Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yuki San Devilen

No.BP : 1910311021
Kelompok : 24 D
Tugas. : Artikel profesionalisme dokter

Etika dan Kebijaksanaan Dokter Menghadapi Pasien “dr.Internet”

Pada masa sekarang, luasnya kegunaan dari internet membuat penyajian informasi tentang
ilmu kedokteran dan kesehatan semakin mudah untuk disebarkan. Informasi yang tersaji sangat
berguna bagi dokter dalam profesinya untuk menolong pasien dan memberikan edukasi kepada
orang awam, seperti penemuan-penemuan baru dan berbagai keberhasilan ilmu kedokteran di
bidang eksperimen, operatif, invasif, maupun konservatif. Akan tetapi di sisi lain, awam tidak dapat
memilah dan memilih dengan baik sehingga diantara mereka menjadi pasien yang berusaha
“mendiagnosis” diri sendiri hingga kepada tingkat terapi dan penanganan sendiri tanpa ada campur
tangan dokter secara nyata. Jumlah mereka yang semakin banyak. Usaha coba-coba yang dilakukan
oleh mereka itu sampai kepada meminta obat sendiri sebagaimana yang tertera di internet. Bahkan
lebih parah lagi, mereka juga menyanggah diagnosis dan pendapat profesional dokter yang
menangani. Maka dari itu, sebagai seorang dokter yang profesional, diperlukan sikap etis dokter
untuk dapat menghargai serta meluruskan pasien dengan terang, kemudian bersikap tegas terhadap
informasi keliru yang dipercaya pasien.

Mahirnya sikap pilah dan pilih informasi medik yang otentik dan mana yang keliru,
menjadikan seorang dokter pada umumnya dapat dipercaya. Hal ini ditambah lagi pendidikan yang
telah di tempuh dalam waktu yang panjang menjadikan seorang dokter itu dapat dipercaya dan
bersikap profesional. Berbeda dengan pasien dan masyarakat awam, mereka tidak memiliki
kompetensi dan pengalaman dalam memilah dan memilih suatu informasi medis sehingga mereka
meyakini yang belum tentu kebenarannya apalagi jika informasi tersebut dinarasikan dengan sangat
meyakinkan.

Masalah berlanjut ketika pasien yang meyakini informasi medis dari internet mencoba untuk
“mendiagnosis” dirinya sendiri dengan data-data keluhan yang mereka alami bahkan sampai kepada
tindakan mengobati diri sendiri dengan resep yang disajikan pada keluhan terkait di internet.
Selanjutnya pasien berani untuk datang ke apotek saja untuk langsung meminta obat yang
dimaksud. Oleh karena apotek membutuhkan resep dokter untuk memberi obat, masalah terus
berlanjut yang mana pasien tadi menemui dokter hanya untuk meminta resep dokter yang sesuai
dengan apa yang mereka dapatkan di internet. Dokter menanyakan keluhan pasien dan juga
diagnosis mandiri yang telah dilakukan oleh pasien kemudian mengetahui kesalahan dari diagnosis
mandiri pasien dan ketidakrelevanan obat yang diminta oleh pasien dengan diagnosis yang
dilakukan oleh dokter. Namun sering kali, ketika sang dokter menyatakan ketidaksetujuannya,
malah pasiennya berbalik mendebat dia dengan ilmu pengetahuan seadanya dari “Dr. Internet” yang
tidak didukung oleh dasar pemahaman atas fisiologi dan patofisiologi. Tidak jarang dokter tersebut
kemudian membalas dengan nada emosi yang kurang pantas dan bahkan menyebabkan pelanggaran
etika kedokteran. Lalu bagaimanakah sikap dokter yang semestinya dalam menghadapi pasien
seperti ini?

Di kasus lain, tidak jarang muncul pasien yang lebih menguasai penyakitnya dibandingkan
dokter yang dikunjunginya, dan dalam kasus demikian sering kali dokter merasa “dilangkahi” atau
“direndahkan,” sehingga sulit untuk mengontrol amarahnya. Tentunya diperlukan sikap dokter yang
sesuai dengan etika kedokteran yang ada.

Sebagai seorang profesional yang memiliki kompetensi terbaik dalam bidang kesehatan,
dokter perlu tetap mengedepankan prinsip- prinsip luhur yang terkandung dalam Sumpah Dokter
dan KODEKI dalam menghadapi pasien yang mendiagnosis dirinya sendiri dengan informasi dari
internet. Pasal 14 KODEKI berbunyi, “Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan seluruh keilmuan dan keterampilannya untuk kepentingan pasien..” Dan sumpah
dokter yang berbunyi,” I WILL RESPECT the autonomy and dignity of my patient” . Jangan
sampai ketidaksukaan, ketidaknyamanan dan ketidaksetujuan kita sebagai seorang dokter terhadap
pasien yang telah memiliki banyak prasangka akibat membaca-baca sumber dari internet, membuat
buruknys sikap kita untuk menghormati pasien tersebut. Oleh karena itu, sikap seorang dokter
dalam kasus seperti di atas sebaiknya adalah bijaksana dan tenang, karena tujuan dari profesinya
adalah untuk kepentingan pasien, bukan untuk harga dirinya apalagi amarahnya semata.

Kunci dari dalam kasus ini ialah komunikasi. Dengan komunikasi yang baik, dalam hal ini
dokter dapat berdiskusi dengan menanyakan apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya dan
sumber yang dibacanya. Berdasarakan keilmuannya, dokter dapat menilai apakah informasi yang
didapat oleh pasien itu valid secara medis atau hanya hoax dan mengkoreksi serta megklarifikasi
kepada pasien dengan menjelaskan diagnosis yang benar terhadap penyakitnya sekaligus
menjelaskan kesalahan-kesalahan yang ada pada diagnosis mandiri atau informasi medis yang
didapatkan pasien melalui internet tersebut. Akan tetapi hal tersebut dikembalikan kepada otonomi
pasien apakah pasien memercayai dokter atau tidak.

Kemudian, dokter dapat menawarkan pemeriksaan ulang kepada pasien dengan meyakinkan
pasien bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara langsung untuk menghindari dugaan-dugaan
yang belum jelas kebenarannya karena apa yang telah dipercayai pasien ialah hanya amnesis yang
tidak sistematis tanpa pemeriksaan fisik sehingga menimbulkan keraguan terhadap apa yang
dialami oleh pasien. Dokter harus bisa meyakinkan pasien bahwa diagnosis harus dilakukan dengan
hati-hati dan teliti serta tidak bersifat menimbulkan keraguan karena keraguan dapat menimbulkan
resiko besar pada kesalahan tindakan selanjutnya.

Apabila pasien tetap menolak diperiksa dan dikaji ulang, ingatlah bahwa itu termasuk hak
pasien berdasarkan penjelasan cakupan pasal 10 KODEKI, butir ke-2 dan ke-4 dan dokter
hendaknya menghormati hak pasien tetapi dokter juga harus bersikap adil dengan tidak memberikan
resep yang tidak sesuai seperti apa yang diminta oleh pasien.

Dengan demikian, dokter harus memegang teguh Sumpah Dokter dan menggunakan

kemudahan internet untuk menyebar informasi medis secara proporsional dan profesional. Dokter
hendaknya tidak menyebarkan berita yang tidak berlandaskan kenyataan, apalagi berita yang
bersifat kebohongan. Dokter hendaknya dapat bersikap tenang dan bijaksana dalam menghadapi
pasien yang mendiagnosis dirinya sendiri melalui informasi medis dari internet.

REFERENSI

Santosa F, Purwadianto A, Sidipratomo P, Pratama P, Prawiroharjo P. Sikap Etis Dokter pada Pasien
yang “Mendiagnosis” Diri Sendiri Menggunakan Informasi Internet pada Era Cyber
Medicine. JEKI. 2018;2(2):53–7. doi: 10.26880/jeki.v2i2.16.

Anda mungkin juga menyukai