Anda di halaman 1dari 6

MANFAAT TANAMAN HAPLOID BAGI PEMULIAAN TANAMAN

Tanaman haploid menarik perhatian utama para ahli genetika dan pemulia

tanaman, karena melalui penggandaan kromosom akan diperoleh tanaman haploid

ganda yang homosigot. Tanaman homosigot dapat diperoleh secara konvensional,

tetapi diperlukan prosedur lebih dari enam kali generasi inbreeding, sedangkan

melalui teknologi haploid dapat dicapai dalam satu kali generasi (Taji et al., 2002).

Haploid merupakan istilah umum untuk tanaman yang mengandung

jumlah kromosom gamet (n). Pada tanaman diploid (2n), haploid dapat disebut

dengan monoploid (x) karena hanya memiliki satu set kromosom. Pada tanaman

poliploid, haploid (n) yang memiliki lebih dari satu set kromosom disebut dengan

polihaploid. Tanaman haploid dari autotetraploid (2n=4x) memiliki empat set

dari satu genom yang disebut dengan dihaploid (karena n = 2x). Jika

jumlah kromosom haploid (n=x) digandakan, disebut dengan double haploid

atau haploid ganda dan bukan dihaploid. Dihaploid bukan homosigus karena

mewakili dua set kromosom terseleksi dari empat set dalam autotetraploid,

sedangkan haploid ganda dari monoploid atau suatu allohaploid pasti homosigus

lengkap (Kasha, 2005).

Harus diingat bahwa peningkatan produksi pertanian melalui manipulasi

lingkungan dihadapkan pada keterbatasan daya dukung alam. Salah satu upaya

untuk memperbaiki dan mempertahankan produktifitas tanaman pada tingkat yang

berkesinambungan adalah melalui eksploitasi bioteknologi. Sesungguhnya sasaran

utama bioteknologi adalah peningkatan hasil (biomass) sambil tetap memelihara

ekosistem yang stabil (Zulkarnain, 2004).


Bioteknologi tanaman dapat membantu mempercepat program

pengembangan tanaman, salah satunya melalui teknik kultur anter. Kultur anter

merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan pada program pemuliaan

tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan galur homozigot dan meningkatkan

efisiensi seleksi secara cepat. Regenerasi tanaman haploid dari anter yang

dikulturkan diikuti dengan penggandaan kromosom, dapat menghasilkan galur

murni atau tanaman haploid ganda, selain juga memberikan peluang untuk

mempercepat waktu bagi perakitan galur inbreed yang biasanya diperoleh melalui

beberapa siklus inbreeding (Prayantini et al., 2013).

Bioteknologi tanaman dan pemuliaan molekuler telah memperlihatkan

keampuhannya dalam meningkatkan produktifitas tanaman pertanian. Teknologi

ini akan terus memberikan sumbangsih nyata pada usaha penciptaan tanaman

dengan sifat-sifat unggul (novel traits), yang tadinya sulit atau bahkan mustahil

dikembangkan melalui pemuliaan tanaman secara konvensional.

Teknologi haploid menawarkan keunggulan yang tidak dijumpai pada

teknik pemuliaan tanaman secara konvensional. Dengan teknologi ini akan

dapat dikembangkan tanaman-tanaman homozigous hanya dalam kurun waktu

satu generasi. Sedangkan dengan teknologi konvensional, tanaman homozigous

baru dapat dihasilkan setelah melalui proses seleksi hingga 5 atau 6 generasi

(Taji et al., 2002).

Sejumlah sifat-sifat unggul, toleransi terhadap kondisi lingkungan yang

kurang menguntungkan, seperti kekeringan, suhu rendah, hara rendah atau

pun kandungan logam berat yang tinggi di dalam tanah merupakan karakter

resesif yang dapat dideteksi secara dini pada tanaman haploid. Selain itu,
permasalahan yang berkaitan dengan silang luar dan inkompatibilitas sendiri

(self incompatibility) dapat pula diatasi dengan pemanfaatan teknologi haploid.

Tanaman haploid dapat diregenerasikan lewat embryogenesis mikrospora,

baik melalui kultur anter mau pun kultur mikrospora. Tanaman haploid

tidak memiliki pasangan kromosom yang homolog, sehingga pada saat meiosis

berlangsung kromosom-kromosomnya tidak berpasangpasangan seperti halnya

pada tanaman normal (diploid). Melalui teknik in vitro tanaman haploid

dapat diregenerasikan secara langsung dari gamet jantan mau pun betina

tanpa melalui proses pembuahan. Akan tetapi berbeda dengan tanaman normal

(diploid), individu-individu haploid bersifat steril. Apabila komplemen

kromosomnya digandakan secara buatan, misalnya menggunakan kolkisin atau

oryzalin (Zulkarnain, 2004).

Proses untuk mendapatkan tanaman haploid yang biasanya berasal dari sel

diploid (2n) dikenal dengan nama haploidisasi. Beberapa upaya telah dilakukan

untuk memproduksi tanaman haploid, diantaranya ialah persilangan tanaman

kerabat jauh, perlakuan fisik dan kimiawi, penggunaan serbuk sari yang diiradiasi

dan penundaan penyerbukan. Dengan makin banyaknya teknik yang

dikembangkan untuk menginduksi tanaman haploid, maka penelitian untuk

mendapatkan tanaman haploid juga makin berkembang (Zulkarnain, 2004).

Teknologi haploidisasi ini penting dilakukan pada anyelir karena

perkembangan pemuliaan anyelir di Indonesia yang masih lambat dibandingkan

dengan tanaman hias lain. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa selain

benihnya yang masih impor dengan informasi tetua persilangan yang terbatas,

maka hasil pemuliaan hanya tertuju pada menghasilkan varietas baru yang
memiliki warna bunga yang berbeda-beda saja. Karakter-karakter penting lain

seperti ketahanan simpan, ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik belum

menjadi penelitian utama. Penelitian radiasi pada anyelir juga belum dapat

meningkatkan variasi pada anyelir. Banyak pola pewarisan karakter pada anyelir

yang belum terungkap karena bersifat resesif, sehingga dengan teknologi haploid

ini akan diperoleh karakter-karakter lain yang selama ini tertutupi oleh karakter

yang dominan.

Ginogenesis merupakan metode alternatif lain untuk memperoleh tanaman

haploid. Ginogenesis mirip dengan parthenogenesis apomiktik, sehingga

pemahaman proses yang mengatur embriogenesis spontan (terjadi tanpa

fertilisasi), berkontribusi terhadap perkembangan metode ginogenesis secara in

vitro. Gen-gen yang bertanggungjawab terhadap inisiasi perkembangan embrio

apomiktik dari sel telur yang tidak dibuahi berperan dalam ginogenesis.

Regenerasi haploid ginogenik secara luas digunakan untuk metode induksi

haploid dimana megagametofit yang digunakan berasal dari sel-sel haploid,

termasuk pseudofertilisasi (Zulkarnain, 2004).


KESIMPULAN

1. Haploid merupakan istilah umum untuk tanaman yang mengandung

jumlah kromosom gamet (n).

2. Tanaman homosigot dapat diperoleh secara konvensional, tetapi

diperlukan prosedur lebih dari enam kali generasi inbreeding, sedangkan

melalui teknologi haploid dapat dicapai dalam satu kali generasi.

3. Salah satu prosedur alternatif yang dianjurkan dalam perakitan varietas

baru adalah dengan terlebih dahulu membuat galur murni melalui induksi

individu haploid ganda spontan.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, I.S., A.D. Ambarwati , M.F. Masyhudi, T. Soewito, Suwarno. 2007.


Induksi kalus dan regenerasi kultur antera padi (Oryza sativa L.).
Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan 2: 136-143.
Dewi, I.S., B.S. Purwoko. 2011. Kultur antera untuk mendukung program
pemuliaan tanaman padi. Bul. Agron. 29(2): 59-63. Dewi, I.S, B.S.
Purwoko, H. Aswidinnoor, I.H. Somantri. 2004. Kultur antera padi pada
berbagai media mengandung poliamin. J. Biotek. Pertan. 9(1): 14-19.
Fu, L., B.S. Purwoko, I.S. Dewi, N. Khumaida, dan B. Abdullah. 2008.
Pembentukan galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru.
Bul. Agron. 36 (3): 181-187.
Kasha, G.S. 2005. Modern varieties-their real contribution to food supply. Geo. J.
35(3):275-284.
Taji, A., P. Kumar dan P. Lakshmanan. 2002. In Vitro Plant Breeding. Haworth
Press, Inc., New York.
Zulkarnain. 2004. Comparison of diploid Swainsona formosa and their tetraploid
relatives obtained from oryzalin treatment. Hayati 11: 6-10.

Anda mungkin juga menyukai