Anda di halaman 1dari 37

MEMBANTU PASIEN YANG HAMPIR MENINGGAL

MEMBANTU PASIEN YANG HAMPIR MENINGGAL


By Bambang K

Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang
memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death) merupakan
kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap
stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung
dan paru secara menetap. Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan,
serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih kearah suatu proses, sedangkan
death merupakan akhir dari hidup.

A. DISKRIPSI RENTANG POLA HIDUP SAMPAI MENJELANG KEMATIAN


Menurut martocchio dan default mendiskripsikan rentang pola hidup sampai menjelang
kematian sebagai berikut :
1. Pola puncak dan lembah
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis
(lemah). Pada kodisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar.
Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa
menimbulkan depresi.

Gambar 9.1 : Martocchio Patterns of living-dying


2. Pola dataran yang turun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus
bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta
berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.

Gambar 9.2 : Martocchio Patterns of living-dying


3. Pola tebing yang menurun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan kondisi yang menetap/stabil,
yang menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan
dalam waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim
detemui di unit khusus (ICU)

Gambar 9.3 : Martocchio Patterns of living-dying


4. Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati
sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.

Gambar 9.4: Martocchio Patterns of living-dying

B. PERKEMBANGAN PERSEPSI TENTANG KEMATIAN


1. Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer
2. 5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari
3. 9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat
mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
4. 12-18 tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian
yang dikaitkan dengan sikap religi.
5. 18-45 tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6. 45-65 tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
7. 65 tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa
sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal

C. PERUBAHAN TUBUH SETELAH KEMATIAN


1. Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya
kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya glikogen
dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar
pada leher, kepala, tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah
kematian.
2. Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam sampai
mencapai suhu ruangan.
3. Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang
tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan
karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan
HB.

D. PENDAMPINGAN PASIEN SAKARATUL MAUT


1. Definisi
Perawatan pasien yang akan meninggal dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus
jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal.
2. Tujuan
a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan keluarganya
b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari
keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian
3. Persiapan alat
a. Disediakan tempat tersendiri
b. Alat – alat pemberian O2
c. Alat resusitasi
d. Alat pemeriksaan vital sighn
e. Pinset
f. Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g. Alat tulis
4. Prosedur
a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian,
serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
g. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan

E. PERAWATAN JENAZAH
1. Definisi
Perawatan pasien setelah meninggal dunia
2. Tujuan
a. Membersihkan dan merapikan jenazah
b. Memberikan penghormatan terakhir kepada sesama insani
c. Memberi rasa puas kepada sesama insani
3. Persiapan alat
a. Celemek
b. Verban/kassa gulung
c. Sarung tangan
d. Pinset
e. Gunting perbant
f. Bengkok 1
g. Baskom 2
h. Waslap 2
i. Kantong plastik kecil (tempat perhiasan)
j. Kartu identitas pasien
k. Kain kafan
l. Kapas lipat lembab dalam kom
m. Kassa berminyak dalam kom
n. Kapas lipat kering dalam kom
o. Kapas berminyak (baby oil) dalam kom
p. Kapas alkohol dalam kom
q. Bengkok lysol 2-3%
r. Ember bertutup 1
4. Prosedur
a. Memberitahukan pada keluarga pasien
b. Mempersiapkan peralatan dan dekatkan ke jenazah
c. Mencuci tangan
d. Memakai celemek
e. Memakai hands scoon
f. Melepas perhiasan dan benda – benda berharga lain diberikan kepada keluarga pasien
(dimasukkan dalam kantong plastik kecil)
g. Melepaskan peralatan invasif (selang, kateter, NGT tube dll)
h. Membersihkan mata pasien dengan kassa, kemudian ditutup dengan kassa lembab
i. Membersihkan bagian hidung dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
j. Membersihkan bagian telinga dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
k. Membersihkan bagian mulut dengan kassa
l. Merapikan rambut jenazah dengan sisir
m. Mengikat dagu dari bawah dagu sampai ke atas kepala dengan verban gulung
n. Menurunkan selimut sampai ke bawah kaki
o. Membuka pakaian bagian atas jenasah, taruh dalam ember
p. Melipat tangan dan mengikat pada pergelangan tangan dengan verban gulung
q. Membuka pakaian bagian bawah, taruh dalam ember
r. Membersihkan genetalia dengan kassa kering dan waslap
s. Membersihkan bagian anus dengan cara miringkan jenazah ke arah kiri dengan meminta
bantuan keluarga
t. Memasukkan kassa berminyak ke dalam anus jenasah
u. Melepas stick laken dan perlak bersamaan dengan membentangkan kain kafan, lipat stick
laken dan taruh dalam ember.
v. Mengembalikan ke posisi semula
w. Mengikat kaki di bagian lutut jenazah, pergelangan kaki, dan jari – jari jempol dengan
menggunakan verban gulung.
x. Mengikatkan identitas jenazah pada jempol kaki
y. Membuka boven laken bersamaan dengan pemasangan kain kafan
z. Jenazah dirapikan dan dipindahkan ke brankart
å. Alat – alat tenun dilepas dan dimasukkan ke dalam ember serta melipat kasur
ä. Merapikan alat
ö. Melepas hand scoon
aa. Melepaskan celemek
bb. Mencuci tangan

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC


Diposkan oleh ERA Blogger di 04:45 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK)
Reaksi:

KEHILANGAN DAN KEMATIAN


KEHILANGAN DAN KEMATIAN
By Bambang K

A. PENGERTIAN KESEDIHAN
Kesedihan (grief) adalah reaksi normal ketika mengalami kehilangan sesuatu atau seseorang
yang dicintai. (Davies, 1998). Kehilangan adalah suatu situasi yang aktual maupun potensial
yang dapat di alami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan
kehilangan.. Kesedihan yang berkenaan kepada seluruh perasaan yang menyakitkan
dihubungkan dengan kehilangan, termasuk perasaan sedih, marah, perasaan bersalah, malu
dan kegelisahan (Zeanah, 1989).

B. INTENSITAS DAN LAMANYA KESEDIHAN


Intensitas dan lamanya respon kesedihan tergantung terhadap penyebab kesedihannya, usia,
agama dan kepercayaan, perubahan dan dibawa dari kesedihan. Kemampuan mengalami
kesedihan dan sistem dukungan yang diterima (Carter, 1990, Sander, 1985).

C. TAHAPAN KESEDIHAN
1. Menurut Bawbly dan Parks (1970), Davidson (1984)
a. Syok dan hilang rasa
Syok dan hilang rasa dialami anda ketika mereka mengungkapkan perasaan sangat tidak
percaya, panic, tertekan atau marah. Pengalaman ini dapat diinterupsikan oleh letupan emosi.
Pengambilan keputusan sulit sulit dilakukan pada saan ini dan fungsi normal menjadi
terganggu.
Fase ini mendominasi selama 2 minggu pertama setelah kehilangan. Para anda mengatakan
bahwa mereka berada dalam mimpi buruk dan bahwa mereka akan bangun dan segala
sesuatunya akan menjadi baik.
b. Mencari dan merindukan
Dapat diidentifikasikan sebagai perasaan gelisah, marah, bersalah dan mendua (ambiguitas).
Dimensi ini merupakan suatu kerinduan akan sesuatu yang dapat terjadi dan merupakan
proses pencarian jawaban mengapa kehilangan terjadi.
Fase ini terjadi saat kehilangan terjadi dan memuncak 2 minggu sampai 4 bulan setelah
kehilangan. Mereka terpaku pada pikiran apa yang terjadi, apa yang telah mereka lakukan
dan belum lakukan sehingga kejadian yang mengerikan itu terjadi.
c. Disorganisasi
Diidentifikasi saat individu berkabung mulai berbalik, dan menguji apa yang nyata menjadi
sadar terhadap realitas kehilangan. Perasaan tertekan, sulit konsentrasi pada pekerjaan dan
penyelesaian masalah dan perasaan bahwa ia merasa tidak nyaman. Dengan kondisi fisik dan
emosinya muncul.
Fase ini memuncak sekitar 5 sampai sembilan bulan dan secara perlahan menghilang. Banyak
anda merasa bahwa mereka tidak akan pernah keluar dari rasa kehilangan, bahwa mereka
kehilangan pikiran mereka dan merasa nyeri secara fisik.
d. Reorganisasi
Terjadi bila individu yang berduka dapat berfungsi dirumah dan ditempat kerja dengan lebih
baik disertai peningkatan harga diri dan rasa percaya diri. Individu yang berduka memiliki
kemampuan untuk menghadapi tantangan baru dan menempatkan kehilangan tersebut dalam
perspektif.
Reorganisasi mulai memuncak setelah setahun pertama yakni saat anda mulai melanjutkan
hidupnya. Keluarga mengataka bahwa mereka tidak akan pernah melupakan yang telah
meninggal tetapi mereka akan memulai kembali kehidupan mereka.
2. Engel”s Theory
Menurut Engel proses berduka (kehilangan) mempunyai beberapa fase :
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas atau
pergi tanpa tujuan. Mencoba untuk membutakan perasaan, mungkin karena orang tersebut
tidak menyadari implikasi dari kehilangan. Biasanya seseorang bisa menerima secara
intelektual tetapi menolak secara emosional. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaphoresis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b. Fase II (Berkembangnya kesadaran)
Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
Menyalahkan diri sediri dan menangis adalah cara yang tipikal sebagai individu yang terikat
dengan kehilangan.
c. Fase III (Restitusi/resolving the loss)
Berusaha mencoba untuk sepakat atau berdamai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan. Masih tetap tidak bisa menerima perhatianyang baru dari seseorang yang
bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d. Fase IV
Menciptakan kesan orang meninggal yang hampir tidak memiliki harapan dimasa yang akan
dating. Menekan seluruh perasaan yang negatif.
e. Fase V
Kehilangan yang tidak dapat dihindari harus mulai disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah bisa menerima kondisinya.
3. Teori Kubler-Ross
a. Pengingkaran (denial)
Tahapan kesedihan ini dapat berakhir beberapa detik, menit atai beberapa hari dan muncul
sebagai bentuk pertahanan diri. Seseorang bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan
mungkin menolak untuk percaya bahwa sebuah kehilangan benar-benar terjadi.
Implikasi asuhan yang harus diberikan adalah dengan memberikan support secara verbal,
berikan waktu kepada mereka untuk menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
b. Tahap marah (anger)
Tahap reaksi marah membawanya pada pertanyaan ’Why me’ dan ini adalah tahap dimana
biasanya perasaan-perasaan emosi bebas diekspresikan. Pada tahap ini individu menolak
kehilangan. Individu akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung. Misal dalam
kasus lahir mati dan kematian neonatal ayah si bayi biasanya terlebih dahulu langsung marah
kepada dokter, Tuhan bahkan kepada istrinya. Si ibu biasanya meresponnya dengan
menangis. Pada kenyataannya walaupun dia tidak melakukan dengan hal yang serupa tapi si
ibu masih tetap menyangkal kematian bayinya dan berduka cita. Tangisannya
mengisyaratkan sebagai ’tangisan panggilan’ (Bowly, 1980) menunjukkan kesungguhannya
menginginkan bayinya kembali.
Asuhan yang diberikan dengan membantu untuk mengerti bahwa marah adalah sesuatu
respon normal terhadap perasaan kehilangan, hindari menarik diri dan membalas dengan
marah dan izinkan klien mengekspresikan kemarahannya sepuas mungkin dibawah
pengawasan agar tidak membahayakan dirinya maupun orang lain.
c. Tahap penawaran (bargaining)
Tahap ini mungkin merupakan fase yang pendek dan tidak diekspresikan secara verbal. Pada
tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan. Ibu yang
bersedih akan ’berunding’ dengan Tuhan berjanji bahwa ia akan mendedikasikan bayinya
hanya kepada-Nya dengan harapan Tuhan akan mengembalikan anaknya.
Dengarkan dengan penuh perhatian pada apa yang pasangan sampaikan dan mendorong
pasangan untuk berbicara karena dengan melakukan hal tersebut akan membantu mengurangi
rasa bersalah dan perasaan takut yang mereka rasakan.
d. Tahap depresi (depression)
Tahap depresi dapat menyusul sebagai bentuk kegagalan dalam tahapan ’berunding’, tahapan
kemarahan dan bahkan dapat kembali pada periode penolakan. Seseorang sering
menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputus asaannya, rasa tidak berharga bahkan bisa muncul keinginan untuk
bunuh diri. Misal pada wanita yang mengalami keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal
mengakibatkan timbulnya perasaan kehilangan statusnya, rendah diri, tidak kuat dan perasaan
bersalah atas kegagalannya sebagai istri yang baik.
Pada tahapan ini biarkan pasangan mengekspresikan kesedihannya dan dalam hal ini
komunikasi non verbal dengan duduk yang tenang disampingnya, memberikan suasana yang
tenang tanpa mengharapkan adanya suatu percakapan yang berarti bahkan sentuhan. Berikan
pengertian pada keluarga bahwa sangat penting pasangan berada dalam kesendirian untuk
sementara waktu.
e. Tahap penerimaan (Acceptance)
Pada tahap ini anda yang kehilangan mulai dapat menerima kenyataan, kasih sayangnya pada
individu yang hilang mulai luntur dan emosinya berangsur-angsur mulai berkurang pada anak
yang hilang, kekuatan untuk menikmati hidup kembali dan sedang menerima ucapan duka
cita orang lain untuk membantu memulihkan perasaan kehilangan membutuhkan kerja keras
untuk melewatinya untuk dicapai dengan baik pengaruh psikologis yang positif.
Dalam tahap ini, dukung dan bantu pasangan untuk berpartisipasi aktif dalam program
pemulihan.
Tabel 6.1. Proses Duka
ENGEL (1964) KUBLER-ROSE (1969) LAMBERT AND LAMBERT MARTOCCHIO
(1984) RANDO (1984)
Rando (1984) menolak Penolakan Syok dan ketidakpercayaan Phase menghindari
Pengembalian kesadaran Marah - Berteriak dan protes -
Pemulihan Tawar menawar Pengakuan Kesedihan yang mendalam, disorganisasi dan putus
asa Phase konfrontasi
Idealisasi Depresi - Identifikasi kesedihan -
Reorganisassi/ pengeluaran penerimaan Rekonsiliasi/ perdamaian Reorganisasi dan
pemulihan Menghidupkan kembali

D. TIPE KESEDIHAN
Tipe kesedihan menurut nanda
1. Berduka Antisipasi
Suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, obyek/ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan (tipe ini masih dalam batas normal)
2. Berduka disfungsional
Suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya di besar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, obyek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang menjurus ketipikal, abnormal.
Kesedihan adalan respon individu saat kehilangan (Corr, Nabe, and Corr, 1996). Kesedihan
merupakan manivestasi di bawah ini :
1. Perasaan
adalah sedih, marah, perasaan bersalah, mencela diri sendiri, putus asa, kesepian, letih,
kehilangan bantuan, syok, kerinduan, mati rasa.
2. Sensasi fisik
adalah kekosongan pada usus, sesak pada dada/susah menelan, kehilangan energi, kelelahan,
mulut kering, kehilangan koordinasi.
3. Pilihan kognitif
adalah kehilangan kepercayaan, bingung, terlalu asyik dengan diri sendiri, pencarian
paranormal.
4. Perubahan tingkah laku
adalah susah tidur, kehilangan semangat pada aktivitas yang biasa yang membuat dirinya
merasa nyaman, bermimpi tentang kematian, menangis, tidak bisa istirahat.
5. Kesulitan dalam bersosialisasi
adalah masalah dalam menjalin relasi atau fungsi social.
6. Pencarian spiritual
adalah mencari sensasi dari arti, marahpada Tuhan (Worden, 1991, as quoted in Corr, Nahe
and Corr, 1996)

E. JENIS-JENIS KEHILANGAN
1. Kehilangan obyek eksterna
Kehilangan obyek/kehilangan milik sendiri/bersama-sama misalnya kecurian (perhiasan,
uang, perabot rumah) atau kehancuran akibat bencana alam.
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Bisa diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat di kenal termasuk dari latar
belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen, misalnya
berpindah rumah, dirawat di rumah sakit atau berpindah pekerjaan.
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
Kehilangan yang sangat bermakna/orang yang sangat berarti adalah salah satu kehilangan
yang sangat membuat stress, misalnya pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman
dekat, orang yang dipercaya atau binatang peliharaan, perceraian.
4. Kehilangan suatu aspek diri
Kehilangan diri atau anggapan mental seseorang, misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik
5. Kehilangan hidup
Dimana seseorang mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan
dan orang disekitarnya sampai pada kematian yang sesungguhnya, misalnya kematian
anggota keluarga, teman dekat atau diri sendiri atau orang yang hidup sendirian dan sudah
menderita penyakit terminal sekian lama dan kematian merupakan pembebasan dari
penderitaan.

F. TANDA DAN GEJALA BERDUKA


1. Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah, berat badan menurun, sakit kepala,
pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat badan.
2. Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi, kesedihan, perasaan gagal, sulit untuk
berkonsentrasi, gagal dan menerima kenyataan , iritabilita, perhatian terhadap orang yang
meninggal
3. Efek sosial
a. menarik diri dari lingkungan
b. isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.

G. TUGAS INDIVIDU YANG BERDUKA


Worden (1991) mengidentifikasi empat tahap tugas individu yang berduka. Wanita dan
keluarga yang beradaptasi terhadap kehilangan seseorang yang dikasihi harus memenuhi
tugas-tugas berikut
1. Menerima realita kehilangan
Terjadi bila wanita dan keluarganya datang untuk menghadapi realitas kehilangan seseorang
telah meninggal dan hidup mereka berubah. Melihat, memeluk, menyentuh dan mengingat
adalah cara yang digunakan individu yang berduka untuk dapat memastikan kematian
seseorang. Adalah penting bagi wanita dan keluarganya untuk menceritakan kisah mereka
tentang peristiwa dan pengalaman serta perasaan kehilangan sehingga secara kognitif dan
emosional mereka menerima bahwa seseorang yang mereka kasihi telah meninggal.
2. Menerima sakitnya rasa duka
Ini mengandung makna individu yang berduka harus merasakan dan mengungkapkan emosi
berduka yang sangat. Anda atau keluarga merasakan sakitnya berduka dengan intensitas yang
berbeda-beda, tetapi kematian biasanya dirasakan sebagai pengalaman berduka yang
menyakitkan oleh setiap orang.
Masyarakat secara umum cenderung meminimalkan kematian seseorang karena tidak
memiliki hubungan sosial yang nyata atau kedekatan dengan orang yang meninggal tersebut.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan
Upaya penyesuaian diri dengan tempaan lingkungan setelah menjalani suatu kehilangan
berarti belajar mengakomodasi perubahan akibat kehilangan.
Seiring perjalanan waktu individu yang mengalami proses berduka memiliki kesempatan
untuk mengubah pandangan mereka tentang bagaimana peristiwa kehilangan tersebut
mempengaruhi hidup mereka. Hal ini bukan berarti mereka telah melupakan seseorang yang
telah meninggalkannya, tetapi dengan berlalu minggu dan bulan mereka memiliki
kesempatan untuk mengembangkan perspektif yang baru. Melanjutkan perasaan yang
berbeda dan berbagai cara untuk mengatasi masalah mereka.
4. Kehidupan atau reorganisasi
Melanjutkan hidup atau reorganisi berarti mencintai dan hidup kembali. Orang yang
ditinggalkan mulai lebih dapat menikmati hal-hal yang memberikan kesenangan, dapat
memelihara diri sendiri dan orang lain, mengembangkan minat-minat baru dan menetapkan
kembali seluruh hubungan merupakan ciri-ciri tugas ini.

H. DAMPAK KEHILANGAN
1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang,
kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan
kesepian.
2. Pada masa remaja, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup, dapat menjadi
pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.

I. FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MENYERTAI KEHILANGAN (BERDUKA)


Menurut martocchio faktor – faktor resiko yang menyertai kehilangan (berduka) meliputi :
1. Status sosial ekonomi yang rendah
2. Kesehatan yang buruk
3. Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak
4. Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai
5. Kurangnya dukungan dari kepercayaan keagamaan
6. Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat menghadapi ekspresi
berduka
7. Kecenderungan yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum kematian atau
kehidupan setelah mati dari seseorang yang sudah mati.
8. Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri sendiri.

J. PROSES KEHILANGAN (SPORKEN DAN MICHELS)


1. Ketidaktahuan
Tidak adanya kejelasan bagi seorang klien bahwa akhir kehidupannya sudan semakin dekat.
Selain itu ketidaktahuan tentang prognosa penyakit dan juga seberapa berat penyakitnya.
2. Ketidakpastian
Suatu kondisi dimana individu tidak mendapatkan gambaran yang jelas tentang bagaimana
masalahnya. Individu akan mencoba mencari-cari alasan supaya masalah tersebut segera
berakhir.
3. Penyangkalan
Sebagai salah satu upaya pertahanan diri, akibat ketidakmampuan seseorang untuk menerima
situasi yang harus dihadapinya, seolah-olah sama sekali tidak mengerti.
4. Perlawanan
Merupakan akibat logis dari fase sebelumnya dan mulai mengembangkan kesadaran bahwa
ajal sudah dekat. Wujud fase ini adalah dengan agresi dan biasanya disebut juga fase yang
penuh kemarahan dan agresi.
5. Penyelesaian
Bila individu merasakan ketidakbergunaan penyangkalan dan kemarahan maka ia akan
merundingkan penyelesaian dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dengannya.
6. Depresi
Individu akan mengalami kesedihan yang amt dalam, kesendirian dan ketakutan.
7. Penerimaan
Tidak setiap individu mampu mencapainya. Respon yang diperlihatkan adalah sikap yang
tenang, karena ia sadar bahwa ia akan dapat mengatasi masalahnya.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan.
Diposkan oleh ERA Blogger di 04:20 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK)
Reaksi:

PERAWATAN DEKUBITUS

PERAWATAN DEKUBITUS
By Eny Retna Ambarwati

1. Pengertian :
Perawatan luka yang terjadi karena tekanan yang terus menerus pada bagian-bagian tubuh
sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut terganggu dan mengakibatkan nekrose jaringan
tubuh.
2. Penyebab Dekubitus
a. Tekanan yang lama/terus menerus pada posisi yang sama
b. Iritasi jaringan tubuh yang disebabkan oleh feces urine atau keringat
c. Kain alas tempat tidur yang tidak licin.
3. Tujuan :
a. Merangsang peredaran darah
b. Memberikan perasaan nyaman pada penderita
c. Mempercepat penyembuhan luka
4. Persiapan alat :
a. Baskom
b. Sabun
c. Air
d. Agen pembersih atau agen topical yang diresepkan
e. Balutan yang dipasankan
f. Pelindung kulit
g. Lidi waten
h. Plester hipoalergik atau balutan adesif (hipalik)
i. Sarung tangan
j. Alat pengukur luka (tidak menjadi keharusan)
5. Prosedur pelaksanaan
a. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
Mengurangi transmisi patogen yang berasal dari darah. Sarung tangan harus digunakan saat
memegang bahan-bahan berair dari cairan tubuh
b. Tutup pintu ruangan atau gorden tempat tidur. Mempertahankan privasi klien.
c. Baringkan klien dengan nyaman dengan area luka dekubitus dan kulit sekitar mudah
dilihat. Area dapat di akses untuk membersihkan luka dan kulit sekitar
d. Kaji luka dekubitus dan kulit sekitar untuk menentukan derajat luka kondisi kulit dapat
mengindikasikan kerusakan jaringan progresif. Perhatikan warna, kelembaban dan
penampilan kulit sekitar luka kelembaban terus menerus menyebabkan maserasi.
e. Ukur diameter luka yang dapat di gunakan. Memberikan suatu pengukuran obyektif ukuran
luka. Dapat menentukan tipe balutan yang dipilih : area permukaan panjang dan lebar.
f. Ukur kedalaman luka dekubitus denganmenggunakan aplikator berujung kapas atau alat
lain yang memungkinkan pengukuran kedalaman luka pengukuran kedalaman adalah penting
untuk menentukan volume luka meskipun permukaan area sangat adekuat menunjukan
kehilangan jaringan pada ulkus derajat satu dan dua, volume lebih adekuat menunjukan
kehilangan jaringan pada luka dengan derajat lebih dalam 3 sampai 4.
g. Ukur kedalaman lubang kulit dengan nekrosis jaringan. Gunakan aplikator berujung kapas
steril dan dengan lembut tekantepi luka. Lubang menunjukan kehilangan jaringan
dibawahnya lebih besar dari kulit. Lubang mengidikasikan nekrosis jaringan progresif.
h. Cuci kulit sekitar luka dengan lembut dengan air hangat dan sabun. Cuci secara
menyeluruh dengan air. Pembersihan permukaankulit mengurangi jumlah bakteri yang
menetap. Sabun dapat mengiritasi kulit.
i. Dengan perlahan keringkan kulit secara menyeluruh dengan menekan-nekankan dengan
handuk Kelembabaan tererus menerus menyebabakan maserasi lapisan kulit
j. Gunakan sarung tangan steril Teknik aseptic harus dipertahankan membersihkan, mengukur
dan memasang balutan (periksa kebijakan institusional mengenai menggunaan sarung tanagn
bersih atau steril)
k. Bersihkan luka secara menyerluruh dengan cairan normal salin atau agen pembersih.
Menghilangkan debris yang terkelupas dari luka. Sebelumnya dibutuhkan perendaman
dengan enzim untuk pengakatan.
l. Gunakan semprit irigasi untuk luka yang dalam
Gunakan agen topikal bila diresepkan :
Enzim-enzim :
1) Pertahan sarung tangan steril oleskan sejumlah kecil salep enzim pada telapak tangan
2) Tidak memerlukan salep yang terlalu banyak. Lapisan yang tipis mengabsorbsi dan kerja
lebih efektif. Kelebihan obat dapat mengiritasi kulit sekitarnya. Gunakan hanya pada area
yang nekrotik
3) Ratakan obat dengan menggosok telapak tangan kuat-kuat
Membuat salep lebih mudah dioleskan pada luka
4) Oleskan salep dengan tipis secara merata diatas luka nekrotik. Jangan oleskan enzim pada
kulit sekitar luka. Penyebaran salep yang tepat menjamin kerja yang efektif. Enzim dapat
menyebabkan luka bakar, parestesia dan dermatitis pada kulit sekitar
5) Basahi kasa balutan dengan cairan garam faal dan tempelkan langsung pada luka.
Melindungi luka, mempertahankan permukaan lembab mengurangi waktu yang diperlukan
untuk penyembuhan. Sel kulit secara normal hidup dalam lingkungan yang lembab
m. Tutup kasa yang basah dengan satu lapis kasa kering dan dan plester dengan baik
mencegah bakteri masuk kedalam balutan yang lembab.
Atiseptik :
Luka dalam : berikan salep antiseptik pada tangan dengan sarung tangan dominan dan
oleskan secara merata salep disekitar luka (hindari penyebaran kontaminasi bila area
terinfeksi).
Salep antiseptik menyebabkan iritasi jaringan minimal. Semua permukaan luka harus tertutup
untuk mengontrol pertumbuhan bakteri secara efektif.
n. Pasang bantalan kasa steril diatas luka dan plester dengan kuat
o. Melindungi luka dan mencegah hilangnya salep selama berbalik atau merubah posisi.
Agen hidrogel :
Tutup permukaan luka dengan hidrogel menggunakan aplikator steril atau sarung tangan.
Mempertahankan lembabapan luka sambil mengabsorbsi kelebihan drainage. Mungkin
digunakan sebagai karier untuk agen topikal
p. Pasang kasa kering yang halus diatas gel untuk menutupi luka dengan sempurna menahan
hidrogel diatas permukaan luka adalah absorben.
Kalsium alginat :
Bungkus luka dengan alginat menggunakan aplikator atau sarung tangan. Mempertahankan
kelembaban luka saat mengabsorbsi kelembaban drainage
q. Gunakan kasa kering yang halus atau hidrokoloid diatas alginat. Mempertahankan alginat
diatas permukaan luka.
r. Ubah posisi klien dengan nyaman tidak pada luka dekubitus. Menghindari lepasnya balutan
tanpa disengaja
s. Lepaskan sarung tangan dan bereskan peralatan yang basah, cuci tangan mencegah tranmisi
mikroorganisme
t. Catat penampilan luka dan perawatan (tipe agen topikal yang digunakan, balutan yang
diginakan dan respon klien pada catatan perawatan). Observasi dasar dan insfeksi berikutnya
menunjukan kemajuan penyembuhan mencatat perawatan.
u. Dokumentasi adanya penyimpangan penampilan luka
Penyimpangan kondisi dapat mengindikasikan kebutuhan untuk terapi tambahan.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebida


Diposkan oleh ERA Blogger di 04:18 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK)
Reaksi:

MENGANGKAT JAHITAN

MENGANGKAT JAHITAN
By Eny Retna Ambarwati

1. Pengertian :
Suatu tindakan melepaskan jahitan yang biasanya di lakukan hari ke 5-7 (atau sesuai dengan
penyembuhan luka yang terjadi).
2. Tujuan :
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya corpus alenium
3. Persiapan alat :
a. Set angkat jahitan steril berisi pinset sirugis 2, anatomis 1, gunting hatting up, lidi waten,
kasa dalam bak instrumen steril
b. Bengkok berisi lisol 2-3 %
c. Kapas balut
d. Korentang
e. Gunting plester
f. Plester
g. Bensin
h. Alcohol 70 %
i. Bethadin 10 %
j. Kantung balutan kotor/bengkok kosong
4. Prosedur pelaksanaan
a. Memberi tahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
b. Mendekatkan alat ke dekat pasien
c. Membantu pasien mengatur posisi sesuai kebutuhan, sehingga luka mudah dirawat
d. Mencuci tangan
e. Meletakkan set angkat jahit di dekat pasien atau di daerah yang mudah dijangkau.
f. Membuka set angkat jahitan secara steril
g. Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan di masukkan kedalam kantong balutan
kotor.
h. Bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin
i. Mendesinfeksi sekitar luka operasi dengan alkohol 70% dan mengolesi luka operasi dengan
betadhin solution 10%.
j. Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul jahitan dengan
pinset sirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah
simpul yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi lain yang tidak ada simpul.
k. Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadin solution 10 %
l. Menutup luka dengan kasa steril kering dan di plester
m. Merapikan pasien
n. Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya
o. Mencuci tangan
p. Mencatat pada catatan perawatan.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC


Diposkan oleh ERA Blogger di 04:14 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK)
Reaksi:

IRIGASI LUKA

IRIGASI LUKA
By Eny Retna Ambarwati

1. Pengertian :
Suatu tindakan pembersihan secara mekanis dengan larutan isotonic atau pengangkatan fisik
terhadap jaringan debris, benda asing atau eksudat dengan kasa atau dengan spuit.
2. Tujuan :
a. Menghilangkan esudat dan debris, benda asing dari luka yang lambat sembuh.
b. Memberikan panas pada area yang sakit.
c. Untuk meningkatkan penembuhan atau memudahkan pengolesan obat luka
3. Peralatan :
a. Bak instrumen steril berisi : pensit 2, kasa steril, gunting, lidi waten
b. Larutan irigasi (200 sampai 500 ml sesuai pesanan) dihangatkan pada suhu tubuh (37-40
derajat C).
c. Spuit irigasi steril (kateter karet merah steril sebagai penghubung untuk luka dalam lubang
kecil)
d. Kom balutan steril dan peralatan untuk mengganti balutan
e. Bantalan tahan air/perlak pengalas
f. Jeli pelumas dan spatel lidah (tidak menjadi keharusan)
g. Bengkok
h. Sarung tangan steril dan bersih
4. Prosedur pelaksanaan :
a. Jalaskan prosedur pada klien. Gambarkan sensasi yang akan di rasakan selama irigasi.
Ansietas klien akan di kurangi melalui kesadaran tentang apa yang akan terjadi selam
prosedur dan perasaan apa yang dirasakan
b. Susun peralatan di samping tempat tidur. Mencegah merusak prosedur
c. Posisikan klien sehingga larutan irigasi akan mengalir dari bagian atas tepi luka ke bagian
dalam kom yang diletakkan di bawah luka. Aliran cairan dipengaruhi gravitasi dari area yang
kurang terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi.
d. Letakkan perak pengalas di bawah luka klien. Mencegah mengotori linen tempat tidur.
e. Cuci tangan. Mengurangi transmisi mikroorganisme.
f. Kenakan sarung tangan bersih sakali pakai dan lepaskan plester, ikatan atau perban. Sarung
tangan mencegah transmisi organisme infeksius dari balutan kotor ke tangan anda.
g. Lepaskan plester dengan melepaskan ujungnya dan menariknya perlahan, sejajar dengan
kulit dan ke arah balutan. (bila perekat masih tersisa di kulit, dihilangkan dengan
menggunakan larutan aseton/bensin). Mengurangi tegangan pada garis jahitan atau tepi luka.
h. Dengan tangan anda yang telah memakai sarung tangan atau pinset, angkat balutan,
pertahankan bagian bawah yang kotor jauh daripenglihatan klien. Lepaskan satu demi satu
balutan. Penampilan drainase dapat menggangu klien secara emosional. Pengangkatan
balutan dengan hati-hati mencegah tertariknya drain secara tak sengaja.
i. Bila balutan lengket ke luka, lepaskan dengan meneteskan normal salin steril. Mencegah
kerusakan permukaan epidermal.
j. Observasi karakter dan jumlah drainage pada balutan. Memberikkan perkiraan hilangnya
drainage dan pengkajian perawatan luka.
k. Buang balutan kotor pada wadah yang telah di sediakan, hindari kontaminasi dengan
permukaan luar wadah. Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar. Buang
di tempat yang telah disediakan. Mengurangi transmisi mikroorganisme pada orang lain.
l. Siapkan peralatan steril. Buka kom dan tuangkan larutan (volume bervariasi tergantung
ukuran luka dan banyaknya drainage). Buka spuit dan siapkan bak instrumen. Pakai sarung
tanagn steril. Mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka.
m. Letakkan bengkok bersih menempel kulit klien di bawah insisi atau letak luka.
Menampung larutan pengirigasi yang terkontaminasi.
n. Hisap larutan ke dalam spuit. Saat memegang ujung spuit tepat di atas luka. Irigasi dengan
perlahan tetapi secara kontinue dengan tekanan yang cukup untuk mendorong drainage dan
debris. Hindari menyemburkan atau menyemprotkan larutan. Irigasi tepat di atas luka. Irigasi
secara mekanik mengangkat drainage dan debris. Lokalisasi atau depresi di dasar luka dapat
dengan mudah menampung debris.
o. Lanjutkan irigasi sampai larutan jernih yang mengalir ke dalam bengkok memastikan
bahwa semua debris telah terbuang.
p. Dengan kasa steril, keringkan tepi luka. Bersihkan dengan progresif menekan dari garis
insisi atau tepi luka. Mengeringkan basah yang berlebihan, yang dapat menjadi media untuk
pertumbuhan mikroorganisme atau sebagai pengirigasi kulit.
q. Pasang balutan steril. Balutan steril mencegah infeksi dan meningkatkan penyembuhan
luka.
r. Bantu klien untuk posisi yang nyaman. Meningkatkan kenyamanan klien.
s. Bereskan peralatan dan cuci tangan. Mengontrol transfer mikroorganisme.
t. Catat pada catatan perawat volume dan tipe larutan, karakteristik drainage, penampilan
luka, dan respon klien. Pencatatan tepat waktu akan memberikan dokumentasi terapi akan
kemajuan penyembuhan luka.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.


Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC


Diposkan oleh ERA Blogger di 04:12 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK)
Reaksi:

MENGGANTI BALUTAN BASAH KERING

MENGGANTI BALUTAN BASAH KERING


By Eny Retna Ambarwati

1. Pengertian
Balutan basah kering adalah tindakan pilihan untuk luka yang memerlukan debridemen.
2. Indikasi
Luka bersih terkontaminasi dan luka infeksi yang memerlukan debridemen.
3. Tujuan
a. Membersihkan luka terinfeksi dan nekrotik
b. Mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka
c. Membantu menarik kelembaban dari luka ke dalam balutan.
4. Persiapan Alat :
a. Set balutan steril dalam bak instrumen steril :
1) Sarung tangan steril
2) Guting dan pinset steril (2 anatomis dan 1 sirurgis)
3) Depress
4) Lidi waten
5) Balutan kasa dan kasa steril
6) Kom untuk larutan antiseptik atau pembersih
7) Salep antiseptik (tidak menjadi keharusan)
b. Larutan pembersih yang diresepkan oleh dokter
c. Normal salin
d. Sarung tangan sekali pakai
e. Plester, pengikat, atau perban sesuai kebutuhan
f. Kantung tahan air untuk sampah atau bengkok (1 berisi lisol, 1 kosong)
g. Selimut mandi
h. Aseton/bensin (tidak menjadi keharusan)
i. Bantalan tahan air/perlak pengalas
j. Gunting perban
5. Prosedur palaksanaan
a. Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-langkah perawatan luka.
Menghilangkan ansietas klien dan meningkatkan pemahaman proses penyembuhan
b. Susun semua peralatan yang diperlukan di meja dekat tempat tidur(jangan membuka
perlatan). Mencegah kesempatan merusak teknik steril dengan kelalaian tak disengaja pada
peralatan yang di perlukan.
c. Ambil kantung sekali pakai dan buat balutan diatasnya. Letakkan kantung dalam jangkauan
area kerja anda/letakkan bengkok didekat pasien. Mencegah kontaminasi tak disengaja pada
bagian atas luar permukaan kantung. Jangan menyebrangi area steril untuk membuang
balutan kotor.
d. Tutup ruangan atau tirai di sekitar tampat tidur. Tutup semua jendela yang terbuka.
Memberikan klien privasi dan mengurangi udara yang dapat mentransmisikan
mikroorganisme.
e. Bantu pasien pada posisi nyaman dan selimut madi pasien hanya untuk memaparkan
temapt luka. Intruksikan pasien untuk tidak menyentuh area luka atau peralatan steril.
Gerakan tiba-tiba dari klien selama penggantian balutan dapat menyebabkan kontaminasi
luka atau peralatan. Penutupan memberikan jalan masuk pada luka dan meminimalkan
pemaparan yang tidak perlu.
f. Cuci tangan secara menyeluruh. Menghilangkan mikroorganisme yang tinggal di
permukaan kulit dan mengurangi transmisi patogen pada jaringan yang terpapar.
g. Letakkan bantalan tahan air di bawah klien/perlak pengalas. Mencegah mengotori linen
tempat tidur.
h. Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester, ikatan atau perban. Sarung
tangan mencegah transmisi organisme infeksius dari balutan dari balutan kotor tangan pada
anda.
i. Lepaskan plester dengan melaskan ujungnya dan menarik secara perlahan, sejajar dengan
kulit dan kearah balutan (bila masih terdapat sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan dengan
aseton/bensin). Mengurangi tegangan pada jahitan atau tepi luka.
j. Dengan tangan yang telah menggunakan sarung tangan atau pinset, angkat balutan,
permukaan bawah balutan yang kotor jauhkan dari penglihatan klien.
Catatan : bila terpasang drain, lepaskan satu lapis setiap kali. Penampilan balutan dapat
menganggu klien secara emosional. Pengambilan balutan dengan hati-hati mencegah
penarikan drain secara tidak sengaja.
k. Bila balutan merekat pada jaringan dibawahnya, jangan dibasahi. Perlahan bebaskan
balutan dari eksudat yang mongering. Ingatkan klien tentang penarikan dan
ketidaknyamanan. Pembalutan basah dan kering dibuat untuk luka bersih terkontaminasi atau
luka terinfeksi dengan debridemen jaringan nekrotik dan eksudat.
l. Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan. Menghilangkan pikiran kehilangan
drainase dan pengkajian kondisi luka.
m. Buang balutan kotor pada wadah yang telah di sediakan, hidari kontaminasi permukaan
luar wadah. Lepaskan sarung tangan sekali pakai dengan menarik bagian dalam keluar.
Buang pada tempat yang telah disediakan Mengurangi transmisi mikroorganisme ke orang
lain.
n. Siapkan peralatan balutan steril. Tuangkan larutan yang diresapkan ke dalam kom steril
dan tambahkan kasa berlubang kecil. Lapiskan kasa yang bersentuhan dengan luka harus
terbasahi secara menyeluruh untuk meningkatkan kemampuan absorbsi balutan.
o. Kenakan sarung tangan. Memungkinkan anda memegang balutan steril, instrumen, dan
larutan tanpa mengkontaminasi dengan mikroorganisme.
p. Inspeksi luka. Perhatikanlah kondisinya, letak drain, integritas jahitan atau penutupan kulit,
dan krakteristik drainase. (palpasi luka, bila perlu, dengan bagian non dominan anda yang
tidak akan menyentuh peralatan steril). Menentukan status penyembuhan luka. (kontak
dengan permukaan kulit atau drainase mengkontaminasi sarung tangan).
q. Bersihkan luka dengan larutan antiseptik atau larutan normal salin. Pegang kasa yang telah
dibasahi dengan larutan menggunakan pinset. Gunakan satu kasa untuk setiap tekanan
pembersihan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang paling
terkontaminasi. Bergerak dalam tekanan progresif menjauh dari garis insisi ataupun tepi luka.
Penggunaan pinset mencegah terjadinya kontaminasi jari anda yang menggunakan sarung
tangan. Arah pembersihan mencegah introduksi organisme ke dalam luka.
r. Pasang kasa yang basah tepat pada permukaan luka. Bila luka dalam dengan perlahan buat
kasa seperti kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan pinset. Secara perlahan masukkan
kasa ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kasa basah. Kasa basah
mengabsorbsi drainase dan melekat pada debris. Pemasangan kasa sehingga secara merata
didistribusikan pada permukaan luka.
s. Pasang kasa steril kering diatas kasa basah. Lapisan kering bekerja sebagai lapisan
absorben untuk menarik kelembaban dari permukaan luka.
t. Tutup dengan kasa, asang lester di atas bantalan atau amankan dengan, perban, atau
pengikat. Kasa atau bantalan melindungi luka dari masuknya mikroorganisme. Memberikan
penyangga pada luka dan menjamin penutupan luka dengan sempurna untuk meminimalkan
pemajanan terhadap mikroorganisme. Meningkatkan perasaan sejahtera klien
u. Bantu klien pada posisi nyaman. Meningkatkan transmisi mikroorganisme.
v. Cuci tangan
Mengurangi transmisi mikroorganisme
w. Catat pada catatan perawatan dari observasi luka, balutan drainase, dan respon klien.
Dokumentasi akurat dan tepat waktu memberitahukan personil adanya perubahan kondisi
luka dan status klien.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebida


Diposkan oleh ERA Blogger di 04:08 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK)
Reaksi:

MENGGANTI BALUTAN KERING

MENGGANTI BALUTAN KERING


By Retna Ambarwati

1. Tujuan
Balutan kering melindungi luka dengan draenase minimal terhadap kontaminasi
mikroorganisme.
2. Indikasi
Untuk luka bersih tak terkontaminasi dan luka steril.
3. Persiapan alat
a. Set balutan steril dalam bak instrumen steril
1) Sarung tangan steril
2) Pinset 3 (2 anatomis, 1 sirurgis)
3) Gunting (menyesuaikan kondisi luka)
4) Balutan kasa dan kasa steril
5) Kom untuk larutan antiseptik atau larutan pembersih
6) Salep antiseptik (bila dipesankan)
b. Larutan pembersih yang diresepkan oleh dokter
c. Gunting perban
d. Larutan garam fisiologis
e. Sarung tangan sekali pakai
f. Plester, pengikat, atau balutan sesuai kebutuhan
g. bengkok 2 berisi lisol dan kosong
h. Selimut mandi
i. Perlak pengalas
4. Prosedur pelaksanaan
a. Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-langkah perawatan luka.
Menghilangkan ansietas klien dan meningkatkan pemahaman proses penyembuhan.
b. Susun semua peralatan yang diperlukan di meja dekat tempat tidur (jangan membuka
peralatan). Mencegah kesempatan merusak teknik steril dengan kelalaian tak disengaja pada
peralatan yang diperlukan.
c. Ambil kantung sekali pakai dan buat lipatan diatasnya. Letakan kantung dalam jangkauan
area kerja anda/letakkan bengkok dekat pasien. Mencegah kontaminasi tak disengaja pada
bagian atas luar permukaan kantung. Jangan menyebrangi area steril untuk membuang
balutan kotor.
d. Tutup ruangan atau tirai disekitar tempat tidur. Tutup semua jendela yang terbuka.
Memberikan klien privasi dan mengurangi udara yang dapat mentransmisikan
mikroorganisme.
e. Bantu klien pada posisi nyaman dan selimut mandi pasien hanya untuk memamparkan
tempt luka. Intruksikan pasien untuk tidak menyentuh area luka atau peralatan steril.Gerakan
tiba-tiba dari klien selama pengantian balutan dapat menyebabkan kontaminasi luka atau
peralatan. Penutupan memberikan jalan masuk pada luka dan meminimalkan pemaparan yang
tidak perlu
f. Cuci tangan secara menyeluruh Menghilangkan mikroorganiosme yang tinggal
dipermukaan kulit dan mengurangi transmisi patogen pada jaringan yang terpapar
g. Pasang perlak pengalas
h. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester, ikatan, atau balutan
dengan pingset. Sarung tangan mencegah trasmisi organisme dari balutan kotor pada tangan.
i. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada
kulit dan mengarah pada balutan, (bila masih terdapat plester pada kulit, ini dapat dibersihkan
dengan aseton/bensin). Mengurangi tegangan pada jahitan atau tepi luka.
j. Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan permukaan kotor jauh dari
penglihatan klien. Penampilan draenasi dapat mengganggu klien secara emosional.
Pengangkatan balutan dengan hati-hati dari balutan mencegah penarikan tak disengaja pada
drain
k. Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan steril atau NaCl.
Mencegah kerusakan perumukaan epidermal
l. Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan. Memberikan perkiraan hilangnya
drainase dan pengkajian kondisi Luka
m. Buang balutan pada bengkok, lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam
keluar. Buang di tempat yang tepat. (bengkok lisol). Prosedur mengurangi transmisi
mikroorganisme untuk orang lain.
n. Buka bak instrumen balutan steril atau secara individual tertutup bahan steril. Tempatkan
pada di meja samping pasien. Balutan, gunting, dan pinset harus tetep pada bak instrumen
steril atau dapat ditempatkan pada penutup steril yang terbuka digunakan sebagai area steril
atau diatas kasa steril. Balutan steril dan bahan tetap steril saat atau dalam permukaan steril.
Persiapan semua bahan mencegah merusak teknik selama mengganti balutan actual.
o. Bila penutup atau kemasan kasa steril menjadi basah akibat larutan antiseptik, ulangi
persiapan bahan. Cairan bergerak melalui bahan dengan aksi kapiler. Mikroorganisme
menjalar dari lingkungan tidak steril di atas meja atau linen tempat tidur menembus kemasan
balutan ke balutan itu sendiri.
p. Kenakan sarung tangan steril Memungkinkan anda memegang balutan steril, instrumen,
dan larutan tanpa menyebabkan kontaminasi.
q. Inspeksi luka. Perhatikan kondisinya, letak drein, integritas jahitan atau penutupan kulit,
dan karakter drainase. (palpasi luka, bila perlu dengan bagian tangan non dominan, yang
tidak akan menyentuh bahan steril). Menentukan status penyembuhan luka. (kontak dengan
permukaan kulit atau dreinase mengkontaminasi sarung tangan).
r. Bersihkan luka dengan larutan antiseptik yang diserapkan atau larutan garam fisiologis.
Pegang kasa yang basahi dalam larutan dengan pinset. Gunakan satu kasa untuk. Setiap kali
usapan. Bersihkan dari area yang kurangterkontaminasi ke area terkontaminasi. Gerakan
dalam tekanan progresif menjauh dari insisi atau tepi luka. Penggunaan pinset mencegah
kontaminasi jari yang memakai sarung tangan. Arah tekanan pembersihan mencegah
introduksi organisme ke dalam luka.
s. Gunakan kasa baru untuk mengeringi luka atau insisi. Mencegah kelembaban pada tempat
luka, yang akhirnya dapat menjadi tempat tumbuh mikroorganisme.
t. Berikan salep antibiotik bila dipasankan, gunakan teknik seperti langkah pada pembersihan.
Jangan di oleskan ditempat drainase Pengolesan yang di arahkan langsung pada balutan atau
drainase dapat menghambat drainase.
u. Pasang kasa steril kering pada insisi atau letak luka
1) Pasang satu kasa setiap kali. Mencegah pemasangan balutan besar yang dapat mengganggu
gerakan klien, dan memastikan penutupan luka keseluruhan.
2) Pasang kasa sebagai lapisan kontak. Meningkatkan absorbsi tepat terhadap drainase
3) Bila terpasang drain, ambil gunting dan potong kasa kotak untuk dipasangkan disekitarnya.
Balutan sekitar drain mengamankan letak drain dan mengobservasi drainase
4) Pasang kasa lapisan kedua sebagai absorben Melindungi luka dari masuknya
mikroorganisme.
v. Gunakan plester di atas balutan, amankan dengan ikatan atau balutan.. Memberikan
dukungan pada luka dan menjamin penutupan lengkap dengan pamaparan minimal pada
mikroorganisme.
w. Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan dam Buang semua
bahan dan Bantu klien kembali pada posisi nyaman. Lingkungan yang bersih meningkatkan
kenyamanan klien.
x. Cuci tangan
Mengurangi transmisi mikroorganisme.
y. Dokumentasikan penggantian balutan, termasuk pernyataan respon klien, observasi luka,
balutan dan drainase.. Dokumentasi yang akurat dan tepat waktu memberitahukan personal
adanya perubahan personel adanya perubahan pada kondisi luka dan status klien.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC


Diposkan oleh ERA Blogger di 04:06 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK)
Reaksi:
PERAWATAN LUKA

PERWATAN LUKA
By Eny Retna Ambarwati

1. Pengertian
Luka adalah suatu kaadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Jenis luka
a. Berdasarkan sifat kejadian
1) Luka disengaja : Misalya luka terkena radiasi atau bedah
2) Luka tidak disengaja : Luka terkena trauma.
Di bagi menjadi :
a) Luka tertutup : Luka tertutup jika tidak ada robekan
b) Luka terbuka : Luka terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan seperti luka abrasi, yakni
luka akibat gesekan, luka puncture, yakni luka akibat tusukan dan hautration (luka akibat
alat-alat perawatan luka)
b. Berdasarkan penyebabnya, di bagi menjadi :
1) Luka mekanik
a) Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka kelihatan rapi
b) Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah kulit akibat
benturan benda tumpul.
c) Vunus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya yang menyebabkan
robeknya jaringan rusak dalam.
d) Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar (bagian mulut luka), akan tetapi
besar di bagian dalam luka.
e) Vulnus seroferadum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi luka tampak
kehitam-hitaman.
f) Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka.
g) Vulnus abrasio, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pembuluh
darah.
2) Luka non mekanik : Luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan listrik.
3. Fisiologi penyembuhan luka
Penyembuhan luka dimulai sejak terjadinya cedera pada tubuh; ada 4 fase penyembuhan luka
:
a. Hemostasis
Fase vaskular ini terjadi segera setelah terdapat kerusakan jaringan. Terjadi vasokonstriksi
untuk meminimalkan perdarahan dan membantu terjadinya proses koagulasi. Terbentuk
bekuan fibrin yang menutupi luka sementara waktu. Sementara terjadi pembentukan bekuan,
darah atau cairan serosa keluar dari luka yang merupakan upaya tubuh untuk membersihkan
luka secara alami.
b. Inflamasi
Terjadi dilatasi pembuluh darah di sekitar luka, menimbulkan eritema lokal, edema, panas,
rasa tidak nyaman, rasa berdenyut-denyut dan terkadang gangguan fungsional. Pada luka
yang bersih fase ini berlangsung selama 36 jam, tetapi dapat lebih lama bila terjadi infeksi
atau nekrosis.
c. Proliferasi
Pada fase ini terjadi pertumbuhan jaringan baru melalui tiga proses
1) Granulasi
Kapiler dari sekitar pembuluh darah tumbuh kedasar luka.Pada waktu yang sama, fibroblas
memproduksi jaringan kolagen yang akan meningkatkan kekuatan dan integritas struktur
jaringan luka. Jaringan granulasi yang sehat berwarna merah terang, halus bercahaya dan
dasarnya tampak mengerut dan tidak mudah berdarah.
2) Kontraksi luka
Setelah luka berisi jaringan ikat, fibroblas terkumpul di sekitar tepi luka an berkontraksi,
merapatkan kedua tepi luka. Terbentuk jaringan parut epitel fibrosa yang lebih kuat pada saat
fibroblas dan serat kolagen mulai menyusut, menimbulkan kontraksi pada area tersebut dan
obliterasi sebagian kapiler.
3) Epitelisasi
Sel epitel baru tubuh diatas permukaan luka untuk membentuk lapisan luar yang baru, yang
dapat dikenali dengan warnanya putih bersemu merah dan semi transparan.
d. Maturasi
Setelah epitelisasi selesai, jaringan yang baru mengalami remodelling untuk meningkatkan
kekuatan regangan jaringan parut. Fase ini dapat berlangsung sampai 2 tahun.
4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka
a. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah
yang baik untuk pertumbuhan dan perbaikan sel.
b. Status nutrisi, diperlukan asupan protein, vitamin A dan C, tembaga, zinkum dan zat besi
yang adekuat. Protein mensuplai asam amino, yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan
regenerasi. Vitamin A dan zinkum untuk epitelisasi, dan vitamin C serta zinkum untuk
sintesis kolagen dan integrasi kapiler. Zat besi diperlukan untuk sintesis hemoglobin yang
bersama oksigen diperlukan untuk menghantarkan oksigen ke seluruh tubuh.
c. Merokok, mempengaruhi ambilan dan pelepasan oksigen ke jaringan, sehingga
memperburuk perfusi jaringan
d. Penambahan usia, adanya gangguan sirkulasi dan koagulopati, respon inflamasi yang lebih
lambat dan penurunan aktivitas fibroblas.
e. Obesitas, jaringan lemak menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat, mengakibatkan
lambatnya proses penyembuhan dan menurunnya resistensi terhadap infeksi.
f. Diabetes melitus, adanya gangguan sirkulasi dan perfusi jaringan. Selain itu hiperglikemia
dapat menghambat fagositosis dan mencetuskan terjadinya infeksi jamur dan ragi.
g. Obat-obatan, obat antiinflamasi menekan sintesis protein, inflamasi, kontraksi luka dan
epitelisasi.
h. Infeksi, infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat
penyembuhab luka.
5. Tujuan perawatan luka
a. Melindungi luka dari trauma mekanik
b. Mengimobilisasi luka
c. Mengabsorbsi drainase
d. Mencegah kontaminasi dari kotoran-kotoran tubuh (feses, urine)
e. Membantu hemostasis
f. Menghambat atau membunuh mikroorganisme
g. Memberikan lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka
h. Mencegah perdarahan
i. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis
6. Indikasi perawatan luka
a. Balutan kotor dan basah akibat eksternal
b. Ada rembesan eksudat
c. Ingin mengkaji keadaan luka
d. Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridement jaringan nekrotik.
7. Merawat luka terdiri dari
a. Mengganti balutan kering
b. Mengganti balutan basah kering
c. Irigasi luka
d. Perawatan dekubitus

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC


Diposkan oleh ERA Blogger di 03:54 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK)
Reaksi:

PERAWATAN BEDAH KEBIDANAN

PERAWATAN BEDAH KEBIDANAN


By Eny Retna Ambarwati

1. Perawatan preoperatif
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan
tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan
fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan
berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Adapun
persiapan klien di unit perawatan meliputi :
a. Konsultasi dengan dokter obstetrik dan dokter anestesi
Semua ibu yang akan dioperasi harus diperiksa dokter obstetri dan dokter anestesi sebelum
operasi dilakukan. Anggota multidisiplin lainnya juga dapat terlibat, misalnya fisioterapis.
b. Pramedikasi
Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan. Sebagai persiapan atau
bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat diresepkan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan,
misalnya relaksan, antiemetik, analgesik dll.
c. Perawatan kandung kemih dan usus
Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa dan imobilisasi, oleh
karena itu lebih baik bila dilakukan pengosongan usus sebelum operasi. Kateter residu atau
indweling dapat tetap dipasang untuk mencegah terjadinya trauma pada kandung kemih
selama operasi.
d. Stoking kompresi
Stocking dengan ukuran yang tepat harus dipakai ibu sebelum operasi dilakukan, terutama
pada ibu yang memiliki resiko tinggi, misal obesitas atau varises vena. Kematian akibat
emboli pulmoner merupakan resiko bagi ibu yang melahirkan dengan operasi atau mengalami
imobilitas.
e. Mengidentifikasi dan melepas prostesis
Semua prostesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu, perhiasan dll harus dilepas
sebelum pembedahan. Selubung gigi juga harus dilepas seandenya akan diberikan anestesi
umum, karena adanya resiko terlepas dan tertelan. Pakai gelang identitas, terutama pada ibu
yang diperkirakan akan tidak sadar dan disiapkan gelang identitas untuk bayi.
f. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan
di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi Berbagai persiapan fisik yang harus
dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara
umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. ?Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks
sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan
bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit
trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan
nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit
yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135
-145 mmoll), kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmoll) dan kadar kreatinin serum (0,70-
1,50 mgdl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi.
Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oligurianuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam
jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enemalavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-
paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggumenghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman.
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain
terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.
a) Persiapan Kulit Untuk Pembedahan (Mencukur)
(1) Pengertian
Pencukur rambut dilakukan untuk menghilangkan rambut tubuh yang menjadi tempat
mikroorganisme dan menghambat pandangan lengan pembedahan.
(2) Tujuan
(a) Mencegah terjadinya infeksi
(b) Menurunkan angka terjadinya injuri saat operasi.
(3) Persiapan alat
(a) Alat cukur listrik
(b) Gunting, handuk
(c) Bola kapas
(d) Aplikator (jika diperlukan)
(e) Larutan antiseptik (tidak menjadi keharusan)
(f) Lampu portable
(g) Selimut mandi
(h) Bengkok
(i) Sketsel
(4) Prosedur
(a) Inspeksi kondisi umum kulit bila terjadi lesi, iritasi, atau tanda infeksi, pencukuran
seharusnya tidak dilakukan. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan terhadap infeksi luka
pasca operasi
(b) Tinjau kembali pesanan dokter untuk memastikan area yang akan dipotong. (tinjau
prosedur ruang operasi sesuai kebijakan institusi) area luas untuk pemotongan rambut
tergantung pada tempat insisi, tempat pembedahan.
(c) Jelaskan mengenai prosedur dan rasionalisasinya untuk pemotongan rambut diatas
permukaan yang luas. Meningkatkan kerja sama dan meminimalkan ansietas karena klien
dapat berpikir insisi akan seluas tempat pemotongan rambut.
(d) Cuci tangan Mengurangi transmisi infeksi.
(e) Tutup pintu ruangan atau tirai tempat tidur memberikan privasi pada klien
(f) Atur posisi tempat tidur yang sesuai (tempat tidur di tinggikan) Menghindari bekerja
sambil membungkuk dalam waktu yang lama.
(g) Atur posisi pasien senyaman mungkin dengan posisi pembedahan. Pemotongan rambut
dan persiapan kulit dapat memerlukan waktu beberapa menit.
(h) Keringkan area yang dipotong dengan handuk. Menghilangkan kelembaban, yang
mempengaruhi kebersihan potongan dari pemotongan.
(i) Pegang pemotong pada tangan dominan, sekitar 1 cm diatas kulit, dan gunting rambut
pada arah tumbuhnya. Mencegah penarikan rambut dan abrasi kulit
(j) Atur selimut sesuai kebutuhan. Mencegah pemajangan bagian tubuh yang tidak perlu
(k) Dengan ringan, sikat rambut yang tercukur dengan handuk. Menghilangkan rambut yang
terkontaminasi dan meningkatkan kenyamanan klien memperbaiki penglihatan terhadap area
yang dipotong
(l) Bila memotong area diatas permukaan tubuh (missal umbilicus atau lipat paha) bersihkan
lipatan dengan aplikator berujung kapas yang telah dicelupkan ke arah larutan antiseptik,
kemudian dikeringkan. Menghilangkan secret, kotoran, dan sisa potongan rambut, yang
menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme.
(m) Berikan klien bahwa prosedur telah selesai. Menghilangkan ansietas klien
(n) Bersihkan dan rapikan peralatan sesuai kebijakan institusi, buang sarung tangan.
Pembuangan peralatan yang kotor sesuai tempatnya mencegah penyebaran infeksi dan
mengurangi resiko cidera.
(o) Inspeksi kondisi kulit setelah menyelesaikan pemotongan rambut. Menentukan bila
terdapat sisa rambut atau bila kulit terpotong
(p) Dokumentasikan prosedur, area yang dipotong atau dicukur, dan kondisi kulit sebelum
dan sesudah tindakan.
(q) Hal yang perlu diperhatikan
Lakukan kewaspadaan ekstra bila klien memiliki kecenderungan perdarahan sebelumnya
seperti pada leukemia, anemia aplikasi, atau hemofilia atau telah menerima terapi anti
koagulan. Bila klien memiliki kecenderungan perdarahan atau pada terapi antikoagulan,
pencukuran kering mungkin dianjurkan.
(r) Penyuluhan klien
 Jelaskan tujuan pencukuran, dan pentingnya untuk keselamatan klien.
 Klien harus memahami bahwa pencukuran permukaan kulit lebih luas dari pada area
pembedahan yang sesungguhnya.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor
dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance
cairan.
8) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondsi pasca operasi, seperti : nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien
sebelum operasi antara lain latihan nafas dalam, latiihan batuk efektif dan latihan gerak sendi.
a) Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif
(1) Pengertian
Suatu tindakan pendidikan kesehatan yang diajarkan pada klien sebelum operasi
(2) Tujuan
(a) Mencegah terjadinya komplikasi paru-paru akibat pembedahan
(b) Membantu paru-paru berkembang dan mencegah terjadinya akumulasi sekresi yang
terjadi setelah anestesi
(3) Prosedur
(a) Tidur dengan posisi semi fowler atau fowler penuh dengan lutut fleksi, abdomen relaks
dan dada ekspansi penuh.
(b) Letakkan tangan diatas perut
(c) Bernafas pelan melalui hidung dengan membiarkan dada ekspansi dan rasakan perut
mengempis dengan tangan yang ada diatasnya
(d) Tahan nafas selama 3 detik
(e) Keluarkan nafas melalui bibir yang terbuka sedikit secara pelan-pelan (abdomen/perut
kontraksi dengan inspirasi)
(f) Tarik dan keluarkan nafas 3x, kemudian setelah inspirasi diikuti dengan batuk yang kuat
/keras untuk mengeluarkan sekret
(g) Istirahat
(h) Ulangi tahap c sampai g
b) Latihan Kaki
(1) Pengertian
Suatu tindakan latihan persiapan fisik yang diajarkan ke pasien pada saat periode sebelum
operasi (pre operasi).
(2) Tujuan
(a) Memperlancar peredaran darah
(b) Mencegah vena statis
(c) Mempertahankan tonus otot
(3) Prosedur
Ajarkan pada pasien tiga bentuk latihan yang berisi tentang kontraksi dan relaksasi otot
quadriceps (vastus intermedius, vastus lateralis, rectus femoris dan vastus medialis) dan otot
gastroknemius.
(a) Lakukan dorsifikasi dan flantar fleksi pada kaki. Latihan kadang-kadang diberiakan
seperti dalam keadaan memompa. Gerakan ini akan membuat kontrksi dan relaksasi pada otot
betis. Latihan kaki menolong mencegah terjadinya thrombophlebitis dan vena statis.
(b) Fleksi dan ekstensi pada lutut dan penekanan kembali lutut kedalam bed.
Instruksikan pasien untuk memulai latihan segera setelah operasi sesuai dengan
kemampuannya.
(c) Naikkan dan turunkan kaki dari permukaan bed. Ekstensikan lutut untuk menggerakan
kaki. Latihan ini menimbulkan kontraksi dan relaksasi otot quadriceps. Awasi pasien dalam
melakukan latihan kurang lebih satu jam setiap bangun tidur, dengan catatan frekuensi latihan
tergantung kondisi pasien. Jelaskan pada pasien bahwa dengan kontraksi otot akan
memperlancar peredaran darah.
c) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat
proses penyembuhan pasien
Keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien
setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan
operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru
karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus.
Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan
terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah
memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan
optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM).
Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun
kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan
secara mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami
pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi proses
penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses
pembedahan. Demikian juga faktor usispenuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan
merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan operasi.
9) Faktor resiko terhadap pembedahan
a) Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayianak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko
lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun .
sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi
organ.
b) Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitaskegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada
orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan
untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air,
vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk
sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali
sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan
mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit
dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring
dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif.
Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit
biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
c) Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal
menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan
juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi
pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
d) Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak
terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah
terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau
juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin
yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang
mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-
obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
e) Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama
terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
f) Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-
masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko
pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka
sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari
asprirasi dengan pemasangan NGT.
10) Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin
bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang
yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain - lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan
operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit
pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter
bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan
apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan
berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding
time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin,
protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien
sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun
tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan
penunjang antara lain :
a) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI
(Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL
(Colon in Loop), EKGECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi),
dll.
b) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganasjinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10
malam dan diambil darahnya jam 8 pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP
(ppst prandial).
e) Dan lain-lain
Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan
dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini
dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
11) Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu
Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani
tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari
dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua
tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali
pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko
apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan,
kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum,
maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani
surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien
terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan
tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasienkeluarganya berhak untuk menanyakan kembali
sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka
penyesalan akan dialami oleh pasienkeluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan
ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
2. Perawatan intraoperatif
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh
perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien
yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-
masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan
muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu
keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh
pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi
oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan
yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum
anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli
anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan
pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan
scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well
being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang
operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran
lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran
sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa.
Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat
sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada
daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai
pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan
dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan
pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak
diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat,
didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
a. Prinsip-Prinsip Umum
1) Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik
secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan
antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-
alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan
juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan
2) Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan
steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung
tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk
dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga
menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan
bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi
nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga
digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang
didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan
berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll)
seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
3) Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan
melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril.
Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan
tindakan drapping.
4) Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam
keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi
alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik
tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.
b. Fungsi Keperawatan Intra Operatif
Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran
jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Secara
umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan
aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan
kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di
dalam ruang operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu yang
sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan
berbagai material yang dibutuhkan sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler
juga memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil
mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan
petugas laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur
operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse termasuk melakukan desinfeksi lapangan pembedahan
dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus
yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub juga membantu dokter bedah
selama prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti
mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta
terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup
perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua
jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat
tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan
pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan
untuk bekerja sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani segala
situasi kedaruratan di ruang operasi.
c. Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi :
1) Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan
membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
a) Supine (dorsal recumbent) :
Hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
b) Pronasi
Operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
c) Trendelenburg
Dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering digunakan untuk operasi pada
daerah abdomen bawah atau pelvis.
d) Lithotomy
Posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya digunakan untuk operasi vagina.
Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
e) Lateral
Digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
2) Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah
operasi dengan teknik drapping.
3) Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
a) Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan
sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk
jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya
injury.
b) Memasang alat grounding ke pasien
c) Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama
operasi sehingga pasien kooperatif.
d) Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus,
oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
4) Monitoring Fisiologis
a) Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan
balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar
(cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan
yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
b) Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat apakah
kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan,
nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
c) Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih
dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
5) Monitoring Psikologis
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
a) Memberikan dukungan emosional pada pasien
b) Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
c) Mengkaji status emosional klien
d) Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
6) Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
a) Memanage keamanan fisik pasien
b) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
7) Tim Operasi
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi, maka
sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim operasi
secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non
steril.
a) Steril : Ahli bedah , Asisten bedah, Perawat Instrumentator (Scub nurse)
b) Non Steril : Ahli anastesi, Perawat anastesi, Circulating nurse, Teknisi (operator alat, ahli
patologi dll)
d. Komplikasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan.
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi maligna.
1) Hipotensi
Hipotensi yeng terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan pemberian obat-
obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk menurunkan
tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan pada bagian yang
dioperasi, sehingga menungkinkan operasi lebih cepat dilakukan dengan jumlah perdarahan
yang sedikit. Hipotensi yang disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atu suntikan
medikasi yang mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik
inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk selalu
memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya agar hipotensi yang
tidak diinginkan tidak muncul, dan bila muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa
segera ditangani dengan penanganan yang adekuat.
2) Hipotermi
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6oC (normotermi : 36,6 37,5 oC).
Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu rendah di
kamar operasi (25 26,6 oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas
atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang
digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah
atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 26,6 oC) jangan lebih rendah dari suhu
tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan
selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaann
topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan
pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun
juga sampai saat pasca operatif.
3) Hipertermi Malignan
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka mortalitasnya
sangat tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi
malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi,
agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu
terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan dilepaskan ke
membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara normal, tubuh akan
melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium ke dalam kantong
sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada orang dengan
hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan
tubuh akan mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan
kerusakan sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen,
natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien
meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah
3. Pascaoperatif
Asuhan pascaoperasi harus dilakukan diruang pemulihan tempat adanya akses yang cepat ke
oksigen, pengisap, peralatan resusitasi, monitor, bel panggil emergensi, dan staf terampil
dalam jumlah dan jenis yang memadai. Asuhan pasca operatif meliputi : meningkatkan
proses penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri, pengkajian suhu tubuh, pengkajian
frekuensi jantung, mempertahankan respirasi yang sempurna, mempertahankan sirkulasi,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memonitor input serta
outputnya, empertahankan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output serta
mencegah terjadinya retensi urine, pengkajian tingkat kesadaran, pemberian posisi yang tepat
pada ibu, mempertahanka aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatori,
mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara terapeutik.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.


JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai