Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

LEBAH

MATA KULIAH :PENGETAHUAN DAN ANALISIS BAHAN AGROINDUSTRI

DISUSUN OLEH

ELINDA KURNIA (1911139001) (KETUA)

ERI SARIAH (1911139002) ( Pembuatan Tugas)

RAHMATUN NISA (1911133006) (Pembuatan Tugas)

YONI MELLIA PUTRI (1911133011) (Pembuatan Tugas)

TRI RAHMI IRMA (1911133010) (Pembuatan Tugas)

MUHAMMAD FIKRUL HADI (1911133008) (Pembuatan PPT)

HERU KURNIAWAN (1911133001) (Print)

KELAS: A

JURUSAN :TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS: TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lebah madu, berupa serangga kecil dengan fenomena yang sangat luar biasa.
Sayap yang transparan dengan guratan hiasan indah sangat cantik, dikenal dengan
sebutan hymen. Sehingga digolongkan dalam kelompok hymenoptera. Lebah madu
bisa dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu lebah madu yang membuat
sarang didalam ruangan dengan sarang yang berlapis - lapis dan lebah madu yang
membuat sarang di alam terbuka dengan sarang tunggal.
Lebah madu kelompok pertama terdiri dari lebah Apis mellifera (penyebaran
alamiyah di Asia Barat hingga Eropa dan Afrika namunn sekarang sudah menyebar ke
seluruh pelosok dunia), Apis cerana (penyebaran alamiyah di Asia dan sudah masuk
ke sebagian kawasan austronesia), Apis nuluensis (penyebaran alami sementara
diketahui di dataran tinggi/gunung di Kalimantan, Apis nigrocinta (penyebaran ada di
sulawesi), Apis koschevnikovi (penyebaran di kalimantan).
Lebah madu kelompok kedua terdiri dari lebah Apis dorsata (lebah hutan,
penyebaran di Asia Selatan, dan Asia Tenggara), Apis laboriosa (masih menjadi
perdebatan para penelitian apakah jenis tersendiri atau bergabung dengan Apis
dorsata), Apis floera (penyebaran di Asia Tenggara daratan), Apis andreniformis
(mirip dengan Apis floera, banyak ditemukan di semenanjung Malaya dan Sumatera)
Lebah di luar kelompok lebah madu masih sangat banyak termasuk engang
(tabuhan) yang menjadi hama lebah, klanceng (jw)/ teuweui(sd) sebagai lebah tanpa
sengat (stingless bees) yang menghasilkan madu (jenis Trigona, melliponina,
mellipona). Lebah tanpa sengat (Trigona spp), lebah ini merupakan lebah asli Asia
dari Genus trigona yang memiliki karakteristik spesifik yaitu madu yang dihasilkan
mempunyai rasa asam namun tahan terhadap fermentasi dan bersifat jarang sekali
hijrah serta harga produk madunya lebih tinggi dibandingkan dengan madu produk
lebah genus Apis.
Setiap koloni klanceng manghasilkan 1-2 kilogram madu per tahun, atau 2-3
botol ukuran 630 militer (ml). Tiap botol dijual petani seharga Rp200.000,00 dan di
took-toko umum atau koperasi harganya meningkat menjadi paling murah
Rp65.000,00 per botol ukuran 140 ml. lebah klanceng dikenal luas tidak bisa
diternakan, dan jumlahnya pun sangat kecil. Oleh karena itu, lebah dengan ukuran
fisik terkecil ini bisa dikatakan termasuk dalam kategori setengah langkah, meskipun
di daerah. Tutur jumlahnya cukup banyak itu pun atas inisiatif dan jerih payah
penduduk sendiri tanpa arahan atau binanan dari pemerintahan.
BAB II

ISI

I. TINJAUAN UMUM KOMODITAS


Lebah madu merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal
manusia. Sejak zaman dahulu manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-
lubang pohon dan tempat-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah juga
menghasilkan produk yang sangat dibutuhkan untuk dunia kesehatan yaitu madu,
royal jelly, pollen, malam (lilin), propolis, dan apitoxin(bee vonem). Selanjutnya
manusia mulai membudidayakan lebah madu dengan memakai gelendong kayu
dan saat inidengan sistem stup(Pusat perlebahan Apiari Pramuka,2010)
Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki jenis lebah asli yang
paling banyak di dunia. Dari berbagai jenis lebah tersebut ada yang telah dapat
dibudidayakan dan ada juga yang belum dapat dibudidayakan. (Pusat perlebahan
Apiari Pramuka,2010).
Ruang lingkup agribisnis lebah madu juga terbentang luas, mulai dari potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana prasarana, modal usaha,
penerapan teknologi panen dan pasca panen, produk hulu-hilir yang dihasilkan,
logistik dan supply chain produk lebah. Potensi besar agribisnis lebah madu ini
harus dimanfaatkan secara optimal sehingga indonesia diharapkan bisa memenuhi
kebutuhan masyarakat akan madu dan produk turunananya yang terus meningkat
dari tahun ke tahun

II. DATA PRODUKSI KOMODITAS, EKSPOR IMPOR, LUAS DAN SEBARAN


AREA PRODUKSI
Indonesia memiliki kekayaan alam dan potensi besar untuk pengembangan
usaha perlebahan. Sebanyak 6 dari 7 spesies lebah madu di dunia ada di indonesia,
dan sebagian sudah di manfaatkan masyarakat baik untuk panen madu maupun
lilin. Dengan luas darat indonesia sekitar 200 juta hektar, 40% diantaranya
berpotensi menghasilkan pakan lebah (bee forage). Dari total area tersebut dapat
menghasilakn sekitar 80.000 – 200.000 ton dalam setahun.
Potensi pemngembangan bisnis madu di indonesia sangat prospektif. Jika
dibandingkan negara dengan negara lain, konsumsi madu di indonesia sangat
rendah. Konsumsi masyarakat jepang mencapai 200-300 gram/kapita/tahun. Dan
di eropa, terutama swiss dan jerman konsumsinya lebih tinggi, yaitu 800-1500
gram/kapita/tahun. Sedangkan di indonesia yang baru mencapai 10-15
gram/kapita/tahun. Ini disebabkan karena madu hanya dikonsumsi sebagai
suplemen, harga madu asli relatif mahal, daya beli kurang dan rendahnya
pengetahuan tentang madu.
Potensi besar budidaya ternak lebah juga ditunjukan oleh data dari Asosiasi
perlebahan Indonesia (API) yang angka konsumsi madu indonesia berkisar 7000-
15000 ton per tahun. Padahal, produksi madu lokal indonesia saat ini baru
mencapai 4000-5000 ton per tahun, yang berarti indonesia kekurangan produsi
madu lokal sebanyak 3500-11000 ton per tahun.

KONDISI DAN POTENSI


Kondisi Geografi, Demografi dan Transportasi
Kabupaten Jayawijaya sebelum pemekaran wilayah Kabupaten baru kondisi geografi
terletak pada garis meridian antara 137°12’ sampai 141° BT dan 3° 2’ sampai 5°12’ LS.
Namun setelah pemekaran tujuh kkabupaten baru yang berlangsung tahun 2002 dan tahun
2008, titik koordinat wilayah Kabupaten Jayawijaya belum ditetapkan kembali.
Luas Wilayah Jayawijaya mencapai 18.401.29 Km². Secara geografis batas wilayah
Jayawijaya, Sebelah Utara dengan Kabupaten Tolikara, Kabupaten Sarmi, dan Jayapura.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Asmat, Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Yahukimo dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Puncak Jaya.
Topografi dan iklim di Jayawijaya berada di hamparan lembah Baliem, sebuah lembah
aluvial yang berbentang pada areal ketinggian 1500-2000 meter di atar permukaan laut.
Temperatur udara bervariasi antara 14,5° C – 24,5° C. Dalam setahun rata-rata curah hujan
adalah 1900 mm, dan dalam sebulan terdapat kurang lebih 16 hari hujan. Musim kemarau dan
musim penghujan terbesar, sedangkan curah hujan terendah ditemukan pada bulan Juli.
Kabupaten Jayawijaya dengan sebutan Lembah Baliem dikelilingi oleh pegunungan
Jayawijaya yang terkenal karena puncak-puncak salju abadi antara lain: Puncak Trikora
(4.750 m), Puncak Mandala (4.700 m), dan Puncak Yamin (4.595 m). Pegunungan ini sangat
menarik bagi wisatawan dan Peneliti Ilmu Pengetahuan Alam karena puncaknya yang selalu
ditutupi salju walaupun berada di Kawasan Tropis.Lereng pegunungan yang terjal dan lembah
sungai yang sempit dan curam menjadi ciri khas pegunungan ini.Cekungan lembah sungai
yang cukup luas terdapat hanya di lembah Baliem Barat dan Lembah Baliem Timur
(Wamena).Vegetasi alam hutan tropis basah di dataran rendah memberi peluang pada hutan
iklim sedang berkembang cepat di lembah ini.Ekosistem hutan pegunungan berkembang di
daerah ketinggian antara 2000 – 2500 m di atas permukaan laut.Kondisi hutan alam yang
sangat beragam yang terdapat tanaman-tanaman kehutanan, perkebunan bahkan bunga-bunga
alam ini memberikan peluang yang sangat besar bagi ketersediaan pakan lenah madu.
Kondisi demografi, pada tahun 1954 Penduduk Kabupaten Jayawijaya merupakan
masyarakat yang homogen dan hidup berkelompok menurut masyarakat adat, sosial dan
konfederasi suku masing-masing.Kondisi sekarang masyarakat Jayawijaya sudah heterogen
yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan latar belakang sosial budaya beragam,
hidup berbaur saling menghormati.Penduduk Jayawijaya tahun 2008 berjumlah 228.187 jiwa.
Kondisi transportasi di Kabupaten Jayawijaya hingga saat ini masih mengandalkan
perhubungan udara yang menghubungkan Wamena – Jayapura maupun Wamena kabupaten
lain di Papua seperti Wamena – Biak, Wamena – Merauke. Seluruh bahan keperluan
masyarakat di Jayawijaya untuk kehidupan pokok sehari-hari maupun bahan bangunan di
angkut dengan menggunakan pesawat. Sejumlah perusahaan penerbangan yang selalu
melayani penumpang maupun barang dari Jayapura ke Wamena yaitu: PT. Trigana Air
Service, Manunggal Air Service, dan Aviastar. Sementara transportasi yang menghubungkan
Wamena dengan 11 (sebelah) distrik di Kabupaten Jayawijaya, hanya dapat di jangkau
dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Sedang kan untuk tiga kabupaten yaitu
Kabupaten Tolikara, Kabupaten Lani Jaya dan Kabupaten Yalimo dapat di jangkau dengan
roda empat dari Wamena sedangkan kabupaten pemekaran lainnya hanya dengan pesawat
atau berjalan kaki karena sulitnya medan.
Potensi Lahan
Berdasarkan paduserasi Provinsi Papua, luas potensi hutan di Kabupaten Jayawijaya
mencapai 1.388.779 hektar, meliputi hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi
yang dapat dikonversi. Disamping itu juga terdapat 4.435 hektar perkebunan kopi rakyat yang
telah dikembangkan penduduk asli di Kabupaten Jayawijaya sebagai salah satu komoditi
perkebunan unggulan daerah disamping tanaman pangan ubi jalar.Sedangkan luas lahan
pertanian yang telah tergarap hanya 5.90% atau 20.016 hektar. Sehingga masih terdapat
lahan-lahan tidur yang belum tergarap dan diperkirakan mencapai 94,10% atau 319.198 ha.
Kabupaten Jayawijaya di kelompokkan ke dalam 25 satuan zona agro ekologi ini berarti
daerah-daerah lahan kering yang potensial untuk dikembangkan tanaman pangan/hortikultura,
perkebunan dan kehutanan tentunya sangat cocok untuk dikembangkan ternak lebah madu
yang tanaman-tanaman tersebut berfungsi sebagai sumber penyedia pakan untuk lebah madu.
PELUANG PENGEMBANGAN LEBAH MADU
Luas Lahan Tidak Produktif di Jayawijaya
Kabupaten Jayawijaya sebagainsalah satu daerah terletak di daerah pegunungan tengah
di Papua. Sebagaian besar topografi daerahnya memiliki kemiringan ˃ 40 persen atau 58,26%
dari total luas wilayah Jayawijaya (BPTP Papua, 2008). Penggunaan lahan di Kabupaten
Jayawijaya, sebagian besar masih didominasi dengan kegiatan budidaya pertanian oleh
penduduk aslinya. Sistem budidaya yang biasa digunakan masyarakat lokal di Wamena yaitu
dengan cara bertani berpindah-pindah. Dengan keterbatasan tenaga kerja keluarga sehingga
luas lahan yang tergarappun hanya dilakukan terbatas.Penggunaan lahan untuk pertanian
pangan di daerah ini didominasi penggunaan lahan untuk tegalan seluas 628.151 hektar diikuti
oleh penggunaan untuk perkebunan campuran 263.969 hektar (Dinas TPH kabupaten
Jayawijaya, 2008).
Total luas lahan tidak produktif di Kabupaten Jayawijaya mencapai 321.682 hektar
terdiri dari lahan tidur yang belum tergarap 319.198 hektar, 2.484 hektar lahan berupa alang-
alang dan semak. Sedangkan luas hutan terdapat 1.140.288 hektar (Dishut, 2008).
Kapasitas Tampung Lebah Madu Pada Lahan Non Produktif
Jumlah lahan tidak produktif di Kabupaten Jayawijaya cukup luas. Total luas lahan
tidak produktif mencapai 323.966 hektar masing-masing lahan pertanian tidak produktif
321.682 hektar dan alang-alang atau semak seluas 2.284 hektar. Dari luas lahan yang tidak
produktif sangat memungkinkan untuk dilakukan konservasi dengan tanaman kehutanan
seperti sengon, dimana diketahui bahwa tanaman sengon merupakan tanaman daerah tropis,
dan merupakan spesies pionir, yang dapat tumbuh mulai dari pantai sampai 1600 m di atas
permukaan laut. Tanaman sengon juga dapat beradaptasi dengan iklim muson dan lembab
dengan curah hujan 200-2700 mm/th dengan bulan kering sampai 4 bulan, selain itu tanaman
sengon kelebihannya dapat ditanam terutama pada tempat yang tidak subur maupun tanpa
dipupuk, sengon merupakan salah satu spesies paling cepat tumbuh di dunia, mampu tumbuh
8 m/tahun dalam tahun pertama pertanaman. Dengan demikian apabila lahan-lahan tidak
produktif di tanami dengan sengon, maka minimal dapat menampung jumlah koloni madu
sebanyak 4.825.230 koloni lebah madu atau minimal dapat dihasilkan jumlah stup lebah
sebanyak 323.966 stup lebah setiap tahun.
Dengan dilaksanakannya konservasi terhadap lahan produktif diperkirakan akan dapat
menampung minimal jumlah koloni lebah madu 34.260 koloni atau minimal menampung
jumlah stup lebah madu setiap tahunnya yang mencapai 323.966 stup lebah. Dari Hasil
tersebut secara tidak langsung memberikan lapangan usaha sampingan yang menjanjikan bagi
peternak yang diperkirakan dapat menampung 24.297 orang peternak, juga akan dapat
meningkatkan pendapatan dan kesehatan bagi peternak lebah madu. Diperkirakan jumlah
minimal produksi madu yang dihasilkan setiap tahunnya dari 323.966 stup lebah sebanyak
3.239.660 kh madu (1 stup = 10 kg). Harga madu yang dihasilkan peternak saat ini rata-rata
Rp 100.000 per botol (1 botol = 660 ml), bila harga ditingkat peternak lebah madu dalam
pengembangan usaha ini Rp 50.000 per kg, maka jumlah pendapatan yang akan diperoleh Rp
161.983.000.000 atau rata-rata distribusi pendapatan yang diperoleh bagi peternak lebah madu
sebanyak Rp. 6.666.667 setiap tahunnya, jumlah ini belum termasuk dari penjualan produk
seperti jelly, propolis dan lain-lain. Analisa produksi dan pendapatan pada peluang
pengembangan lebah madu di Kabupaten Jayawijaya.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternakan dapat di tempuh melalui
pendidikan non formal yaitu pelatihan budidaya lebah madu, juga dengan magang selama satu
siklus usaha agar peternak betul-betul mengalami, karena ketika peternak langsung
mengalami maka peternak akan lebih meningkat pengetahuan dan keterampilannya, dengan
demikian peternak akan mampu mengembangkan usaha lebah madunya. Selain itu juga
diharapkan adanya kebijakan pemerintah setempat agar adanya perlindungan terutama areal-
areal sumber pakan lebah madu agar dapat terjaga kesinambungan usaha, dan juga
perlindungan terhadap produk-produk yang dihasilkan.

EKSPOR IMPOR
Produksi madu Indonesia baru mencapai sekitar 2.000 ton/tahun dengan tingkat
konsumsi madu perkapita masih rendah, yaitu sekitar 10 s/d 15 gram/orang/th atau hanya
setara dengan satu sendok makan per orang per tahun. Sebagai pembanding konsumsi madu
di negara – negara maju seperti Jepang dan Australia telah mencapai kisaran 1.200 s/d 1.500
gram/orang/th (Dirjen BPDASPS, 2013).
Berikut data hasil produksi madu secara nasional yang diperoleh dari Kementerian Kehutanan
No Tahun Jumlah produksi (ton)
1 2001 2.112
2 2002 1.932
3 2003 1.949
4 2004 3.841
5 2005 1.588
6 2006 1.421
7 2007 -
8 2008 -
9 2009 1.932
10 2010 -
(Sumber : Kementerian Kehutanan, 2010)
Perdagangan madu di Indonesia pada tahun 2012 mengalami defisit yang cukup
besar, hal tersebut mengindikasikan bahwa produksi madu kita masih sangat rendah,
sementara potensi pasar dalam negeri sangat besar. Dengan total jumlah penduduk sekitar 250
juta jiwa dan asumsi konsumsi perkapita madu di Indonesia sebesar 30 gr / tahun paling tidak
kita membutuhkan madu sebesar 7.500 ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan madu
domestik. Sementara produksi madu kita dari tahun ke tahun terus menurun, sehingga tidak
mengherankan jika Indonesia mengimpor madu dari negara lain untuk memenuhi permintaan
pasar dalam negeri. Peluang pasar seperti ini seharusnya bisa dioptimalkan oleh masyarakat
sekitar hutan agar mampu memproduksi madu dengan kualitas yang baik dan harga yang
bersaing.
Tabel 2. Nilai Ekspor Impor Madu Indonesia tahun 2011
No Bulan Ekspor (US $) Impor (US $) Ekspor - Impor

1 januari 252.056 1.114.317 -862.261


2 Februari 239.653 659.376 -419.723
3 Maret 282.275 335.086 -52.811
4 April 296.221 972.899 -676.678
5 Mei 230.605 574.834 -344.229
6 Juni 186.943 751.317 -564.374
7 Juli 300.426 269.681 30.745
8 Agustus 276.948 1.119.069 -842.121
9 September 473.847 426.975 46.872
10 Oktober 128.198 427.722 -299.524
11 November 205.833 837.120 -631.287
12 Desember 201.967 304.264 -102.297
(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012)

III. STANDAR FISIKO-KIMIA KOMODITAS; KOMPONEN UTAMA


(METABOLIT PRIMER DAN SEKUNDER)

KUALITAS KIMIAWI MADU LEBAH


1. Kadar air
Analisis kadar air madu lebah yang diuji di Laboratorium Kimia Pangan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dapat dilihat pada
Tabel berikut
Sampel Kadar air %
Madu lebah 1 17, 10
Madu lebah 2 18, 30

Madu lebah 3 17, 49

Rata-rata ( X ) 17.63

* SNI No. 01-3545-2004, kadar air 22%


* Rosita (2007), kadar air 17.10%
Rata-rata kadar air madu lebah yang di ambil dari Desa Kuapan
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar adalah 17.63%. Sedangkan
berdasarkan Rosita (2007) adalah 17,10%. Berdasarkan pendapat tersebut
dilakukan uji t dengan perhitungan t hitung > t tabel (Lampiran 3) sehingga Ho
diterima : kadar air madu lebah sesuai dengan Rosita (2007). Menurut SNI No.
01-3545-2004, dimana kadar air madu lebah tidak boleh lebih dari 22%.
Analisis statistik t tersebut menjelaskan kadar air madu lebah berkualitas baik
jika memiliki kandungan air yang rendah 17. Jika kandungan air melebihi
19%, madu akan cepat terfermentasi dan kurang segar (Rosita, 2007).
Kandungan 20 air madu lebah tergolong rendah, disebabkan rendahnya pH
madu lebah (Baba, 2007) dalam Rosita (2007).
2. Glukosa
Analisis glukosa madu lebah yang diuji di Laboratorium Kimia Pangan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dapat dilihat pada
Tabel berikut
Sampel Glukosa %
Madu lebah 1 30,00
Madu lebah 2 32,00

Madu lebah 3 31,80

Rata-rata ( X ) 31.27

* SNI No. 01-3545-2004, kadar glukosa 65%


* Rosita (2007), kadar glukosa 31.10%
Rata-rata kadar glukosa madu lebah yang di ambil dari Desa Kuapan
Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar adalah 31.27%. Sedangkan
berdasarkan Rosita (2007) adalah 31.10%. Berdasarkan pendapat tersebut
dilakukan uji t dengan perhitungan t hitung > t tabel (Lampiran 4) sehingga Ho
diterima : kadar glukosa madu lebah sesuai dengan Rosita (2007). Namun jika
dibandingkan dengan SNI No. 01-3545-2004, kadar glukosa adalah minimal
65%, hal ini menunjukkan bahwa kandungan glukosa madu lebah belum
memenuhi standar minimal SNI.
Tinggi rendahnya glukosa madu dipengaruhi oleh jenis nektar, pada
musim kemarau bunga tumbuh-tumbuhan kandungan air rendah,
mengakibatkan kadar glukosa menurun. Peranan glukosa dalam madu adalah
sebagai pemberi rasa manis madu dan lebih manis dibandingkan dengan gula
(Rosita, 2007).
3. Nilai pH
Hasil pengukuran pH madu lebah di Laboratorium Kimia Pangan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dapat dilihat pada Tabel
berikut:

Sampel pH
Madu lebah 1 4,20
Madu lebah 2 4,10

Madu lebah 3 4,40

Rata-rata ( X ) 4.233

Rendah nilai pH madu disebabkan di dalam madu lebah terkandung


beberapa senyawa asam-asam organik. Menurut Puspita (2007) asam yang
terdapat dalam madu antara lain seperti asam siringat (asam 3,5-dimetoksi-4-
hiroksibenzoat), metil siringat (asam 3,4,5-trimetoksibenzoat) serta asam 2-
hidroksi-3-fenilpropionat. Kandungan senyawa asam akan berpengaruh
terhadap pH madu, pendapat Muchtadi dan Sugiyono (1992) menjelaskan
bahwa senyawa asam seperti asam benzoat, asam laktat akan mengakibatkan
pH madu menjadi rendah.

KUALITAS FISIK MADU LEBAH

Hasil uji Rating kualitas fisik madu lebah di Laboratorium Kimia Pangan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dapat dilihat pada Tabel
sampel warna Aroma Rasa Kekentalan
Madu lebah 1 2,88 5.56 5,36 5,20
Madu lebah 2 3,08 5.40 5,32 5,20
Madu lebah 3 3,00 5.64 5,44 5,28
Rata –rata ˉx 2.961 5,532 5,373 5,224
Standar deviasi 0.10 0,12 0,06 0,04
Keterangan
1∗ : coklat
2∗ : Harum
3∗ : Manis
4∗ : Kental

1. Warna
Madu lebah (Apis cerana) yang diambil di Desa Kuapan Kecamatan Tambang
Kabupaten Kampar memiliki warna coklat dengan nilai 2.96.Warna yang baik
menurut Rosita (2007) adalah kuning bening atau kuning keemasan.Warna madu
menurut Masum (2005) dipengaruhi oleh nektar bunga-bunga tumbuhan
perkebunan.Berdasarkan warna tersebut dilakukan uji rata-rata (Lampiran
6).Rosita (2007) menyatakan warna madu tidak menjadi petunjuk kualitas madu,
warna yang semakin gelap dan kuning bening diyakini memiliki kandungan
mineral seperti potasium, sulfur, besi dan mangan.

2. Aroma
Madu lebah (Apis cerana) yang di ambil dari Desa Kuapan Kecamatan
Tambang Kabupaten Kampar memiliki aroma harum khas madu dengan nilai
5.53.Aroma madu yang baik menurut Rosita (2007) adalah harum khas
madu.Berarti aroma madu lebah dari Desa Kuapan Kecamatan Tambang
Kabupaten Kampar sesuai dengan Rosita (2007).Berdasarkan pendapat tersebut
dilakukan uji rata-rata (Lampiran 7).Rosita (2007) menyatakan aroma madu
menjadi petunjuk kualitas madu, aroma yang semakin menyegat memiliki khas
aroma madu diyakini memiliki kandungan mineral seperti potasium, sulfur, besi
dan mangan.
Rasa Madu lebah (Apis cerana) yang di ambil dari Desa Kuapan Kecamatan
Tambang Kabupaten Kampar memiliki rasa manis dengan nilai 5.37. Rasa madu
yang baik menurut Rosita (2007) adalah manis khas madu. Berarti madu lebah dari
Desa Kuapan Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar sesuai dengan Rosita
(2007).Berdasarkan pendapat tersebut dilakukan uji rata-rata (Lampiran 8).
Warisno (1996) menyatakan rasa madu menununjuk kualitas madu, rasa yang
semakin manis diyakini memiliki kandungan glukosa, fruktosa, sukrosa dan
maltosa yang tinggi.
3. Kekentalan
Madu lebah (Apis cerana) yang di ambil dari Desa Kuapan Kecamatan
Tambang Kabupaten Kampar memiliki kekentalan dengan nilai 5.22.Kekentalan
madu yang baik menurut Rosita (2007) adalah kental khas madu, madu tersebut
dapat dikatakan bahwa kekentalan madu sesuai dengan Rosita (2007).Berdasarkan
pendapat dilakukan uji rata-rata (Lampiran 9). Rosita (2007) menyatakan
kekentalan madu menjadi petunjuk kualitas madu, kekentalan yang tinggi
disebabkan oleh rendahnya kadar air. Senyawa utama madu adalah karbohidrat.

IV. Standar Mutu dan Cara Analisis Komponen Utama


- Standar mutu madu berdasarkan SNI

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


1. Aktivitas enzim diastase DN Min. 3
2. Hidroksimetilfurfural Mg/kg Maks. 40
3. Air % Maks. 22
4. Gula reduksi % b/b Min. 60
5. Sukrosa % b/b Maks. 10
6. Keasaman ml Maks. 40
NaOH
1 N/kg
7. Padatan yang tak larut dalam air % b/b Maks. 0,5
8. Abu mg/kg Maks. 1,0
9. Cemaran logam timbal (Pb) mg/kg Maks. 5,0
10. Cemaran arsen mg/kg Maks. 5,0

- Cara Analisis Komponen Utama pada Madu


Pengujian madu berdasarkan SNI dilakukan dengan uji organoleptik, uji enzim diastase,
uji hidroksimetilfurfural (HMF), uji kadar air, uji kadar gula pereduksi, uji kadar sukrosa,
uji keasaman, uji padatan tak larut dalam air, dan serangkaian uji lainnya. Akan tetapi
semua pengujian tersebut harus dilakukan secara menyeluruh sehingga membutuhkan
waktu dan biaya yang lebih banyak serta tidak efektif untuk membedakan madu
berdasarkan sumber nektarnya.
Berbagai metode dan analisis untuk menguji keaslian madu dan penentuan asal usul
botani madu telah banyak dilakukan. Di antaranya metode yang berdasarkan analisis
fisiologi, analisis serbuk sari, analisis sensorik, analisis electric-tongue, proton nuclear
magnetic resonance imaging dan chromatography.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, berbagai teknik spektroskopi telah banyak berhasil
dilakukan. Di antaranya, infrared (IR) spectroscopy, near-infrared spectroscopy, mid-
infrared spectroscopy, raman spectroscopy dan fourier transform infrared spectroscopy.
Pada penelitian ini metode spektroskopi yang digunakan yaitu UV-Vis Spectroscopy.
Metode ini memiliki keunggulan dalam proses pembuatan larutan sampel pada UV-Vis
Spectroscopy sangat murah, karena hanya melibatkan pelarut air sehingga bebas bahan
kimia, panjang gelombang yang digunakan lebih panjang dibanding metode spektroskopi
lainnya, akurat, mudah dan merupakan alat yang mudah ditemukan di beberapa
laboratorium mutu hasil pertanian dan pangan.

V. Pohon Industri Analisis


membantu
pertumbuhan

Obat luka

obat antijamur

minuman antimikroba

madu antioksidan

pengawet
makanan
makanan

kecantikan masker

membantu untuk
royal jelly suplemen
kesehatan
lebah

racun lebah terapi tubuh

propolis

lilin bahan masakan

pollen

VI. Prospek pengembangan Industri

Lebah merupakan serangga penghasil madu, royal jelly, propolis, lilin, pollen, sengat dan
membantu penyerbukan tanaman.Riset ilmiah terbaru membuktikan bahwa madu potensial
sebagai antioksidan, antimikroba, antijamur, perawatan kulit, pengawet makanan, dan sebagai
obat luka. Konsumsi madu penduduk Indonesia saat ini hanya 15 gram/kapita/tahun,
sedangkan tingkat konsumsi madu masyarakat di negara-negara maju (Jepang, Jerman,
Inggris, Perancis dan AS) mencapai 1000–1600 gram/kapita/tahun.

Jumlah penduduk Indonesia saat ini 220 juta orang.Bila konsumsi madu sekitar 15
gram/kapita/tahun, maka setiap tahun dibutuhkan madu sebesar 3.300 ton. Sementara itu
produksi madu dalam negeri kurun waktu 1996-2000 hanya 1.538-2.824 ton/tahun. Selain
untuk konsumsi, madu dibutuhkan pada industri farmasi dan kosmetik yang mencapai 10.000
– 15.000 ton/tahun.

Dengan memperhatikan konsumsi madu dan capaian produksi madu domestik, budidaya
lebah madu layak dikembangkan di Indonesia. Setidaknya ada lima faktor pendukung, yaitu:
Pertama, Indonesia memiliki spesies lebah lokal yang adaptif dengan iklim tropis dan
produksi madu cukup tinggi. Kedua, Indonesia merupakan negara agraris dengan luas daratan
sekitar 200 juta hektar, terdiri dari hutan, perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, semak
belukar dan rumput yang menghasilkan nektar. Ketiga, produksi madu domestik sangat
rendah sehingga budidaya lebah madu sangat prospektif dikembangkan.Keempat, budidaya
lebah madu membutuhkan biaya produksi yang rendah.Kelima, lebah menghasilkan produk
yang bermanfaat bagi manusia.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Lebah merupakan serangga penghasil madu, royal jelly, propolis, lilin, pollen, sengat dan
membantu penyerbukan tanaman.Riset ilmiah terbaru membuktikan bahwa madu potensial
sebagai antioksidan, antimikroba, antijamur, perawatan kulit, pengawet makanan, dan sebagai
obat luka. Konsumsi madu penduduk Indonesia saat ini hanya 15 gram/kapita/tahun,
sedangkan tingkat konsumsi madu masyarakat di negara-negara maju (Jepang, Jerman,
Inggris, Perancis dan AS) mencapai 1000–1600 gram/kapita/tahun.
Pada umumnya semua tanaman berbunga merupakan sumber pakan lebah, karena ia
menghasilkan nektar dan polen. Jenis tanaman penghasil nektar antara lain: tanaman pangan,
perkebunan, kehutanan, rumput dan bunga. Negara Indonesia merupakan daerah tropis yang
ditumbuhi oleh sekitar 25.000 tanaman berbunga yang potensial menghasilkan nektar.

DAFTAR PUSTAKA

Dyah Devyana, “Kualitas Madu Berdasarkan Perbedaan Suhu Penyimpanan”, Jurnal Kimia
Riset, 2:1, (Surabaya, Februari 2017)
Muhammad F. 2019. Studi Penggunaaan UV-VIS SPECTROSCOPY dan Metode SIMCA
untuk Klasifikasi Madu Hutan Berdasarkan Letak Geografis [skripsi]. Lampung : Universitas
Lampung
Purnama sari N., Hilda, Sukanta. “Pembandingan Parameter Fisiko Kimia Madu Pahit dengan
Madu Manis”, Jurnal prosiding Penelitian Spesia. (Bandung, 2015)
Novandra Alex, Widnyana. “Peluang Pasar Produk Perlebahan”. 2013.
Chayati Ichda. “Sifat Fisikokimia Madu Monoflora dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Tengah”. Jurnal Agritech. (Yogyakarta, Februari 2008)
Ridwan M., Saleh, Fitriani. “Analisis Kinerja Ekspor Impor Komoditi Peternakan di Sulawesi
Selatan” Jurnal Analisis Kinerja, ( makassar, juli 2010)

Anda mungkin juga menyukai