Anda di halaman 1dari 50

NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF

(NAPZA)

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa

Oleh:

Tingkat 3C

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

KAMPUS : JL. DR. OTTEN NO. 32 BANDUNG

TELP. (022) 4231057 FAX (022) 4213391


2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
(NAPZA)” dalam bentuk maupun isinya yang sederhana. Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang di
miliki kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata penulis banyak berterimakasih kepada dosen, maupun
mahasiswa dalam menyelesaikan tugas ini.

Bandung, Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................i

DAFTAR ISI ...............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................1


1.2 Tujuan ..........................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum ....................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus ...................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................3

2.1 Pengertian NAPZA ....................................................................3


2.2 Etiologi NAPZA ........................................................................5
2.3 Jenis Penggolongan NAPZA ....................................................6
2.4 Penatalaksanaan NAPZA ...........................................................11
2.5 Dampak NAPZA ........................................................................14
2.6 Konsep Asuhan Keperawatan NAPZA ......................................16
2.7 Contoh Kasus Nyata NAPZA (Trend) ......................................26
2.8 Solusi Dari Kasus .......................................................................27
2.9 Hukum Tentang NAPZA ...........................................................37
2.10 Hukuman Untuk Pemakai NAPZA .........................................38
2.11 Tanda dan Gejala Pengguna NAPZA .......................................40

BAB III PENUTUP ....................................................................................43

3.1 Kesimpulan ................................................................................43


3.2 Saran ...........................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................45

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Disekitar kita saat ini, banyak sekali zat-zat adiktif yang negatif dan
sangat berbahaya bagi tubuh. Dikenal dengan sebutan narkotika dan obat-
obatan terlarang. Dulu, narkoba hanya dipakai secara terbatas oleh beberapa
komunitas manusia di berbagai negara. Tapi kini, narkoba telah menyebar
dalam spektrum yang kian meluas. Para era modern dan kapitalisme
mutakhir, narkoba telah menjadi problem bagi umat manusia diberbagai
belahan bumi. Narkoba yang bisa mengobrak-abrik nalar yang cerah,
merusak jiwa dan raga, tak pelak bisa mengancam hari depan umat manusia.
Padahal 2.000 tahun yang lalu catatan-catatan mengenai penggunaan
cocaine di daerah Andes – penggunaan terkait adat, untuk survival/bertahan
hidup (sampai sekarang) menahan lapar dan rasa haus, rasa capek, bantu
bernafas, sedangkan Opium digunakan sebagai sedative (penawar rasa
sakit) dan aphrodisiac (perangsang). Dahulu pada banyak negara obat-
obatan ini digunakan untuk tujuan pengobatan , namun seiring berjalannya
waktu , penyalahgunaan napza dimulai oleh para dokter, yang meresepkan
bahan bahan napza baru untuk berbagai pengobatan padahal tahu mengenai
efek-efek sampingnya. Kemudian ketergantungan menjadi parah sesudah
ditemukannya morphine (1804) – diresepkan sebagai anaesthetic,
digunakan luas pada waktu perang di abad ke-19 hingga sekarang dan
penyalahgunaan napza diberbagai negra yang sulit untuk dikendalikan
hingga saat ini

Penggunaan Maraknya tidak hanya di kota besar saja, tetapi sudah


sampai ke kota kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari
tingkat ekonomi menengah ke bawah hingga tingkat ekonomi atas. Dari data
yang ada, pengguna NAPZA banyak rentang umur antara 15-24 tahun.
Target generasi muda adalah target strategis perdagangan gelap NAPZA.

1
2

Oleh karena itu, kita semua harus mewaspadai bahaya dan pengaruhnya
terhadap bahaya pertahanan generasi muda. Sektor kesehatan yang
memegang peranan penting dalam upaya penangguhan dukungan NAPZA.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa itu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
(NAPZA).
1.2.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui Definisi NAPZA.
2. Untuk mengetahui Etiologi NAPZA .
3. Untuk mengetahui Jenis atau Golongan NAPZA.
4. Untuk mengetahui Penatalaksanaan NAPZA.
5. Untuk mengetahui Dampak dari NAPZA.
6. Untuk mengerahui Asuhan Keperawatan NAPZA.
7. Untuk mengetahui Contoh Kasus Nyata tentang NAPZA.
8. Untuk mengetahui Solusi dari contoh kasus nyata.
9. Untuk mengetahui Hukum tentang NAPZA.
10. Untuk mengetahui Hukum untuk pemakai NAPZA.
11. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala NAPZA.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
NAPZA (Narkotika,Psikotropika, dan Zat Adiktif) adalah bahan/zat/obat
yang berasal dari tanaman atau bukan makanan baik sintetis maupun semi
sintesis dan jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh
terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menebabkan gangguan
kesehatan fisik, psikis (pikiran, perasaan, dan perilaku), dan fungsi sosialnya
karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) tehadap NAPZA.

2.2 Etiologi Penyalahgunaan NAPZA


Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara
faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan, dan faktor tersedianya
zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause) dalam
hal penyalahgunaan NAPZA. Faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan
NAPZA adalah sebagai berikut:
1. Faktor Individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa
remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik,
psikologik, maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan
untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri
tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna
NAPZA. Ciri-ciri remaja tersebut, di antaranya:
 Cenderung memberontak dan menolak otoritas.
 Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti
depresi, cemas, psikotik, dan tidak bersosialisasi.
 Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku.

3
4

 Rasa kurang percaya diri (low self-confidence), rendah, diri dan


memiliki citra diri negatif (low self-esteem).
 Sifat mudah kecewa, cenderung agresif, dan destruktif.
 Mudah murung, pemalu, dan pendiam.
 Mudah merasa bosan dan jenuh.
 Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran.
 Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun).
 Keinginan untuk mengikuti mode, karena dianggap sebagai lambang
keperkasaan dan kehidupan modern.
 Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
 Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”.
 Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga
sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan
tegas.
 Kemampuan komunikasi rendah.
 Melarikan diri dari sesuatu (kebosanan, kegagalan, kekecewaan,
ketidakmampuan, kesepian dan kegetiran hidup, malu, dan lain-
lain).
 Putus sekolah.
 Kurang menghayati iman kepercayaannya.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan
baik di sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat. Faktor
lingkungan yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja
menjadi penyalahgunaan NAPZA, antara lain adalah:
a. Lingkungan Keluarga
Di dalam keluarga jika pola asuh orang tua kurang tepat, maka akan
berdampak pada kondisi psikologis serta perilaku anak, seperti kedua
orang tua yang berbeda dalam menerapkan pola asuh kepada anaknya
di mana bapak memberikan perlakuan yang berbeda dengan
5

perlakuan dari ibu. Selain itu, pola asuh permissive-indulgent, yaitu


pola asuh yang terlalu memanjakan, terlalu terlibat dalam kehidupan
anak tetapi sedikit kendali terhadap anak. Hal ini membuat anak
melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya anak tidak
pernah belajar untuk mengendalikan diri mereka sendiri. Pola
asuh permissive-indifferent yaitu gaya pengasuhan yang sangat
terlibat dalam kehidupan anak. Kedua gaya pengasuhan ini membuat
anak memperlihatkan sebuah pengendalian diri yang buruk dari anak
(Santrock, 1995). Berikut dampak dari lingkungan keluarga yang
kurang baik, di antaranya:
1. Komunikasi orang tua dan anak kurang baik.
2. Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam
keluarga.
3. Orang tua bercerai, berselingkuh, atau kawin lagi.
4. Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh.
5. Orang tua otoriter atau serba melarang.
6. Orang tua yang serba membolehkan (permisif).
7. Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan.
8. Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA.
9. Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (tidak
konsisten).
10. Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam
keluarga.
11. Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna
NAPZA.
b. Lingkungan Sekolah
1. Sekolah yang kurang disiplin.
2. Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA.
3. Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan diri secara kreatif dan positif.
4. Adanya murid pengguna NAPZA.
6

c. Lingkungan Pergaulan
1. Berteman dengan pengguna narkoba.
2. Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar narkoba.
d. Lingkungan Masyarakat/Sosial
1. Lemahnya penegakan hukum.
2. Situasi politik, sosial, dan ekonomi yang kurang mendukung
3. Faktor NAPZA
a. Mudahnya NAPZA didapat di mana-mana dengan harga terjangkau.
b. Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk
dicoba.
c. Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan
nyeri, menidurkan, membuat euforia/fly/stone/high/teler, dan lain-
lain.
Faktor-faktor tersebut di atas memang tidak selalu membuat seseorang kelak
menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor di
atas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.
Penyalahguna NAPZA harus dipelajari kasus demi kasus. Faktor individu,
faktor lingkungan keluarga, dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama
besar perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA.
Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga
yang harmonis dan cukup komunikatif menjadi penyalahguna NAPZA.

2.3 Jenis dan Penggolongan NAPZA


Menurut UU RI No.22 Tahun 1997 tentang narkotika, NAPZA dapat dibagi
dalam:
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan (BAB I Pasal 1 ayat 1). Narkotika memiliki daya adiksi
7

(ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran


(penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang tinggi.
Berdasarkan UU No.22 Tahun 1997 BAB II Pasal 2 ayat 2 narkotika
digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Golongan I, narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang
digunakan untuk kepentingan lainnya (Pasal 5). Narkotika
golongan I adalah narkotika paling berbahaya, contohnya seperti
ganja, kokain, heroin, morfin, dan lain-lain.
b. Golongan II, narkotika golongan II adalah narkotika yang
memiliki daya adiktif kuat, tetapi dapat bermanfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Narkotika golongan II dapat berupa
bahan baku alamiah ataupun sintesis. Contohnya seperti petifin,
benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Golongan III, narkotika golongan III adalah narkotika yang
memiliki tingkat adiktif ringan. Sama seperti narkotika golongan
II, golongan ini dapat dilakukan untuk pengobatan ataupun
penelitian. Contohnya seperti kodein dan lain-lain.
Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan dalam 3 golongan,
yaitu:
a. Narkotika Alami
Narkotika alami adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil dari
bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan. Contoh narkotika
alami :
1. Ganja : Merupakan tanaman yang daunnya menyerupai singkong.
Tumbuhan ini dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia.
Daun ganja sering digunakan sebagai bumbu masak, tetapi daya
adiktifnya rendah. Jika dilakukan dengan cara dibakar dan
asapnya dihirup daya adiktif kuat. Seringkali ganja
disalahgunakan yaitu dengan cara dikeringkan dan dicampur
dengan tembakau rokok, lalu kemudian dihisap.
8

2. Koka : Tanaman mirip pohon kopi. Dalam masyarakat Indian


Kuno, biji koka sering digunakan untuk menambah kekuatan
orang yang berperang atau berburu binatang. Biji koka ini diolah
menjadi kokain.
3. Hasis : Tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan
Eropa. Daun ganja, hasis, dan mariyuana yang dapat disuling dan
diambil sarinya. Biasanya hasis disalahgunakan oleh pemadat-
pemadat kelas tinggi karena harganya yang sangat mahal.
a. Narkotika Semisintesis
Narkotika semisintesis adalah narkotika alami yang diolah
dan diambil zat adiktifnya agar memiliki khasiat yang lebih
kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dalam
bidang kedokteran. Contohnya:
1. Morfin : Dipakai dalam dunia kedokteran sebagai
analgetik (penghilang sakit) atau dapat dilakukan sebagai
pembiusan.
2. Kodein : Dipakai untuk obat penghilang batuk.
3. Heroin : Tidak dapat digunakan untuk pengobatan karena
zat adiktif yang besar dan manfaat medis yang belum
ditemukan.
b. Narkotika Sintesis
Narkotika sintesis adalah narkotika palsu yang dibuat dari
bahan kimia. Narkotika ini digunakan untuk pembiusan dan
pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan
narkoba. Selain untuk pembiusan, narkotika sintesis
biasanya diberikan oleh dokter pada penyalahgunaan
narkoba untuk menghentikan kebiasaanya yang tidak kuat
melawan sugesti atau sakaw. Narkotika sintesis dapat
digunakan sebagai pengganti sementara, jika sudah
direhabilitasi perlahan-lahan asupan narkoba sintesis ini
9

dikurangi sediit demi sedikit dosisnya hingga akhirnya telah


bebas dan berhenti total. Contoh narkotika sintesis :
1. Petidin : Digunakan untuk obat bius lokal, operasi kecil,
sunat, dan lain-lain.
2. Methadone : Untuk pengobatan pecandu narkoba.
3. Naltrexone : Untuk pengobatan pecandu narkoba.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan golongan narkotika baik
alamiah ataupun sintesis, yang memiliki khasiat psioaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas normal dan perilaku. Menurut UU No. 5 Tahun 1997
Mengenai psikotropika yang dapat dikelompokkan kedalam 4 kelompok
ialah sebagai berikut :
a. Psikotropika golongan I, ialah psikotropika yang hanya digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan juga tidak digunakan dalam terapi,
serta juga mempunyai potensi yang amat kuat untuk mengakibatkan
sindroma ketergantungan, misalnya MDMA (ekstasi, amfetamin,
sabu-sabu).
b. Psikotropika golongan II, ialah psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan juga dapat digunakan dalam terapi serta atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan juga mempunyai potensi kuat
menimbulkan ketergantungan, misalnya fensiklidin/metil-fenidat.
c. Psikotropika golongan III, ialah psikotropika yang berkhasiat dalam
pengobatan dan juga banyak digunakan dalam terapi dan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan juga mempunyai potensi sedang menyebabkan
ketergantungan, misalnya amobarbital dan flunitrazefam.
d. Psikotropika golongan IV, ialah psikotropika yang mempunyai
khasiat dalam pengobatan dan juga sangat luas digunakan dalam
terapi serta untuk tujuan ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan, misalnya diazebam/valium,
nitrazefam/dum, megalon, BK.
10

3. Zat Adiktif
Zat adiktif tidak termasuk narkotika maupun psikotropika, dimana
zat ini merupakan bentuk inhalasi dan penggunaanya dapat menimbulkan
ketergantungan. Zat adiktif ini mudah kita temukan di kehidupan sehari-
hari, misalnya Nikotin pada rokok, Etanol pada minuman beralkohol, dan
pelarut yang mudah menguap pada thiner, lem, dan lain-lain.Semua yang
termasuk dalam zat adiktif, pada kadar tertentu dapat memberikan efek
kencanduan pada penggunanya. Misalnya pada minuman
beralkhol. Minuman yang mengandung alkohol dapat dibagi menjadi 3
golongan, diantaranya:
a. Golongan A, mengandung alcohol dengan kadar etanol 1%-5%,
contohnya Green Sand dan Beer.
b. Golongan B, mengandung alcohol dengan kadar etanol 5%-20%,
contohnya Anggur Kolesom.
c. Golongan C, mengandung alcohol dengan kadar etanol 20%-55%,
contohnya Arak, Vodka, Wiski. Golongan ini dapat menyebabkan
kecanduan.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari
NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan:
a. Golongan Depresan (Downer), Adalah jenis NAPZA yang berfungsi
mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya
menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan
diri. Contohnya: Opioda (Morfin, Heroin, Codein), sedative
(penenang), Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti cemas).
b. Golongan Stimulan (Upper), Adalah jenis NAPZA yang merangsang
fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat
pemakainnya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh:
Amphetamine (Shabu, Ekstasi), Kokain
c. Golongan Halusinogen, Adalah jenis NAPZA yang dapat
menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran
11

dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga


seluruh persaan dapat terganggu. Contoh: Kanabis (ganja).

2.4 Penatalaksanaan NAPZA


Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja,
tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia,
mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial
ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak
berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran
strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu
mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan
pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting
dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, melalui upaya
Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi.
Penanggulangan upaya promotif dan preventif dapat dilakukan dengan
cara penyuluhan. Penyuluh pencegahan penyalahgunaan NAPZA adalah
semua usaha secara sadar dan berencana yang dilakukan untuk memperbaiki
perilaku manusia, sesuai prinsip-prinsip pendidikan, yakni pada tingkat
sebelum seseorang menggunakan NAPZA, agar mapu menghindar dari
penyalah-gunaanya.yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
(Knowledge), merubah sikap (Attitude), mendorong motivasi serta
memberikan support.
Upaya terapi dan rehabilitasi biasanya dilakukan pada seseorang yang
telah menggunakan NAPZA. Tujuan dilakukan terapi dan rehabilitasi yaitu
abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini
tergolong sangat ideal,namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai
motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama jika pengguna baru
menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Lalu tujuan yang lain yaitu
pengurangan frekuensi dan keparahan relaps, sasaran utamanya adalah
pencegahan relaps, dan tujuan yang terakhir yaitu memperbaiki fungsi
psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok ini,abstinensia bukan
12

merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan


pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.
Upaya pencegahan meliputi 3 hal :
1. Pencegahan primer : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan
NAPZA dan melakukan intervensi.Upaya ini terutama dilakukan untuk
mengenali remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan
NAPZA, setelah itu melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak
menggunakan NAPZA Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak
berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang
anak dapat diatasi dengan baik.
2. Pencegahan Sekunder : mengobati dan intervensi agar tidak lagi
menggunakan NAPZA.
3. Pencegahan Tersier : merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.

Yang dapat dilakukan di lingkungan keluarga untuk mencegah


penyalahgunaan NAPZA :
1. Mengasuh anak dengan baik.
a) Penuh kasih sayang
b) Penanaman disiplin yang baik
c) Ajarkan membedakan yang baik dan buruk
d) Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung
jawab
e) Mengembangkan harga diri anak, menghargai jika berbuat baik atau
mencapai prestasi tertentu.
2. Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat, hal ini membuat anak
rindu untuk pulang rumah.
3. Meluangkan waktu kebersamaan.
4. Orang tua menjadi contoh yang baik. Orang tua merokok akan menjadi
contoh yang tidak baik bagi anaknya.
5. Kembangkan komunikasi yang baik Komunikasi dua arah, bersikap
terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati pendapat anak.
13

6. Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan bukan hanya ritual


keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam
agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
7. Orang tua memahami masalah penyalahgunaan NAPZA agar dapat
berdiskusi dengan anak
Yang dilakukan di lingkungan sekolah untuk pencegahan penyalahgunaan
NAPZA :
1. Upaya terhadap siswa :
a) Memberikan pendidikan kepada siswa tentang bahaya dan akibat
penyalahgunaan NAPZA.
b) Melibatkan siswa dalam perencanaan pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di sekolah.
c) Membentuk citra diri yang positif dan mengembangkan ketrampilan
yang positif untuk tetap menghidari dari pemakaian NAPZA dan
merokok.
d) Menyediakan pilihan kegiatan yang bermakna bagi siswa (
ekstrakurikuler ).
e) Meningkatkan kegiatan bimbingan konseling.Membantu siswa yang
telah menyalahgunakan NAPZA untuk bisa menghentikannya.
f) Penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari – hari.
2. Upaya untuk mencegah peredaran NAPZA di sekolah :
a) Razia dengan cara sidak
b) Melarang orang yang tidak berkepentingan untuk masuk lingkungan
sekolah
c) Melarang siswa ke luar sekolah pada jam pelajaran tanpa ijin guru
d) Membina kerjasama yang baik dengan berbagai pihak.
e) Meningkatkan pengawasan sejak anak itu datang sampai dengan
pulang sekolah.
3. Upaya untuk membina lingkungan sekolah :
a) Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang sehat dengan
membina huibungan yang harmonis antara pendidik dan anak didik.
14

b) Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah


c) Sikap keteladanan guru amat penting
d) Meningkatkan pengawasan anak sejak masuk sampai pulang sekolah.
e) Yang dilakukan di lingkungan masyarakat untuk mencegah
penyalahguanaan NAPZA:
f) Menumbuhkan perasaan kebersamaan di daerah tempat tinggal,
sehingga masalah yang terjadi di lingkungan dapat diselesaikan secara
bersama- sama.
g) Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang
penyalahguanaan NAPZA sehingga masyarakat dapat menyadarinya.
h) Memberikan penyuluhan tentang hukum yang berkaitan dengan
NAPZA.
i) Melibatkan semua unsur dalam masyarakat dalam melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan penyalahguanaan NAPZA

2.5 Dampak NAPZA


Dampak/resiko penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan narkoba/napza dapat berakibat buruk pada tubuh, kejiwaan,


dan kehidupan sosial pemakainya, maupun keluarga dan masyarakat umum
sekitarnya.
1. Fisik.
Secara fisik organ tubuh yang paling banyak berpengaruh adalah
sistem syaraf pusat (SSP) yaitu otak dan sumsum tulang belakang, organ
otonom (jantung, paru, hati, dan ginjal), dan pancaindera (karena panca
indera juga dibawah pengaruh susunan syaraf pusat).
Berikut dampak fisik/jasmani akibat penyalahgunaan narkoba:
kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi
atau perasa, infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah, sesak
nafas atau kesukaran untuk bernafas.
Akibat jangka panjang : pengerasan jaringan paru – paru, pengumpalan
benda asing yang terhirup pada paru – paru, radang lambung, hepatitis,
15

pengerasan dan pengecilan hati , gangguan sistem dan fungsi reproduksi,


terinfeksi virus HIV ( karena pemakai jarum suntik bersama ), dan
kematian karena pemakaian berlebih ( over dosis ).
2. Psikologis atau Kejiwaan.
Ketergantungan pada narkoba / napza membuat tidak dapat lagi
berpikir dan berprilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya
dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Beberapa gejala : depresi, paranoid
( penuh curiga dan khawatir ), percobaan bunuh diri, melakukan tindakan
kekerasan, dll. Dorongan atau kebutuhan untuk memakai narkoba / napza
terus menerus, sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan.
Depresi sering muncul akibat rasa bersalah dan putus asa karena
gagal berhenti, ditambah adanya sikap menyalahkan atau menyudutkan
dari keluarga. Beberapa pemakai ada yang memang sudah mempunyai
masalah kejiwaan sebelum mulai menggunakan narkoba, dan narkoba
merupakan cara yang dipilihnya untuk mengatasinya. Sering pemakai
tidak menyadari rasa nyeri yang dialaminya karena efek analgesic obat
yang dipakainya, sehingga pemakaian terus berlanjut ke tingkat risiko
yang lebih parah.
3. Bagi Diri Sendiri
a. Fungsi otak dan perkembangan normal remaja terganggu, mulai
dan ingatan, perhatian, persepsi, perasaan dan perubahan pada
motivasinya.
b. Menimbulkan ketergantungan, over dosis, gangguan pada organ
tubuh, seperti : hati, ginjal, paru-paru, jantung, lambung,
reproduksi serta gangguan jiwa.
c. Perubahan pada gaya hidup dan nilai-nilai agama, sosial dan
budaya, misalnya tindakan asusila, asosial bahkan anti sosial.
d. Akibat jarum suntik yang tidak steril dapat terkena HIV/AIDS,
radang pembuluh darah, jantung, Hepatitis B dan C, Tuberculosis,
Abses.
4. Bagi Keluarga
16

a. Orang tua menjadi malu, sedih, merasa bersalah, marah bahkan


kadang-kadang sampai putus asa.
b. Suasana kekeluargaan berubah tidak terkendali karena sering
terjadi pertengkaran, saling mempersalahkan, marah,
bermusuhan, dll.
c. Uang dan harta benda habis terjual, serta masa depan anak tidak
jelas karena putus sekolah dan menganggur.
5. Bagi Masyarakat
a. Lingkungan menjadi rawan terhadap penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkoba.
b. Kriminalitas dan kekerasan meningkat.
c. Ketahanan kewilayahan menurun.

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan NAPZA


A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama klien, panggilan klien, jenis kelamin, usia, pendidikan (segala
jenis/ tingkat pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan,
status (belum menikah, menikah atau bercerai).
2. Keluhan utama
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA.
Seperti cemas berlebihan, jantung berdebar debar dan gejala akibat
yang timbul karena penyalahgunaan NAPZA.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Apa yang dirasakan klien , Seberapa berat keluhannya, dan apa yang
memperparah keluhan klien. Apa yang klien lakukan untuk
menghilangkan keluhannya.
4. Alasan Masuk RS
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA
(fsikososial). Alasan masuk RS tanyakan kepada klien dan keluarga.
5. Riwayat Kesehatan Dahulu
17

Berisi informasi tentang pernah / tidak mengalami penyakit yang


sama sebelumnya, riwayat klien masuk RS. Riwayat mengkonsumsi
minuman beralkohol yang menjadi jembatan untuk mengkonsumsi
NAPZA.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Berisi informasi mengenai riwayat anggota keluarga apakah ada yang
pernah mengkonsumsi NAPZA, riwayat penyakit keturunan dan
penyakit menular.
7. Genogram
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga disertai keterangan.
8. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.
1) Faktor Biologis
a. Keluarga: terutama orang tua yang menyalahgunakan
NAPZA.
b. Metabolik: perubahan metabolism, alkohol mengakibatkan
respons fisiologis.
c. Infeksi pada otak: gejala sisa dari ensefalitis, meningitis.
d. Penyakit kronis: kanker, asma, dan lain-lain.
2) Faktor Psikologis
a. Tipe kepribadian: apakah klien tipe kepribadian dependen,
ansietas, depresi, psikopat.
b. Harga diri rendah akibat penganiayaan pada masa tumbuh
kembang
c. Disfungsi keluarga: keluarga tidak stabil, role model negatif,
orang tua pengguna NAPZA.
d. Individu yang mempunyai perasaan tidak aman.
e. Cara pemecahan masalah yang menyimpang.
18

f. Individu yang mempunyai perasaan tidak aman, bermusuhan


dengan orang tua.
3) Faktor Sosial Kultural
a. Sikap masyarakat yang ambivalen tentang penggunaan zat.
b. Norma kebudayaan: menggunakan halusinogen atau alkohol
untuk upacara adat.
c. Lingkungan: diskotik, mall, lokalisasi, lingkungan rumah
kumuh dan padat.
d. Kontrol masyarakat kurang terhadap pengguna NAPZA.
e. Kehidupan agama yang kurang.
f. Perilaku tindak kriminal pada usia dini.
9. Faktor Presipitasi
1) Pertanyaan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya
sebagai pengakuan.
2) Reaksi sebagai prinsip kesenangan: menghindari rasa sakit, relaks
agar menikmati hubungan interpersonal.
3) Kehilangan sesuatu yang berarti: orang dicintai, pekerjaan, DO
sekolah.
4) Diasingkan oleh lingkungan: rumah, sekolah, kelompok teman
sebaya.
5) Dampak kompleksitas era globalisasi: film/iklan, transportasi
lancar.
Sumber koping yang dapat/biasa digunakan adalah sebagai
berikut
1) Komunikasi efektif dan keterampilan asertif.
2) Sistem pendukung sosial yang kuat.
3) Alternatif kegiatan yang menyenangkan.
4) Keterampilan kerja.
5) Kemampuan menurunkan stres.
6) Motivasi untuk mengubah perilaku.
10. Pemeriksaan Fisik
19

Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ


akibat gejala yang biasa timbul dari jenis NAPZA yang digunakan
seperti tanda-tanda vital, berat badan,dll.

1. Sstimulan
Pengguna zat ini menginginkan efek euphoria, meningkatnya energy
dan daya tahan tubuh, berbicara lancar, meningkatkan kesiagaan
mental, merasa bahagia dan bertenaga, lepasnya hambatan social,
adanya perasaan pintar, kemampuan dan kuasa yang tak realistis,
meningkatnya sensasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan,
meningkatnya gairah seksual. Banyak dari pengguna pun suka
ramah terhadap orang lain.
EfekEfek yang didapat dari memakai ekstasi, ialah perasaan
kehangatan emosional yang meningkat, meningkatnya empati
terhadap diri dan orang lain, penyimpangan persepsi waktu,
meningkatya sensasi, dan penyimpangan halusinasi visual.
PenggunaanPenggunaan zat golongan stimulant ini dapat membuat
pupil mata membesar, meningkatnya suhu badan, denyut jantung
dan tekanan darah, sakit kepala, kesulitan tidur, mudah cemas,
gelisah, mudah tersinggung, sakit perut dan mual, selera makan
berkurang dan kehilangan berat badan, meningkatnya agresi dan
kekerasan, menurunnya respon seksual (terjadi pada dosis tinggi)
dan halusinasi atau paranoid.
PenggunaPengguna zat ini memang bisa dikenali dari berat tubuh
yang menurun, tapi ada beberapa kasus, pengguna stimulan tidak
mengalami efek penurunan badan. Pengguna zat stimulant bisa tidak
tidur selama 24 jam, bahkan lebih, tapi setelah itu wajah dan tubuh
mereka akan terlihat kelelahan dan tidak berdaya.
Pengunaan zat stimulant sangat bisa menimbulkan kecanduan
(adiksi), setelah mengalami kelelahan, mereka akan mencari lagi zat
tersebut dengan alasan untuk memunculkan daya tahan tubuh
20

kembali. Pengguna zat juga tidak suka bersosialisai kecuali dengan


‘komunitas’nya, mereka lebih memilih menyendiri, sibuk
beraktivitas sendiri maupun sibuk berpikir, namun semakin lama
menggunakan zat, daya pikir bisa melambat dan aktivitas pun mulai
tak terarah. Cara bicara mereka pun ke mana-mana, sering tidak
nyambung, dan sering juga pengguna mengalami cadel atau terbata-
bata berbicara.

2. Depresan
Pengguna Depresan memakainya karena menginginkan efek;
relaksasi, menurun anxietas (kecemasan), menurunnya hambatan,
rasa sejahtera dan euphoria sedang. Efek samping dari penggunan
zat ini; konsentrasi buruk, kelemahan otot, koordinasi kurang, bicara
cadel, pening, reflex lambat, suka mual dan muntah, gangguan
penilaian, kebingungan mental, hiang ingatan dan emosi tumpul.
Melihat efek samping dari Depresan, pengguna dapat dikenali
dengan cara bicara yang cadel, gagap, terbata-bata, atau malas diajak
bicara. Lebih suka tidur. Mata sering merem, meski tidak dalam
keadaan tidur atau di tempat tidur. Berjalan sempoyongan. Malas
melakukan aktivitas, namun ada juga penggunaan dari jenis tersebut
(Benzodiazepine), justru membuat pengguna tetap beraktivitas,
bahkan ada yang menjadi lebih pintar setelah menggunakannya
(misalnya zat Lexotan).

3. Opioid
Mual dan muntah, kebingungan, pernafasan lambat,, sembelit,
penglihatan ganda atau kabur, pupil mengecil, pusing, pingsan, rasa
mengambang, otot kaku, ruam, gatal dan bintik merah pada kulit,
wajah memerah, mulut kering, lemah, agitasi, nafsu makan
berkurang dan hilang daya ingat atau melemah. suka gelisah, tidak
mau makan, muntah, kram, nyeri otot atau pegal-pegal, berkeringat,
21

hidung berair, suka menguap, batuk, diare, demam dan juga


menggigil, gerakan menendang (kaki) saat tidur, lemas. Emosi atau
cepat marah. Tidak mau diajak bicara.

4. Halusinogen
Rasa mual; sering muntah; berkeringat; rasa dingin dan menggigil;
“Bad trip” – halusinasi menakutkan, kebingungan, paranoia,
disorentasi, depresi, panic ; pupil melebar; sulit fokus, konsentrasi
dan berpikir; denyut jantung meningkat; hilang selera; sulit tidur;
mulut kering; tremor/gemetaran.
PemakaianPemakaian zat ini bisa mengakitbatkan keadaan psikosis
mirip Skizofrenia paranoid terhadap individu/pengguna yang rentan.
Bisa dikenali saat pengguna memakai zat ini, ciri-cirinya adalah
suka senyum-senyum sendiri, mudah tertawa, punya dunia sendiri,
tampak bahagia, tetapi ada juga yang mengalami sebaliknya (Bad
Trip), seperti bersedih, merasa banyak bersalah dan tidak berarti,
terus memikirkan dirinya sendiri, emosional, memunculkan
ketakutan atau paranoia yang tanpa disadari.
11. Data Psikososial
a. Konsep diri
1) Gambaran diri : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik
saja
2) Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
3) Peran : Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara
4) Ideal diri : Klien menginginkan keluarga yang harmonis,
memberinya support dan diperhatikan.
5) Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap
perannya dalam keluarga dan merasa tidak dihargai juga oleh
oranglain.
b. Hubungan sosial
22

Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari


aktivitas keluarga maupun masyarakat. Klien sering menyendiri,
menghindari kontak mata langsung, sering berbohong dan lain
sebagainya.
c. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik
untuk kesehatan.
2) Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama
menggunakan NAPZA.
12. Status Mental
a. Penampilan.
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian
tidak seperti biasanya.
b. Bahasa
1) Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat,
keras, gagap, membisu, apatis dan atau lambat
2) Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohong
atau memanipulasi keadaan, bengong / linglung.
c. Aktivitas motorik
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah,
agitasi, tremor dan atau komfulsif akibat penggunaan NAPZA.
d. Alam perasaan.
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat
mengkonsumsi jenis psikotropika atau mungkin gelisah pada
pecandu shabu.
e. Afek
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak
terkendai. Afek datar muncul pada pecandu morfin karena
mengalami penurunan kesadaran.
f. lnteraksi selama wawancara
23

Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah


tersingung. Pecandu amfetamin menunjukkan perasaan curiga.
g. Persepsi
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi pengelihatan
h. Proses pikir
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA
menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga klien mungkin
kehilangan asosiasi dalam berkomunikasi dan berpikir.
i. lsi pikir
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia.
Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat
paranoidnya.
j. Tingkat kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disoreientasi dan sedasi akibat
pengaruh NAPZA.
k. Memori.
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran
mungkin akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi.
Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.
m. Kemampuan penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien
alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun
bermakna.
n. Daya tilik diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan
hal-hal diluar dirinya.
24

B. Masalah Keperawatan

1. Alkoholisme, perubahan proses keluarga.


2. Ansietas.
3. Koping individu tidak efektif.
4. Perubahan proses keluarga.
5. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
6. Resiko terhadap infeksi.
7. Resiko terahadap cedera.
8. Gangguan rasa nyaman: nyeri.
9. Perubahan peran orang tua.
10. Defisit perawatan diri.
11. Perubahan persepsi sensori: halusinasi, ilusi.
12. Disfungsi proses pikir: waham.
13. Perilaku kekerasan.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan b.d intoksikasi psikotropik (sedatif
hipnotik), alkohol.
25

2. Resiko mencederai diri b.d putus zat ekstasi.


3. Panik (cemas berat) b.d putus zat alkohol.
4. Cemas b.d intoksikasi ganja.
5. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d putus zat opioida.
6. Keputusasaan b.d putus zat ekstasi.
7. Resiko infeksi b.d pola penggunaan opioda.
8. Gangguan persepsi sensori: halusinasi, ilusi b.d putus zat alkohol,
psikotropik.
9. Perilaku manipulatif b.d putus zat opioda.
10. Gangguan pola tidur b.d putus zat alkohol, psikotropik, opioda.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Umum:
1. Klien akan mengatasi adiksi dengan rasa nyaman.
2. Klien terhindar dari cedera diri/perilaku kekerasan.
3. Klien menjauhi diri dari NAPZA yang dapat mengubah alam
perasaannya.
4. Klien termotivasi untuk mengikuti program jangka panjang.
5. Klien menggunakan koping positif untuk mengatasi masalahnya.
Tindakan keperawatan secara umum adalah sebagai berikut :
1. Rencana pendidikan kesehatan jiwa untuk mencegah penggunaan
NAPZA.
2. Tindakan keperawatan pada penyalahgunaan dan ketergantungan
obat.
3. Secara berkesinambungan menjaga keamanan dan kenyamanan fisik
klien secara optimal.
4. Meningkatkan pengembangan alternatif metode pemecahan masalah
dalam kondisi stres atau konflik.
5. Mempersiapkan klien pulang ke rumah.
E. Evaluasi
1. Klien mengalami/mencapai keutuhan fisik dan harga diri secara
alamiah.
26

2. Tingkah laku klien merefleksikan meningkatnya pengertian tentang


adanya hubungan antara stres dengan kebutuhan utnuk menggunakan
NAPZA.
3. Sumber koping klien adekuat untuk membantu klien berubah.
4. Klien mengenal kecemasannya dan sadar akan perasaannya.
5. Klien menggunakan sumber koping adaptif.
6. Klien mempunyai alternatif atau belajar pendekatan alternatif untuk
mengatasi stres atau ansietasnya.
7. Klien mampu secara periodik tetap tidak menggunakan NAPZA.

2.7 Contoh Kasus Nyata


1. Komedian Tri Retno Prayudati alias Nunung menjadi tersangka ter
kait kasus narkotika jenis sabu
Nunung sebelumnya sudah diamankan dengan barang bukti kepemilikan
sabu 0,36 gram. Sejumlah fakta dibeberkan dalam kasus ini. Nunung dit
angkap bersama suaminya July Jan Sambiran alias Iyan Sambiran di ked
iamannya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (19/7) siang. Saat pe
nggeledahan polisi menemukan barang bukti narkotika jenis sabu yang d
isimpan di laci meja. Penangkapan Nunung ini berawal dari tertangkapn
ya Hadi Moherianto alias Hery alias Tabu. Dia merupakan pengedar yan
g menjual sabu kepada Nunung. Diketahui Nunung sudah memakai sabu
sejak lima bulan lalu untuk dijadikan doping bekerja. Nunung beserta su
ami juga mengakui sudah membeli sabu sebanyak 10 kali dalam kurun
waktu tiga bulan. Nunung kini sudah berstatus sebagai tersangka. Transa
ksi terakhir, Nunung membeli sabu seberat 2 gram. Nunung membeli sa
bu tersebut seharga 1,3 jt/gram dan memiliki hutang kepada Hery senilai
1,1 jt.
2. Aktor Jefri Nichol ditangkap Satuan Narkoba Polres Jakarta Selata
n karena kasus narkotika
Jefri Nichol ditangkap pada Senin (22/7/2019) malam sekitar pukul 23.3
0 WIB di apartemen kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Dalam penangk
27

apan, polisi menemukan barang bukti berupa ganja seberat 6,01 gram. M
enurut polisi, saat ditangkap itu, Jefri Nichol diketahui telah membuka p
aket ganja yang dimilikinya. Penangkapan aktor muda itu berawal saat p
olisi mengintai Jefri yang membeli papir atau kertas penggulung tembak
au di sebuah kawasan Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kala itu,
Jefri sempat diinterogasi polisi terkait alasan membeli papir tersebut. Na
mun, Jefri menjawabnya secara terbata-bata sehingga menimbulkan kec
urigaan. Kemudian polisi memutuskan untuk melakukan penggeledahan
di apartemen Jefri di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Pemain film Dear
Nathan itu mengaku nekat mengonsumsi ganja untuk membantunya istir
ahat, ia juga mengeluhkan bahwa dirinya merasa tegang karena sedang
mempersiapkan film. Tetapi, ia mengakui bahwa tindakannya adalah tin
dakan yang salah meskipun untuk membantunya istirahat.

2.8 Solusi Dari Contoh Kasus Nyata

Metode pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang paling


efektif dan mendasar adalah metode promotif dan preventif. Upaya yang
paling praktis dan nyata adalah represif dan upaya yang manusiawi adalah
kuratif serta rehabilitatif.

1. Promotif

Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preemtif atau
program pembinaan. Pada program ini yang menjadi sasaran
pembinaanya adalah para anggota masyarakat yang belum memakai
atau bahkan belum mengenal narkoba sama sekali. Prinsip yang dijalani
oleh program ini adalah dengan meningkatkan peranan dan kegitanan
masyarakat agar kelompok ini menjadi lebih sejahtera secara nyata
sehingga mereka sama sekali tidak akan pernah berpikir untuk
memperoleh kebahagiaan dengan cara menggunakan narkoba. Bentuk
program yang ditawrkan antara lain pelatihan, dialog interaktif dan
lainnya pada kelompok belajar, kelompok olah raga, seni budaya, atau
28

kelompok usaha. Pelaku program yang sebenarnya paling tepat adalah


lembaga-lembaga masyarakat yang difasilitasi dan diawasi oleh
pemerintah.

2. Preventif

Program promotif ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana


program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang sama sekali belum
pernah mengenal narkoba agar mereka mengetahui tentang seluk beluk
narkoba sehingga mereka menjadi tidak tertarik untuk
menyalahgunakannya. Program ini selain dilakukan oleh pemerintah,
juga sangat efektif apabila dibantu oleh sebuah instansi dan institusi lain
termasuk lembaga-lembaga profesional terkait, lembaga swadaya
masyarakat, perkumpulan, organisasi masyarakat dan lainnya. Bentuk
dan agenda kegiatan dalam program preventif ini:

a. Kampanye anti penyalahgunaan narkoba

Program pemberian informasi satu arah dari pembicara kepada


pendengar tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kampanye ini
hanya memberikan informasi saja kepada para pendengarnya,
tanpa disertai sesi tanya jawab. Biasanya yang dipaparkan oleh
pembicara hanyalah garis besarnya saja dan bersifat informasi
umum.Informasi ini biasa disampaikan oleh para tokoh
asyarakat.Kampanye ini juga dapat dilakukan melalui spanduk
poster atau baliho.Pesan yang ingin disampaikan hanyalah sebatas
arahan agar menjauhi penyalahgunan narkoba tanpa merinci lebih
dala mengenai narkoba.

b. Penyuluhan seluk beluk narkoba Berbeda dengan kampanye yang


hanya bersifat memberikan informasi, pada penyuluhan ini lebih
bersifat dialog yang disertai dengan sesi tanya jawab. Bentuknya
bisa berupa seminar atau ceramah.Tujuan penyuluhan ini adalah
untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba sehingga
29

masyarakat menjadi lebih tahu karenanya dan menjadi tidak


tertarik enggunakannya selepas mengikuti program ini. Materi
dalam program ini biasa disampaikan oleh tenaga profesional
seperti dokter, psikolog, polisi, ahli hukum ataupun sosiolog sesuai
dengan tema penyuluhannya.

c. Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya

Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan didalam kelompok


masyarakat agar upaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba
didalam masyarakat ini menjadi lebih efektif. Pada program ini
pengenalan narkoba akan dibahas lebih mendalam yang nantinya
akan disertai dengan simulasi penanggulangan, termasuk latihan
pidato, latihan diskusi dan latihan menolong penderita. Program ini
biasa dilakukan dilebaga pendidikan seperti sekolah atau kampus
dan melibatkan narasumber dan pelatih yang bersifat tenaga
profesional.

d. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan upaya


distribusi narkoba di masyarakat.

Pada program ini sudah menjadi tugas bagi para aparat terkait
seperti polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan
dan sebagainya. Tujuannya adalah agar narkoba dan bahan
pembuatnya tidak beredar sembarangan didalam masyarakat
namun melihat keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas,
program ini masih belum dapat berjalan optimal.

3. Kuratif

Program ini juga dikenal dengan program pengobatan dimana program


ini ditujukan kepada para peakai narkoba.Tujuan dari program ini adalah
mebantu mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit
30

sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan


peakaian narkoba.Tidak sembarang pihak dapat mengobati pemakai
narkoba ini, hanya dokter yang telah mempelajari narkoba secara
khususlah yang diperbolehkan mengobati dan menyembuhkan pemakai
narkoba ini.Pngobatan ini sangat rumit dan dibutuhkan kesabaran dala
menjalaninya.Kunci keberhasilan pengobatan ini adalah kerjasama yang
baik antara dokter, pasien dan keluarganya.

Bentuk kegiatan yang yang dilakukan dalam program pengobat ini


adalah:

a. Penghentian secara langsung;

b. Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan


pemakaian narkoba (detoksifikasi);

c. Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian


narkoba;

d. Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama


narkoba seperti HIV/AIDS, Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya.
Pengobatan ini sangat kompleks dan memerlukan biaya yang
sangat mahal. Selain itu tingkat kesembuhan dari pengobatan ini
tidaklah besar karena keberhasilan penghentian penyalahgunaan
narkoba ini tergantung ada jenis narkoba yang dipakai, kurun
waktu yang dipakai sewaktu menggunakan narkoba, dosis yang
dipakai, kesadaran penderita, sikap keluarga penderita dan
hubungan penderita dengan sindikat pengedar.

Selain itu ancaman penyakit lainnya seperti HIV/AIDS juga ikut


mempengaruhi, walaupun bisa sembuh dari ketergantungan narkoba tapi
apabila terjangkit penyakit seperti AIDS tentu juga tidak

dapat dikatakan berhasil.


31

4. Rehabilitatif

Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan
raga yang ditujukan kepada penderita narkoba yang telah lama
menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai dan bisa
bebas dari penyakit yang ikut menggerogotinya karena bekas pemakaian
narkoba. Kerusakan fisik, kerusakan mental dan penyakit bawaan
macam HIV/AIDS biasanya ikut menghampiri para pemakai narkoba.
Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa program
rehabilitasi tidaklah bermanfaat. Setelah sembuh masih banyak masalah
yang harus dihadapi oleh bekas pemakai tersebut, yang terburuk adalah
para penderita akan merasa putus asa setelah dirinya tahu telah terjangit
penyakit macam HIV/AIDS dan lebih memilih untuk mengakhiri
dirinya sendiri. Cara yang paling banyak dilakukan dalam upaya bunuh
diri ini adalah dengan cara menyuntikkan dosis obat dalam jumlah
berlebihan yang mengakibatkan pemakai mengalami Over Dosis (OD).
Cara lain yang biasa digunakan untuk bunuh diri dalah dengan
melompat dari ketinggian, membenturkan kepala ke tembok atau
sengaja melempar dirinya untuk ditbrakkan pada kendaraaan yang
sedang lewat. Banyak upaya pemulihan namun keberhasilannya sendiri
sangat bergantung pada sikap profesionalisme lembaga yang menangani
program rehabilitasi ini, kesadaran dan kesungguhan penderita untuk
sembuh serta dukungan kerja sama antara penderita, keluarga dan
lembaga.Masalah yang paling sering timbul dan sulit sekali untuk
dihilangkan adalah mencegah datangnya kembali kambuh (relaps)
setelah penderita menjalani pengobatan. Relaps ini disebabkan oleh
keinginan kuat akibat salah satu sifat narkoba yang bernama
habitual.Cara yang paling efektif untuk menangani hal ini adalah dengan
melakukan rehabilitasi secara mental dan fisik.Untuk
pemakaipsikotropika biaanya tingkat keberhasilan setlah pengobatan
terbilang sering berhasil, bahkan ada yang bisa sembuh 100 persen.
32

5. Represif

Ini merupakan program yang ditujukan untuk menindak para produsen,


bandar, pengedar dan pemakai narkoba secara hukum.Program ini
merupakan instansi peerintah yang berkewajiban mengawasi dan
mengendalikan produksi aupun distribusi narkoba.Selain itu juga berupa
penindakan terhadap pemakai yang melanggar undang-undang tentang
narkoba. Instansi yang terkain dengan program ini antara lain polisi,
Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),
Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan. Begitu luasnya jangkauan
peredaran gelap narkoba ini tentu diharapkan peran serta masyarakat,
termasuk LSM dan lembaga kemasyarakatan lain untuk berpartisipasi
membantu para aparat terkait tersebut Masyarakat juga harus
berpartisipasi, paling tidak melaporkan segala hal yang berhubungan
dengan kegiatan yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba
dilingkungannya. Untuk memudahkan partisipasi masyarakat tersebut,
polisi harus ikut aktif menggalakkan pesan dan ajakan untuk melapor ke
polisi bila melihat kegiatan penyalahgunaan narkoba.Cantumkan pula
nomor dan alamat yang bisa dihubungi sehingga masyarakat tidak
kebingungan bila hendak melapor.

Melaporkan kegiatan pelanggaran narkoba seperti ini tentu saja secara


tidak langsung ikut mebahayakan keselamatan si pelapor, karena
sindikat narkoba tentu tak ingin kegiatan mereka terlacak dan diketahui
oleh aparat. Karena itu sudah jadi tugas polisi untuk melindungi
keselamatan jiwa si pelapor dan merahasiakan identitasnya. Masalah
penyalahgunaan narkoba adalah masalah yang kompleks yang pada
umumnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor individu, faktor
lingkungan/sosial dan faktor ketersediaan, menunjukkan bahwa
pencegahan penyalahgunaan narkoba yang efektif memerlukan
pendekatan secara terpadu dan komprehensif. Pendekatan apa pun yang
dilakukan tanpa mempertimbangkan ketiga faktor tersebut akan
33

mubazir. Oleh karena itu peranan semua sektor terkait termasuk para
orangtua, guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, kelompok remaja dan
LSM di masyarakat, dalam pencegahan narkoba sangat penting.

1. Peran remaja

a. Pelatihan keterampilan.

b. Kegiatan alternatif untuk mengisi waktu luang seperti : kegiatan


olahraga, kesenian dan lainlain.

2. Peran orangtua

a. Menciptakan rumah yang sehat, serasi, harmonis, cinta, kasih


saying dan komunikasi terbuka.

b. Mengasuh, mendidik anak yang baik.

c. Menjadi contoh yang baik.

d. Mengikuti jaringan orang tua.

e. Menyusun peraturan keluarga tentang keluarga bebas narkoba.

f. Menjadi pengawas yang baik.

3. Peran Tokoh Masyarakat

a. Mengikutsertakan dalam pengawasan narkoba dan pelaksanaan


Undang-undang.

b. Mengadakan penyuluhan, kampanye pencegahan penyalahgunaan


narkoba.

c. Merujuk korban narkoba ke tempat pengobatan.

d. Merencanakan, melaksanakan dan mengkoordinir program-program


pencegahan penyalahgunaan narkoba.
34

Masyarakat mempunyai peran penting didalam usaha pencegahan dan


penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Untuk itu tokoh masyarakat
dapat melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

1. Pahami masalah penyalahgunaan narkoba, pencegahan dan


penanggulangannya.

2. Amati situasi dan kondisi lingkungan.

3. Galang potensi masyarakat yang dapat membantu pelaksanaan


penanggulangannya,terutama orangtua, para remaja, sekolah,
organisasi-organisasi sosial dalam masyarakat di sekitar
lingkungan.

4. Arahkan, dorong dan kendalikan gerakan masyarakat tersebut

Cara menggerakkan masyarakat dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tatap muka dan berbicara secara terbuka maksud gerakan tersebut.

2. Adakan rapat untuk menyusun program kerja.

3. Libatkan tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial, tokoh agama dan


potensi-potensi masyarakat yang ada.

4. Beri pengertian tentang masalah penyalahgunaan narkoba dimana masalah


tersebut bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah tapi juga
masyarakat. Adapun strategi pencegahan penyalahgunaan narkoba di
masyarakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.

a. Pelatihan dan Pendidikan

Merencanakan dan melaksanakan kursus pelatihan untuk berbagai


kelompok masyarakat seperti orang tua, tokoh-tokoh masyarakat,
kelompok remaja tentang strategi-strategi pencegahan, keterampilan
mengasuh anak, pelatihan kerja untuk anak-anak remaja dan
lainlain.
35

b. Kebijakan dan Peraturan

Masyarakat perlu menyusun kebijakan dan peraturan tentang


penanggulangan dan pencegahan narkoba dan zat adiktif lainnya.

c. Kegiatan Kemasyarakatan

Tokoh-tokoh masyarakat dapat mendorong dan menggerakkan


masyarakat terutama para remaja untuk bergiat dalam kegiatan-
kegiatan yang positif fan kegiatan kemasyarakatan seperti kerja
bakti, pemeliharaan kebersihan, kesehatan, dan penghijauan
lingkungan.

d. Promosi Hidup Sehat

Tokoh-tokoh masyarakat dapat menyusun program-program yang


mengutamakan pada pengembangan hidup sehat seperti : gerak
jalan, lomba olahraga, senam bersama, rekreasi bersama, dll.

e. Sistem Rujukan

f. Tokoh-tokoh masyarakat bisa membantu mereka yang rawan atau


yang korban narkoba untuk mendapatkan pelayanan pengobatan,
perawatan atau rehabilitasi sosial melalui sistem rujukan atau tata
cara yang disepakati.Pembentukan Kelompok Konseling
Pembentukan kelompok konseling dari warga masyarakat, tokoh-
tokoh masyarakat atau organisasi sosial masyarakat, sebagai
relawan untuk memberikan konsultasi/konseling kepada warga atau
remaja-remaja yang memiliki masalah pribadi atau memiliki
kerawanan atau telah menjadi korban narkoba.

g. Organisasi

Penetapan prosedur hubungan kerjasama antara organisasi sosial


masyarakat yang satu dengan yang lainnya dan dengan tokoh-tokoh
masyarakat formal/informal sangat penting untuk memperlancar dan
36

meningkatkan koordinasi dalam penanggulangan dan pencegahan


penyalahgunaan narkoba di lingkungannya. Di daerah yang kena
wabah narkoba, akibatnya sudah amat jelas.Selain orang yang
terkena narkoba menjadi tidak produktif, kehadirannya amat
membebani bahkan menghancurkan kehidupan keluarga,
mengancam keamanan lingkungan, danmemicu aksi-aksi kejahatan
di masyarakat. Keadaan buruk ini sudah menimbulkan masyarakat
benar-benar cemas dan merasa muak dan masyarakat sudah mulai
perang melawan narkoba. Pengalaman pencegahan penyalahgunaan
narkoba diluar dan didalam negeri menunjukkan bahwa pencegahan
penyalahgunaan narkoba yang fektif memerlukan peranan aktif dari
segenap lapisan masyarakat termasuk para orang tua, tokoh
masyarakat dan agama, kelompok remaja dan kelompok masyarakat
lainnya. Partisipasi dan kolaborasi oleh segenap lapisan masyarakat
adalah strategi yang sangat diperlukan untuk merespon secara multi
disiplin pada permasalahan penyalahgunaan narkoba yang sangat
kompleks.Kita menyadari bahwa permasalahan penyalahgunaan
narkoba merupakan hasil interaksi berbagai faktor seperti
tersedianyanarkoba sendiri aspek kepribadian dan perilaku individu.

Dengan kenyataan ini, sepertinya tidak ada satu sistem atau


kelompok pun yang bisa memberantas dan mencegah sendiri
penyalahgunaan narkoba dilingkungannya. Pemerintah saja tidak
dapat mengatasi masalah narkoba tersendiri.Masalah
penyalahgunaan narkoba yang sangat kompleksi ini tetap menuntut
penanganan secara komprehensif dan terpadu, dengan partisipasi
aktif dari masyarakat baik secara individu maupun kelompok yang
mempunyai potensi membantu generasi muda mencegah
penyalahgunaan narkoba.
37

2.9 Hukum Tentang NAPZA


A. Pengedar Narkotika, terdapat beberapa penyebutan sesuai dengan
perannya masing-masing, yakni:
1. Pihak yang memproduksi Narkotika secara melawan hukum
(Pasal 1 angka 3 jo Pasal 113);
2. Pihak yang Meng Impor Narkotika secara Melawan Hukum (Pasal
1 angka 4 jo Pasal 113);
3. Pihak yang meng Ekspor Narkotika scara melawan hukum (Pasal
1 angka 5 jo Pasal 113);
4. Pihak yang melakukan Pengangkutan atau Transito Narkotika
secara melawan hukum (Pasal 1 angka 9, 12 jo Pasal 115);
5. Pihak yang melakukan Peredaran Gelap Narkotika dan Preskusor
Narkotika (Pasal 1 angka 6 jo 111,112, 129).
B. Pengguna Narkotika, juga terdapat beberapa penyebutan, yakni:
1. Pecandu Narkotika (Pasal 1 angka 13 jo Pasal 54 jo Pasal 127);
2. Penyalahguna Narkotika (Pasal 1 angka 15 jo Pasal 54 jo Pasal
127).
Sanksi pidana dalam UU ini diatur mulai dari Pasal 111 s/d Pasal 148.
Kurang lebih 37 Pasal mengatur mengenai sanksi-sanksi pidana yang
dapat diterapkan atas perbuatan atau keadaan/peristiwa yang
bermacam jenis. Namun dalam praktik yang terjadi, pasal yang
mendominasi, secara umum sering digunakan para penegak hukum
(BNN, polisi, jaksa, hakim) adalah Pasal 111, 112, 113, 114 Jo 132.
Dan pasal yang jarang dikenakan adalah Pasal 127.

Adapun Pasal 111, 112, 113, 114 jo 132 adalah pasal sanksi pidana
yang dapat diterapkan/dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika
untuk mengedarkan, menjual atau pihak yang menjadi kurir
(perantara). Sedangkan Pasal 127 adalah pasal yang dapat
diterapkan/dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika sebagai
penyalahguna atau pecandu
38

Adapun sanksi penjara pada Pasal 111, 112, 113, 114 adalah minimal
4 tahun dan maksimal hukuman mati. Sedangkan sanksi pada Pasal
127 adalah rehabilitasi atau maksimal penjara 4 tahun. Terdapat
hukuman penjara yang cukup berbeda/signifikan antara pasal
tersebut.

2.10 Hukum Untuk Pemakai NAPZA


Merujuk pada Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib
Lapor Pecandu Narkotika, maka pecandu/pengguna serta korban
penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Pasal 54 Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika mengatur bahwa Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan
Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hal
tersebut juga telah dipertegas dan diatur lebih rinci dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011
Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Selain itu pada
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 11
Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa
Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam
Lembaga Rehabilitasi (“Peraturan BNN 11/2014”) mengatur
bahwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang
tanpa hak dan melawan hukum sebagai Tersangka dan/atau Terdakwa
dalam penyalahgunaan Narkotika yang sedang menjalani proses
penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan diberikan
pengobatan, perawatan dan pemulihan dalam lembaga rehabilitasi. Begitu
pula Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010 berusaha untuk
mendayagunakan kembali Pasal 103 UU Narkotika, yang menyatakan
bahwa hakim dapat memutus pencandu narkotika untuk menjalani
rehabilitasi.
39

Selama ini aparat penegak hukum masih memandang UU Narkotika


berorientasi pada pemenjaraan bagi pengguna/pencandu narkoba, sehingga
dianggap seperti penjahat. Padahal, tahun 2014 telah dicanangkan
pemerintah sebagai tahun penyelamatan korban penyalahgunaan narkoba
melalui rehabilitasi. Dalam upaya mengubah paradigm pemidanaan
pengguna narkoba Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kemenkumham, MA,
Kemensos, Kemenkes menandatangani Peraturan Bersama Tahun 2014
tentang Rehabilitasi Pecandu Narkotika. Melalui peraturan itu, jika
seseorang ditangkap penyidik Polri atau BNN menggunakan atau memiliki
narkotika maka akan tetap diproses secara hukum dengan dakwaan Pasal
127 UU Narkotika yang putusannya menjatuhkan perintah rehabilitasi.
Adapun karena Pasal 127 UU Narkotika ancaman hukumannya di bawah 5
tahun, sehingga tidak perlu ditahan.

Adapun penentuan apakah ia direhabilitasi atau tidak tetap melalui


putusan pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 127 ayat (3) yang
menyatakan bahwa dalam hal Penyalahguna dapat dibuktikan atau terbukti
sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalahguna tersebut wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Adapun faktor-faktor
yang secara signifikan mempengaruhi hakim dalam memberikan putusan
rehabilitasi adalah surat keterangan medis, surat keterangan kejiwaan dari
dokter jiwa/psikiater dan keberadaan ahli.

Namun, meski masih dalam proses peradilan pidana, baik itu


penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan sidang di pengadilan; tanpa
menunggu putusan hakim terlebih dahulu; penyidik, jaksa penuntut umum,
atau hakim bisa saja meminta asesmen terhadap tersangka atau terdakwa
sebelum ditempatkan di lembaga rehabilitasi.

Namun demikian, kondisi dan fakta dilapangan menunjukkan hal


berbeda. Dalam hal ini, masih banyak ditemukan berbagai kasus narkotika
yang melibatkan oknum aparat penegak hukum yang justru mematok “tarif”
bagi pengguna narkotika. Misalnya, di Jakarta saja untuk “membebaskan”
40

dan/atau mengatur pasal yang disangkakan agar tidak dipenjara tetapi


direhabilitasi, maka harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 75 juta hingga
ratusan juta. Dengan kondisi demikian, maka sangat banyak para pengguna
narkoba yang akhirnya terpaksa memilih untuk dipenjara karena tidak
memiliki uang untuk menuruti permintaan oknum para penegak hukum
tersebut.

2.11 Tanda dan Gejala Pengguna NAPZA


Tanda Fisik:
 Mata memerah, pupil yang mengecil atau lebih besar dari norma
 Mual muntah
 Pilek tanpa sebab
 Keluhan mulut sakit, timbul bintik-bintik di sekitar mulut
 Sakit kepala
 ‘Mulut kapas’, sering membasahi bibir atau rasa haus berlebihan
 Depresi
 Keringat berlebih
 Luka di kulit atau memar
 Sering mimisan, yang terkait dengan obat yang dihisap melalui hidung
(seperti methamphetamine atau kokain)
 Perubahan nafsu makan atau pola tidur. Kenaikan atau penurunan berat
badan mendadak dan drastic
 Kejang tanpa riwayat epilepsy
 Penampilan dan kebersihan pribadi yang menurun: tampak kumal,
berantakan, menunjukkan kurangnya kepedulian mengenai penampilan
 Gangguan koordinasi, cedera/kecelakaan/memar yang mereka tidak
mau/bisa beri tahu Anda sebabnya, atau bahkan mereka sendiri tidak tahu
penyebabnya
 Bau aneh yang tercium dari napas, tubuh, atau pakaian
 Gemetar, tremor, bicara melantur atau tidak dapat dipahami. Koordinasi
yang rusak atau tidak stabil
41

 Bekas suntikan atau jeratan di lengan atau kaki (bisa disembunyikan dengan
memaksa memakai lengan panjang, bahkan di hari yang sangat panas
 Luka bakar atau gosong pada jari atau bibir (dari bakaran rokok ganja atau
menghisap substansi lainnya)

Tanda perilaku dan psikologis dari pengguna narkoba


 Membolos sekolah, nilai rapor menurun, sering bermasalah di sekolah
 Motivasi menurun, baik secara akademik maupun ekstrakurikuler, hobi,
olahraga, atau seni
 Laporan keluhan dari guru atau teman-teman lainnya
 Kehilangan uang, barang berharga, obat resep, meminjam dan mencuri uang
 Menutup diri, berdiam diri, mengisolasi, terlibat dalam aktivitas
mencurigakan Berontak dengan nilai dan prinsip keluarga
 Memaksa untuk mendapatkan privasi lebih, mengunci pintu, dan
menghindari kontak mata
 Perubahan mendadak pada hubungannya dengan pacar, teman, tempat
bermain favorit, atau hobinya
 Selalu terlibat dalam masalah (argumen, pertengkaran, kecelakaan, aktivitas
ilegal)
 Rutin menggunakan parfum, pembersih ruangan, atau dupa aromaterapi,
untuk menyembunyikan bau asap atau obat-obatan
 Mengertakkan gigi, mengunyak permen karet untuk menyembunyikan bau
mulut
 Peningkatan nafsu makan, atau ngemil lebih sering
 Selalu pergi di malam hari
 Perubahan mood atau ketidakstabilan emosi
 Murung, menarik diri, tertekan
 Kelelahan yang tidak biasa
 Sikap bermusuhan, mudah marah, perilaku tidak kooperatif
 Berbicara melantur, cadel, atau sangat cepat, hingga tidak dapat dimengerti
 Kesulitan untuk focus
42

 Hiperaktif
 Terlihat sangat takut, paranoid, atau gugup
 Luar biasa gembira
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
NAPZA adalah suatu zat atau obat yang bersal dari tanaman yang
dapat mempengaruhi tubuh terutama otak sehingga menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, psikis maupun fungsi sosial. Penyebab dari penyalahgunaan
NAPZA itu sendiri terjadi karena faktor individu (seperti rasa
keingintahuan, depresi, maupun hanya sekedar untuk bersenang-senang)
dan juga faktor lingkungan (seperti pola asuh orang tua yang kurang tepat
dan pergaulan bebas dengan pengguna NAPZA).
Menurut UU RI No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, jenis NAPZA
terbagi menjadi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Ketiga jenis
NAPZA tersebut memiliki berbagai macam golongan yang sama-sama
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menyebabkan
ketergantungan atau kecanduan bagi yang pernah mencobanya.
Karena maraknya penyalahgunaan NAPZA, khususnya pada
kelompok usia 15-24 tahun, sektor kesehatan memiliki peranan penting
dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Penanggulangan tersebut
dapat dilakukan melalui upaya promotif dan preventif dengan cara
penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (Knowledge),
merubah sikap (Attitude), mendorong motivasi serta memberikan support.
Selain itu, dapat pula dilakukan upaya terapi dan rehabilitasi bagi seseorang
yang telah menggunakan NAPZA dengan tujuan untuk abstinensia atau
menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.

43
44

3.3 Saran
Diera globalisasi ini, kita perlu meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan diri serta koping yang baik agar tidak terjerumus dalam jeratan
NAPZA. Maka dari itu, kita sebagai tenaga kesehatan memiliki peranan
yang penting untuk memberantasnya. Dan diharapkan BNN (Badan
Narkotika Nasional) dapat terus berupaya untuk menangkap semua pelaku
yang terjerat narkotika.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Yupi. 2019. NAPZA. Tersedia: https://prodiaohi.co.id/napza. Diakses


pada tanggal 26 Juli 2019

Hawari, D. 2000. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Aditif. Fakultas Kedokteran


Umum Universitas Indonesia: Jakarta

Partodiharjo, Subagyo (2006). Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaanya.


Esensi: Jakarta

Pulisdatin.2018. Indonesia : Narkoba dalam angka tahun 2017. Tersedia :


https://ppid.bnn.go.id/jenisinformasi/informasi-berkala/. Diakses pada
tanggal 26 Juli 2019

Pulisdatin.2018. Inxecutive summary survei penyalahgunaan dan peredaran gelap


narkoba tahun 2018. Tersedia :
https://ppid.bnn.go.id/jenisinformasi/informasi-berkala/. Diakses pada 26
Juli 2019

Pusat Data dan Informasi (2014). Pengguna narkoba dapat dicegah dan dapat
direhabilitasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Pusat Data dan Informasi. (2017). Anti narkoba sedunia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI

Setiawan, Parta (2019). Pengertian dan 3 Jenis NAPZA menurut para ahli.
Tersedia: https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-dan-3-jenis-napza-
menurut-para-ahli/. Diakses pada tanggal 26 Juli 2019.

Sumiati, dkk. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta: Trans Info
Media.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

45
46

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Timdetikcom. (2019). Fakta Mengejutkan di Kasus Narkoba Nunung. https://n


ews.detik.com/berita/d-4633869/fakta-mengejutkan-di-kasus-narkoba-n
unung. Diakses pada 29 Juli 2019.

Puspita, Sinatrya Tyas. (2019). Fakta Kasus Jefri Nichol, Penangkapan hingg
a Alasan Konsumsi Narkoba. https://www.tribunnews.com/seleb/2019/
07/26/fakta-kasus-jefri-nichol-kronologi-penangkapan-hingga-alasan-k
onsumsi-narkoba?page=3. Diakses pada 29 Juli 2019

Kusumawati, F & Hartono, Y. (2012). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta:


Salemba

Anda mungkin juga menyukai