Anda di halaman 1dari 5

Nama : Intan Hendrawati

NPM : 1706023580

Kelas : Asas-Asas Hukum Dagang A (Paralel)

No. Absen :7

Aspek Eksternal Persekutuan

Bentuk usaha persekutuan dapat dikualifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu: persekutuan
perdata umum (maatschap atau general partnership), Firma (vennootschap onder firma atau
partnership firm), dan persekutuan komanditer (limited partnership) atau yang lebih dikenal
dengan sebutan CV (commanditaire vennotschap).

Dari ketiga bentuk tersebut, terdapat dua aspek hukum yang mengaturnya, yaitu aspek
hukum internal yang mengatur hubungan intern Antara para sekutu dan aspek hukum eksternal
yang mengatur hubungan antara persekutuan tersebut dengan pihak ketiga.

Aspek hukum eksternal yang pertama adalah mengenai siapa yang berhak mewakili
persekutuan dalam hubungannya dengan pihak ketiga. Pada Persekutuan Perdata, mengenai
siapa yang berhak mewakili persekutuan perdata, diatur dalam Pasal 1642 KUHPerdata, yang
berbunyi “Para sekutu tidaklah terikat masing-masing untuk seluruh utang persekutuan; dan
masing-masing sekutu tidaklah dapat mengikat sekutu-sekutu lainnya, jika mereka ini tidak telah
memberikan kuasa kepadanya untuk itu.” Artinya seorang sekutu dalam persekutuan perdata
tidak mempunyai hak untuk melakukan tindakan hukum atas nama persekutuan,
melainkan hanya bertindak untuk mewakili dirinya sendiri. Sekutu-sekutu yang lain tidak
membuat perjanjian dengan pihak ketiga baru akan ikut terikat perjanjian tersebut apabila mereka
memberikan kuasa kepada sekutu yang bertindak untuk itu atau mereka telah menikmati manfaat
atas perjanjian itu. Misalnya, seorang pengacara bernama Budi pada kantor hukum Justitia dengan
bentuk persekutuan perdata mendapatkan seorang klien, tindakan Budi terhadap kliennya tersebut
tidak mengikat sekutu-sekutu lainnya, melainkan hanya dirinya sendiri. Kecuali jika pada kantor
hukum Justitia tersebut tersebut, sekutu-sekutu lainnya memberikan kuasa kepada Budi untuk itu
atau sekutu-sekutu tersebut telah menikmati manfaat atas tindakan Budi terhadap kliennya. Pada
Firma, mengenai siapa yang berhak mewakili Firma diatur dalam Pasal 17 KUHD, yang berbunyi
“(1) Tiap-tiap sekutu, kecuali yang diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak,
mengeluarkan dan menerima uang atas nama perskutuan kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga
kepada persekutuan. (2) Tindakan yang tidak bersangkutan dengan persekutuan, atau yang bagi
para sekutu menurut perjanjian tidak berwenang untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam
ketentuan ini.” Sehingga menurut ketentuan tersebut, pada prinsipnya semua sekutu di dalam
Firma berwenang mewakili Firma dalam lalu lintas hukum tetapi terdapat pengecualian
yaitu kepada sekutu yang secara tegas di dalam AD tidak diberi wewenang, atau tidak
diangkat sebagai pengurus Firma yang bersangkutan, ia tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum yang mengikat Firma yang bersangkutan. Misalnya, dalam
Anggaran Dasar firma A disebutkan bahwa B tidak diberi wewenang untuk melakukan perbuatan
hukum yang mengikat Firma A, maka B tidak memiliki wewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum atas nama Firma A. Berdasarkan pasal 19 KUHD, dapat diketahui struktur CV terdiri atas
2 kelompok atau 2 jenis sekutu. Kelompok pertama adalah sekutu komandit. Kata “komandit”
digunakan untuk memberi nama persekutuannya, yaitu: persekutuan komanditer. Kelompok kedua
adalah sekutu komplementer, karena sekutu ini menjadi semacam komplemen terhadap sekutu
komandit yang memiliki modal dan ingin menjalankan kegiatan usaha, tetapi enggan untuk
mengurus atau bahkan tampil terhadap pihak ketiga. Penerapan Pasal 17 KUHD bagi CV adalah
persis sama dengan penerapan pasal tersebut bagi Firma. Artinya, jika di dalam AD CV tidak
disebutkan siapa dari sekutu komplementer yang diangkat sebagai pengurus, maka semua
sekutu komplementer berwenang melakukan pengurusan atas nama CV yang
bersangkutan. Sedangkan sekutu komandit sama sekali tidak boleh melakukan pengurusan
CV, walaupun ia dikuasakan untuk itu. Misalnya, dalam melakukan perjanjian jual beli gula
dengan PT X, sekutu komplementer CV A berwenang melakukan perjanjian tersebut atas nama
CV A kecuali orang-orang yang dikecualikan dalam Anggaran Dasar CV A atau bukan sebagai
pengurus menurut Anggaran Dasar CV A. Sedangkan sekutu komanditer CV A tidak berwenang
melakukan perjanjian jual beli gula dengan PT X tersebut.

Aspek hukum eksternal yang kedua adalah mengenai apa saja wewenang dari wakil
tersebut. Pada persekutuan perdata, karena seorang sekutu tidak mempunyai hak untuk
melakukan tindakan hukum atas nama persekutuan, wewenang sekutu dalam melakukan
tindakan hukum apapun karena ia bertindak untuk dirinya sendiri. Misal Budi dalam kantor
hukum yang berbentuk persekutuan perdata dapat melakukan tindakan hukum apapun karena
tindakannya hanya mengikat dirinya sendiri. Akan tetapi, terdapat ketentuan Pasal 1645
KUHPerdata yang menyatakan “ Jika seorang sekutu atas nama persekutuan telah membuat suatu
perjanjian, maka persekutuan dapat menuntut pelaksanaan perjanjian itu.” Pasal ini menentukan
bahwa bila salah seorang sekutu persekutuan perdata mengadakan perjanjian atas nama
persekutuan perdata, maka persekutuan lainnya berhak menggugat langsung kepada pihak ketiga.
Perbuatan para sekutu persekutuan menggugat pihak langsung pihak ketiga tersebut didasarkan
pada prinsip kebersamaan dan manfaat. Perbuatan salah seorang sekutu adalah untuk kepentingan
bersama tiap-tiap sekutu, dan bukan disifatkan sebagai badan hukum. Hal itu didasarkan pada
prinsip bahwa karena masing-masing sekutu mempunyai bagian dalam harta kekayaan
persekutuan, maka tiap-tiap sekutu berhak menagih bagiannya dalam persekutuan. Misalnya, A
sebagai sekutu dalam persekutuan mengadakan perjanjian dengan B atas nama persekutuan
kemudian B wanprestasi. Sekutu A dapat menggugat langsung B didasarkan pada prinsip
kebersamaan dan manfaat. Pada Firma, kewenangan pengurus yang terdapat dalam Pasal 17
KUHD diantaranya: (i) kewenangan untuk bertindak, (ii) mengeluarkan dan menerima
uang atas nama persekutuan, (iii) mengikat persekutuan kepada pihak ketiga atau
sebaliknya. Dalam Bahasa yang berbeda, isi kewenangan itu adalah untuk: a. mengelola
perusahaan, b. mencatat atau mengadministrasikan kekayaan perusahaan, dan c. melakukan
perbuatan hukum, baik di luar maupun di dalam pengadilan mengatasnamakan perusahaan.
Pembatasan kewenangan ini ditentukan dalam Pasal 17 ayat (2) KUHD yang berbunyi:
“Tindakan yang tidak bersangkutan dengan persekutuan, atau yang bagi para sekutu menurut
perjanjian tidak berwenang mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini.”
Menurut alinea kedua itu, pengurus tidak berwenang melakukan tindakan hukum mengikat
Firma terhadap pihak ketiga bila tindakan itu tidak ada sangkut pautnya dengan bidang
usaha Firma. Selain itu, pengurus juga harus mentaati pembatasan-pembatasan yang sudah
diperjanjikan di dalam AD Firma. Artinya, ukuran dari ruang lingkup kewenangan pengurus
adalah AD Firma yang bersangkutan. Dengan kata lain, sekutu pengurus Firma mempunyai
kebebasan untuk mengelola perusahaan dan bebas bertindak melakukan perbuatan hukum atas
nama Firma, sepanjang perbuatan itu tidak bertentangan dengan AD Firma yang bersangkutan.
Misalnya, Axel sebagai pengurus Firma hukum Axel and Partners berhak mengelola perusahaan,
mencatat atau mengadministrasikan kekayaan perusahaan, dan melakukan perbuatan hukum
misalnya membuat perjanjian dengan klien atas nama Firma hukum Axel and Partners. Tindakan-
tindakan yang dilakukan Axel tersebut dapat dilakukan selama tidak bertentangan dengan
Anggaran Dasar Firma Axel and Partners. Pada CV wewenang dari pengurus sekutu
komplementer sama halnya dengan wewenang pengurus Firma. Sedangkan sekutu
komandit sama sekali tidak boleh melakukan pengurusan CV, walaupun ia dikuasakan
untuk itu. Namun sekutu komandit dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan internal saja. Misalnya,
sekutu komandit mengurus masalah pencatatan pemasukan dan pengeluaran dari CV, dan tidak
melakukan perjanjian dengan pihak ketiga.

Aspek hukum eksternal yang ketiga adalah mengenai Siapa yang memikul kewajiban
persekutuan terhadap pihak ketiga, dan sebagainya. Pada Persekutuan Perdata, mengenai
siapa yang memikul kewajiban persekutuan terhadap pihak ketiga, terdapat ketentuan yang
terdapat pada Pasal 1644 KUHPerdata yang berbunyi “Janji bahwa suatu perbuatan telah
dilakukan atas tanggungan persekutuan hanyalah mengikat si sekutu yang melakukan perbuatan
itu saja dan tidaklah mengikat sekutu-sekutu lainnya, kecuali jika orang-orang yang belakangan
ini telah memberikan kuasa kepadanya untuk itu, atau urusannya telah memberikan manfaat bagi
persekutuan.” Artinya, suatu perjanjian yang dibuat dengan pihak ketiga hanya mengikat
sekutu yang membuat perjanjian tersebut, kecuali jika terdapat pemberian kuasa dari
sekutu lainnya atau adanya manfaat untuk persekutuan. Misalnya, seorang pengacara
bernama Budi pada kantor hukum Justitia dengan bentuk persekutuan perdata mendapatkan
seorang klien, tindakan Budi terhadap kliennya tersebut tidak mengikat sekutu-sekutu lainnya,
melainkan hanya dirinya sendiri, sehingga apapun resiko yang terjadi ditanggung oleh Budi sendiri
karena perbuatan tersebut hanya mengikat Budi sendiri. Kecuali jika pada kantor hukum Justitia
tersebut tersebut, sekutu-sekutu lainnya memberikan kuasa kepada Budi untuk itu atau sekutu-
sekutu tersebut telah menikmati manfaat atas tindakan Budi terhadap kliennya. Bilamana
perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus Firma adalah merupakan tindakan yang
sah, dalam arti tidak bertentangan dengan AD, UU, kepatutan, dan ketertiban umum, maka
semua sekutu Firma bertanggung jawab terhadap perbuatan hukum tersebut. Hal itu
ditegaskan di dalam Pasal 18 KUHD, yang isinya sebagai berikut: “Dalam persekutuan Firma,
tiap-tiap sekutu bertanggung jawab secara tanggung menanggung untuk seluruhnya atas
perikatan-perikatan Firma.” Pasal ini menegaskan tentang sistem pertanggungjawaban sekutu
Firma dalam memenuhi kewajibannya terhadap pihak ketiga, yaitu dengan cara: tanggung
menanggung. Dalam KUHD tidak terdapat ketentuan yang menjelaskan mengenai tanggung
menanggung. Sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD yang berbunyi: “Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, seberapa jauh daripadanya dalam Kitab ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab ini.”
Berlakulah Pasal 1280 KUHPerdata yang mengatur mengenai sistem pertanggungjawaban
tanggung menanggung tersebut. Pasal 1280 KUHPerdata berbunyi: “Adalah terjadi suatu
perikatan tanggung menanggung di pihaknya orang-orang yang berutang, manakala mereka
kesemuanya diwajibkan melakukan suatu hal yang sama, sedemikian bahwa salah satu dapat
dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan oleh salah satu membebaskan orang-orang berutang
lainnya terhadap si berpiutang.” Misalnya Adi, Beni, dan Chandra adalah sekutu Firma ABC.
Firma ABC merupakan badan usaha yang bidang usahanya menjual cireng. Adi sebagai pengurus
melakukan perjanjian jual beli dengan Luna dalam pembelian sagu yang merupakan bahan dari
cireng untuk Firma ABC. Dalam melakukan perjanjian jual beli dengan Luna, Adi berhutang
pembayaran sebesar 10 juta rupiah. Dalam hal ini Luna dapat menagih hutang kepada Adi 10 juta
atau kepada Beni 10 juta atau kepada Chandra 10 juta, atau kepada ketiganya secara bersama-sama
sebesar 10 juta. Jika Beni telah membayar 10 juta kepada Luna, maka kewajiban Adi dan Chandra
untuk membayar 10 juta kepada Luna terhapus. Pada CV, sekutu komplementer sama seperti
Firma, meskipun sekutu komplementer yang bukan pengurus tidak melakukan tindakan
aktif atas nama CV, tetapi ia tetap bertanggungjawab atas utang-utang atau kewajiban CV
terhadap pihak ketiga. Sedangkan sekutu komandit, ia sama sekali tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas utang-utang atau kewajiban CV, asalkan ia tidak melanggar
ketentuan Pasal 20 KUHD. Misalnya, sekutu komandit CV Adinata melakukan perjanjian jual-
beli atas nama CV Adinata dengan PT Cemerlang, maka sekutu komandit CV Adinata
bertanggungjawab atas kewajiban CV Adinata terhadap PT Cemerlang.

Referensi:

Sardjono, Agus. et al. Pengantar Hukum Dagang. Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2018.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh Subekti dan R.
Tjitrosudibio. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Anda mungkin juga menyukai