Anda di halaman 1dari 23

ETIKA DALAM BERNEGOSIASI

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Negosiasi Bisnis
yang dibina oleh Bapak Dr. Drs. Zainul Arifin, MS.

Oleh:
1. Imam Faqihuddin R 155030201111126
2. Aya Sofia 155030207111001
3. Difka Kusita L 155030207111011

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
ILMU ADMINISTRASI BISNIS
November 2016
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Negosiasi adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari agar kita dapat bertahan,
baik dalam bisnis maupun bidang kehidupan lainnya. Negosiasi bisnis adalah pertemuan tatap
muka antara 2 orang atau dua kelompok pengusaha untuk melakukan serangkaian tawar
menawar yang berkesinambungan mengenai suatu subjek niaga tertentu yang bertujuan untuk
mencapai suatu perjanjian atau suatu kontrak dagang. Dalam melakukan negosiasi kita tidak
serta merta langsung melakukannya tanpa ada panduan bagaimana melakukan negosiasi
dengan baik dan benar. Semua pekerjaan juga terdapat sumber-sumber etika yang harus
dijalankan agar pekerjaan yang dijalani dapat berjalan dengan baik. Etika sebenarnya juga
memiliki pola-pola yang khas dan berbeda antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang
lain. Begitu pula dengan negosiasi ia memiliki pola agar negosiasi berhasil dijalankan. Dalam
bab ini dijelaskan bahwa pertanyaan mengenai perilaku etis yang fundamental muncul dalam
setiap negosiasi. Negosiator yang efektif harus mengetahui ketika pertanyaan yang diajukan
bersifat relevan dna factor apa saja yang harus dipertimbangkan untuk menjawabnya. Tujuan
dalam bab ini adalah untuk menggambarkan masalah-masalah etika yang muncul dalam
negosiasi dan mengidentifikasi dimensi etika utama yang muncul dalam negosiasi,
menggambarkan bagaimana orang cenderung berpikir mengenai pilihan-pilihan etis, dan
menyediakan kerangka pikiran untuk membuat keputusan etis yang baik

RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan etika dan kegunaannya dalam negosiasi?
2. Apa saja pendekatan etika dalam negosiasi?
3. Apa saja pertanyaan mengenai perilaku etis yang sering muncul dalam negosiasi?
4. Apa saja faktor-faktor yang membentuk kecenderungan sikap negosiator untuk
menggunakan taktik yang tidak etis?
5. Bagaimana cara negosiator berhubungan dengan pihak lain yang melakukan penipuan?

TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika dan kegunaannya dalam negosiasi.
2. Untuk mengetahui apa saja pendekatan etika dalam negosiasi.
3. Untuk mengetahui apa saja pertanyaan mengenai perilaku etis yang sering muncul
dalam negosiasi.
4. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang membentuk kecenderungan sikap
negosiator untuk menggunakan taktik yang tidak etis.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara negosiator berhubungan dengan pihak lain yang
melakukan penipuan.
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi Etika

Etika adalah digunakan dalam standar social untuk menentukan apa yang benar dan
salah dalam situasi tertentu, atau proses untuk menetapkan standar-standar tersebut. Etika
berbeda dengan moral dimana individu yakin mengenai apa yang benar dan yang salah.
Standar etika ini biasanya dipetakan ke dalam teori klasik filosofi etika yang telah ada sejak
dulu. Mengambil kesimpulan dari penulis ini (Green, 1994; Hitt, 1990; Hosmer,2003), berikut
ini adalah empat standar evaluasi strategi dan taktik dalam bisnis serta negosiasi:
1. Serangkaian tindakan berdasarkan hasil yang ingin dicapai.
Contohnya: keuntungan investasi yang lebih besar.
2. Serangkaian tindakan berdasarkan tugas untuk mempertahankan aturan dan prinsip
yang benar.
Contohnya: hukum.
3. Serangkaian tindakan berdasarkan norma, nilai, dan strategi organisasi atau
masyarakat.
Contohnya: hal yang biasa dilakukan orang-orang di sebuah perusahaan.
4. Serangkaian tindakan berdasarkan keyakinan.
Contohnya: percaya diri dan yakin terhadap apa yang ingin dikatakan.

Pendekatan pertama disebut end result ethics, artinya kebenaran suatu tindakan
ditentukan oleh penilaian pro dan kontra dari akibatnya. Pendekatan kedua disebut duty ethics,
artinya kebenaran dari suatu tindakan ditentukan oleh kewajiban seseorang untuk menaati
konsistensi prinsip, hukum, dan standar social yang mendefinisikan apa yang benar dan salah
serta untuk mengetahui batasan di antara keduanya. Pendekatan ketiga disebut, social contract
ethics, artinya kebenaran suatu tindakan didasarkan pada kebiasaan dan norma masyarakat
tertentu. Pendekatan keempat disebut personalistic ethics, artinya kebenaran suatu tindakan
didasarkan pada suara hati dan standar moral seseorang.

Penerapan Etika dalam Negosiasi


Setiap pendekatan dapat digunakan untuk menganalisi lima situasi hipotetikal di awal.
Misalnya, dalam situasi pertama yang melibatkan penjualan stereo dan pernyataan untuk
pembeli prospektif mengenai keberadaan pembeli potensial lainnya:
1. Jika sesorang percaya pada pendekatan end result ethics, maka individu tersebut
melakukan apapun yang ia perlukan untuk mendapatkan hasil terbaik. (termasuk
berbohong mengenai pembeli alternatif)
2. Jika seorang percaya pada pendekatan duty ethics, maka individu tersebut mungkin
memiliki kewajiban untuk tidak berhubungan dengan kelicikan, dan menolak
menggunakan taktik yang kotor.
3. Jika seorang percaya pada pendekatan social contract ethics, maka individu tersebut
akan mendasari pilihan perilaku pada pandangan mengenai norma yang sesuai di
masyarakat: jika yang lain akan berbohong, maka ia juga akan melakukannya.
4. Jika seorang percaya pada pendekatan personalistic ethics, maka individu tersebut akan
mengikut kata hatinya dan memutuskan apakah ia akan memenuhi kebutuhan uang
tunai untuk perjalanannya dalam membenarkan sikap yang menggunakan taktik tidak
jujur.
Empat pendekatan ini merupakan dasar untuk melakukan praktik etika dalam
bernegosiasi.

Pertanyaan Perilaku Etika apa yang muncul dalam Negosiasi

Mengapa beberapa negosiator memilih menggunakan taktik yang tidak etis? Ini
disebabkan karena seorang negosiator menganggap lawannya yang menggunakan taktik tidak
berprinsip yang tidak etis, berorientasi pada keuntungan, atau akan menggunakan taktik untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sebaliknya, ketika mencoba untuk menjelaskan
mengapa anda sebagai seorang negosiator menggunakan taktik sama, anda akan menjawab
bahwa anda menjunjung tinggi prinsip.

1. Taktik Etika Ambigu: Semua (kebanyakan) tentang kebenaran


Kebanyakan isu etika dalam bernegosiasi berhubungan dengan standar dalam
memberitahukan kebenaran seberapa jujur, tersembunyi, atau terbuka seorang negosiator
seharusnya. Para individu harus menentukan ketika mereka harus memberitahukan kebenaran
(tidak ada sedikitpun kebohongan) seperti berlawanan dengan perilaku yang menyatakan
harus berbohong. Focus perhatian dibagian ini lebih kepada apa yang negosiator katakan atau
apa yang mereka lakukan dan bukan pada apa yang sebenarnya akan mereka lakukan
(walaupun seorang negosiator mungkin akan bertindak tidak etis).
Beberapa negosiator mungkin berlaku curang seperti melanggar peraturan formal
atau informal, namun perhatian yang paling penting dalam etika negosiasi selalu ada pada
perilaku negosiator. Mengenai kewajiban legal untuk bersikap jujur. Penipuan atau
kecurangan dalam bernegosiasi dapat menjaadi penipuan atau kecurangan daam bernegosiasi
dapat menjadi penipuan yang masuk ke dalam ranah hukum. Hukum mengenai hal-hal
tersebut dangat rumitdan sering kali sulit untuk diidentifikasi.

2. Mengidentifikasi penggunaan taktik dan perilaku yang ambigu secara etika


Taktik yang Ambigu secara etika adalah tipu daya dan dalih yang terjadi di dalam
negosiasi yang mungkin muncul dalam beberapa bentuk. Para peneliti telah lama melakukan
identifikasi atas taktik-taktik semacam ini, dan hasil dari identifikasi tersebut, enam kategori
yang jelas mengenai taktik muncul dan telah ditegaskan oleh kumpulan analisis data
(Robinson, Lewicki, dan Donahue, 2000; Barry, Fulmer, dan Long, 2000). Berikut taktik-
taktik tersebut dan contohnya,

a. Penawaran Kompetitif tradisional – tidak memberitahukan kemudahan anda,


membuat penawaran pembukaan yang berlebihan
b. Manipulasi emosi – Pura-pura marah, takut, kecewa, bahagia, puas
c. Penafsiran yang salah – Mendistorsikan informasi atau kejadian dalam negosiasi
ketika menjelaskannya pada orang lain
d. Penafsiran terhadap jaringan competitor – merusak reputasi competitor dengan
rekannya
e. Pengumpulan informasi yang keliru – penyuapan, infiltrasi, memata-matai, dan lain-
lain
f. Menindaklanjuti – janji yang tidak tulus atau ancaman

Taktik pertama (Penawaran Kompetitif Tradisional) sering disebut taktik yang


paling efektif walaupun sedikit tidak etis namun masih tetap dianggap sebagai taktik yang
biasa digunakan dan sesuai aturan. Sedangkan empat taktik terakhir adalah taktik yang tidak
etis dan tidak boleh digunakan dalam bernegosiasi.
Seorang peneliti (Volkema, 2001) memilih lima taktik spesifik dari kelompok besar
taktik tidak etis yang telah dipaparkan diatas. Taktik tersebut adalah, Pura-pura tidak
memerlukannya, menyembunyikan bottom line, menyajikan informasi nyata yang keliru, dan
membuat janji yang bohong. Volkema mengukur setiap perilaku orang dalam penggunaan
taktik-taktik ini secara umum dan penguunaan taktik khusus, dan penggunaan taktik
sebenarnya dalam perrmainan tersebut. Penemuannya adalah sebagai berikut:
- Terdapat hubungan positif antara perilaku penggunaan setiap taktik dengan tujuan
penggunaanya
- Terdapat hubungan positif antara perilaku penggunaan taktik khusus dan penggunaan
nyata empat taktik dari lima taktik yang telah diteliti tadi
- Menyembunyikan bottom line adalah yang paling sering digunakan, paling banyak
kedua adalah dengan melebih-lebihkan penawaran awal, diikuti oleh mengulur waktu
dan menyajikan informasi yang salah. Membuat janji kosong hanya digunakan sekitar
10 persen.
- Menyembunyikan bottom line membantu negosiator mengembangkan permainan
dalam kinerja bernegosiasi

Mengenai legalitas penggunaan taktik yang ambigu secara etika, kesimpulan


penelitian tersebut mengindikasi bahwa terdapat persetujuan tidak tertulis mengenai
peraturan dalam negosiasi. Peneliti menemukan bahwa ini dalah pandangan orang barat,
dimana individu menentukan apa yang diterima secara etika, dalam beberapa kebudayaan
lainnya (misalnya Asia), satu kelompok atau organisasi akan menentukan apa yang dimaksud
dengan etika, sementara di beberapa kebudayaan lainnya, batasan etika dalam transaksi
negosiasi dapat jadi minimal atau sulit untuk ditentukan secara jelas, dan “membiarkan
pembeli bersikap waspada” sepanjang waktu

3. Tipu Daya dengan Kelalaian versus Tipu Daya oleh Komisi


Penelitian yang dilakukan yang dilakukan oleh O’Corner dan Carnevale (1997) yang
meneliti kecenderungan para negosiator untuk melakukan salah tafsir terhadap ketertarikan
mereka pada masalah nilai – masalah dimana kedua belah pihak mencari hasil yang sama.
Secara keseluruhan, 28 persen dari subjek penelitian tersebut disimpulkan bahwa 28 persen
subjek penelitian melakukan salah penafsiran terhadap ketertarikan pada nilai yang sama
sebagai usaha untuk mendapatkan konsensi dari pihak lainnya. Peneliti menemukan bahwa
para negosiator menggunakan dua bentuk penipuan ketika berbohong mengenai minat
mereka pada niai yang sama: kesaahan penafsiran dengan kelalaian dan kesalahan penafsiran
dengan komisi.
Schweitzer (1997; Schweitzer dan Croson, 1998) juga meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan para negosiator untuk berbohong mengenai fakta material.
Hasilnya dalah lebih banyak mahasiswa berbohong dengan cara lalai (tidak memberikan
seluruh kebenaran) dibandingkan berbohong dengan cara komisi (berbohong ketika diberi
pertanyaan). Temuannya menunjukan pandangan penting pada sifat manusiawi: banyak
orang rela membiarkan orang lain untuk terus bekerja dibawah premis yang salah, namun
akan menghentikan mereka membuat pernyataan yang bohong. Hal ini jelas mendorong
norma caveat emptor (konsumen harus berhati-hati), menyaatakan bahwa pihak-pihak terkait
memiliki kewenangan untuk menanyakan pertanyaan yang tepat dan bersikap skeptic ketika
menerima pertanyaan dari pihak lainnya.

Mengapa menggunakan taktik yang menipu? Motif dan Akibat


1. Motif kekuatan
Tujuan penggunaan taktik negosiasi yang ambigu secara etika adalah untuk
meningkatka kekuatan negosiator dalam posisi tawar-menawar. Informasi memiliki kekuatan
karena negosiasi dianggap sebagai kegiatan rasional yang melibatkan pertkaran informasi dan
penggunaan cara persuasive dari informasi tersebut. Seringkali, siapapun yang memiliki
informasi lebih baik, atau menggunakannya secara lebih persuasive, akan “memenangkan”
negosiasi.
Pandangan seperti itu mengasumsikan bahwa informasinya akurat dan benar.
Dengan mengasumsikan sebaliknya, bahwa informasi tersebut tidak benar adalah dengan
menanyakan asumsi pada komunikasi sehari-hari yang didasarkan pada kejujuran dan
integritas penyaji. Tentu saja dengan pertanyaan tersebut secara tidak langsunh akan membuat
orang lain merasa terhina dan mengurangi kepercayaan nya kepada kita.

2. Motif lain untuk bersikap tidak etis


Motivasi negosiator dengan jelas dapat memengaruhi kecenderungan mereka untuk
melakukan teknik menipu. Negosiator kompetitif adalah mereka yang yang mencari
keuntungan maksimal, terlepas dari akibat yang diberikan pada pihak lainnya, cenderung
menggunakan penyajian yang keliru sebaagai strategi. Perbedaan budaya juga mungkin
menggambarkan pengaruh motivasi: Sims (2002) Menggambarkan bahwa pada Negara yang
masyarakatnya sangat individualis akan memiliki kecenderungaan menggunakan taktik
menipu untuk mendapat keuntungan pribadi.
3. Akibat dari perilaku tidak Etis
Seorang Negosiator yang menggunakan taktik tidak etis akan mendapatlkan
beberapa akibat yang mungkin positif atau negative, berdasarkan tiga aspek ini kan dibahas
mengenai apakah taktik tersebut efektif, bagaimana subjek-subjek lain mengevluasi taktik
tersebut, dan bagaimana negosiator mengevaluasi taktik yang dipakai.
a. Keefektifan
Keefektifan taktik akan memiliki akibat pada kenyataan apakah taktik tersebut apakah
akan digunakan lagi atau tidak. Jika menggunakan taktik terebut memungkinkan
negosiator untuk mendapat hasil yang lebih bagus dari perilaku etis, dan tidak ada sanksi
berarti ketika melakukan taktik tidak etis, frekuensi penggunaan perilaku taktik tidak etis
kemungkinan akan meningkat. Terlebih jika terdapat tekanan yang kuat dalam subjek
negosiasi untuk bersaing dengan yang lainya juga dapat menambah kemungkinan naiknya
frekuensi penggunaan taktik tidak etis.
b. Reaksi pihak lain
Rangkaian akibat yang kedua datang dalam penilaian dan evaluasi dari orang yang
menjadi target taktik yang digunakan, dari konstituen, dan darii audiens yang mengamati
penggunaan taktik negosiator. Orang-orang yang mengetahui bahwa dirinya telah ditipu
atau dieksploitasi biasanya akan marah, selain marah mereka akan merasa kalah dan
merasa telah dibodohi. Orang tersebut tentu akan melakukan suatu tindakan, entah
melakukan balasan atau minimal tidak percaya lagi kepada negosiator tersebut, dan
memiliki anggapan yang general terhadap peristiwa negosiasi yang lain. Pengalaman
buruk saat negosiasi akanmemperburuk perepsi korban terhadap konteks negosiasi pada
masa yang akan mendatang (Bies dan Moag, 1986; Werth dan Flannery, 1986)
Akibat-akibat negative ini tertulis dalam penelitian McCornack dan Levine (1990)
yang meneliti reaksi orang yang ditipu. Dalam banyak kasus, ditemukannya kebohongan
merupakan hal yang menjadi dasar dihapuskannya hubungan dengan pihak lain, dan dalam
kebanyakan kasus terjadi, penghapusan hubungan diinisiasi oleh korban penipuan.
Walapupun penggunaan taktik tidak etis mungkin membuat keberhasilan jangka pendek
bagi negosiator, hal tersebut juga membuat lawan dalam negosiasi tidak mempercayainya,
bahkan lebih buruk, membalas anda
c. Reaksi pribadi
Dalam beberapa kondisi, seperti ketika pihak lainnya telah sangat menderita, seorang
negosiator mungkin merasakan ketidaknyamanan, stress, merasa bersalah, atau menyesal,
hal ini akan membuat negosiator mencari cara untuk mengurangi ketidaknyamanan secara
psikologis tersebut. Misalnya, Aquino dan Becker (2005). Orang-orang yang telah
berbohong pada partner mereka selama simulasi negosiasi bisnis membuat dispensasi
dalam organisasi lainnya untuk mengganti kerugian partner nya tersebut.
d. Penjelasan dan justifikasi
Ketika negosiator telah menggunakan taktik yang ambigu secara etika yang mungkin
mendapatkan reaksi. Negosiator harus menyiapkan pembelaan penggunaan taktik tersebut
pada dirinya sendiri. Tujuan utama dari penjelasan dan justifikasi inin adalah untuk
memberikan dasar, menjelaskan, atau membenarkan perilaku untuk mengatakan beberpa
alasan yang bagus dan sah mengenai mengapa alasan ini digunakan. Beberapa rasionalisasi
dibawah ini telah diadaptasi oleh Bok (1978) dan disertasiny yang sangat bagus mengenai:
- Taktik tersebut tidak terhindarkan. Para negosiator terus menjustifikasi tindakan
mereka dengan mengklaim bahwa situasi yang membuat mereka harus melakukan
hal tersebut.
- Taktik tersebut tidak berbahaya. Negosiator mungkin mengatakan sesuatu yang telah
ia lakukan adalah tidak penting dan tidak signifikan, orang-orang berbohong setiap
waktu. Namun, ingat bahwa justifikasi seperti ini menginterpretasikan bahaya dari
pihak pelaku; korban mungkin tidak setuju dan mungkin akan kehilangan biaaya
sebagai akibatnya.
- Taktik tersebut akan membantu anda terhindar dari akibat negative. Ketika
menggunakan justifikasi ini, Para negosiator mengatakan bahwa hasil akhir
membenarkan tindakanya. Dalam hal ini, justifikasi nya adalah melakukan taktik
untuk menghindari bahaya yang lebih besar.
- Taktik tersebut akan menghasilkan konsekuensi yang baik, atau taktik tersebut tidak
memotivasi suatu pihak. Kembali, hasil akhir menjustfikasikan arti, namun dalam
makna yang positif. Namun pada kenyataannya banyak negosiator menggunakan
taktik ynag menipu untuk diri mereka sendiri bukan untuk orang banyak.
- Mereka mendapatkannya atau merekaa pantas mendapatkannya, atau saya
menapatkan hak saya. Kalimat-kalimat ini merupakan variasi dari tema penggunaan
kebohongan dan tipuan balik melawan individu yang mungkin mendapatkan
keuntungan dari anda di masa lalu atau melawan beberapa pihak berwenang (system)
- Mereka juga akan melakukannya, jadi saya akan dahului. Terkadang negosiator
menghalalkan penggunaan teknik tersebut karena mereka mengntisipasi perilaku
yang sama yang akan dilakukan oleh pihak lain. Pada saat yang sama, subjek
negosiasi secara konsisten menganggap diri merekaa lebih etis dari pihak lawan.
- Ia yang memulai. Ini adalah bentuk uungkapan yang merupakan justifikasi antisipasi
dari ungkapan yang telah dijelaskan sebelumnya
- Taktik yang digunakan sesuai atau pas dengan situasi yang ada. Pendekatan ini
menggunakan semacam relativisme moral (situasional) sebagai dasar atau
justifikasinya. Kebanyakan situasi social, termasuk negosiasi, diatur oleh serangkaian
peraturan mengenai perilaku dan sikap baik yang dialami dengan baik oleh semua
pihak.

Mengapa Menggunakan Taktik yang Menipu? Motif dan Akibat

Tuuan dan
Motivasi dalam
memakai Taktik
Menipu

Konsekuensi

1. Pengaruh taktik:
Apakah berhasil?
Seleksi dan
Situasi Identifikasi Penggunaan 2. Evaluasi diri
Penggunaan
memengaruhi rentang Taktik yang 3. Umpan balik dan
Taktik
taktik Menipu reaksi dari
Menipu
memengaruh Negosiator,
i Konsituen, dan
Audiens lain.

Penjelasan dan Justifikasi

Mengapa taktik-taktik tersebut menarik untuk digunakan dan akibat apa yang muncul
dari keterikatan itu. Akan dimulai dengan motif, dan motif tidak terhindarkan dimulai dari
kekuatan.
Motif Kekuatan

Tujuan penggunan taktik negosiasi yang ambigu secara etika adalah untuk
meningkatkan kekuatan negosiator dalam posisinya melakukan tawar-menawar. Sebab
informasi merupakan sumber kekuatan utama dalam negosiasi. Informasi memiliki kekuatan
karena negosiasi dianggap sebagai kegiatan rasional yang melibatkan pertukaran informasi dan
dengan cara penggunaan persuasif dari informasi tersebut. Sehingga pihak yang memiliki
informasi lebih baik dan menggunakan cara persuasif, akan memenangkan negosiasi.

Pandangan tersebut mengasumsikan bahwa informasi benar dan akurat, apabila


mengasumsikan sebaliknya (informasi tidak benar) adalah dengan menanyakan asumsi pada
komunikasi sehari-hari yang didasarkan pada kejujuran dan integritas penyaji informasi sama
halnya dengan mengurangi rasa percaya pada pihak penyaji.

Motif Lain untuk Bersikap Tidak Etis

Motivasi negosiator dapat mempengaruhi kecenderungan untuk menggunakan taktik


menipu. Bagaimana orientasi motivasi berpengaruh pada negosiator, apakah negosiator
termotivasi untuk bertindak kooperatif, kompetitif, atau individualistis terhadap satu sama lain?
Hal ini dapat mempengaruhi strategi dan taktik yang akan digunakan.

Para negosiator sangat mungkin melihat taktik yang ambigu secara etika tersebut
sesuai, jika mereka mengetahui bahwa pihak lain akan melakukan persaingan atau kerja sama

Akibat dari Perlaku Tidak Etis

Negosiator yang menggunakan tkti yang tidak etis akan mendapatkan beberapa akibat
yang positif atau bahkan negatif, sesuai tiga aspek situasi dibawah ini :

1. Apakah taktik tersebut efektif


2. Bagaimana orang lain, konsituennya, dan audiensnya mengevaluasi taktik tersebut
3. Bagaimana negosiator mengevaluasi taktik yang ia pakai
Keefektifan

Terlebih dulu untuk mempertimbangkan akibat-akibat yang muncul berdasarkan


tingkat keberhasilan taktik yang digunakan. Keefektifan taktik akan memiliki beberapa akibat
pada kenyataan apakah taktik tersebut akan memiliki beberapa akibat, sehingga dapat menjadi
dasar pertimangan, apakah taktik tersebut akan digunakan kembali atau tidak. Akibat nyata
dari hukuman atau imbalan yang didapat dari penggunaan suatu taktik, tidak hanya mendorong
perilaku negosiator tetapi juga harus mempengaruhi kecenderungan mereka untuk
menggunakan strategi yang serupa dalam keadaan yang sama nantinya.

Reaksi Pihak Lain

Rangkaian akibat yang kedua datang dari dalam penilaian an evaluasi dari pihak yang
menjadi target taktik yang digunakan, dari konstituen, dan dari audiens yang mengamati
penggunaan taktik negosiator.

Reaksi Pribadi

Akibat yang ketiga dari taktik negosiasi yang digunakan : reaksi dari negosiator itu
sendiri terhadap penggunaan taktiknya. Negosiator yang tidak melihat masalah dalam
penggunaan taktik yang tidak etis dapat menolak penggunaan kembali taktik tersebut dan
mungkin melihat dan mempertimbangkan taktik yang lebih efektif. Walaupun penggunaan
taktik yang dipertanyakan etikanya mungkin memiliki akibat yang lebih parah bagi reputasi
dan tingkat kepercayaan negosiator, pihak-pihak tersebut sepertinya mempertimbangkan
akibat-akibat tersebut kedalam hasil jangka pendek. Dan khususnya jika taktiknya berhasil,
negosiator tersebut dapat membuat rasionalisasi dan justifikasi penggunaan taktik yang
digunakan.

Penjelasan dan Justifikasi

Ketika negosiator telah menggunakan taktik yang ambigu secara etika yang mungkin
mendapatakan reaksi, negosiator harus menyiapkan pembelaan penggunaan taktik tersebut
pada dirinya sendiri. Tujuan utama utama penjelasan dan justifikasi adalah untuk memberikan
dasar, menjelaskan, atau membenarkan perilaku. Rasionalisasi sering didorong oleh keinginan
untuk menghilangkan stres atau konflik mengenai apa yaang seseorang baru saja lakukan
(Aquino dan Becker, 2005). Kebanyakan rasionalisasi berikut ini telah diadaptasi dari Bok
(1978) dan disertasinya mengenai :
 Taktik tersebut tidak dapat dihindarkan
 Taktik tersebut tidak berbahaya
 Taktik tersebut akan membantu anda terhindar dari akibat yang negatif
 Taktik tersebut akan menghasilkan konsekuensi yang baik, atau taktik tersebut tidak
memotivasi satu pihak
 “Mereka mendapatkannya”, atau “mereka pantas mendapatkannya”, atau “saya
mendapatkan hak saya”
 “Mereka juga akan melakukannya, jadi saya dahului.”
 “Ia yang memulai”
 Taktik yang digunakan sesuai atau pas dengan situasi yang ada

Penjelasan dan justifikasi juga dapat membantu orang-orang memberikan dasar


pemikiran suatu perilaku tertentu pada diri mereka. Namun akibatnya : semakin sering
negosiator terlibat dalam proses pelayanan diri sendiri, penilaian mereka terhadap standar etika
dan nilai akan semakin bias, menghilangkan kemampuan mereka untuk melihat kebenaran
yang nyata.

Faktor-faktor Apa yang Membentuk Kecenderungan Sikap Negosiator untuk


Menggunakan Taktik yang Tidak Etis?

Faktor yang dapat mempengaruhi rangkaian akibat yang digambarkan dalam model :

 Latar belakang dan karakteristik demografis negosiator


 Kepribadian negosiator dan tingkat perkembangan moral negosiator
 Elemen-elemen konteks sosial (situasi di mana negosiator berada) yang
mendorong atau tidak mendukung tindakan tidak etis

Bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi kecenderungan sikap untuk menggunakan taktik


yang dipertanyakan etikanya. Faktor-faktor tersebut dimasukkan dalam versi model yang
diperluas. Perdebatan fundamental adalah argumen “sifat alami melawan dorongan dari luar”
mengenai apa yang menyebabkan para individu bersikap seperti itu. Banyak yang percaya
bahwa membuat keputusan etis seluruhnya ditentukan oleh standar moral perilaku; namun,
yang lain percaya bahwa faktor situasional (norma, kelompok dan organisasi, tekanan
akuntabilitas, dan sistem pemberian hadiah) dapat menyebabkan orang-orang yang menjunjung
tinggi etika untuk berlaku tidak etis.
Pengaruh Konstektual

 Pengalaman
 Insentif
Perbedaan Individu  Hubungan dengan
pihak lawan
 Faktor Tuuan dan
Motivasi dalam  Hubungan antar
demografis
negosiator
 Karakterisitk memakai Taktik
Menipu  Bentuk komunikasi
pribadi
 Bertindak sebagai
 Perkembangan
agen
moral
 Norma kelompok dan
organisasi
 Norma budaya
nasional
Konsekuensi

4. Pengaruh taktik:
Penggunaan Seleksi dan
Pengaruh Identifikasi Apakah berhasil?
Taktik yang Penggunaan
situasi rentang 5. Evaluasi diri
Menipu Taktik
taktik 6. Umpan balik dan
Menipu
memengaruh reaksi dari
i Negosiator,
Konsituen, dan
Audiens lain.

Penjelasan dan Justifikasi


Faktor Demografis

Sejumlah penelitian berorientasi pada survei tentang perilaku etis telah mencoba
untuk menghubungkan perbedaan-perbedaan perilaku etis pada latar belakang orang-orang,
orientasi religi, usia, jenis kelamin, kewarganegaraan, dan pendidikan yang berbeda. Beberapa
penelitian telah meneliti hubungan antaara faktor demografis dan penggunaan taktik tidak etis
dalam negosiasi. Faktor demografis memiliki kecenderungan nampak reliabel dan konsisten
dalam sejumlah situasi pilihan etis yang berbeda.

 Jenis kelamin
 Usia dan pengalaman
 Orientasi profesional
 Kewarganegaraan dan kebudayaan

Perbedaan Kepribadian

Para peneliti telah mencari identifikasi dimensi kepribadian yang akan memprediksi
secara benar kecenderungan seseorang untuk bertindak tidak etis. Temuan terpilih
digambarkan sebagai berikut.

Daya Saing versus Kerja Sama

Orientasi nilai sosial individu memengaruhi penggunaan taktik menipunya dengan


menggunakan permainan pengambilan keputusan dengan motif campuran yang menyerupai
permainan dilema tahanan. Orientasi nilai sosial merupakan preferensi yang orang-orang miliki
untuk bertindak kooperatif (orientasi “pro-social”) atau bersaing (orientasi “pro-self”) dalam
situasi tertentu.

Machiavellanisme

Machiavellanisme merupakan variabel dari kepribadian. Penganut machiavellanisme


mematuhi pandangan alami manusia yang pragmatis dan bijaksana (cara terbaaik untuk
menangani orang-orang adalah dengan memberitahu mereka apa yang ingin mereka dengar).
Sejumlah peneliti telah menunjukkan bahwa para individu yang menganut machiavellanisme
lebih mau dan mampu untuk bersandiwara, lebih memiliki kecenderungan untuk berbohong
jika mereka pikir diperlukan, serta kebohongan yang lebih persuasif dan efektif (Christie dan
Geis, 1970) 5. Maka dari itu, Machiavellanisme muncul sebagai prediktor perilaku yang tidak
etis.
Lokus Kendali

Setiap inividu berbeda dalam lokus kendali mereka masing-masing yaitu, tingkat
dimana mereka percaya bahwa hasil yang mereka dapaatkan kebanyakan hasil dari kemampuan
mereka sendiri dan usaha (kendali intenal) lawan, takdir, kesempatan, atau keadaan (kendali
eksternal). Lokus kendali muncul sebagai pemberi kontribusi yang cukup kuat dalam
pengambilan keputusan etis, walaupun masih perlu diuji sebagai suatu faktor dalam pemilihan
taktik bernegosiasi.

Perkembangan Moral dan Nilai Pribadi

Kohlberg (1969) mengajukan bahwa moral dan penelitian etis individu merupakan
akibat dari pencapaian tingkat atau tahapan perkembangan moral tertentu. Kohlberg
mengajukan enam tahapan perkembangan moral, dikelompokkan kedalam tiga tingkatan :

1. Tingkat pre-konvensional (tahap 1 dan 2), dimana individu lebih fokus pada hasil konkret
yang sesuai dengan keperluan individu, khususnya hadiah dan hukuman eksternal
2. Tingkat konvensional (tahap 3 dan 4), dimana sang individu menentukan apa yang benar
berdasarkan keadaan sosial dan lingkungan teman-teman atau apa yang secara umum
diinginkan
3. Tingkat prinsipiil (tahap 5 dan 6), dimana sang individu menentukan apa yang benar
berdasarkan nilai atau prinsip universal

Semakin tinggi tingkat yang dicapai seseorang maka, seharusnya semakin rumit daya
bernalar mereka dan semakin etis keputusan yang dibuat. Perkembangan moral pada level-
level tinggi lebih berhubungan dengan keputusan yang lebih etis, kurangnya perilaku
menyontek, perilaku membantu yang lebih menonjol, dan rasa penolakan yang lebih besar
terhadap para tokoh yang memiliki otoritas dan bertujuan untuk memimpin secara tidak etis.

Pengaruh Konteks pada Perilaku yang Tidak Etis

Faktor terakhir yang memengaruhi keinginan seseorang negosiator untuk bertindak


secara tidak etis adalah faktor pengaruh konteks. Unsur-unsur dari suatu konteks :

 Pengalaman masa lalu


 Peranan insentif
 Sifat dasar pihak lain
 Hubungan antara negosiator dan pihak lain
 Kekuatan antara negosiator
 Cara berkomunikasi
 Bertindak sebagai agen versus mewakili cara pandang sendiri
 Norma kelompok dan organisasi serta tekanan

Penelitian menunjukkan bahwa sejumlah kekuatan sosial dapat mendorong para negosiator
untuk menangguhkan standar mereka sendiri pribadi dan berkomitmen pada tindakan etis yang
dipertanyakan. Pengaruh ini meliputi :

 Bertindak sebagai agen untuk orang lain dan menanggapi tekanan mereka untuk suatu
pencapaian
 Melihat transaksi bisnis, seperti negosiasi sebagai sebuah permaian dan karena itu dengan
asumsi bahwa aturan permaian adalah hal-hal yang harus diterapkan
 Menjai anggota sebuah kelompok, departemen, tim, atau unit organisasi yang nilai-nilai
keberhasilan dan menoleransi bahkan mendorong dan melanggar aturan untuk mencapai
keberhasilan
 Menjadi begitu setia kepada kelompok atau organisasi dimana anda bersedia melakukan
sesuatu yang tidak akan lakukan sebagai individu, atau menyakinkan diri sendiri bahwa
hal tersebut dibolehkan untuk melanggar aturan agar dihargai untuk kesaktian anda
 Bersedia mengikuti perintah langsug atau tersirat dari pejabat senior dalam organisasi yang
memberitahu anda untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan dan tidak khawatir
tentang bagaimana hal tersebut akan dilakukan

Setiap kekuatan tersebut cukup dibawah situasi yang tepat, untuk memungkinkan
individu untuk menangguhkan moral mereka dalam pelayanan organisasi untuk melakukan apa
yang dibutuhkan, diingnkan, atau diminta.

Bagaimana Negosiator Berhubungan dengan Pihak lain yang Melakukan


Penipuan?

 Tanyakan pertanyaan yang menyelidik


Banyak negosiator gagal untuk menanyakan pertanyaan yang cukup, namun mengajukan
pertanyaan dapat mengungkapkan banyak informasi, beberapa negosiator lain mungkin
sengaja mengungkapkan (Schweiter, 1997 : Schweiter dan Croson, 1998). Pertanyaan
dapat membantu menentukan apakah negosiator lain sedang menipu .
 Fase pertanyaan dengan cara berbeda
Sebuah pertanyaan diajukan dengan cara tertentu dapat menimbulkan jawaban yang secara
teknis benar, tetapi kebenaran yang sebenarnya tidak terungkap.
 Paksa pihak lainnya untuk berbohong atau mundur
Apabila mencurigai piak lain maka haruslah bersifat cerdik ataupun menipu tentang
masalah, tetapi tidak membuat pernyataan yang jelas dengan bahasa yang sederhana,
berikan pertanyaan yang memaksa ia untuk berbohong langsung (jika pernyataan adalah
palsu) tinggalkan atau nilai pernyataan tersebut.
 Uji pihak lain
Tanyakan sesuatu pertanyaan yang sudah tau jawabannya. Jika jawaban yang didapat
adalah mengelak atau menipu maka pihak lawan melakukan kebohongan dan yang penting
tentang pihak lawan dan kepercayaannya.
 “Panggil” taktik
Tunjukkan ke pihak lawan bahwa anda tahu kalo ia sedang berbohong. Lakukan dengan
bijaksana namun tetap tegas.
 Abaikan taktik
Jika menyadari bahwa pihak lain berbohong abaikan, terutama jika kebohongan tersebut
merupakan hal yang relatif kecil dari negosiasi.
 Diskusikan apa yang anda lihat dan tawarkan bantuan supaya pihak lain berperilaku lebih
jujur
Variasi dari taktik memanggil, tetapi cara ini mencoba meyakinkan pihak lain bahwa
mengatakan yang sebenarnya berdampak jangka panjang, lebih memungkinkan seseorang
untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dibandingkan dengan cara menipu.
 Menanggapi dengan cara yang sama
 Jika pihak lawab menggertak maka, beri feed back yang sama, begitupun sebaliknya.
Taktik Penjelasan
Intimidasi Memaksa orang lain untuk mengakui
bahwa ia menggunakan tipuan dengan
mengintimidasi ia untuk mengatakan
yang sebenarnya. Membuat tuduhan
tanpa basa basi kepada orang lain,
mengkritik yang lain, menyerang
orang lain dengan pernyataan yang
menantang, tidak peduli dengan apa
yang ia katakan
Menekankan kesia-siaan Menekankan kesia-sia dan bahaya yag
akan datang terkait dengan
kebohongan yang terus menerus.
Ketidaknyamanan dan bantuan Bantuan mengurangi ketegangan dan
stres yang terkait dengan menjadi
seorang penipu yang dikenal
Menggertak Berbohong kepada yang lain
membuatnya percaya apabila kita
telah membongkar kebohongannya
Memberi tanda secara halus Mendorong pihak lain untuk terus
berbicara, sehingga ia memberi
informasi yang dapat membantu untuk
memisahkan antara fakta atau tipuan
Minimilisasi Mengecilkan arti dari setiap tindakan
menipu
Kontradiksi Buatlah orang lain menceritakan kisah
sepenuhnya dalam rangka untuk
menemukan informasi lebih lanjut
yang akan memungkinkan untuk
menemukan adanya ketidak
konsistenan dan kontradiksi dalam
laporannya
Perubahan informasi Mengubah inforasi dan mudah-
mudahan trik ini menuntun orang lain
untuk mengungkapkan penipuan.
Sebuah celah pada pertahanan Cobalah untuk mendapatkan yang lain
untuk mengakui kebohongan kecil
atau parsial tentang beberapa
informasi, dan gunakan ini sebagian
alasan untuk menerima kebohongan
yang lebih besar.
Pengungkapan diri Ungkapan beberapa hal tentang diri
anda, termasuk mungkin ketidak
jujuran
Poin dari isyarat penipuan Menilai perilaku yang anda temukan
pada pihak lain yang mungkin
menjadi indikasi bahwa ia berbohong
Kepedulian Indikasikan kepedulian utamamu
terhadap kesejahteraan orang lain
Menjaga status quo Menegur pihak lain untuk jujur
dengan maksud menjaga nama baik
Pendekatan langsung Ketidak keberatan memberitahukan
tentang semua kebenaran yang
diketahui
Diam Ciptakan kekosongan lisan yang
membuat pihak lain tidak nyaman dan
membuatnya berbicara dan tidak
menutupi informasi
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Proses negosiasi sering menimbulkan masalah etika dan kritis. Bekerja dari model
yang sederhana dari pembuatan keputusan secara etika, kami menganalisis motif-motif untuk
konsekuensi dari keterlibatan dalam perilaku negosiasi yang tidak etis. Negosiasi sering
mengabaikan fakta bahwa, walaupun taktik yang tidak etis atau bijaksana membantu mereka
mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cara singkat, terdapat beberapa taktik serupa
yang membawa kearah reputasi yang tercoreng dan keefektifan yang berkurang dalam cara
yang tak singkat.
DAFTAR PUSTAKA

Lumumba, Patrice. 2013. Negosiasi Bisnis dalam Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai