Anda di halaman 1dari 12

PENDEKATAN TOTAL COST DAN TOTAL REVENUE

Pendekatan Totalitas (totality approach) yaitu membandingkan pendapatan total (TR)


dan biaya total (TC)

Total Cost (ongkos total: TC )

adalah penjumlahan antara ongkos total tetap dengan ongkos total variabel ( TC = TFC
TVC ),

>> Total Fixed Cost(ongkos total tetap) adalah jumlah ongkos yang tetap
yang tidak dipengaruhi
oleh tingkat produksi.Contoh penyusutan, sewa, dsb.Biaya total (TFC
tidak tergantung pada
kuantitas output (Q),sedangkan biaya variabel total bergantung pada
kuantitas output.
>> Total Variabel Cost ( ongkos variabel total ) adalah jumblah ongkos
ongkos yang dibayarkan
yang besarnya berubah menurut tingkat yang dihasilkan.Contoh ongkos
bahan mentah,
tenaga kerja dan sebagainya.

Total penerimaan (Total revenue : TR)

yaitu total penerimaan dari hasil penjualan.Pada pasar persaingan sempurna, TR


merupakan garis lurus dari titik origin, karena harga yang terjadi dipasar bagi mereka
merupakan suatu yang datum (tidak bisa dipengaruhi), maka penerimaan mereka naik
sebanding (Proporsional) dengan jumlah barang yang dijual.
Pada pasar persaingan tidak sempurna, TR merupakan garis melengkung dari titik origin,
karena masing masing perusahaan dapat menentukan sendiri harga barang yang
dijualnya, dimana mula-mula TR naik sangat cepat, (akibat pengaruh monopoli)
kemudian pada titik tertentu mulai menurun (akibat pengaruh persaingan dan
substansi).

TR = P*Q dimana : P = Price / Harga Q = Quantity / Jumlah.


Pendekatan Totalitas (totality approach) yaitu membandingkan pendapatan total (TR)
dan biaya total (TC). Jika harga jual per unit output (P) dan jumlah unit output yang
terjual (Q), maka TR = P.Q. Biaya total adalah jumlah biaya tetap (FC) ditambah biaya
variable per unit (v) dikali biaya variable per unit, sehingga: π = P.Q – (FC + v.Q)
Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi penjualan
maksimum (maximum selling). Sebab semakin besar penjualan makin besar laba yang
diperoleh. Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung
berapa unit output yang harus diproduksi untuk mencapai titik impas. Kemudian
besarnya output tadi dibandingkan dengan potensi permintaan efektif.

C. Pendapatan Maksimum
Terdapat tiga pendekatan perhitungan pendapatan maksimum, yaitu :
1. Pendekatan Totalitas (totality approach)
Pendekatan totalitas membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC). Jika
harga jual per unit output (P) dan jumlah unit output yang terjual (Q), maka TR = P.Q.
Biaya total adalah jumlah biaya tetap (FC) ditambah biaya variable per unit(v) dikali
biaya variable per unit, sehingga:π = P.Q – (FC + v.Q)
Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi penjualan
maksimum (maximum selling). Sebab semakin besar penjualan makin besar laba yang
diperoleh. Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung
berapa unit output yang harus diproduksi untuk mencapai titik impas. Kemudian
besarnya output tadi dibandingkan dengan potensi permintaan efektif.
2. Pendekatan Rata-rata (average approach)
Dalam pendekatan ini perhitungan laba per unit dilakukan dengan membandingkan
antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P) kemudian laba total
dihitung dari laba per unit dikali dengan jumlah output yang terjual.π = (P – AC).Q
Dari persamaan ini, perusahaan akan mencapai laba bila harga jual per unit output (P)
lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan akan mencapai angka impas bila P
sama dengan AC.Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan
besarnya P dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama dengan AC, perusahaan tidak mau
memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata adalah perusahaan atau unit usaha harus
menjual sebanyak-banyaknya (maximum selling) agar laba (π) makin besar.
3. Pendekatan Marginal (marginal approach)
Perhitungan laba dilakukan dengan membandingkan biaya marginal (MC) dan
pendapatan marginal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR = MC.
π = TR – TC
Laba maksimum tercapai bila turunan pertama fungsi π(δ π /δQ) sama dengan nol dan
nilainya sama dengan nilai turunan pertama TR (δTR/ δQ atau MR) dikurangi nilai
turunan pertama TC (δTC/ δQ atau MC). Sehingga MR – MC = 0. Dengan demikian,
perusahaan akan memperoleh laba maksimum (atau kerugian minimum) bila ia
berproduksi pada tingkat output di mana MR = MC.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Makalah memaksimalkan laba

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Atau dengan kata lain, problema
dasar dari Ekonomi adalah bagaimana menggunakan semua sumber daya yang
terbatas, untuk selanjutnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebaik-
baiknya. Permasalahan itu kemudian menyebabkan kelangkaan, juga
menyebabkan beberapa perilaku yang berasal dari produsen dan konsumen. Salah
satu bagian dari pembahasan mikro ekonomi adalah mempermasalahkan
kemampuan produsen, pada saat menggunakan sumber daya (input) yang ada
untuk menghasilkan atau menyediakan produk yang bernilai maksimal bagi
konsumennya. Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan
dikurangi biaya total yang dikeluarkan perusahaan. Jika laba dinotasikan ,
pendapatan total sebagai TR, dan biaya total adalah TC, maka = TR - TC

Ada tiga pendekatan penghitungan laba maksimum yang akan dibahas dalam bab ini :
1. Pendekatan totalitas (totality approach)
2. Pendekatan rata-rata (average approach)
3. Pendekatan marjinal (marginal approach)

Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Laba/keuntungan?
2. Bagaimana pendekatan totalitas itu?
3. Bagaimana pendekatan rata-rata itu?
4. Bagaimana pendekatan marginal itu?

Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian laba/keuntungan
2. Untuk mengetahui pendekatan totalitas
3. Untuk mengetahui pendekatan rata-rata
4. Untuk mengetahui pendekatan marginal
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Laba atau Keuntungan


Makna laba secara umum adalah kenaikan kemakmuaran dalam suatu
periode yang dapat dinikmati (didistribusi atau ditarik) asalkan kemakmuran awal
masih tetap dipertahankan. Pengertian semacam ini didasarkan pada konsep
pemertahanan kapital. Konsep ini membedakan antara laba dan kapital. Kapital
bermakna sebagai sediaan (stock) potensi jasa atau kemakmuran sedangkan laba
bermakna aliran (flow) kemakmuran. Dengan konsep pemertahanan kapital dapat
dibedakan antara kembalian atas investasi dan pengembalian investasi serta antara
transaksi operasi dan transaksi pemilik. Lebih lanjut, laba dapat dipandang sebagai
perubahan aset bersih sehingga berbagai dasar penilaian kapital dapat diterapkan.
Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan
atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi
atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali yang
timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik (Baridwan, 1992: 55).
Menurut Sunaryo keuntungan (laba) adalah selisih antara total pendapatan dengan
total biaya yang merupakan insentif bagi produsen untuk melakukan produksi.
Keuntungan inilah yang mengarahkan produsen untuk mengalokasikan sumber
daya ke proses produksi tertentu. Pengertian laba secara umum adalah selisih dari
pendapatan di atas biaya-biayanya dalam jangka waktu (perioda) tertentu. Laba
sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden,
pedoman investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto,
2003: 444). Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi
pengertian laba di dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba menurut
akuntansi. Dalam teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba sebagai suatu
kenaikan dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi, laba adalah
perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi pada waktu
dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tertentu
(Harahap, 1997). Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai
prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba per
lembar saham. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah
pendapatan dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur- unsur pendapatan dan
biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba
kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih.[1]
B. Pendekatan Totalitas
Pendekatan totalitas membandingkan antara pendapatan total (TR) dan
biaya total (TC). Pendapatan total adalah sarna dengan jumlah unit output yang
terjual (Q) dikalikan harga output per unit. Jika harga jual per unit output adalah P,
maka TR = P.Q. Pad a saat membahas teori biaya, kita telah mengetahui bahwa
biaya total (TC) adalah sama dengan biaya tetap (FC) ditambah biaya variabel (VC),
atau TC = FC + Vc. Dalam pendekatan totalitas, biaya variabel per unit output
dianggap konstan, sehingga biaya variabel adalah jumlah unit output (Q) dikalikan
biaya variabel per unit. Jika biaya variabel per unit adalah v, maka VC = v.Q. [2]
Dengan demikian, π= PQ - (FC + vQ) ….. (7.2) Persamaan (7.2 ) dapat
dipresentasikan dalam bentuk Diagram 7.1. Dalam diagram tersebut kita melihat
bahwa pad a awalnya perusahaan mengalami kerugian, terlihat dari kurva TR yang
masih di bawah kurva TC Tetapi jika output ditambah, kerugian makin kecil, terlihat
dari makin mengecilnya jarak kurva TR dengan kurva TC Pada saat jumlah output
mencapai Q*, kurva TR berpotongan dengan kurva TC yang artinya pendapatan
total sama dengan biaya total. Titik perpotongan ini disebut titik impas (break
event point, disingkat BEP). Setelah titik BEP, perusahaan terus mengalami laba
yang makin membesar, dilihat dari posisi kurva TR yang di atas kurva TC. Implikasi
dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi penjualan
maksimum (maximum selling). Sebab makin besar penjualan makin besar laba yang
diperoleh. Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus
menghitung berapa unit output harus diproduksi (Q*) untuk meneapai titik impas.
Kemudian besarnya Q* dibandingkan dengan potensi permintaan efektif. Jika
persentasenya 80%, maka untuk meneapai BEP perusahaan harus menjangkau
80% potensi perrnintaan efektif. Makin kecil Q* dan atau makin kecil persentase
Q* terhadap potensi permintaan efektif dianggap makin baik, sebab risiko yang
ditanggung perusahaan makin kecil. Diagram 1.1 Kurva TR dan Te (Pendekatan
Totalitas) Cara menghitung Q* dapat diturunkan dari Persamaan (7.2). π = P.Q* - (
FC + v.Q*) …. (7.3) Titik impas tercapai pada saat π sama dengan nol. 0 = P.Q*- FC -
v.Q* = P.Q* - v.Q* - FC = (P-v).Q* - FC Q* = FC/(P-V) ….. (7.4)

Contoh Kasus:
Emilia adalah seorang dosen di kata Jambi. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang
kreatif, dia merencanakan menambah penghasilan keluarga dengan menjual
jajanan anak-anak berupa permen coklat hasil olahannya sendiri. Produknya
dipasarkan ke beberapa sekolah dasar yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
Jumlah permintaan potensial (dilihat dari jumlah murid yang diberi uang jajan)
adalah 1.000 orang per hari. Untuk mewujudkan rencananya, dia hams membeli
alat-alat produksi dan mesin cetak sederhana seharga Rp5 juta. Biaya produksi per
biji permen coklat Rp250,00. Harga jual per biji Rp500,00. Apakah rencana di atas
layak dilaksanakan? Untuk menjawabnya, kita dapat menggunakan rumus dalam
Persamaan (7.4). Biaya pembelian alat produksi dan mesin cetak sederhana adalah
biaya tetap (FC), karena besarnya tidak tergantung jumlah produksi. Biaya variabel
per unit (v) adalah Rp250,00 sedangkan harga jual per unit (P) adalah Rp500,00
Untuk mencapai titik impas, jumlah output (permen coklat) yang harus terjual (Q*)
adalah: Q* = 5.000.000 / (500-250) = 20.000 biji permen. Untuk mencapai titik
impas, permen coklat yang harus terjual 20.000 biji. Apakah target ini terlalu
berat? Sangat tergantung dari optimisme Ibu Emilia. Jika dia bersikap pesimis,
misalnya dengan mengatakan hanya sekitar 10% dari permintaan potensial yang
terjangkau, berarti setiap hari hanya dapat menjual 100 permen. Sehingga 20.000
biji permen akan terjual dalam waktu 200 hari. Tetapi bila dia yakin minimal 50%
potensi pasar terjangkau atau 500 biji permen coklat per hari, 20.000 biji permen
akan terjual hanya dalam waktu 40 hari. Setelah 20.000 biji permen, penjualan
selanjutnya memberi keuntungan Rp250,00 per biji, karena itu makin banyak
permen yang dapat dijual, makin besar laba yang diperoleh. Pendekatan totalitas
sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena memang mudah dan
sederhana. Namun cara ini memiliki beberapa kelemahan: a) Dalam praktik sulit
membedakan antara biaya tetap dengan biaya variabel. Misalnya listrik yang
digunakan perusahaan ada yang untuk pabrik (dapat menjadi biaya variabel); ada
yang untuk kantor (dapat menjadi biaya tetap). Atau seorang pegawai dalam
perusahaan, terutama perusahaan keluarga, sering bekerja rangkap untuk kegiatan
administratif (biaya tetap) dan produksi (biaya variabel). b) Pendekatan ini
mengabaikan gejala penurunan pertambahan hasil (LDR), yang menyebabkan baik
kurva biaya maupun kurva pendapatan tidak berbentuk garis lurus (lihat kembali
Bab 5 dan Bab 6. Karena itu pendekatan totalitas hanya dapat dipakai bila usaha
yang dianalisis relatif sederhana, dengan skala produksi tidak besar (massal).
Pendekatan Rata-rata

Dalam pendekatan ini, perhitungan laba per unit dilakukan dengan membandingkan
antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P). Laba total adalah
laba per unit dikalikan dengan jumlah output yang terjual. π= (P - AC).Q ….. (7.5)
Dari persamaan ini perusahaan akan mencapai laba bila harga jual per unit output
(P) lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas
bila P sarna dengan AC. Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan
perbandingan besamya P dengan AC. Bila P lebih kedl atau sarna dengan AC,
perusahaan tidak mau memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata adalah
perusahaan atau unit usaha harus menjual sebanyak-banyaknya (maximum selling)
agar laba (1t) makin besar.
Contoh Kasus: PT Tani Makmur ingin menanam singkong di Lampung. Produk
singkong akan dibeli di lahan oleh produsen tapioka seharga Rp150,00 per
kilogram. Setiap hektar diperkirakan menghasilkan singkong minimal 25 ton.
Berdasarkan studi pendahuluan, biaya produksi seperti di bawah ini:
a. Biaya persiapan lahan: Rp500.000,00 per hektar.
b. Biaya penanaman dan perawatan (termasuk pupuk dan obat-obatan)
serta tenaga kerja: Rp1.000.000,00 per hektar.
c. Biaya panen (pencabutan, pemotongan): Rp.10,00 per kg.
Jika perusahaan menargetkan keuntungan sebesar Rp 1.000.000.000,00 pada
musim tanam mendatang, berapa hektar singkong yang harus ditanam?
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung biaya rata-rata per
kilogram singkong, sampai siap dijual di lahan. Karena yang sudah ketahui hanya
biaya panen per kg, kita harus menghitung biaya rata-rata : kilogram persiapan
lahan dan penanaman.
Dari data-data di atas diketahui bahwa biaya persiapan lahan, penanaman dan
perawatan adalah Rp. 1.500.000,00 per hektar. Jika per hektar lahan menghasilkan
25 ton singkong, maka biaya rata-rata persiapan, penanaman dan perawatan
adalah Rp.60,00 per kilogram. Sehingga biaya rata-rata per kilogram (AC) adalah
Rp.60,00 + Rpl0,00 sama dengan Rp70,00. Karena harga jual singkong (P) adalah
Rp150,00 per kilogram, maka π = (P - AC ).Q (7.6) 1.000.000.000 = (150 - 70).Q Q =
(1.000.000.000: 80) kg = 12.500.000 kg = 12.500 ton Jumlah singkong yang harus
dihasilkan untuk mencapai laba Rpl miliar adalah 12.500 ton. Karena per hektar
menghasilkan 25 ton, maka jumlah yang harus ditanam adalah 500 hektar.

Sama halnya dengan pendekatan totalitas,


pendekatan rata-rata juga banyak dipakai karena sederhana. Namun pendekatan ini
pun mengabaikan gejala penurunan pertambahan hasil (LDR). Contoh di atas,
menunjukkan bahwa perhitungan AC berdasarkan skala produksi satu hektar.
Padahal banyak perbedaan mendasar antara memproduksi satu hektar dengan 500
hektar. Pada skala produksi satu hektar atau barangkali sampai sepuluh hektar,
perusahaan tidak mengalami masalah-masalah berarti dikaitkan dengan kebutuhan
SDM, teknologi produksi maupun manajemen. Dalam arti kualitas SDM yang
dibutuhkan tidak perlu tinggi, lahan bisa dikelola dengan eknologi sederhana dan
pengelolaan usaha cukup dengan manajemen keluarga. Tetapi jika skala produksi
ditingkatkan sampai 500 hektar, pengolahan tanah hams menggunakan peralatan
modem, perusahaan membutuhkan insinyur dan tenaga keuangan yang mampu
mengelola usaha bernilai ratusan juta atau miliaran rupiah. Jika perusahaan harus
menggunakan kredit sebagai sumber pendanaan, maka organisasi perusahaan
harus bersifat formal. Dengan kata lain jenis dan kompleksitas kegiatan maupun
pembiayaan makin banyak dan meningkat, jika skala produksi ditambah. Karena itu
perhitungan AC yang akurat seharusnya dalam skala produksi 500 hektar. Angka
biaya rata-rata (AC) pada skala produksi 500 hektar bisa lebih besar atau lebih kecil
dari AC pada skala produksi satu hektar. Jika perusahaan menikmati skala produksi
ekonomis (economies of scale), maka biaya rata-rata ( AC ) akan lebih kedl dari
Rp70,00 per kg (AC pada skala produksi satu hektar). Begitu juga sebaliknya.

Pendekatan Marginal

Dalam pendekatan marjinal, perhitungan laba dilakukan dengan membandingkan


biaya marjinal (MC) dan pendapatan marjinal (MR). Laba maksimum akan tercapai
pada saat MR = Me. Kondisi tersebut bisa dijelaskan secara matematis, gratis dan
verbal. a. Penjelasan Secara Matematis π= TR – TC ….. (7.7) Laba maksimum
tercapai bila turunan pertama fungsi π (∂n / ∂Q) sama dengan nol dan nilainya
sama dengan nilai turunan pertama TR (OTRI aQ atau MR) dikurangi nilai turunan
pertama TC (∂TC / ∂Q atau MC). ∂π/∂Q = ∂TR/∂Q - ∂TC/∂Q = 0 = MR-MC = 0 b.
Penjelasan Secara Grafis Di pembahasan teori biaya produksi, kita telah
mengonstruksi kurva biaya total (TC) yang bentuk kurvanya seperti huruf S terbalik.
Kurva pendapatan total (TR) diperoleh dengan cara mengalikan kurva produksi
total (TP) dengan harga jual output per unit (P). Pada pembahasan teori produksi,
telah diketahui bahwa kurva TP berbentuk huruf S. Karena kurva TR diperoleh
dengan cara mengalikan kurva TP dengan sebuah bilangan sebesar nilai P, maka
kurva TR juga berbentuk huruf S. Kurva TR dikurangi kurva TC menghasilkan kurva
laba (π) seperti tampak pada Diagram 7.2 berikut ini. Diagram 7.2 Kurva TR, TC dan
Laba (Pendekatan Marjinal) Pada Diagram 7.2 kita melihat bahwa tingkat output
yang memberikan laba adalah interval Q1-Q5 Jika output di bawah jumlah Q1
perusahaan mengalami kerugian karena TR < TC Begitu juga jika jumlah output
melebihi Q5 Interval Q1-Q5 dalam pembahasan teori produksi disebut sebagai
daerah produksi ekonomis (tahap II). Perusahaan akan mencapai laba maksimum
di salah satu titik antara Q1-Q5 Dalam Diagram 7.2 terlihat bahwa laba maksimum
tercapai jika tingkat produksinya adalah Q3 Secara grafis hal itu terlihat dari kurva
π yang mencapai nilai maksimum pada saat output sebesar Q3

Pada pembuktian

Secara matematis telah diketahui bahwa nilai π (laba) akan maksimum bila MR = MC
Dalam grafis kondisi itu terbukti dengan membandingkan dua garis singgung b1
dan b2.
Garis singgung b1 adalah turunan pertama fungsi TR atau sarna dengan MR. Garis
singgung b2 adalah turunan pertama fungsi TC atau sama dengan MC Kita melihat
garis singgung b1 sejajar garis singgung b2 yang artinya MR = MC c. Penjelasan
Secara Verbal Apakah benar perusahaan akan mencapai laba maksimum bila
memproduksi di Q3? Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mengonsentrasikan
diri pada pergerakan kurva lab a (n) sepanjang interval Q1-Q5' Pergerakan tersebut
kita bagi menjadi tiga sub-interval:
Q1-Q3' Q3' dan Q3-Q5' 1) Penambahan output sepanjang sub-interval
Q1-Q3 bergerak naik yang artinya laba bertambah besar.
Bila memperhatikan kurva TR dan TC, terlihat bahwa sudut kecuraman garis
singgung al (MR) lebih besar dari sudut kecuraman garis singgung a2 (MC).
Ternyata jika output ditambah satu unit, tambahan pendapatan (MR) yang
dihasilkan lebih besar dari tambahan biaya (MC) yang harus dikeluarkan. Karena itu
akan lebih menguntungkan bila perusahaan terus menambah output. Dengan cara
penjelasan yang sama dapat dipahami mengapa kurva π bergerak naik sampai
jumlah output Q3 Kalau kita melihat sudut kemiringan kurva π makin mendatar, hal
itu menunjukkan terjadinya hukum pertambahan hasil yang makin menurun
(LDR). Ketika output ditambah dari Q1 ke Q2 kurva 2) Pada saat jumlah output Q3
Pada saat jumlah output Q3 seperti telah dijelaskan, garis singgung bl (MR) sejajar
garis singgung b2 (MC). Jika output ditambah satu unit, maka tambahan
pendapatan (MR) yang diperoleh sama persis dengan tambahan biaya (MC) yang
harus dikeluarkan. 3) Interval Q3-05 Jika output ditambah dari Q3 ke Q4 terlihat
bahwa sudut kemiringan garis singgung c1 (MR) sudah lebih kecil dari sudut
kemiringan garis singgung c2 (MC).
Artinya jika outputditambah satu unit, tambahan pendapatan (MR) yang diperoleh
lebih kecil dibanding tambahan biaya (MC). Dalam kondisi seperti itu perusahaan
akan merugi bila terus menambah output. Terlihat dari gerak menurun kurva π.
Dengan demikian, tingkat output yang membuat perusahaan mencapai laba
maksimum adalah Q3' Penjelasan di atas dapat diringkas dengan menyatakan:
1. Pada interval Q1-Q3 MR > MC. Karenanya penambahan output akan
meningkatkan laba.
2. Pada interval Q3-Q5 MR < MC. Karenanya penambahan output akan menurunkan
laba.
3. Pada saat output adalah Q3, MR = MC. Perusahaan mencapai laba maksimum. [3]

BAB III PENUTUP SIMPULAN

Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan
atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi
atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali yang
timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik. Pendekatan totalitas
membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC). Jika harga jual per unit
output (P) dan jumlah unit output yang terjual (Q), maka TR = P.Q. Biaya total
adalah jumlah biaya tetap (FC) ditambah biaya variable per unit(v) dikali biaya
variable per unit, sehingga: π = P.Q – (FC + v.Q)
Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi
penjualan maksimum (maximum selling). Sebab semakin besar penjualan makin
besar laba yang diperoleh. Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan
harus menghitung berapa unit output yang harus diproduksi untuk mencapai titik
impas. Kemudian besarnya output tadi dibandingkan dengan potensi permintaan
efektif. Dalam pendekatan rata-rata perhitungan laba per unit dilakukan dengan
membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P)
kemudian laba total dihitung dari laba per unit dikali dengan jumlah output yang
terjual.
π = (P - AC).Q Dari persamaan ini, perusahaan akan mencapai laba bila harga jual
per unit output (P) lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan akan mencapai
angka impas bila P sama dengan AC. Keputusan untuk memproduksi / tidak
didasarkan perbandingan besarnya P dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama
dengan AC, perusahaan tidak mau memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata
adalah perusahaan atau unit usaha harus menjual sebanyak-banyaknya (maximum
selling) agar laba (π) makin besar. Perhitungan laba dilakukan dengan
membandingkan biaya marginal (MC) dan pendapatan marginal (MR). Laba
maksimum akan tercapai pada saat MR = MC. π = TR – TC Laba maksimum tercapai
bila turunan pertama fungsi π(δ π /δQ) sama dengan nol dan nilainya sama dengan
nilai turunan pertama TR (δTR/ δQ atau MR) dikurangi nilai turunan pertama TC
(δTC/ δQ atau MC). Sehingga MR – MC = 0.
Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh laba maksimum (atau kerugian
minimum) bila ia berproduksi pada tingkat output di mana
MR = MC.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai