Anda di halaman 1dari 36

HASIL PENELITIAN

IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA RHIZOSFER


PAKAN TERNAK DI KEBUN HIJAUAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO

Oleh :

INDRAYANI
NIM. L1A1 14 162

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hijauan pakan ternak adalah semua bentuk bahan pakan yang berasal dari

tanaman atau rumput termasuk leguminosa, baik yang belum dipotong maupun

yang telah dipotong dalam keadaan segar. Di Indonesia hijauan tumbuh atau

dibudidayakan biasanya hanya memanfaatkan lahan-lahan marginal atau lahan

yang mempunyai tingkat kesuburan rendah, sehingga produksi dan kualitas

hijauan yang dihasilkan rendah, tercermin dari produksi ternak yang dihasilkan

juga rendah. Dalam pembudidayaan hijauan ada kendala yang dihadapi oleh

peternak, dimana kebanyakan lahan yang digunakan adalah lahan tidak subur atau

lahan kritis yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang baik. Untuk

meningkatkan kesuburan tanaman, maka harus dilakukan pemupukan seperti

pupuk organik dan pupuk anorganik.

Penggunaan pupuk anorganik memiliki dampak negatif antara lain dapat

menyebabkan perubahan struktur tanah, pemadatan, kandungan unsur hara dalam

tanah menurun, dan pencemaran lingkungan. Pemberian pupuk anorganik secara

terus-menerus dalam jangka panjang akan menaikkan keasaman tanah yang

berdampak buruk terhadap mikroorganisme yang ada di dalam tanah dan apabila

dibiarkan berlarut-larut maka kesuburan alami tanah akan merosot (Triyono dkk.,

2013). Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan adanya upaya peningkatan

produksi dan pemanfaatan lahan marjinal dengan pemberian pupuk hayati berupa

mikoriza.
Menurut Brundrett dkk., (1996), mikoriza merupakan organisme yang

berasal dari golongan fungi yang menggambarkan suatu bentuk hubungan

simbiosis mutualisme antara fungi dengan akar tanaman. Mikoriza digolongkan

ada dua yaitu Ektomikoriza dan Endomikoriza (FMA). Menurut Smith and Read

(2008), fungi mikoriza arbuskula bersimbiosis dengan 97% tumbuhan darat.

Fungi mikoriza arbuskula memiliki peran dalam meningkatkan

ketersediaan dan pengambilan unsur hara seperti fosfor, air dan nutrisi lainnya.

Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan

pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Setiap ekosistem dapat

mengandung fungi mikoriza arbuskula dengan jenis yang sama atau bisa juga

berbeda, karena keanekaragaman dan penyebaran fungi mikoriza arbuskula sangat

bervariasi yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang bervariasi. Fungi

mikoriza arbuskula juga mampu menyesuaikan diri pada lingkungan yang

ekstrem, terutama pada tanah marginal seperti daerah kering, pH rendah, tanah

masam dan lain-lain (Sari, 2017).

Informasi mengenai jenis-jenis fungi mikoriza arbuskula di kebun hijauan

makanan ternak Fakultas Peternakan belum ada. Berdasarkan uraian tersebut,

maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi fungi mikoriza arbuskula

pada rhizosfer pakan ternak di kebun hijauan makanan ternak Fakultas Peternakan

Universitas Halu Oleo.


B. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu jenis-jenis fungi mikoriza

arbuskula apa saja yang ada pada rhizosfer pakan ternak di kebun hijauan

makanan ternak Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis-jenis fungi

mikoriza arbuskula pada rhizosfer pakan ternak di kebun hijauan makanan ternak

Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo.

Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui dan memperoleh

gambaran jenis-jenis fungi mikoriza arbuskula pada rhizosfer pakan ternak yang

ada di kebun hijauan makanan ternak Fakultas Peternakan serta dapat menjadi

awal bagi peneliti selanjutnya apabila ingin meneliti tentang pemanfaatan fungi

mikoriza arbuskula.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hijauan Pakan Ternak

Produksi hijauan di daerah tropis berfluktuasi sejalan dengan perubahan

musim. Sumber energi yang diperlukan ternak ruminansia terutama berasal dari

komponen serat pada hijauan pakan, yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan

lignin. Sumber hijauan pakan ternak adalah rumput alam dan daun leguminosa

yang terdapat di padang penggembalaan, pinggir jalan, tepi sungai, pematang

sawah maupun kawasan sekitar hutan (Haryanto, 2009).

Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang diperlukan secara kuantitatif

maupun kualitatif dalam sistem produksi ternak ruminansia. Porsi hijauan pakan

dalam ransum ruminansia mencapai 40-80% dari total bahan kering ransum atau

sekitar 1,5-3% dari bobot hidup ternak. Secara nutrisi hijauan pakan merupakan

sumber serat, bahkan hijauan pakan asal leguminosa menjadi suplementasi

mineral dan protein murah bagi ternak ruminansia (Abdullah dkk., 2005).

Identifikasi spesies hijauan pakan semakin penting dilakukan mengingat

semakin pentingnya arti hijauan pakan bagi kebutuhan ternak. Identifikasi hijauan

pakan khususnya rumput dapat dilakukan berdasarkan pada tanda-tanda atau

karakteristik vegetatif. Termasuk kelompok makanan hijauan ini ialah bangsa

rumput (graminae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti

daun nangka, daun waru dan lain sebagainya (AAK, 1983 dalam Nurlaha, 2014).
Kemampuan produksi ternak yang relatif rendah berkaitan dengan kualitas

dan kuantitas pakan yang tersedia sepanjang tahun. Ketersediaan pakan yang

berfluktuasi dan tidak mencukupi kebutuhan gizi ternak untuk mengekspresikan

potensi genetiknya secara maksimal, menyebabkan produktivitas ternak relatif

rendah (Haryanto, 2009).

2. Rumput Gajah (Penisetum purpureum)

Menurut Ella (2002), rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan

salah satu tanaman hijauan unggul, dari aspek tingkat pertumbuhan, produktifitas

dan nilai gizinya. Produksi rumput gajah dapat mencapai 20–30 ton/ha/tahun.

Rumput gajah juga merupakan tanaman tahunan, tumbuhnya tegak, mempunyai

perakaran dalam dan berkembang dengan rhizoma untuk membentuk rumpun

(Kartadisastra, 2001).

Rumput gajah berasal dari Afrika dan mempunyai kadar protein yaitu

9,5% dari bahan keringnya. Panjang batang rumput mencapai 2,7 m dengan buku

dan kelopak berbulu, helai daun mempunyai panjang 30-90 cm dan lebar 2,5 mm

sedangkan lidah daun sangat sempit dan berbulu putih pada ujungnya dengan

panjang 3 mm (Soegiri dkk., 1992).

Klasifikasi rumput gajah menurut Simatupang (2013) adalah sebagai

berikut:

Phylum : Spermatophyta
Sub-phylum : Angiospermae
Class : Monocotyl
Ordo : Glumiflora
Family : Graminae
Sub-family : Panicoldeae
Genus : Pennisetum
Spesies : Pennisetum purpureum
Gambar 1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Sumber: Foto Pribadi, 2018

Kandungan nutrisi rumput gajah terdiri atas, bahan kering (BK) 20,29%,

protein kasar (PK) 6,26%, lemak kasar (LK) 2,06%, serat kasar (SK) 32,60%, abu

9,12%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 41,82%, kalsium 0,46%, dan fosfor

0,37% (Fathul dkk., 2013).

Umur rumput gajah pada saat pemotongan sangat berpengaruh terhadap

kandungan gizinya. Makin tua umur tanaman pada saat pemotongan, makin

bekurang kadar proteinnya dan serat kasarnya makin tinggi. Tanaman pada umur

muda kualitasnya lebih baik karena serat kasarnya lebih rendah, sedangkan kadar

proteinnya lebih tinggi (Djajanegara dkk., 1998).

3. Rumput Mulato (Brachiaria hybrid cv. Mulato)

Rumput mulato (Brachiaria hybrid cv. Mulato) adalah salah satu rumput

unggul hasil persilangan antara Brachiaria ruziziensis clone 44-6 dengan


Brachiaria brizantha cv. Mandu. Jenis rumput ini dapat tumbuh dengan baik pada

kondisi tanah dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi, serta toleran

terhadap kekeringan, sehingga sangat cocok dikembangkan pada daerah dengan

bulan hujan yang pendek, serta cepat pertumbuhannya kembali setelah

digembalakan atau dipotong, juga kualitas gizinya sangat baik. Di Indonesia jenis

rumput ini telah banyak dikembangkan sebaga pakan ternak ruminansia (Ella,

2002).

Klasifikasi rumput mulato adalah sebagai berikut:

Phylum : Spermatophyta
Sub-phylum : Angiospermae
Class : Monocotyl
Ordo : Glumiflora
Family : Graminae
Sub-family : Panicoldeae
Genus : Brachiaria
Spesies : Brachiaria hybrid

Gambar 2. Rumput Mulato (Brachiaria hybrid)


Sumber: Foto Pribadi, 2018

Rumput Brachiaria hybrid cv. Mulato merupakan salah satu pakan yang

memiliki nilai mutu pakan yang baik dan mampu mensuplai kebutuhan ternak.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek tertentu diantaranya adalah kemampuan

hidup pada musim kemarau, mudah dikembangbiakkan melalui anakan,


palatabilitas cukup tinggi dan menghasilkan benih relatif sedikit <200 kg/ha

(Suardin, 2014).

Total produksi bahan kering rumput mulato dari 3 kali panen adalah 12,04

ton/ha. Rumput ini sangat disukai ternak sapi, salah satu penyebabnya adalah

batang dan daunnya yang lembut dan agak berbulu. Selain itu, peternak juga suka

karena untuk potong-angkut tidak membuat tangan dan badan gatal-gatal Rusman

(2010). Hal yang perlu diperhatikan untuk tumbuh dan berkembangnya lebih baik

rumput ini adalah masalah drainase. Pada lahan yang drainasenya buruk, rumput

ini tidak dapat tumbuh dengan baik karena drainase yang buruk mengakibatkan

buruknya pula kondisi aerasi tanah (Bahar, 2008).

4. Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)

a. Pengertian FMA

Mikoriza secara luas menurut Brundrett (2004), yang mencakup seluruh

keragaman mikoriza sebagai suatu asosiasi simbiotik yang esensial bagi satu atau

kedalam mitra, antara suatu fungi mikoriza (terspesialisasi untuk hidup dalam

tanah dan tumbuhan) dan akar terutama bertanggung jawab untuk transfer hara.

Menurut Sari dan Dini (2014), mikoriza sesunguhnya berasal dari bahasa

Yunani yaitu Mykes yang artinya cendawan atau fungi, dan Rhiza artinya akar,

sehingga mikoriza berarti cendawan atau fungi akar. Mikoriza disebut juga fungi

tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran

tanaman (rizhosfer).
Mikoriza terjadi dalam suatu organ tumbuhan yang terspesialisasi dan

dimana hubungan kontak dekat berasal dari perkembangan fungi dan tumbuhan

yang tersinkronisasi. Simbiosis yang terjadi saling menguntungkan, fungi

memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan lain dari tanaman inang,

sebaliknya fungi memberikan keuntungan terhadap tanaman dalam menyerap

unsur hara terutama P. Perbedaan lokasi dan rhizosfer menyebabkan perbedaan

keanekaragaman spesies dan populasi FMA (Smith and Read, 2008).

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah suatu bentuk hubungan simbiosis

mutualisme antara fungi dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Fungi mikoriza

arbuskula dalam berbagai kajian dapat meningkatkan produktivitas tanaman

sekitar 25%-50% yang meliputi, kesehatan tanaman, kualitas hasil, toleransi

terhadap cekaman air, efisiensi pemupukan dan dapat menekan perkembangan

mikroba patogen dalam tanah (Ansiga dkk., 2017).

Fungi mikoriza arbuskula banyak menyebar terutama pada famili

gramineae dan leguminosae serta memiliki tempat hidup yang khusus atau

memiliki inang yang spesifik. Ada beberapa jenis fungi mikoriza arbuskula

menunjukkan spesifikasi untuk memilih dan berasosiasi dengan jenis inang

tertentu (Setiadi, 1990).

b. Klasifikasi Mikoriza

Mikoriza terbagi atas 2 (dua) golongan besar yaitu Endomikoriza dan

Ektomikoriza. Secara umum endomikoriza terbagi atas 6 (enam) sub tipe yaitu

mikoriza arbuskula (FMA), ektomikoriza, ektendomkoriza, arbutoid mikoriza,

monotropoid mikoriza, ericoid mikoriza dan orchid mikoriza. Fungi mikoriza


arbuskula dicirikan dengan perkembangan struktur hifa intraradikal yang

membentuk bidang infeksi hingga pada jaringan intraseluler akar (Smith and Read

2008).

Menurut klasifikasi dari Morton & Benny (1990) dalam Mekuo (2015),

cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan cendawan simbion obligat,

mempunyai hifa aseptat dan reproduksinya dilakukan secara aseksual. CMA

digolongkan dalam filum Zygomycota, kelas Zygomycetes dengan ordo Glomales.

Dasar utama pembedaan adalah perkembangan, morfologi dan struktur dinding

pada globos zigospora, azigospora, klamidospora dan sporangianya. Cendawan-

cendawan yang dimasukkan ke dalam ordo Glomales, ialah anggota genus

Gigaspora, Scutellospora, Glomus, Sclerocystis, Acaulospora dan Entrophospora.

c. Struktur Umum FMA

Fungi Mikoriza Arbuskula memiliki struktur umum yaitu :

1. Spora

Spora adalah alat perkembangbiakan aseksual fungi. Struktur ini

menyerupai bola dengan diameter 20-100 µm yang terbentuk pada ujung hifa

didalam tanah atau didalam akar (Brundrett 1996). Spora merupakan struktur

FMA yang umumnya dipakai untuk identifikasi jenis FMA dan digunakan sebagai

sumber inokulum terbaik. Spora dapat ditemukan di dalam tanah baik secara

individu maupun berkelompok (Smith and Read, 2008).

2. Arbuskula

Arbuskula adalah percabangan intensif yang terbentuk di dalam sel korteks

(Brundrett dkk., 1996), menyerupai pohon yang berasal dari percabangan hifa
intraradikal setelah cabang hifa berhasil melakukan penetrasi kedalam dinding sel

korteks. Arbuskula merupakan struktur FMA yang terlibat langsung pada

pengambilan unsur hara karena tumbuh dan berkembang dalam sel akar, berperan

sebagai penghubung dalam menyalurkan unsur hara antara fungi dengan tanaman

inang (Smith and Read, 2008).

3. Vesikula

Vesikula merupakan struktur FMA yang berdinding tebal, memiliki

bermacam-macam bentuk seperti kotak, bulat telur, dan tidak teratur, mengandung

banyak lemak dan memiliki nukleus atau inti yang terpenting dari arbuskula

memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan dan pertukaran makanan (Smith and

Read, 2008). Vesikel berisi dinding lemak, tipis yang dihasilkan oleh hifa terminal

atau interkalar didalam korteks akar oleh jenis fungi dalam sub ordo Glomineae.

Diferensiasi vesikel terjadi lebih awal dalam perkembangan mikoriza pada

beberapa anggota Glomus berdasarkan INVAM (2013) dalam Husna (2010).

4. Hifa Eksternal

Hifa eksternal merupakan struktur lain dari FMA yang berkembang di luar

akar. Hifa ini berfungsi menyerap air dan hara di dalam tanah. Adanya hifa

eksternal yang berasosiasi dengan tanaman akan berperan penting dengan

perluasan bidang absorpsi akar sehingga memungkinkan akar menyerap hara dan

air dalam jangkauan yang lebih jauh (Dewi, 2007).


d. Identifikasi dan Jenis-Jenis FMA

Berikut beberapa penjabaran tentang fungi mikoriza arbuskular menurut

Mansur (2003) :

1. Glomus dan Sclerocystis

Spora Glomus strukturnya relatif sederhana dan tidak ada asesoris khusus.

Tidak berubah warna apabila dilakukan pewarnaan Melzer. Spora ini terbentuk

secara tunggal atau bergerombol di tanah, menempel pada akar. Spora

Sclerocystis selalu terbentuk mengelompok dan hampir tidak mungkin untuk

memisahkan satu spora dari sporokarpnya.

2. Gigaspora dan Scutellospora

Kedua spora ini termasuk besar dibandingkan dengan spora yang lain atau

dapat dilihat dengan mata telanjang. Spora terbentuk secara tunggal di tanah,

spora akan berubah warna menjadi merah dalam larutan Melzer. Membentuk

organ yang disebut dengan bulbous suspensor (BS). Untuk membedakan

Gigaspora dari Scutellospora, spora Scutellospora memiliki germination shield

yaitu titik-titik keluarnya hifa pada waktu spora berkecambah. Spora Gigaspora

biasanya berwarna terang, sedangkan Scutellospora berwarna coklat gelap sampai

hitam (Scutellospora nigra)

3. Acaulospora dan Entrophospora

Bentuk organ yang disebut dengan Sporiferous saccule (ss). Spora

Acaulospora terbentuk dari sisi leher SS sedangkan Entrophospora terbentuk dari

dalam leher SS. Pada bagian tengan spora akan berubah warna menjadi merah
dalam larutan Melzer, sedangkan dinding spora tidak berubah. Spora terbentuk

secara tunggal di tanah atau di dalam akar (Acaulospora tuberculata). Dinding

spora memiliki ornamen yang beraneka ragam.

Gambar 3. FMA lokal (Husna, 2003)

e. Peran dan Manfaat FMA

Fungi mikoriza arbuskula memiliki empat peran fungsional sebagai

berikut:

a. Bioprosesor mampu bertindak sebagai pompa dan pipa hidup karena 1. mampu

membantu tanaman untuk menyerap hara dan air dari lokasi yang tidak

terjangkau oleh akar rambut.

b. Bioprotektor atau perisai hidup karena mampu melindungi tanaman 2. dari

cekaman biotika (patogen, hama, dan gulma) dan abiotika (suhu, lengas,

kepadatan tanah, dan logam berat).


c. Bioaktivator karena terbukti mampu membantu meningkatkan 3. simpanan

karbon di rhizosfer sehingga meningkatkan aktivitas jasad renik untuk

menjalankan proses biogeokimia.

d. Bioagregator karena terbukti mampu meningkatkan agregasi tanah.

Mengingat peran fungsionalnya tersebut, FMA dapat dimanfaatkan untuk

berbagai kepentingan, misalnya (1) meningkatkan jumlah dan mutu hasil

tanaman; (2) mengurangi kebutuhan akan pupuk dan pestisida; (3) mengurangi

erosi; dan (4) menyuburkan tanah. Dengan demikian fungi MA cocok untuk

meningkatkan potensi keberhasilan program restorasi lahan pascapenambangan

ataupun lahan terdegradasi lainnya (Nusantara dkk., 2012).

Bundrett dkk., (1996) membagi dalam 3 bagian manfaat dari adanya

asosiasi mikoriza yaitu :

1. Manfaat terhadap tanaman: FMA dapat meningkatkan penyerapan air dan

unsur hara, khususnya P (Smith and Read, 2008), meningkatkan tolerasi

tanaman terhadap cemaran logam berat (Husna, 2010).

2. Manfaat terhadap ekosistem: FMA berperan dalam siklus hara dan

menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme lain. Mikoriza

mengeluarkan enzim fosfastase dan asam-asam organik, khususnya oksalat

yang dapat membantu membebaskan posfat. Peran ini sangat penting

mengingat sebagian besar tanah-tanah di Indonesia bersifat asam, dimana

fosfat di ikat oleh Al dan Fe. Pada tanah-tanah kapur, fosfat diikat oleh Ca

sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Di samping membebaskan fosfat yang


tidak tersedia, hifa mikoriza juga mengkonservasi unsur hara agar tidak hilang

dari ekosistem.

3. Manfaat mikoriza secara langsung bagi manusia lebih banyak diperankan oleh

ektomikoriza karena dapat membentuk tubuh buah yang mudah di kenali.

Tubuh buah dari cendawan ektomikoriza dapat dijadikan sebagai bahan pangan

(Scleroderma sinnamarianse) yang bersimbiosis dengan melinjo, bahan obat,

untuk keindahan, keragaman cendawan juga dapatdijadikan indikator kualitas

lingkungan. Selain meningkatkan penyerapan unsur hara dalam tanah, FMA

juga bermanfaat menghasilkan hormon dan zat pengatur tumbuh auksin dan

giberelin. Auksin berfungsi mencegah atau menghambat penuaan akar,

sedangkan giberelin berfungsi memperkuat batang tanaman (Mansur, 2003).

f. Sumber Inokulum FMA

Sumber inokulum FMA yang biasa dipakai adalah spora, akar yang

terifeksi dan potongan hifa fungi mikoriza (Mansur, 2003). Dikemukakan pula

bahwa dari ketiga sumber inokulum FMA tersebut, spora merupakan sumber

inokulum yang paling penting karena ketahananya terhadap pengaruh lingkungan,

daya hidup lama, bahan utama pembiakan FMA dengan identitas yang jelas serta

propagul ini dapat dijadikan sebagai bahan identifikasi FMA sampai pada tingkat

spesies. Oleh karena itu spora menjadi perhatian utama dalam mengisolasi,

menentukan distribusi dan mengembangkan dalam kultur pot untuk eksperimen

maupun identifikasi.
g. Proses Kolonisasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Proses kolonisasi FMA dimulai dengan pertumbuhan hifa, setelah hifa

tumbuh maka terjadi kontak antara FMA dengan akar tanaman, dilanjutkan

dengan penempelan hifa pada akar tanaman dan pembentukan appresorium.

Setelah itu hifa akan masuk kedalam akar tanaman menembus epidermis sampai

ke sel-sel korteks, dan secara bertahap membentuk struktur internal akar dari

FMA (Arbuskula dan Vesikula). Hifa akan berkembang keluar akar untuk

membentuk jaringan miselium dalam tanah (Mansur, 2003).

Menurut Tuheteru (2003) ada 3 faktor yang mempengaruhi infeksi FMA

yaitu kepekaan inang terhadap infeksi, iklim dan tanah. Tanaman yang

ketergantungannya tinggi terhadap fosfor akan cenderung untuk berasosiasi

dengan mikoriza.

B. Beberapa Hasil Penelitian Tentang Keragaman

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk., (2014) mengenai identifikasi

mikoriza arbuskula secara mikroskopis pada rhizosfer beberapa jenis rumput-

rumputan dan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) menunjukkan bahwa pada

tanaman alang-alang ditemukan genus Glomus (Glomales : Glomeaceae) dengan

2 tipe spora. Keberadaan spora pada rumput bahia berupa genus Acaulospora

(Glomales : Acaulosporaceae) dan genus Gigaspora (Glomales : Gigasporineae).

Spora yang ditemukan pada rumput gajah adalah genus Glomus dengan 3 tipe

spora. Spora yang ditemukan pada teki adalah genus Gigaspora dengan 1 tipe

spora dan 2 tipe spora Glomus. Sedangkan keberadaan spora pada tanaman kakao

berupa genus Glomus dengan 2 tipe spora.


Akar alang-alang dan kakao memiliki struktur mikoriza seperti vesikular

dan hifa, sedangkan struktur arbuskular dan hifa ditemukan pada akar rumput

gajah. Kolonisasi dengan struktur lengkap (arbuskular, vesikular, dan hifa

internal) terlihat pada akar rumput bahia, sedangkan pada akar rumput teki hanya

terlihat hifa internal saja.

Penelitian selanjutnya yakni yang dilakukan oleh Ansiga dkk., (2017)

mengenai eksplorasi dan identifikasi terhadap FMA yang terdapat pada jenis

hijauan rumput dan leguminosa menunjukkan bahwa pada rumput gajah terdapat

2 keanekaragaman genus FMA yakni genus Glomus dan Acaulospora.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir yang mengacu pada pendekatan masalah dalam penelitian

ini sebagai berikut:

Hijauan Pakan Ternak

Rumput Leguminosa

Rumput Gajah dan Mulato

Koleksi Tanah dan Akar

Identifikasi FMA

Jenis FMA
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2018.

Pengambilan sampel tanah dan akar dilakukan di kebun hijauan pakan ternak di

Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo dan proses identifikasi fungi mikoriza

arbuskula dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan

dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung sentrifuse, satu set

saringan spora (berukuran 670 µm, 125 µm dan 45 µm), pinset spora, gunting,

gelas ukur, cawan petri, pipet mikro, kaca preparat, kaca obyek, cover glass, gelas

kimia, tabung erlenmeyer, pengaduk, botol vial, mikroskop compound, mikroskop

cahaya, timbangan analitik, kamera, GPS, alat penggali (cangkul/parang), kantong

plastik, kertas label dan alat tulis menulis.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dan akar

dari area rhizosfer rumput gajah dan mulato, KOH 10%, HCL 2%, trypan blue

0,05%, aquades 30%, glukosa 60% dan gliserol 50%.


C. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Sampel Tanah dan Akar

Jenis-jenis FMA diperiksa dengan cara mengambil tanah dan akar dari

rhizosfer rumput gajah dan mulato dari permukaan tanah sampai kedalaman tanah

20 cm. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan masing-masing rumput

diambil sebanyak 15 tanaman, sehingga totalnya 30 tanaman. Setiap tanaman di

tetapkan 4 titik dengan jarak antar setiap titik 0-20 cm, kemudian pada setiap titik

diambil tanahnya sekitar 250 g sehingga diperoleh 1 kg tanah dari setiap tanaman.

Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi kode nama

rumput serta lokasi pengambilan tanah. Kemudian sampel tanah dikeringanginkan

di laboratorium untuk tujuan isolasi dan identifikasi spora FMA (Husna dkk.,

2014).

2. Isolasi dan Identifikasi FMA dari Tanah

Teknik yang digunakan dalam mengisolasi spora FMA adalah teknik

tuang-saring dari Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari

Brundrett dkk., 1996 dalam Husna (2015). Tahapannya adalah 1) mencampurkan

sampel tanah sebanyak 50 g dengan 200-300 ml air dan diaduk, 2) disaring dalam

satu set saringan dengan ukuran 670 µm, 125 µm dan 45 µm secara berurutan dari

atas ke bawah, 3) bahan (suprenatan) yang tersimpan pada saring 125 µm dan 45

µm, selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse ditambah dengan glukosa

60% (w/v), 4) tabung sentrifuse ditutup rapat dan disentrifuse dengan kecepatan

2500 rpm selama 3 menit, 5) selanjutnya larutan supernatan tersebut dituang ke

dalam saringan 45 µm, dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan glukosa,
6) endapan yang tersisa dituangkan ke dalam cawan petri dan kemudian diamati di

bawah mikroskop compound untuk menghitung populasi spora dan pembuatan

preparat guna identifikasi spora FMA yang ditemukan.

3. Kolonisasi FMA

Prosedur kolonisasi akar menggunakan metode dasar yang dikembangkan

oleh Brundrett dkk., (1996) dalam Husna (2015) dengan beberapa modifikasi.

Dipilih akar-akar halus segar dari akar rumput gajah dan mulato, kemudian akar

tersebut dicuci sampai bersih, dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% selama 24

jam pada suhu 900C. Larutan KOH kemudian dibuang dan akar dicuci dengan air

mengalir sampai bersih. Kemudian akar direndam pada larutan HCL 2% selama

30 menit lalu larutan HCL dibuang. Selanjutnya akar direndam dalam larutan

staining (trypan blue 0,05% + glyserol 70% + aquades 30%) selama 24 jam.

Setelah itu larutan staining dibuang kemudian akar dimasukkan dalam larutan

gliserol 50%. Akar dipotong ± 1 cm dan diletakan berjejer pada preparat,

kemudian setiap potong akar diamati dibawah mikroskop untuk melihat struktur

mikorizanya (vesikel, arbuskula dan hifa).

D. Variabel Penelitian

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah :

1. Jenis spora per 50 gram sampel

2. Jumlah spora per 50 gram sampel

3. Persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan metode panjang slide

(Giovanth dan Mose 1980) dalam (Husna, 2015).


∑ bidang pandang terkolonisasi
Akar Terkolonisasi (%) = × 100%
∑ bidang pandang total

E. Analisis data

Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam

bentuk tabel dan gambar.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Jenis Spora Per 50 Gram Sampel

Hasil penelitian mengenai jenis spora pada rhizosfer rumput gajah dan

rumput mulato yang ada di kebun Hijauan Makanan Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Halu Oleo dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan Gambar 4.

Tabel 1. Karakteristik Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula yang ada pada rhizosfer
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Bangsa/Suku/Jenis Karakter Utama Spora
Warna Bentuk Ukuran (µm)
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe kuning bulat, 150-210 x 165-210
kecoklatan membulat
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat 286-372 x 257-357
Nicolson
Gigaspora sp. kuning bulat, 129-159 x 150-165
kecoklatan membulat

Glomus sp. kekuningan sedikit lonjong 144 x 108


Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat, 257-357 x 257-357
Nicolson membulat
Gigaspora sp. kuning bulat, 135-159 x 135-162
kecoklatan membulat
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat, 257-371 x 257-371
Nicolson membulat
Acaulospora scrobiculata Trappe kekuningan membulat 210-225 x 225-240
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe kuning bulat, 129 x 150
kecoklatan membulat
Gigaspora sp. kuning bulat, 150-166 x 135-180
kecoklatan membulat
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe kecoklatan bulat 165 x 165
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat, 286-343 x 286-343
Nicolson membulat
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe kecoklatan bulat 120-129 x 129-135
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat, 214-356 x 214-356
Nicolson membulat
Gigaspora sp. kuning bulat, 135-150 x 126-150
kecoklatan membulat
Tabel 2. Karakteristik Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula yang ada pada rhizosfer
Rumput Mulato (Brachiaria hybrid cv. Mulato)
Bangsa/Suku/Jenis Karakter Utama Spora
Warna Bentuk Ukuran (µm)
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat, 300-343 x 300-343
Nicolson membulat
Glomus sp. kekuningan membulat 105-141 x 129-138
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat, 286-358 x 286-335
Nicolson membulat
Acaulospora scrobiculata Trappe kuning bulat 210 x 210
kecoklatan
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe kekuningan bulat 165 x 165
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat, 241-358 x 214-358
Nicolson membulat
Glomus sp. merah gelap membulat 90-120 x 87-120
Gigaspora gregaria merah gelap bulat, 286 x 315
membulat
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe kekuningan bulat 180 x 186
Glomus sp. merah gelap bulat, 102-105 x 90-105
membulat
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe kekuningan bulat 180-204 x 180-195
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. merah gelap bulat, 343 x 343
Nicolson membulat
Gambar 4. Jenis-jenis FMA yang berasosiasi dengan rumput gajah dan rumput
mulato, yaitu : Acaulospora tuberculata, Gigaspora gregaria, Gigaspora
gregaria, Gigaspora gregaria, Gigaspora sp, Gigaspora, Acaulospora
scrobiculata, Glomus, Glomus sp, Glomus sp.

2. Jumlah Spora Per 50 Gram Sampel

Hasil penelitian mengenai jumlah spora pada rhizosfer rumput gajah

dan rumput mulato yang ada di kebun Hijauan Makanan Ternak Fakultas

Peternakan Universitas Halu Oleo dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Jumlah Spora Berdasarkan Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula pada


rhizosfer Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Jenis Spora/50 gr Tanah
Glomus sp. 1
Gigaspora sp. 57
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. Nicolson 48
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe 12
Acaulospora scrobiculata Trappe 2

Tabel 4. Jumlah Spora Berdasarkan Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula pada


rhizosfer Rumput Mulato (Brachiaria hybrid cv. Mulato)
Jenis Spora/50 gr Tanah
Glomus sp. 7
Gigaspora gregaria 1
Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. Nicolson 13
Acaulospora tuberculata Janos & Trappe 4
Acaulospora scrobiculata Trappe 1
3. Persentase Kolonisasi Akar dan Struktur FMA

Persentase kolonisasi akar dan struktur fungi mikoriza arbuskula pada

rhizosfer rumput gajah dan rumput mulato yang ada di kebun Hijauan Makanan

Ternak Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo dapat dilihat pada Tabel 5,

Tabel 6 dan Gambar 5.

Tabel 5. Persentase Kolonisasi Akar dan Struktur FMA pada Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum)
Rumput Gajah Kolonisasi% Struktur FMA (%)
HI HE V AR
1 80 60,00 40,00 0,00 0.00
2 77 64,29 35,71 0,00 0.00
3 76 66,67 33,33 0,00 0.00
4 70 64,71 35,29 0,00 0.00
5 77 28,57 71,43 0,00 0.00
6 81 38,89 61,11 0,00 0.00
.
7 47 50,00 50,00 0,00 0.00
8 67 80,95 19,05 0,00 0.00
9 73 41,18 58,82 0,00 0.00
10 72 23,53 76,47 0,00 0.00
11 83 85,00 15,00 0,00 0,00
12 88 20,00 80,00 0,00 0,00
13 63 33,33 66,67 0,00 0,00
14 80 25,00 75,00 0,00 0,00
15 60 35,71 64,29 0,00 0,00
Rerata 72,93 47,85 52,15 0,00 0.00

Keterangan: HI= Hifa Internal, HE= Hifa Eksternal, V= Vesikula, AR= Arbuskula
Tabel 6. Persentase Kolonisasi Akar dan Struktur FMA pada Rumput Mulato
(Brachiaria hybrid cv. Mulato)
Rumput Mulato Kolonisasi% Struktur FMA (%)
HI HE V AR
1 71 60,00 40,00 0,00 0.00
2 85 48,57 40,00 11,43 0.00
3 83 45,00 35,00 10,00 10.00
4 70 38,10 42,86 9,52 9,52
5 61 53,85 30,77 15,38 0.00
6 75 52,00 20,00 28,00 0.00
.
7 77 48,48 27,27 24,24 0.00
8 80 52,94 32,35 14,71 0.00
9 69 36,00 36,00 28,00 0.00
10 62 40,00 32,00 28,00 0.00
11 74 35,00 35,00 30,00 0,00
12 81 63,64 22,73 13,64 0,00
13 88 66,67 25,00 8,33 0,00
14 68 50,00 35,00 10,00 0,00
15 49 47,37 36,84 15,79 0,00
Rerata 72,87 49,51 32,72 16,47 1,30

Keterangan: HI= Hifa Internal, HE= Hifa Eksternal, V= Vesikula, AR= Arbuskula

B. Pembahasan

1. Jenis FMA

Berdasarkan hasil penelitian pada rumput gajah yang ada pada tabel 1

ditemukan 5 jenis Fungi Mikoriza Arbuskula (Glomus sp., Gigaspora sp.,

Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. Nicolson, Acaulospora tuberculata

Janos & Trappe dan Acaulospora scrobiculata Trappe) dari 3 genus atau marga

(Glomus, gigaspora dan acalauspora). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Astuti (2000) yang menunjukkan bahwa fungi mikoriza arbuskula yang ada pada

rumput gajah adalah genus Glomus, gigaspora dan acaulospora. Namun sedikit

berbeda dengan hasil penelitian Dewi dkk., (2014) yang hanya menemukan
keberadaan genus glomus dan hasil penelitian Ansiga dkk., (2017) yang

menemukan adanya genus glomus dan acaulospora.

Berdasarkan hasil penelitian pada rumput mulato yang ada pada tabel 2

ditemukan 5 jenis Fungi Mikoriza Arbuskula (Glomus sp., Gigaspora gregaria,

Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. Nicolson, Acaulospora tuberculata

Janos & Trappe dan Acaulospora scrobiculata Trappe) dari 3 genus atau marga

(Glomus, gigaspora dan acalauspora).

2. Jumlah Spora

Berdasarkan hasil penelitian pada rumput gajah yang ada pada tabel 3

ditemukan 5 jenis Fungi Mikoriza Arbuskula (Glomus sp., Gigaspora sp.,

Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. Nicolson, Acaulospora tuberculata

Janos & Trappe dan Acaulospora scrobiculata Trappe) dari 3 genus atau marga

(Glomus, gigaspora dan acalauspora) dengan jumlah spora untuk Glomus sp.

sebanyak 1 spora, Gigaspora sp. sebanyak 57 spora, Gigaspora gregaria N.C.

Schenck & T.H. Nicolson sebanyak 48 spora, Acaulospora tuberculata Janos &

Trappe sebanyak 12 spora dan Acaulospora scrobiculata Trappe sebanyak 2

spora. Berdasarkan jumlah spora fungi mikoriza arbuskula yang ditemukan,

gigaspora memiliki jumlah yang paling banyak diikuti acaulospora, sedangkan

jumlah spora terendah yang ditemukan yaitu glomus. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa genus yang paling dominan adalah genus gigaspora.

Berbeda dari beberapa penelitian seperti penelitian Astuti (2000), Dewi dkk.,

(2014) dan Ansiga dkk., (2017) yang menyatakan genus yang paling dominan

adalah genus glomus.


Berdasarkan hasil penelitian pada rumput mulato yang ada pada tabel 4

ditemukan 5 jenis Fungi Mikoriza Arbuskula (Glomus sp., Gigaspora gregaria,

Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H. Nicolson, Acaulospora tuberculata

Janos & Trappe dan Acaulospora scrobiculata Trappe) dari 3 genus atau marga

(Glomus, gigaspora dan acalauspora) dengan jumlah spora untuk Glomus sp.

sebanyak 7 spora, Gigaspora gregaria sebanyak 1 spora, Gigaspora gregaria

N.C. Schenck & T.H. Nicolson sebanyak 13 spora, Acaulospora tuberculata

Janos & Trappe sebanyak 4 spora dan Acaulospora scrobiculata Trappe sebanyak

1 spora. Berdasarkan jumlah spora fungi mikoriza arbuskula yang ditemukan,

gigaspora memiliki jumlah yang paling banyak diikuti acaulospora, sedangkan

jumlah spora terendah yang ditemukan yaitu glomus. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa genus yang paling dominan adalah genus gigaspora.

3. Persentase Kolonisasi Akar dan Struktur FMA

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fungi mikoriza arbuskula (FMA)

mengkolonisasi rumput gajah dan rumput mulato yang ada di kebun hijauan

makanan ternak Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo. Hal ini ditandai

dengan ditemukannya struktur FMA pada akar diantaranya (hifa internal, hifa

eksternal, vesikula dan arbuskula). Struktur FMA yang dijumpai pada akar rumput

gajah adalah hifa internal dan hifa eksternal dengan rata-rata untuk hifa internal

adalah 47,85% dan rata-rata untuk hifa eksternal adalah 52,15%. Hal ini berbeda

dengan hasil penelitian Dewi dkk., (2014) yang menunjukkan bahwa struktur

FMA yang ada pada akar rumput gajah yaitu arbuskula dan vesikula. Sementara

hasil penelitian Astuti (2000) menunjukkan adanya hifa dan vesikula.


Struktur FMA yang dijumpai pada akar rumput mulato adalah hifa internal

(rata-rata 49,51%), hifa eksternal (rata-rata 32,72%), vesikula (rata-rata 16,47%)

dan arbuskula (rata-rata 1,30%). Struktur-struktur FMA tersebut memiliki peran

yang berbeda. Menurut Souza (2015) dalam Lidia (2019), hifa internal merupakan

struktur FMA yang terbentuk pada fase awal simbiosis FMA dengan tanaman

inang. Hifa internal akan berdiferensiasi menjadi vesikula dan arbuskula bahkan

spora ketika ia berada di dalam korteks. Hifa internal berfungsi sebagai alat

translokasi unsur hara dari fungi ke tanaman atau sebaliknya. Hifa eksternal

merupakan struktur lain dari FMA yang berkembang di luar akar, hifa ini

berfungsi menyerap air dan hara di dalam tanah. Menurut (Dewi, 2007), adanya

hifa eksternal yang berasosiasi dengan tanaman akan berperan penting dengan

perluasan bidang absorpsi akar sehingga memungkinkan akar menyerap hara dan

air dalam jangkauan yang lebih jauh.

Menurut INVAM (2013) dalam Fauziah (2013), arbuskula adalah struktur

dari FMA yang berfungsi sebagai tempat pertukaran metabolit antara fungi dan

tanaman. Sedangkan vesikula berfungsi sebagai organ reproduktif atau tempat

penyimpanan makanan. Persentase kolonisasi FMA pada akar rumput gajah

berkisar 47-88% dengan rata-rata 72,93% sedangkan pada akar rumput mulato

berkisar 49-88% dengan rata-rata 72,87%. Persentase kolonisasi FMA pada akar

rumput mulato tidak jauh berbeda dengan akar rumput gajah.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada rhizosfer rumput gajah ditemukan 5 jenis Fungi Mikoriza Arbuskula yaitu

Glomus sp., Gigaspora sp., Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H.

Nicolson, Acaulospora tuberculata Janos & Trappe dan Acaulospora

scrobiculata Trappe dari 3 genus (Glomus, gigaspora dan acalauspora).

Sementara pada rhizosfer rumput mulato ditemukan 5 jenis FMA juga yakni

Glomus sp., Gigaspora gregaria, Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H.

Nicolson, Acaulospora tuberculata Janos & Trappe dan Acaulospora

scrobiculata Trappe dari 3 genus (Glomus, gigaspora dan acalauspora).

2. Jumlah spora terbanyak yang ada pada rhizosfer rumput gajah yaitu 57 spora

dari jenis Gigaspora sp., sementara pada rhizosfer rumput mulato jumlah spora

terbanyak berasal dari jenis Gigaspora gregaria N.C. Schenck & T.H.

Nicolson yaitu sebanyak 13 spora.

3. Terjadi kolonisasi akar pada rumput gajah dan rumput mulato ditandai dengan

adanya struktur FMA. Pada akar rumput gajah ditemukan struktur FMA yakni

hifa internal dan hifa eksternal. Sementara pada akar rumput mulato ditemukan

struktur FMA lengkap yakni hifa internal, hifa eksternal, vesikula dan

arbuskula.
B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian di lokasi lain guna mendapatkan perbandingan spora

yang ada pada rhizosfer rumput gajah dan rumput mulato, mengingat penelitian

ini hanya dilakukan di satu tempat saja yakni kebun Hijauan Makanan Ternak

Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai perbanyakan spora FMA.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L., P. D. M. H. Karti dan S. Hardjosoewignjo. 2005. Reposisi tanaman


pakan dalam kurikulum fakultas peternakan. Prosiding Lokakarya
Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bagian Agrostologi, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Ansiga, R. E., A. Rumambi, D. Kaligis, I. Mansur dan W. Kaunang. 2017.


Eksplorasi fungi mikoriza arbuskula (fma) pada rizosfir hijauan pakan.
Jurnal Zootek 37 (1) : 167-178.

Astuti, W., D. 2000. Biodiversitas Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Rhizosfer


Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum) di Bogor dan Lembang. Skripsi.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bahar, S. 2008. Produktivitas hijauan pakan ternak untuk produksi sapi potong di
sulawesi selatan. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong Sulawesi
Tengah, tanggal 24 November 2008. Kerjasama antara Universitas
Tadulako Palu dengan Dinas Peternakan Sulawesi Tengah, Palu.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Gove and N. Malajezuk. 1996. Working


With Mycorrhizals in Forestry and Agriculture. ACIAP. Canbera.
Australia.

Brundrett, M. 2004. Diversity and Classification of Mycorrhizal Associations.


Cambridge Fhylosophical Society. United Kingdom. Biol. Rev. 79 : 473–
495.

Dewi, I. R. 2007. Makalah: Peran, Prospek dan Kendala dalam Pemanfaatan


Endomikoriza. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.

Dewi, N. K. S., G. P. Wirawan dan M. Sritamin. 2014. Identifikasi mikoriza


abuskula secara mikroskopis pada rhizosfer beberapa jenis rumput
rumputan dan tanaman kakao (Theobroma cacao L.). E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika 3 (4) : 259-268.

Djajanegara, A., M. Rangkuti., Siregar, Soedarsono, S. K. Sejati. 1998. Pakan


Ternak dan Faktor-faktornya. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Departemen
Pertanian, Bogor.

Ella, A. 2002. Produktivitas dan nilai nutrisi beberapa jenis rumput dan
leguminosa pakan yang ditanam pada lahan kering iklim basah. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Makassar.
Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih dan S. Tantalo. 2013. Pengetahuan pakan dan
formulasi ransum. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.

Fauziah, L. 2013. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula di Bawah Tegakan


Tanaman Agroforestri Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) di
Purwakarta Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Haryanto, B. 2009. Inovasi teknologi pakan ternak dalam sistem integrasi


tanaman-ternak bebas limbah mendukung upaya peningkatan produksi
daging. Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (3): 163-176.

Husna. 2003. Studi diversitas cendawan mikoriza arbuskula (CMA) asal sultra.
Makalah Poster dalam Seminar dan Pameran Teknologi Produksi dan
Pemanfaatan Inokulan Endomikoriza dan Ektomikoriza untuk Tanaman
Pertanian, Pekebunan dan Kehutanan. Bandung, 16 September 2003.
Asosiasi Mikoriza Indonesia Cabang Jawa Barat.

Husna. 2010. Pertumbuhan Bibit Kayu Kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw.]
melalui Aplikasi Fungi Mikoriza (FMA) dan Ampas Sagu pada Media
Tanah Bekas Tambang Nikel. Tesis. Pascasarjana Unhalu. Kendari.

Husna, S. W. Budi R., I. Mansur dan C. Kusmana. 2014. Fungi Mikoriza


Arbuskula pada Rizosfer Pericopsis mooniana (Thw.) Thw. di Sulawesi
Tenggara. Berita Biologi 13 (3) : 263-273.

Husna. 2015. Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal dalam Konservasi
Ex-situ Jenis Terancam Punah Kayu Kuku [Pericopsis mooniana (Thw.)
Thw.]. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kartadisastra, H. R. 2001. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak


Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.

Lidia. 2019. Keragaman Fungi Mikoriza Arbuskula pada Rizosfer Angsana


(Pterocarpus Indicus Willd) di Kecamatan Gu Kabupaten Buton Tengah.
Skripsi. Jurusan Kehutanan. Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
Universitas Halu Oleo. Kendari.

Mansur, I. 2003. Gambaran umum cendawan mikoriza arbuskula (CMA),


Makalah disampaikan dalam kegiatan “Teknikal Asistensi dalam
Penelitian Mikoriza” di Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo,
Kendari.

Mekuo, S. I. S. 2015. Pengaruh Inang dan Aplikasi Pupuk Hyponex Merah pada
Produksi Spora Fungi Mikoriza Arbuskula dari Areal Rhizosfer Pohon
Kalapi (Kalappia celebica Kosterm). Skripsi. Jurusan Kehutanan. Fakultas
Kehutanan dan Ilmu Lingkungan. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Nurlaha, A. Setiana dan N. S. Asminaya. 2014. Identifikasi jenis hijauan makanan


ternak di lahan persawahan Desa Babakan Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor. JITRO 1 (1) : 54-62.

Nusantara, A. D., Y. H. Bertham dan I. Mansur. 2012. Bekerja Dengan Fungi


Mikoriza Arbuskula. Seameo Biotrop. IPB. Bogor.

Pacioni, G. 1992. Wet-sieving and Decanting Techniques for the Extraction of


Spores of Vesicular-arbuscular Mycorrhizal Fungi. In Norris, J.R., D.J.
Rcad dan A.K. Varma (eds). Methods in Microbiology. Academic Press.

Rusman, 2010. Mengenal Rumput Mulato (Mulato Hibrid) sebagai Hijauan


Makanan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi
Tenggara.

Sari, R. R. dan D. Ermavitalini. 2014. Identifikasi mikoriza dari lahan Desa


Cabiyya, Pulau Poteran, Sumenep Madura. Jurnal Sains dan Seni Pomits 3
(2) : 67-70.

Sari, S. 2017. Identifikasi fungi mikoriza arbuskular (fma) tanaman leguminosa


secara mikroskopis pada lahan olah tanah konservasi musim tanam ke 29.
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 17 (1) : 40-49.

Setiadi, Y. 1990. Mengenal fungi mikoriza dan prospek aplikasinya sebagai


pupuk biologis untuk meningkatkan pertumbuhan dan kualitas semai
tanaman kehutanan. Makalah “Lokakarya Produksi Bibit Secara Massal”,
18-19 September 1990. Bogor.

Simatupang, B. 2013. Mengenal rumput gajah sebagai pakan ternak. balai


pembibitan ternak unggul dan hijauan pakan ternak. Sembawa. Sumatera
Selatan.

Smith, S. E. and D. J. Read. 2008. Mycorhizal Symbiosis Third Edition.


Academik Press (AP). New York.

Soegiri, H. S., Ilyas dan Damayanti. 1992. Mengenal Beberapa Jenis Makanan
Ternak Daerah Tropis. Direktorat Biro Produksi Peternakan Departemen
Pertanian. Jakarta.

Suardin, N. Sandiah dan R. Aka. 2014. Kecernaan bahan kering dan bahan
organik campuran rumput mulato (Brachiaria hybrid cv. Mulato) dengan
jenis legum berbeda menggunakan cairan rumen sapi. JITRO 1 (1) : 16-22.
Triyono, A., Purwanto dan Budiyono. 2013. Efisiensi penggunaan pupuk N untuk
mengurangi kehilangan nitrat pada lahan pertanian. Prosiding Seminar
Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Program
Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Tuheteru, F. D. 2003. Aplikasi Asam Humat Terhadap Sporulasi FMA dari


Bawah Tegakan Alami Sengon. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai