PENDAHULUAN
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media
buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup
yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan
tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang
dilakukan di tempat steril.
KULTUR HAPLOID
2.1 Pengertian Kultur Haploid
Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni:
kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen),
ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
Pada pemuliaan konvensional, 2 galur tetua disilangkan untuk memperoleh
tanaman hibrida F1. Dua set kromosom pada tanaman F1 bersegregasi acak pada generasi
– generasi selanjutnya, untuk berbagai sifat agronomis. Pemulia tanaman harus
menyeleksi gallur yang diinginkan dan menanamnya untuk sedikitnya 8 – 10 generasi,
dengan seleksi yang kontinyu, sampai 2 set kromosom pada galur yang disilangkan
menjadi identik (homozygous).
Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai jumlah kromosom sama
dengan gametofitik dalam sporofitik (Bajaj, 1983). Frekuensi terjadinya haploid spontan
di alam masih sangat rendah , yakni sekitar 0,001-0,01%.Produksi haploid yang spontan
biasanya terjadi melalui proses partenokarpi dari telur yang tidak dibuahi atau apomiksis.
Dalam percobaan-percobaan terdahulu (sebelum tahun), haploid diperoleh melalui:
1. Hibridisasi jenis tanaman yang berada (distant hybridization).
2. Polinasi tertunda (delayed pollination).
3. Penggunaan polen yang sudah di-radiasi.
4. Perlakuan hormon.
5. Shock dengan temperatur tinggi.
Revolusi dalam produksi tanaman haploid terjadi pada tahun 1064-1966,
semenjak dihasilkannya tanaman haploid dari Datura innoxia oleh Guha dan Maheswari.
Tanaman dihasilkan melalui kultur anther dengan proses androgenesis. Haploid pada
tanaman dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Monoploid : jumlah khromosom setengah dari kromosom spesies yang diploid
2. Polihaploid: jumlah kromosom setengah dari kromosom spesies yang poliploid.
Konservasi merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara
apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama
yang mengemukakan tentang konsep konservasi.
2. TEKNIK ENKAPSULASI
2.13 Pengertian Teknik Enkapsulasi
Teknik ini merupakan salah satu teknik dalam usaha konservasi plasma nutfah
secara ex situ (kultur in vitro) yang disebut preservasi. Preservasi adalah kegiatan
mereduksi atau mengurangi laju metabolisme tumbuhan hingga sekecil mungkin dengan
tetap mempertahankan viabilitasnya dan memelihara sebaik mungkin biakan, sehingga
diperoleh angka perolehan (recovery) dan kehidupan (survival) yang tinggi dengan
Hal ini dilakukan dengan cara membiakkan pada media yang mengandung
sumber karbohidrat konsentrasi tinggi dan zat pengatur tumbuh sehingga menghambat
pertumbuhan namun penampakannya tetap segar. Teknik enkapsulasi memiliki beberapa
keuntungan, yaitu teknik ini lebih efektif untuk penyimpanan jangka panjang karena
dapat dicegah adanya perubahan genetik, teknik ini juga sangat efisien karena dalam satu
wadah seperti berupa botol dapat menyimpan puluhan eksplan bahkan ratusan, mudah
dikendalikan, skala produksi besar dengan biaya rendah, dan regenerasi sangat mudah.
http://limbah.org/situs/view.php?judul=panji%20soekma&url=http://
panjisoekma.blogspot.com/
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/genetika-dan-pemuliaan-tanaman/metode-pemuliaan-
dengan-kultur-jaringan/
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringan-tanaman/tipe-tipe-kultur-lain-iii/
http://razzelara.blogspot.co.id/2011/12/teknik-enkapsulasi.html
Bailey JL, Buhr MM. 1994. Cryopreservation alters the Ca2+ flux of bovine
spermatozoa. Can J Anim Sci 74.
FULTON, J.E. 2006. Avian genetic stock preservation: Anindustry perspective. Poult.
Sci. 85: 227 – 231.
Jones RC, Martin ICA. 1973. The effects of dilution egg yolk and cooling to 50
S Sancho, I Casas et all. Effects of cryopreservation on semen quality and the expression
of sperm membrane hexose transporters in the spermatozoa of Iberian
pigs. Reproduction (2007) 134 111–121
Suprianata, I. dan F.H. Pasaribu. 1992. In Vitro Fertization, Transfer Embrio dan
Pembekuan Embrio. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Watson, P.F. 2000. The Causes of reduced fertility with cryopreserved semen. Anim.
Reprod.