Anda di halaman 1dari 4

Teguran Allah kepada Rasulullah.

Di Al-qur’an, kerap kali dijumpai ayat-ayat teguran yang intonasi maknanya kadang terdengar lunak, kadang
juga terasa keras dan pedas. Yang memukau di sini, ayat-ayat teguran tersebut terdengar lantunannya siang dan
malam. Semuanya terdengar dengan jelas dan tidak satu pun dari mereka yang disembunyikan dari pendengaran
dan pengetahuan. Tentunya, ini mengundang tanya: “Makna apa yang mungkin digoreskan keberadaan ayat-ayat
teguran ini di Alqur’an?”
Di sini, penulis memberikan beberapa jawaban:
Pertama: yang diketahui bersama, Rasulullah Saw dikenal luas sebagai pribadi al-Amîn (yang terpercaya, punya
amanah). Ayat-ayat teguran Alqur’an ini dalil lain dari amanah Rasulullah Saw dalam mengemban penyampaian
wahyu. Seandainya Rasulullah Saw tidak punya amanah, ayat-ayat ini mungkin ditutup-tutupi dari pendengaran,
sehingga Rasulullah Saw nampak seperti pribadi istimewa yang suci dari kesalahan-kesalahan seperti layaknya
manusia biasa.
Kedua: justru keistimewaan Rasulullah Saw di sini, fitrahnya yang melangkahi jauh apa yang diprediksikan
akal. Dia justru melantunkan sendiri ayat-ayat ini di pendengaran sahabat tanpa rasa berat dan malu sebelum
mereka melantunkannya.
Ketiga: ayat-ayat teguran ini menunjukkan kehambaan mutlak Rasulullah Saw di hadapan kebesaran mutlak
Allah yang Maha Agung. Inilah yang mendasari Rasulullah Saw untuk tidak berat memperdengarkan ayat-ayat
ini di pendengaran sahabat-sahabatnya. Hal ini menanamkan pelajaran besar bahwa ketinggian derajat hamba di
sisi Allah SWT lebih ditentukan oleh sejauh mana hamba tersebut mengakui kehambaannya yang ditafsirkan
lewat manifestasi-manifestasi ibadah.
Keempat: ayat-ayat teguran ini bukti nyata keotentikan Alqur’an yang senantiasa kemurniannya terpelihara
sepanjang zaman. Rasulullah Saw sekedar penerima dan penyampai wahyu yang jauh dari pengaruh hawa nafsu
untuk melakukan perubahan sedikit pun. Semuanya disampaikan seperti apa yang datang tanpa ada pergeseran
redaksi.
Kelima: fitrah penciptaan Rasulullah Saw senantiasa tunduk di bawah hukum kausalitas Allah SWT. Kesalahan
diperbuat, teguran pun datang. Ini bukti nyata atas pribadi kehambaan yang dimilikinya, seperti manusia lain.
Olehnya itu, tidak ada yang menuhankan Rasulullah Saw dari umatnya, seperti umat-umat lain yang memberikan
nabi-nabi mereka derajat ketuhanan yang sepatutnya tidak terjadi.
Keenam: Rasulullah Saw ditegur Alqur’an karena kebijakannya menyalahi apa yang sepatutnya diambil dalam
sebuah kasus. Kesalahan itu lahir dari ijtihad murni yang jauh dari hawa nafsu. Olehnya itu, ijtihad Rasulullah
Saw di sini tidak keluar dari jalur ijtihad yang digariskan oleh hadits Rasulullah Saw yang menegaskan bahwa
yang sesuai hukum ijtihadnya dengan ketetapan Allah SWT di kasus tersebut akan mendapatkan dua pahala, dan
bagi yang menyalahinya hanya satu pahala saja. (riwayat secara makna dari hadits Amru bin al-Ash di Shahîh
Imam Muslim).
Di antara ayat-ayat teguran tersebut yang terdengar lunak, At-Taubah[9]: 43([1])
) َ‫صدَقُوا َوت َ ْعلَ َم ْالكَا ِذبِين‬َ َ‫ع ْنكَ ل َِم أ َ ِذ ْنتَ لَ ُه ْم َحت ه ٰى يَت َ َبيهنَ لَكَ الهذِين‬ ‫عفَا ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ )
Di sini, teguran Alqur’an terasa lembut sejak dari awal. Ini ditandai dengan kalimat pertama yang diawali
dengan ( َ‫ع ْنك‬ َ ُ‫عفَا هللا‬
َ ), yang artinya: “Allah SWT telah memaafkanmu wahai Muhammad.” Yang demikian itu
karena Rasulullah Saw mengizinkan sebagian sahabat untuk tidak ikut serta di perang Tabuk (perang yang harus
menempuh perjalanan panjang di musim panas). Sebelum mereka diizinkan, Rasulullah Saw meminta mereka
bersumpah atas kebenaran alasan mereka. Di antara para sahabat tersebut yang berjumlah lebih 80: Ka’b bin
Mâlik, Marârah bin ar-Rabî’e, dan Hilâl bin Umayyah al-Wâqifi. Rasulullah Saw ditegur halus Alqur’an karena
dia memberikan izin tersebut tanpa mencek-up lebih lanjut kebenaran ucapan mereka. Di sini, Rasulullah Saw
dituntut untuk lebih waspada menerima keterangan-keterangan mereka, tidak tergesa-gesa mengambil hukum,
teliti dan cermat memfatwakan hukum sesuai dengan kondisi yang ada, dan tidak dikelabui oleh lahiriah mereka
saja. Olehnya itu, Alqur’an menganjurkan Rasulullah Saw untuk tidak mengizinkan mereka kecuali telah
nampak olehnya yang benar dari yang bohong.
Teguran lain dari Alqur’an yang terlihat lembut, At-Tahrîm[66]: 1
.)‫ور َرحِ ي ٌم‬ ٌ ُ ‫غف‬ ‫اجكَ ۚ َو ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ضاتَ أ َ ْز َو‬ ‫ي ل َِم ت ُ َح ِ ِّر ُم َما أ َ َح هل ه‬
َ ‫َّللاُ َلكَ ۖ ت َ ْبتَغِي َم ْر‬ ُّ ‫( َيا أَيُّ َها ال هن ِب‬
Ada beberapa sebab yang disebutkan ahli tafsir dari turunnya ayat ini. Yang sah dari sebab itu riwayat pertama
dari Sayyidah Aisyah RA di Shahîh Imam Bukhâri([2]) dan Imam Muslim([3]) yang meriwayatkan janji Rasulullah
Saw kepada Sayyidah Aisyah RA dan Sayyidah Hafsah RA untuk tidak minum madu yang kedua kalinya di
rumah Sayyidah Zaenab binti Jahsyen. Rasulullah Saw mengucapkan janji tersebut demi meredam kecemburuan
kedua istrinya tersebut.
Sebab lain yang disebutkan, hadits riwayat Sayyidina Anas RA di Sunan Imam An-Nasâi,([4]) as-Sunan al-
Kubra Imam al-Baihaqi,([5]) dan al-Mustadrak Imam Hakim([6]) yang meriwayatkan janji Rasulullah Saw kepada
Sayyidah Aisyah RA dan Sayyidah Hafsah RA untuk tidak menggauli kembali istrinya Mariyah al-Qibtiyyah,
ibu Ibrahim. Rasulullah Saw mengucapkan janji tersebut untuk meredam kecemburuan kedua istrinya tersebut.
Olehnya itu, Syekh Ibn Hajar di “Fathul Bâri”([7]) Imam as-Suyuti di “Iklîl fi Istinbhat at-Tanzîl”([8]), dan Imam
as-Syaukâni di tafsirnya “Fathul Qadîr”([9]) menghitung sah kedua kemungkinan tersebut sebagai sebab turunnya
ayat ini.
Hematnya, sebab apa pun yang dijustifikasi sebagai sebab turunnya ayat ini, Rasulullah Saw ditegur halus
dengan panggilan kenabian (‫ )يَا أَي َها ال َّنبِي‬yang artinya: ”wahai Nabi.” Ini yang diamini penafsirannya Syekh al-
Alusi di tafsirnya “Ruhul Maâni.” Di lain sisi, Imam ar-Râzi di tafsirnya melihat ( َ‫ )ل َِم ت ُ َح ِ ِّر ُم َما أ َ َح َّل هللاُ لَك‬yang
artinya: “mengapa engkau (nabi Muhammad Saw) mencegah dirimu untuk mendatangi apa yang dihalalkan
Allah SWT untukmu,” ia melihat pertanyaan ini menyiratkan penyangkalan keras yang menyesalkan Rasulullah
Saw mengeluarkan pernyataan tersebut.
Hemat penulis, kedua teguran tersebut dapat dipadukan. Rasulullah Saw ditegur halus sebelum datangnya
teguran kedua yang terdengar keras dan pedas, sehingga Rasulullah Saw siap mendengarkan pesan-pesan
teguran tersebut.
Jadi, Alqur’an menegur Rasulullah Saw dengan teguran tersebut karena mencegah dirinya mendatangi apa yang
dihalalkan Allah SWT. Karena Rasulullah Saw menyalahi hukum Allah ini, ia ditegur, sehingga dengan
sendirinya akan menjadi pelajaran besar terhadap umatnya untuk tidak melakukan hal yang sama di kemudian
hari.
Sementara itu, yang berintonasi keras dan pedas dari ayat-ayat teguran Alqur’an, Al-Anfâl[8]: 67-69
‫س ُك ْم‬ ‫س َبقَ لَ َم ه‬ ‫يز َحكِي ٌم @ َل ْو ََل ِكتَابٌ مِ نَ ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ٌ ‫ع ِز‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫َّللاُ ي ُِريدُ ْاْلخِ َرة َ ۗ َو ه‬
‫ض الدُّ ْن َيا َو ه‬َ ‫ع َر‬ َ َ‫ض ۚ ت ُ ِريدُون‬ِ ‫ي أ َ ْن َي ُكونَ لَهُ أَس َْر ٰى َحت ه ٰى يُثْخِ نَ فِي ْاْل َ ْر‬ ِّ ‫( َما َكانَ ِلنَ ِب‬
.)‫ور َرحِ ي ٌم‬ ٌ ُ ‫غف‬ ‫ط ِِّيباا ۚ َواتهقُوا ه‬
‫َّللاَ ۚ ِإ هن ه‬
َ َ‫َّللا‬ َ ‫غن ِْمت ُ ْم َح ََل اَل‬َ ‫عظِ ي ٌم @ فَ ُكلُوا مِ هما‬ َ ٌ‫عذَاب‬ َ ‫فِي َما أ َ َخ ْذت ُ ْم‬
Di sini, teguran Alqur’an terasa keras dan pedas sejak dari awal yang diawali dengan ‫ي أ َ ْن يَ ُك ْونَ لَهُ أَس َْرى‬ ِّ ِ‫)) َما َكانَ ِلنَب‬,
yang artinya: “tidak sepatutnya Nabi Saw punya tawanan.”
Rasulullah Saw ditegur karena ia lebih memilih tebusan dari 70 pembesar orang-orang musyrik yang ditangkap
di perang Badar seperti yang diusulkan mayoritas sahabat, termasuk Sayyidina Abu Bakar RA, dan tidak
mengeksekusi mereka seperti yang diusulkan Sayyidina Umar RA.
Rasulullah Saw memutuskan hal tersebut dengan pelbagai pertimbangan:
1. Masyarakat Islam di Madinah kala itu butuh kekuatan ekonomi untuk menguatkan stabilitas keamanan dan
integritas negara mereka yang terancam ronrongan musuh. Olehnya itu, Rasulullah Saw memutuskan mengambil
uang tebusan sebagai jaminan kebebasan mereka. Di samping itu, uang tebusan tersebut membantu penyediaan
fasilitas-fasilitas jihad yang senantiasa butuh pembenahan.
2. Rasulullah Saw senantiasa mengharapkan keislaman mereka dan keislaman keturunan mereka. Olehnya itu,
Rasulullah Saw lebih memilih opsi pertama.
3. Opsi pertama ini lebih ringan dari opsi kedua yang secara lahiriah nampak keras dan tidak berprikemanusiaan,
mengeksekusi mereka semua. Olehnya itu, Rasulullah Saw lebih memilihnya, melihat fitrah penciptaannya yang
lebih memilih opsi yang paling ringan dari pelbagai opsi yang ada di sebuah kasus.
Sementara itu, Hukum Allah SWT menghendaki Rasulullah Saw memilih opsi kedua. Yang demikian itu karena
dengan terbunuhnya pembesar-pembesar musyrikin, Kekuatan Islam akan ditakuti, kalimat Allah SWT tinggi
berkibar tidak terkalahkan, dan mencegah musuh Islam berpikir yang kedua kalinya untuk melakukan invasi
militer. Olehnya itu, Rasulullah Saw ditegur Alqur’an karena ijtihadnya menyalahi apa yang sepatutnya di ambil
dalam kasus ini.
Kasus ini mengingatkan kita beberapa pelajaran mendasar dalam meniti kehidupan, di antaranya:
Pertama: orang-orang yang lebih mengedepankan kehidupan dunia atas akhirat berhak mendapatkan teguran,
sehingga mereka kembali ke jalan yang lurus.
Kedua: sesungguhnya taufiq dari Allah Saw semata, manusia hanya berusaha, kadang benar dan kadang juga
salah.
Ketiga: para sahabat boleh berijtihad di hadapan Rasulullah Saw jika mereka diminta.
Teguran lain Alqur’an yang bernada keras, Q.S. Al-Ahzab[33]: 37-38([10])
‫ض ٰى‬ َ ‫َّللاُ أ َ َح ُّق أ َ ْن ت َْخشَاهُ ۖ فَلَ هما َق‬
‫اس َو ه‬ َ ‫َّللاُ ُم ْبدِي ِه َوت َْخشَى النه‬ ‫َّللاَ َوت ُ ْخ ِفي فِي نَ ْفسِكَ َما ه‬ ‫ق ه‬ ِ ‫علَيْكَ زَ ْو َجكَ َوات ه‬
َ ‫ِك‬ ْ ‫علَ ْي ِه أ َ ْمس‬
َ َ‫علَ ْي ِه َوأ َ ْنعَ ْمت‬ ‫(وإِ ْذ تَقُو ُل لِلهذِي أَ ْنعَ َم ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
‫ي‬ ‫ه‬
ِِّ ِ‫على النب‬ َ ‫ا‬
َ َ‫َّللاِ َمفعُوَل @ َما َكان‬ ْ َ َ ‫ه‬
‫ض ْوا مِ ن ُهن َوط ارا ۚ َو َكانَ أ ْم ُر ه‬ْ َ َ َ ْ َ
َ ‫على ال ُمؤْ مِ نِينَ َح َر ٌج فِي أز َواجِ أ ْد ِعيَائِ ِه ْم إِذا ق‬ ْ َ ُ َ
َ َ‫ط ارا زَ هوجْ نَا َك َها ِل َك ْي َل يَكون‬ َ ‫زَ ْيدٌ مِ ْن َها َو‬
.)‫ُورا‬ ‫َّللاِ فِي الهذِينَ َخلَ ْوا مِ ْن قَ ْب ُل ۚ َو َكانَ أ َ ْم ُر ه‬
‫َّللاِ قَدَ ارا َم ْقد ا‬ ‫سنهةَ ه‬ ُ ۖ ُ‫َّللاُ لَه‬
‫ض ه‬ َ ‫مِ ْن َح َرج فِي َما فَ َر‬
Ayat ini turun menegur Rasulullah Saw yang menyembunyikan berita Allah SWT yang memberitahunya bahwa
ia akan menikahi Zaenab setelah ditalak suaminya, Zaid, anak angkatnya sendiri. Yang demikian itu takut dicela
musuhnya yang mengharamkan orang tua angkat menikahi istri anak angkat yang telah ditalaknya sesuai dengan
adat jahiliah yang berlaku pada saat itu. Namun, ijtihad Rasulullah Saw ini ditegur langsung firman Allah:
.)ۖ ُ‫َّللاُ أ َ َح ُّق أ َ ْن ت َْخشَاه‬ ‫اس َو ه‬ ‫(وت ُ ْخفِي فِي نَ ْفسِكَ َما ه‬
َ ‫َّللاُ ُم ْبدِي ِه َوت َْخشَى النه‬ َ
Di sini Rasululllah Saw sepatutnya memberitahu Zaid apa yang telah diwahyukan Allah kepadanya, tanpa
menunda pemberitaan tersebut hanya karena didasari pertimbangan di atas.
Hematnya, kisah teguran ini menanamkan pelajaran-pelajaran besar terhadap umat ini, di antaranya:
Pertama: ayat teguran ini membatalkan adat jahiliah yang memberikan anak angkat hak-hak nasab, seperti: hak
waris, hukum nasab, dan yang diakui hanyalah nasab sah yang jelas.
Kedua: keistimewaan Rasulullah Saw di sini, Sayyidah Zaenab RA dinikahinya tanpa akad dan mahar karena
yang menikahkannya dengan Rasulullah Saw adalah Allah SWT secara langsung dari langit.
Yang tidak kalah keras dan pedasnya, teguran Q.S. Abasa:[80] 1-11
‫علَيْكَ أ َ هَل‬
َ ‫صدهى @ َو َما‬ َ َ ‫س َوت ََولهى @ أ َ ْن َجا َءهُ ْاْل َ ْع َم ٰى @ َو َما يُد ِْريكَ لَ َعلههُ يَ هز هكى @ أ َ ْو يَذه هك ُر فَت َ ْنفَ َعهُ ال ِذِّ ْك َر ٰى @ أ َ هما َم ِن ا ْست َ ْغن َٰى @ فَأ َ ْنتَ َلهُ ت‬
َ َ‫عب‬
َ )
َ َ‫يَ هز هك ٰى @ َوأ َ هما َم ْن َجا َءكَ يَ ْسعَ ٰى @ َوه َُو يَ ْخش َٰى @ فَأ َ ْنت‬
( ٌ ‫ع ْنهُ تَلَ هه ٰى @ ك هََل ِإنه َها ت َ ْذك َِرة‬
Karena Rasulullah Saw mengedepankan maslahat umum dari maslahat pribadi, ia bermuka masam dan
memalingkan mukanya dari Abdullah bin Ummi Maktum yang datang meminta fatwa agama yang terkait
langsung dengan dirinya dan lebih memilih bertatap muka dengan pembesar orang-orang musyrik yang datang
meminta tausiah tentang kebenaran agama Islam. Rasulullah Saw melihat titik cerah dan harapan besar terhadap
kemenangan Islam dari kedatangan mereka, ia mengharap kedatangan itu menjadi kunci keberhasilan
tersebarnya Islam di pelosok tanah Arab. Namun, Alqur’an melihat lain, benih-benih keimanan yang mengakar
kuat di hati Abdullah bin ummi Maktum jauh lebih bernilai di sisi Allah SWT dari mereka yang datang
membawa hati batu mendengarkan tausiah Rasulullah Saw. Bukankah pengikut besar para nabi-nabi Allah di
awal mula syariat islam tersebar adalah para fakir-miskin? Bukankah pembangkan itu datang dari mereka yang
menamakan diri orang-orang berwawasan luas, elit, dan berstatus sosial tinggi, sementara itu, akal mereka picik
dan hati mereka pun membusuk. Karena Rasulullah Saw menyalahi apa yang dikehendaki Sunnah Allah
tersebut, ia ditegur keras kumpulan ayat di atas.
Di antara pelajaran-pelajaran besar yang dihembuskan kumpulan ayat teguran ini:
Pertama: alqur’an ingin membimbing Rasulullah Saw untuk lebih memerhatikan sahabat yang punya akal sehat
dan cemerlang yang ingin menimba ilmu Islam lebih mendalam lagi dari pada mereka yang datang dengan hati
mati dan akal yang dipenuhi kecongkakan dan kesombongan.
Kedua: hidayah Allah SWT tidak melihat status sosial seseorang, tetapi Allah SWT memberi hidayah kepada
siapa saja yang dikehendakinya. Di samping itu, dakwah Islam membumi dan mendunia, serta tidak membeda-
bedakan derajat sosial kemasyarakatan seseorang.
Ketiga: alqur’an bukan kitab yang sengaja diturunkan untuk memuji atau mencela, tetapi ia merangkai kisah
menjadi cermin kehidupan yang membiaskan makna-makna hidup yang kaya dan mulia. Olehnya itu, pelaku dari
kata kerja di ayat ini: ‫س َوت ََو ِّلى‬ َ ‫ع َب‬
َ )) tidak disebutkan, meskipun yang disepakati bersama bahwa pelakunya adalah
Rasulullah Saw.
Di penghujung tulisan ini, saya mengajak pecinta dan perindu Rasulullah Saw menyuarakan kesimpulan berikut:
“Meskipun Rasulullah Saw punya super keistimewaan di luar dari apa yang dimiliki umatnya, tetapi umat ini
punya hak mengetahui batas-batas kemanusiaan Rasulullah Saw. Ayat-ayat teguran di atas merupakan indikasi
kuat dari matinya suara-suara yang menuntut Rasulullah Saw untuk dipertuhankan seperti saudaranya Nabi Isa
As. Di lain sisi, ayat-ayat teguran tersebut bukti kuat kejernihan dan kemurnian Alqur’an yang senantiasa
terjaga abadi dari hawa nafsu manusia yang terdorong melakukan perubahan terhadapnya. Alqur’an bukan
perkataan Muhammad atau hasil belajar-mengajar antara Rasulullah Saw dengan ahli kitab seperti yang
disuarakan sebagian orientalis. Seandainya demikian, tentu Rasulullah Saw menyembunyikan kelompok teguran
tersebut yang kadang terdengar keras dari pendengaran kita. Akan tetapi, ayat ini terlihat manis memperkaya
makna-makna kemanusiaan dan kehambaan Rasulullah Saw yang menanamkan pesan-pesan sosial yang hidup
dan hikmah-hikmah kehidupan yang menyegarkan. Kemudian, mereka pun menjadi dalil hidup lain terhadap
panggilan Rasulullah Saw sebagai hamba yang paling terpercaya (‫”)ااااااااا‬
#######

(
[1])Masalah ini telah dikaji di tesis kami yang berjudul
(‫ (دراسة أصولية تفسيرية‬e ‫موقف القرآن من اجتهاد الرسول‬
“Respon Alqur’an terhadap Ijtihad Rasulullah Saw (perspektif Ushul Fiqih dan Tafsir)” yang digelar di sidang
terbuka di Auditorium Syekh Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, pada tanggal
10 Oktober 2010.
(
[2]) Kitab Tafsir, bab ( َ‫) َيا أ َي َها ال َّن ِبي ل َِم ت ُ َح ِ ِّر ُم َما أ َ َح َّل هللاُ لَك‬, hadits. No: 4912, hlm. 1367, kitab Thalaq, bab ( ‫ل َِم ت ُ َح ِ ِّر ُم َما أ َ َح َّل‬
َ‫)هللاُ لَك‬, hadits. No: 5267, hlm. 1464
(
[3]) Kitab Thalaq, bab Wujub al-Qaffarah ala Man Harrama Imraatah wa lam Yanwi at-Thalaq, hadits. No:
3751, hlm. 736
(
[4]) Kitab Isyrah an-Nisâ’I, bab al-ghirah, hadits. No: 3959, hlm. 612
(
[5]) Kitab al-Khul’I wa at-Thalaq, bab Man Qala li Amatih: “Anti alayya Harâm la Yurîdu Itâqan, hadits. No:
15076, 7/578
(
[6]) Kitab at-Tafsîr, bab Tafsîr Surah at-Tahrîm, hadits. No: 3881, hlm. 580
(
[7]) Vol. 8, hlm. 658
(
[8]) hlm. 269
(
[9]) vol. 5, hlm. 250
Masalah ini telah dikupas jelas di tulisan kami “Jauhkan Tangan-Tangan Jahil Anda dari Kesucian
([10])

Rasulullah Saw” yang dimuat di: https://www.dakwatuna.com/2012/12/25651/jauhkan-tangan-tangan-jahil-


anda-dari-kesucian-rasulullah-saw/

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/07/23/37129/rasulullah-saw-dan-ayat-ayat-teguran/#ixzz69pTyux5g
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai