PENDAHULUAN
Selain kelumpuhan seluruh otot wajah satu sisi, didapatkan gangguan lain
yang mengiringi. Pertama, air mata yang keluar secara berlebihan di sisi yang lumpuh
dan pengecapan 2/3 lidah pada sisi yang lumpuh kurang tajam. Gejala tersebut timbul
karena konjungtiva bulbi tidak dapat penuh ditutupi kelopak mata yang lumpuh
sehingga mudah iritasi angin, debu, dan sebagainya.
electrical stimulation untuk memfasilitasi kontraksi otot, massage untuk rileksasi dan
memperlancar peredaran darah.
1.2. Tujuan
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk menambah wawasan
penulis dan pembaca mengenai kasus Bell’s palsy dan memenuhi persyaratan yang
diperlukan sebelum mengikuti ujian komprehensif di bagian Ilmu Rehabilitasi Medik
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang.
1.3. Isi
Laporan kasus ini berisi materi mengenai Bell’s palsy yang terdiri atas
anatomi, fisiologi, definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis,
pemeriksaan, tereapi, fisioterapi, komplikasi, dan prognosis dari Bell’s palsy.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Nama : Tn. JS
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Liliba
Tanggal pemeriksaan : 26 April 2019
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Mulut mencong ke sebelah kanan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Mulut mencong ke sisi kanan sejak 12 hari yang lalu (17 April 2019)
3. Riwayat Peyakit Dahulu :-
4. Riwayat Penyakit Keluarga :-
2.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Compos mentis (E4M6V5)
Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 78x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 37,2
Berat badan : 82kg
2.4 Resume
Pasien laki-laki usia 54 tahun datang ke poli rehabilitasi medik RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang dengan keluhan mulut mencong ke sisi kanan
sejak 12 hari yang lalu (17 April 2019), pasien mengatakan ada riwayat
terpapar angina sebelumnya. Dari pemeriksaan yang dilakukan dengan skala
Ugo Fisch didapatkan nilai 30 (sedang).
2.5 Diagnosis Kerja : Bell’s Palsy Dextra
2.6 Daftar Masalah
Masalah medis : Bell’s Palsy Dextra
Impairment : Kelemahan otot wajah bagian kanan
4
TINJAUAN PUSTAKA
Nervus fasialis terdiri atas 3 komponen, yaitu komponen motoris, sensoris dan
parasimpatis. Komponen motoris mempersarafi otot wajah, kecuali muskulus levator
palpebra superior. Selain otot wajah nervus fasialis juga mempersarafi muskulus
stapedius dan venter posterior muskulus digastrikus. Komponen sensoris
mempersarafi dua pertiga lida anterior untuk mengecap, melalui nervus corda
timpani. Komponen parasimpatis memberikan persarafan pada glandula lakrimalis,
glandula submandibularis dan glandula lingualis.
6
3.2 Definisi
Bells palsy adalah Merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron
yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem saraf pusat,
tanpa ada penyakit neurologik lainnya.
8
3.3 Epidemiologi
Ditemukan 20-30 kasus per100.000 penduduk/tahun
Presentase laki-laki dan perempuan sama.
wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-
laki pada kelompok umur yang sama
Insiden terendah pada anak usia < 10 tahun, meningkat dari usia 10 sd 29
th dan stabil pada usia sekitar 30 sd 69 tahun
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, dan setiap saat tidak
didapatkan perbedaan insidensi antara iklim panas maupun dingin.
Meskipun begitu pada beberapa penderita didapatkan riwayat terkena udara
dingin, baik kendaraan dengan jendela terbuka, tidur di lantai, atau
bergadang sebelum menderita BP.
3.4 Etiologi dan Patofisiologi
Terdapat lima teori yang kemungkinan menyebabkan terjadinya Bell’s palsy,
yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi. Teori virus lebih
banyak dibahas sebagai etiologi penyakit ini. Tipe kelumpuhan bells palsy adalah
tipe kelumpuhan lower motor neuron, patosiologinya masih diperdebatkan namun
teori yang sering digunakan adalah teori edema dan iskemik akibat peradangan
yang mengakibatkan kompresi pada analis fasialis yang merupakan kanal
tersempit sepanjang perjalanan nervus fasialis ( nervus vii ). Infeksi yang terletak
pada saraf wajah, ganglion genikulata atau infeksi pada daerah proksimal dapat
menyebabkan kelumpuhan nervus vii perifer. Virus herpes memiliki kemampuan
unik untuk menyebabkan infeksi laten. Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan
virus varicela-zoster memiliki sifat neurotropisme, penyebab infeksi laten tipe
perifer dan mukokutaneus. HSV-1 memyebabkan diemelinesasiserat saraf oleh
mekanisme yang dimediasi oleh sistem imun. Selain itu, virus varicela zoster,
virus coxackie, virus influenza, citomegalovirus, virus gondok, virus campak,
HIV dapat menyebabkan disfungsi nervus facialis.
9
Berdasarkan letak tingkat lesinya pada gambar 3.1 maka akan menunjukan defisit
yang khas pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 letak lesi dan defisit yang disebabkan
Letak Lesi Kelemahan Gangguan Hipo- Hiper- Hipo- Tuli
seluruh otot wajah pengecap- sekresiakusis sekresi
ipsi-lateral an saliva lakrimalis
Meatus + + + + + +
akustikus internus
Ganglion + + + + + -
genikulatum
Lesi kanalis +, + + + - -
fasialis, nervus hiperlakrimalis
stapedius
Lesi kanalis +, + + - - -
fasialis, korda hiperlakrimalis
timpanik
Lesi foramen +, - - - - -
stilomastoideum hiperlakrimalis
10
3.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fisik serta jika perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang.
11
1. Pemeriksaan Fisik
Paralisis fasialis mudah didiagnosis dengan pemeriksaan fisik yang lengkap
untuk menyingkirkan kelainan sepanjang perjalanan saraf dan kemungkinan
penyebab lain. Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan gerakan
dan ekspresi wajah. Pemeriksaan ini akan menemukan kelemahan pada seluruh
wajah sisi yang terkena. Kemudian, pasien diminta menutup mata dan mata
pasien pada sisi yang terkena memutar ke atas.
Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat
dikerutkan. Fisura palpebral tidak ditutup dan pada usaha untuk memejam mata
terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir
tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan.
Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal
1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir
A.Inspeksi5
Tabel 3.3 Fungsi otot-otot wajah
terbentuk kerutan
diagonal sepanjang
pangkal hidung.
dirapatkan
Platysma terutama di
daerah leher
kuat.
2. Pemeriksaan penunjang
Bell’s palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu
dilakukan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis.
13
Terapi dengan valasiklovir dan prednison memiliki hasil yang lebih baik,
kombinasi antivirus dan kortikosteroid berhubungan dengan penurunan risiko
batas signifikan yang lebih besar dibandingkan kortikosteroid saja. Data-data ini
mendukung kombinasi terapi antiviral dan steroid pada 48-72 jam pertama setelah
onset.
Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg per kg per hari
melalui oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara untuk
dewasa diberikan dengan dosis oral 2 000-4 000 mg per hari yang dibagi dalam
lima kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian valasiklovir
(kadar dalam darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah 1.000-3.000nmg
per hari secara oral dibagi 2-3 kali selama lima hari. Efek samping jarang
ditemukan pada penggunaan preparatn antivirus, namun kadang dapat ditemukan
keluhan berupa adalah mual, diare, dan sakit kepala.
b. Laser
Metode perawatan laser adalah metode pengobatan tambahan tanpa rasa sakit,
tanpa efek samping untuk pasien dengan kelumpuhan wajah, terutama mereka
yang diabetes dan hipertensi, serta bagi pasien dengan kontraindikasi
kortikosteroid. Terapi laser pada bell’s palsy dapat menggunakan Low Level
Laser Therapy (LLLT) dan High Level Laser Therapy (HLLT). Laser
15
diaplikasikan dengan kontak dan tegak lurus terhadap superfisial akar saraf
wajah dari sisi yang terkena sesuai gambar 3.2.
Aplikasi laser meningkatkan regenerasi neuron melalui efek lokal dan
sistemik. LLLT menstimulasi fotoreseptor yang ada pada mitokondriadan
selaput sel untuk mengubah energi cahaya menjadi bahan kimia energi dalam
bentuk ATP di dalam sel, yang meningkatkan fungsi seluler dan tingkat
proliferasi sel. LLLT melebarkan pembuluh arteri dan kapiler, sehingga
meningkat mikrosirkulasi, pengaktifan angiogenesis, dan stimulasi regenerasi
saraf dan proses imunologis.
HLLT meningkatkan aliran darah, permeabilitas pembuluh darah, dan
metabolisme sel. HILT menyebabkan penyerapan cahaya kecil dan lambat
oleh melanin dan kromofor Hbo2 [14]. Penyerapan ini meningkatkan reaksi
oksidatif mitokondria sebagai serta ATP, RNA, atau produksi DNA (efek
fotokimia), menghasilkan fenomena stimulasi jaringan (efek fotobiologi).
Beberapa studi pendahuluan telah menunjukkan bahwa HILT tampaknya
lebih efektif daripada LLLT karena intensitasnya yang lebih tinggi dan
kedalaman yang dicapai oleh laser.
Selain itu, itu disebutkan bahwa efektivitas laser tergantung pada faktor
seperti panjang gelombang, lokasi, durasi, dan dosis pengobatan serta
kedalaman jaringan target. Studi tentang dosis profil respons terapi laser
menunjukkan bahwa panjang gelombang berbeda memiliki kemampuan
penetrasi khusus melalui manusia kulit.
16
mungkin untuk sementara waktu bekerja pada bagian yang tidak banyak
berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan
fasilitas kesehatan di tempat kerja. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerjasama penderita dengan petugas yang merawat sanagat penting untuk
kesembuhan penderita.
4. Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa
cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau
penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil didepan
umum, maka bantuan psikolog sangat dibutuhkan.
5. Program Ortostetik-Prostetik
a. Tapping
Penggunaan tapping merupakan salah satu rehabilitasi pada
musculoskeletal dan gangguan nervus yang memberikan efek positif
mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi otot yang lemah. Tapping pada
bell’s palsy menggunakan konsep koreksi ruang dengan memperbaiki
fungsi otot wajah.
b. Y” Plester
Pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit
tidak jatuh. Dianjurkanagar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan
reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester
dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan Zygomaticus
selama parase dan mencegah terjadinya kontraktur.
6. Home Exercise
a. Kompresi hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit.
b. Massage wajah yang sakit kearah atas dengan menggunakan tangan dari
sisi wajah yang sehat.
c. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
d. Perawatan mata:
1) Beri obat tetes mata (golongan artifisial tears) 3x sehari
2) Memakai kaca mata gelap sewaktu berpergian siang hari
3) Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur
3.8 Komplikasi
3.9 Prognosis
Perjalanan alamiah Bell’s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai
cedera saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan
Bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik
dalam 3 minggu. Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten,
dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren. Faktor yang
dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi komplit (risiko sekuele berat),
riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular, gangguan
pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s palsy, bukti denervasi
mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan
kontras yang jelas. Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah
paralisis parsial inkomplit pada fase akut (penyembuhan total), pemberian
kortikosteroid dini, penyembuhan awal atau perbaikan fungsi pengecapan dalam
minggu pertama.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA