menutup
segitiga Hasselbach dan mempersempit anulus internus.
d. Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord
kebalikannya cara Bassini. seperti Bassini tetapi funikulus
spermatikus berada diluar Apponeurosis M.O.E.
e. Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan
conjoint tendon
 Teknik Operasi
Berdasarkan pendekatan Operasi, Banyak Teknik Hernioraphy
dapat dikelompokkan dalam 4 kategorie utama:
a. Open Anterior Repair (Teknik bassini, McVay dan Shouldice)
Komponen Utama dari teknik ini adalah:
1. Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus
dikanalis inguinalis hingga ke cincin eksternal.
2. Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk
mencari hernia indirect sekaligus menginspeksi dasar dari
kanalis inguinal untuk mencari hernia direct.
3. Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis
inguinalis (fascia transversalis).
4. Melakukan ligasi kantong hernia seproksimal mungkin.
5. Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia
transversalis, otot transversalis abdominis dan otot abdominis
internus ke ligamentuminguinalis lateral

Gambar 2.13 Bassini technique


b. Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic repair dan teknik Nyhus) dilakukan
dengan membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincinluar
dan masuk ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua
bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik
open anterior adalah rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior
repair sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan karena
menghindari jaringan parut dari operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya
dilakukan dengan anastesi regional atau anastesi umum.
c. Tension-free repair with Mesh
Operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow) menggunakan
pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan tetapi tidak
menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi menempatkan
sebuah prostesis, yaitu Mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat
memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan
di sekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka
kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen. Beberapa ahli bedah
meragukan keamanan jangka panjang penggunaan implant prosthesis,
khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan. Akan tetapi pengalaman
yang luas dengan mesh telah mulai menghilangkan anggapan ini, dan
teknik ini terus populer

2.10. KOMPLIKASI

 Terjadi adhesi isi hemia dengan kantong hernia yang membuat isi hernia
tidakdapat dimasukkan
 Penekanan cincin hemia yang mengakibatkan banyak usus yang masuk.
Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan
pasase usus.
 Terjadi strangulasi pembuluh darah karena edema.
 Nekrosis usus karena adanya strangulasi pembuluh daran.
 Komplikasi operasi (cedera v.femoralis, N. ilioinguinalis, N. iliofemoralis,
duktus 10
 Komplikasi hernia pada bayi yang paling sering ialah terjadinya
inkarserata. Pada kondisi ini bagian usus yang terperangkap akan
mengalami hambatan pasase sehingga tanda dan gejala obstruksi usus
pada bayi akan didapatkan Bila kondisi ini tidak terkoreksi, maka akan
berlanjut pada komplikasi yang lebih berat yaitu strangulata dimana usus
yang terperangkap akan mengalami nekrosis. Pada kondisi ini dapat
terjadi sepsis akibat kontaminasi dari isi lumen usus melalui daerah yang
nekrosis. Bila kontaminasi ini masuk ke dalam rongga abdomen maka
akan terjadi peritonitis3.
2.11. PROGNOSIS

Sebagian besar pasien yang menjalani segala bentuk perbaikan hernia


inguinalis umumnya memiliki prognosis yang baik, karena operasi perbaikan
hernia aman dan efektif. Setelah operasi terbuka, pasien biasanya dapat
melanjutkan aktivitas normal mereka dalam satu atau dua minggu. Setelah operasi
hernia, pasien harus menghindari angkat berat selama enam sampai delapan
minggu untuk memungkinkan penyembuhan penuh semua otot dan jaringan
lainnya15.
Prognosis hernia inguinalis lateralis pada bayi dan anak-anak sangat baik.
Angka kejadian komplikasi pada anak hanya sekitar 2%. Tingkat infeksi pasca
operasi kurang dari 1% dan kekambuhan kurang dari 1%. Insiden hernia recuren
tergantung pada usia pasien, lokasi hernia, dan teknik hernioplasti. Tingkat
kekambuhan hernia indirek lebih rendah dibandingkan dengan hernia direk atau
femoralis pada semua kelompok umur10.
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Ym Pekerjaan : Petani

Umur : 50 Tahun Tanggal Masuk : 30/08/2023

Jenis Kelamin : Laki-Laki Ruangan : Teratai

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Benjolan pada lipatan paha sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien Tn. Ym berumur 50 tahun masuk dengan keluhan adanya


benjolan pada lipatan paha sebelah kanan hingga kantong zakar yang
dirasakan sejak ± 2 Tahun yang lalu SMRS. Menurut pasien, awalnya
benjolan dirasakan hilang timbul (bisa keluar masuk). Keadaan yang
membuat benjolan muncul ketika pasien sedang berdiri, bersin, batuk serta
benjolan tidak hilang walaupun pasien berbaring. Setelah beberapa tahun
dirasakan benjolan di kantong zakarnya makin membesar sehingga kurang
nyaman dalam berjalan. Pasien mengeluhkan rasa nyeri hilang timbul pada
area benjolan hingga benjolan di kantong zakar. Keluhan demam (-), mual (-
), muntah (-), dapat kentut dan masih BAB, BAK terasa seperti biasa.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi (+), riwayat DM disangkal (-).


Pasien menyangkal mempunyai riwayat batuk lama, tumor/kanker.

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat penyakit hipertensi (-)


 Riwayat penyakit diabetes mellitus (-)

 Riwayat penyakit jantung (-)


 Riwayat penyakit yang sama (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan petani, dalam aktivitasnya pasien sering melakukan
perkerjaan berat seperti angkat barang-barang berat.

Riwayat pengobatan :
Pasien pernah datang ke poli bedah Anatapura dengan keluhan sama
setelah kontrol pasien di rujuk ke poli bedah digestive Undata untuk
perawatan lanjut.

III. Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
VAS :5

Kepala : Normocephal
Mata : Konjugtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Pupil Isokor (+/+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-),
Pembesaran kelenjar Tiroid (-)

Telinga : Tidak ada secret (-/-), Bau (-/-), dan


Perdarahan (-/-)
Mulut : Bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi,
mukosa tidak pucat
Thorax

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral,


Retraksi (-/-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-).

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba pada SIC V
linea mid clavicula sinistra
Perkusi :
Batas jantung atas SIC II linea parasternal sinistra
Batas jantung bawah SIC IV linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan SIC IV linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Permukaan tampak datar (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal
Perkusi : Timpani (+) regio abdomen
Palpasi : Nyeri Tekan (-).

Ekstremitas
Superior : Akral hangat (-/-), edema (-/-)
Inferior : Akral hangat (-/-), edema (-/-)

Status Lokalis Inguinal


Regio : Inguinal dextra

Inspeksi : Tampak benjolan pada inguinal dextra berbentuk


lonjong, warna sama dengan kulit sekitar
Palpasi : Teraba benjolan pada inguinal, konssistensi kenyal,
permukaan licin Nyeri Tekan (-), tidak dapat diresposisi
Auskultasi : terdengar peristaltik usus
Regio : Inguinal Sinistra

Inspeksi : Tidak Tampak benjolan pada inguinal sinistra


Palpasi : Tidak Teraba benjolan pada inguinal, Nyeri Tekan
Auskultasi : Tidak terdengar peristaltik usus
Status Lokalis Scrotum
Regio : Scrotum dextra

Inspeksi : Tampak pembesaran pada scrotum dextra sebesar


bola takrau., memar (-), oedema (-)
Palpasi : Teraba pembesaran scrotum dextra, konssistensi kenyal,
permukaan licin, Nyeri Tekan (-), teraba buah testis
Auskultasi : terdengar peristaltik usus

Regio : Scrotum sinistra

Inspeksi : Tidak Tampak pembesaran, memar (-), oedema (-)


Palpasi : Nyeri Tekan (-), teraba buah testis kesan normal
Auskultasi : Tidak terdengar peristaltik usus

Pemeriksaan Khusus
Finger Test : sulit dilakukan karena tidak dapat diresposisi
Thumb Test : sulit dilakukan karena tidak dapat diresposisi
Ziemen Test : sulit dilakukan karena tidak dapat diresposisi
Transillumination test : Negatif (-)
Rectal Toucher : Dalam Batas Normal

Foto Klinis :
IV. Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium

1) Darah Lengkap (22/08/2023) Pre Operasi


Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
HGB 13,6 14 – 18 g/dL
WBC 7,7 4,0 – 11,0 ribu/uL
RBC 4.58 4,1 – 5,1 juta/uL
HCT 36,1 36 – 47 %
PLT 238 150 – 450 ribu/uL
BT 3’ 1–5 Menit
CT 6’ 1 – 15 Menit

2) Kimia Klinik (22/08/2023) Pre Operasi


Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
GDS 130,6 70 – 200 mg/dL
Albumin 4,4 3,4-4,8 g/dL

3) Fungsi Ginjal (22/08/2023) Pre Operasi


Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Ureum 51 <50 mg/dl
Kreatinin 1,20 0,6 – 1,1 mg/dl

4) Elektrolit (22/08/2023) Pre Operasi


Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Na 139 136-146 mmol/l
K 4,0 3,5-5,0 mmol/l
Cl 103 98-106 mmol/l
Fungsi Ginjal (23/08/2023) Pre Operasi
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Ureum 49 <50 mg/dl
Kreatinin 1,17 0,6 – 1,1 mg/dl

Fungsi Ginjal (28/08/2023) Pre Operasi


Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Ureum 58 <50 mg/dl
Kreatinin 1,5 0,6 – 1,1 mg/dl
Fungsi Ginjal (30/08/2023) Pre Operasi
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Ureum 39 <50 mg/dl
Kreatinin 1,26 0,6 – 1,1 mg/dl

Radiologi Foto Thorax


Pemeriksaan foto thorax, hasil :
 Corakan bronchovasculer paru dalam batas normal
 Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
 Cor membesar, aortae elongasi dan kalsifikasi
 Kedua sinus dan diafragma baik
 Tulang-tulang intak

Kesan :
Cardiomegaly disertai elongatio et atherosclerosis aortae
Gambar Foto Thoraks

E. Resume
Pasien Tn. Ym berumur 50 tahun masuk dengan keluhan adanya benjolan
pada lipatan paha sebelah kanan hingga kantong zakar yang dirasakan sejak ± 2
Tahun yang lalu SMRS. Menurut pasien, awalnya benjolan dirasakan hilang
timbul (bisa keluar masuk). Keadaan yang membuat benjolan muncul ketika pasien
sedang berdiri, bersin, batuk serta benjolan tidak hilang walaupun pasien berbaring.
Setelah beberapa tahun dirasakan benjolan di kantong zakarnya makin membesar
sehingga kurang nyaman dalam berjalan. Pasien mengeluhkan rasa nyeri hilang
timbul pada area benjolan hingga benjolan di kantong zakar. Keluhan demam (-),
mual (-), muntah (-), dapat kentut dan masih BAB, BAK terasa seperti biasa. Pasien
memiliki riwayat Hipertensi (+) dan pasien pernah periksa ke poli bedah anutapura
dengan keluhan sama. Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani.
Pada pemeriksaan fisik Td : 140/100 mmHg, nadi 79 x/m, respirasi 20x/m,
suhu 36,5 C. pada pemeriksaan regio inguinalis dextra Tampak benjolan pada
inguinal dextra berbentuk lonjong, warna sama dengan kulit sekitar, konssistensi
kenyal, permukaan licin, Nyeri Tekan (-), tidak dapat diresposisi, dan terdengar
peristaltik usus. Pada regio scrotum Tampak pembesaran pada scrotum dextra
sebesar bola takrau., memar (-), oedema (-), konssistensi kenyal, permukaan licin,
Nyeri Tekan (-), teraba buah testis dan terdengar peristaltik usus
Pada pemeriksan laboratorium (22/08/2023) Hb; 13,6 g/dl, ureum ; 51
mg/dl, Kreatinin : 1,20 mg/dl. Pemeriksan radiologi foto thoraks kesan
cardiomegaly disertai elongatio et atherosclerosis aortae.

F. Diagnosis Kerja

Hernia Inguinalis Lateralis Dextra ireponible

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Non-Operatif
- IVFD RL 20 tpm
- Anbacim 1 gr/12 jam/IV
- Diet Bubur

Terapi Penyakit Dalam :


- Diet protein 1,2 mg/kgBB/hari
- Aminefron 3 X 2

Penatalaksanaan Operatif:
- Pro Herniorraphy Dextra

H. Diagnosis post operasi


Post Open Herniorraphy Dextra atas indikasi G ia nt hernia inguinalis
lateralis dextra.
Dokumentasi

Laporan operasi
1. Pasien berbaring dengan posisi supine dengan pengaruh anastesi
2. Desinfeksi dan drapping
3. Insisi inguinal dextra, perdalam secara tajam sampai menembus fascia
4. Identifikasi funiculus spermaticus, identifikasi kantong hernia
5. The hernia sac was opened (kantong hernia dibuka), reduksi organ
intraperitoneal kemudian lakukan herniotomi
6. Dilanjutkan dengan hernioplasty untuk merekonstruksi dengan mesh
7. Kontrol perdarahan, cuci luka operasi tutup luka operasi
8. Operasi selesai
G. Follow Up
03/09/2023 S : Nyeri luka post op P:
(+), perdarahan (-), - IVFD RL 18 tpm
demam (-), mual muntah - Ceftriaxone 1
(-), BAB (-), flatus (+), gr/12jam/IV
perut kembung (-). - Ketorolac 30
Pasien sudah minum 1- mg/8jam/IV
2 sdm/jam, Pasien mulai - Ranitidine 50
Latihan miring kanan- mg/12jam/IV
kiri. - Diet cair (air putih,
O: susu, dan teh)
TD : 129/80 mmHg - Bed rest
HR : 90 x/menit - Mobilisasi secara
RR : 20 x/menit bertahap
S : 36.3°C
Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : Distensi (-),
peristaltik usus (+)
kesan normal, nyeri
tekan (-)
A : Post open
herniorraphy H+1 ec
hernia inguinalis
lateralis dextra ireponible
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis hernia inguinalis lateralis ditegakkan pada kasus ini berdasarkan


dengan teori dimana pada anamnesis didapatkan keluhan pasien datang dengan
keluhan benjolan di daerah inguinal dextra sejak ± 2 tahun yang lalu, benjolan
tersebut dirasakan hilang timbul, keadaan yang membuat benjolan muncul ketika
pasien sedang berdiri, bersin, batuk serta benjolan hilang pada saat pasien
berbaring. Hal ini sesuai dengan teori dimana benjolan di daerah inguinal dextra
yang dimana benjolan tersebut hilang timbul, ini menandakan bahwa hernia pada
pasien merupakan hernia inguinalis ireponibilis karena masih tidak dapat masuk
kembali.
Pekerjaan pasien juga sebagai petani, dalam hal ini pekerjaan pasien masuk
dalam kategori mengangkat beban berat yang dilakukan setiap hari. Ini
mendukung teori salah satu faktor risiko terjadinya hernia, yaitu sering
melakukan aktivitas fisik mengangkat beban berat, sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen memberikan predisposisi besar terjadinya
hernia inguinalis pada pria. Apabila terjadi pengejanan pada aktivitas fisik maka
proses pernapasan terhenti sementara menyebabkan diafragma berkontraksi
sehingga meningkatkan kedalaman rongga thoraks, pada saat bersamaan juga
diafragma dan otot-otot dinding abdomen dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen sehingga terjadi dorongan isi dinding abdomen ke kanalis
inguinalis.
Pada anamnesis didapatkan keluhan lain seperti demam (-), muntah(-), mual (-
), demam (-), BAB dan BAK lancar seperti biasa. pada pemeriksaan regio
inguinalis dextra Tampak benjolan pada inguinal dextra berbentuk lonjong, warna
sama dengan kulit sekitar, konssistensi kenyal, permukaan licin, Nyeri Tekan (-),
tidak dapat diresposisi, dan terdengar peristaltik usus. Hal ini mendukung
diagnosis diarahkan ke hernia inguinalis lateralis ireponibel karena saat pasien
berbaring tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut.
Pada kasus hernia resposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi
hernia sambil membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah
cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai tejadi resposisi.
Ada beberapa kasus hernia yang tidak bisa di reposisi dikarenakan isi hernia
terlalu besar misalnya terdiri dari omentum, organ ektraperitoneum atau hernia
akreta. Bisa juga disebabkan karena komplikasi terjadinya adhesi dengan kantong
hernia biasanya terjadi pada hernia yang terjadi cukup lama.

Pasien berumur 50 tahun, ini sesuai dengan insiden hernia meningkat dengan
bertambahnya usia mungkin disebabkan meningkatnya penyakit yang membuat
tekanan intraabdomen meninggi dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Kelamahan otot dinding perut dapat juga disebabkan akibat kerusakan nervus
ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis setelah apendektomi. Jika kantong hernia
inguinalis lateralis mencapai scrotum, hernia tersebut disebut hernia skrotalis. Ini
sesusai dengan kasus Pada regio scrotum Tampak pembesaran pada scrotum
dextra sebesar bola takrau., memar (-), oedema (-), konssistensi kenyal, permukaan
licin, Nyeri Tekan (-), dan terdapat bising usus. Diagnosis banding hidrokel juga
dapat disingkirkan oleh karena dari hasil pemeriksaan transluminasi didapatkan
hasil negative. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk
membedakannya.

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang


rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakan. Prinsip dasar
operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplasti. Herniotomi ialah suatu
tindakan pembukaan kantong hernia untuk memastikan isi kantong hernia, dan
setelah dilakukan pembukaan kantong hernia, dimasukkan kembali isi kantong
hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong kantong hernia,
sedangkan hernioplasti adalah tindakan bedah untuk mencegah terjadinya
munculnya kembali dengan cara memperkecil annulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinais. Pada pasien ini telah dilakukan
herniotomi dan didapatkan pada kantong hernia yakni berupa usus.
Teknik hernioplasti yang digunakan pada pasien ini adalah metode free tension
repair, yang menggunakan pendekatan awal yang sama dengan teknik open
anterior. Akan tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek,
tetapi menempatkan sebuah mesh. Mesh ini bertujuan memperbaiki defek hernia
tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan disekitar fascia. Hasil yang baik
diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nugraha IBY, Suriana SN, Witari NPS, Bharata MDY. Hubungan Antara Indeks
Massa Tubuh Dengan Hernia Inguinalis Di Poli Bedah RSUD Sanjiwani Gianyar.
Aesculapius Med J |. 2022;2(2):111-116.
2. Amrizal A. Hernia Inguinalis. Syifa’ Med J Kedokt Dan Kesehat. 2015;6(1):1.
Doi:10.32502/Sm.V6i1.1374
3. Kumaat MA, Lampus H, Pali N. Inguinal Hernia In Infants. E-Clinic.
2022;10(2):167-172. Doi:10.1097/00007611-192812000-00007
4. Yusmaidi, Ilma W. Hernia Inguinalis Permagna : Laporan Kasus Giant Inguinal
Hernia : A Case Report. Med Fac Lampung. 2021;11(1):151-156.
Https://Doi.Org/10.53089/Medula.V11i1.174
5. Wahid F, Sampe J, Langitan A. Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Dengan
Hemiparese Sinistra. J Med Prof. 2019;1(1):12.
6. Karnadiharja W, Djojosugito Ma, Kamardi T. Hernia Inguinals. 2003. In:
Sjamsuhidayat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd Ed, Vol 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran Egc Publishers. 706-1000
7. Igirisa RA, Lampus HF, Lengkong AC. Patofisiologi Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Hernia Inguinalis Pada Anak Pathophysiology And Associated
Factors Of Inguinal Hernia In Children. Med Scope J. 2023;5(1):38-44.
8. Erianto M, Futri FN, Triwahyuni T, Prasetia T. Hubungan Usia Dengan Jenis Hernia
Inguinalis Di Rs Pertamina Bintang Amin Lampung. J Ilmu Dan Teknol Kesehat
Terpadu. 2022;1(2):73-79. Doi:10.53579/Jitkt.V1i2.18
9. Riskesdas. Kementerian Kesehatan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Published 2018. Depkes.Go.Id
10. Meliani RI, Sukma DM. Hernia. Contin Med Educ. Published Online 2022:2721-
2822. Doi:10.1002/9781118321386.Ch122
11. Carachi R, Doss SHE. Clinical Embryology: An Atlas Of Congenital Malformations.
Springer International Publishing; 2019.
12. Poitras P, Bilodeau M, Bouin M, Ghia JE. The Digestive System: From Basic
Sciences To Clinical Practice. Springer Nature; 2022.
13. Fadhilah N, Soga N, Prabowo J, Et Al. Diagnosis Dan Manajemen Hernia Inguinalis
Dextra Inkareserata: Laporan Kasus. Published Online 2019:929-936.
14. Mustikaturrokhmah D, Idoan Sijabat S. HERNIOTOMY DAN HERNIOPLASTY
PADA HERNIA INGUINALIS LATERALIS REPONIBEL SINISTRA :
LAPORAN KASUS Herniotomy And Hernioplasty In Sinistra Reponible Lateral
Inguinal Hernia : Case Report. Proceeding 15th Contin Med Educ.
2022;September:764-770.
15. Öberg S, Rosenberg J. Contemporary Inguinal Hernia Management. Br J Surg.
2022;109(3):244-246. Doi:10.1093/Bjs/Znab394
16. Malangoni M A., Rosen Michael J. 2007. Hernia. Sabiston Textbook Of Surgery. Ed
16th: Chapter44
17. Nurmianto, E. 2008. Ergonomi: Konsep Dasar Dan Aplikasinya Edisi 2. Guna Widya.
Surabaya. Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai