Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA”

Disusun oleh : Kelompok 15

1. Shella Nabilla (19420006)


2. Nucke Ramadhani (19420044)
3. Haris Prasetyo (19420047)
4. Bagus Surya G. (19420078)
5. Rio Septa Ardhana (19420082)

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG


TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan Pancasila dengan judul
“Pancasila Sebagai Dasar Negara”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalh ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada semua
pihak yang membantu dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembacanya. Terima kasih.

Semarang, 01 Desember 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Dilihat dari segi historis Pancasila dirumuskan dengan maksud dijadikan sebagai Dasar
Negara Indonesia Merdeka. Disadari oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia pada waktu itu bahwa
apa yang sangat penting untuk dipikirkan terlebih dahulu sebelum mendirikan sebuah negara
adalah di atas landasan apa negara itu hendak didirikan. Karena itulah siding BPUPKI yang
pertama tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 agenda pokoknya adalah perumusan rancangan
dasar negara. Hal tersebut sejalan dengan harapan Ketua Sidang BPUPKI saat itu agar pertama-
tama anggota siding memusatkan perhatiannya pada apa yang disebut philosophische grondslag
atau dasar falsafat negara. Pancasila yang dimaksud sebagai dasar negara itu, isinya digali dan
berasal dari nilai-nilai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan hidup masyarakat
tersebut, kemudian delembagakan menjadi pandangan hidup bangsa, dan kemudian menjadi
Pandangan Hidup Negara atau Dasar Negara.

Bukti atau fenomena historis yang menjadi landasan bahwa Pancasila akan dijadikan
Dasar Negara dapat disimak dari bukti-bukti, peristiwa-peristiwa, ungkapan-ungkapan, atau
pernyataan seperti berikut ini :

a. Dalam pembukaan Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Dr. KRT. Radjiman
Widyodiningrat sebagai Ketua Badan Penyelidik meminta agar siding
mengemukakan dasar Indonesia Merdeka dari Indonesia Merdeka.
b. Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Moh. Yamin pada permulaan pidato dalam sidang
badan Penyelidik, anatara lain mengatakan sebagai berikut :
“Kewajiban untuk ikut menyelidiki bahan-bahan yang menjadi dasar negara dan
susunan negara yang akan terbentuk dalam suasana kemerdekaan yang telah diakui
dan telah dibela oleh rakyat Indonesia dengan korban darah daging sejak berates-ratus
tahun”
c. R.P. Soeroso pada waktu memberi peringatan kepada Mr. Muhammad Yamin dalam
pidato tanggal 29 Mei 1945, antara lain mengatakan :
“sebagai diterangkan oleh tuan Ketua, tuan Radjiman tadi yang dibicarakan ialah
dasar-dasar Indonesia Merdeka….”
d. Prof. Mr. Soepomo dalam pidato sidang pertama Badan Penyelidikan tanggal 31 Mei
1945, antara lain mengatakan :
“soal yang kita bicarakan ialah bagaimanakah akan dasar-dasar Negara Indonesia
Merdeka”
e. Ir. Soekarno dalam pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik antara
lain menyebutkan bahwa yang diminta oleh Ketua Badan Penyelidik adalah agar
siding mengemukakan dasar Indonesia merdeka yaitu Philosofische Grodslag dari
Indonesia Merdeka. Selanjutnya beliau memberi nama Philosofische Grodslag atau
Dasar Falsafah Negara Indonesia Merdeka tersebut Pancasila.
f. Di dalam “Piagam Jakarta” tercantum kalimat sebgai berikut :
“…………, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Hukum dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
g. Di dalam pembukaan UUD 1945 tercantum kalimat :
“……. Maka disususnlah Kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Sehari setelah proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia dan dengan


ditetapkannya Pancasila sebagai Dasar Negara, ternyata tidak secara otomatis Pancasila dapat
dilaksanakan secra benar dan konsekuen. Ada banyak pemberontakan dan penyelewengan
terhadap Pancasila. Penyebab utamanya penyelewengan ialah karena Pancasila yang merupakan
Dsar Negara dan Pandanga Hidup Bangsa Indonesia belum dihayati dan diamalkan dalam
kehidpan bernegara.

Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai sifat imperatif dan memaksa, artinya setiap
warga Negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang melangggar Pancasila
sebagai dasar Negara, harus ditindak menurut hukum yakni hukum yang berlaku di Indonesia.
Dengan kata lain pengamalan Pancasila sebagai dasar Negara disertai sanksisanksi hukum.
Sedangkan pengamalan Pancasila sebagai weltanschuung, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam
hidup sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat, artinya
setiap manusia Indonesia terikat dengan cita-cita yang terkandung di dalamnya untuk
mewujudkan dalam hidup dan kehidupanya, sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-
undangan yang barlaku di Indonesia.Jadi, jelaslah bagi kita bahwa mengamalkan dan
mengamankan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia mempunyai sifat imperatif
memaksa. Sedangkan pengamalan atau pelaksanaan Pancasila sebagai pandangan hidup dalam
hidup sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat.

Pancasila sebagai dasar negara berfungsi sebagai pokok pangkal bagi warga negara
Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Terdapat
lima sila dalam Pancasila, setiap silanya memiliki nilai-nilai tersendiri. Nilai-nilai tersebut
sekaligus sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Nilai Pancasila berkembang sebagai
nilai dasar dan puncak budaya bangsa yang dirumuskan dan ditetapkan melalui pemikiran para
tokoh bangsa sebagai dasar negara dan pandangan hidup. Pancasila sebagai dasar negara menjadi
perjanjian luhur bangsa yang perlu dijunjung tinggi. Bangsa Indonesia bertekad untuk
menjalankan dan mengatur negara berdasarkan Pancasila. Sebagai dasar negara maka Pancasila
sekaligus sebagai sumber hukum, dalam arti semua hukum yang disusun harus berdasarkan
Pancasila, termasuk aturan hukum penyelenggaraan negara. Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

Konsekuensi dari rumusan tersebut seluruh pelaksanaan perundang-undangan merupakan


cerminan dari nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, tidak boleh ada peraturan yang
bertentangan dengan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara juga menjadi penompang yang
kokoh bagi negara. Negara Indonesia dapat berdiri karena adanya dasar negara yaitu Pancasila.

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang sangat
bernilai. Pancasila sebagai pandangan hidup berisi konsep kehidupan yang dicita-citakan oleh
bangsa Indonesia, sekaligus mengandung pemikiran ataupun gagasan yang mendasar mengenai
tatanan kehidupan, sesuai dengan nilainilai Pancasila. Selain itu Pancasila digunakan sebagai
petunjuk arah untuk melaksanakan kegiatan dalam segala bidang kehidupan, baik kehidupan di
dunia maupun pasca kehidupan di dunia. Pandangan hidup inilah yang menjadikan suatu bangsa
memiliki arah yang jelas.

Pandangan hidup menjadi sarana untuk mempersatukan bangsa Indonesia dan memberi
petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat.
Selain itu juga pandangan hidup dapat menjaga kelangsungan dan kelestarian bangsa. Tanpa
memiliki pandangan hidup, bangsa akan terombang-ambing dalam menghadapi persoalan.
Pandangan hidup akan memberikan wawasan menyeluruh terhadap kehidupan. Pancasila sebagai
pandangan hidup juga memberikan pedoman dan kekuatan bagi bangsa untuk berperilaku luhur
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian Pancasila sebagai
pandangan hidup wajib dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pancasila harus
dilaksanakan secara utuh dan konsekuen. Selain itu, mengikat dan memaksa setiap warga negara
untuk tunduk pada Pancasila.

Harapan ideal di atas berbanding terbalik dengan kenyataan kehidupan masyarakat


berbangsa saat ini. Pancasila seolah-olah terlupakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Eksistensi Pancasila mengalami manipulasi sesuai dengan kepentingan penguasa. Pancasila tidak
lagi digunakan sebagai pandangan hidup bangsa. Sedikit demi sedikit mulai muncul adanya
indikasi degradasi nilai-nilai luhur Pancasila. Hal ini tentu dapat berakibat rusaknya perilaku
bangsa. Di dunia pendidikan misalnya banyak generasi muda yang saat ini berperilaku tidak
sesuai dengan butir-butir pancasila. Misalnya sekarang ini banyak generasi muda yang tidak
bertaqwa kepada Tuhan, banyak terjadi kasus bentrok antar pelajar yang mencerminkan
memudarnya rasa persatuan dan kesatuan yang terjadi pada generasi penerus bangsa.

Rumusan masalah

1. Sejarah Lahirnya Pancasila


2. Pancasila Sebagai Dasar Negara
3. Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara
4. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Kehidupan Bangsa Dan Negara Republik Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah lahirnya pancasila

Pengertian Pancasila secara Etimologis

Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa
kasta Brahmana). Bahasa rakyat biasa disebut dengan bahasa Prakerta. Menurut Muhammad
Yamin, dalam bahasa Sansekerta, perkataan “Pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal
yaitu :

 “panca” artinya “lima”


 “syila” (vokal i pendek) artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
 “syiila” (vokal i panjang) artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau
yang senonoh”

Dalam bahasa Indonesia, terutama bahasa Jawa, kata-kata tersebut diartikan “susila” yang
sangat berkaitan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang
dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” (dengan vokal i pendek) yang memiliki makna leksikal
“berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah
“Panca Syiila” (dengan vokal i panjang) bermakna lima aturan tingkah laku yang penting.

Istilah Pancasila pada awalnya terdapat dalam kepustakaan Budha di India dalam kitab
Suci Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam buku besar: Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan
Vinaya Pitaka. Adapun ajaran-ajaran moral yang terdapat dalam agama Budha tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Dasasyiila
2. Saptasyiila
3. Pancasyiila

Dalam agama Budha, ajaran Pancasila merupakan lima aturan (larangan) atau five moral
principles yang berisi lima larangan atau lima pantangan. Secara lengkap isi Pancasila yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Panati pada veramani sikhapadam samadiyani, artinya ”Jangan mencabut nyawa makhluk
hidup,” maksudnya: dilarang membunuh.
2. Dinna dana veramani shikapadam samadiyani, artinya ”Jangan mengambil barang yang
tidak diberikan,” maksudnya: dilarang mencuri.
3. Kemashu micchacara veramani shikapadam samadiyani, artinya ”Jangan berhubungan
kelamin,” maksudnya: dilarang berzina.
4. Musawada veramani sikapadam samadiyani, artinya ”Jangan berkata palsu,” maksudnya:
dilarang berdusta.
5. Surameraya masjja pamada tikana veramani, artinya ”Jangan meminum minuman yang
menghilangkan pikiran,” maksudnya: dilarang minum minuman keras. (Zainal Abidin,
1958: 361)

Istilah Pancasila ditemukan juga dalam keropak Negara Kertagama berupa kakawin
(syair pujian) dalam pujangga istana bernama Empu Prapanca pada tahun 1365. Di dalamnya
kita akan menemukan istilah ini dalam surga 53 bait kedua.

Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia maka
sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal dalam masyarakat Jawa yang
disebut dengan lima larangan atau pantangan moralitas sebagai berikut.

1. Mateni artinya membunuh


2. Maling artinya mencuri
3. Madon artinya berzina
4. Mabok artinya meminum minuman keras atau menghisap candu
5. Main artinya berjudi

Pengertian Secara Historis

Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila
sebagai Dasar Negara. Mulai saat itulah dikenal sebagai hari lahirnya pancasila. Pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18
Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat
rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila
menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak
termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila
hal ini didasarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan
rumusan dasar negara.

Pengertian Pancasila Secara Termitologis

Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI, untuk melengkapai alat - alat
Perlengkapan Negara, PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil
mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya
tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar
sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia,
Pancasila berbentuk:

1. Hirarkis (berjenjang);
2. Piramid.

Pengertian Pancasila Menurut Para Ahli


1. Notonegoro

Pancasila adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi
pandangan hidup bangsa indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan
serta sebagai pertahanan bangsa dan negara indonesia

2. Muhammad Yamin

Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti sendi, asas, dasar
atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian pancasila merupakan lima
dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.

3. I.R Soekarno

Pancasila adalah isi jiwa bangsa indonesia yang turun temurun yang sekian abad lamanya
terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian, pancasila tidak saja falsafah negara.
tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.

4. Panitia Lima

Pancasila adalah lima asas yang merupakan ideology negara. Kelima sila itu merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan antara lima asas erat sekali,
berangkaian, dan tidak berdiri sendiri.

Pengertian Pancasila Menurut Beberapa Tokoh

1. Prof. Dr. Drs. Raden Mas Tumenggung Notonagoro S.H.


(10 December 1905 – 23 September 1981)

Pancasila adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi
pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan
serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.

Dia melihat tiga aspek fundamental dari Pancasila: Politik, sosial-budaya, dan agama.
Notonagoro juga melihat Pancasila seperti yang ada dalam hirarki piramida, dengan masing-
masing prinsip yang merupakan penyempurnaan dari yang sebelumnya, hirarki ini memastikan
bahwa Pancasila harus diambil secara keseluruhan. Sebagai contoh, prinsip pertama (Ketuhanan
Yang Maha Esa), secara implisit kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa, lengkap dengan
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia serta demokrasi dipandu oleh hikmat
kebijaksanaan dalam kebulatan suara yang timbul dari permusyawaratan perwakilan dan penuh
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prof. Dr. Nurcholish Majdid


(17 Maret 1939–29 Agustus 2005)

Pancasila adalah modal untuk mewujudkan demokrasi Indonesia, pancasila memberi


dasar dan prasyarat asasi bagi demokrasi dan tatanan politik Indonesia, pancasila menyumbang
beberapa hal penting. Menurut Nurcholish, adanya Pancasila dan UUD 1945 telah diterima oleh
umat Muslim Indonesia. Sejauh ini, kedua pilar itu telah mampu menjamin kebaikan
konstitusional bagi keseluruhan bangsa. Pada hakekatnya, Pancasila dan UUD 1945 diterima
masyarakat Muslim karena dua pertimbangan:….“Pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran
agama Islam. Kedua, fungsinya sebagai poin kesepakatan antar berbagai golongan untuk
mewujudkan kesatuan politik bersama.”

3. Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ


(13 Juni1913–11 februari 1967)

Pemikiran Driyarkara tentang Pancasila sebelum 1965, soal kesatuan dikembalikan pada
hakekat manusia, sebagai yang sama dan saling bersaudara. Inilah yang menjadi titik tolak
uraiannya tentang Pancasila. Kontroversi agama di Indonesia, dijelaskan dalam uraiannya
tentang Pancasila dan Religi. Penjabaran sila-sila menurut Driyarkara:

- Keadilan Sosial (sila 5)


Perikemanusiaan itu harus kujalani dalam bersama-sama menciptakan, memiliki, dan
menggunakan barang-barang dunia yang berguna sebagai syarat-syarat, alat-alat, dan
perlengkapan hidup. Penjelmaan Perikemanusiaan dalam sektor ini disebut Keadilan
Sosial.

- Demokrasi (sila 4)
Aku manusia niscaya memasyarakat; mengadakan kesatuan-karya. Agar kesatuan- karya
itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari Perikemanusiaan, setiap anggota harus
dihormati dan diterima sebagai pribadi yang sama haknya. Cara melaksanakan
Perikemanusiaan dalam sektor ini (ialah pembentukan kesatuan-karya) kita sebut
Demokrasi. Cara ini harus dijalankan baik dalam masyarakat-kecil (kooperasi dan
sebagainya) mau pun dalam masyarakat besar.

- Kesatuan Indonesia (sila 3)


Perikemanusiaan harus juga kulakukan dalam hubunganku dengan kesatuan, yang dengan
proses lambat laun ditimbulkan oleh sejarah, keadaan tempat, keturunan, kebudayaan,
peradaban bersama, dan faktor yang lain. Kesatuan itu ikut serta menentukan dan
membentuk diriku sebagai manusia yang konkret dengan perasaannya, semangatnya,
pikirannya, dan sebagainya. Ada bersama pada konkretnya berupa hidup dalam kesatuan
itu. Jadi hidupku dalam kesatuan itu harus merupakan pelaksanaan dari Perikemanusiaan.
Kesatuan yang besar itu, tempat aku pertama harus melaksanakan Perikemanusiaan,
disebut Kebangsaan.

- Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila 2)


Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dengan-cinta-kasih
(liebendes Miteinandersein). Jadi, adaku harus aku jalankan sebagai cintakasih pula.
Cinta kasih dalam kesatuanku dengan sesama manusia, jika dipandang pada umumnya,
disebut Perikemanusiaan.

- Ketuhanan (sila 1)
Aku mengakui bahwa adaku itu ada bersama, serba terhubung, serba tersokong, serba
tergantung. Jadi adaku itu tidak sempurna, tidak atas kekuatan sendiri. Jadi aku bukanlah
sumber dari adaku. Semua hal yang ada dengan terbatas, justru karena terbatasnya (sama
dengan aku) tidak mungkin merupakan sumber adaku, tidak mungkin memberi
keterangan yang terakhir dari adaku. Yang dapat merupakan sumber adaku pada akhirnya
hanyalah Ada Yang Mutlak, Sang Maha- Ada. Sang Maha-Ada itu bukanlah sesuatu,
melainkan Pribadi yang Maha sempurna. Itulah Tuhan Yang Maha Esa. Adaku yang
berupa cinta kasih itu sebetulnya adalah cinta kasih kepada Sang Maha-Cinta-Kasih,
Sang Maha-Penyayang. Dalam pikiran ini aku menemukan dasar dari adaku; jadi, dasar
dari semua perbuatanku; jadi, dasar dari pelaskanaan Perikemanusiaan, KeadilanSosial,
dan lain-lain.

4. Prof. Dr. Kuntowijoyo


(18 September 1943–22 Februari 2005)

Pencetus radikalisasi pancasila ini merasa resah karena pancasila hanya dijadikan sebagai
lip service bahkan dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan. Pancasila
“tidak operasional”, sehingga bangsa Indonesia kehilangan arah. Pancasila memang “jimat
sakti”, namun jimat itu hanya disarungkan di pinggang dan tak pernah digunakan untuk
“berkelahi” terhadap korupsi, apalagi dijadikan sebagai ideologi yang mengarahkan
pembangunan nasional. Beberapa tahapan radikalisasi diantaranya jadikan Pancasila benar-benar
sebagai :

1. Ideologi negara
2. Salah satu sumber ilmu
3. Laksanakan Pancasila secara konsisten, koheren, dan koresponden
4. Jadikan Pancasila sebagai pelayan horizontal dan bukan vertikal
5. Jadikan Pancasila sebagai kriteria kritik kebijakan negara.
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar
secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini
diperkuat dengan adanya ketetapan MPRSNO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13
April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar
Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945.

Sebelum Indonesia merdeka tahun 1945, banyak bangsa-bangsa lain yang ingin menjajah
dan berkuasa di Indonesia. Sebelum kedatangan para penjajah tersebut di wilayah negara RI
terdapat banyak kerajaan besar dan kecil yang terbesar dari Sabang sampai Merauke, dari
Miangas sampai pulau Rote diantaranya yaitu:

1. Kerajaan Kutai

Pada kerajaan atau zaman ini Indonesia telah memasuki abad sejarah pada tahun 400 M
dengan di temukannya prasasti yang berupa 7 yupa. Berdasarkan prasasti tersebut dapat di
ketahui bahwa Raja Mulawarman adalah keturunan Aswawarman keturunan dari Kudungga.
Raja Mulawarman menurut prasasti tersebut mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada
para Brahmana, dan para Brahmana membangun yupa itu sebagai tanda terima kasih raja yang
dermawan. Pada zaman ini adalah masyarakat Kutai yang pertama kali membuka sejarah akan
nilai sosial, politik, ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para
Brahmana. Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja ini tampak
dalam zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai integrasi dengan
wilayah yang meliputi hampir separuh Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia sekarang yaitu
kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.

2. Kerajaan Sriwijaya

Menurut Mr. Muh. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan negara Indonesia tidak
lepas dari kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang. Pada zaman itu
Sriwijaya merupakan suatu kerjaan besar yang cukup disegani dikawasan Asia selatan.

3. Pra Majapahit

Pada zaman ini muncul suatu kerajaan yang mencanangkan nilai-nilai nasionalisme,
telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti. Di Jawa
Tengah terjadi refleksi puncak budaya pada periode kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan pra
Majapahit sangat berkaitan erat dengan berdirinya kerajaan Majapahit.

4. Zaman Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mampu mencapai masa keemasan
pada pemerintahan Raja Hayam wuruk dengan Gajah Mada yang di bantu oleh Laksaman Nala
dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara. Pada waktu itu agama hindu dan
budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan Empu Pra Panca menulis
Negarakertagama dalam kitab tersebut telah terdapat istilah Pancasila. Empu Tantular
mengarang buku Sutasoma dan di dalam buku itu kita temui seloka persatuan nasional yaitu
”Bhinneka Tunggal Ika”

Penjajahan pertama yang dimulai dari Portugis. Portugis yang pertama kali tiba di
Malaka pada tahun 1509. Portugis berhasil menguasai Malaka pada 10 Agustus 1511. Setelah
menguasai Malaka, Portugis mulai bergerak dari Madura sampai ke Ternate.

Masa penjajahan Portugis berakhir pada tahun 1602 setelah Belanda masuk ke Indonesia.
Bangsa yang paling lama menjajah dan berkuasa di Indonesia adalah bangsa Belanda. Belanda
masuk ke Indonesia ingin menguasai pasar rempah-rempah di Indonesia dengan mendirikan
Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Banten pada tahun 1602. Di Sulawesi Selatan,
VOC mendapat perlawanan dari Sultan Hasanuddin. Berbagai perjanjian dibuat. Salah satunya
adalah perjanjian Bongaya. Akan tetapi, Sultan Hasanuddin tidak mematuhi perjanjian tersebut
dan melawan Belanda. Di Yogyakarta, VOC menandatangani perjanjian Giyanti yang isinya
adalah Belanda mengakui Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwono 1. Perjanjian Giyanti
juga memecah kerajaan Mataram menjadi Kasunan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Lalu,
akhirnya VOC dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1800 setelah Belanda kalah dari Perancis.

Setelah VOC dibubarkan, Belanda menunjuk Daendels sebagai gubernur jenderal Hindia
Belanda. Pada masa Deandels, masyarakat Indonesia dipaksa untuk membuat jalan raya dari
Anyer sampai Panarukan. Namun masa pemerintahan Daendels tidak berlangsung lama dan
digantikan oleh Johannes Van Den Bosch. Van Den Bosch menerapkan sistem tanam paksa
(cultuur stelsel). Dalam sistem tanam paksa, setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya
untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila.

Setelah 350 tahun Belanda menguasai Indonesia, pemerintahan Belanda di Indonesia


digantikan oleh Bangsa Jepang. Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang melalui
perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942. Di Indonesia, Jepang membentuk beberapa
organisasi. Organisasi yang dibuat Jepang antara lain adalah PETA (Pembela Tanah Air), Heiho
(Pasukan Indonesia Buatan Jepang), PUTERA, Jawa Hokokai (pengganti Putera).

Perlawanan terhadap penjajahan Jepang banyak dilakukan di beberapa daerah di


Indonesia. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan
berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Jepang berhasil
membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan
diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang shalat. Perlawanan lain yang
terkenal lainnya adalah perlawanan PETA di daerah Blitar, Jawa Timur. Perlawanan ini dipimpin
oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena
persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar
batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat.
Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu
muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil
ditipu dengan pura-pura diajak berunding.

Pemerintahan Jepang di Indonesia berakhir setelah Jepang kalah dari tentara sekutu di
Perang Dunia II. Dua kota di Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom oleh tentara
sekutu. Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji
kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi
Sipil dari Pemerintah Militer di Jawa dan Madura). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia. Setelah mendengar adanya kekalahan Jepang,
dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau
Dokuritsu Junbi Cosakai. BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. BPUPKI mengadakan
sidang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945. Sidang kedua pada tanggal 10-16 Juli 1945.
Nama-nama ketua serta para anggotanya sebagai berikut:

 Ketua : Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat


 Ketua Muda : Ichubangase (seorang anggota luar biasa)
 Ketua Muda : RP. Soeroso (Merangkap ketua)

Enam puluh anggota biasa bangsa Indonesia tidak termasuk ketua dan ketua muda dan
mereka kebanyakan berasal dari Jawa, tetapi ada juga yang berasal dari Sumatera, Sulawesi,
Maluku, beberapa peranankan Eropa, Cina dan Arab.

Pada sidang BPUPKI pertama yaitu tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 yang menjadi
pembicaranya adalah Mr. Muh. Yamin, Mr. Soepomo, Drs. Moh. Hatta, dan Ir. Soekarno.
Sayang sekali notulen sidang pertama sebanyak 40 halaman telah hilang dan sampai sekarang
belum ditemukan, sehingga banyak catatan sejarah sidang tersebut tidak diketahui bangsa
Indonesia. Hanya berdasar saksi hidup dapat dirunut garis-garis besar yang dibicarakan dalam
sidang tersebut.

Isi Pidato Mr. Muh Yamin

Di dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, dikatakan bahwa pada tanggal
29 Mei 1945 itu beliau berpidato tentang rancangan usulan dasar negara sebagai berikut:

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Isi Pidato Mr. Soepomo

Sidang tanggal 31 Mei 1945 mengetengahkan pembicara Mr. Soepomo. Beliau adalah
seorang ahli hukum yang sangat cerdas dan masih muda usia waktu itu. Di dalam pidatonya Mr.
Soepomo menjelaskan bahwa dasar pemerintahan suatu negara bergantung pada staatsidee yang
akan dipakai. Menurut Soepomo, di dalam ilmu negara ada beberapa aliran pikiran tentang
negara yaitu:

Pertama, aliran pikiran perseorangan (individualis) sebagaimana diajarkan oleh Thomas


Hobbes (abad 17), Jean Jacques Rousseau (abad 18), Herbert Spencer (abad 19) dan Harold J
Laski (abad 20). Menurut alam pikiran ini negara ialah masyarakat hukum (legal society) yang
disusun atas kontrak seluruh orang dalam masyarakat itu (kontrak sosial). Susunan negara ini
terdapat di Eropa Barat dan Amerika.

Kedua, aliran pikiran tentang negara berdasar teori golongan (class theory) sebagaimana
diajarkan Karl Marx, Engels dan Lenin. Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan (suatu
kelas) untuk menindas kelas yang lain. Negara ialah alatnya golongan yang mempunyai
kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan lain yang mempunyai
kedudukan lemah. Negara kapitalis ialah perkakas borjuis untuk menindas kaum buruh, oleh
karena itu para Marxis menganjurkan revolusi politik untuk merebut kekuasaan.

Ketiga, Aliran pikiran lainnya: teori integralistik yang diajarkan Spinoza, Adam Muller,
Hegel, dan lain-lain (abad 18-19). Menurut pikiran itu negara tidak menjaminm kepentingan
seseorang atau golongan tetapi kepentingan masyarakat seluruhnya. Negara ialah susunan
masyarakat yang integral, segala golongan, segala anggota hubungannya erat dan merupakan
persatuan masyarakat yang organis. Negara tidak memihak kapada golongan yang paling kuat
atau paling besar, tetapi menjamin kepentingan dan keselamatan hidup bagi seluruhnya sebagai
persatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Setelah memaparkan ketiga teori tersebut Soepomo menawarkan kepada hadirin untuk
memilih aliran pikiran mana yang akan digunakan dari ketiganya itu. Kemudian Soepomo
sendiri mengusulkan bahwa tiap-tiap negara memiliki keistimewaan sendiri-sendiri, maka politik
pembangunan negara Indonesia harus disesuaikan dengan sociale structur masyarakat Indonesia
sekarang dan panggilan zaman. Beliau menolak faham individualistis karena contohnya di Eropa
dengan menggunakan faham ini orang mengalami krisis rohani yang maha hebat. Demikian pula
susunan negara Soviet Rusia yang bersifat diktaktor proletariat bertentangan dengan sifat
masyarakat Indonesia yang asli. Prinsipnya, persatuan antara pimpinan dan rakyat, prinsip
persatuan dalam negara seluruhnya yang menurut Soepomo ini cocok dengan aliran ketimuran
dan masyarakat Indonesia. Semangat kebatinan dari bangsa Indonesia adalah persatuan hidup,
persatuan kawulo dan gusti, dunia luar, dunia batin, mikrokosmos dan makrokosmos, rakyat dan
pemimpin. Pemimpin sejati sebagai petunjuk jalan ke arah citacita yang luhur yang didamkan
rakyat.

Soepomo juga setuju dengan pendapat Moh. Hatta bahwa negara yang didirikan itu
bukan negara Islam, tetapi negara persatuan. Kalau negara Islam, maka berarti negara
mempersatukan diri dengan golongan terbesar yaitu golongan Islam dan tentu akan timbul soal
minderheeden bagi golongan agama yang lain. Di dalam negara nasional yang bersatu dengan
sendirinya urusan agama akan diserahkan kepada golongan agama yang bersangkutan.
Kemudian Soepomo mengusulkan dasar Negara Indonesia merdeka sebagai berikut:

1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan Lahir dan Batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat

Isi Pidato Ir. Soekarno

Pada hari keempat sidang pertama BPUPKI, tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mendapat
giliran menyampaikan gagasannya mengenai dasardasar bagi Indonesia merdeka. Pidato Ir.,
Soekarno sangat menarik dan sering mendapat applus dari anggota sidang yang lain. Pada
intinya, Ir. Soekarno pertama-taam memaparkan dasar-dasar Indonesia merdeka sebagaimana
diminta oleh ketua BPUPKI dibicarakan di dalam sidang tersebut belum dibahas secara jelas
oleh para pembicara sebelumnya. Menurut Ir. Soekarno, dasar bagi Indonesia merdeka itu adalah
dasarnya suatu negara yang akan didirikan yang disebutnya philosophische grondsag, yaitu
fundamen, filsafat, jiwa, pikiran yang sedalam-dalamnya yang di atasnya akan didirikan gedung
Indonesia yang merdeka. Setiap negara mempunyai dasar sendiri-sendiri demikian pula
hendaknya Indonesia.

Selanjutnya Ir, Soekarno mengusulkan kepada sidang bahwa dasar bagi Indonesia
merdeka itu disebut Pancasila, yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Kemanusiaan
3. Mufakat adau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Jika anggota sidang tidak setuju dengan rumusan yang lima di atas, maka rumusan itu
dapat diperas menjadi tiga yang disebutnya Trisila, yaitu:

1. Sosio-nasionalisme
2. Sosio-demokrasi
3. Ketuhanan

Rumusan Trisila dapat pula diperas menjadi satu sila yang disebut oleh Ir. Soekarno
sebagai Ekasila, yaitu gotong-royong. Menurut Ir. Soekarno gotong-royong adalah ide asli

Kelima sila ini diberi nama Pancasila oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Oleh
sebab itu, setiap tanggal 1 Juni 1945 diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Selesai sidang
pertama, para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya
adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang
pleno BPUPKI. Adapun anggota panitia kecil tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasyim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia kecil dengan para
anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil rapat tersebut merekomendasikan di
bentuknya panitia sembilan. Anggota panitia sembilan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan
sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum dasar yang lebih dikenal dengan
sebutan “Piagam Jakarta”. Adapun naskah dan bunyi piagam Jakarta adalah sebagai berikut:

“Bahwa sesoenggoehnya kemerdekaan itoe ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itoe
maka penjajahan di atas doenia harus dihapuskan, karena tidak sesoeai dengan peri-
kemaknoesiaan dan peri-keadilan.

Dan perjoeangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat Indonesia ke-depan pintoe-gerbang
Negara Indonesia,yang merdeka, bersatoe, berdaoelat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
yang loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka Rakjat Indonesia dengan ini
menjatakan kemerdekaannja.

Kemoedian daripada itoe, oentoek membentoek soeatoe Pemerintah Negara Indonesia


jang melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia, dan
oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet
melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam suatu Hoekoem Dasar
Negara Indonesia, jang terbentoek dalam soeatoe soesoenan negara Repoeblik Indonesia jang
berkedaaulatan Rakjat, dengan berdasar kepada:

1. Ketoehanan, dengan kewajiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja


2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam
permoesjawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.”

Dari bunyi Piagam Jakarta, bisa disimpulkan rumusan Pancasila yang tertuang dalam
Piagam Jakarta yang terdiri dari 5 poin utama, yakni :

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Faktanya, apa yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan mendapatkan banyak kecaman
dari para rakyat di bagian wilayah Indonesia Timur. Hal ini disebabkan oleh adanya ayat pertama
yang mencakup nilai Islam bagi para pemeluknya. Jika sila tersebut tidak diubah maka wilayah
Indonesia tingah hingga timur memilih melepaskan diri dari Indonesia. Hal ini pula yang
membuat dasar kelahiran Pancasila yang dikenal sebagai ideologi Bhinneka Tunggal Ika
Indonesia.

Kini, Piagam Jakarta telah berubah menjadi sila yang tercantum dalam ideologi
Pancasila. Perubahan tersebut ada pada sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa setelah
Ir Soekarno pun menghubungi Moh Hatta dan wakil-wakil delegasi Islam. Setelah diadakan
konsultasi, pihak delegasi Islam sebelumnya menolak atau keberatan dengan perubahan
tersebut. Namun, semua orang pun menyetujui perubahan tersebut demi menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hasil perubahan tersebut diumumkan dalam sidang pleno PPKI sebelum akhirnya
disahkan sebagai ideologi negara pada tanggal 18 Agustus 1945 termasuk keputusan mengenai
pemerintahan sementara setelah Jepang menyerah pada sekutu. Itulah sejarah dan isi Piagam
Jakarta tentu wajib diketahui seluruh penduduk Indonesia khususnya para generasi penerus untuk
mencintai dan menghargai upaya para pahlawan memperjuangkan kemerdekaan negara
Indonesia.

Sidang BPUPKI yang kedua pada tanggal 10-16 Juli 1945, hasil yang dicapai adalah
merumuskan Undang-Undang Dasar (UUD). Pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuklah PPKI.
Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Sejak saat itu, Indonesia
kosong dari kekuasaan. Waktu tersebut dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh bangsa untuk
memproklamasikan kemerdekaan. Tepat tanggal 17 Agustus 1945, diumumkan bahwa
“Indonesia Merdeka”. Sehari setelah Indonesia merdeka, PPKI mengadakan sidang dengan
acara:

1. Mengesahkan Hukum Dasar dengan Preambulnya (Pembukaan)


2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden

Sesuai fakta sejarah, Pancasila tidak terlahir dengan seketika pada tahun 1945, tetapi
membutuhkan proses penemuan yang lama, dengan dilandasi oleh perjuangan bangsa dan berasal
dari gagasan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri.

2. Pancasila Sebagai Dasar Negara

Pada dasarnya, dasar negara dapat diartikan sebagai filsafat negara (Political Philosophy),
yang didasari sebagai sumber semua sumber hukum atau sumber aturan hukum di suatu negara.
Pemahaman dasar negara juga bisa menjadi pondasi yang kuat dan kuat dan berasal dari
perspektif sebuah kehidupan atau filsafat. Dalam hal ini, itu adalah refleksi dari peradaban,
budaya, bangsawan dan kepribadian yang telah tumbuh dalam sejarah perkembangan masyarakat
Indonesia. Dan dapat diterima dengan semua lapisan masyarakat.

Pancasila secara artikulasi adalah panca yang berarti lima “lima” dan sila yang berarti
“dasar”. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar. Undang-Undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen, artinya Pancasila tidak saja harus melaksanakan ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh (the body of the constitution) atau lebih dikenal isi dari
UUD 1945, tetapi juga ketentuan-ketentuan pokok yang termasuk dalam pembukaan UUD 1945.
Oleh karena pembukaan UUD 1945 (walaupun tidak tercantum dalam satu dokumen dengan
Batang Tubuh UUD 1945, seperti konstitusi (RIS) atau UUDS 1950 misalnya), adalah bagian
mutlak yang tidak dipisahkan dari Konstitusi Republik Indonesia Tahun 1945; pembukaan dan
Batang Tubuh kedua-duanya telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia tersebut pada tanggal 18 Agustus 1945 yang diumumkan dalam Berita Republik
Indonesia Tahun 1946 No. 7 halaman 45-48, yang terdiri atas:

1. Pembukaan (Preambule)
2. Batang Tubuh atau isi UUD 1945, yang meliputi dan;
3. Penjelasan

Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat bagian itu yang amat penting ialah
bagian/alinea ke 4 yang berbunyi:”Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertibang dunia yang berdasarkan, kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam penjelasan
resmi pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung empat
pokok pikiran sebagai berikut:

1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
berdasar atas Persatuan;
2. Negara mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; Negara Indonesia
adalah Negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan;
3. Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Alinea ke empat (4) dari pembukaan UUD 1945 adalah merupakan asas pokok
Pembentukan pemerintahan Negara Indonesia. Isi bagian ke 4 dari Pembukaan UUD 1945 itu
dibagi ke dalam 4 bagian yaitu:

Pertama : Tentang hal tujuan Negara Indonesia, tercantum dalam kalimat “Kemudian
daripada itu dan seluruh tumpah darah Indonesia, yang;

a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;


b. Memajukan kesejahteraan rakyat;
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kedua : Tentang hal ketentuan di adakannya Undang-Undang Dasar tercantum dalam


kalimat yang berbunyi : “Maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;

Ketiga : Tentang hal bentuk Negara dalam kalimat: yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat;

Keempat : Tentang hal Dasar Falsafah Negara Pancasila.

Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah disahkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 itu sebagian besar
bahan-bahannya berasal dari Naskah Rancangan Pembukaan UUD yang disusun oleh panitia
perumus (Panitia Kecil) yang beranggotakan 9 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno pada
tanggal 22 Juni 1945 di Jakarta. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, naskah
politik yang bersejarah itu dijadikan Rancangan Pembukaan UUD sebagai bahan pokok dan
utama bagi penyusunan/penetapan Pembukaan (Preambule) UUD yang akan ditetapkan itu.
Naskah politik yang bersejarah yang disusun pada tanggal 22 Agustus 1945 itu, dikemudian hari
oleh Mr. Moh. Yamin dalam pidatonya di depan sidang Badan Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan (BPPK) pada tanggal 11 Juni 1945 dinamakan “Piagam Jakarta” dan baru
beberapa tahun kemudian dimuat dalam bukunya yang berjudul Proklamasi dan Konstitusi pada
tahun 1951. Dalam naskah politik yang disebut dengan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 inilah untuk
pertama kali dasar falsafah negara pancasila ini dicantumkan secara tertulis, setelah diusulkan
oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945. Adapun panitia perumus yang
beranggotakan Sembilan orang yang telah menyusun Piagam Jakarta itu adalah salah satu Panitia
Kecil dari Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang dibentuk pada tanggal 29
April 1945.
Diatas telah dijelaskan tentang pentingnya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun besar arti pentingnya Pembukaan Undang-Undang Dasar itu ialah karena pada alenia ke
empat itu tercantum ketentuan pokok yang bersifat fundamental, yaitu dasar falsafah negara
Republik Indonesia yang dirumuskan dalam kata-kata berikut: ….”Maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan
berdasar kepada:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Kelima dasar itu tercakup dalam satu nama/istilah yang amat penting bagi kita bangsa
Indonesia yaitu Pancasila. Istilah atau perkataan pancasila ini memang tidak tercantum dalam
Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh UUD 1945. Di alenia ke empat dari Pembukaan UUD
1945 hanyalah disebutkan bahwa, negara Republik Indonesia berdasarkan kepada lima prinsip
atau asas yang tersebut diatas, tanpa menyebutkan pancasila. Bahwa kelima prinsip atau dasar
tersebut adalah pancasila, kita harus menafsirkan sejarah (Maupun penafsiran sistematika) yakni
menghubungkannya dengan sejarah lahirnya pancasila itu sendiri pada tanggal 1 Juni 1945,
seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Berkenaan dengan perkataan pancasila, menurut Mr.
Moh. Yamin (Pembahasan UUD Republik Indonesia) antara lain sebagai beriku “perkataan
Pancasila” yang kini telah menjadi istilah hukum, mula-mula ditempa dan dipakai oleh Ir.
Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk menamai paduan sila yang lima.
Perkataan itu diambil dari peradaban Indonesia jauh sebelum abad XIV. Kata kembar itu
keduanya berasal dari bahasa sanskerta yaitu panca dan sila yang memiliki arti yang berbeda.
Pancasila dengan huruf i biasa memiliki arti berbatu sendi yang lima (Consisting of 5 rocks : aus
fund Felsen bestehend). Pancasila dengan huruf i panjang bermakna “lima peraturan tingkah laku
yang penting” kata sila juga hidup dalam kata kesusilaan dan kadang-kadang juga berarti etika.
Dalam bahasa Indonesia kedua pengertian diatas dirasakan sudah menjadi satu paduan antara
sendi yang lima dengan lima tingkah laku yang senonoh. Dari uraian diatas dapatlah kiranya kita
menarik kesimpulan bahwa pancasila sebagai istilah perkataan sanskerta yang sudah dikenal di
tanah air kita sejak abad XIV. Sedangkan pancasila dalam bentuk formalnya sebagai dasar
Falsafah Negara Republik Indonesia baru diusulkan pada tanggal 1 Juni 1945.

Presiden soekarno dalam uraian “Pancasila Sebagai Dasar Negara” mengartikan dasar
Negara itu sebagai Weltanshauung, demikian beliau berkata : “ saudara mengerti dan
mengetahui, bahwa pancasila adalah saya anggap sebagai dasar dari pada Negara Republik
Indonesia, atau dengan bahasa jerman : satu Weltanscahauung di atas mana kita meletakkan
Negara Republik Indonesia”
Weltanschauung suatu abstraksi, konsepsi atau susunan pengertian-pengertian yang
melukiskan asal mula kekuasaan Negara, tujuan Negara dan cara penyelenggaraan kekuasaan
Negara itu, di samping itu Weltanschauung berarti pandangan (filsafat) hidup dari suatu bangsa
atau masyarakat tertentu.

Pancasila dalam kedudukannya ini sering di sebut sebagai Dasar Filsafat atau
Dasar Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari negara, ideology negara atau (staatsidee).
Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
pemerintahan negara atau dengan lain perkataan pancasila merupakan suatu dasar untuk
mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala
bidang ini, dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai pancasila. Maka pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum, pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang
secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu
rakyat, wilayah, serta pemerintahan negara.

Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi
suasana kebatinan atau cita-cita hukum. Sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta
kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau
Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau convensi. Dalam kedudukannya sebagai
dasar negara, pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, Sebagai sumber dari
segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Pancasila tercantum
dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan
lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran. Yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang
pada akhirnya dikongkritisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya.

Kedudukan pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

 Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum
(sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas
kerokhanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelma lebih
lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
 Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945.
 Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis). Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
(termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran ketempat
yang bunyinya sebagai berikut : “….Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
 Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara
negara, para pelaksana pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan
fungsional). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara, karena masyarakat dan negara Indonesia senantiasa tumbuh
dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Dengan
semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara sebagai pandangan hidup
bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas
kerokhanian negara.

Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tersimpul
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang bunyinya sebagai berikut :

“….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan indonesia itu dalam suatu Undang-Undang


Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia”.

Pengertian kata “….Dengan berdasar kepada….” hal ini secara yuridis memiliki makna
sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir Pembukaan UUD 1945 tidak tercantum
kata ’Pancasila’ secara eksplisit namun anak kalimat “….dengan berdasar kepada….” ini
memiliki makna dasar negara adalah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis
sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah
Pancasila.

Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama


dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Oleh karena itu
fungsi pokok pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan
dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, ketetapan No
XX/MPRS/1966. ( Jo Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978). Di
jelaskan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum
Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-
cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa
Indonesia. Selanjutnya dikatakannya bahwa cita-cita tersebut adalah meliputi cita-cita mengenai
kemerdekaan individu. Kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian
nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara. Cita-cita moral
mengenai kehidupan ke masyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani
manusia.
Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melalui Sidang Istimewa tahun 1998,
mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia yang tertuang
dalam tap. No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi, yang
meliputi berbagai bidang selain mendasarkan pada kenyataan aspirasi rakyat (sila IV) juga harus
mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Reformasi tidak mungkin
menyimpang dari nilai Ketuhanan.Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan, bahkan
harus bersumber kepadanya.

Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang


menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari
tertib hukum di Indonesia.

Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka.

Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le
desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila
merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.

Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam


masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila
sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum
semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka
“Bhinneka Tunggal Ika”.

Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat
Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik.
Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan
dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya”

Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal
itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang
adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan
dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan
kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa (keadilan sosial).”

Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga
merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan
dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak
azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan
itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah
manusia sesuai dengan principium identatis-nya.

Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara
hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan
menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu
sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu,
Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila
akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.

Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara
tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal
Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid
Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang
Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada
Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang
4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa.”

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara


sesungguhnya berisi:

1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang


adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/


perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.

Bukti-bukti sejarah yang menyebutkan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia dapat
diketahui melalui :

1. Dalam Pembukaan Sidang Pertama BPUPKI (Dokirutsujumbi Chosakai) Tanggal 29 Mei


1945. D.K.R.T Rajiman Wedyodiningrat sebagai ketua BPUPKI meminta agar sidang
Dokirutsujumbi Chosakai mengemukakan dasar Indonesia Merdeka (Philosophische
Grondslag) Indonesia merdeka.

2. Tanggal 29 Mei 1945 Mr. M.Yamin pada permulaan pidatonya dalam sidang badan
penyelidik antara lain mengatakan :”Kewajiban untuk ikut menyelidiki bahan-bahan yang
menjadi dasar dan susunan negara yang akan terbentuk dalam suasana kemerdekaan,
yang telah diakui dan telah dibela oleh rakyat Indonesia dengan korban darah daging
sejak beratus-ratus tahun...” (Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid I : 88).

3. R.P. Soeroso pada waktu memberi peringatan kepada Mr. M. Yamin dalam pidato
tanggal 29 Mei 1945 mengatakan : “Sebagai diterangkan oleh Tuan Ketua, Tuan Rajiman
tadi yang dibicarakan adalah dasarnya Indonesia Merdeka”. (I:100)

4. Prof. Mr.Dr.Soepomo dalam pidato sidang pertama badan penyelidik tanggal 31 Mei
1945 mengatakan: Soal yang kita bicarakan ialah: bagaimanakah dasar negara Indonesia
Merdeka”. (I:109)
5. Dalam Pidatonya tanggal 1 Juni 1945 pada badan penyelidik Ir. Soekarno menyebutkan:
“Yang diminta oleh Ketua badan Penyelidik agar sidang mengemukakan dasar negara
Indonesia merdeka yaitu Philosophische Grondslag Indonesia merdeka adalah Pancasila.

6. Di dalam Piagam Jakarta atau Jakarta Charter yang disusun 9 orang tokoh bangsa
Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945 tercantum kalimat sebagai berikut: “...., maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar ketuhanan dengan kewajiban.”

7. Dalam Pembukaan UUD 1945 Negara Republik Indonesia yang disyahkan oleh panitia
persiapan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 terdapat kalimat: “maka disusunlah
Kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ke-Tuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.

8. Dengan bukti sejarah tersebut diatas jelaslah bahwa asal mula atau tujuan bangsa
Indonesia merumuskan Pancasila adalah untuk dipergunakan sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia.

3. Perkembangan Pancasila sebagai Dasar Negara

Pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar


Negara yaitu :

1. Perkembangan Pancasila pada Masa Berlakunya UUD 1945 yang Pertama.

Dengan adanya proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 maka pada saat itulah bangsa
Indonesia resmi merdeka. Lalu pada tanggal 18 Agustus 1945 BPUPKI mengesahkan
pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Dengan demikian, maka Pancasila yang dalam artian
lima dasar negara resmi menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat, yaitu:

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara
Indonesia, yang terbentu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia”.

Dalam periode ini pemikiran mengenai Pancasila sebagian besar bersifat ideologis. Selain
itu praktik kehidupan politik dan kenegaraan yang terjadi pada waktu itu turut serta membentuk
perkembangan pemikiran mengenai Pancasila pada masa itu.

2. Perkembangan Pancasila Selama Periode Berlakunya Konstitusi RIS.

Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), kedudukan pancasila tidak dapat
ditangguhkan sebagai dasar negara yang tunggal, meskipun beberapa kali para nasionalis islam
menggugat dasar negara Indonesia di beberapa sidang konstituante. Meskipun nama Pancasila
tidak terdapat di dalam Pembukaan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), status Pancasila
sebagai ideologi kebangsaan, dasar negara dan dumber hukum tetap tertahan di dalam periode
ini. Bahkan perkembangan akan pemikiran mengenai Pancasila menunjukkan suatu kemajuan di
kalangan masyarakat akademis.

3. Perkembangan Pancasila Selama Masa Berlakunya UUDS 1950.

Pemikiran tentang lima dasar megara ada terdapat dalam mukaddimah Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) 1950, namun seperti halnya dengan UUD 1945 maupun Konstitusi
RIS, nama Pancasila dalam UUDS 1950 juga tidak tercantum. Meskipun demikian, pendapat
bahwa lima dasar negara itu adalah Pancasila dalam periode ini sudah semakin berkembang.
Perumusan mengenai dasar negara tetap mencerminkan pemikiran Ideologi Kebangsaan. Dengan
demikian status Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional tetap berkelanjutan.

4. Perkembangan Pancasila Selama Orde Lama.

Dalam menghadapi krisis dan permasalahan yang terjadi di dalam Majelis Konstituante,
Presiden Soekarno akhirnya mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang isinya adalah:

 Membubarkan Badan Konstituante.


 Menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
 Pembentukan Mejelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan DPAS.

Dengan keluarnya dekrit Presiden Soekarno tersebut, maka berlakulah kembali UUD
1945, dan secara otomatis dinyatakan pula eksistensi Pancasila sebagai dasar negara. Dengan
dekrit tersebut, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan sumber hukum dikukuhkan,
meskipun hal ini tidak disampaikan secara langsung dalam dekrit Presiden Soekarno tersebut.
Dan hal itu pula yang menyebabkan terjadinya pergulatan ideologi tidak berhenti.

Selama era Orde Lama, Soekarno menetapkan sistem demokrasi terpimpin dalam
memimpin negara Indonesia yang secara prinsip bertolak belakang dengan sila keempat
Pancasila mengenai pengambilan keputusan berdasarkan permusyawaratan perwakilan. Soekarno
juga menyampaikan sebuah konsep politik integrasi antara tiga paham dominan saat itu yaitu
nasionalis, agama, dan komunis (NASAKOM) yang kemunculannya lebih sering dibandingkan
dengan dasar negara Indonesia itu sendiri.

5. Perkembangan Pancasila Selama Orde Baru.

Apabila pada masa sebelumnya pemikiran pancasila masih dilipui dengan ditanamkannya
ideologi-ideologi lain kedalam penafsiran Pancasila, maka pada masa orde baru ini menampilkan
pemikiran pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai tema
pemikiran utama. Pada masa ini, pandangan umum mengenai Pancasila kembali dikuatkan
dengan penempatannya sebagai dasar negara dalam satu rangkaian integratif dengan UUD 1945.
Pada saat itu seluruh komponen bangsa harus sepaham dengan Pancasila.

6. Perkembangan Panacasila Selama Reformasi.

Pada tahun 1998 muncullah gerakan reformasi yang mengakibatkan Presiden Soeharto
harus lengser dari jabatannya sebagai presiden. Namun sampai saat ini, nampaknya gerakan
reformasi tersebut belum membawa perubahan yang signifikan mengenai pengamalan pancasila
di masyarakat Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari perilaku atau sifat yang muncul di masyarakat
atau bahkan dalam pemerintahan sendiri. Masih banyak penyelewengan-penyelewengan yang
terjadi di dunia politik, atau bahkan masih ada orang yang dengan sengaja memaksakan
kehendaknya demi kepentingan dirinya sendiri.

Namun hal itu masihlah wajar, mengingat gerakan reformasi di Indonesia ini masih
belum lama, atau bahkan masih bisa dikatakan dalam masa proses. Selain itu gerakan reformasi
ini juga tampaknya tidaklah sepenuhnya gagal, melalui gerakan ini banyak mucul tokoh-tokoh
yang unggul, berkompeten dan memihak pada rakyat. Dampak positif lainnya adalah semakin
meningkatnya partisipasi rakyat terhadap politik, sehingga rakyat tidak lagi bersikap apatis
terhadap masalah yang timbul di bidang pemerintahan. Hal itu terjadi karena kebebasan
berpendapat yang dijunjung tinggi, sehingga mereka bebas mengeluarkan ide atau gagasan-
gagasan yang menurut mereka bisa membantu mengatasi masalah dalam bidang politik.

Pada tahun 2004 sampai sekarang, mulai berkembang gerakan-gerakan yang bertujuan
untuk membangun kembali semangat nasionalisme melalui seminar-seminar dan kongres. Hal itu
bertujuan untuk menjaga eksistensi pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara bangsa
Indonesia. Melalui gerakan tersebut diharapkan penanaman dan pengamalan terhadap nilai-nilai
Pancasila semakin tinggi, baik di dalam pemerintahan maupun masyarakat itu sendiri.

Generasi Soekarno-Hatta telah mampu menunjukkan keluasan dan kedalam wawasannya,


dan dengan ketajaman intelektualnya telah berhasil merumuskan gagasan-gagasan vital
sebagaimana dicantumkan didalam pembukaan UUD 1945, dimana Pancasila sebagai dasar
negara ditegaskan dalam satu kesatuan integral dan integrative. Oleh karena itu Profesor
Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sebuah
dokumen kemanusiaan yang tersebar dalam sejarah kontemporer setelah American Declaration
of Independence 1776. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 nyaris sempurna, dengan nilai-
nilai luhur yang bersifat universal, oleh karena itu Pancasila merupakan dasar yang kekal dan
abadi bagi kehidupan bangsa Indonesia.

Sedangkan Koento Wibisono memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai


dasar negara dalam tiga tahap yaitu:

1. Tahap 1945-1968 sebagai tahap politis, dimana orientasi pengembangan Pancasila


diarahkan kepada nation and character building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan
bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam
maupun luar negeri, sehingga atmosfir politis sebagai panglima sangat dominan. Disisi
lain pada masa ini muncul gerakan pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai Dasar
Negara, misalnya oleh Notonagoro dan Driyarkara. Keduanya menyatakan bahwa
Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia,
dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan
realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternative melainkan menjadi suatu
imperatife dan philosophical consensus dengan komitmen transenden sebagai tali
pengikat persatuan dan kesatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa
Indonesia. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak dapat
diubah secara hukum oleh siapapun. Resonansi Pancasila yang tidak bisa diubah siapapun
tecantum pada Tap MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan menjadikan
“Pancasila sebagai asas tunggal”, maka dapatlah dinyatakan bahwa persatuan dan
kesatuan nasional sebagai suatu state building.

2. Tahap 1969-1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi yaitu upaya mengisi


kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi pengembangan Pancasila
diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai
ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara
spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidak merataan dalam
pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis
dengan program penataran P4 yang selama ini dilakukan oleh pemerintah. Keadaan ini
semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan kroniisme yang nyatanya
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bersamaan dengan itu
perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya
tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Oleh karena itu
Pancasila sebagai dasar Negara tidak hanya dihantui oleh subersinya komunisme
melainkan juga harus harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme,
disamping menghadapi tantangan baru yaitu KKN dan kroniisme. Secara politis pada
tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G 30S/PKI, tetapi efek
PJP 1 yang menimbulkan ketidak merataan pembangunan dan sikap konsumerisme. Hal
ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada disintegrasi bangsa. Distorsi
di berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu mengorbankan
persatuan dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan oleh Orde Baru, sejauh
mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan konsekuen” harus ditunjukkan.
Komunisme telah runtuh karena adanya krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet
dan ditumpasnya harkat dan martabat manusia beserta hak-hak asasinya sehingga
perlahan komunisme membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai
memisahkan diri untuk mencoba paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme yang
dimotori Amerika Serikat semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal. Oleh karena
itu, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui oleh bahaya subversinya
komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme.

3. Tahap 1995-2020 merupakan tahap repositioning Pancasila, karena dunia masa kini
sedang dihadapkan kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler,
sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di
abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan bangsa
Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka
semakin terasa urgensinya untuk menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam
rangka mempertahankan jati diri bangsa, persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih
kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Globalisasi
sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh sebelum abad ke-20
sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15 ditandai dengan
munculnya negara-negara kebangsaan, munculnya gagasan kebebasan individu yang
dipacu jiwa renaissance dan aufklarung. Hakikat globalisasi sebagai suatu kenyataan
subyektif menunjukkan suatu proses dalam kesadran manusia yang melihat dirinya
sebagai partisipan dalam masyarakat dunia yang semakin menyatu, sedangkana
kenyataan obyektif globlaisasi merupakan proses menyempitnya ruang dan waktu,
“menciutnya” dunia yang berkembang dalam kondisi penuh paradoks. Menghadapi arus
globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai dasar negara semakin
dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir baru kita jadikan
pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Pancasila
mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki “mitosnya” tersendiri yaitu
semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang akan tertangkap arti bagi mereka
yang sudah terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan pragmatis semata.

Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan
melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar negara yaitu; (1) 1945-1949 masa
Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama; (2) 1949-1950 masa Konstitusi RIS; (3) 1950-1959
masa UUDS 1945; (4) 1959-1965 masa Orde Lama; (5) 1966-1998 masa Orde Baru; dan 1998-
sekarang masa Reformasi. Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan yaitu
segi politik dan dari segi hukum.

Berdasarkan hal tersebut Koento Wibisono menyarankan perlunya reposisi Pancasila


yaitu Pancasila sebagai Dasar Negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan
dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang
melekat padanya, yaitu:

Realitasnya

Bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonkritasikan sebagai muatan cerminan


kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai
yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.

Idealitasnya

Bahwa idealism yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna,
melainkan diobjektifasikan sebgai kata kerja untuk membnagkitkan gairah dan optimisme para
warga negara guna melihat hari depan secara prospektif, menuju hari esok yang lebih baik.

Fleksibilitasnya

Dalam arti Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan berhenti dalam
kebekuan dogmatis dan normative, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi
kebutuhan zaman yang terus-menerus berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai
hakikinya Pancasila menjadi tetap actual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga
bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhineka tunggal Ika”.

Reposisi Pancasila sebagai Dasar Negar harus diarahkan pada pembinaan dan
pengembangan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah untuk
mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas Pancasila harus disertai penegakan hokum
(penegakan spermasi hukum)

4. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Kehidupan Bangsa Dan Negara Republik Indonesia
Di era globalisasi sekarang ini, identitas dan kepribadian cenderung melebur atau luntur
oleh sebab itu, masyarakat Indonesia dituntut untuk dapat menjaga jati diriya sebagai warga
Indonesia yang sesuangguhnya. Diberbagai daerah di seluruh Indonesia memiliki identitasnya
masing-masing, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat
dipengaruhi oleh unsur-unsur asing seperti cara berpakaian dan bertingkah laku akhibat berbaur
atau berinteraksi dengan banyak orang, baik dengan warga Indonesia itu sendiri maupun dari
warga Asing.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak lepas dari sebuah tatanan tingkah laku
kehidupan yang sesuai dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh sebab itu
peranan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam tatanan bangsa dan negara.

Dewasa ini banyak sekali warga Indonesia belum benar-benar memahami pentingnya
pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Sejatinya mayoritas warga Indonesia telah
melupakan sedikit demi sedikit bahkan hilangnya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh telah banyak terjadi kasus kekerasan serta kejahatan
yang tidak sesuai dengan peri kemanusiaan yang tidak mencerminkan nilai-nilai pancasila.
Sungguh miris apabila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak sesuai dengan pedoman
bangsa Indonesia yakni pancasila.

Sebagai warga negara Indonesia tentunya kita perlu membina dan memupuk kepribadian
kita sehingga bangkitlah kembali pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila
terlahir terbentunya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diperkenalkan pada tanggal 01
Juni 1945 oleh Ir.Soekarno. Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yakni Panca dan
Sila. Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku
dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai pedoman bangsa memiliki kedudukan
tertinggi di Negara Indonesia.

Dalam sila-sila pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang merupakan cita-cita bangsa
Indonesia sejak dulu. Setiap sila-sila pancasila saling berhubungan. Misalnya apabila rakyat
Indonesia menjiwai sila pertama yakni sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
menjalankan perintah-Nya dalam kehidupannya sehari-hari maka harkat dan martabat sebagai
manusia akan dijunjung tinggi sebagai pengamalan sila kedua pancasila yang mengandung nilai
kesadaran sikap moral dan perilaku yang berkemanusiaan.

Sehingga Persatuan Indonesia akan terwujud apabila setiap rakyat Indonesia saling
menghargai sesama lain. Nilai yang terkandung dalam sila ke empat pancasila didasari pada
ketiga sila sebelumnya. Nilai yang terkandung dalam sila ke empat yakni nilai kerakyatan.
Apabila seluruh rakyat Indonesia telah mengamalkan sila ketuhanan, sila kemanusiaan, sila
persatuan serta sila kerakyatan, maka tujuan Bangsa Indonesia dalam sila kelima yakni Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia akan tercapai.

Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan


perjanjian luhur bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila mengandung nilai-nilai yang terdapat
dalam setiap silanya yang menjadi pedoman dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa
Indonesia. Selain itu, pancasila menjadi sumber tatanan Negara Indonesia serta merupakan
kepribadian dan jiwa bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Setelah melihat penjabaran diatas
diharapkan kita semua memupuk dan menanamkan pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian maka karakter serta kepribadian Bangsa Indonesia akan tetap terjaga.
Selain itu, cita-cita serta tujuan Bangsa Indonesia akan tercapai dengan menjadikan pancasila
sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam kamus Purwodaminto, nilai diartikan sebagai berikut:

1. Harga dalam arti takaran


2. Harga sesuatu
3. Angka kepandaian
4. Kadar, mutu
5. Sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.

Menurut Suyitno, nilai merupakan sesuatu yang kita alami sebagai ajakan dari panggilan
untuk dihadapi. Nilai mendorong kita untuk bertindak. Nilai mengarahkan perhatian serta minat
kita, menarik kita keluar dari diri kita sendiri kea rah apa yang bernilai. Nilai berseru pada
tingkah laku dan membangkitkan keaktifan kita.

Pendapat lain menyatakan bahwa, nilai adanya ditentukan oleh subyek dan obyek yang
dinilai. Sebelum ada subyek yang menilai maka benda atau barang itu tidak bernilai. Inilah aliran
yang menggabungkan antara subyektivisme dan obyektivisme.

Bagi aliran subyektivisme, adanya nilai tergantung pada subyek yang menilai. Benda itu
bernilai karena subyek mempunyai selera, minat, keinginan terhadap obyek tersebut sehingga
obyek tersebut mengandung nilai. Sebaliknya aliran obyektivisme menyatakan bahwa, adanya
nilai tidak tergantung pada subyek yang menilai tetapi terletak pada obyek itu sendiri. Tanpa
adanya subyek yang menilai, obyek tersebut sudah bernilai.

Nilai memiliki tingkat tertentu, dan sesuai dengan tingkatan itu ada yang disebut sebagai
nilai dasar (nilai fundamental), nilai instrumental, dan nilai praksis.

Nilai dasar adalah nilai yang mendasari nilai instrumental. Disamping itu nilai dasar
mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai dasar
dalam konteks kehidupan bangsa Indonesia tercermin di dalam Pancasila yang secara eksplisit
tertuang dalam UUD 1945. Dan nilai dasar ini sifatnya sangat fundamental. Artinya nilai
Pancasila itu menjadi dasar, pandangan hidup, dan ideologi bangsa, maka keberadaannya tidak
bias ditawar-tawar lagi dan harus diyakini kebenarannya.

Nilai instrumental merupakan manivestasi dari nilai dasar, dan ini berupa pasal-pasal
UUD 1945, perundang-undangan, ketetapan-ketetapan, dan peraturan-peraturan lainnya yang
berfungsi menjadi pedoman, kaidah, petunjuk kepada masyarakat untuk mentaatinya.

Sedangkan nilai praksis merupakan penjabaran dari instrumental dan nilai praksis ini
berkaitan langsung dengan kehidupan nyata yaitu suatu kehidupan yang penuh diwarnai oleh
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan ini sifatnya cenderung pada hal-hal yang
bermanfaat, hal-hal yang menguntungkan. Bias jadi untuk mendapatkan manfaat ini orang
tersebut menempuh cara-cara yang bertentangan dengan aturan-aturan yang ada, cara-cara yang
sifatnya inkonsisten. Inilah sebabnya para reformis dikonotasikan sebagai perbuatan korupsi
yang ditempuh dengan cara menyimpang dari aturan yang ditetapkan.

Secara etimologi kata moral berasal dari kata mos. Yang berarti cara, adat istiadat atau
kebiasaan, sedangkan jamaknya adalah mores. Kata moral ini mempunyai arti yang sama dengan
kata etos (Yunani) yang menurunkan kata etika. Dalam Bahasa arab, moral artinya budi pekerti
sama dengan pengertian akhlak, sedangkan dalam konsep Indonesia moral berarti kesusilaan.

Menurut Driyarkara, moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia.
Dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan
adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk
melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.

Norma secara normatif mengandung arti aturan, kaidah, petunjuk, pedoman yang harus
dipatuhi oleh manusia agar perilakunya tidak menyimpang dan tidak merugikan pihak lain.
Sedangkan bagi pelanggarnya akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang disepakati
bersama. Di dalam masyarakat, dijumpai beberapa macam norma diantaranya:

Norma adat sopan santun : ialah aturan-aturan, kaidah-kaidah yang telah disepakati
sekelompok masyarakat dan pelanggarannya mendapat sanksi adat, karena melanggar kesopanan
adat atau aturan-aturan adat.

Norma hukum : adalah suatu kaidah, suatu aturan yang pelaksanaannya dapat dipaksakan
dan pelanggarannya dapat ditindak dengan pasti oleh penguasa yang sah dalam masyarakat.
Norma hukum biasanya (tetapi tidak selalu) biasanya berlaku berdasarkan suatu perundang-
undangan, peraturan pemerintah, kepres, dsb.
Normal moral atau disebut juga norma sosial : ialah aturan-aturan, kaidah-kaidah untuk
berperilaku baik dan benar yang berlaku universal. Artinya kaidah tersebut dapat diterima oleh
manusia di seluruh dunia. Yang mendasari norma moral adalah hati Nurani kecil manusia.
Sedangkan pelanggarnya mendapat sanksi moral yaitu yaitu merasa bersalah, dan hal ini bias
berdampak pada pengucilan terhadap si pelanggar.

Norma agama : ialah kaidah, aturan, petunjuk yang bersumber dari wahyu Tuhan lewat
nabi/Rasul. Kaidah ini berisi petunjuk kepada manusia untuk mentaati dan menghindari
larangan-Nya. Kaidah ini kebenarannya mutlak tak boleh dirubah dan di bantah, jadi bersifat
absolut.

Diterimanya Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara, membawa


konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi pengatur serta penyelenggaraan negara. Hal ini telah diusahakan yaitu dengan
menjabarkan nilai-nilai Pancasila tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sedangkan pengakuan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa mengharuskan kita
sebgai bangsa untuk mentranformasikan nilai-nilai Pancasila itu ke dalam sikap dan perilaku
nyata baik dalam perilaku hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tanpa adanya
transformasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata, maka Pancasila hanya tinggal nama
tanpa makna. Pancasila hanya sebagai hiasan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti keyakinan dan pengakuan yang
diekspresikan dalam bentuk perbuatan terhadap Zat Yang Maha Tunggal tiada duanya.

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk agama yang
berbeda harus saling hormat menghormati dan saling bekerjasama. Hal ini sejalan dengan pasal
29 UUD 1945 ayat (2) yang bunyinya : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.

Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung makna : kesadaran sikap dan
perilaku yang sesuai dengan nilai moral dalam hidup Bersama atas dasar tuntunan mutlak hati
Nurani dengan memperlakukan sesuatu hal yang semestinya.

Yang perlu diperhatikan dan merupakan dasar hubungan semua umat manusia dalam
mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah, pengakuan sesuai dengan harkat
dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya, yang sama hak
dan kewajiban asasinya. Untuk itu perlu dikembangkan juga sikap saling mencintai sesame
manusia, sikap tenggang rasa. Oleh karena itu sikap dan perilaku semena-mena terhadap orang
lain merupakan perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Nilai Persatuan Indonesia

Nilai Persatuan Indonesia mengandung arti usaha kea rah Bersatu dalam kebulatan rakyat
untuk membina Nasionalisme dalam negara.

Dalam nilai Persatuan terkandung adanya perbedaan-perbedaan yang biasa terjadi di


dalam kehidupan masyarakat dan bangsa, baik itu perbedaan bahasa, kebudayaan, adat-istiadat,
agama, maupun suku. Perbedaan-perbedaan itu jangan dijadikan alas an untuk berselisih, tetapi
justru menjadi daya Tarik kea rah kerjasama, ke arah resultante/sintesa yang lebih harmonis. Hal
ini sesuai dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Nilai Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/Perwakilan

Nilai sila keempat mengandung makna : suatu pemerintahan rakyat dengan cara melalui
badan-badan tertentu yang dalam menetapkan sesuatu peraturan ditempuh dengan jalan
musyawarah untuk mufakat atas dasar kebenaran dari Tuhan dan putusan akal sesuai dengan rasa
kemanusiaan yang memperhatikan dan mempertimbangkan kehendak rakyat untuk mencapai
kebaikan hidup bersama.

Di dalam pengambilan keputusan lewat musyawarah mufakat ini yang menjadi prioritas
utama adalah : “kualitas” itu sendiri, yaitu isi, bobot dari usulan yang diajukan. Meskipun usulan
itu dari golongan mayoritas, tetapi jika isi dan bobot dari usulan itu tidak berkualitas maka tidak
bisa diterima. Sebaliknya, meskipun usulan itu dari golongan minoritas namun isi dan bobot
usulan itu berkualitas maka bisa diterima. Cara-cara seperti ini yang dikehendaki oleh system
“Demokrasi Pancasila”, yaitu demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Karena titik beratnya musyawarah-mufakat untuk kepentingan
bersama, maka Demokrasi Pancasila pahamnya adalah kekeluargaan dan kebersamaan.

Dalam mewujudkan nilai Demokrasi Pancasila, semua manusia Indonesia sebagai warga
negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Oleh
karena itu dalam menggunakan kepentingan kehendak pada pihak lain. Dengan etika baik dan
penuh tanggungjawab harus menghormati dan mentaati setiap hasil keputusan yang telah
disepakati bersama dalam lembaga perwakilan rakyat. Keputusan yang diambil harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebebasan dan keadilan
dengantujuan untuk membangun dan mengembangkan hidup yang mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
Nilai Demokrasi dalam sila keempat ini harus diwujudkan di bidang ekonomi juga,
seperti mewujudkan kesejahteraan Bersama sebagai pencerminan nilai sila keempat. Disini
rakyat dilihat kedudukannya sebagai pendukung kepentingan atau keperluan hidup. Dengan
demikian demokrasi keadilan sosial ini mempunyai fungsi untuk memenuhi
kebutuhan/kepentingan hidup.

Nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Makna yang terkandung di dalam nilai-nilai sila kelima adalah sebgai berikut : suatu
masyarakat adil dan makmur sejahtera lahir dan batin, yang setiap warga negara mendapat segala
sesuatu yang telah menjadi haknya sesuai dengan esensi adil dan beradab. Sila keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia dalam wujud pelaksanaannya adalah bahwa warga harus
mengembangkan sikap adil terhadp sesame, menjaga keseimbangan, keserasian, keselarasan,
antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.

Menurut Aristoteles, hakekat keadilan dibedakan menjadi tiga bagian diantaranya ialah :

Keadilan distributive, yaitu negara wajib membagikan/memberikan kepada warganya apa


yang telah menjadi haknya. Disini negara wajib memperlakukan manusia pribadi yang sama
martabatnya.

Keadilan komutatif, yaitu manusia pribadi wajib memperlakukan sesame manusia


sebagai pribadi yang sama martabatnya dan wajib memberikan kepada sesama warga masyarakat
segala sesuatu yang telah menjadi hak masing-masing, yang wajib diberikan dan diterima
sebagai haknya, dan keadilan komunitatif ini sikapnya timbal balik.

Keadilan legal/keadilan untuk bertaat, dalam keadilan ini manusia pribadi sebagai
makhluk individua tau warga negara wajib memperlakukan masyarakat atau negara yang sama
martabatnya dengan memelihara perhubungan anggota-anggota terhadap keseluruhan dan
memenuhi tuntutan serta “taat” kepada masyarakat atau negara sesuai dengan hukum
mewujudkan kesejahteraan Bersama. Ketaatan ini merupakan suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan bagi setiap warga negara. Karena tanpa ada ketaatan dari warga negara terhadap
negara, maka tidak akan ada masyarakat, bangsa, dan negara, dapat hidup bersama.

Disamping tiga macam bentuk keadilan di atas sebenarnya masih ada dua lagi bentuk
keadilan yaitu :

1. Keadilan Tuhan adalah menyangkut masalah perbuatan dan ganjaran.


2. Keadilan Lingkungan, dalam hal ini kita wajib menjaga dan melestarikan lingkungan.
BAB III

KESIMPULAN

Setelah kita memperhatikan isi dalam pembahasan di atas maka dapat ditarok kesimpulan
sebagai berikut :

Pancasila sebgai dasar negara Indonesia, hal tersebut dapat dibuktikan dengan
ditemukannya dalam beberapa dokumen histori dan di dalam perundang-undangan negara
Indonesia seperti di bawah ini :

1. Dalam pembukaan Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Dr. KRT. Radjiman
Widyodiningrat sebagai Ketua Badan Penyelidik
2. Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Moh. Yamin pada permulaan pidato dalam sidang
badan Penyelidik.
3. R.P. Soeroso pada waktu memberi peringatan kepada Mr. Muhammad Yamin dalam
pidato tanggal 29 Mei 1945.
4. Prof. Mr. Soepomo dalam pidato sidang pertama Badan Penyelidikan tanggal 31 Mei
1945.
5. Ir. Soekarno dalam pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik.
6. Di dalam “Piagam Jakarta”
7. Di dalam pembukaan UUD 1945
“... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Keyakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (Alinea IV)”.

Jadi berdasarkan bukti-bukti di atas, maka Pancasila sebagai dasar negara yang menegikat
seluruh warga negara dan memeperhatikan peristiwa historis terjadinya pemberontakan maupun
penyelewengan terhadap Pancasila, maka ada kewajiban bagi seluruh bangsa Indonesia untuk
memahami, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila. Salah satu upaya untuk itu semua
Pancasila harus disebarluaskan melalui Pendidikan Pancasila itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Soegito AT dkk. 2008. Pendidikan Pancasila (Edisi Revisi 2006). Semarang: UNNES Press

Darmadi, Hamid. 2013. Eksistensi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Sebagai
Pemersatu Bangsa. Bandung: Alfabeta.

Rukiyanti, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UNY Press

http//pancasila2013.weebly.com/pengertian-pancasila.html

https://arifashkaf.wordpress.com/2014/10/07/pancasila-sebagai-dasar-negara-republik-indonesia/

https://osf.io/preprints/inarxiv/ma4fv/

https://misbahusurur24.blogspot.com/2018/01/makalah-pancasila-sebagai-dasar-negara.html

Anda mungkin juga menyukai