Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1.IDENTITAS

• Nama : Tn. S

• TTL : Jakarta 06 Juni 1984

• Usia : 29 tahun

• Jenis Kelamin : Laki-laki

• Status : Menikah

• Pendidikan : SLTA

• Alamat : Jl. Barkah RT. 09/05 No. 36 Jak-Sel

• Masuk RS tanggal 05 Agustus 2013

1.2.ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
1. Keluhan Utama :
Lemas pada seluruh tubuh sejak 1 hari yang lalu
2. Keluhan tambahan :
Mual, muntah, pusing
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas pada seluruh tubuh sejak 1 hari
sebelum masuk RS, kedua tangan dan kaki tidak bisa digerakkan tapi masih terasa.
Sebelum timbulnya lemas, pasien mengeluh mual sampai muntah-muntah > 10 kali,
muntah berisi makanan, tidak ada darah, pasien berhenti muntah bila mulutnya sudah
terasa asam. Pasien juga mengeluh pusing, timbul sejak pasien muntah-muntah,
kepala seperti berputar. BAB lancar, tidak mencret, tidak ada darah. BAK lancar,
jernih. Pasien mempunyai riwayat maag sejak SMA, pasien juga pernah dirawat di RS

1
dengan gejala yang sama sekitar 2 tahun yang lalu. Pasien belum minum obat sejak
merasakan keluhan ini.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Pernah merasakan gejala yang sama, sekitar 2 tahun yang lalu, dengan hipokalemia
Maag (+), sejak SMA
Hipertensi disangkal
DM disangkal
Diare disangkal
Asma disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga :
Gejala seperti ini disangkal
Hipertesi disangkal
DM disangkal
Asma disangkal
6. Riwayat alergi :
Alergi makanan disangkal
Alergi obat-obatan disangkal
Alergi debu disangkal
7. Riwayat pengobatan :
Belum pernah berobat sejak timbulnya keluhan
8. Riwayat psikososial :
Pasien belum makan sejak timbulnya keluhan
Muntah-muntah sejak 1 hari sebelum masuk RS
BAB lancar, tidak mencret, tidak ada darah
BAK lancar, jernih

1.3.PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos mentis
• Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,0oC
RR : 18 x/menit

2
HR : 82 x/menit, isi cukup, reguler, kualitas kuat
• Antropometri
BB sebelum sakit : 71 kg
BB sekarang : 71 kg
TB : 178 cm
Kesimpulan : IMT = BB = 71 = 71 = 22 (gizi baik)
(TB)² (17,8)² 316

1.4.STATUS GENERALIS
• Kepala :
Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok
• Alis :
Tidak madarosis
• Mata :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+)
• Hidung :
Sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-), septum deviasi (-), epistaksis (-/-)
• Telinga :
Normotia, otore (-/-)
• Mulut :
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1) tidak
hiperemis, permukaan tidak berbenjol-benjol
• Leher :
Pembesaran tyroid (-), pembesaran KGB(-)
• Paru
Inspeksi : Normochest, simetris, retraksi (-)
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, vocal premitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
• Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V

3
Perkusi : batas kanan atas di ICS II linea parasternalis dextra, batas kanan
bawah di ICS IV linea parasternalis dextra, batas kiri atas di ICS II linea parasternalis
sinistra, batas kiri bawah di ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen
Inspeksi : Datar, spider navy (-)
Auskultasi : Bising usus (+), 10 x/menit
Palpasi : Hepar tidak teraba, nyeri tekan epigastrim (+)
Perkusi : Tympani di 4 regio abdomen
Ascites : Undulasi (-), shiffting dullnes (-)
• Ekstremitas Atas
Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-), refleks patologis (-/-)
• Ekstremitas Bawah
Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-), refleks patologis (-/-)
• Tonus otot

1 1

1 1

1.5.PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi Rutin
- Hemoglobin 14.8 g/dL 13.2-17.3
- Jumlah leukosit 11.91 ribu/µL 3.80-10.60
- Hematokrit 42 % 40-52
- Jumlah trombosit 306 ribu/µL 150-440
- Eritrosit 4.85 10^6/µL 4.40-5.90
- MCV/VER 87 fL 80-100
- MCH/HER 31 pg 26-34
- MCHC/KHER 35 g/dL 32-36

4
Glukosa Darah Sewaktu 103 mg/dL 70-200

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

SGOT (AST) 13 U/L 10-34

SGPT (ALT) 11 U/L 9-43

Ureum darah 28 mg/dL 10-50

Kreatinin darah 1.0 mg/dL <1.4

Elektrolit

- Natrium (Na) darah 140 mEq/L 135-147

- Kalium (K) darah 1.4 mEq/L 3.5-5.0

- Klorida (Cl) darah 103 mEq/L 94-111

1.6.RESUME
Pasien Tn. S 29 tahun datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan vomitus, pasien
berhenti muntah bila mulutnya sudah terasa asam. Kemudian pasien merasa lemas pada
seluruh tubuh sejak 1 hari sebelum masuk RS, kedua tangan dan kaki tidak bisa
digerakkan tapi masih terasa. Pasien juga mengeluh cephalgia, kepala seperti berputar.
Pasien mempunyai riwayat maag sejak SMA, pasien juga pernah dirawat di RS dengan
gejala yang sama sekitar 2 tahun yang lalu dengan hipokalemi.
Tanda Vital
TD : 12
0/80 mmHg
Suhu : 36,0oC
RR : 18 x/menit
HR : 82 x/menit, isi cukup, reguler, kuat
Pemeriksaan Fisik : nyeri tekan epigastrium (+)

5
Tonus otot

1 1

1 1

Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis : 11.91 ribu/µL
Hipokalemi : 1.4 mEq/L

1.7.DAFTAR MASALAH
1. Hipokalemia
2. Dispepsia ec. Gastritis akut

1.8.ASSESSMENT
1. Hipokalemia
Berdasarkan anamnesis di temukan lemas pada seluruh tubuh, kedua tangan dan kaki
tidak bisa digerakkan tapi masih terasa. Pasien juga pernah dirawat di RS dengan
gejala yang sama sekitar 2 tahun yang lalu dengan hipokalemi.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan :
Tonus otot

1 1

1 1

Pemeriksaan penunjang :
Kalium : 1.4 mEq/L
WD : Hipokalemia
Rencana diagnosis : pemeriksaan EKG
Rencana terapi :
- Non-Farmakologi : bedrest, diet tinggi kalium

6
- Farmakologi : infus RL + KCL 25 mg, aspar-k
Rencana edukasi : bed rest
2. Hipertensi
Berdasarkan anamnesis di temukan keluhan vomitus, pasien berhenti muntah bila
mulutnya sudah terasa asam. Cephalgia, kepala seperti berputar. Pasien mempunyai
riwayat maag sejak SMA.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan epigastrium (+)
Pemeriksaan penunjang :
Leukositosis : 11.91 ribu/µL
WD : Dispepsia ec. Gastritis
Rencana terapi :
- Non-Farmakologi : bedrest, diet makanan lunak
- Farmakologi : cendantron 4 mg IV
Rencana edukasi : diet makanan lunak

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.PENDAHULUAN
Konsentrasi kalium cairan ekstraseluler normalnya diatur dengan
tepat kira-kira 4,2mEq/ltr, jarang sekali naik atau turunlebih dari 0,3
mEq/ltr. Pengaturan ini perlu karena banyak fungsi sel bersifat sensitive
terhadap perubahan konsentrasi kalium cairan ekstraselular. Sebagai
contoh, peningkatan kalium plasma hanya 4 mEq/ltr dapat menyebabkan
aritmia jantung dan konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat henti jantung. Sekitar
95% kalium tubuh total terkandung di dalam sel dan hanya 2% dalam cairan
ekstraselular. Kegagalan tubuh dalam mengatur konsentrasi kalium
ekstraselular dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan kalium dari
cairan ekstraselular yang d i s e b u t hipokalemia. Demikian juga,
k e l e b i h a n k a l i u m d a r i c a i r a n e k s t r a s e l u l a r disebut hiperkalemia.
Pengaturan keseimbangan kalium terutama bergantung pada ekskresi oleh
ginjal.
Periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai dengan hilangnya
kekuatan otot,umumnya terkait dengan abnormalitas K+ dan abnormalnya respon
akibat perubahan K+ dalam serum. Periodik paralise dapat dikelompokkan menjadi.
Periodik paraliseh i p o k a l e m i a : genetik, hipertiroid,
h i p e r a l d o s t e r o n i s m , g a g a l g i n j a l k r o n i k d a n idiopatik. Periodik paralise
hiperkalemia. Periodik paralise normokalemia. Sinyal listrik pada otot skeletal,
jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk mentransmisikan suatu informasi
secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi ototskeletal diinisiasi dengan
pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang k e m u d i a n
terjadi aksi potensial pada motor end-plate y a n g dicetuskan
o l e h depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan kecepatan
dari jalur s i n ya l i n i t e r g a n t u n g a k s i k o o r d i n a s i b e b e r a p a k e l a s
voltage-sensitive k a n a l i o n . Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan
menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya disebut
chanelopathies y a n g cenderung menimbulkan gejala yang paroksismal :
miotonia atau periodik paralisis dari otot-otoskeletal. Defek pada kanal ion tersebut

8
dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, m e n u r u n k a n k e m a m p u a n
eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan
kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi listrik
p a d a o t o t s k e l e t a l merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis. Periodik
paralisis merupakan kelainan neuromuscular yang jarang serta diturunkan, yang
secara karakteristik ditandai dengan serangan episodik dari kelemahan
otot. Berbagai kepustakaan membagi kelainan ini secara bervariasi,
kelainan ini dapat d i b e d a k a n s e b a g a i p r i m e r a t a u s e k u n d e r .
Pada yang primer secara umum dikarakteristikkan dengan :
(1). kelainan yang diturunkan; (2). sering berhubungan dengan kadar kalium
di dalam darah; (3). kadang disertai miotonia; (4) miotonia dan periodik paralisis
tersebut disebabkan karena defek dari ion channels.
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada
praktek klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari
3,5 mEq/L, pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L,
dan hipokalemia berat kadar k a l i u m s e r u m n ya kurang dari 2,5
m E q / L . Keadaan ini dapat dicetuskan melalui berbagai mekanisme, termasuk
asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan m e l a l u i ginjal atau
gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan
t r a n s e l u l a r (perpindahan kalium dari serum ke intraselular) yang kami
bahas pada kasus ini. Gejala hipokalemia ini terutama terjadi kelainan di
otot. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu
keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada
konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih
berat terutama pada bagian proximal dari tungkai. K e t i k a s e r u m k a l i u m
turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat te rjadi
kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis
dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum
d a p a t m e n j a d i s u a t u p r e d i k t o r t e r j a d i n y a rhabdomiolisis.
Selain itu suatu keadaan hipokalemia dapat mengganggu kerja dari o r g a n
lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali
m e n g a n d u n g o t o t d a n berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum.
Perubahan kerja jantung inidapat kita deteksi dari pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG). Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium se rum

9
dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi
gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR,
QRS, dan QT interval.
P e r i o d i k p a r a l i s i s h i p o k a l e m i ( HypoPP) m e r u p a k a n b e n t u k
u m u m d a r i kejadian periodik paralisis yang diturunkan. Dimana kelainan ini
diturunkan secara autosomal dominan. Dari kebanyakan kasus pada periodik
paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada
kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama dengan
reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot.
Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari
kelainan HypoPP ini terletak t e p a t n ya dikromosom 1q2131.
D i m a n a g e n i n i m e n g k o d e s u b u n i t a l f a d a r i L-type calcium channel dari
otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari
CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang
berbeda, d i a n t a r a n y a A r g - 5 2 8 - H i s , A r g - 1 2 3 9 - H i s , d a n A r g - 1 2 3 9 -
G l y. P a d a A r g - 5 2 8 - H i s terjadi sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis
hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih rendah pada wanita
dibanding pria. Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His dan
Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala
klinis. Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai
dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari
sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang
rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak
ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. G e j a l a p a d a
p e n ya k i t i n i b i a s a n ya t i m b u l p a d a u s i a pubertas atau lebih, dengan
serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat yang menyebabkan
quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan hipoventilasi, gejala
lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul s e b e l u m
s e r a n g a n n a m u n h a l i n i t i d a k s e l a l u d i i k u t i d e n g a n t e r j a d i n ya
s e r a n g a n kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari
tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat melakukan
aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi
hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari
kelumpuhan tersebut. Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada

10
tungkai biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat
kelemahannya dibanding lengan, dan bagian proksimal dari
e k s t r e m i t a s l e b i h j e l a s t e r l i h a t k e l e m a h a n n ya dibanding bagian
distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana
kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti
kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang
jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring,
diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi.
Saat puncak dari s e r a n g a n k e l e m a h a n o t o t , r e f l e k s t e n d o n m e n j a d i
m e n u r u n d a n t e r u s b e r k u r a n g menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus
masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot
secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali menjadi
lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, d a n b i l a t e r j a d i d a n
terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan
terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan. Selain dari
anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah dalam hal ini
fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa urin 24 jam,
kadar hormonal seperti T4 dan TSHs sangat membantu kita untuk menyingkirkan
penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang
dapat menyebabkan h i p o k a l e m i d i a n t a r a n y a i n t a k e k a l i u m y a n g
kurang, intake karbohidrat y a n g berlebihan, intoksikasi barium,
kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis karena tirotoksikosis, renal tubular
asidosis, dan hyperaldosteronism.

2.2.DEFINISI
Hipokalemia periodik paralise adalah kelainan yang
ditandai dengan kadar potassium (kalium) yang rendah
(kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat s e r a n g a n , disertai
riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan
o t o t skeletal.

2.3.EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita
dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20

11
tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15 -35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia.

2.4.ETIOLOGI
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan
genetik o t o s o m a l dominan. Hal lain ya n g dapat menyebabkan
t e r j a d i n ya h i p o k a l e m i a periodic paralise adalah tirotoksikosis. Beberapa etiologi
hipokalemia :
- Gangguan Ginjal 
Asidosis tubular ginjal
Hiperaldosteronisme
Deplesi Kalium
Leukemia

- Gastrointestinal (source may be medical or psychiatric, ie, anorexia or bulimia) 


Muntah
Diare
Penggunaan laksatif
Loop ileus
- Efek obat
Diuretik (most common cause)
Agonis Beta-adrenergic
Steroid
Teofilin
Aminoglikosida
- Transcellular shift
Insulin
Alkalosis
- Malnutrition or decreased dietary intake, parenteral nutrition

2.5.GEJALA KLINIS
 Kelemahan pada otot
 Perasaan lelah
 Intermiten

12
 Palpitasi
 Tekanan darah dapat meningkat
 Kelumpuhan atau rabdomiolisis (jika penurunan Kalium amat berat)
 Terjadi setelah konsumsi makanan tinggi karbohidrat dan alkohol
 Gangguan metabolisme protein
 Poliuria dan polidipsia
 Alkalosismetabolik

Gejala klinis nomor 1, 2, 3, 4 di atas merupakan gejala pada otot yang


timbul jika kadar kalium kurang dari 3 mEq/ltr.

2.6.PATOFISIOLOGI

13
2.7.DIAGNOSIS
Diagnosis didapatkan dari anamnesis seperti adanya riwayat pada keluarga
karena erat kaitannya dengan genetik serta gejala klinis seperti yang tersebut di
atas, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2.8.PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Kadar K dalam serum
- Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam
- Kadar Mg dalam serum
- Analisis gas darah
- Elektrokardiografi

2.9.DIAGNOSIS BANDING
Kehilangan K melalui ginjal.
a. Kalium dalam urin > 15 mEq/24 jam
b. Ekskresi kalium disertai poliuria (obat-obat diuretik, diureticosmotik).
Kehilangan K yang tidak melalui ginjal.
a. Kehilangan melalui saluran cerna (diare)
b. Kehilangan melaluikeringat berlebihan
c. Diet rendah kalium
d. Muntah
e. Perpindahan kalium ke dalam sel (alkalosis, insulin agonis beta, paralisis periodik,
leukemia)
Sindrom Cushing
Hipomagnesemia

2.10. TERAPI
Pemberian K melalui oral atau IV untuk penderita berat, pemberian 40-60
mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1.5 mEq/ L sedangkan pemberian 135-
160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2.5-3.5 mEq/ L.

2.11. KOMPLIKASI
- Tirotoksikosis periodik paralisis
- Batu ginjal akibat efek samping acetazolamide

14
- Aritmia
- Kelemahan otot progresif

2.12. PROGNOSIS
Baik apabila penderita mengurangi faktor pencetus seperti mengurangi asupan
karbohidrat, hindari alkohol, dll. Serta pengobatan yang teratur.

15
DAFTAR PUSTAKA

McGraw Hill. Harrisons Manual of Medicine International Edition, 18th ed. 2013, 10-
13.
Guyton & hall. Kalium dalam cairan ekstraselular. EGC.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. 2006.
Lang silbernagl. Patofisiologi. EGC. 2007

16

Anda mungkin juga menyukai