Anda di halaman 1dari 8

CEDERA KEPALA

Cedera kepala (trauma kepala) adalah kondisi dimana struktur kepala mengalami benturan dari
luar dan berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Beberapa kondisi pada cedera
kepala meliputi luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan, dislokasi, patah tulang
tengkorak dan gegar otak, tergantung dari mekanisme benturan dan parahnya cedera yang
dialami.

Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepada dibagi menjadi


tiga, yaitu cedera kepala ringan, sedang, dan berat. Cedera kepala
ringan dapat menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak.
Penderita dapat merasa mual, pusing, linglung, atau kesulitan
mengingat untuk beberapa saat. Penderita cedera kepala sedang juga
dapat mengalami kondisi yang sama, namun dalam waktu yang lebih
lama.
Bagi penderita cedera kepala berat, potensi komplikasi jangka
panjang hingga kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan
tepat. Perubahan perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa efek
yang dapat dialami penderita dikarenakan otak mengalami kerusakan,
baik fungsi fisiologisnya maupun struktur anatomisnya.
Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala
terbuka dan tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera
menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak sehingga mengenai
jaringan otak. Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bila cedera
yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak,
dan tidak mengenai otak secara langsung.

Penyebab Cedera Kepala


Cedera kepala terjadi ketika ada benturan keras, terutama yang
langsung mengenai kepala. Keparahan cedera akan tergantung dari
mekanisme dan kerasnya benturan yang dialami penderita.
Berikut adalah serangkaian aktivitas atau situasi yang dapat
meningkatkan risiko cedera kepala:

 Jatuh dari ketinggian atau terpeleset di permukaan yang keras.


 Kecelakaan lalu lintas.
 Cedera saat berolahraga atau bermain.
 Kekerasan dalam rumah tangga.
 Penggunaan alat peledak atau senjata dengan suara bising
tanpa alat pelindung.
 Shaken baby syndrome, atau sindrom yang terjadi saat bayi
diguncang secara kasar atau berlebihan.

Meskipun cedera kepala dapat terjadi pada semua orang, risiko


cedera kepala dapat meningkat saat seseorang sedang dalam usia
produktif dan aktif seperti 15-24 tahun, atau lansia berusia 75 tahun
ke atas. Bayi yang baru lahir juga rentan mengalami kondisi ini hingga
berusia 4 tahun.

Gejala Cedera Kepala


Gejala yang dialami penderita cedera kepala berbeda-beda sesuai
dengan keparahan kondisi. Tidak semua gejala akan langsung
dirasakan sesaat setelah cedera terjadi. Terkadang gejala baru
muncul setelah beberapa hari hingga beberapa minggu kemudian.
Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat dialami oleh penderita
cedera kepala ringan:

 Kehilangan kesadaran untuk beberapa saat.


 Terlihat linglung atau memiliki pandangan kosong.
 Pusing.
 Kehilangan keseimbangan.
 Mual atau muntah.
 Mudah merasa lelah.
 Mudah mengantuk dan tidur melebihi biasanya.
 Sulit tidur.
 Sensitif terhadap cahaya atau suara.
 Penglihatan kabur.
 Telinga berdenging.
 Kemampuan mencium berubah.
 Mulut terasa pahit.
 Kesulitan mengingat atau berkonsentrasi.
 Merasa depresi.
 Perubahan suasana hati.

Sedangkan pada penderita cedera kepala sedang hingga berat,


berikut ini adalah gejala yang dapat dialami:

 Kehilangan kesadaran selama hitungan menit hingga jam.


 Pusing hebat secara berkelanjutan.
 Mual atau muntah secara berkelanjutan.
 Kehilangan koordinasi tubuh.
 Kejang.
 Pelebaran pupil
 Terdapat cairan yang keluar melalui hidung atau telinga.
 Tidak mudah bangun saat tidur.
 Jari-jari tangan dan kaki melemah atau kaku.
 Merasa sangat bingung.
 Perubahan perilaku secara intens.
 Cadel saat berbicara.
 Koma.

Pada anak-anak, berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat


menunjukkan kemungkinan terjadinya cedera kepala:

 Menangis secara terus-menerus.


 Mudah merasa jengkel.
 Perubahan dalam nafsu makan.
 Tidak mudah berkonsentrasi.
 Pola tidur berubah.
 Sering merasa sedih atau depresi.
 Tidak ingin bermain, meskipun itu permainan kesukaannya.

Gejala cedera kepala tidak dapat diprediksi keparahannya hanya


melalui pengamatan secara fisik. Periksakan ke dokter untuk
mengetahuinya.
Diagnosis Cedera Kepala
Jika Anda merasakan gejala-gejala cedera kepala atau melihat
seseorang mengalaminya, segera temui dokter agar dapat segera
ditangani. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti mencari
tanda-tanda perdarahan, pembengkakan, atau memar, setelah
menanyakan bagaimana cedera terjadi.
Pemeriksaan neurologis akan dilakukan untuk mengevaluasi fungsi
saraf, dengan cara mengukur kekuatan otot, kemampuan pasien
dalam mengontrol pergerakan otot, tingkat keleluasaan pergerakan
mata, kemampuan dalam merasakan sensasi, dan sebagainya.
Tingkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan pemeriksaan Glasgow
Coma Scale  (GCS) melalui penilaian kemampuan pasien untuk
mengikuti instruksi atau merespon suatu rangsangan fisik yang
diberikan. Nilai GCS normal adalah 15, yang merupakan nilai
maksimal untuk pemeriksaan ini. Semakin rendah nilai yang didapat,
maka kondisi yang dialami pasien semakin buruk.
Jika diperlukan, dapat dilakukan pemindaian , seperti foto Rontgen,
CT scan, dan MRI untuk melihat potensi patah tulang, perdarahan,
darah beku, pembengkakan jaringan otak, dan aliran darah dalam
otak.
Dokter juga akan meminta keluarga atau kerabat untuk memantau
kondisi pasien selama beberapa hari untuk melihat perkembangan
gejala yang dialami dan menyesuaikan hasil diagnsosis, seperti pola
makan, pola tidur, cara berbicara, suasana hati, dan sebagainya.

Pengobatan Cedera Kepala


Pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat cedera yang dialami
pasien. Secara umum, dokter akan membantu dengan pemberian
obat-obatan, terapi, atau melakukan tindakan operasi jika diperlukan.

Obat-obatan
Penderita cedera kepala ringan biasanya tidak memerlukan tindakan
medis khusus dikarenakan kondisinya dapat membaik dengan
beristirahat. Untuk meredakan rasa nyeri, penderita dianjurkan untuk
mengonsumsi paracetamol. Disarankan untuk tidak mengonsumsi
obat antiinfalamasi, seperti ibuprofen atau aspirin, tanpa instruksi
dokter karena dikhawatirkan dapat meningkatkan potensi perdarahan
dalam otak.
Jika cedera kepala tergolong sedang atau berat, dokter akan
memberikan obat antikejang untuk menekan risiko kejang yang biasa
terjadi seminggu setelah trauma, atau diuretik untuk meredakan
tekanan dalam otak dengan mengeluarkan cairan dari tubuh.
Dalam kasus yang tergolong parah, seperti kerusakan pada pembuluh
darah, dokter mungkin akan memberikan obat penenang yang dapat
membuat pasien masuk dalam kondisi koma sementara (induced
coma). Hal ini dilakukan untuk meredakan tekanan dan beban kerja
otak yang tidak dapat menerima oksigen dan nutrisi seperti biasanya.
Terapi
Bagi pasien cedera kepala tingkat sedang hingga berat, terapi atau
rehabilitasi mungkin diperlukan untuk memperbaiki dan
mengembalikan kondisi fisik dan fungsi saraf. Serangkaian terapi
yang biasa disarankan meliputi:

 Fisioterapi untuk mengembalikan fungsi tubuh pasca trauma.


 Terapi saraf untuk membantu memperbaiki disfungsi kognitif
pasien dan melatih pasien dalam mengontrol emosi serta
perilaku.
 Terapi okupasi untuk membantu pasien kembali menyesuaikan
diri dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari.
 Terapi wicara untuk membantu memperbaiki kemampuan
berbicara dan berkomunikasi.
 Terapi rekreasi untuk melatih pasien menikmati waktu
senggangnya dan mengembangkan kemampuan hubungan
sosial melalui kegiatan-kegiatan yang menyenangkan.
Dokter biasanya akan mengedukasi keluarga dan kerabat pasien
mengenai terapi lanjutan yang dapat dilakukan di rumah setelah
pasien keluar dari rumah sakit.
Operasi
Tindakan operasi umumnya disarankan dalam kondisi darurat untuk
menghindari kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak pasien.
Beberapa tindakan yang biasa dilakukan adalah:

 Membuka tulang tengkorak.  Tindakan ini dilakukan untuk


meredakan tekanan pada otak selain juga dengan mengeluarkan
cairan tulang belakang otak (CSF), sehingga memberikan ruang
untuk pembengkakan pada jaringan otak.
 Mengangkat bekuan darah (hematoma). Tindakan ini
dilakukan untuk menangani penekanan pada otak oleh
gumpalan darah.
 Memperbaiki tulang tengkorak yang patah. Tindakan ini
dilakukan untuk memperbaiki kerusakan patah tulang yang
parah.

Komplikasi Cedera Kepala
Penderita cedera sedang hingga kepala berat sangat rentan
mengalami komplikasi, baik sesaat setelah trauma atau beberapa
minggu setelahnya jika tidak ditangani dengan baik. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi adalah:

 Penurunan kesadaran, seperti penurunan kesadaran hingga


koma, kematian sel otak (brain death), locked-in syndrome, dan
kondisi
 Kejang-kejang berulang atau disebut juga dengan epilepsi
pasca-trauma.
 Kerusakan saraf yang dapat memicu masalah lainnya seperti
kelumpuhan otot wajah, penglihatan ganda hingga kehilangan
kemampuan melihat, gangguan bicara (afasia), sulit menelan,
dan kerusakan pada indra penciuman.
 Kerusakan pembuluh darah yang berpotensi memicu stroke
dan pembekuan darah.
 Infeksi akibat bakteri yang masuk diantara luka atau tulang yang
patah. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat menyerang sistem
saraf lainnya dan menyebabkan penyakit meningitis.
 Pembendungan cairan otak di mana cairan serebrospinal
terkumpul pada ruang ventrikel otak dan menimbulkan
peningkatan tekanan otak.
 Penyakit degenerasi otak, meliputi demensia
pugilistika, penyakit Alzheimer, dan penyakit Parkinson.

Pencegahan Cedera Kepala
Pencegahan cedera kepala dapat dilakukan dengan langkah-langkah
berikut:

 Menggunakan alat pengaman saat melakukan olahraga-


olahraga, seperti sepakbola, bersepeda, menyelam, tinju, dan
sebagainya.
 Selalu menggunakan alat pelindung diri, seperti helm atau
pelindung kepala, saat bekerja.
 Memasang pegangan besi di kamar mandi dan samping tangga
untuk mengurangi risiko terpeleset.
 Memastikan lantai selalu kering dan tidak licin.
 Memasang penerangan yang baik di seluruh rumah.
 Memeriksa kondisi mata secara rutin.
 Berolahraga secara teratur untuk mereggangkan otot.

Anak-anak juga rentan mengalami cedera kepala saat bermain.


Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
mencegah kecelakaan terjadi:

 Memasang pintu di depan tangga dan dikunci saat tidak ada


pengawas.
 Memasang tralis jendela, khususnya jika Anda tinggal di
apartemen atau rumah tingkat.
 Meletakkan keset kering di depan pintu kamar mandi untuk
menghindari terpeleset.

Hal yang terpenting adalah selalu awasi anak Anda dan pastikan
mereka bermain dengan cara yang aman

Anda mungkin juga menyukai