Anda di halaman 1dari 3

Apa itu Dialisis?

Ginjal, yang merupakan bagian dari sistem perkemihan, membuang limbah sisa produk dan
mengeluarkannya dalam bentuk urin. Ketika gagal ginjal, limbah dapat menumpuk dalam
tubuh dan menyebabkan kematian. Cuci darah adalah suatu tindakan yang mengambil alih
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal yang berfungsi untuk mengeluarkan limbah tubuh..

Gagal ginjal biasanya diakibatkan oleh Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang digolongkan
dalam lima stadium. Stadium 1 adalah stadium awal dari penyakit ini, sementara stadium 5
PGK adalah ketika pasien membutuhkan transplantasi ginjal atau cuci darah.

Stadium PGK didasarkan pada laju filtrasi glomerulus (LFG), yaitu pengukuran persentase
dari fungsi ginjal. Suatu PGK dengan LFG yang sama atau lebih dari 90 merupakan stadium
1, sementara PGK yang kurang dari 15 berada pada stadium 5. Berdasarkan panduan dari
Yayasan Ginjal Nasional, cuci darah sebaiknya dimulai saat LFG turun ke level 5.

Siapa yang Perlu Menjalani Cuci Darah dan Hasil yang Diharapkan
Cuci darah disarankan bagi pasien pada stadium 5 PKG, yang berarti bahwa ginjal tidak lagi
berfungsi dengan normal dan terdapat uremia (limbah pada darah). Namun, penting untuk
dicatat bahwa cuci darah bukanlah jenis tindakan, yang berarti bahwa langkah terse but tidak
dapat menyembuhkan penyakit. Satu-satunya penyembuhan bagi kondisi tersebut adalah
transplantasi ginjal.

Hasil dari gagal ginjal adalah penumpukan uremia dalam aliran darah. Ketika jumlah uremia
mencapai tingkat tertentu, pasien akan mulai merasa sakit. Jika tingkatannya semakin tinggi,
kemungkinan pasien akan meninggal.

Untuk memutuskan kapan pasien membutuhkan cuci darah, dokter mengukur tingkat
kreatinin dan nitrogen urea darah (NUD). Semakin tinggi tingkatannya menandakan bahwa
ginjal gagal untuk berfungsi secara normal, atau yang dikenal dengan istilah gagal ginjal.
Ketika dokter menyarankan bahwa pasien sebaiknya melakukan cuci darah, langkah ini akan
dilakukan oleh pasien seumur hidupnya, kecuali jika pasien tersebut
melakukan transplantasi ginjal. Saat pencucian darah, harapan hidup pasien adalah 5 sampai
10 tahun, tetapi terdapat pula kasus dimana pasien dapat hidup normal dengan cuci darah
selama lebih dari 30 tahun. Namun, statistik menunjukkan bahwa 1 dari 4 pasien yang
melakukan cuci darah tidak akan bertahan dalam waktu satu tahun.

Cara Kerja Dialisis


Terdapat dua jenis cuci darah: cuci darah peritoneal dan hemodialisis. Pada tindakan cuci
darah peritoneal, jaringan tubuh pasien pada rongga perut digunakan untuk menyaring
limbah tubuh. Tindakan ini melibatkan penempatan kateter cuci darah ke dalam rongga
perut. Cairan khusus kemudian dimasukkan melalui kateter untuk mencuci rongga perut dan
usus. Dinding rongga perut kemudian akan bertindak sebagai penyaring antara cairan dan
aliran darah.

Terdapat pula dua jenis cuci darah peritoneal: continuous ambulatory peritoneal dialysis
(CAPD) dan automated peritoneal dialysis (APD). CAPD memungkinkan pasien bergerak
dan berfungsi secara normal. Tindakan dapat dilakukan dilakukan sementara pasien berada
di tempat kerja, di rumah, atau dimanapun. Kateter yang dimasukkan ke dalam rongga perut
dilekatkan pada suatu kantung di sisi lain. Ketika dibutuhkan, pasien menempatkan dialisat
ke dalam kantung, yang kemudian dialihkan ke rongga perut melalui kateter. Setelah sekitar
empat sampai lima jam, dialisat akan ditarik kembali ke dalam kantung untuk kemud ian
dibuang.

Di sisi lain, prosedur APD membutuhkan penggunaan mesin yang disebut cycler.
Konsepnya sama dengan CAPD, dengan pengecualian, mesin cycler lah yang memasukkan
dan mengeluarkan dialisat secara otomatis selama beberapa putaran, di mana setiap pu taran
berlangsung selama sekitar 1.5 jam. APD biasanya dilakukan pada malam hari ketika pasien
sedang tidur. Sementara itu, tindakan hemodialisis membutuhkan penggunaan mesin cuci
darah, berfungsi sebagai selaput cuci darah. Darah pasien diarahkan ke dalam mesin yang
berfungsi untuk menyaring dan mengembalikan darah yang telah dibersihkan kembali ke
dalam tubuh pasien.

Pasien yang membutuhkan cuci darah harus memiliki akses yang mudah terhadap tindakan
ini. Mereka yang melakukan hemodialisis akan melakukan tindakan ini sebanyak tiga kali
seminggu selama 3 sampai 5 jam per sesi. Mereka yang melakukan CAPD atau APD tidak
harus terus-menerus melapor ke rumah sakit atau pusat cuci darah karena tindakan tersebut
dapat dilakukan kapan saja.

Kemungkinan Komplikasi dan Risiko Dialisis


Baik cuci darah hemodialisis dan peritoneal memiliki risiko terkait dan kemungkinan
komplikasi. Pasien yang melakukan hemodialisis dapat mengalami tekanan darah rendah,
gatal-gatal, kram otot, anemia, permasalah tidur, penyakit tulang, kelebihan cairan, tekanan
darah tinggi, hyperkalemia (kelebihan kalium dalam darah), perikarditis, depresi,
amyloidosis, dan komplikasi akses lokasi.
Di sisi lain, pasien yang melakukan cuci darah peritoneal mungkin mengalami infeksi,
kenaikan berat badan, dan pelemahan otot perut.

Bagaimana Mengetahui Apkaah Tindakan tersebut Berhasil


Cuci darah adalah satu-satunya pilihan bagi pasien dengan PKG. Langkah tersebut dapat
memperpanjang hidup pasien dan memungkinkan mereka untuk dapat hidup normal, selama
cuci darah memberikan hasil yang diinginkan.
Tujuan utama dari cuci darah adalah membuang limbah dari tubuh pasien, tanpa
menurunkan tingkat mineral yang penting. Untuk mengetahui apakah proses pencucian
darah bekerja dengan baik, pasien akan melakukan pengujian darah secara teratur. Dokter
akan memperhatikan tingkat nitrogen urea darah (NUD) dan menjaga NUD agar tidak
meningkat. Dokter juga akan memeriksa tingkat sodium, kalsium, potasium, dan bikarbonat.

Bagaimana Meningkatkan Harapan Keberhasilan Tindakan


Cuci darah mungkin tidak menyembuhkan PGK, tetapi masih menjadi pilihan terbaik hingga
pasien menerima transplantasi ginjal. Sampai dengan saat itu terjadi, pasien harus yakin
bahwa kemungkinan keberhasilan tindakan tersebut masih tinggi. Mereka dapat melakukan
ini dengan mengubah pola hidup dan diet.

Pasien cuci darah biasanya disarankan untuk mengonsumsi garam (sodium). Mereka juga
diminta untuk membatasi konsumsi makanan yang kaya akan fosfor dan potassium. Diet
berprotein tinggi biasanya direkomendasikan.

Anda mungkin juga menyukai