Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN CIDERA KEPALA


Disusun oleh :
Sunarno G2A221023
Agustina Wulandari Putri G2A221028
Titis Purwanti G2A221029
DEFINISI
CEDERA KEPALA

1. Penyimpangan bentuk dan garis pada tulang tengkorak akibat faktor accelerasi, decelerasi
serta Rotasi (M. Clevo Rendi, Margareth (2012)
2. Cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton (2012)
ETIOLOGI
CEDERA KEPALA

Menurut Taqiyyah Bararah 2013:


1. Kecelakaan Lalu Lintas
2. Jatuh
3. Kekerasan
MEKANISME
CEDERA KEPALA
1. Cedera Akselerasi
Objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
2. Cedera Deselerasi
Kepala membentur benda diam
3. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan fisik
4. Cedera Coup-Countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang cranial dan denga
kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertamakali terbentur
5. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar di dalam rongga tengkorak
KLASIFIKASI
CEDERA KEPALA
Menurut Jenis Luka:

1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal
2. Trauma Tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

(Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri, 2013)


KLASIFIKASI
CEDERA KEPALA
Menurut Tingkat Keparahan:
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat

Morton, 2012
KLASIFIKASI
CEDERA KEPALA
Menurut Nilai GCS nya:

1. Cedera Kepala Ringan (CKR) -------------- GCS > 13


2. Cedera Kepala Sedang (CKS) ------------- GCS 9-13
3. Cedera Kepala Berat (CKB) ---------------- GCS < 9

(George, 2009).
PATIFISIOLOGI
CEDERA KEPALA
• Trauma kepala menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan
jaringan
• Keadaan yang dapat mempengaruhi luasnya cedera kepala pada
kepala antara lain lokasi dari tempat benturan lansung,
kecepatan dan energi yang dipindahkan, daerah permukaan
energy yang dipindahkan, dan keadaan kepala saat benturan
• Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan bergeraknya
isi dalam tengkorak sehingga memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
dengan benturan.
PATIFISIOLOGI
CEDERA KEPALA
• Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus
pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya
efek kaskade yang barakibat merusak otak
• Kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi
GEJALA
CEDERA KEPALA
Gejala cedera kepala ringan

• Sulit tidur
• Benjolan atau bengkak di kepala
• Kehilangan keseimbangan
• Luka kulit kepala yang tidak dalam
• Sensitif terhadap cahaya atau suara
• Linglung atau memiliki pandangan kosong •
Penglihatan kabur
• Pusing berputar atau sakit kepala • Telinga berdenging
• Mual • Kemampuan mencium atau merasakan berubah
• Mudah merasa lelah • Kesulitan mengingat atau berkonsentrasi
• Mudah mengantuk dan tidur lebih lama dari• Depresi
biasanya • Perubahan suasana hati
GEJALA
CEDERA KEPALA
Gejala cedera kepala sedang dan berat

• Kehilangan kesadaran selama beberapa menit • Pelebaran pupil mata


hingga jam • Terdapat cairan yang keluar melalui hidung atau
• Terdapat luka pada kepala yang dalam telinga
• Sulit dibangunkan saat tidur
• Terdapat benda asing yang menancap di kepala
• Jari-jari tangan dan kaki melemah atau kaku
• Sakit kepala parah yang berkepanjangan
• lMerasa sangat bingung
• Mual atau muntah secara berkelanjutan
• Perubahan perilaku yang drastis
• Kehilangan koordinasi tubuh
• Berbicara cadel
• Kejang • Koma
GEJALA
CEDERA KEPALA PADA PASIEN ANAK
Gejala cedera kepala pada anak dapat terlihat berbeda dan terkadang sulit
untuk dideteksi

1. Menangis secara terus-menerus


2. Kejang
3. Mudah murah
4. Tidak nafsu makan
5. Sulit berkonsentrasi
6. Pola tidur berubah
7. Sering merasa sedih atau depresi
8. Tidak aktif
KOMPLIKASI
CEDERA KEPALA
Jika tidak ditangani dengan baik, penderita cedera kepala sedang hingga berat
sangat rentan mengalami komplikasi, baik sesaat setelah trauma atau beberapa
minggu setelahnya

1. Penurunan kesadaran
2. Vertigo
3. Kejang berulang atau epilepsi setelah trauma
4. Kerusakan saraf dan pembuluh darah
5. Stroke
6. Infeksi, seperti meningitis
7. Penyakit degenerasi otak, seperti demensia, penyakit Alzheimer, dan penyakit Parkinson
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Computed Tomography(CT-Scan)
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
3. EEG (elektroensafa-logram)
4. Angiografi selebral
PENATALAKSANAAN

1. Manajemen cairan
2. Osmoterapi
3. Terapi anti konvulsan
4. Managemen suhu
5. Pembedahan (kraniektomi)
6. Terapi antibiotik
PENGKAJIAN

1. Identitas pasien
2. Identitas penanggung jawab
3. Keluhan utama
4. Riwayat kesehatan
5. Permeriksaan fisik
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d gangguan


serebrovaskular, edema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak
(TIK).
2. Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, dan alat
traksi.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi cairan, trauma.
4. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra cranial.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

5. Hambatan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.


6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan otot
untuk menguyah dan menelan.
7. Resiko cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi, gerkan
involunter dan kejang.
8. Resiko Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, obstruksi
trakeobronkial, kerusakan medula oblongata
9. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.

(NANDA, 2015).
INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d gangguan serebrovaskular, edema cerebri,


meningkatnya aliran darah ke otak (TIK).
Dalam jangka waktu 2x24 jam, diharapkan perfusi jaringan serebral kembali normal dengan criteria hasil:
• Klien melaporkan tidak
ada pusing atau sakit kepala
• Tidak terjadi peningkatan tekanan
intracranial
• Peningkatan kesadaran, GCS ≥ 13
• Fungsi sensori dan motorik membaik
• Tidak mual dan muntah
Intervensi:
• Kaji tingkat kesadaran dengan rasional mengetahui kestabilan klien.
• Pantau status neurologis secara teratur
• Catat adanya nyeri kepala dan pusing, dengan tujuan mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan risiko
peningkatan tekanan intracranial (TIK).
• Tinggikan posisi kepala 15-30 ̊dengan tujuan untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan dan alat traksi.

Setelah dilakuKan tindakan keperawatan selama 2x24 jam rasa nyeri dapat berkurang/ hilang dengan
kriteria hasil:
• Skala nyeri berkurang 1-3
• Klien mengatakan nyeri mulai berkurang
• Ekspresi wajah klien rileks
INTERVENSI
• Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya, lokasinya dan lamanya dengan tujuan mengidentifikasi karakteristik nyeri
merupakan faktor yang penting untuk menentukan terapi yang cocok serta mengevaluasi keefektifan dari terapi.
• Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya adanya infeksi, trauma servikal dengan tujuan
pemahaman terhadap penyakit yang mendasarinya membantU dalam memilih intervensi yang sesuai.
• Berikan tindakan kenyamanan, misal pedoman imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam, berikan
aktivitas hiburan, kompres dengan tujuan menfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol
dan dapat meningkatkan koping, tindakan alternatif mengontrol nyeri.
• Kolaborasi dengan pemberian obat anti nyeri, sesuai indikasi misal, dentren (dantrium) analgesik;
antiansietas missal diazepam (valium) dengan tujuan dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot
atau untuk menghilangkan ansietas dan meningkatkan istirahat.
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS B/D AKUMULASI CAIRAN, TRAUMA

Jalan nafas efektif, dibuktikan dengan kriteria hasil:


• Mendemontatrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah tidak ada pursed lips).
• Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
• Mampu mengindentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas.
INTERVENSI
• Kaji fungsi napas auskultasi bunyi suara nafas.
• Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan.
• Berikan oksigen untuk memenuni kebutuhan oksigen
• Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
• Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
• Ajarkan keluarga pentingnya untuk tidak meroko dalam ruang perawatan
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas,catat adanya suara tambahan.
• Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan dan pemberian obat sesuai indikasi
Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra
cranial.

Fungsi persepsi sensori kembali normal setelah dilakukan


perawatan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil:
• Mampu mengenaliorang dan lingkungan sekitar
• Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya
INTERVENSI
• Kaji kesadaran sensori dengan sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dengan tujuan semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan
adanya perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensitivitas atau kehilangan sensasi untuk menerima dan berespon sesuai dengan stimuli.
• Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan, sensori dan proses pikir dengan tujuan fungsi cerebral bagian atas biasanya terpengaruh
lebih dahulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi, perubahan persepsi sensori motorik dan kognitif mungkin akan berkembang dan menetap dengan perbaikan
respon secara bertahap.
• Bicara dengan suara yang lembut dan pelan, gunakan kalimat pendek dan sederhana, pertahankan kontak mata dengan tujuan pasien mungkin mengalami keterbatasan
perhatian atau pemahaman selama fase akut dan penyembuhan. Dengan tindakan ini akan membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
• Berikan lingkungan terstruktur rapi, nyaman dan buat jadwal untuk klien jika mungkin dan tinjau kembali dengan tujuan pasien mungkin mengalami keterbatasan
perhatian atau pemahaman selama fase akut dan penyembuhan. Dengan tindakan ini akan membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
• Kolaborasi pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan terapi kognitif dengan tujuan pendekatan antar disiplin ilmu dapat menciptakan rencana
panatalaksanaan terintegrasi yang berfokus pada masalah klien.
ANALISIS ARTIKEL
A.Judul
Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat terhadap Nyeri Kepala pada Pasien Cedera Kepala Ringan

B.Tujuan
Mengetahui pengaruh posisi head up 30 derajat terhadap nyeri kepala pada pasien cedera kepala ringan.

C.Desain Penelitian
Quasi Experimental dengan pendekatan Pretest Post test One Group Design

D.Tempat Penelitian
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

E.Jumlah Responden : 22 Responden

F. Intervensi/therapy penelitian

Dalam penelitian ini intervensi yang dilakukan adalah dengan memberikan posisi head up 30 derajat pada responden.

Prosedur kerja pengaturan posisi head up 30 derajat adalah sebagai berikut:

a. Meletakkan posisi pasien dalam keadaan terlentang

b. Mengatur posisi kepala lebih tinggi dan tubuh dalam keadaan datar

c. Kaki dalam keadaan lurus dan tidak fleksi d. Mengatur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 30 derajat.

Intrument pengukuran skala nyeri menggunakan penilaian skala Visual Analogue Scale (VAS).

Pada penelitian ini tidak di sebutkan durasi pemberian intervensi head up 30 derajat.

G.Hasil Uji Statistik


Uji statistik menggunakan uji dependen t-test menunjukkan ada pengaruh posisi head up 30 derajat terhadap nyeri kepala pada cedera kepala ringan (P value = 0,002; α<0,05)

H.Kesimpulan
Penelitan ini dapat menjadi salah satu intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasi nyeri pada pasien cedera kepala ringan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai