Prosiding SNGef Unhas 2016 - Fixed PDF
Prosiding SNGef Unhas 2016 - Fixed PDF
ISBN : 978-602-7787-19-3
i
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Editor :
Muh. Hamzah Syahruddin
Saaduddin
ISBN: 978-602-7787-19-3
Cetakan Pertama, Agustus 2016
Editor : Muhammad Hamzah Syahruddin, Saaduddin
Perancang sampul: Wulan Salle Karurung
Tim Reviewer:
Prof. Dr. Dadang Ahmad Suriamihardja
Prof. Dr. Halmar Halide, M.Sc.
Dr. Muhammad Altin Massinai, M.T. Surv.
Diterbitkan Oleh:
Departemen Geofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar, 90245
Email: sngeof2016@science.unhas.ac.id
http: http://www.unhas.ac.id/geofisika/
iii
KATA PENGANTAR
Terlebih dahulu mari kita panjatkan Puja dan Puji Syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa
(Allah, SWT) oleh karena atas karuniaNya sehingga Prosiding Seminar Nasional Geofisika
(SNG) Universitas Hasanuddin 2016 dapat diterbitkan. SNG 2016 ini dilaksanakan pada hari
Sabtu, tanggal 06 Agustus 2016 di Gedung IPTEKS Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pelaksana kegiatan SNG 2016 adalah Program Studi Geofisika, FMIPA Universitas Hasanuddin.
Sebagai Narasumber dalam acara seminar ini kami mengundang pakar Internal dari Program
Studi Geofisika Unhas dan pembicara dari HAGI Pusat. Kepada Bapak/Ibu Para Narasumber
kami ucapkan banyak terimakasih atas kesediaannya sebagai pembicara mengisi materi pada
acara seminar ini. Sedangkan sebagai peserta seminar hadir sekitar 100-150 orang, berasal dari
kalangan para peneliti, praktisi, ilmuwan, akademisi, dan stakeholders, masyarakat umum,
mahasiswa, dari berbagai wilayah di tanah air. Atas partisipasi Bpk/Ibu dalam SNG 2016 kami
ucapkan banyak terima kasih.
Prosiding ini memuat hasil penelitian dari berbagai bidang geosains, antara lain adalah
geofisika, geologi, geodesi, geografi, oceanografi, fisika bumi, meteorology, klimatologi,
astronomi, vulkanologi dan geomatika.
Demikian secara singkat yang dapat panitia sampaikan, ucapan terimakasih dan penghargaan
yang tinggi kami haturkan kepada semua pihak yang turut membantu suksesnya pelaksanaan
kegiatan seminar sampai penerbitan prosiding ini. Besar harapan semoga Prosiding Seminar
Nasional Geofisika 2016 Universitas Hasanuddin dengan tema “Optimalisasi Geosains dalam
Era MEA” dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
iv
DAFTAR ISI
Halaman Sampul i
Kata Pengantar iv
Daftar Isi v
v
Muhammad Hamzah Inversi Topografi Perumahan UNHAS Antang 45
Syahruddin, Asraf, Akmal,
Fitriani, Fauziah
Wulan Salle Karurung,
Muh. Karnaen, Ikhsan, Studi Variasi Spasial B Value Dan Indeks Seismisitas 50
Marniati, R.Jamroni, Jeszy Wilayah Sesar Matano Berdasarkan Hubungan Antara
Wan Irfandy Magnitudo Dan Frekuensi Gempa Bumi
Saaduddin, Sismanto, dan Estimasi Ground Shear Strain Kota Padang Sumatera 80
Marjiyono Barat Berdasarkan Respon Mikrotremor
vi
Edy Wijanarko and Eko Budi Mapping of Volcanic Features in Atambua, NTT Area 85
Lelolo Based on Magnetic Method: Horizontal/Vertical
Derivative, Euler Deconvolution and Pseudo-gravity
Methods
Reski Ayu Magfira, Andi Estimasi Cadangan Batubara Menggunakan Metode 92
Tenri Awali Wildana, Curnia Drilling Dan Software Surpac
Sri Weny Bumbungan
Dwi Nurfatimah, Arifin Sensor Pergeseran Berbasis Rugi Daya Kelengkungan 119
pada Serat Optik Plastik untuk Deteksi Longsor
Wa Ode Isra Mirani, Analisis Spektral Dan Distribusi Hiposenter Gempa 124
Muhammad Altin Massinai, Vulkanik Gunung Kelud
Makhrani
vii
Riski , Bidayatul Armynah Laju Penetrasi Klorida Pada Beton Menggunakan 129
Metode Rapid Migration Test
Muhammad Altin Massinai, Pengaruh Aktivitas Tektonik pada Gunung Gamalama 146
Suciati, Lantu
Andi Tenri Awali Wildana, Analisis Kurva HVSR untuk Distribusi Indeks 170
Lantu, Sabrianto Aswad Kerentanan Seismik Kawasan Rawan Gempabumi
viii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
hot-spot yang diamati pada pulau Sumatera dan Pada Gambar 2a dan 2b ditunjukkan pula adanya fenomena
Kalimantan. El Niño yang ditandai dengan nilai ENSO yang lebih besar
dari +0.5 oC. Ada 3 puncak El Niño yang teridentifikasi
Metoda yakni El Niño tahun 2007, 2010 dan 2015. Tampak bahwa,
Metoda yang digunakan dalam permodelan pasangan input- puncak hot-spot mendahului puncal ENSO pada ketiga El
output system peringatan dini KARHUTLA ini adalah Niño tersebut.
persamaan regresi linear. Penentuan koefisien regresinya
dilakukan menggunakan algorithma matriks pada paket
pemrograman MATLAB® [Brown, 2009]. Akurasi model
ditentukan melalui teknik rolling-validation dengan skema
pada Gambar 1.
2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gambar 3a-d. Hasil prediksi time series jumlah hot-spot menggunakan ENSO masing-masing untuk Indonesia (3a) dan Malaysia
(3b). Jumlah observasi hotspot ditunjukkan oleh lingkaran kosong dan prediksinya disajikan menggunakan garis penuh. Selain itu
disajikan pula diagram serak jumlah hot-spot observasi versus prediksi masing-masing untuk Indonesia (3c) dan Malaysia (3d).
Pada diagram-serak ini ditampilkan juga ukuran akurasi seperti korelasi („r‟), kesalahan prediksi (RMSE), dan jarak Euclidean
(„EUC‟).
3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gambar 4a-d. Hasil prediksi time series jumlah hot-spot di Indonesia menggunakan prediktor tunggal ENSO (4a) dan prediktor
ENSO plus jumlah hot-spot semusim sebelumnya (4b). Seperti Gambar 3a dan 3b sebelumnya, jumlah observasi hotspot
ditunjukkan oleh lingkaran kosong dan prediksinya disajikan menggunakan garis penuh. Selain itu disajikan pula diagram serak
jumlah hot-spot observasi versus prediksi masing-masing untuk prediktor tunggal ENSO (4c) dan predictor ENSO plus jumlah
hot-spot semusim sebelumnya (4d). Nilai akurasi prediksi juga ditampilkan kembali menggunakan korelasi, RMSE, dan jarak
Euclidean.
Jumlah hot-spot yang teramati di Indonesia dan Malaysia karang di perairan laut Australia terjadi 11 bulan sebelum
dipengaruhi oleh faktor lokal dan faktor remote. Fenomena munculnya El Niño 1982-1983 [Coffroth dkk., 1990].
Iklim (ENSO) yang lokasinya di Samudera Pasifik dapat Menggunakan teknik ANFIS (Adaptive Neuro-Fuzzy
dipandang sebagai faktor remote, sedangkan jumlah hot- Inference System), Halide dan Ridd [2002] menemukan
spot semusim yang lalu adalah representasi pengaruh lokal. efek suhu laut lokal lebih dominan pengaruhnya pada
Meskipun sosok ENSO berperan dalam menentukan kejadian pemutihan terumbu karang. Hal ini tampaknya
kondisi keikliman (suhu dan curah hujan) [Trenberth dan yang terjadi pada kemunculan hot-spot di Malaysia dan
Caron, 2000; Ashok dkk., 2007] pada suatu lokasi melalui Indonesia yang mendahului El Niño seperti ditunjukkan
„teleconnection effect‟-nya, ia belum tentu berhubungan pada Gambar 2.
langsung dengan timbulnya suatu kejadian. Ambillah
pemutihan terumbu karang (coral bleaching) sebagai salah Bagimana dengan pengaruh jumlah hot-spot semusim
satu contohnya. Fenomena ini tak selalu bersamaan sebelumnya? Dalam konteks keikliman, efek ini disebut
waktunya dengan puncak ENSO. Pemutihan terumbu „persistence‟ – tetap mempertahankan keadaannya. Jadi,
4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
jika jumlah hot-spot saat ini berjumlah banyak, maka Halide, H. and P. Ridd, 2008a. International Journal of
jumlah hot-spot pada saat mendatang juga akan berjumlah Climatology, 28 (2): 219-233.
yang sama. Fenomena persistence ini misalnya sudah Halide, H. and P. Ridd, 2008b. International Journal of
diselidiki oleh Pausas dan Bradstock [2017]. Mereka Environmental Health and Research 18 (4): 253-265.
menemukan bahwa fenomena ini dipengaruhi oleh interaksi
antara komunitas/species tanaman dengan rezim kebakaran. Halide, Halmar, 2014. Celebes International Conference on
Earth Sciences (CICES 2014), Kendari, Nov 10,
Uraian diatas menunjukkan sejumlah hal yang berkaitan 2014.
dengan keberhasilan memprediksi jumlah hot-spot. Hyndman R.J., G. Athanasopoulos, 2013. Forecasting:
Pertama, adanya dominasi faktor lokal baik itu jenis principles and practice
spesies/tanaman maupun kondisi meteorologis (suhu dan [https://www.otexts.org/book/fpp]
curah hujan) setempat. Kedua, keberhasilan membuat Jordan, M. I., T. M. Mitchell, 2015. Science 349 (6245):
prediksi ini juga bergantung pada kompleksitas model yang 255-260.
digunakan untuk memperhitungkan efek non-linear pada
Kapoor, P., S. S. Bedi, 2013. ISRN Signal Processing
ekosistem tempat terjadinya hot-spot. Aspek terakhir inilah
Volume 2013 [http://dx.doi.org/10.1155/2013
yang kemudian mendorong aplikasi yang luas pada teknik-
/156540]
teknik mutakhir seperti Neural-Net dan Fuzzy logic untuk
memprediksi bencana termasuk KARHUTLA [Jordan dan Pathirana, V. K., 2015. Dissertations. University of South
Mitchell, 2015; Dutta dan Das, 2016]. Florida, 92 halaman. http://scholarcommons.usf.edu
/etd/5757
Kesimpulan Pausas, J. G., R.A. Bradstock, 2007. Global Ecology and
Biogeography 16: 330–340.
Kesesuaian antara prediksi dan jumlah hot-spot yang
diamati dipengaruhi oleh banyaknya jumlah prediktor yang NCEP, 2016. National Center for Environmental Prediction.
digunakan. Model yang menggunakan kombinasi prediktor http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/3mth.
ENSO dan jumlah hot-spot semusim sebelumnya nino34.81-10.ascii.txt
menghasilkan prediksi yang jauh lebih akurat dengan Trenberth, K. E., J. M. Caron, 2000. Journal of Climate 13
model yang hanya menggunakan prediktor tunggal ENSO. (24): 4358–4365.
UN-ESCAP (The United Nations for the Economic and
Pustaka / References
Social Commission for Asia and the Pacific), 2016.
[http://www.unescap.org/resources/disasters-asia-
Ashok K., S. K. Behera, S. A. Rao, H. Weng, 2017, T. and-pacific-2015-year-review]
Yamagata, 2007.. Journal of Geophysical Research
UNISDR (The United Nations Office for Disaster Risk
(Oceans) 112 (C11) http://onlinelibrary.wiley.com
Reduction), 2010. Synthesis report on ten ASEAN
/doi/ 10.1029/2006JC003798/abstract
countries disaster risks assessment.
ASMC (ASEA Specialised Meteorological Centre), 2016. http://www.unisdr.org/files/18872_asean.pdf
[http://asmc.asean.org/asmc-haze-hotspot-monthly#
Hotspot] UNISDR (The United Nations Office for Disaster Risk
Reduction), 2015. Chart of the Sendai Framework for
Brown S. H., 2009. Alabama Journal of Mathematics Disaster Risk Reduction 2015-2030.
Spring/Fall 2009. http://ajmonline.org/2009/brown http://www.unisdr.org/files/44983_sendaiframeworks
.pdf implifiedchart.pdf
Coffroth, M., H.R. Lasker, I.K. Oliver, 1990. Elsevier,
Amsterdam, hal. 141-182.
Ucapan Terima Kasih
Dutta R.,, A. Das, J., 2016. Published 10 February
2016.DOI: 10.1098/rsos.150241.
Saya berterima kasih kepada ASMC dan NOAA yang telah
EM-DAT, 2016. [http://www.emdat.be/] menyediakan akses data hot-spot dan ENSO bagi publik.
Halide, H., P. Ridd, 2002. Physica-Verlag, Heidelberg, hal. Kedua perangkat data tersebut memungkinkan
352-362. dlaksanakannya permodelan ini.
5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Inflow to: , , and : equation (1) Outflow from , , and : equation (2)
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
̃
( ) ( )( ) ̃
̃
In the case of no dissipative outflows: ; Further examples are shown in Table-3 for variety of
and no recycles: , such that it may be: dissipations and productions with keeping supply of raw
; ; and , the system remains material to be constant.
that which means that no mining activities at all
as depicted in Figure-2. Following Ulanowicz et al. (ULANOWICZ R. S., 2009)
based on economic input-output analysis, the following
Table-4 and Table-5 are useful tables to see how the
interactions conduct in the mining activities between
compartments of extraction, processing, and delivering, and
to compare what is the ratio of a share connector
to both total outflows and inflows in each
compartment. It can be distinguished by different colors,
that are cycle connectors, while
are recycle connectors.
Figure-2
The system has no dissipations: ;
and has no recycle processes: ;
Eventually:
̃ , ,
, ,
( ) ( ) (̃)
̃
̃
(1) ( ) ( ) ( ) (̃) ( )
̃
̃
(2) ( ) ( ) ( ) (̃) ( )
̃
8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
̃
(3) ( ) ( ) ( ) (̃) ( )
̃
̃
(4) ( ) ( ) ( ) (̃) ( )
̃
𝒊 𝟏 0 ̃ ̃ ̃
𝒊 𝟐 ̃ 0 ̃ ̃
𝒊 𝟑 ̃ ̃ 0 ̃
Inflows 𝐓𝐒𝐓 𝑻
𝒋 𝟏 𝒋 𝟐 𝒋 𝟑 Outflows
𝒊 𝟏 0
𝒊 𝟐 0
𝒊 𝟑 0
Inflows 𝑻
Quantifying Ascendency, Resilience, and Sustainability The symbol represents one‟s surprise at seeing an event
Quantification process is using the result of economic that occurs with probability, , and k is an appropriate
input-output analysis above, and brings them entering the positive scalar constant. Moreover is the unconditional
theory of information which has been used in ecology by probability that event i will occur under all possible
Ulanowicz et al. (ULANOWICZ R. S., 2009) for more than conditions. The product of the (probability) measure of the
three decades commencing from late 1980. As was presence of an event, i, by a magnitude of its
mentioned previously, Bateson defined information as (probability) absence or surprise yields a quantity that
“difference that makes difference,” in this respect represents the indeterminacy of the event,
Ulanowicz (ULANOWICZ R. S., 2009) further gives (4)
additional attribute that such difference almost always For the entire ensemble of events, the aggregate systems
involves the absence of something. Based on this indeterminacy, H(A), can be calculated through (Shannon
importance of being absent, he uses Boltzmann‟s famous index) or the average of indeterminacy:
definition of surprise:
(5) 𝐻(𝐴) ∑ ∑
(3) [ ]
9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
The equation (5) represents the average information that we principle: “In the absence of major perturbations
do not have, which is called missing information, and is ecosystems exhibit a propensity to increase in ascendency,
called also as a self-information of the system. or the systems develop more along the lines on increasing
efficiency.” However, Goener et al. [GOENER, 2009]
Missing information for a collective compartment reminded that both resilience and efficiency are related to
according to Koorehdavoudi [KOOREHDAVOUDI, 2016] the levels of diversity and connectivity found in the
is defined as the level of missing communicated network which can be represented by total system through
information between compartments due to their flow, , but in opposite directions. Consequently, they
interactions. In other words, the interpretation of missing argued further that flow-network sustainability can
information by Koorehdavoudi is the amount of reasonably be defined as the optimal balance of efficiency
information needed to specify the coupling between the and resilience as determined by nature and measured by
compartments as a result of the exact structural state of the system structure. In their curve, the optimal sustainability is
group forming a specific structure of the system. The situated slightly (asymmetric) toward the resilience side,
missing information of the state due to the swarm the resulting asymmetry suggests that resilience plays a
evolving from other compartments is gauged by scaling the greater role in optimal sustainability than does efficiency.
Shannon index (the aggregate systems indeterminacy) by Systemic efficiency (SE) and resilience capacity (RC) or
the Total System Through-flow ( ) which consider the reserve capacity (overhead), based on equation (6) and (8),
interaction with other compartments. Ulanowicz are formulated as follows:
[ULANOWICZ R. S., 2009] formulated the Total System
Through-flow ( ) by summing the whole swarm of (9) (𝐴 ) ∑ ( )
inflows and outflows to and from each compartment
Where the term under the logarithmic operator is the ratio
structuring the system, as is shown in Table 4 and Table-5.
of micro probability ⁄ (as ratio of connector to
Consequently, the missing information of the system is
formulated as: internal storage of compartment or partial probability of
outflow from compartment i), to macro probability
∑ ∑
(6) 𝐻(𝐴) ∑ ( ) ( ) ⁄ (as ratio of internal storage to total system
throughflow or probability of outflow from
∑ ( ) ( )
compartment j), which can be rewritten as:
⁄
(10) .
Ulanowicz [ULANOWICZ R. , 2001] argued that 𝐻(𝐴) ⁄
must be considered on how A distributes when it interacts When , it simply (10) gives: .
with B. From his mathematical reasoning, 𝐻(𝐴) its self as
depicted in equation (6) performs the meaning of 𝐻(𝐴 ) While, resilience capacity (RC) depends on product of
as a joint entropy which can be decomposed into two ⁄ (partial probability of outflows from compartment
components according to its relationship between i) to ⁄ (partial probability of inflows to compartment
probability of event (entity) A and probability of event
j) with reference to , which is written as:
(entity) B as follows:
(7) 𝐻(𝐴 ) (𝐴 ) 𝐻(𝐴| ) (11) ∑ ( )
In equation (7), (𝐴 ) is called as the average mutual Sustainability has a peak value at optimal balance between
information, and describes how much A is correlated with efficiency and resiliency, and spreading to opposite
(constrained by) B; whereas 𝐻(𝐴| ) is the conditional extremes from insufficient diversity (towards brittleness or
entropy, quantifies how much freedom (or dissociation of) greater efficiency: ) up to insufficient efficiency
A exhibits in the presence of B, in addition 𝐻(𝐴| ) is the (towards stagnation or greater resilience: ). This
appropriate measure of choice extant in the system, and it information confirms effectively the equation stands for
should be related to system stability. The average mutual sustainability which can be written as:
information is written as follows: (12)
(8) (𝐴 ) ∑ (∑ ) Using equation (6), the sustainability can be written as:
∑
∑ ∑ ( ) ( ) (13) 𝐻(𝐴 ) ∑( ) ( )
Equations (12) and (13) have been confirmed in Table-6.
Systemic efficiency (SE) or ascendency is a measure of
system organization. In this respect, Ulanowicz
[ULANOWICZ R. , 2001] proposes the phenomenological
10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
𝑻 𝟐 𝑻 𝟐 𝑻 𝟑
𝑻𝟏 0 0.33 0.33 0.67 𝒊 𝟏
̃
(1) 𝑻𝟐 0 0 0.33 0.33 𝒊 𝟐 (̃) ( )
𝑻𝟑 0 0 0 0 𝒊 𝟑 ̃
0 0.33 0.67 1
𝒋 𝟏 𝒋 𝟐 𝒋 𝟑
𝑻 𝟐 𝑻 𝟐 𝑻 𝟑
𝑻𝟏 0 0.262 0.262 0.523 𝒊 𝟏
̃
(2) 𝑻𝟐 0.071 0 0.214 0.285 𝒊 𝟐 (̃) ( )
𝑻𝟑 0.096 0.096 0 0.191 𝒊 𝟑 ̃
0.167 0.357 0.476 1
𝒋 𝟏 𝒋 𝟐 𝒋 𝟑
𝑻 𝟐 𝑻 𝟐 𝑻 𝟑
𝑻𝟏 0 0.373 0.133 0.507 𝒊 𝟏
̃
(3) 𝑻𝟐 0.063 0 0.336 0.399 𝒊 𝟐 (̃) ( )
𝑻𝟑 0.047 0.047 0 0.094 𝒊 𝟑 ̃
0.11 0.42 0.47 1
𝒋 𝟏 𝒋 𝟐 𝒋 𝟑
𝑻 𝟐 𝑻 𝟐 𝑻 𝟑
𝑻𝟏 0 0.4 0.17 0.57 𝒊 𝟏
̃
(4) 𝑻𝟐 0.043 0 0.34 0.38 𝒊 𝟐 (̃) ( )
𝑻𝟑 0.025 0.025 0 0.05 𝒊 𝟑 ̃
0.068 0.425 0.51 1
𝒋 𝟏 𝒋 𝟐 𝒋 𝟑
Conclussion
Based on Harries-Jones`s thought [HARRIES-JONES,
The results gave confirmation to quantification of the 2010], that the role of aesthetics confirms to provide a
mining sustainability , as function of Systemic Efficiency medium through which the mining system should be able to
( ) plus Resilience Capacity ( ). Algebraically, plus communicate through connectors among compartments
will obviously form the formulation of through the about how to understand the whole and thus the unity of the
key relation of the following term: mining activities and the environment. This thought was
emphasized by the Murase`s paradigm [MURASE, 2008]
( )
of endless circulation between nature and nurture, or
(14) ( ) ( ) between self (endo: mining activities) and non-self (exo:
( )
the environment), and gives rise to the emergence of new
The sustainability is based to equation (14) whether orders.
through equation (6) or equation (13).
11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Acknowledgment
References
12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Analisis Pengaruh Karakteristik Sedimen dan Kedalaman Muka Airtanah Terhadap Indeks
Kerentanan Seismik Kota Makassar
Andi Azhar Rusdin1), Danang Sri Hadmoko2), Sunarto2), Saaduddin3)
1)
Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Gowa
2)
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
3)
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Hasanuddin Makassar
13
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
manusia (Bonnefoy et al., 2006; Nakamura, 2008). mendapatkan nilai frekuensi dominan (f0) dan puncak
Mikrotremor atau disebut juga sebagai ambient noise spektrum/amplifikasi (A) yang akan digunakan untuk
merupakan getaran tanah yang disebabkan oleh beberapa menentukan indeks kerentanan seismik pada wilayah
faktor akibat aktivitas manusia, seperti lalulintas, industri, penelitian. Data mikrotremor dianalisis dengan
dan aktivitas manusia lainnya, selain itu sumber menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio
mikrotremor juga disebabkan oleh faktor alam seperti (HVSR). Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio
interaksi angin dan struktur bangunan, arus laut, serta (HVSR) digunakan dengan cara membandingkan spektrum
gelombang laut perioda panjang (Motamed et al., 2007; mikrotremor komponen horizontal terhadap komponen
Peck, 2008).. Menurut Nakamura (1997) indeks kerentanan vertikal di daerah penelitian. Seluruh perhitungan
seismik (Kg) dapat menggambarkan tingkat kerentanan dikerjakan menggunakan program Geopsy dengan keluaran
lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat terjadi berupa rata-rata spektrum HVSR. Dari spektrum ini dapat
gempabumi. Indeks kerentanan seismik dapat digunakan diketahui nilai frekuensi predominan (f0) dan amplifikasi
untuk mengetahui daerah yang merupakan zona rentan (A0) di lokasi pengukuran mikrotremor. Selanjutnya nilai f0
pada saat terjadi gempabumi (Saita et al., 2004; Daryono, dan A0 tersebut dipergunakan untuk menghitung nilai
2011). indeks kerentanan seismik (Kg) dengan rumus:
14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
memberikan informasi mengenai struktur internal lapisan sedimen ( Parolai et al.,2002; Sato et al., 2004; Daryono,
sedimen yang lunak. Hasil pengolahan HVSR data 2011). Pada daerah penelitian sebelah barat dan selatan
mikrotremor tiga komponen dengan menunjukkan bahwa didominasi dengan endapan aluvium yang juga merupakan
nilai faktor amplifikasi (A) yang diperoleh bervariasi daerah pesisir sehingga nilai f0 yang diperoleh semakin
dengan nilai minimum sebesar 0,8 dan nilai maksimum rendah ke arah pantai dan sebaliknya untuk faktor
sebesar 10,1. Faktor amplifikasi terendah dominan amplifikasi. Peningkatan nilai f0 ke arah timur dan selatan
diperoleh dari lokasi pengukuran yang terletak di disebabkan karena pada daerah tersebut didominasi dengan
Kecamatan Panakukang, sedangkan untuk lokasi dengan batuan sedimen laut berselingan batuan gunungapi yang
faktor amplifikasi tertinggi terletak pada lokasi pengukuran terdiri dari Breksi, Lava, Konglomerat dan Tufa.
Pampang.
Analisis data mikrotremor juga menghasilkan indeks
kerentanan seismik. Indeks kerentanan seismik (𝐾𝑔)
merupakan salah satu parameter yang dapat dihitung
dengan menggunakan parameter masukan dari hasil analisis
HVSR data mikrotremor tiga komponen yaitu parameter
frekuensi dominan (f0) dan puncak spektrum/faktor
amplifikasi (𝐴0). Nilai kedua parameter tersebut diperoleh
dari penunjukkan spektrum HVSR. Hasil perhitungan
indeks kerentanan seismik (Kg) di Kota Makassar berkisar
0,1 hingga 62,2 (Gambar 6). Indeks kerentanan seismik
terendah terdapat di lokasi pengukuran Tamalanrea Jaya 1
yang terletak di Kecamatan Tamalanrea dengan nilai indeks
kerentanan seismik sebesar 0,1. Sebaran indeks kerentanan
seismik (Kg) tertinggi dengan nilai indeks kerentanan
seismik lebih besar dari 60 terletak di lokasi pengukuran
Gambar 3. Peta sebaran frekuensi dominan (f0) hasil Wajo Baru, Layang dan Pampang.
pengolahan data mikrotremor Kota Makassar
Berdasarkan hubungan antara indeks kerentanan seismik,
maka daerah penelitian dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelas kerentanan, yaitu: daerah lebih rentan dan daerah
kurang rentan secara seismik. Daerah lebih rentan
merupakan daerah yang dapat mengalami local site effect
saat terjadi gempabumi. Daerah lebih rentan terdapat pada
daerah penelitian yang memiliki nilai indeks kerentanan
lebih dari 1 sedangkan daerah yang kurang rentan memiliki
nilai indeks kerentanan seismik kurang dari 1, di mana
daerah tersebut tidak mengalami local site effect saat terjadi
gempabumi (Daryono, 2011). Persebaran daerah lebih
rentan secara seismik pada daerah penelitian terdapat
Kecamatan Mariso, Kecamatan Mamajang, Kecamatan
Tamalate, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Makassar,
Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Wajo, Kecamatan
Bontoala, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Tallo dan
Gambar 4. Peta Faktor Amplifikasi (A) hasil pengolahan Kecamatan Panakukang (Gambar 5). Persebaran daerah
data miktrotremor Kota Makassar lebih rentan mengikuti satuan formasi batuan yang terdapat
pada daerah penelitian. Daerah lebih rentan terdapat di
Karakteristik spektrum HVSR menunjukkan bahwa nilai satuan batuan aluvium yang material pasir, lanau dan
frekuensi dominan (f0) pada daerah penelitian sebelah barat lempung yang tebal dengan batuan dasar yang dalam yang
dan selatan cenderung lebih rendah dan mengalami menyebabkan terjadinya resonansi gelombang seismik saat
peningkatan ke arah timur dan utara sedangkan sebaliknya terjadinya gempabumi. Persebaran daerah kurang rentan
dengan faktor amplifikasi (A) yang semakin ke barat dan secara seismik terdapat pada 3 Kecamatan yaitu Kecamatan
selatan semakin tinggi nilainya faktor amplifikasinya. Hal Manggala bagian timur dan utara, Kecamatan Tamalanrea
ini berkesesuain dengan kondisi geologi (litologi) daerah dan Kecamatan Biringkanaya. Daerah kurang rentan ini
penelitian. Adanya variasi spektrum mikrotremor memiliki nilai indeks kerentanan seismik lebih kecil dari 1.
dipengaruhi oleh kondisi geologis (litologi) dan ketebalan Persebaran daerah kurang rentan terdapat pada satuan
15
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
batuan formasi camba yang tersusun dari batuan sedimen Makassar yang tersusun Formasi Camba yang terdiri dari
laut berselingan dengan batuan gunungapi dengan batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi
ketebalan sedimen yang tipis sehingga tidak berpotensi (Breksi, Lava, Konglomerat, Tufa). Hasil tersebut
terjadi resonansi saat gempabumi. menunjukkan adanya hubungan antara kondisi geologi
dengan indeks kerentanan seismik.
16
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
40
30
20
20
10
10
0 0
Tidung
Tamamaung
2 Lakkang 1 Kapasa 1 Sudiang 1
MKS053MKS060 MKS041 MKS023 MKS095
Gambar 6. Peta indeks kerentanan seismik disertai dengan penampang data bor Kota Makassar
17
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Selain jenis material penyusun sedimen, variasi indeks airtanah pada puncak musim hujan (Februari-Maret)
kerentanan seismik juga dipengaruhi oleh ketebalan menunjukkan muka airtanah terdapat pada kedalaman 0
sedimen (Gurler et al,2000; Saita et al, 2004; Nakamura, sampai 4 meter. Kedalaman muka airtanah pada musim
2008; Daryono, 2011). Ketebalan sedimen pada penelitian kemarau diukur pada bulan Agustus hingga September
ini didapatkan dari hasil data boring log and SPT/CPT Test dengan kedalaman muka airtanah 0,4 hingga 6 meter.
Result yang tersedia di Kota Makassar. Ketebalan sedimen Kedalaman muka airtanah rata-rata pada musim kemarau
Kota Makassar berdasarkan data bor N-SPT/CPT yaitu adalah 1,75 meter. Muka airtanah dangkal terdapat di
berkisar 2 hingga 26 meter. Hasil penelitian menunjukkan bagian barat Kota Makassar, sedangkan muka airtanah
bahwa daerah yang memiliki ketebalan sedimen yang tipis dalam terdapat di bagian timur Kota Makassar.
2 meter yang terletak di timur Kota Makkassar memiliki
indeks kerentanan seismik sebesar 0,3. Indeks kerentanan Kedalaman muka airtanah rata-rata di daerah penelitian
tertinggi (Kg = 49,1) terletak di bagaian barat daerah yaitu 0,3 meter hingga 4,25 meter. Kedalaman muka
penelitian (pesisir) yang memiliki ketebalan sedimen diatas airtanah rata-rata di Kota Makassar didapatkan dengan
21,6 meter. Indeks kerentanan seismik rendah (Kg < 1) merata-ratakan kedalaman muka airtanah musim kemarau
terletak pada ketebalan sedimen yang kurang dari 10 meter, dengan kedalaman muka airtanah pada musim hujan.
sedangkan indeks kerentanan tinggi terletak (Kg > 30) Kedalaman muka airtanah dangkal dengan kedalaman
terdapat pada daerah dengan ketebalan sedimen lebih 20 kurang dari 1,5 meter tersebar di bagian barat Kota
meter (Gambar 7). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Makassar. Kedalaman muka airtanah dalam terdapat di
adanya hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan bagian timur Kota Makassar dengan kedalaman 1,5 meter
ketebalan sedimen, dimana semakin tebal lapisan sedimen hingga 4,25 meter. Sebaran kedalaman muka airtanah
cenderung memiliki indeks kerentanan seismik yang memiliki kesamaan dengan sebaran litologi dan sebaran
semakin tinggi dan sebaliknya semakin tipis lapisan indeks kerentanan seismik. Muka airtanah dangkal terdapat
sedimen. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bahwa pada daerah yang memiliki indeks kerentanan tinggi yang
indeks kerentanan seismik memiliki korelasi signifikan terletak di satuan endapan aluvium dengan material
dengan ketebalan sedimen dengan nilai korelasi sebesar penyusun terdiri atas pasir, lempung, lanau serta kerikil
0,913 (Gambar 8). dengan. Pada satuan Formasi Camba yang tersusun dari
batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi
(lava, breksi, konglomerat dan tufa) memiliki kedalaman
muka airtanah dalam dengan nilai indeks kerentanan yang
rendah.
18
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
4
25 Engineering, 11:110-123.
3.5
Nakamura, Y. 1997. World Congress on Railway Research,
3 20
Florence.
(meter)
2.5
15 Nakamura, Y., Sato, T., and Nishinaga, M.. 2000.
2 Proceeding of the Sixth International Conference on
1.5 10 Seismic Zonation EERI, Palm Springs California.
1 Nakamura, Y., 2008. The 14th World Conference on
5
0.5 Earthquake Engineering, Beijing, China.
R² = 0.2006
0 0 Nurwihastuti, D. W., Sartohadi, J., Mardiatno, D.,Nehren,
0 20 40 60 80 U., and Restu. 2014. World Journal of Engineering
Indeks Kerentanan Seismik and Technology, 2, 61-70
Kedalaman Muka Airtanah (meter)
Ketebalan Sedimen (meter) Parolai, S., Bormann, P., and Milkereit, C., 2002. Bulletin
Gambar 8. Hubungan ketebalan sedimen dan kedalaman of Seismological Society of America, Vol 92, No 6,
muka airtanah terhadap indeks kerentanan seismik. pp. 2521-2527.
Parolai, S., Mucciarelli, M., Gallipoli, R., Richwalski,
S.M., Strollo, A., 2007. Bulletin of the Seismological
Society of America, Vol. 97, No. 5, pp. 1413–1431.
Kesimpulan
Peck, L., 2008., US Army Corps of Engineer, Engineer
Research and Development.
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian analisis
Saita, J., Bautista, M.L.P. and Nakamura, Y., 2004. Paper
pengaruh karakteristik sedimen dan kedalaman muka
No. 905, 13th World Conference on Earthquake
airtanah terhadap indeks kerentanan seismik di Kota
Engineering, Vancouver, B.C., Canada.
Makassar, Sulawesi Selatan, maka dapat disimpulkan
Sato, T., Nakamura, Y., and Saita, J., 2004. 13th World
sebagai berikut:
Conference on Earthquake Engineering, Paper No.
1. Persebaran daerah lebih rentan secara seismik yang
862, Vancouver, B.C., Canada.
dapat berpotensi terjadi local site effect saat
Sukamto Rab dan Supriatna, S., 1982, Pusat Penelitian dan
gempabumi terdapat di Kota Makassar bagian barat
Pengembangan Geologi. P3G Bandung.
dan selatan. Persebaran daerah kurang rentan secara
Syahruddin, M.H., 2013. Prosiding Seminar Nasional
seismik terdapat di Kota Makassar bagian timur dan
Fisika, Universitas Hasanuddin, Makassar.
utara.
Tuladhar, R., Cuong, N.N.H., and Yamasaki, F., 2004. 13 th
2. karakteristik sedimen dan kedalaman muka airtanah
World Conference on Earthquake Engineering, Paper
memengaruhi sebaran nilai indeks kerentanan
No. 2539, Vancouver, B.C., Canada.
seismik. Indeks kerentanan seismik tinggi terletak di
Widodo P., 2012. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
wilayah dengan karakteristik sedimen tersusun oleh
Surono dan Hartono, U., 2013. LIPI Press, Jakarta.
material pasir tebal yang berselingan dengan lanau
dan lempung tipis, serta memiliki kedalaman muka
Ucapan Terima Kasih
airtanah yang dangkal. Sebaliknya, di lapisan
sedimen yang tersusun dari material pasir tipis
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Pusat
dengan batu tufa yang dangkal dengan kedalaman
Pendidikan dan Pelatihan BMKG, Fakultas Geografi
muka airtanah dalam memiliki indeks kerentanan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta serta seluruh pihak
seismik yang rendah.
yang telah memberikan bantuan dan fasilitas sehingga
penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar.
Pustaka
19
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6Agustus 2016
Deliniasi Bidang Gelincir Menggunakan Metode Geolistrik, MASW, dan Data Mekanika Tanah
(Studi Kasus: Malausma-Majalengka-Jawa Barat)
Zaenudin. A (1), Romosi. M (1), Kristianto (2), Suharno (1),Mulyatno. B.S (1).
(1)
Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung
(2)
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung
20
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Konfigurasi Wenner-Schlumberger merupakan konfigurasi Dan berikut skema survei lapangan metode MASW aktif
dengan sistem aturan spasi yang konstan dengan catatan seperti pada Gambar 3.
faktor “n” untuk konfigurasi ini adalah perbandingan jarak
antara elektroda C1-P1 atau C2-P2 dengan spasi antara P1-
P2 seperti pada Gambar 1. Jika jarak antar elektroda
potensial (P1 dan P2) adalah a maka jarak antar elektroda
arus (C1dan C2) adalah 2na+a. Proses penentuan
resistivitas menggunakan empat buah elektroda yang
diletakkan dalam sebuah garis lurus (Sakka, 2002).
21
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
22
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukan model perlapisan Gambar 10. Hasil dua dimensi MASW lintasan 2.
dengan nilai tahanan jenis < 25 ohm.m diduga merupakan
lapisan lempung, lapisan dengan nilai tahanan jenis 25-75
ohm.m diduga merupakan lapisan tufa, dan lapisan dengan
nilai tahanan jenis >75 ohm.m diduga merupakan lapisan
breksi tak terkonsolidasi. Dengan ketebalan lapisan
lempung sekitar 10 m, ketebalan lapisan tufa sekitar 3-6 m
dan ketebalan lapisan breksi tak terkonsolidasi sekitar 4-5
m di bawah permukaan.
23
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Metode mekanika tanah dilakukan dengan pengambilan Dari analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sampel di beberapa titik di permukaan pada kemiringan sebagai berikut:
lereng yang akan diuji. Sampel kemudian diuji sifat kohesi, 1. Pemodelan geolistrik 2D dapat menunjukkan 3 lapisan
sudut geser dalam dan berat isi asli di laboratorium. Hasil dengan nilai tahanan jenis <25 ohm.m diduga merupakan
uji besaran fisika tersebut digunakan untuk pembuatan lapisan lempung, nilai tahanan jenis 25-75 ohm.m diduga
model keamanan lerengnya. merupakan lapisan tufa, dan nilai tahanan jenis >75
ohm.m diduga merupakan lapisan breksi tak
Pengolahan data mekanika tanah menggunakan software terkonsolidasi. Bidang gelincir diduga merupakan kontak
Geoslope 2004 metode Morgenstern-Price dihasilkan antara lapisan lempung dengan lapisan tufa pada
model 2D seperti pada Gambar 12 (lintasan 1) dan Gambar kedalaman 5 m.
13 (lintasan 4). 2. Pemodelan MASW menunjukkan nilai kecepatan
gelombang S antara nilai 40-183 m/s diduga merupakan
lapisan tanah lunak dan nilai kecepatan gelombang S
antara nilai 183-366 m/s diduga merupakan lapisan tanah
kaku. Bidang kontak antara lapisan tanah lunak berada
pada kedalaman 5 m.
3. Pemodelan kestabilan lereng dengan software Geoslope
2004 menunjukkan nilai Faktor Keamanan (FK) lereng
sebesar 1,261 pada Tenggara yang berarti lereng tersebut
termasuk lereng relatif stabil dan nilai Faktor Keamanan
lereng sebesar 0,980 yang berarti lereng tersebut
termasuk lereng labil pada bagian Baratlaut.
4. Metode geolistrik dan MASW menunjukkan kesesuaian
analisis bidang gelincir dan sangat akurat dalam mitigasi
bencana geologi khususnya gerakan tanah.
Gambar 12. Hasil Geoslope lintasan 1 metode
Morgenstern-Price.
Model tersebut menggunakan analisis metode entry dan Pustaka
exit sehingga diperoleh radius seperti pada Gambar 12.
Dari model tersebut diketahui bahwasannya nilai Faktor Bowles, J.E., 1989, Sifat-sifat Fisik dan Geoteknis Tanah,
Keamanan (FK) pada Lintasan 1 sekitar 1,261 yang berarti Erlangga, Jakarta, 562 hal.
lereng tersebut termasuk lereng relatif stabil (Bowles, Budhitrisna, T., Supandjono, J.B., Pangabean, H., dan
1989). Marino, 1986, Peta Geologi Lembar Tasikmalaya Jawa
Barat skala 1:100.000, Pusat Penelitian dan
Gambar 13 menunjukkan model keamanan lereng pada Pengembangan Geologi, Bandung.
lintasan 4. Dari model tersebut diketahui bahwasannya nilai Hunter, J.A., Burns, R.A., Good, R.L., Aylsworth, J.M.,
Faktor Keamanan (FK) lintasan 1 sekitar 0,980 yang berarti Pullan, S.E., Perret, D., dan Douna. M, 2007, Borehole
lereng tersebut termasuk lereng labil (Bowles, 1989). Shear-Wave Velocity Measurments of Champlain Sea
Sediments in the Ottawa-Montreal Region, Geological
24
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Survey of Canada, Open File 5345, Ottawa, Ontario, Santoso, D., 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Institut
Canada. Teknologi Bandung, Bandung.
Park, C.B., Miller, R.D., dan Xia, J., 1999, Multichannel Telford, W.M. Geldart, L.P., dan Sheriff, R.E. 1990.
Analysis of Surface Wave, Geophysics, Vol. 64, No. 3, Applied Geophysics Second Edition. New York:
P. 800-808. Cambridge University.
Pujiastuti, D., Edwiza, D., Mustafa, B., dan Indrawati, 2009, Wirakusumah, A.D., 2012, Gunungapi Ilmu dan
Penentuan Kedalaman Bidang Gelincir Daerah Rawan Aplikasinya, Pusat Survei Geologi, Bandung.
Gerakan Tanah Dengan Metode Tahanan Jenis,
Prosiding Seminar Nasional Fisika Universitas Andalas, UcapanTerimaKasih
42-54.
Sakka, 2002, Metode Geolistrik Tahanan Jenis, Fakultas Diucapkan terimakasih kepada Pusat Vulkanologi dan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Unhas, Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung atas
Makassar. kerjasama dan bantuannya dan seluruh pihak yang telah
membantu dalam makalah ini.
25
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Analisis Respons Spektra Gempa Bumi Lengan Utara Sulawesi Sebagai Upaya Mitigasi Bencana
Guntur Pasau1, Gerald H. Tamuntuan2, Adey Tanauma3
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat, Manado 95115
pasaujunior@gmail.com1, gtamuntuan@gmail.com2, adeytanauma@yahoo.com3
26
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
slab dari lempeng yang sama menunjam ke dua arah yaitu gempa disuatu wilayah. Metode yang sering digunakan
barat (Gambar 2) dan timur berbentuk seperti U terbalik dalam analisis resiko gempa adalah metode probabilistik.
(Widyantoro, 2007). Kejadian gempa historik besar tercatat Metode Probabilitas Total yang dikembangkan McGuire
akibat dari tumbukan ganda ini adalah gempa dengan skala (1976) berdasarkan konsep probabilitas dari Cornell
Mw 7,9 di lempeng barat Laut Maluku dan skala Mw 8,1 di (1968). Metode PSHA adalah analisis resiko gempa
lempeng Timur Laut Maluku. Dari distribusi hypocenter probabilistik yang memperhitungkan dan menggabungkan
gempa di Lempeng Sangihe yang menunjam kea rah barat ketidakpastian dari skala kejadian gempa, lokasi dan
menunjukkan bahwa lempeng ini telah menembus sampai frekuensi kejadiannya untuk mendapatkan gambaran yang
kedalaman 675,1km melewati batas mantel atas (upper menyeluruh mengenai tingkat resiko gempa (Tim Revisi
mantel) dan mantel bawah (lower mantel). Gempa, 2010). Resiko gempa adalah kemungkinan
terlampauinya (probability of exceedance ) suatu gempa
dengan intensitas tertentu selama suatu masa guna
bangunan. Saat ini, peraturan bangunan internasional
terbaru untuk bangunan tahan gempa menggunakan peta
resiko kegempaan dengan resiko terlampaui sebesar 2 %
selama masa guna bangunan 50 tahun (2% probability of
exceedance in 50 years) atau setara dengan periode ulang
gempa 2475 tahun berdasarkan peraturan-peraturan gempa
modern.
27
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
maksimum, slip rate, dan fungsi atenuasi. Parameter laju kejadian pertahun (annual rate of exceedance)
seismik tersebut merupakan karakteristik kegempaan dari terhadap besar hazard (percepatan gerakan tanah) yang
suatu wilayah. Hasil analisis resiko gempa berupa terjadi. Dalam makalah ini diambil sampel dua kota pada
percepatan puncak di batuan dasar (peak ground lengan utara yakni satu kota yang terletak pada bagian utara
acceleration) dan respons spektra pada periode T=1 detik yakni Lolak Kabupaten Mongondow Utara dan satu Kota
untuk probablitas terlampui 2% dalam 50 tahun atau setara yang terletak di selatan yakni Belang merupakan salah satu
dengan periode ulang gempa 2500 tahun. Selain percepatan Kecamatan di Minahasa Tenggara. Kurva resiko pada
juga dihasilkan kurva hazard yang merupakan hubungan kondisi peak ground acceleration (PGA) dari salah satu
antara laju kejadian pertahun (annual rate of exceedance) kota yang disebelah utara lengan utara yakni Kota Lolak,
terhadap besar hazard (dalam percepatan). Kurva hazard Bolang Mongondow (Gambar 3) menunjukkan bahwa
juga digunakan untuk mengetahui besar kontribusi sumber gempa yang memberikan percepatan gempa yang
(percepatan) dan laju kejadian pertahun dari beberapa paling besar yakni sumber gempa subduksi (megathrust).
sumber gempa dari suatu site yang ditinjau. Sumber gempa ini berasal dari aktifitas megathrust
Subduksi Sulawesi Utara, yang berada di kedalaman 0-
Hasil dan Diskusi 50km. Sumber gempa lain yang memberikan kontribusi
yang cukup besar yakni sumber gempa shallow
Data yang terkumpul dari berbagai katalog dengan background. Sumber gempa ini berada pada kedalaman
magnitude 3-7.9Mw sebanyak 7563 kejadian gempa, kurang dari 50 km.
kemudian yang menghasilkan gempa utama (main sock)
sebanyak 1311 dengan kedalaman bervariasi mulai dari
dangkal 6km sampai kedalaman 675km yang melewati
batas diskontinuitas.
28
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan
Dari hasil analisis respon spektra gempa bumi di batuan
dasar lengan utara Sulawesi pada probabilitas terlampaui
2% dalam 50 tahun, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Percepatan punck di batuan dasar pada kondisi peak
ground acceleration sebesar 0.142g-2.191g sedangkan
respon spektra pada periode T=1 detik berkisar 0.153g-
2.352g.
2. Sumber gempa yang menimbulkan resiko paling besar
bersumber dari sumber gempa subduksi (megathrus) dan
sesar (fault).
3. Wilayah-wilayah yang dekat atau dilalui sumber gempa
merupakan wilayah yang sangat rawan akan resiko
gempa bumi.
Pustaka
Gardner, J.K. and Knopoff, 1974. Seimological Society
of America, 64, p.1363-1367
Hall, R. dan Wilson, M.E.J, 2000, Asian Earth Sciences,
18, 781–808
Harmsen, S. 2007. U.S. Geological Survey.
Katili, J. (1978), Tectonophysics, 45, 289-322.
Pasau, G., dan Tanauma, A, 2015, Spektra, 16, 6-10.
Silver, E.A., McCaffrey, R. dan Smith, R.B. (1983b),
Geophysical Research, 88, 9407-9418
Socquet, A., Vigny C. 2006, Geophysical Research, 111,
B08409.
Tim Revisi Gempa Indonesia., 2010. Peta Hazard Gempa
Indonesia
Widyantoro, S., 2007, Fisika dan Struktur Interior Bumi,
BMKG.
Wiemar, S., 2001, Seismological, 72 373-382.
29
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Analisis Data Seismik dengan Menggunakan Metode Spike dan Noise Burst Edit
Bambang Hari Mei dan Hasanuddin
Laboratorium Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar
Email: bambang_harimei2004@yahoo.com
Telah dilakukan penelitian tentang atenuasi spike noise Spike noise terjadi karena pada saat proses perekaman data
pada 1 buah lintasan seismik 2D zona darat. Dalam seismik di lapangan dengan menggunakan geophone
melakukan analisis data menggunakan metode spike and sebagai alat perekam gelombang seismik, geophone
noise burst edit. Aplikasi metode spike and noise burst edit tersebut juga merekam gelombang yang biasa disebut noise
akan melakukan subtraksi dari data seismogram yang dan pada kasus muncuknya spike noise pada data seismik
mengandung spike noise, sehingga yang tersisa adalah yang disebabkan oleh aktifitas kendaraan, manusia serta
refleksi primer. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa adanya hewan disekitar lokasi perekaman data.
metode spike and noise burst edit cukup efektif untuk
mereduksi pengaruh spike noise, khususnya spike noise di Noise jenis seperti ini akan muncuk dalam data seismik
darat pada kedalaman 3000-4000 ms . seperti spike (paku) yang memiliki cirri amplitudo tinggi
dan frekuensi rendah serta selalu muncul dalam setiap
Kata Kunci : spike noise, Atenuasi, spike and noise burst penembakan (shot) di lapangan. spike and noise burst edit
edit adalah merupakan metode yang bertujuan untuk mengedit
spike yang muncul pada data seismik, dengan cara
Abstract menyisipkan jejak seismik yang memiliki spike noise
dengan jejak seismik yang berdekatan, dimana spike noise
Research about Spike Noise rediction on 1 line seismic 2D yang dihilangkan akan di gantikan dengan bagian jejak
of land zone has been done. In this research using Spike seismik yang berdekatan. Amplitudo jejak seismik yang
and Noise Burst Edit method. Aplication Spike and Noise sebelumnya akan disamakan akan disesuaikan dengan
Burst Edit method will be do separation between primary amplitudo jejak seismik yang ada disekelilingnya, dengan
reflection with Spike Noise. Spike Noise which done apart metode ini pula akan mempercepat proses dari pengolahan
by primary reflection and than mute, so it remained is data yang ada.
primary reflection. This research show that Spike and Noise
Burst Edit method is effective to reduce Spike Noise effect, Metodologi
especially land zone in depth 3000-4000 ms.
Data yang digunakan berasal dari lapangan Unhas, sebagai
Keywords : spike noise, Atenuation, spike and noise burst processing digunakan perangkat lunak Sun Microsystem
edit (Sun Blade 2000) dan software ProMAX 2D version
2003.3.3 TM (Landmark). Data yang akan digunakan dalam
Pendahuluan penelitian ini berupa data seismik darat 2D yang terdiri
atas 1 lintasan, data tersebut terdiri dari :Observer report
Dalam survei seismik, suatu jejak seismik yang ideal adalah laporan yang dibuat pada saat akuisisi data di
mestinya hanya berisi signal data yaitu sederetan spike two lapangan digunakan untuk melengkapi raw data data dan
way time yang berkaitan dengan reflektor di dalam bumi. segai petunjuk dan acuan untuk proses selanjutnya.
Namun pada kenyataannya dalam jejak seismik tersebut Observer report ini memuat parameter-parameter seperti :
juga terdapat noise. Dan salah satu noise yang ada pada 1. Daerah lintasan
data seismik adalah spike noise yang merupakan salah satu 2. Koordinat arah lintasan
jenis noise yang berasal dari alam yang muncul pada data 3. Jenis Penembakan yang digunakan di lapangan
seismik yang biasa berbentuk paku, sehingga analisis jejak 4. Posisi antara sumber getar(source) dan penerima
diperlukan untuk mengindentifikasi sinyal dan bising untuk (receiver).
meningkatkan signal to noise ratio. Adapun tujuan dalam Data mentah (Raw data) adalah rekaman data seismik
melakukan analisis data seismik untuk Analisis data pada saat akuisisi data di lapangan yang masih belum
seismik untuk memisahkan sinyal dan bising dan dilengkapi dengan geometry penembakan dilapangan dan
menentukan pengaruh spike noise burst edit terhadap data direkam dalam format SEG-Y.
SEG-Y .
30
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Pemrosesan Data
31
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
32
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan
1. Pada proses pengolahan data seismik Spike Noise yang
ada pada data dapat dihilangkan dengan melakukan
editing sehingga antara sinyal dan bising dapat
dipisahkan dan akan meningkatkan kualitas dari data
seismik itu sendiri
2. Pada proses Spike and noise burst edit cukup dengan
memasukkan nilai-nilai pada data dan akan di jalankan
secara otomatis pada setiap penembakan pada data
seismik yang mengandung Spike Noise, sehingga
tidak perlu lagi melakukan edit trace pada data
seismik, dan tentunya akan meningkatkan kualitas
data (signal to noise ratio)
Saran
Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan data yang
baik dan benar diantaranya adalah :
1. Pemilihan nilai-nilai yang akan digunakan pada
pengisian untuk spike and noise burst edit harus
diperhatikan secara seksama agar dapat mencapai hasil
yang sempurna pada data seismik.
2. Pada pemrosesan data seismik harus memperhatikan
langkah-langkah yang akan digunakan untuk
mengolah data sehingga dapat meningkatkan kualitas
data seismik (signal to noise) yang tinggi.
Daftar Pustaka
Koesoemadinata, R. P., 1978, , ITB, Bandung.
Munadi, S. 2000. Universitas Indonesia. Jakarta.
Russel, B.H. 1997. Hampson Russel Software Services Ltd.
Calgary,
Sukmono, S, 1999. ITB, Bandung.
Sukmono, S, 2000. ITB, Bandung.
33
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
34
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
airpermukaan mampu meresap menjadi air tanah. Jika geometri konfigurasi Wenner-Schlumberger yang
daerah resapan berhenti berfungsi dengan baik, mungkin digunakan untuk menghitung nilai resistivitas adalah
tidak ada air tanah yang cukup untuk disimpan dan 𝐾 ( )
digunakan. Perlindungan daerah resapan memerlukan
sejumlah tindakan berdasarkan pada dua tujuan utama.
Tujuan tersebut adalah (1) memastikan bahwa lahan yang
sesuai untuk recharge area harus terus dipertahankan dan
tidak diubah menjadi infrastruktur perkotaan, seperti
bangunan dan jalan, dan (2) mencegah polutan memasuki
air tanah (Riastika, 2012).
35
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Hasil dan Diskusi tidak terlalu besar, sehingga potensi ketersediaan air tanah
kecil.
Data yang diperoleh dari pengukuran diolah menggunakan
software RES2DINV, menghasilkan gambar tampang Tampang lintang resistivitas lintasan 2 terlihat pada
lintang 2 dimensi kontur resistivitas. Diperoleh perkiraan Gambar 5.
keberadaan lapisan pembawa air yang beragam pada tiap
lintasan. Kondisi geologi daerah penelitian terdiri atas
tanah liat, tanah pasiran dan batu-batu besar yang terbenam
dalam tanah.
36
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
posisi elektroda ke 16 – 19 dengan kedalaman 11 – 39 m, ke 342 – 370 dengan kedalaman 0,5 – 16 m, dan akuifer 3
akuifer 2 pada elektroda ke 24 – 29 dengan kedalaman 6 – pada posisi meter ke 385 – 450 dengan kedalaman 0,5 – 17
44 m, akuifer 3 pada posisi elektroda ke 33 – 37 dengan m.
kedalaman 10 – 33 m. Akuifer 2 dan akuifer 3 mempunyai
daerah penyangga air tanah ( 7,5 Ωm – 15,2 Ωm ) yang
saling berhubungan, akuifer 2 mempunyai kantong yang
lebih dalam dan lebih besar. Sehingga akuifer 2 merupakan
akumulasi paling potensial pada lintasan 3 ini.
37
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan
Penelitian dengan menggunakan eksplorasi geolistrik
resistivitas, akuifer air tanah dengan resistivitas ≤ 7,5 Ωm,
diperoleh posisi akumulasi akuifer air tanah potensial pada:
1.Lintasan 1 elektroda ke 26 – 30 dengan kedalaman 11 m
– 48 m (akuifer 1), pada elektroda ke 35 – 39 dengan
kedalaman ≥ 6 m (akuifer 2).
2.Lintasan 3 pada posisi elektroda ke 16 – 19 dengan
kedalaman 11 – 39 m (akuifer 1), pada elektroda ke 24 –
29 dengan kedalaman 6 – 44 m (akuifer 2).
Pustaka / References
As‟ari, 2011. Jurnal Sainstek Vol. III No. 1:1-7.
Hadian, M.S.D., dan Abdurahman, O. 2006. Jurnal Geologi
Indonesia. 61: 115-116.
Hidayat, R.S. 2007. Jurnal Geologi. Provinsi Kalimantan
Barat (Perpustakaan Pusat Lingkungan Geologi). 61:
205-206.
Loke, 1999 dalam Sismanto, Eddy Hartantyo,
Sudarmaji. 2003. Geofisika Lingkungan. 86.
Parasnis, D.S., 1997, Principles of Geophysics, 5 th ed.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 43 Tahun
2008 Tentang Air Tanah.
Riastika, M. 2012. Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 9,
Issue 2:86-97.
Sedana, D., As‟ari, Tanauma, A., 2015. Jurnal Ilmiah Sains
Vol. 15 No. 2.
Supriyadi, H.I. 1991. Jurnal Geologi. Ambon. 61: 52-53
Telford, W M., Geldart, L. P., Sheriff,R. E., 1990, Applied
Geophysics, Second Edition.
38
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kontrol Struktur Geologi Terhadap Vein Hidrotermal pada Batuan Metamorf Desa
Wumbubangka Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Propinsi Sulawesi Tenggara
Raivel1, La Ode Ngkoimani1, Asri Arifin1
1
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO
email:raivelgeologi011@gmail.com
39
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
dan analisis petrografi dengan menggunakan mikroskop shear joint 1 (N1900E/400), shear joint 2 (N1000E/480),
polarisasi khususnya untuk menentukan alterasi extension joint (N1400E/340), dan release joint (N
hidrotermal. 2380E/820) (Gb 3).
40
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
berarah N345oE atau berarah utara barat laut sampai lempung (clay-mineral) seperti mineral illit dengan ciri
menenggara dan arah tegasan utama minimum (3) berarah fisik yaitu memiliki warna abu-abu muda dan ukuran butir
N75oE atau berarah utara laut hingga selatan barat daya lempung (Gb 8).
(Gb 3). Sedangkan, hasil analisis kekar dengan
menggunakan metode diagram streografis diperoleh arah
tegasan utama maksimum (1) relatif berarah utara barat
laut sedangkan arah tegasan minimum (3) yang relatif
utara timur laut dan orientasi masing-masing jenis kekar
adalah sebagai berikut; shear joint 1 (N800E/500), shear
joint 2 (N1440E/580), extension joint (N 1130E/480), dan
release joint (N140E/830) (Gb 4).
Arah tegasan utama yang membentuk struktur geologi
daerah penelitian seperti kekar dan lipatan (mikro fold)
adalah kuadaran empat atau berarah barat laut menenggara,
hal ini sejalan dengan penelitian oleh surono 2013.
Keberadaan struktur geologi yang terbentuk seperti kekar
maka memicu larutan hidrotermal naik kepermukaan dan
tercebak membentuk vein hidrotermal yang selanjutnya
terbentuk mineralisasi pada singkapan batuan pada daerah
penelitian, hal ini sejalan dengan penelitian dengan
penelitian oleh Arifin Idrus, 2010 dan alterasi hidrotermal
fadlin 2010.
2. Tekstur Vein dan Alterasi hidrotermal daerah penelitian
Jenis tekstur vein yang berkembang pada daerah penelitian
yaitu primer comb, sacharoidal, vuggy silica, dengan
karakteristik vein sejajar dan memotong foliasi (N1900
E/160) dengan jenis vein silica. Hal ini menunjukan bahwa
daerah penelitian telah berkembang larutan hidrotermal
yang mengisi rongga/kekar yang terbentuk dan
mengakibatkan batuan disampingnya teralterasi. Jenis
alterasi yang terletak pada vein hidrotermal yaitu alterasi
selisifikasi pada batuan meta-sandstone dengan mineral
ubahan yaitu silika (100%) dan argilik pada batuan sekis
mika dengan mineral ubahan lempung (100%) (Gb 8).
Berdasarkan pengamatan dengan mikroskopis pada conto
batuan metasandstone sayatan RV/11 memiliki karateristik
sifat optik yaitu warna absorbsi rendah dengan warna
interferensi putih keabu-abuan, tekstur klastik dengan
bentuk butir subangular - subrounded , terdiri atas mineral
Kuarsa (SiO2) (85%), Kuarsa Sekunder (SiO2) (5%), Biotit
(K(Mg,Fe)3(Al,Fe)Si3O10(OH,F)2) (6%) dan mineral Opak
(4%). Batuan ini sudah termalihkan menjadi
metasandstone. Pembentukan tipe alterasi selisifikasi ini
diinterpretasikan sebagai hasil proses larutan hidrotermal
sehingga terjadi penambahan mineral kuarsa dan perubahan
mineral kuarsa primer menjadi kuarsa sekunder pada
batuan meta-sandstone.
Sedangkan pada bagian samping batuan terbentuk mineral
ubahan yaitu lempung pada batuan sekis mika membentuk Gb. 5. (a) Tekstur vein comb, (b) sacharoidal, (c) vuggy
alterasi argilik. Berdasarkan pengamatan secara silica pada meta-sandstone
megaskopis kenampakan alterasi ini berwarna abu-abu
kehitaman dan batuan ini didominasi mineral ubahan yaitu
41
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
42
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
c. Release joint
Struktur release joint yang tebentuk telah terisi oleh vein
hidrotermal sejajar struktur batuan meta-andstone (N2650
E/430) dengan tebal 0,5 cm. Arifin Idrus (2010),
menyatakan bahwa karakteristik vein seperti ini disebut
parallel vein. Karakter vein seperti ini menunjakan bahwa
vein hidrotermal terbentuk setalah tebentuk struktur geologi
yang selanjutnya terjadi proses perubahan batuan sedimen
menjadi metasedimen sebab vein hidrotermal yang
terbentuk mengikuti struktur batuan meta-sandstone.
Gb. 10. Peta Struktur Geologi Daerah Penelitian Desa
Wumbubangka Kec. Rarowatu Utara Kab. Bombana Pro.
Sulawesi Tenggara.
43
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Pustaka
Bakosurtanal, 1992, Peta Lembar Taubonto, Bakosurtanal,
Bogor.
Fadlin, 2010, Karakteristik Endapan Emas Orogenik:
Bulaksumur, 55281, Yogyakarta
Idrus, Arifudin, et all., 2010, Metamorphic rock-hosted
orogenic gold deposit, Yogyakarta: Gadjah Mada
University, Department of Geological Engineering.
Simandjuntak, dkk, 1993, Peta Lembar Kolaka, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Sugiyono, 2012, Metode Penelitian, Bandung,
ALFABETA.
Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Kesimpulan
44
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Muhammad Hamzah Syahruddin1, Asraf1, Akmal1, Fitriani1, Wulan Salle Karurung1, Nur Fauziah1
1
Prodi Geofisika FMIPA Unhas
Email: hamzah@fmipa.unhas.ac.id
Data Topografi Perum Unhas Antang Gambar 1.2 Data hasil pengukuran
Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah perumahan Unhas Topografi Perumahan Unhas Antang mempunyai
Antang dan sebagian derah perumnas Antang. Luas daerah ketinggian rata-rata 12 meter yang berada diantara 8 sampai
yang disurvei adalah 1100 meter kali 1100 meter atau 1,21 26 meter di atas elipsoid Bumi. Topografi daerah
km2. Di daerah tersebut dilakukan pengukuran topografi, perumahan Unhas Antang berupa perbukitan yang miring
ke arah barat dan lembah di sebelah timur antara perumnas
45
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
dan komplek Unhas. Sedangkan di sebelah barat terdapat Bila dilakukan pengurangan antara data topografi dengan
danau Balang Tonjong dan di sebelah selatan adalah rawa. data topografi hasil inversi maka diperoleh nilai residu
topografi. Nilai residu topografi dapat dilihat pada Gambar
Metoda Inversi 1.4.
46
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Muhammad Hamzah Syahruddin1, Citra Fitriani1, Wa Ode Auliah Kahar1,Tri Nurhidayah1, Febriani1, Zulkifli 1
1
Prodi Geofisika FMIPA Unhas
Email: hamzah@fmipa.unhas.ac.id
Pendahuluan
Pemodelan inversi adalah pemodelan yang dilakukan untuk
mendapatkan parameter fisis secara langsung dari data
(Grandis, 2009). Untuk mendapatkan parameter fisis dari
data self potential maka digunakan pemodelan inversi.
Sebaliknya untuk memperoleh data prediksi hasil
pengukuran berdasarkan parameter fisis yang sudah
diketahui, maka proses ini disebut proses forward atau Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
forward modelling (Supriyanto, 2007).
Pengukuran self potential dilakukan pada awal bulan April
Setiap daerah mempunyai self potential yang berbeda-beda. 2015. Pengukuran self potential Perumahan Unhas Antang
Apa yang membedakan self potential suatu wilayah dengan menggunakan alat yang sederhna voltmeter digital merek
wilayah lainnya. Tentu ada parameter fisis yang Sanwa PC500 dengan ketelitian 0,01 mV. Hasil
membedakannya. Bagaimana memdapatkan parameter pengukuran self potential di Perumahan Unhas Antang
fisis self potential suatu wilayah tersebut. Pada penelitian dapat digambarkan dalam kontur tiga dimensi
ini penentuan parameter fisis self potential suatu wilayah menggunakan software surfer 10. Kontur tiga dimensi hasil
dilakukan dengan metoda inversi. Parameter fisis yang pengukuran self potential Perum Unhas Antang Kota
diperoleh merupakan karakteristik self potential suatu Makassar dapat dilihat pada Gambar 1.2.
wilayan yang membedakan dengan wilayah lainnya.
Self potential Perumahan Unhas Antang mempunyai
ketinggian rata-rata 12 meter yang berada diantara 8 sampai
26 meter di atas elipsoid Bumi. Self potential daerah
perumahan Unhas Antang berupa perbukitan yang miring
47
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
ke arah barat dan lembah di sebelah timur antara perumnas Dengan menerapkan data self potential pada persamaan (3)
dan komplek Unhas. Sedangkan di sebelah barat terdapat diperoleh parameter fisis m. Parameter fisi m masing-
danau Balang Tonjong dan di sebelah selatan adalah rawa. masing m1 0,005784292, m2 0,02499682, dan m3 -
2,710255789. Hasil pemodelan inversi self potential
perumahan Unhas Antang adalah,
Metoda Inversi
Data self potential adalah data dua dimensi. Oleh karena itu
inversi yang digunakan adalah Inversi model bidang.
Inversi model bidang yang diterapkan pada data self
potential untuk mencari parameter fisis data self potential
yang merupakan karakteristik self potential suatu daerah.
Inversi linier model bidang dapat dinyatakan dalam model
matematika berikut ini (Meju, 1994):
m1 + m2xi + m3yi = hi (1) Gambar 1.3 Hasil Pemodelan Inversi self potential
perumahan unhas Antang
dimana xi longitude, yi latitude, m1, m2 dan m3 merupakan
parameter fisi self potential yang akan dicari. Adapun yang Hasil pemodelan inversi self potential perumahan Unhas
berlaku sebagai data self potential adalah h1, h2, h3, ..., hi. Antang secara linier menunjukkan bahwa perumahan
Berdasarkan model matematika tersebut, kita bisa nyatakan tersebut mempuyai potensial 14 mV.
GTGm = GTh (2) Bila dilakukan pengurangan antara data self potential
dengan data self potential hasil inversi maka diperoleh nilai
Dimana G adalah matrik kernel dan T adalah transpos residu self potential. Nilai residu self potential dapat dilihat
matriks. Untuk mendapatkan nilai parameter fisis m maka pada Gambar 1.4.
diakukan proses inversi pada persamaan berikut,
48
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan
Pustaka
49
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
50
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
diharapkan dapat memberikan gambaran aktifitas seismik menunjukkan kemiringan atau gradien dari persamaan
di daerah ini, serta bermanfaat bagi masyarakat luas, dan linier hubungan magnitude dan frekuensi. Harga ini erat
menambah pengetahuan dalam bidang seismologi. sekali hubungannya dengan tektonik daerah yang sedang
diamati dimana terjadi gempa bumi dan tergantung dari
sifat batuan setempat maka nilai b dapat menunjukkan
tingkat kerapuhan batuan. Makin besar nilai b berarti makin
besar pula tingkat kerapuhan batuannya.
LogN
a1 Log N = a1 – b1 M
a2
Log N = a2 – b2 M
51
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
𝟒 𝟔𝟗𝟒𝟑 𝟎 𝟖𝟎𝟔𝟖
Dengan metode likely hood, nilai a dan b didapatkan
sebagai berikut.
c) Persamaan Hubungan Frekuensi dan
Magnitudo Sesar Matano bagian timur
̅
Gempa bumi yang terjadi pada Sesar Matano bagian barat
periode tahun 2009-2013 dengan kedalaman di bawah 100
km daerah 2.32 LS – 2.984 LS dan 121.5 – 121.9 BT
adalah sebagai berikut:
52
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
No Magnitudo Titik Frekuensi Log N (Yi) menimbulkan gempa yang lebih besar dibandingkan
Tengah dengan zona lain karena terjadi akumulasi energi.
1 3.0 – 3.4 3.2 87 1,93951
2 3.5 – 3.9 3.7 65 1,81291 Indeks Seismisitas
3 4.0 – 4.4 4.2 21 1,32221
4 4.5 - 4.9 4.7 7 0,84509 Zona A
5 5.0 – 5.4 5.2 7 0,84509 a^ = ȃ + log b ln 10
6 5.5 - 5.9 5.7 1 0 a^ = 4,5324 + log 0,7699 ln 10
7 6.0 - 6.4 6.2 1 0 = 4,3612
a1 = a^ X log T
Histogram = 4,3612 X log 5
= 3,9322
Indeks seismisitas dalam 1 tahun untuk gempa di atas 4
Mb:
( ̂)
N1>4 =
= 5,5688
Indeks seismisitas gempa di atas 4 Mb pada Zona A
(Matano bagian barat) adalah 5,5688
Zona B
a^ = ȃ + log b ln 10
a^ = 4,6943 + log 0,8068 ln 10
= 4,4253
Dengan metode likely hood, nilai a dan b didapatkan a1 = a^ X log T
sebagai berikut. = 4,4253 X log 5
= 3,7263
̅ Indeks seismisitas dalam 1 tahun untuk gempa di atas 4 Mb
pada Zona C (Matano Tengah):
( ̂)
N1>4 =
= 3,1556
Indeks seismisitas dalam 1 tahun untuk gempa di atas 4 Mb
pada Zona B (Matano bagian tengah) adalah 3,1556
53
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Interpretasi
Kesimpulan
Pustaka
54
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Analisis daya dukung tanah dengan mengunakan metode DCP dan CBR
(Studi kasus : promenade sungai Mahakam Tenggarong Kabupaten Kutai kartanegara)
Bambang Harimei
Laboratorium Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar
Email: bambang_harimei2004@yahoo.com
55
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
dari atas pada konus disalurkan melalui batang baja yang Nilai hambatan pelekat (Hp)
berada didalam pipa sondir (yang dapat bergerak bebas, Hp = lekatan x interval masuknya alat sondir
tidak tertahan pipa sondir). Demikian juga tekanan yang Keterangan : interval = 20 cm
diderita konus saat ditekan kedalam tanah, diteruskan Jumlah nilai jumlah hambatan pelekat
melalui batang baja didalam pipa sondir tersebut ke atas, ke adalah
manometer. Persamaan yang digunakan mencari tegangan
Konus seperti di bawah ini
JHP = HP
Untuk mendapatkan digunakan persamaan di bawah ini,
3
Tegangan Konus
Apl h 3 CBR ... h 3 CBR
Conus = (Manometer 1) x
Aujungconu s CBRSTA 1 1
n
n n
Dimana :
i 1
hi
Apl 10cm 2
1
Acon 10cm 2 Lokasi Penelitian
untuk menentukan Nilai Lekatan dapat digunakan Lokasi penelitian pada pembangunan pengembangan
persamaan di bawah ini, kawasan promenade di lakukan kawasan tepian kota
Tenggarong, di promenade (pinggiran) Sungai Mahakam
Nilai Lekatan berada di tengah-tengah kota Tenggarong Kabupaten Kutai
Apl Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
Lekatan = x (manometer –manometer)
Abiconus Hasil dan diskusi
dimana :
Apl = 10 cmz Berdasarkan penyelidikan tanah Kawasan Promenade
A biconus = 100 cm2 Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara diperoleh data:
Gambar 1 Fraction Ratio di jl. Gambar 2 Fraction Ratio di jl. Muksin Gambar 3 Fraction Ratio di BPD
Diponegoro Kaltim
56
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Hasil CBR
GRAFIK DCP
0
Kedalaman (m)
200
400
600
800
1000
0 10 20 30 40 50 60
Jumlah Pukulan
GRAFIK DCP
0
Kedalaman (m)
200
400
600
800
1000
0 10 20 30 40 50 60
Jumlah Pukulan
GRAFIK DCP
0
Kedalaman (m)
200
400
600
800
1000
0 10 20 30 40 50 60
Jumlah Pukulan
57
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Dengan nilai konis (qc) dan nilai tahanan gesek (fs) maka saturation (Sr) = 128.673 – 131.795%, liquid limit (LL) =
akan kita korelasikan dengan Tabel 1 . Penafsiran Hasil 46.50 – 69 %, coefficient of consolidation (Cv) = 2.71 x 10-
Penyelidikan Tanah dengan Alat DCPT (Sondir). Hasil 1 cm2/dt, compression index (Cc) = 1.481, angka pori awal
korelasi ini memberikan gambaran mengenai kondisi tanah (eo) = 1,022.Pengujian di lapangan dengan menggunakan
di Kawasan pinggiran Sungai Tenggarong sebagai data SPT menunjukkan nilai N < 4 (sangat lunak), nilai CBR
pendukung dalam analisis dan desain nantinya. lapangan 0.65 – 1.79%,muka air tanah dangkal 0.5 – 1.0 m.
Korelasi Nilai qc dan CBR Lapangan Titik I pada Gambar
Tabel 1. Hasil penyelidikan tanah dengan alat DCPT 4, nilai qc dan nilai CBR bertambah besar setiap perubahan
(sondir) kedalaman. Nilai CBR lapangan pada titik ini adalah 0.20
H qc fs qc.
Klasifikasi
(m) (kg/cm2) (kg/cm2)
Lempung Titik II pada Gambar 4, nilai qc pada kedalaman 0 – 40
Lembek, cmadalah 0 kg/cm2, artinya hambatan konus belum
0–7
<20 0,22 Lempung bekerja, pada kedalaman 40 – 100 cm nilai qc lebih besar
Kelanauan dari nilai CBR. Nilai CBR lapangan pada kedalaman ini =
lembek 0.26 qc.
Lempung agak Titik III pada Gambar 4, nilai qc pada kedalaman 0 – 40 cm
7 – 8,8 20 - 40 0,80 -2,00
kenyal adalah 0 kg/cm2, pada kedalaman 40 – 100 cm nilai qc
Pasir padat, pasir lebih besar dari nilai CBR. Nilai CBR lapangan pada
kelanauan atau kedalaman ini adalah 0.21 qc.
9,0 – 16,8 40 - 120 1,00 – 3,00 lempung padat
dan kerikil
Kesimpulan
kelempungan
Pasir padat, pasir
Berdasarkan hasil analisis tentang hubungan antara nilai
kekerikilan
hambatan konus (qc) dan nilai CBR lapangan pada tanah
padat, pasir
17 - 17,8 120 - 200 1,00 – 3,00 lempung.
padat, pasir
kelanauan sangat
Desa Imbodu, ada beberapa kesimpulan dapat disampai-
padat.
kan sebagai berikut :
Pasir padat, pasir
kekerikilan 1. Pada kedalaman sampai dengan 40 – 60 cm
padat, pasir nilai hambatan konus (qc) belum bekerja, pada
18 – 18,2 200 - 250 1,00 – 3,00
padat, pasir kedalaman 60 – 100 cmhambatan konus baru
kelanauan sangat bekerja secara penuh
padat. 2. Korelasi antara nilai CBR pada tanah lempung
lunak – sangatlunak adalah 0.14 – 0.27 qc nilai
Dari hasil korelasi kelihatan bahwa karakteristik tanah
sampai kedalaman 8,8 m dari permukaan tanah adalah
qc.
tanah jenis lempung agak kenyal. Pada kedalaman 9,0 m
kebawah berupa pasir padat, pasir kelanauan atau lempung Daftar Pustaka
padat, kerikil kelempungan, pasir kekerikilan padat, dan
Bowles, J. E. (1984). McGraw-Hill Book Company, U.S.A.
pasir kelanau sangat padat. Sehingga dalam perhitungan
Das, B. M. (2005). Thomson U.S.A.
batas 8,8 m kebawah menjadi bagian yang sangat perlu
diperhatikan untuk pemilihan jenis konstruksi. Karena Hardiyatmo, H. C. (2007). Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
kategori tanah tersebut untuk pemilihan beberapa jenis
Holtz, R. D. and Kovacs, W. D. (1981).. Prentice-Hall, Inc.,
alternatif desain perlu diperhatikan karena perilaku tanah
Englewood Cliffs, New Jersey.
kohesif.
58
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
59
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Sehingga untuk konfigurasi dipol-dipol, rumus untk sama terjadi pada saat arus dimatikan pada waktu t3. A
menghitung factor geometrinya menjadi: menggambarkan daerah di bawah kurva peluruhan pada
K = π n a (n + 1 ) ( n + 2 ) 1 interval waktu t1-t2 (Kearey, 2002).
60
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
jauh dari permukaan dengan geometri di Hasil Overlay Resistivitas dan Chargebilitas dapat dilihat
interpretasikan sebagai zona struktur. pada Gambar 7 pada tersebut terdapat zona resistivitas yang
5. Lapisan batuan yang mengandung mineral sulfida lemah di titik 100 – 150, 250 dan 440.Dengan nilai
berada pada nilai chargebility > 25 msec yang resitivitas adalah 0-20000 ohm.m. zona lemah yang di
diinterpretasikan sebagai zona mineral sekunder. tandai dengan kotak putih berupa patahan batu lempung
6. Dugaan potensi vein yang mengandung timah dan batu pasir. Diperkuat dengan nilai chargebilitas pada
berada pada nilai resistivitas 500 Ωm – 5000 Ωm kelompok 4 dan 5 (20 - >25 msec). pada nilai
dan nilai chargebilitas<25 msec. chargebilitas kelompok 4 yaitu 20-25 msecdi indikasi
sebagai lempung mengandung unsur kasiterit. Untuk
Diskusi kelompok 5 diatas 25 msec yaitu granit tipe s yang
memiliki kandungan kasiterit sebagai unsur pembawah
Interpretasi dilakukan dengan menggabungkan penampang timah.
Resistivitas dan Chargebilitas. Hal ini untuk memperkuat
dugaan dari hasil analisis IP dalam menentukan nilai 3D Resistivitas dan chargebilitas
chargebilitas yang mengandung timah dari semua lintasan
pengukuruan. diperoleh pengelompokan estimasi nilai
chargebilitas batuan dan mineral yang mengandung timah
berdasarkan hasil data bor dan hasil analisis IP lintasan LB
yang memiliki data bor pada Gambar 3 yaitu;
Tanah
1 <3 msec
Lempung dan granit Model 3-D untuk melihat nilai yang telah di indikasi
4 20-25 msec
sebagai batuan maupun mineral pembawah atau yang
Granit berasosiasi dengan timah primer, dimana pada gambar 8
5 >25 msec warna putih dengan nilai resistivitas 1800 ohm.m.
Kemudian di timpah dengan nilai chargebilitasyang
berwarna merah 24 Msec sehingga pada gambar tersebut
LINTASAN LA terlihat nilai yang resistivitas sebagai House Rock dan nilai
chargebilitassebagai isi dari House rockberupa
sesar,patahan dan mineral serta batuan yang berasosiasi
dengan timah. Maka dapat diperhatikan yang telah ditandai
dengan kotak hitam merupakankandungan timah primer di
daerah penilitan sesuai nilai resistivitas dan chargebility
yang telah di tentukan. Adanya data bor pada lintasan LB
yang berada pada titik 375, dapat di perhatikan bahwa pada
titik bor tersebut berada pada nilai resistivitas 1800 ohm
61
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan
Pustaka
Harjoko, Mulyadi. 1982. Laporan. PT. TIMAH. Dinas
Eksplorasi
Hendrajaya, L. dan Arif, I. 1998. Panduan Kuliah,
Laboratorium Fisika Bumi. ITB. Bandung
Kearey, 2002. Oxford University, USA
Sukandarrumidi, 2007. Diktar,Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
Sutedjo, Sujoko. 2009. Laporan.PT Timah. Pangkalpinang.
Sumner, 2009.Thesis. Washington
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., 1990, second
edition, Cambridge University Press, USA.
62
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Sari
Pada umumnya intensitas akumulasi gambut dipengaruhi
Petrografi batubara adalah ilmu yang mempelajari oleh iklim tropis (Dehmer, 1993;. Grady et al, 1993; Esterle
komponen organik dan anorganik pembentuk batubara. dan Ferm,1994; Hawke et al., 1999). Kondisi iklim,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui type, geologi, variasi jenis tumbuhan dan rezim hidrologi
karakteristik, fasies pengendapan serta tahap genesis merupakan parameter yang menentukan intensitas
batubara di daerah penelitian. Pengamatan mikroskopis dari akumulasi gambut serta komposisi maceral pembentuk
sayatan tipis batubara menggunakan Carl Zeiss Microscope batubara. Hubungan aspek sedimentasi, stratigrafi, dan
dan Point Counter Model F, dari ke-4 sampel diketahui karakteristik batubara dipakai untuk merekontruksi
presentase komponen maseral vitrinite 79.30%, inertinit paleogeografi dan paleosedimentasi bahan gambut dan
10%, liptinit 3.4%, dan non-organic 7.3%. Sedimentasi komposisi maceral batubara. Asosiasi maceral batubara
bahan klastika berukuran butir lempung – pasir halus dalam hal ini berhubungan dengan paleogeografi
sebagai formasi pembawa batubara daerah penelitian lingkungan pengendapan, bahan gambut, suplai air dan
diendapkan pada mekanisme upper flow regime yang nutrisi. Selanjutnya vegetasi, supali air dan oksigen
membentuk upper plane bad horizontal lamination yang (Kondisi Eh) adalah faktor yang berhubungan dengan
umum dijumpai disetiap data permukaan . Berdasarkan generasi fasies batubara, nilai Ph dan penurunan dasar
interprestasi stratigrafi dan pola sedimentasi, pengendapan cekungan (e.g., Cohen and Bailey, 1997; Cohen and Stack,
terjadi pada daerah limpahan banjir berasosiasi dengan 1996; Esterle and Ferm 1994; Hawkeet al., 1999; Petersen
ekosistem rawa. Sedikitnya ditemukan 2 seam lapisan and Nielsen, 1995; Roberts and McCabe, 1992;Sebag et al.,
batubara dengan ketebalan sangat tipis – tipis <0.5 m 2006b; Staub, 1991; Wüst and Bustin, 2001).
(Jerminic, 1985,dalam B.Kuncoro 2000). Sedangkan
metode pendekatan menggunakan diagram Diessel, 1986, Penelitian ini secara implisit membahas permasalahan
Calder et al., 1991dari perhitugan nilai TPI (< 1.0) versus hubungan sedimentasi, stratigrafi, faises pengendapan serta
GI (>1.0) ekosistim rawa didominasi dari tumbuhan perdu genesa batubara menggunakan data geologi permukaan dan
(herbaceous) pada kondisi limnic yang terpengaruh suplai meceral batubara daerah penilitian pada Formasi
air laut (rheotrophic mire). Analisis mineral matter dari Airbenakat berumur Miosen Tengah – Akhir , Formasi
kehadiran pyrite tergolong tinggi 1.0–1.6% (Casagrande, Muaraenim berumur Mio – Pliosen.
1987). Sedangkan hasil perhitungan GWI (<0.5) versus VI
(<3.0) menunjukkan kondisi hidrologi ekosistem rawa yang Geologi Regional
tidak mengandalkan sistima air tanah atau tadah hujan
(ombrothropic mire). Terdapat kontradikti antara fasies Suwarna drr.,(1994) membagi runtunan batuan sedimen
pengendapan dan rezim hidrologi yang menyebabkan Tersier dalam Cekungan Sumatera Tengah bagian Timur
genesa batubara tidak berjalan dengan baik atau pada tahap menjadi dua kelompok, yaitu Kelompok Rengat (Formasi
immature. Kelesa, Lakat, Tualang, dan Gumai) dan kelompok Japura
(Formasi Airbenakat, Muaraenim, dan Kasai) seperti yang
Keywords : petrografis, maceral, depositional, genesis, terlihat pada Gambar 1. Formasi Kelesa berumur Eosen-
immature. Oligosen terdiri atas konglomerat polimik dan batupasir
konglomeratan, bersisipan batulempung, batulanau, dan
PENDAHULUAN batubara. Formasi ini ditindih oleh Formasi Lakat berumur
Oligosen - Miosen Awal, terdiri atas konglomerat,
Posisi astronomis Indonesia dilihat dari garis lintang batupasir kuarsa dan sisipan batulempung, batulanau dan
menempati lintang bagian Utara dan lintang bagian Selatan tuf dengan lensa batubara di bagian bawah; dan perselingan
yang dipisahkan oleh garis khatulistiwa. Secara astronomis batupasir kuarsa dan batulanau gampingan dengan nodul
kawasan Indonesia memiliki iklim tropis dan berada siderit di bagian atas. Formasi Tualang berumur Miosen
dibagian Timur belahan bumi. Dalam setiap tahunnya Awal sampai Tengah, yang tersusun atas batulempung
Indonesia hanya berganti dua musim yaitu musim dengan sisipan batupasir kuarsa mikaan dan glaukonitan.
penghujan dan musim kemarau. Selanjutnya Formasi Gumai yang dialasi oleh Formasi
Tualang berumur Miosen Tengah, terdiri atas serpih,
63
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
batulempung dan batulumpur gampingan dan karbonan, atas perselingan batupasir tufan berbutir halus sampai
berwarna kelabu muda sampai gelap dengan sisipan sedang dengan batulempung tufan dan lensa lignit. Satuan
batupasir dan nodul lanauan. Formasi Airbenakat yang paling muda, yakni Formasi Kasai berumur Plio-Pleistosen,
berumur Miosen Tengah – Akhir dan menindih selaras terdiri atas batupasir tufan berbutir halus sampai sedang,
Formasi Gumai, tersusun oleh perselingan batulempung, batulempung tufan dan tuf, setempat lempung tufan pasiran
batupasir, serpih dan batulanau, dengan sisipan batuan kerakalan menindih secara tidak selaras Formasi
tufan dan lensa batubara. Secara selaras diendapkan Muaraenim.
Formasi Muaraenim berumur Mio - Pliosen yang terdiri
Gambar 1. Korelasi stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah bagian Timur (Suwarna drr.,
1994) dengan Sub-cekungan Jambi (Modifikasi dari Pertamina, 1992)
64
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
65
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
perarian sangat tipis – perarian tipis (3 -10 mm), terpilah Nama batuan; Batubara (*874/2015). Singkapan ST 9
baik, lunak-dapat diremas, kontak perlapisan tidak berada pada bagian tebing sisi jalur transportasi umum
diketahui, komposisi mineral; kuarsa, felspartoid, dan Paya Rumbai dalam kondisi ideal. Lokasi ini dijadikan oleh
plagioklas. penduduk sebagai tempat memproduksi batubata.
Kedudukan lapisan batuan N160°E/20°. Pengamatan
Nama batuan; Batupasir. Singkapan ST 5 berada pada megaskopis; kuning kecoklatan-kuning kemerahan (warna
bagian tengah tubuh jalur sungai dalam kondisi sangat lapuk) abu-abu (warna segar), ukuran butir lempung-lanau
ideal, kedudukan lapisan N160°E/15° (refrensi ST 4). (1/256 – 1/16mm), membundar-membundar baik, kemas
Lokasi ST 5 dan ST 4 tidak begitu jauh, sehingga di tertutup, perarian sangat tipis-perarian tipis (3 – 10mm),
asumsikan sebagai batas kontak antara lapisan batuan. terpilah baik, lunak-agak keras, komposisi mineral mineral
Pengamatan megaskopis; pada lapisan bagian bawah; putih lempung dan feldspatoid, dan kuarsa. ketebalan lapisan
kream (warna lapuk) abu –abu (warna segar), ukuran butir kurang lebih 3.30 m, bagian atas ditutupi lapisan soil.
lempung (1/256 mm), membundar baik, kemas
tetutup,massif, terpilah baik, lunak, kontak tajam dibawah Nama batuan; Batulanau. Formasi pembawa batubara
lapisan batubara, komposisi;mineral lempung. Nama daerah penelitian berdasarkan observasi singkapan secara
batuan: Batulempung. Lapisan bagian atas; coklat umum menempati bagian Tengah Formasi Lakat (Heryanto
kehitaman (warna lapuk) hitam kusam (warna segar), kilap dan Suwarna (2001), Heryanto (2005). Berdasarkan
kusam, gores coklat kehitaman, keras, pecahan even- stratigrafi yang menyusun daerah penelitian secara umum
cubical/ kubus beraturan, pengotor resinit dan mineral didominasi oleh sedimen klastika berpartikel lempung –
lempung menempel pada bagian permukaan batuan, pasir sangat halus – pasir halus sisipan batulempung
ketebalan kurang lebih 30-45 cm , lapisan penutup berupa mengandung karbon dan beberapa lapisan batubara.
soil, bagian tubuh batuan memperlihatkan struktur kayu. Perarian sejajar juga disebut sebagai flat bedding
merupakan struktur sedimen yang umum dijumpai pada
Nama batuan: Batubara (*872/2015). Singkapan ST 6 setiap data fisik singkapan. Struktur ini terbentuk oleh
berada pada bagian tengah tubuh jalur sungai dalam kondisi beberapa parameter yaitu perubahan ukuran butir, susunan
ideal dengan pelamparan cukup baik, kedudukan lapisan mineral, atau perubahan warna. Flat bedding/Perarian
masih terbatas diperkirakan N 025°E/10°. Jarak ST 5 dan sejajar daerah penelitian lebih disebabkan oleh mekanisme
ST 6 cukup jauh, sehingga masih diasumsikan sebagai pengendapan dibawah air tau upper flow regime, sebagai
lapisan batuan yang berbeda. Pengamatan megaskopis; data pendukung yang memperkuat mekanisme upper flow
coklat kehitaman (warna lapuk) hitam kusam (warna regime membentuk upper plane bad horizontal lamination
segar), kilap kusam, gores coklat, keras, pecahan even – adalah hadirnya parting lineation yang juga disebut primery
cubical/ kubus beraturan, pengotor resinit dan mineral current lineation pada permukaan ari (lamina). Sedangkan
lempung menempel pada bagian permukaan batuan, lapisan parting lineation ditunjukkan oleh parting batulempung
penutup berupa soil, bagian tubuh batuan memperlihatkan karbonan dan beberapa lapisan batubara
struktur kayu.
66
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gambar 3. Analisis Stratigrafi Daerah Penelitian. Sedikitnya terdapat dua lapisan batubara sangat tipis – tipis, sebagai sisipan
paket sedimen klastika berpartikel lempung – pasir halus.
67
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
fusinite
desmocolinite
fusinite
68
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
69
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Tabel.1. Hasil Analisis Maseral Standar Australia ( AS 2856, 1986 dan ASTM, 2009)
∑ Komposisi Maseral Group Dan Mineral
Komposisi Maseral
Maseral Group Nama Maseral 871/2015 872/2015 873/2015 874/2015
Telocolinite 5.4 10.4 4.6 6.4
Densinite 4.4 3.0 1.0 2.6
Vitrinite (Huminite)
Desmocollinite 66.8 62.8 75.0 65.0
Corpogelinite 4.4 2.4 1.4 1.6
Sporinite 0.8 0.4
Liptinite (Exinite) Cuntinite 0.4 1.6 0.6
Resinite 1.0 3.6 0.6 2.2
Fusinite 0.6 4.4 5.2
Inertinite Sclerotinite 4.0 2.6 6.0 7.6
Introdetrinite 1.4 2.4 0.6 4.0
Pyrite 1.0 1.6 1.0 1.6
Mineral Matter
Clay 10.6 3.4 7.4 2.6
Mean
Standar Max Reflectane Min Rank
No No Sampel Reflectane
Deviation (%) (%) Reflectane (%) Batubara
(%)
1 871/2015 0.02 0.28 0.20 0.24 Lignite
2 872/2015 0.03 0.29 0.21 0.24 Lignite
3 873/2015 0.02 0.27 0.20 0.23 Lignite
4 874/2015 0.02 0.27 0.20 0.25 Lignite
70
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Penentuan Volume Lapisan Saprolit Daerah X Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis 3D
M. Khaerul As’ad1, Makhrani, S.Si, M.Si2, Sabrianto Aswad, S.Si, MT3
Sari
Konfigurasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Daerah X merupakan daerah yang memiliki singkapan
konfigurasi gradient. Konfigurasi ini digunakan karena
endapan nikel yang terbentuk karena proses pelapukan
memiliki resolusi vertikal yang sangat baik dan perhitungan
batuan ultramafik, endapan nikel yang memiliki kadar nikel
akusisi yang cepat, sehingga banyak jumlah data yang
tertinggi terdapat pada lapisan saprolit. Penentuan volume
diperoleh dalam waktu yang singkat. Konfigurasi ini hanya
lapisan saprolit dari profil nikel laterit daerah penelitian X
dapat digunakan pada investigasi kedalaman yang dangkal.
menggunakan metode Geolistrik Tahanan Jenis 3D dengan
konfigurasi gradient. Metode Geolistrik Tahanan Jenis 3D
merupakan metode geolistrik modifikasi dari Metode
Geolistrik Tahanan Jenis 2D yang mempelajari sifat aliran
listrik di dalam bumi dan mendeteksinya di permukaan
bumi berdasarkan nlai resistivitas (resistivity) batuan. Batas
lapisan limonit dan saprolit sebagai batas ata, saprolit dan
bedrock sebagai batas bawah diperoleh dari analisis gambar Gb. 1 Sketsa dari konfigurasi gradien dengan
penampang resistivitas (3D) berdasarkan nilai resistivitas memperlihatkan titik elektroda dengan jarak antar elektroda
lapisan limonit, saprolit dan bedrock. Penentuan volume arus dan elektroda potensial (Dahlin & Zhou, 2006)
lapisan saprolit menggunakan metode Trapezoidal dengan
mengolah batas atas dan batas bawah lapisan saprolit. Dari gambar, dapat diperoleh besarnya Faktor Geometri
Penentuan volume berdasarkan data bor dilakukan sebagai untuk Konfigurasi Gradien, sehingga pada konfigurasi ini
pembanding. Volume lapisan saprolit dari data bor yaitu berlaku:
552524.61 m3 Sedangkan volume dari penampang 𝟐
𝜌 , dengan 𝒌 𝟏 𝟏 𝟏 𝟏
resistivitas (3D) yaitu 387354.95 m3 atau 29% lebih kecil
𝟏 𝟐 𝟑 𝟒
dari data bor. Keterangan :
r1 =na
Kata kunci : Metode Geolistrik Tahanan Jenis, Konfigurasi r2 =(n+1)a
Gradien, Saprolit, Metode Trapezoidal r3 =(s+2-n)a
r4 =(s+1-n)a
Pendahuluan
71
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
ini berbentuk UTM Koordinat lokal, sedangkan nilai tertentu dengan perameter yang sama sehingga hasil seperti
elevasinya dalam meter, berikut :
Peta geologi daerah tambang beserta peta perencanaan
Data bor sebagai data pembanding
72
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Inversi 3D
Penentuan Batas Lapisan Saprolit
Penampang XZ memberikan informasi tebal lapisan
Data merupakan hasil pengukuran yang dilakukan dengan saprolit, dengan penentuan batas lapisan antara limonit-
64 elektroda dengan jarak antara elekroda 7 meter. Lintasan saprolit dan saprolit-bedrock masing-masing menggunakan
berjumlah 14 dengan arah north-south sebanyak 4 Lintasan data resistivitas dan data bor pada daerah yang telah
dan arah west-east sebanyak 10 lintasan dengan variasi dibatasi. Penampang XZ yang dihitung tebalnya sepanjang
jarak antara lintasan yaitu 25 meter dan 50 meter sumbu Y pada rentang 100 meter sampai 450 meter dengan
disesuaikan dengan kebutuhan. luas daerah penelitian yaitu jarak 7 meter.
(550 x 450) meter persegi. Skema dari semua lintasan dapat
dilihat pada gambar 4.
Menentukan batas atas dan batas bawah lapisan saprolit
pada penampang hasil inversi 3D memerlukan data
Format data dari hasil inversi data sintetik menjadi acuan pembanding dari hasil inversi 2D setiap lintasan yang juga
penginputan data hasil akuisisi lapangan. Proses inversi diikat dengan data bor. Dalam hal ini hasil inversi
akan menginterpolasi (menyisipkan data) secara vertikal penampang 3D yang diambil yaitu penampang XY jarak X
dan horizontal, proses inilah yang disebut dengan Inversi yang memiliki posisi yang sama dengan penampang 2D
3D. Berbeda dengan Inversi Pseudo 3D yang hanya dan ditimpa dengan datum point dari data 2D.
menggabungkan hasil dari inversi 2D dengan
menginterpolasi data hanya secara vertikal.
Gambar 5 menampilkan perbandingan antara hasil
penentuan tebal lapisan saprolit pada penampang hasil
Pada program, nilai resistivitas minimum yang ditampilkan inversi 2D dengan penampang inversi 3D. Kemudian
yaitu 21,28 Ohm.m; nilai resistivitas maximum adalah kalkulasi volume dilakukan pada penampang inversi 2D
2.138,1 Ohm.m dan nilai resistivitas yang sering muncul untuk membandungkan hasil perhitungan keduanya.
adalah 200 Ohm.m dengan iterasi dan error sebesar 7,69%.
Variasi resistivitas dari setiap penampang ditampilkan
dengan skala warna kontur dimana setiap warna mewakili Penampang N22 W pada Gambar IV.10.a merupakan hasil
interval nilai resistivitas batuan. Warna tersebut digunakan inversi 2D dengan error 4,35% iterasi ke 5 memiliki nilai
untuk menginterpretasi bawah permukaan zona-zona laterit resistivitas terendah yaitu 88,6 Ωm dan nilai resistivitas
daerah penelitian, tentunya dengan data geologi sebagai tinggi yaitu 1.403 Ωm. Penampang 2D menunjukkan
pembanding. lapisan saprolit berada pada kedalaman 13 meter dari
permukaan dengan rentang nilai resistivitas yang panjang
73
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
yaitu dari 150 Ωm sampai 850 Ωm. Resistivitas 150 Ωm masing batas limonit-saprolit (batas atas) dan batas
sampai 300 Ωm menunjukkan lapisan saprolit dengan lebih saprolit-badrock (batas bawah) yang telah dikonturkan
dari 10% kadar air sedangkan lapisan saprolit dengan sebelumnya. Volume dihitung menggunakan aturan
resistivitas 400 Ωm sampai 800 Ωm menunjukkan lapisan Trapezoid yaitu penghitungan volume dengan
saprolit yang memiliki kadar air kurang dari 10%. menghubungkan antara kontur batas atas dan kontur batas
bawah secara matematis melalui software (Gambar 6).
Penampang X-Z 101,5 pada Gambar IV.10.b merupakan
hasil inversi 3D yang menunjukkan variasi resistivitas pada Volume lapisan saprolit daerah penelitian X pada batas
lapisan saprolit yang serupa dengan penampang N22 W, daerah yang telah ditentukan dan didapatkan menggunakan
perbedaan kecil hanya terlihat pada jarak lintasan 150 aturan trapezoid adalah sebagai berikut:
meter sampai 170 meter yang menunjukkaan penurunan
nilai resistivitas.
Kesimpulan
Gb. 5 Tebal Lapisan Saprolit pada Lintasan N22 W (2D)
(a) dan Penampang X-Z 101.5 (3D) (b) masing-masing Pola distribusi nikel laterit dari data resistivitas 3D dapat
dengan data bor dilihat dari nilai resistivitas lapisan Saprolit pada
penampang XZ yang dilalui oleh Lintasan Geolistrik
Tahanan Jenis, dengan nilai resistivitas terkecil pada
lapisan saprolit adalah 75 Ωm dan nilai resistivitas terbesar
Kalkulasi Volume Lapisan Saprolit adalah 850 Ωm.
Pustaka
Adi Tonggiroh, Suharto, Muhardi Mustafa., 2012,
Prosiding, Universitas Hasanuddin : Makassar
Ahmad, Waheed., 2005, PT. Vale Inco : Sorowako
Ahmad, Waheed., 2009, PT. Vale Inco : Sorowako
Claerbout, J.F. and Muir, F., 1973, European Association
Gb. 6 Kontur Batas Atas dan Batas Bawah pada of Geoscientists & Engineers (EAGE).
Penampang Resistivitas 2D(a.) Penampang Resistivitas Ellis, R.G. and Oldenburg, D.W., 1994, Geophysical
3D (b.) dan Data Bor (c.)
Journal International
74
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
75
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Interprestasi Prospek Mineralisasi Menggunakan Metode Fault and Fracture Density (FFD) Studi
Kasus Zona Buton Utara, Propinsi Sulawesi Tenggara
Deniyatno1, Jeni Rahmat2, Erwin Anshari3
1 2
Teknik Geofisika Universitas Halu Oleo, Teknik Geologi Universitas Halu Oleo, 3Teknik Pertambangan
Universitas Halu Oleo
Email:jrahmat192@gmail.com
Pendahuluan
Mineralisasi adalah suatu proses introduksi atau masuknya
mineral ke dalam batuan yang kemudian membentuk
mineral bijih dan mineral penyertanya (gangue) sehingga
terbentuk endapan mineral (Gary dkk., 1972).
76
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Stratigrafi regional Zona Buton Utara terdiri dari retas tampak akan lebih jelas. Selanjutnya interpretasi lineasi
basalt yang berumur paleosen, Komplek Ultrabasa lebih muda di tentukan melihat kenampakan morfologi
Kanpatoreh berumur Eosin-Oligoesen dan batuan sedimen pada fusi citra Landsat 7 ETM-RGB547+DEM-SRTM
klastik dan non klastik yang berumur Miosen-Plistosen untuk interpretasi fault and fracture. Distribusi lineasi
(Sikumbang dkk, 1995). diasumsikan sebagai fault and fracture yang dapat terisi
fluida hidrotermal sebagai sumber mineralisasi dan daerah
high fault and fracture density diasumsikan sebagai daerah
prospek mineralisasi.
77
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan
Bagian utara Zona Buton Utara dan sebagian sebelah
Gb 3. Peta lineasi Zona Buton Utara, rosed diagram arah selatan Zona Buton Utara merupakan daerah prospek akan
lineasi dan perkiraan arah gaya tegasan utama proses mineralisasi karena densitas lineasi yang tinggi
lineasi dengan trend lineasi mengikuti arah sesar-sesar regional
pada daerah tersebut yaitu barat laut - tenggara dan utara-
selatan, sedangkan arah tegasan utama dari lineasi-lineasi
tersebut berdasarkan rosed diagram adalah utara barat laut
- selatan menenggara.
78
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Daftar Pustaka
Davidson, J.. 1991. Proceedings of the Indonesian
Petroleum Association, v. 20, p. 209-233.
Davis, G.H., Reynolds, S.J., dan Kluth, C.F. 2012. John
Wiley & Sons.inc, USA.
Gary, M., McAfee, R., dan Wolf, C.L., 1972, American
Geological Institute, Washington DC.
Hastuti, E.W.D., 2010, Jurnal Rekayasa Sriwijaya No.2
Vol. 19, Juli 2010, 10, 49.
Sikumbang, N, dkk, 1995, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Surono. 2013. Badan Geologi Kementrian ESDM,
Bandung.
79
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Estimasi Ground Shear Strain Kota Padang Sumatera Barat Berdasarkan Respon Mikrotremor
Saaduddin1, Sismanto2, dan Marjiyono3
1
Prodi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin
2
Prodi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada
3
Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Bandung
E-mail: saad.amphie@gmail.com
80
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
menimbulkan kerusakan berat di Kota Meksiko padahal tanah, likuifaksi dan longsoran. Oleh karena itu, dianggap
jarak antara kedua daerah tersebut sekitar 350 km. perlu untuk mengestimasi dan memetakan nilai ground
shear strain Kota Padang dan menganalisis bentuk
deformasi yang dapat terjadi di daerah tersebut.
81
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
hiposenter yang secara matematis dituliskan sebagai Percepatan gerakan tanah di batuan dasar dianalisis dengan
berikut: menggunakan persamaan empiris yang dirumuskan oleh
( ) (1) Fukushima dan Tanaka seperti pada persamaan (1). Nilai
PGA yang diperoleh berkisar antara 76.51 – 85,76 gal.
Nilai PGA pada daerah yang semakin dekat titik hiposenter
dengan adalah percepatan gerakan tanah di batuan dasar
akan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang jauh
(gal), adalah magnitude momen dan adalah jarak
dengan titik hiposenter kejadian gempabumi. Hal ini
hiposenter ke stasiun (km) (Saaduddin, 2014).
disebabkan karena dalam perumusannya, hubungan
atenuasi ini hanya mempertimbangkan jarak hiposenter dan
Nilai ground shear strain ( ) dianalisis secara matematis
magnitudo gempa sebagai parameter masukan.
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐾 (2) Hasil analisis nilai indeks kerentanan seismik 𝐾 dan nilai
dengan adalah nilai ground shear strain, 𝐾 adalah PGA batuan dasar selanjutnya dianalisis dengan persamaan
indeks kerentanan seismik, dan adalah percepatan (2) untuk memperoleh nilai gound shear strain yang
gerakan tanah pada batuan dasar (Nakamura, 1996). Nilai menghitung tingkat kemampuan deformasi suatu material
Kg diperoleh dari perbandingan antara kuadrat frekuensi penyusun. Analisis nilai ground shear strain ( )
dominan fo faktor amplifikas. menggambarkan kemampuan meregang atau bergeser dari
suatu material lapisan tanah ketika gempabumi terjadi.
Hasil perhitungan ini selanjutnya dianalisis secara spasial Secara matematis, nilai merupakan fungsi linear dari nilai
dengan menggunakan perangkat lunak pemetaan untuk Kg dan .
mengetahui distribusi nilai di Kota Padang. Sebagai
bahan justifikasi terhadap data yang telah diperoleh, Gelombang seismik akibat terjadinya gempabumi
digunakan distribusi titik-titik kerusakan akibat gempabumi merupakan gelombang mekanik yang membutuhkan
pada 30 September 2009. perantara ketika merambat. Dalam perambatannya,
gelombang seismik akan mengakibatkan partikel-partikel
Hasil dan Diskusi lapisan bawah permukaan berosilasi yang didefiniskan
sebagai suatu pergeseran dari keadaan normalnya atau
Data yang diolah dengan menggunakan metode Horizontal shear. Ketika osilasi yang terjadi melampaui batas ambang
to Vertical Spectral Ratio (HVSR) berupa data pergeseran (shear) maksimum dari suatu lapisan, maka
mikrotremor 3 komponen (komponen horizontal utara- akan terjadi deformasi. Sehingga, semakin tinggi nilai
selatan, komponen horizontal barat-timur dan komponen dari suatu material lapisan tanah maka semakin mudah
vertikal) yang tersebar pada sepuluh kecamatan di Kota material lapisan tersebut untuk terdeformasi dan sebaliknya
Padang. Pengolahan data tersebut menggunakan perangkat semakin rendah nilai dari suatu material lapisan tanah
lunak Geopsy 2.9.0 yang menghasilkan spektrum-spektrum maka semakin massif dan sulit untuk terdeformasi. Isihara
dengan frekuensi dominan pada sumbu-x dan faktor (1982) menyatakan adanya hubungan anatar sifat dinamika
amplifikasi pada sumbu-y. Spektrum HVSR yang diperoleh tanah dan nilai ground shear strain ( ) seperti yang
menunjukkan karakteristik dinamika tanah berupa besarnya ditunjukkan pada Tabel 1.
frekuensi dominan dan faktor amplifikasi 𝐴 . Kedua
parameter tersebut selanjutnya akan menjadi parameter
masukan dalam perhitungan nilai indeks kerentanan Hasil perhitungan ground shear strain di daerah
seismik 𝐾 . penelitian menunjukkan bahwa, kota Padang memiliki nilai
yang berkisar antara sampai .
Hasil perhitungan indeks kerentanan seismik 𝐾 di daerah Nilai ground shear strain minimum sebesar
penelitian berkisar antara 0,58 sampai 170,61. Secara diperoleh di titik pengukuran P068 yang berlokasi di
kecamatan Kuranji sedangkan nilai ground shear strain
umum nilai indeks kerentanan seismik 𝐾 yang relatif
maksimum sebesar diperoleh di titik
tinggi berada pada daerah dengan kondisi geologi yang
pengukuran P039 yang berlokasi di kecamatan Nanggalo.
mayoritas ditutupi oleh endapan aluvium. Berdasarkan
Hasil perhitungan tersebut kemudian dipetakan untuk
parameter masukannya, nilai indeks kerentanan seismik 𝐾
mengetahui distribusi nilai ground shear strain di Kota
yang tinggi akan dijumpai pada daerah yang memiliki nilai Padang seperti yang terlihat pada Gambar 3.
frekuensi dominan yang relatif lebih rendah dan nilai
faktor amplifikasi 𝐴 yang relatif lebih tinggi.
82
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Berdasarkan klasifikasi tingkat deformasi berdasarkan nilai tersebar pada 47 titik pengukuran dan nilai ground shear
ground shear strain (Isihara, 1982), suatu lapisan tanah strain daerah penelitian yang berkisar antara
permukaaan akan bersifat plastis jika nilai ground shear dapat diklasifikasikan menjadi nilai
strain sebesar . Jika nilai ground shear ground shear strain skala tinggi yang tersebar pada 56
strain suatu lapisan tanah permukaan melebihi titik pengukuran.
maka lapisan tanah permukaan tersebut akan
mengalami deformasi dan jika nilai ground shear strain Sebaran nilai ground shear strain berkesesuaian dengan
suatu lapisan tanah permukaan melebihi data kerusakan akibat gempabumi 2009. Sebaran nilai
maka akan dapat menyebabkan kerusakan ketika terjadi ground shear strain menyerupai dengan sebaran indeks
gempabumi bahkan dapat menyebabkan terjadinya tanah kerentanan seismik 𝐾 dan ketebalan lapisan sedimen
longsor dan liquifaksi. Dari kajian tersebut, maka nilai Distribusi nilai ground shear strain tinggi terpusat di
ground shear strain daerah penelitian yang berkisar daerah penelitian sebelah barat di mana pada daerah
antara dapat diklasifikasikan tersebut memilki titik kerusakan terbanyak akibat
menjadi nilai ground shear strain skala menengah yang gempabumi 2009.
83
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan / Conclusions
Pemetaan tingkat bahaya di Kota Padang akibat kejadian
gempabumi sebagai bahan pertimbangan dalam mitigasi
bencana dan perencanaan pembangunan dapat ditentukan
melalui nilai ground shear strain. Nilai kota Padang
berkisar antara sampai . Nilai
daerah penelitian yang berkisar antara
diklasifikasikan skala menengah yang dapat
mengakibatkan terjadinya retak dan Diff Settlement
sedangkan nilai yang berkisar antara
diklasifikasikan skala tinggi yang dapat
mengakibatkan terjadinya tanah longsor, pemadatan tanah
hingga rekahan tanah.
Pustaka
Kastowo, Leo, G.W., Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1996,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan
Geologi; Bandung.
Budiono, K., Bambang, Saiful, dan Rimbanan, 2010,
Proceeding PIT IAGI Lombok
Farid, Muhammad, 2014, Disertasi, Universitas Gadjah
Mada
Isihara, K., 1982, Proc. Int. Symp. On Numerical Model in
Geomech, 237-259.
Saaduddin, Sismato, Marjiyono, 2015, Proceeding Seminar
nasional Kebumian UGM Yogyakarta
Nakamura, Y., 1996, Quarterly report of Railway
Technical Research Inst. (RTRI) 37, 112–127.
Nakamura, Y ., 2000, Proc XII World Conf. Earthquake
Engineering, New Zealand,2656.
USGS. http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/
.
84
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
85
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
kerak kontinen dari Australia. Pada 2 juta tahun yang lalu syn-rift yang dimulai pada umur Permian hingga Jura
Timor mengalami pemendekan, pengangkatan dan ekspansi memiliki pola sedimentasi mendalam keatas, hal ini terlihat
lateral dari kemunculan pulau Timor ke permukaan. Pulau dari batuan sedimen yang ditemukan pada Permian Awal
Sumba mengalami pengangkatan teras koral secara cepat adalah batuan sedimen danau hingga pada umur Jura terdiri
dikarenakan collision bagian ujung scott plateu terhadap dari batuan sedimen laut dalam. Pola sedimentasi pada fasa
busur kepulauan banda. Pulau Savu mengalami post-rift yang dimulai pada umur Kapur hingga Miosen
pengangkatan secara cepat dari kedalaman 2-3 km sampai awal memiliki pola sedimentasi mendangkal keatas, hal ini
ke permukaan. Pulau Rote mulai mengalami pengangkatan terlihat dari pengendapan Formasi Nakfunu yang muncul
tahap awal. Pada bagian banda arc mengalami rijang dan kalsilutit, dan diatasnya adalah Formasi Ofu
perkembangan back arc thrust. Kontaminasi kerak yang terdiri dari kalkarenit (Gambar 1).
kontinen Ausralia pada bagian depan Timor semakin
menyebar ke bagian timur dan barat.
86
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
sedangkan yang di selatan ekuator 45.000 nT (Telford ED. Secara teoritis metode SVD diturunkan dari persamaan
dkk, 1990). Laplace untuk anomali gravitasi di permukaan, yang
dituliskan dalam persamaan (2):
Horizontal Gradient/Derivative (HG)
HG merupakan perubahan nilai magnetik antara satu titik (2).
amat ke titik amat lainnya secara horizontal. Metoda HG
telah digunakan secara ekstensif untuk mencari batas sehingga persamaan gradien vertikal dapat dirumuskan
kontras suseptibilitas dari data magnetik. Gradien seperti pada permasamaan (3):
horizontal dari anomali magnetik yang disebabkan oleh
suatu bodi cenderung untuk menunjukkan tepian dari
bodinya tersebut. Sehingga metode ini dapat digunakan - - (3).
untuk menentukan lokasi batas kontak kontras suseptibilitas
horizontal dari data magnetik (Cordell, 1979).
Nilai Second Vertical Derivative (SVD) dari suatu anomali
magnetik sama dengan negative dari nilai Second
Horizontal Derivative (SHD). Anomali yang disebabkan
oleh struktur patahan naik mempunyai nilai harga mutlak
minimal SVD yang selalu lebih besar daripada harga
maksimal. Sedangkan anomali yang disebabkan struktur
patahan turun akan mempunyai nilai harga maksimal lebih
besar dibandingkan dengan harga mutlak minimal.
√( ) ( ) (1).
* + (5).
Dengan nilai Horizontal Gradient, ( ) ialah turunan
[ ] [ ]
nilai magnetik terhadap sumbu x, dan ( ) merupakan
turunan nilai magnetik terhadap sumbu y.
Persamaan (5) disederhanakan menjadi:
Second Vertical Derivative (SVD)
Metode SVD dapat diterapkan pada anomali magnetik yang (6)
bebas noise untuk menentukan jenis patahan. Dalam
menggunakan SVD, langkah awal yang dilakukan adalah ( )- (7)
dengan menarik garis lurus yang tegak lurus terhadap garis dengan
patahan yang telah diinterpretasikan oleh metode HG dan
87
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
, dan
88
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
magnetik harian, adapun koreksi IGRF bertujuan untuk memperlihatkan klosure anomali magnetik relatif dangkal,
menghilangkan pengaruh medan magnetik utama bumi. tersebar secara massif dibagian tengah hingga utara. Kontur
Berdasarkan referensi nilai IGRF daerah penelitian pseudogravity yang ditumpang-tindih dengan anomali
45091.80 nT. Jumlah data medan magnetik total yang magnetik residual atau lokal juga berkorelasi dengan baik.
berhasil diukur di lapangan adalah 1200 buah yang Keduanya menggambarkan anomali tinggi dengan pola
membentang dari kabupaten Timor Tengah Selatan sampai yang mirip, yaitu pada skala warna oranye-merah pada
ke Kabupaten Atambua. Hasil pengukuran kuat medan peta residual sementara berimpit pada klosur anomali tinggi
magnetik total tersebut memiliki nilai berkisar 43634.61 – pada peta pseudogravity.
47326.16 nT.
Peta pada Gambar 6 yaitu Peta Overlay Second Vertical
Hasil dan Diskusi
Hasil yang didapat dalam penelitian ini berupa anomali Derivative, Horizontal Gradient dan Euler Deconvolution.
magetik total. Kemudian diproses lebih lanjut sehingga Peta tersebut menggambarkan batas kotak antar batuan
didapakan anomali magnetik di kutub (900), anomali (HG), jenis sesar (SVD), kedalaman sumber anomali (ED).
magnetik regional, anomali magnetik residual, anomali Peta pada Gambar 4, 5 dan 6 selanjutnya akan digunakan
pseudogravity, anomali berdasarkan horizontal derivative untuk analisis struktur geologi terutama berkaitan fitur
atau horizontal gradient, anomali hasil SVD dan prediksi vulkanik. Secara teknonik pulau Timor merupakan pulau
lokasi sumber anomali berdasarkan peritungan ED. terbesar dan paling selatan diantara pulau-pulau lain di
sekitarnya seperti Tanimbar, Kai dan Seram yang
Gambar 4 merupakan peta anomali magnetik total. Peta membentuk Busur Banda. Busur Banda sendiri dipisahkan
tersebut masih terdapat klosur-klosur dipole sehingga dari paparan benua Australia oleh Terusan dengan
sulit diinterpretasikan secara lansung. Untuk itu kedalaman 3 km (Barber, 1978).
diperlukan transformasi ke kutub (RTP/Reduce to Pole)
sehingga benda penyebab anomali tepat terletak dibawah
profile magetik. Titik-titik putih merupakan lokasi
pengambilan data magetik sebanyak 1200.
89
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
(1978). Model ketiga adalah model imbrikasi dikemukan periode syn-rift, sementara sesar naik terkait dengan
oleh Hamilton (1979). Model keempat adalah Model struktur lebih dangkal selama periode post-rift (Gambar 6).
Duplex dikemukan oleh Harris (1991); Charlton dkk.
(1991). Model kelima adalah model Overthrusted Margin
dikemukan oleh Sawyer dkk.(1993). Model keenam adalah
model Basement-involved thrust/inversi dikemukan oleh
Charlton & Gandara (2012).
Kesimpulan
Kesimpulan penelitian adalah terdapat beberapa fitur
vulkanik yang terdapat di daerah penelitian. Daerah yang
paling banyak fitur vulkanik ada di bagian utara sementara
bagian central basin paling sedikit terkait fitur vulkanik.
Gambar 6 Peta Overlay Second Vertical Derivative, Dengan demikian untuk penelitian geofisika lanjutan bisa
Horizontal Gradient dan Euler Deconvolution dilakukan di central basin karena memiliki ketebalan
sedimen yang cukup tebal, diharapkan berpotensi
Berdasarkan analisis ED didapatkan fitur vulkanik dalam menghasilkan hidrokabon dalam jumlah yang signifikan.
dengan nilai cut-off 4000 meter, terdapat di bagian barat
laut sampai utara. Struktur tersebut berasosiasi dengan nilai Pustaka
anomali magnetik residual antara 208 – 500 nT. Fitur
vulkanik ini diprediksi berupa dyke/sill hasil penunjaman Audley-Charles, M. G. (1986). Journal of the Geological
lempeng Australia terhadap lempeng Banda. Sementara Society, 143(1), 161-175.
fitur vulkanik yang terletak di kedalaman 1500-4000 meter Barber, A. J. (1978). Structural interpretations of the island
tersebar hampir sepanjang northen block (bagian tengah ke of Timor eastern Indonesia.
barat sepanjang utara sampai selatan). Fitur vulkanik ini Blakely, R. J., 1995. Cambridge: Cambridge University
mempunyai nilai anomali magnetik residual 23 – 208 nT, Press.
diprediksi sebagai batuan intrusive yang ikut berperan Blakely, R. J., 1996. Cambridge: Cambridge University
dalam proses inversi basement saat post-rift. Hal ini Press.
mengakibatkan struktur sesar naik pada periode tersebut BPMIGAS – LAPI ITB, 2008
sehingga ketebalan sediment relatif berkurang. Fitur Charlton, T. R. (2001). Journal of Asian Earth
vulkanik yang lebih dangkal di atas 1500 meter dengan Sciences, 19(5), 595-617.
nilai anomali magnetik residual sekitar 0 – 23 nT. Fitur ini Charlton, T. R., Barber, A. J., & Barkham, S. T. (1991).
tersebar dibanyak tempat kecuali bagian central basin Journal of Structural Geology, 13(5), 489-500.
(bagian tengah NTT) relatif lebih sedikit. Cordell, L. (1979). Economic Geology, 74(6), 1383-1394.
Cordell, L., & Grauch, V. J. S. (1985). The utility of
Analisis SVD dan Horizontal Gradient menunjukkan regional gravity and magnetic anomaly maps, 181.
korelasi yang baik terhadap keberadaan anomali magnetik FH Chamalaun, A. Grady; J. Aust. Petrol. Explor. Ass., 18
dari peta anomali magnetik residual. SVD memprediksi (1978), pp. 102–108
jenis sesar yang ada di daerah penelitian yaitu sesar naik Hall, R., & Wilson, M. E. J. (2000). Journal of Asian Earth
yang intens serta sesar normal di bagian tengah-utara. Sesar Sciences, 18(6), 781-808.
normal terkait dengan struktur yang lebih dalam selama Hamilton, W. B. (1979). US Govt. Print. Off.
90
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
91
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Sari
Tahap pertama dalam eksplorasi adalah penentuan
Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan alam yang singkapan dengan melihat strike-dip batuan. Pada
melimpah, dimana salah satunya adalah batubara. Batubara umumnya sample batubara diambil pada setiap singkapan
merupakan salah satu bahan galian yang bernilai ekonomis yang diteliti dengan mengambil sampel batuan pada
dan merupakan sektor andalan pengganti migas. Sebelum kedalaman tertentu, dimana sample diambil sesuai dengan
kegiatan eksplorasi, diperlukan penyelidikan untuk kedalam masing-masing singkapan. Pada beberapa
menentukan lokasi sebaran, kualitas dan jumlah cadangan. singkapan yang mempunyai beberapa perlapisan batubara
Metode drilling digunakan untuk mendapatkan data bawah (seam), pengambilan sample tidak dilakukan pada
permukaan sehingga menjadi data geologi dan contoh setiap seam yang ada apabila sebagian sample yang
sampel untuk penentuan kualitas batubara. Data hasil diambil dianggap sudah mewakili berdasarkan profil
pengukuran diolah menggunakan software surpac untuk kenampakan morfologisnya. Sample yang diambil adalah
menghitung perkiraan volume cadangan hipotetis dan termasuk parting dan interburden yang ada di dalam setiap
overbourden tiap seam sehingga diketahui nilai stripping seam.
ratio (SR). Volume cadangan batubara untuk seam A_1
adalah 9.400,76 ton dan volume overburdennya adalah Geologi Daerah Penelitian
56.840 ton sehinga nilai SR untuk seam A_1 adalah 1:6.
Volume cadangan batubaranya 10.177,69 ton dan volume
overburdennya sebesar 37.260 ton sehingga nilai SR untuk
seam A_2 adalah 1:4. Dilihat dari nilai SR kedua seam
maka dapat disimpulkan bahwa daerah ini prospek untuk
dieksploitasi.
Pendahuluan
Batubara merupakan salah satu bahan galian yang bernilai
ekonomis dan merupakan sektor andalan pengganti migas.
Endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier yang terletak di bagian barat Paparan
Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan).
Kegiatan eksplorasi sangat penting dilakukan sebelum Gambar 1. Peta Geologi Daerah Penelitian
pengusahaan bahan tambang dilaksanakan, mengingat
keberadaan bahan galian yang penyebarannya tidak merata Daerah penelitian tersusun atas Formasi Bebulu (Tmbl),
dan sifatnya sementara yang suatu saat akan habis tergali. Formasi Pulubalang (Tmpb), Formasi Balikpapan (Tmbp)
Sehingga untuk menentukan lokasi sebaran, kualitas dan dan Endapan Aluvium (Qa), (Hidayat.S dan Umar.L, 1994)
jumlah cadangan serta pengambilannya diperlukan a. Formasi Bebulu (Tmbl) terdiri dari batugamping
penyelidikan yang teliti agar tidak membuang tenaga dan dengan sisipan batulempung lanauan dan sedikit napal.
modal. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini agar Fosil yang dijumpai antara lain: Lepydociclina
mampu mengetahui bagaimana sebaran dan cadangan epiphioides JONES & CHAPMAN, Lepydociclina sp,
batubara. Operculina sp, Operculinella, Myogypsinoides,
Cycloclypcus. yang menunjukkan umur Miosen Awal.
Eksplorasi batubara merupakan suatu proses kegiatan untuk Terendapkan di lingkungan laut dangkal. Ketebalannya
menentukan lokasi endapan batubara yang prospek untuk mencapai 1900 m. Lokasi tipe di daerah bebulu
dikembangkan. Eksplorasi batubara bertujuan untuk Kalimantan Timur, Formasi ini menindih selaras
menginventarisir serta melokalisir data endapan batubara Formasi Pamaluan (Tomp).
yang ada di daerah studi guna mencari lokasi-lokasi b. Fomasi Pulaubalang (Tmpb) tediri dari perselingan
singkapan batubara dan melaporkan daerah prospeksi hasil batu pasir kuarsa, batupasir dan batulempung, dengan
temuan di lapangan. sisipan batubara mengandung fosil Cycloclypeus sp,
92
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
lepydocyclina sp, Miogypsina miogypsimoides dan menggunakan software Surpac untuk menghitung estimasi
Elusculinella bontangensis, yang menunjukkan umur cadangan batubara yang tersingkap di bawah permukaan.
meosen tengah. Terendapkan di lingkungan sublitoral
dangkal. Tebal fomasi ini sekitar 900 m, Formasi Tabel 1 merupakan data hasil drilling yang menunjukkan
Pulaubalang (Tmpb) menindih selaras Fomasi keberadan batubara yang tersingkap di bawah permukaan.
Pemalauan (Tomp) dan ditindih secara selaras Formasi
Hole_id Depth Depth Max Seam
Balikpapan (Tmbp). Lokasi tipe terdapat di
from to Depth
Pulaubalang, Teluk Balikpapan
c. Formasi Balikpapan (Tmbp) terdiri dari perselingan DH 01 14.25 16.4 25 A
batupasir, batulempung lanauan, dan serpih dengan DH 02 11.1 12.87 14 A
sisipan napal, batugamping, dan batubara. DH 03 30
Batugamping mengandung fosil Elusculinea DH 04 15
borneonsis Tan, Myogipsina lepidocyclina sp,
Cycloclypeus annulatus yang menunjukkan umur DH 05 12 14.25 15 A
miosen tengah bagian atas. Lingkungan DH 06 2.1 3.6 3.6 A
pengendapannya litoral-laut dangkal. Ketebalan 800 m, DH 07 8.7 10.15 11 A
lokasi tipe di Teluk Balikpapan, Pantai Kalimantan
Timur.
d. Endapan Aluvium (Qa) terdiri dari kerakal, kerikil, Hasil dan Diskusi
pasir, lempung, dan lumpur sebagai endapan sungai,
rawa, pantai, dan delta. Tesebar disepanjang pantai Pada tahap survei awal, pertama dilakukan survei formasi
timur tanah Grogot, Teluk Adang, dan Teluk cool-bearing yang terbuka secara alami dan beberapa
Balikpapan. pengeboran untuk mengetahui kedalaman dari lapisan
batubara kearah kemiringan dengan maksud memastikan
Data dan Metoda deposit batubara yang potensial. Kemudian akan
berlanjut kepada teknik eksplorasi yang lebih tinggi
Data yang digunakan merupakan data primer. Sebelum menggunakan mesin dan peralatan yang spesifik.
melakukan survey lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi
referensi antara lain mencakup pengeplotan koordinat Kegiatan drilling diawali dengan planning pemboran
wilayah ke dalam peta geologi regional dan peta rupa yang mencakup penentuan titik, mengenai berapa jarak
bumi untuk mengetahui formasi geologi daerah yang interval, kedalaman yang harus dilakukan proses pemboran
akan disurvey dan informasi geologi lainnya yang terkait serta luasan wilayah yang akan dilakukan pemboran.
dengan perkiraan sebaran batubara dan potensi geologinya. Setelah dilakukan planning dan telah ditentukan titik
Selanjutnya peninjauan lapangan yang bertujuan untuk yang akan dibor pada skema model maka dilakukan proses
penelitian dan survey geologi atas singkapan batubara penentuan titik bor dilapangan, kemudian melakukan
yang telah diketahui. Dalam peninjauan lapangan, juga survey layout dan ploting dilokasi pemboran yaitu
dilakukan pengambilan sample batubara dari sejumlah melakukan preparasi pemboran dimana proses ini
lapisan (seam) yang diketemukan untuk dianalisa lebih mencakup proses dilakukannya persiapan lokasi, yaitu
lanjut tentang kualitas batubaranya. Analisa yang dilakukan dengan pembuatan mud pit (tempat sirkulasi air). Apabila
adalah mencakup standard Proximate Analysis dan HGI. daerah pemboran berada di daerah lereng dan
Tahap berikutnya adalah pengolahan data lapangan bergelombang, maka dilakukan perataan tanah sehingga
dengan memplot data hasil survey geologi ke dalam peta daerah titik pemboran rata dan tidak mengganggu jalannya
Rupa Bumi, termasuk pekerjaan digitasi peta Rupa Bumi proses pemboran dan juga termasuk keamanan/safety pada
atas wilayah penyelidikan di mana dijumpai singkapan daerah tersebut diperhatikan.
batubara. Dari plotting data lapangan tersebut kemudian
dilakukan rekonstruksi dan interpretasi atas sebaran dan Setelah semua persiapan selesai, maka sesuai dengan
kemenerusan lapisan batubaranya. Apabila hasil planning awal apakah pemboran akan dilakukan dengan
rekonstruksi sebaran batubara digabungkan dengan hasil metode full core/coring maupun open hole dan apakah
analisa sample-nya maka akan dapat diidentifikasi dan pemboran dilakukan dengan model miring atau
dipetakan area yang secara geologis memiliki potensi vertical.
cadangan batubara dan kualitasnya yang dipertimbangkan
layak untuk ditindaklanjuti. Metode yang digunakan ini adalah drilling open hole.
Jika uji lab menunjukkan bahwa batubara tersebut layak Selama proses pengeboran berlangsung, diperoleh data
untuk dieksplorasi maka akan dilakukan pemboran cutting yang merupakan material hasil gerusan mata bor
(drilling). Langkah terakhir yaitu mengolah data tersebut (bit) yang mengalir keluar ke permukaan bersama fluid.
93
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan
Volume cadangan batubara untuk untuk seam A_1
9.400,76 ton dan volume overburdennya adalah 56.840 ton
sehinga nilai SR untuk seam A_1 adalah 1:6. Untuk seam
A_2, volume cadangan batubaranya 10.177,69 ton dan
volume overburdennya sebesar 37.260 ton sehingga nilai
SR untuk seam A_2 adalah 1:4. Volume cadangan batubara
di daerah ini sebesar 19.578,45 ton. Dilihat dari nilai SR
kedua seam maka dapat disimpulkan bahwa daerah ini
prospek untuk dieksploitasi.
94
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Sari
Air adalah medium yang kompleks, terutama air limbah
yang terdiri dari berbagai komponen dengan sifat yang
berkaitan dengan proses pengolahan air limbah, dan juga
sumber air limbah. Dengan meningkatnya masalah
lingkungan, maka kontrol terhadap kualitas air limbah
menjadi lebih ketat. Parameter kualitas air limbah
umumnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
senyawa organik (karbon organik total, karbon organik
terlarut, nitrogen organik, dan lain sebagainya), dan
senyawa spesifik (minyak, logam berat, dan lain
sebagainya). Salah satu sifat senyawa organik adalah
mempunyai serapan dalam daerah spektrum ultraviolet.
Dengan menghitung kontribusi spektra ultraviolet beberapa
unsur yang ada dalam senyawa tersuspensi, fraksi koloid,
senyawa terlarut, dan residu pada spektrum air limbah,
maka dapat diketahui derajat kualitas air limbah tersebut. Gambar 1: Spektra UV beberapa senyawa organik yang
terkandung dalam air limbah domestik.
Kata kunci : Kualitas air limbah, spektrum ultraviolet
Pendahuluan / Introduction Untuk air limbah yang berasal dari kegiatan masyarakat
pemukiman biasanya didominasi oleh senyawa organik,
Perkembangan teknologi yang disertai dengan semakin dan sedikit mengandung senyawa spesifik (minyak, logam
kompleksnya industri manufaktur membuat hidup manusia berat, ...). Sebaliknya, air limbah industri lebih didominasi
menjadi lebih nyaman dan mudah. Walaupun demikian di senyawa spesifik dibandingkan dengan senyawa organik.
sisi lain, perkembangan industri manufaktur menghasilkan Oleh karena, komponen senyawa organik dalam air limbah
limbah yang lebih kompleks, sehingga menimbulkan tidak hanya satu, tetapi sangat banyak, sehingga sangat sulit
permasalahan pencemaran lingkungan, khususnya dan bahkan tidak mungkin mengetahui keseluruhan
pencemaran air. Oleh sebab itu, pemerintah yang sangat senyawa organik yang dikandungnya.
prihatin dengan masalah pencemaran air ini, melalui
Kementrian Lingkungan Hidup menetapkan nilai batas Tabel 1 : Letak puncak beberapa senyawa organik.
kualitas air dan air limbah. Letak puncak pada panjang
Senyawa pH
gelombang (nm)
Penentuan derajat kualitas air, maupun air limbah Fenol 5,15 216 dan 274
umumnya menggunakan proses kimia yang meliputi Asam maleat 2,53 210
beberapa tahapan, seperti pengukuran pH, kandungan Asam oksalat 6,02 200
beberapa unsur kimia, COD, BOD, oksigen terlarut, dan
masih banyak lagi. Salah satu, instrumen yang sering Hingga saat ini, penggunaan spektrofotometer UV-Vis
digunakan dalam penentuan keberadaan dan konsentrasi tersebut hanya terbatas untuk mendeteksi keberadaan dan
suatu unsur organik adalah spektrofotometer UV-Vis. konsentrasi unsur organik saja, tetapi dengan
menggabungkan dengan program Microsoft Excell,
Spektrum ultraviolet umumnya menunjukkan puncak- ternyata spektrum ultraviolet yang dihasilkan oleh
puncak penyerapan antara panjang gelombang 200 hingga spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk
350 nm. Puncak-puncak ini menunjukkan adanya molekul menentukan konsentrasi karbon organik dan COD.
organik yang mempunyai kromofor dengan ikatan tidak
jenuh (seperti C=C atau C=O). Dengan dasar pemikiran tersebut, maka makalah ini akan
menjelaskan pemanfaatan spektrum ultraviolet dalam
menentukan derajat kualitas air limbah untuk senyawa
organik.
95
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Data dan Metoda penjumlahan koefisien restitusi, maka akan semakin buruk
kualitas air tersebut.
Air limbah diambil dari sungai yang merupakan tempat
pembuangan limbah domestik organik, dan air sungai yang Air limbah yang belum diolah mempunyai nilai tiga
merupakan hulu. Selanjutnya diambil spektrumnya dengan koefisien pertama sangat tinggi, yang merupakan spektrum
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Beberapa sampel ultraviolet yang mengandung senyawa tersuspensi, koloid,
diberi perlakuan secara fisika-kimia. dan juga senyawa organik terlarut. Oleh karena, air limbah
masih baru, maka tidak terdeteksi adanya senyawa residu,
Empat spektrum ultraviolet dari air dipilih dan digunakan yang ditandai dengan nilai koefisien spektrum referensi
sebagai spektrum referensi. Spektrum tersebut adalah nomor empat yang nilainya sama dengan nol.
- Referensi 1 : spektrum UV dari air yang
mengandung senyawa tersuspensi
- Referensi 2 : spektrum UV dari air yang
mengandung fraksi koloid
- Referensi 3 : spektrum UV dari air yang
mengandung senyawa terlarut
- Referensi 4 : spektrum UV air yang mengandung
senyawa akhir penguraian senyawa
organik.
Hasil dan Diskusi Untuk air limbah yang sudah diolah secara fisika-kimia,
nilai koefisien spektrum referensi nomor dua dan tiga
Hasil restitusi spektrum UV air limbah dengan spektrum tinggi, yang menggambarkan tingginya konsentrasi
referensi dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. senyawa koloid dan senyawa terlarut. Keadaan ini
menunjukkan bahwa proses pengolahan secara fisika-kimia
Tabel 2 : Hasil restitusi spektrum UV air limbah berfungsi menaikan senyawa koloid.
Nilai koefisien Jumlah
Jenis sampel Untuk air sungai yang menerima limbah organik yang
a1 a2 a3 a4 koefisien
Air limbah belum berasal dari pemukiman, tetapi mempunyai aliran yang
4,60 6,00 4,20 0 14,80 baik, maka mempunyai empat nilai koefisien spektrum
diolah
referensi. Jumlah koefisien mempunyai nilai lebih rendah
Air limbah diolah
dari spektrum UV air limbah yang belum diolah maupun
dengan cara 0,05 8,44 3,36 0 11,85
yang telah diolah secara fisika-kimia. Adanya nilai
fisika-kimia koefisien dari setiap spektrum referensi menunjukkan
Air sungai adanya beberapa tahapan penguraian limbah yang telah
mengandung 0,28 0,80 0,24 0,34 1,66 terjadi. Penguraian tersebut dapat terjadi karena paparan
limbah domestik radiasi matahari yang mengandung radiasi ultraviolet,
Air sungai tidak karena sungai dalam keadaan terbuka.
mengandung 0,02 0,03 0,02 0 0,07
limbah domestik Untuk sungai yang berada di sekitar hulu atau sekitar
daerah ketinggian, umumnya keadaan sungai relatif bersih,
Kualitas air limbah dapat diketahui melalui penjumlahan karena belum ada pencemaran yang berasal dari daerah
keempat koefisien spektrum referensi. Semakin tinggi nilai pemukiman. Pencemaran yang mungkin terjadi, hanya
berupa daun, tanaman, atau binatang kecil. Oleh sebab itu,
96
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
97
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Sari cladding better than the optical fiber sensor with core
Penelitian ini membahas tentang sensor salinitas yang without cladding. The results also indicate that the shorter
digunakan untuk menentukan kadar garam suatu larutan. the sensor is used, the sensitivity and resolution salinity
Sensor yang digunakan adalah serat optik plastik dengan sensor based optical fiber, the better.
konfigurasi melengkung pada bagian tengah. Sensor
salinitas berbasis serat optik plastik terdiri dua jenis yaitu Keywords: Salinity sensor, plastic optical fiber, bending
dibuat dari inti dan selubung dan sensor yang dibuat dari configuration
inti tanpa selubung dengan panjang bervariasi. Cahaya dari
LED infra merah ditransmisikan ke dalam serat optik dan Pendahuluan / Introduction
diteruskan ke detektor cahaya yang terhubung dengan
voltmeter. Pengukuran dilakukan pada persentase kadar Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi
garam yang bervariasi mulai 0% sampai 50% dengan informasi secara global berkembang sangat pesat dengan
rentang 5%. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa hadirnya teknologi serat optik sebagai penggerak utama
perubahan persentase kadar garam pada sensor dibalik revolusi telekomunikasi. Teknologi serat optik
menyebabkan perubahan intensitas cahaya pada serat optik secara luas diterapkan sebagai media transmisi tunggal
plastik dan mengakibatkan perubahan pada tegangan yang paling cocok untuk suara, video, dan pengiriman data
keluaran. Semakin tinggi persentase kadar garam suatu [1]. Serat optik adalah sebuah kaca murni yang panjang,
larutan, maka semakin kecil tegangan keluaran pada alat tipis dan memiliki diameter yang berukuran mikro. Serat
ukur. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas optik pada umumnya digunakan sebagai transimisi data
dan resolusi sensor serat optik plastik dengan inti dan digital berupa cahaya pada jarak jauh [2]. Penggunaan serat
selubung lebih baik dibandingkan dengan sensor serat optik optik sebagai sensor menawarkan banyak keuntungan, di
dengan inti tanpa selubung. Hasil penelitian juga antaranya adalah sensor serat optik dapat dirancang dan
menunjukkan bahwa semakin pendek sensor yang digunakan pada sistem pengukuran jarak jauh [3].
digunakan, maka sensivitas dan resolusi sensor salinitas
berbasis serat optik semakin baik. Pada perkembangannya, serat optik plastik telah banyak
dilakukan penelitian dalam berbagai bidang. Antara lain
Kata Kunci: Sensor salinitas, serat optik plastik, pada bidang medis yang telah dikembangkan oleh Wayan
konfigurasi melengkung dalam pembuatan sensor pernapasan berbasis serat optik
plastik dengan selubung (cladding) terkelupas [4].
Abstract Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh
This study discusses the salinity sensors are used to Akhiruddin yang menggunakan polianilin nano struktur
determine the salt content of a solution. The sensor used is sebagai sensor pengganti selubung yang digunakan untuk
a plastic optical fiber with a bending configuration at the mendeteksi uap HCl [5]. Selanjutnya penelitian tentang
center. Salinity sensor based on plastic optical fiber sensor kelembaban yang dilakukan oleh Akhiruddin
consists of two types, which are made from the core and menggunakan lapisan gelatin sebagai pengganti selubung
cladding and sensors are made from core without cladding pada serat optik. Pengujian respon dilakukan dengan
with varying length. Light from the infrared LED is pengukuran intensitas cahaya yang dipancarkan pada probe
transmitted into the optical fiber and passed to the light serat optik dengan beberapa variasi perlakuan kelembaban
detector connected to a voltmeter. Measurement were taken berbeda [6].
at the percentage salinity varied from 0% to 50% for 5%
range. The measurement results show that the percentage Penelitian yang dilakukan oleh Rudi menggunakan sensor
change in the salinity on the sensor causing changes in light serat optik moda-jamak berbentuk W dengan selubung
intensity in the optical fiber and resultuting change in the dikupas untuk menentukan konsentrasi larutan NaCL. Hasil
output voltage. The higher the percentage of salinity yang diperoleh bahwa perubahan rugi daya pada sensor
solution, the smaller the output voltage on the measuring sebanding dengan perubahan konsetrasi NaCL. Semakin
instrument. Of the result showed that the sensitivity and besar konsentrasi larutan yang terukur, maka semakin besar
resolution of the sensor with a plastic optical fiber core and pula rugi daya yang dialami sensor serat optik [7].
98
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Upaya-upaya dalam meningkatkan sensitivitas sensor telah larutan. Keunggulan sensor salinitas ini adalah memiliki
banyak dilakukan berbagai cara, salah satunya dengan teknik pengukuran yang sederhana, fabrikasi mudah
pengelupasan selubung seperti yang dilakukan oleh dengan biaya murah dan dapat digunakan untuk
beberapa peneliti sebelumnya [4, 5, 6]. Sensor dengan pengukuran secara kontinu.
selubung terkelupas telah banyak diaplikasikan dalam
berbagai bidang seperti pada bidang lingkungan yang telah Metodologi Penelitian
diteliti oleh El-Sherip dengan mengganti selubung dengan
bahan kimia yang lebih sensitif terhadap pestisida [8]. Perancangan sensor salinitas berbasis serat optik plastik
Penelitian tentang sensor pH yang dilakukan oleh Matiin konfigurasi melengkung untuk mendeteksi kadar garam
dengan menggunakan serat optik plastik untuk mengetahui suatu larutan dengan skema rangkaian secara lengkap
pengaruh variasi kelengkungan sensor pH. Sensor ini ditampilkan seperti pada Gambar 1. Sensor salinitas
menggunakan Sol Gel sebagai pengganti selubung untuk menggunakan konfigurasi melengkung pada serat optik
mendeteksi pH [9]. yang dibuat dengan inti dan selubung serta inti tanpa
selubung. Sumber cahaya yang digunakan yaitu LED infra
Penelitian yang dilakukan ini adalah merancang dan merah jenis IF-E91A yang mentrasmisikan cahaya pada
membuat suatu sensor menggunakan serat optik plastik panjang gelombang 950 nm. Jenis serat optik plastik adalah
untuk mengukur kadar garam (salinitas). Sensor yang serat moda-jamak indeks tangga (multi-mode step index)
digunakan terdiri dari dua konfigurasi yaitu sensor serat dengan diameter 1000 µm dengan indeks bias inti 1,492
optik plastik dengan inti dan selubung serta tanpa selubung. dan indeks bias selubung 1,402 serta nilai celah numerik
Sensor salinitas diharapkan dapat mendeteksi perubahan NA = 0.5. Detektor cahaya yang digunakan adalah
indeks bias oleh variasi persentase kadar garam suatu fototransistor jenis IF-D92 sebagai detektor cahaya.
Gambar. 1. Skema sensor salinitas berbasis serat optik plastik konfigurasi melengkung
Pengujian sensor salinitas berbasis serat optik plastik sensor oleh akibat rugi daya pada sensor menyebabkan
dilakukan dengan variasi panjang sensor yang terdiri dari 2 perubahan tegangan keluaran pada alat ukur.
cm, 3 cm, 4 cm, dan 5 cm. Prinsip kerja sensor salinitas Hasil dan Diskusi
berbasis serat optik plastik yaitu cahaya LED
Sensor salinitas berbasis serat optik plastik diuji dengan
ditransmisikan melalui serat optik plastik dan diterima oleh
menggunakan larutan dengan kadar garam yang bervariasi
fototransistor, kemudian diteruskan ke penguat dan akan
yaitu 0% sampai dengan 50% dengan rentang 5%. Sensor
terbaca pada voltmeter. Perubahan kadar garam pada
larutan mengakibatkan perubahan indeks bias larutan di diuji dengan konsentrasi larutan yang sama untuk setiap
sekitar sensor. Hal ini akan menyebabkan perubahan rugi panjang sensor yang bervariasi. Hasil pengukuran
daya pada sensor dan menimbulkan perubahan intensitas perubahan tegangan keluaran terhadap persentasi kadar
yang diterima oleh fototransistror. Atenuasi cahaya pada garam larutan ditampilkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
99
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gambar 2. Grafik perubahan tegangan keluaran terhadap salinitas menggunakan sensor serat optik plastik
dengan inti dan selubung
Gambar 3. Grafik Perubahan Tegangan Keluaran Terhadap Salinitas Menggunakan Sensor Serat Optik
Dengan Inti Tanpa Selubung
Dari grafik hasil pengukuran sensor salinitas berbasis serat Data hasil pengukuran di atas selanjutnya dianalisis untuk
optik menunjukkan bahwa perubahan tegangan keluaran mengetahui range, sensitivitas dan resolusi sensor yang
sebanding dengan perubahan konsentrasi kadar garam dibuat. Berikut ini persamaan yang digunakan untuk
larutan. Semakin tinggi persentasi kadar garam pada larutan mengetahui range tegangan keluaran sensor.
yang terukur, maka semakin berkurang tegangan keluaran
pada alat ukur tersebut. Hasil pengukuran juga (1)
menunjukkan bahwa semakin panjang ukuran sensor maka dimana Vmax merupakan tegangan keluaran maksimum, dan
tegangan keluaran semakin kecil. Hal ini disebabkan karena Vmin merupakan tegangan keluaran minimum.
semakin panjang sensor yang digunakan, maka rugi daya Sensitvitas sensor dapat dihitung menggunakan persamaan
pada sensor semakin besar yang menyebabkan tegangan berikut:
keluaran pada sensor semakin kecil.
100
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Tegang
101
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Studi Pemetaan Kerentanan Air Tanah Terhadap Pencemaran Polutan Nitrat dengan
Menggunakan Metode Drastic di Kota Kendari
Wa Ode Suwardi1 Suriyaidulman Rianse1, Sevtho Linggi Allo 1 , Rifkha Zulfaaini Rifai2 Deniyatno2, Rezky Dwi
Fitriani3
1
Teknik Geologi Unive rs itas Halu Oleo, 2Teknik Geofis ika Unive rs itas Halu Oleo,
3
Farmasi Unive rsitas Halu Oleo
Email: waodes uwardi1@gmail.com
102
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
103
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
1 1-100 1
2 100-300 2
3 300-700 4
4 700-1000 6
5 1000-2000 8
6 >2000 10
104
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Pengaruh masing-masing parameter DRASTIC tingkat perhitungan DRASTIC jenis akuifer diberikan rating 6
kerentanan pencemaran dapat dilihat sebagai berikut: (peta geologi kota Kendari tahun 2012).
105
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
8. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk tidak termasuk dalam perhitungan
DRASTIC, namun sangat mempengaruhi dalam kondisi
pencemaran air tanah. Semakin tinggi jumlah penduduk
suatu tepat maka semakin tinggi potensi pencemran, dan
semakin rendah jumlah penduduk maka semakin kecil pula
potensi pencmaran. Jumlah penduduk kota Kendari
106
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Dalan peta kerentanah air tanah daerah penelitian sedang (101-140) rentan tinggi (>100). Kualitas
memperlihatkan kontaminasi air tanah tepi dangkal lebih hidrologi dari hasil uji sampel air sumur
besar bila dibandingkan dengan air tanah tepi dalam. memperlihatkan kandungan nitrat pada air sumur
Selain itu semakin bertambahnya jumlah penduduk yang daerah penelitian 0,85-1,35 mg/l, masih
padat dan tata guna lahan yang pemukiman memiliki tergolong batas normal atau dapat di komsumsi
potensi pencemaran yang sedang sampai tinggi. 2. Metode DRAS TIC dapat digunakan untuk
mengenali daerah yang rentan terhadap
Untuk mengetahui adanya polutan nitrat dalam daerah pencemaran, mesk ipun tidak dapat menunjukk an
penelitian dilakukan uji laboratoium sampel air pada karakteristik masing- masing zat pencemar.
daerah-daerah yang tercemar.
Pustaka
Tabel 1 hasil analisis laboratorium
Alfiyan, M. (TT). Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi
Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik
Universitas S ultan Ageng Tirtayasa. SSN 1410-
6086. SSN 1410-6086
Astier, J.L. 1971. Masson & Cie, Editeur paris
Kuswoyo, B., Putranto T.T, 2008. Vol. 29 No. 2 Tahun
2008, ISSN 0852-1697
Manampiring, A.E. 2009. Karya Ilmiah. Fakultas
Kedokteran Universitas Samratulangi Manado.
Min, J-H., Seong, T. Y., Kangjoo, K., Hyoung, S. K
dan Dong, J. K., 2003. Hydrological
Processes. 17. 1197-1211. John Wiley &
Sons, Ltd.
Dari hasil uji sampel diatas dapat di ketahui bahwa Notodarmojo, S., 2005. Penerbit ITB. Bandung.
kandungan nitrat yang terkandung dalam 15 sampel air Suherman D.,S udaryanto. 2008. Riset Geologi dan
yang diteliti yaitu 0,85-1,35 mg/l dikategorikan pada batas Pertambangan. Vo l. 18 No 2, 61-68
normal atau dapat di komsumsi. Hal ini berdasarkan pada Umezawa, Y., Hosono, T., Onodera, S., Siringan, F.,
peraturan mentri kesehatan R.I No Delino m, M. R., dan Taniguchi. 2007. LIPI
:416/MENKES/PER/IX/1990 bahwa persyaratan kualitas Press
air bersih dan kualitas air minum, kadar Nitrat maksimum Widyastuti, dkk. 2006. Majalah Geografi UGM.
yang diperbolehkan yaitu 10 mg/l. Yogyakarta.
Ucapan Terima
107
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Johanes Gedo Sea(1), Yawan Baso Pata(2), Muhammad Arif(3), Muhammad Faizal Addi(4)
(1),(2),(3),(4)
Geophysics of Hasanuddin University
(1)
johanesgedosea@gmail.com, (2)yawanbp2@gmail.com, (3)arif.geofisika@gmail.com, (4)faizal.addi@gmail.com
108
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
positif dengan indeks SST (Sea Surface Temperature) dan Regresi Linear menggunakan SPSS. Analisis
Nino-3 dan di Tahiti berkorelasi negatif dengan indeks Correlations dan Regresi Linear bertujuan untuk
SST (Sea Surface Temperature) Nino-3. Koefisien mengetahui pengaruh signifikan data SLP di Indonesia,
Korelasi rata-rata masing-masing adalah 0,71 untuk Tahiti Darwin, Tahiti, dan Equatorial Timur Pasifik terhadap data
dan 0,75 untuk Darwin. Zelle juga menambahkan bahwa Equatorial SOI. Selain itu juga, analisis Regresi bertujuan
pola anomali SLP terkait dengan El Nino dapat untuk memprediksi data Equatorial SOI berdasarkan data
divisualisasikan dengan menghitung korelasi antara SLP SLP di Indonesia, Darwin, Tahiti, dan Equatorial Timur
dan indeks Nino 3.4. Perbedaan tekanan antara Pasifik Pasifik.
khatulistiwa barat dan timur terlihat jelas. Untuk
mendapatkan indeks SLP yang mirip dengan indeks Nino Pada analisis statistik ini, hipotesis yang dilakukan
3.4, perbedaan normalisasi antara tekanan permukaan laut menggunakan asumsi H0. H0 adalah terdapat hubungan
normal di Darwin dan Tahiti dihitung. Kedua stasiun yang signifikan antara data SLP di Indonesia, Darwin,
tersebut dipilih karena panjang timeseries homogen pada Tahiti, dan Equatorial Timur Pasifik terhadap data
SLP yang tersedia. Timeseries yang dihasilkan disebut Equatorial SOI. Pengambilan keputusan analisis adalah
dengan Southern Oscillation Indeks (SOI). sebagai berikut.
Jika nilai Signifikan (Sig.) > 0.05 maka H0 ditolak
Ausloos dan Ivanova (2013) melaporkan bahwa jarak Jika nilai Signifinan (Sig.) < 0.05 maka H0 diterima
korelasi ada di antara fluktuasi dari SOI (Southern Gambaran umum dari data yang akan dianalisis dapat
Oscillation Index), misalnya Tekanan permukaan laut. dilihat pada Tabel 1.
Skala besar variasi frekuensi rendah dari wilayah tekanan
permukaan laut global yang bertanggung jawab untuk
memprediksi tekanan permukaan laut mengharuskan model Tabel 1 Gambaran umum data
statistik. Ausloos dan Ivanova menyatakan bahwa model
statistik diperlukan untuk menjawab variasi perubahan
tekanan permukaan laut. Dengan mengetahui perubahan
tekanan permukaan laut maka dapat diketahui juga
perubahan Southern Oscillation.
109
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Hasil dari regresi linear dari data Equatorial SOI dan SLP
Gambar 4 Variance data Equatorial SOI dan SLP di di Indonesia, Darwin, Tahiti, dan Equatorial Timur Pasifik
Darwin tahun 1951 - 2015 dapat dilihat pada Tabel 3. Data Equatorial SOI merupakan
variabel dependen dan data SLP di Indonesia, Darwin,
Tahiti, dan Equatorial Timur Pasifik merupakan variabel
independen. Nilai korelasi (R) antara data Equatorial SOI
dan SLP di Indonesia, Darwin, Tahiti, dan Equatorial
Timur Pasifik adalah 0.999. Koefisien determinasi (R2)
sebesar 0.998. Nilai determinasi ini secara tidak langsung
mengatakan bahwa pengaruh SLP di wilayah Indonesia,
Darwin, Tahiti, dan Equatorial Timur Pasifik terhadap SOI
di Equatorial Pasifik adalah sebesar 99.8% dan 0.02%
dipengaruhi oleh hal lain. Nilai Signifikan (Sig) dari tabel
ANOVA adalah 0.000 < 0.05 yang menyatakan bahwa
Gambar 5 Variance data Equatorial SOI dan SLP di terdapat korelasi antara data Equatorial SOI dengan data
Tahiti tahun 1951 -2015 SLP di Indonesia, Darwin, Tahiti, dan Equatorial Timur
Pasifik. Pada Tabel Coefficient, nilai konstanta yang
diperoleh adalah 0.002 dengan standarisasi error 0.002.
Koefisien dari data SLP di Indonesia, Darwin, Tahiti, dan
Equatorial Timur Pasifik masing-masing adalah -0.610, -
0,003, 0.002, dan 0.614. Standarisasi error pada keempat
110
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
( )
( )
( )
111
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Tabel 4. Ringkasan Model dan Parameter Estimasi Linear Tabel 5. Ringkasan Model dan Parameter Estimasi Linear
dan Kuadratik data Equatorial SOI dari data SLP di dan Kuadratik data Equatorial SOI dari data SLP di
Indonesia Darwin
112
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Tabel 6. Ringkasan Model dan Parameter Estimasi Linear Tabel 7. Ringkasan Model dan Parameter Estimasi Linear
dan Kuadratik data Equatorial SOI dari data SLP di Tahiti dan Kuadratik data Equatorial SOI dari data SLP di
Equatorial Timur Pasifik
113
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
114
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Analisis Sinyal dari Gempa Tornilo di Gunung Papandayan Periode Bulan April-Mei 2013
Muhammad Alfauzi1, Muh. Hamzah2, Bambang Hari Mei2, Hetty Triastuty3
1
Mahasiswa Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin
2
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin,
3
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung
Sari Pendahuluan
Gunung Papandayan merupakan salah satu gunungapi aktif
di pulau Jawa yang memiliki bentuk strato-campuran. Gunung Papandayan adalah salah satu gunungapi yang
Aktifitas gunungapi yang berpotensi menimbulkan memiliki bentuk strato-campuran dengan ketinggian 2665
ancaman berupa erupsi freatik. Erupsi ini disebabkan oleh mdpl yang berada di kabupaten Garut provinsi Jawa Barat.
adanya fluida yang berhubungan langsung dengan magma. Gunungapi ini termasuk dalam kategori tipe A yaitu
Perkiraan massa jenis fluida yang terkandung dalam sistem Gunungapi yang pernah meletus pada tahun 1600. Erupsi
hidrothermal Gunungapi Papandayan dilakukan dengan yang pernah terjadi di Gunungapi Papandayan tercatat pada
menggunakan estimasi spektral. Penelitian dilakukan pada tahun 1772 yang mengakibatkan korban jiwa sekitar dua
periode April-Mei 2013 untuk menganalisis gempa ribu jiwa dan melenyapkan banyak perkampungan di
Tornillo/monokromatik. Berdasarkan data rekaman seismik sekitar wilayah gunung Papandayan. Jenis erupsi yang
gunung Papandayan yang telah diseleksi menggunakan LS7 terdapat pada gunungapi ini yaitu erupsi freatik, dimana
WVE, terdapat 25 kejadian gempa Tornillo/monokromatik erupsi freatik terjadi karena adanya air tanah, air danau
yang tercatat pada 2 stasiun. Nilai frekuensi dominan (kawah), atau air hujan yang menyentuh magma di dalam
gempa Tornillo/monokromatik berkisar antara 1.3-4.9 Hz bumi, sehingga membentuk uap panas bertekanan tinggi
untuk stasiun 010h dan 1.3-9.8 Hz untuk stasiun 011h. yang akhirnya menjebol penghalang di atasnya. Salah satu
Adapun nilai massa jenis fluida gempa Tornillo/ gempa yang memungkinkan terjadinya erupsi freatik yaitu
monokromatik untuk stasiun 010h adalah 0.054 x 10 3-0.22 tercatat sebuah gempa Tornillo/monokromatik.
x 103 kg/m3 dan untuk stasiun 011h adalah 0.057 x 103-
0.327 x 103 kg/m3. Berdasarkan hasil penelitian, Gempa Tornillo/Monokromatik
disimpulkan bahwa pengaruh Gempa Tornillo/ Gempa Tornillo/monokromatik pada umunya terjadi pada
monokromatik pada periode April-Mei 2013 disebabkan gunung api yang berada pada wilayah sesar tepatnya pada
adanya fluida berupa Gas-Uap Air. zona rekahan dangkal (shallow fracture Zone) sebagaimana
Kata Kunci: Gunungapi Papandayan, Gempa yang diilustrasikan pada gambar 1 dimana lokasi hiposenter
Tornillo/monokromatik, Massa jenis fluida dari Gempa ini ditandai dengan garis putus-putus yang
menunjukkan zona rekahan (fracture zone), dan garis lurus
Abstract adalah sesar normal (Normal fault). Gempa
Papandayan Volcano is one of the active volcanos in Java Tornillo/monokromatik terjadi karena adanya rekahan pada
island that has strato-mix form. Vulcanic activity of sesar normal (Gambar 1) dimana rekahan tersebut
Papandayan can occur Phreatic eruption. The eruption is mengalami getaran karena terisi oleh fluida yang pada
caused by presence fluid which directly related to magma. akhirnya merupakan bagian coda (coda part) dari Gempa
Density estimate of the fluid contained in Papandayan ini (Leovina dkk, 2014).
hydrothermal system Papandayan has done by using
spectral estimation. The research has conducted since
April-May 2013 to analize Tornillo/monochromatic
earthquake. Based on seismic recording data that have been
selected using LS7 WVE, There are 25 event recorded at 2
station. Dominant frequency of tornillo earthquake around
1.3-4.9 Hz in station 010h and 1.3-9.8 Hz in station 011h.
The density of the Tornillo Earthquake fluid for the station
010h is 0.054 x 103-0.22 x 103 kg/m3 and for the station
011h is 0.057 x 103-0.327 x 103 kg/m3. Result of the (a) (b)
research concluded that Tornillo earthquake in April-May Gambar 1 Ilustrasi Penyebab Gempa
2013 is caused by fluid as Gas-Steam. Tornillo/Monokromatik
Keyword : Papandayan Volcano, Tornillo/Monochromatic (Triastuty dalam Leovina dkk, 2014)
Earthquake, Fluid Density
115
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Metode Penelitian
116
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
(b) (b)
Gambar 3 (a) Analisis Waveform dan (b) Analisis Spektral Gambar 4 (a) Analisis Waveform dan (b) Analisis Spektral
dari Gempa Tornillo/Monokromatik pada waktu 02: 04 dari Gempa Tornillo/Monokromatik pada waktu 03: 29
April 2013 April 2013
117
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Daftar Pustaka
118
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Sensor Pergeseran Berbasis Rugi Daya Kelengkungan pada Serat Optik Plastik untuk Deteksi
Longsor
Dwi Nurfatimah & Arifin*
Jurusan Fisika FMIPA UNHAS
*Correspondence author: arifinpide@gmail.com
119
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Catu Sensor
LED PergeseranModel Fotodetektor Penguat Voltmeter
Daya
Cycling Bending
(a)
(b)
Gambar 1. Sensor pergeseran berbasis kelengkungan pada serat optik plastik (a) Blok diagram sistem sensor pergeseran
(b) Skema sensor pergeseran berbasis serat optik plastik
Sensor pergeseran berbasis serat optik plastik dan perubahan intensitas cahaya pada serat optik yang
disambungkan dengan sumber cahaya LED dan merupakan representasi dari penginderaan pergeseran pada
fotodetektor. Sumber cahaya yang digunakan adalah LED sensor. Sinyal dari fototransistor dihubungkan dengan
infra merah jenis IF-E91A dengan karakteristik panjang rangkaian penguat selisih (differensial), sehingga tegangan
gelombang 950 nm. Sedangkan fotodetektor menggunakan keluaran dari fototransistor dapat diperbesar.
fototransistor jenis IF-D92. Serat optik plastik terbuat dari Untuk meningkatkan sensitivitas sensor pergeseran
bahan polymethyl metacrylate (PMMA) dengan diameter berbasis serat optik plastik, maka dilakukan variasi jumlah
lapisan jaket, selubung, dan inti masing-masing adalah 2,2 pelekukan (cycling bending) berupa rol/pipa silinder dan
mm, 1 mm, dan 0,98 mm. Indeks bias inti dan selubung variasi jenis penyangga dinamis berupa pegas atau bantalan
serat optik plastik masing-masing adalah nco = 1,492 dan ncl karet. Pengambilan data dilakukan dengan variasi jumlah
= 1,402 dengan nilai celah numerik NA = 0.5. cycling bending yang dibuat empat macam yaitu tiga, lima,
Cahaya dari LED melewati dan dimodulasi oleh sensor tujuh dan sembilan rol. Pengukuran daya keluaran
serat optik. Intensitas cahaya dari LED kemudian dideteksi dilakukan pada setiap pergeseran 0,5 mm mulai dari 0
oleh fototransistor. Adanya faktor lekukan besar sampai dengan 10 mm. Pada jarak pergeseran yang sama
(macrobending) akan menyebabkan terjadinya rugi daya dilakukan pengukuran daya keluaran untuk 3 jenis
120
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
penyangga dinamis yaitu 2 jenis pegas dengan konstanta Penurunan intensitas cahaya pada serat berbanding lurus
yang berbeda dan satu jenis bantalan karet. dengan rugi daya dan tegangan keluaran sensor seiring
dengan perubahan pergeseran yang diterapkan. Respon
Hasil dan Diskusi perubahan tegangan keluaran terhadap perubahan
pergeseran pada sensor yang menggunakan pegas dengan
Setup eksperimental pada alat dilakukan untuk pengukuran
variasi jumlah cycling bending ditampilkan seperti pada
pergeseran dalam kisaran dari 0 mm sampai 10 mm dengan
Gambar 2. Sedangkan untuk penggunaan bantalan karet
perubahan 0.5 mm. Intensitas cahaya dari LED yang
sebagai pengganti pegas, respon tegangan keluaran
merambat ke dalam serat optik plastik yang mengalami
ditampilkan seperti pada Gambar 3.
gangguan berupa lekukan yang akan menyebabkan
terjadinya rugi-rugi daya pada serat optik plastik.
(a)
(b)
Gambar 2. Grafik perubahan tegangan keluaran terhadap pergeseran pada: (a) Pegas 1 dan (b) Pegas 2
121
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Data hasil pengukuran pengaruh pergeseran dan jumlah yang diperoleh adalah nilai range tegangan keluaran,
bending terhadap tegangan keluaran sensor pergeseran sensitivitas dan resolusi sensor pergeseran berbasis serat
berbasis serat optik plastik, dianalisi untuk menentukan optik plastik, seperti ditampilkan pada Tabel 1.
nilai range tegangan keluaran, sensitivitas, dan resolusinya.
Untuk menentukan nilai range tegangan keluaran sensor Hasil analisa data pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa
pergeseran dapat menggunakan persamaan: semakin banyak jumlah rol atau cycling bending yang
digunakan, maka semakin tinggi range tegangan keluaran
∆ = Vmax - Vmin (1) dan sensitivitas sensor serta semakin kecil resolusi sensor.
Sehingga sensor pergeseran berbasis serat optik plastik
dengan Vmax sebagai tegangan keluaran maksimum dan memiliki sensitivitas dan resolusi yang baik jika
Vmin sebagai tegangan keluaran minimum. menggunakan cycling bending semakin banyak. Begitupula
Sensitivitas sensor pergeseran dapat dihitung menggunakan dengan jenis pegas yang digunakan, jika semakin kecil
persamaan berikut: konstanta pegas, maka sensitivitas dan resolusi sensor
pergeseran juga semakin baik. Hasil pengukuran
𝒊
(2) menggunakan sensor pergeseran berbasis serat optik plastik
𝒊
yang terbaik diperoleh pada pegas jenis kedua dan jumlah
dengan L max sebagai pergeseran maksimum dan Lmin rol adalah 9. Pada kondisi tersebut nilai karakteristik sensor
sebagai pergaseran minimum. pergeseran terbaik yang diperoleh adalah range tegangan
keluaran 2,83 volt, sensitivitas 0,283 volt/mm dan resolusi
Selanjutnya resolusi sensor pergeseran dapat dihitung
0,0353 mm.
dengan persamaan berikut:
Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian sebelumnya
(3) yang dilakukan oleh Hasan S. E. dkk. [17] yang
menyatakan bahwa selain gaya yang diberikan pada sensor,
dengan N adalah skala terkecil dari voltmeter yaitu 0,01 terdapat beberapa parameter geometris yang mempengaruhi
Volt dan S adalah sensitivitas dari sensor pergeseran. intensitas cahaya keluaran sensor di antaranya priodisitas
Data dari hasil pengukuran menggunakan sensor mekanik, luas penampang deformer, jarak deformasi, dan
pergeseran berbasis serat optik plastik dianalisis dengan jumlah lipatan.
menggunakan persamaan (1), (2), dan (3) di atas. Hasil
122
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
123
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
124
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
geser yang membentuk jalur sesar ke arah km di bawah kawah aktif. Magnitudo gempa
baratdaya-timurlaut. vulkanik tipe B biasanya sangatlah kecil dan
3. Selain struktur sesar, juga terdapat struktur kawah, memiliki gerakan awal yang cukup jelas tetapi waktu
yaitu kawah Gunung Gupit dan kawah Gunung tiba gelombang S tidak dapat dilihat dengan jelas.
Kelud dimana struktur ini membentuk setengah Selisih waktu tiba gelombang P dan gelombang S
lingkaran yang terbuka ke arah utara, sedangkan kurang dari 1 detik.
kawah Gunung Kelud terletak di puncak Gunung 3. Gempa Letusan
Kelud berupa dinding kawah yang melingkar Gempa letusan merupakan gempa vulkanik yang
berdiameter 1,5 – 2 km. Pada bagian tepinya diakibatkan oleh letusan eksplosif. Gerakan pertama
terdapat kubah-kubah lava, antara lain Gunung dari gempa letusan adalah push atau up atau gerakan
Kombang, Gunung Kelud, Gunung Lirang, dan ke atas. Dengan kata lain gempa letusan ditimbulkan
Gunung Sumbing. Pada kawah ini dijumpai danau oleh mekanisme sebuah sumber tunggal yang positif .
kawah yang berair sepanjang tahun. Hiposenternya terletak di bawah kawah aktif.
4. Tremor
Tremor merupakan getaran terus menerus di sekitar
gunungapi. Bagian utama dari getaran terdiri dari
gelombang permukaan. Tremor vulkanik 13 memiliki
bentuk sinusoidal yang tidak teratur serta memiliki
durasi yang panjang. Tremor vulkanik dapat
dibedakan atas 2 jenis yaitu tremor harmonik dan
tremor yang terbentuk karena gempa vulkanik yang
saling bertumpuk (tremor spasmodik) (Sabry, 1993).
125
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Perhitungan di atas merupakan pemodelan ke depan dan maka data gempa domain waktu harus diubah ke dalam
bukanlah persamaan linier, sehingga tidak dapat diperoleh domain frekuensi. Untuk mengubah rekaman dari kawasan
solusi kuadrat terkecil linier. Prosedur standar dalam waktu ke dalam kawasan frekuensi digunakan Transformasi
pemecahan masalah linier adalah dengan cara perhitungan Fourier. Dengan transformasi fourier, analisis dalam
m secara iterasi dengan cara ekspansi Taylor (Afnimar, kawasan frekuensi hanyalah penyusunan kembali sinyal
2009). dalam bentuk amplitude pada sumbu y dan frekuensi pada
Persamaan least square untuk memecahkan masalah inverse sumbu x dengan tidak mengubah informasi yang
dapat ditunjukkan sebagai berikut (Yuliantono,2014): terkandung. Jika terdapat sebuah sinyal x(t) maka pasangan
transformasi fouriernya adalah ( ) dengan
( ) ∫ ( )
Dari persamaan di atas diperoleh parameter model (m)
yang merupakan parameter yang dicari yaitu dx, dy, dz, dt. Apabila X(t) adalah gelombang yang terpisah menjadi
Perbaikan hiposenter akan selalu dilakukan secara iteratif beberapa gelombang sinus dan ( ) adalah transformasi
sampai sangat kecil fourier dari x(t) dan √ , maka persamaan 2.6 dapat
dituliskan kembali sebagai berikut :
( ) ∫ ( ) ( ) ∫ ( ) ( )
Analisis dengan menggunakan prinsip metode
transformasi Fourier ini dikenal dengan analisis spectral.
Menurut Madrinovella, 2012 dalam Garini, Madlazim, dan
Pada analisis spectral ini menggunakan seluruh bentuk
Endah (2014), hasil penentuan lokasi hiposenter
sinyal sehingga jika terjadi kesalahan informasi akan
menggunakan metode GAD lebih banyak yang sesuai
mudah dihindari dengan pengukuran titiktitik dalam
dengan data keadaan geologi (lebih dekat dengan
domain waktu (Rosmiyatin dan Abdul, 2012).
sumber, yaitu sesar dan gunung api) dibandingkan
dengan menggunakan metode tiga lingkaran. Namun,
DATA dan METODE
perhitungan dengan menggunakan metode tersebut
umumnya masih mengandung kesalahan dari struktur Data
kecepatan gelombang seismik yang tidak termodelkan.
Oleh karena itu, kelemahan metode tersebut Data yang digunakan merupakan data rekaman digital
membutuhkan pembaharuan model struktur kecepatan gempa vulkanik Gunung Kelud hasil rekaman 5 stasiun
gelombang 1-D. seismik (Kelud, Sumbing, Lirang, Kawah, dan Umbuk)
yang diperoleh dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Pergerakan Magma Bencana Geologi (PVMBG) dan ditampilkan dengan
menggunakan software LS7 WVE .
Proses di dalam gunungapi terkait dengan
seismisitasnya merupakan proses migrasi magma yang
disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas magma.
Magma dan gas gunung api terus mendorong ke
permukaan melalui rekahan-rekahan dan lorong-lorong.
Ketika magma dan gas vulkanik berpindah akan
menyebabkan retakan hingga pecahnya batuan. Retakan
atau pecahnya batuan ini akan menjadi sumber getaran.
Ketika batu pecah dengan frekuensi tinggi, akan
menimbulkan gempa vulkanik. Jika retakan bergetar
dengan frekuensi rendah secara terus menerus akan
menyebabkan terjadinya tremor vulkanik. Sehingga
aktivitas magma tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan jumlah aktivitas gempa vulkanik (tipe-A
dan tipe-B) dan tremor vulkanik (Ayu dan Akhmad, Gambar 2 Peta Lokasi Objek Penelitian
2014).
Metode
Analisis Spektral Pengolahan data untuk mendapatkan sebaran hiposenter
menggunakan metode Geiger dan untuk menentukan
Data rekaman gempa vulkanik merupakan data yang berada frekuensi dominan gempa vulkanik, data gempa yang
pada domain waktu, sehingga untuk mempermudah analisis berdomain waktu diubah menggunakan tranformasi fourier.
126
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gempa Vulkanik
160
140
120
100
80
60
40
20
Gambar 3 Hasil Persebaran Episenter Gempa Vulkanik
0 yang Terekam oleh Stasiun Pemantau
127
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
menandakan bahwa kemungkinan telah terjadi pergerakan sedangkan saat berstatus Waspada cenderung tersebar
magma yang menyebabkan gempa vulkanik dalam pada kedalaman 0 hingga 8000 mdpl mengindikasikan
bertambah banyak namun mengalami pendangkalan. adanya migrasi atau pergerakan magma menuju
Gempa vulkanik dangkal yang semakin menuju ke stasiun permukaan. Selain itu, sebaran episenter gempa
Lirang juga mengindikasikan bahwa telah terjadi vulkanik Gunung Kelud cenderung tersebar pada arah
pergerakan magma di bawah Gunung Kelud. Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-Tenggara dan
semakin menuju ke kubah lava yang berdekatan dengan
stasiun Lirang
3. Berdasarkan analisis spektral gempa vulkanik Gunung
Kelud diperoleh bahwa gempa vulkanik A memiliki
frekuensi dominan berkisar antara 3,72 hingga 13,88
Hz dan gempa vulkanik B diperoleh kandungan
Gambar 5 Hasil Olah Data Spektral Gempa Vulkanik frekuensi dominan berkisar antara 4,06 hingga 14,52
Dalam pada tanggal 6 Februari 2014 pukul 18:16 WIB. (a) Hz
spektral event pada stasiun Sumbing (frekuensi dominan =
11,53 Hz). (b) spektral pada stasiun Lirang (frekuensi Saran
dominan = 6,15 Hz). (c) spektral pada stasiun Kawah
(frekuensi dominan = 6,78 Hz). Diharapkan adanya penelitian yang dapat mengestimasi
kecepatan struktur di bawah tubuh Gunung Kelud untuk
memperoleh posisi hiponsenter yang kebih akurat.
Pustaka
Afnimar. 2009. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Gambar 6 Hasil olah data spektral gempa vulkanik Ayu, Hena Dian, dan Akhmad Jufriadi. 2014. Jurnal
dangkal pada tanggal 27 Januari 2014 pukul 12:57 WIB. (a) Neutrino (Vol.6 No.2).
spektral event pada stasiun Sumbing (frekuensi dominan = Garini, Sherly Ardhya, Madlazim, dan Endah Rahmawati.
7,86 Hz). (b) spektral pada stasiun Lirang (frekuensi 2014. Jurnal Fisika (Volume 03 Nomor 02 Tahun
dominan = 4,25 Hz). (c) spektral pada stasiun Kawah 2014, hal 107 – 112).
(frekuensi dominan = 5,01 Hz). Massinai, Muhammad Altin. 2011. Disertasi. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Berdasarkan hasil pengolahan data frekuensi dominan Mawardi R, dkk. 2004Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi
gempa vulkanik Gunung Kelud diketahui bahwa Bencana Geologi. Bandung
kandungan frekuensi dominan gempa vulkanik dalam (VA) Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi. 2011.
berbeda dengan kandungan frekuensi gempa vulkanik Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi.
dangkal (VB). Data yang telah diolah dalam domain Rosmiyatin, dan Abdul Basid. 2012. Jurnal
frekuensi memberikan informasi tentang karakteristik Neutrino (Vol.4, No.2).
gempa vulkanik Gunung Kelud berdasarkan frekuensi Sabry M. 1993. Skripsi. Bandung: Institut Teknologi
dominannya. Gempa vulkanik dalam (VA) Gunung Kelud Bandung.
pada penelitian ini memiliki kandungan frekuensi dominan Setiani, Nani. 2013. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas
berkisar antara 3,72-13,88 Hz dan gempa vulkanik dangkal Lampung.
(VB) Gunung Kelud diperoleh kandungan frekuensi Triastuty, Hetty., I. Mulyana, S. Adi, Surip, 2014. usat
dominan berkisar antara 4,06-14,52 Hz. Perbedaan nilai Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi.
frekuensi dominan setiap gempa dipengaruhi oleh beberapa Yuliantono. 2014. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah
faktor, seperti jarak sumber gempa ke stasiun dan medium Mada.
yang dilewati. Zaenuddin A., I.N. Dana, D. Wahyudin. 1992. Pusat
Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi.
Kesimpulan
1. Berdasarkan identifikasi gempa yang telah dilakukan, Ucapan Terima Kasih
Gempa Vulkanik Dalam (VA) Gunung Kelud pada Tak lupa mengucapkan alhamdulillah atas selesainya
periode 1 Januari hingga 8 Februari 2014 berjumlah penelitian ini. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih
203 kejadian dan Gempa Vulkanik Dangkal (VB) kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
berjumlah 223 kejadian. penyelesaian penelitian ini.
2. Berdasarkan perbandingan posisi hiposenter gempa
vulkanik Gunung Kelud saat berstatus Normal yang
cenderung tersebar pada kedalaman 100-9000 mdpl
128
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
129
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
tulangan. Korosi ini akan menghasilkan karat (rust) Pengujian ini dilakukan untuk menentukan arus keluaran
yang volumenya dua kali bahkan tiga kali volume yang dilakukan secara berkala setiap 10 menit selama 24
biasanya. Akibatnya akan timbul tekanan tarik di dalam jam untuk masing-masing sampel yang diuji. Setelah
beton, yang suatu saat akan melebihi kekuatan tarik pengujian tersebut, kemudian diambil serbuk beton pada
beton sehingga terjadi retak-retak pada selimut beton. kedalaman 1cm dan 2cm dari dasar beton untuk melihat
Akhir dari proses ini adalah hancurnya selimut beton seberapa banyak kandungan klorida yang menyerap ke
(spalling).[2] dalam beton tersebut.
Metode Penelitian
1. Hubungan arus dan waktu untuk menentukan penetrasi klorida pada beton menggunakan metode Rapid MigrationTeast
34
32
30
28
26
Arus (mA)
24
22
20
18
16
14
12
10
8
0 120 240 360 480 600 720 840 960 1080 1200 1320 1440
Waktu (menit)
130
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gambar 2 memperlihatkan grafik yang menunjukkan naiknya komponen halus beton selama proses
hubungan antara arus dengan waktu pada 3 sampel pencetakan benda uji. Semen sebagai komponen paling
yang berbeda dengan ketebalan masing-masing 5 cm. halus cenderung naik ke permukaan saat beton masih
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa arus yang dihasilkan dalam keadaan segar. Naiknya komponen halus ini
dari ketiga sampel tersebut cenderung mengalami mempengaruhi kepadatan campuran, bagian bawah
peningkatan seiring meningkatnya waktu, meskipun cenderung berongga karena ditempati lebih banyak
terdapat beberapa titik yang mengalami penurunan oleh komponen yang kasar sementara pada bagian atas
arus. Terlihat pada menit ke 0 hingga menit ke 500 cenderung lebih rapat karena ruang-ruang kosong antar
ketiga sampel tersebut menunjukkan arus yang agregat terisi oleh komponen halus yang lebih banyak.
cenderung meningkat. Kemudian pada menit ke 510 Perbedaan kepadatan ini otomatis mempengaruhi
hingga menit ke 1000 menunjukkan arus yang tetap kecepatan transportasi ion-ion klorida ke dalam beton.
meningkat namun tidak terlalu signifikan. Dari menit ke Pada bagian bawah silinder yang memiliki rongga lebih
1010 hingga menit ke 1440 menunjukkan fluktuasi arus besar, klorida lebih cepat menyerap sehingga saat mulai
dimana terjadi peningkatan serta penurunan arus pada naik dan mendapatkan pori yang lebih rapat maka
ketiga sampel tersebut. penyerapan klorida mulai lambat atau bahkan
menurun.[4]
Dari grafik yang ditunjukkan pada gambar 2, garis yang
diperoleh membentuk garis polinomial dengan Namun sampel 2 menunjukkan laju penetrasi klorida yang
koefisien regresi rata-rata sebesar 0,95. Adapun laju meningkat seiring meningkatnya waktu. Terlihat pada
penetrasi klorida yang diperoleh cenderung menurun, menit ke 0 laju penetrasinya sebesar 0,041 mA/menit atau
yaitu pada sampel 1 dan sampel 3. Sampel 1 diperoleh 6,83 x 10-4 mA/detik yang meningkat hingga 0,233
laju penetrasi sebesar 0,00138 mA/detik pada menit ke mA/menit atau 3,88 x 10-3 mA/detik pada menit ke 1440
0 yang kemudian menurun menjadi -0,0062 mA/detik (24 jam). Laju penetrasi klorida yang terus meningkat
pada menit ke 1440 (24 jam). Kemudian untuk sampel 2 dikarenakan beton sampel 2 memiliki material kerikil yang
diperoleh laju penetrasi sebesar 6,83 x 10-4 mA/detik cukup banyak pada dasar beton hingga kedalaman tertentu
pada menit ke 0 yang juga menurun menjadi 3,88 x 10-3 yang diserap klorida tersebut sehingga laju penetrasi
mA/detik pada menit ke 1440 (24 jam). Penurunan laju klorida terus meningkat hingga pengukuran 24 jam.
penetrasi klorida kemungkinan disebabkan oleh proses
2. Hubungan arus dan waktu untuk menentukan laju penetrasi klorida menggunakan metode Rapid Migration Test dengan
ketebalan sampel 8cm
16
14
Arus (mA)
12
10
8
6
4
0 120 240 360 480 600 720 840 960 1080 1200 1320 1440
t (menit)
131
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gambar 3 memperlihatkan grafik yang menunjukkan yang belum dialiri klorida memperlihatkan Ca dominan
hubungan antara arus dengan waktu pada 3 sampel dengan kandungan sebanyak 51,78% dari kandungan
yang berbeda dengan ketebalan masing-masing 8 cm. total, komposisi Si, Fe, Al dan K secara berturut-turut
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa arus yang dihasilkan memiliki kandungan sebanyak 29,37%, 12,21%,3,98%,
dari ketiga sampel tersebut cenderung mengalami dan 1,77%. Selain itu juga terdapat komponen seperti Ti,
peningkatan seiring meningkatnya waktu, meskipun Zr, Nb, Mo, Sn, Sb, In, dan Ru dalam jumlah yang relatif
dibeberapa titik terjadi penurunan arus. Terlihat pada kecil.
menit ke 0 hingga menit ke 1440 ketiga sampel tersebut
menunjukkan arus yang cenderung meningkat. Namun Setelasetelah dialiri klorida, kemudian di ambil serbuk
terlihat pula ada beberapa titik yang mengalami pada kedalaman 1 cm dan 2 cm dari dasar beton. Dari
penurunan arus, yaitu pada sampel 1 dimenit ke 720 tabel 1 diatas menunjukkan pada sampel dengan
hingga menit ke 830 terlihat menurun, kemudian kedalaman 1 cm muncul beberapa unsur seperti Cl
sempat naik dimenit 840 hingga menit 1250 dan sebanyak 1,76%, Cr sebanyak 0.161 0,161%, Ba
kembali turun pada menit 1260 hingga menit 1320. sebanyak 0,108%, dan Ag sebanyak 0,0431%. Dengan
Untuk sampel 2 terlihat arus menurun dari menit 470 demikian dapat disimpulkan bahwa dengan
hingga 520, kemudian arus kembali naik dari menit ke menggunakan alat uji migrasi klorida maka terlihat
530 hingga menit ke 1440. Pada sampel 3 juga terjadi adanya perpindahan klorida dalam beton meskipun
penurunan dari menit 940 hingga menit 960, yang dalam jumlah yang tidak terlalu besar yaitu hanya
kemudian meningkat dari menit ke 970 hingga menit 1,76%, hal ini disebabkan karena waktu yang
1440. digunakan juga tidak terlalu lama. Selain itu, sampel
pada kedalaman 2 cm menunjukkan adanya unsur yang
Dari grafik yang ditunjukkan pada gambar 3, garis yang hilang yaitu Cl, Cr, Ba, dan Ag yang sebelumnya terdapat
diperoleh membentuk garis polinomial dengan pada beton kedalaman 1 cm. Hal ini disebabkan karena
koefisien regresi rata-rata sebesar 0,96. Adapun laju penyerapan klorida tidak sampai pada kedalaman 2 cm
penetrasi klorida yang diperoleh cenderung meningkat, sehingga unsur-unsur tersebut hanya menyerap hingga
yaitu pada sampel 2 dan sampel 3. Sampel 1 diperoleh kedalaman 1 cm saja.
laju penetrasi sebesar 1,13 x 10-4mA/detik pada menit
ke 0 yang kemudian menurun menjadi 3,6 x 10-5 Tabel 1 Hasil XRF beton sebelum dialiri klorida dan
mA/detik pada menit ke 1440 (24 jam). Kemudian setelah dialiri klorida pada kedalaman 1 cm dan 2 cm
untuk sampel 2 diperoleh laju penetrasi sebesar 3 x 10- dari dasar beton.
4 mA/detik pada menit ke 0 yang meningkat menjadi Kadar (%) Berat
5,5 x 10-4 mA mA/detik pada menit ke 1440 (24 jam). Dialiri Dialiri
Sebelum
Sampel 3 juga menunjukkan peningkatan yaitu 5 x 10-4 No Komp. Klorida Klorida
dialiri
mA/detik pada menit ke 0 yang kemudian meningkat (1 cm dari (2 cm dari
Klorida
menjadi 0,033 mA/detik pada menit ke 1440 (24 jam). dasar beton) dasar beton)
Laju penetrasi klorida yang terus meningkat 1 Ca 51,78 45,02 50,75
kemungkinan disebabkan oleh struktur beton yang 2 Si 29,37 31,59 30,55
tidak teratur sehingga penyebaran kerikil yang tidak 3 Fe 12,21 15,45 15,73
merata dari dasar beton hingga bagian atas beton, 4 Al 3,98 2,82 -
menyebabkan klorida terus mengalir dengan laju yang 5 K 1,77 2,02 1,81
terus meningkat. 6 Cl - 1,76 -
7 Ti 0,73 0,85 0,95
3. Pengujian Kandungan Klorida menggunakan XRF 8 Cr - 0,161 -
9 Ba - 0,108 -
Sampel beton yang diuji XRF yaitu sampel beton normal 10 Zr 0,057 0,064 0,076
yang sebelumnya diambil serbuknya untuk diuji 11 Ag - 0,0431 -
komposisi yang terkandung di dalamnya, kemudian 12 Nb 0,0393 0,0399 0,048
dengan sampel yang sama dialiri klorida selama 24 jam. 13 Mo 0,0244 0,0253 0,0319
Setelah dialiri klorida sampel kemudian diambil 14 Sn 0,0116 0,0161 0,0124
serbuknya dengan kedalaman tertentu untuk diuji 15 Sb 0,0116 0,0121 0,0149
komposisinya menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence).
16 In 0,0127 0,0114 0,0141
17 Ru 0,0097 0,0085 0,0106
Hasil pengujian komposisi beton sebelum dan setelah
dialiri klorida dapat dilihat pada Tabel 1. Pada beton
132
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Kesimpulan Pustaka
Berdasarkan hasil penelitian terhadap laju penetrasi [1] Metha, P.K. 1998. Proceedings Second int.Conf.on
klorida menggunakan metode Rapid Migration Test, Concrete in Marine Environment, St.Andrews by the
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: sea. Canada, SP – 109.
1. Dari pengujian penetrasi klorida yang telah [2] Budianto. 2010. Tesis, Bandung : Departemen teknik
dilakukan, terdapat 2 sampel yang cukup baik yaitu Sipil Institut teknologi Bandung (ITB).
sampel 3 untuk beton ketebalan 5cm dan sampel 1 [3] NT BUILD 492. 1999. Finland: Nordtest, Espoo.
untuk beton ketebalan 8cm, dengan laju penetrasi [4] Kristiawan, A. Stevanus, dkk. 2013. Konferensi
klorida yang semakin menurun. Dengan Nasional Teknik Sipil 7 ( koNTekS 7). Universitas
menurunnya laju pentrasi klorida menyebabkan Sebelas Maret (UNS). Surakarta, 24-26 Oktober
semakin sedikitnya klorida yang menyerap ke 2013
dalam beton, sehingga semakin sedikit klorida
maka semakin baik kualitas beton tersebut.
2. Hasil pengujian XRF menunjukkan adanya klorida
yang menyerap pada beton sebanyak 1,76%.
Jumlah klorida yang menyerap relatif kecil karena
tegangan yang diterapkan tidak terlalu besar serta
waktu pengujian yang tidak terlalu lama.
133
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 06 Agustus 2016
134
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 08 Agustus 2016
berbagai ukuran butir. Adapun sketsa alat percobaan untuk yang keluar dari sampel tanah. Konduktifitas hidrolik
mengetahui nilai K dan PE dari tiap sampel dapat dilihat tersebut dihasilkan dari linearisasi grafik q = (Q/A)
pada Gambar 1 terhadap i = (dh/dl), dengan dibantu program Microsoft
Office Excel.
135
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 08 Agustus 2016
Konduktifitas Hidrolik pada sampel I dengan linearisasi (q) Nilai Potensial Elektrokinetik (PE)
terhadap (i), akan dihasilkan grafik seperti pada Gambar 4. Data hasil rekaman perubahan potensial elektrokinetik (PE)
Nilai K yang dipeoleh sekitar 0.223 (cm/s). penelitian laboratorium masing-masing sampel, dari sampel
I sampai sampel III dapat dilihat pada Gambar 6.
Tabel 2. Nilai konduktifitas hidrolik (K). Tabel 3. Head potensial elektrokinetik tiap sampel.
Analisis
Setelah memperoleh hasil dari nilai permeabilitas dan
potensial elektrokinetik maka akan dilakukan analisis
terhadap hasil penelitian tersebut. Hasil rekaman potensial
elektrokinetik (PE) dan hubunganya dengan hasil
perhitungan permeabilitas atau konduktifitas hidrolik (K)
pada tiap-tiap sampel, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
136
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 08 Agustus 2016
Tabel 4 Nilai K dan PE setiap sampel. perbedaan potensial elektrokinetik, data PE tiap head pada
sampel berbeda di Tabel IV.2 merupakan hasil rata-rata
dari rekaman bayak data PE tiap head.
Kesimpulan / Conclusions
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di atas, dapat
ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Perubahan konduktifitas hidrolik terhadap head
hidrolik dan ukuran butir menunjukkan hubungan
yang linier. Secara spesifik dapat diartikan bahwa
semakin besar head hidrolik dan ukuran butiran maka
kecepatan aliran fluida didalam media tersebut akan
semakin besar dan konduktifitas hidrolik (K) akan
semakin besar.
2. Berdasarkan hasil rekaman perubahan potensial
elektrokinetik terhadap perubahan permeabilitas, yang
Gambar 7. Grafik PE terhadap K
telah dianalisis sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin besar nilai permeabilitas media berpori maka
Nilai Permeabilitas (K): Dalam melakukan penelitian
nilai potensial alektrokinetiknya semakin besar.
mencari permeabilitas atau konduktifitas hidrolik (K) tiap
sampel yang diujikan, data-data yang dibutuhkanatau akan
Pustaka / References
dicari dalam percobaan ini yaitu waktu (t) dan volume (V),
sehingga kita akan memperoleh kecepatan aliran fluida (q). Fagerlund, F., dan Heinson, G., 2003, Detecting
Dan adanya perbedaan head, maka diperoleh head hidrolik Subsurface Groundwater Flow in Fractured
(i), sehingga tedapat hubungan yang linear antara kecepatan Rock Using Self-Potential (SP) Methods,
aliran fluida (q) dengan head hidrolik (i). Maka diperoleh Environmental Geology.
hasil permeabilitas (K) untuk sampel I 0.223 cm/s, sampel
II 0.022 cm/s, dan sampel III 0.017 cm/s. Kadoatie, R. J., 1996, Pengantar Hidrogeologi, ANDI,
Yokyakarta.
Terdapat pula hubungan yang linear antara konduktifitas
hidrolik (K) dengan ukuran butiran sampel yang diujikan, Reynold, J. M., 1997, An Introduction to Applied and
karena ukuran butiran tiap sampel berbeda maka hasil dari Environmental Geophysics, John Wiley &
permeabilitas berbeda pula (dapat dilihat pada Tabel 1), Sons Inc: New York.
sehingga terdapat hubungan linearisasi antara konduktifitas
hidrolik dengan ikuran butiran (dapat dilihat pada Gambar Overbeek, J.T.G., 1952, Electrochemistry of Double
4). Layer. Colloid Science 1.
Nilai Potensial Elektrokinetik (PE): Dalam melakukan Soedarmono G. D & Purnomo S. J., 1997, Mekanika
penelitian mencari potersial elektrokinetik (PE) tiap sampel Tanah 1, Kanisius: Yogyakarta.
yang diujikan, diperoleh data hasil rekaman potensial
elektrokinetik tiap-tiap sampel dengan head berbeda Susilo, B.K., 2008, Geologi Dinamik – Air Tanah, http:
(Gambar IV.2). Dari hasil rekaman tersebut menunjukkan //www.lablink.or.id.
bahwa perbedaan head hidrolik dapat menyebabkan
137
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 08 Agustus 2016
Syamsuddin., 2007, Penentuan Struktur Bawah a. Panitia pelaksana Seminar Nasional Geofisika Unhas
Permukaan Bumi Dangkal Dengan atas diterimanya tulisan ini
Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan b. Pimpinan Universitas Hasanuddin, Dekan MIPA, dan
Jenis 2D (Studi Kasus Potensi Tanah Longsor Ketua Jurusan Fisika yang telah mengizinkan penulis
di Panawangan, Ciamis), ITB: Bandung. mengikuti Seminar Nasional Geofisika Unhas 2014
c. Keluarga yang rela melepaskan penulis untuk
Telford, W.M. and Sheriff, 1990. Applied Geophysicst. mengikuti Seminar Nasional Geofisika Unhas 2014
Cambridge University Press. d. Dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebut satu
persatu
138
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
139
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
permukaan keberadaannya tidak pasti baik kedalaman Untuk aturan elektroda Schlumberger, spasi elektroda arus
maupun penyebaran secara lateral. Demikian juga kualitas jauh lebih lebar dari spasi elektroda potensial seperti pada
air tanah bawah permukaan yang sangat tergantung pada Gambar 1.
banyak hal diantaranya intrusi air laut, pencemaran akibat
leachete (lindi) dari timbunan sampah, pertanian
(penggunaan pupuk) dsbnya.
140
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
141
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
dianalisis berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh 1. Lapisan pertama, ketebalan 0.75 m, harga tahanan jenis
Telford, 1990. Adapun hasil analisis terhadap model yang 1295 ohm m. merupakan lapisan penutup. Nilai tahanan
diperoleh berupa struktur bawah permukaan adalah jenis yang lebih tinggi disamping akibat posisi yang
sebagai berikut: lebih tinggi yaitu 14 m dpal.
2. Lapisan kedua, ketebalan 3.18 m berada pada
No. Pengukuran 001: kedalaman 3.93 m dari permukaan. Tahanan jenis pada
Titik pengukuran pertama dilakukan dengan bentangan lapisan ini adalah 331 ohm m berdasarkan nilai tahanan
200 meter atau AB/2 adalah 100 meter, arah bentangan jenis strukturnya berupa batu pasir.
utara – selatan. Berdasarkan hasil pengolahan data yang 3. Lapisan ketiga, lapisan bertahanan jenis 63 ohm m,
menggunkan software IPI2win, lintasan ini terdiri atas lima jenis batuannya berupa pasir berlempung, merupakan
lapisan (Lampiran 2). Adapun distribusi tahanan jenis dan lapisan akifer berada pada kedalaman 9.63 m dari
prediksi jenis batuannya setiap lapisan adalah sebagai permukaan.
berikut: 4. Lapisan keempat, adalah lapisan yang tahanannya
1. Lapisan pertama, memiliki ketebalan 2.57 m, harga jenisnya 9267 ohm m, berada pada kedalaman 50.4
tahanan jenis 137 ohm m merupakan tanah penutup. meter dengan ketebalan lapisan 40.8 meter. Lapisan
2. Lapisan kedua memiliki ketebalan 2.7 m dengan nilai ini termasuk lapisan yang kedap air dapat berfubgsi
tahanan jenis 84.5 ohm m. Dari permukaan, lapisan sebagai lapisan impermeable. Apabila hal ini terbukti
ini berada pada kedalaman hingga 5.28 m. maka diharapkan lapisan bawahnya bisa menjadi akifer
Berdasarkan nilai tahanan jenis maka lapisan kedua yang baik. Kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah
strukturnya berupa batu pasir. lapisan ini mengandung banyak gas-gas akibat
3. Lapisan ketiga, lapisan bertahanan jenis 8.01 ohm m, terjadinya reaksi kimia.
dengan ketebalan 9.54 m berada hingga kedalaman 5. Lapisan kelima adalah lapisan dengan tahanan jenis
14,82 m. Lapisan ini strukturnya berupa lempung 68.3 ohm m, berada pada kedalaman > 68.3 m,
pasiran. merupakan lapisan akifer baik. Berdasarkan nilai
4. Lapisan keempat, adalah lapisan yang tahanan tahanan jenis di lapisan empat maka pada lapisan ini
jenisnya 243 ohm m dengan ketebalan 28.5 meter, dari jenis akifer yang ada berupa akifer tertekan.
permukaan sekitar 43.3 meter. Lapisan ini strukturnya
berupa batu berpasir. Berdasarkan nilai tahanan jenis Kesimpulan
maka pada lapisan ini kondisi air tanahnya/strukturnya
berupa batu pasir. Kemungkinan lain yang Hasil penelitian pendugaan keberadaan air tanah daerah
menyebabkan tingginya nilai tahanan jenis ini adalah penelitian menggunkan metode geolistrik tahanan jenis
kandung gas-gas pada lapisan ini. dapat disimpulkan: Lapisan Akifer berada pada lapisan 5
5. Lapisan kelima, merupakan lapisan yang berada pada yakni pada kedalaman > 50.41 m, berdasarkan nilai tahanan
kedalaman > 43.3 m. Lapisan ini memiliki tahanan jenis maka tergolong akifer baik berada pada titik
jenis paling rendah yaitu 0.329 ohm m, sifat konduktif pengukuran 002 tahanan jenisnya 68.3. Sedangkan pada
ini menunjukkan bahwa air tanahnya mengandung pengukuran 001, tahanan jenis 0.329 ohm m jenis
banyak unsur atau mineral terlarut termasuk gas akibat akifernya tergolong akifer tercemar dan model air tanah
reaksi kimia pada lapisan ini, biasanya dikategorikan berupa air tanah tertekan. Berdasarkan distribusi nilai
sebagai akifer tercemar. tahanan jenis pada pengukuran 001 dan 002 maka
disarankan untuk pemboran air tanah dilakukan pada
No. Pengukuran 002 kedalaman > 50 m.
Untuk titik pengukuran kedua yang berarah utara-selatant,
panjang bentangan 400 m atau AB/2 adalah 100 meter. Pustaka
Berdasarkan hasil pengolahan data maka titik pengukuran Fitri, A., dan Atik, R., 2014. Program penyediaan air
ini terdiri atas lima lapisan dengan struktur bawah minum berbasisi masyarakat di Desa Tiris
permukaan sebagai berikut: Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo. Artikel
Ilmiah.
142
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Iwan, N., 2013. Strategi sektor pengembangan sektor air menggunakan metode geolistrik. Prosiding Seminar
bersih. Disertasi Program Pascasarja IPB Bogor. Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas
Kompas. 2010. Air Sumur kami terasa asin. Lampung.
Love, J. And Luchsinger, V., 2014. Suistainability and
Telford, W. M., Geldart, L. P., dan Sherif, R. E., 1990.
water resources. Journal Suistainability and Green
Business. P. 1-12. Applied Geophysics, Cambridge University Press,
Qodriyatun S.N., 2014. Kebijakan sosial untuk mengatasi New York.
krisis air bersih.
Rosid, S., dan Johan, M., 2008. Pemetaan hidrologi dengan
143
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Lampiran 1
144
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Lampiran 2
145
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Email: altin@science.unhas.ac.id
146
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Nilai koefisien korelasi hubungan antar aneka variabel 2. Data sekunder dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
dilakukan untuk mengetahui besaran dan bentuk hubungan Bencana di Bandung. Data tersebut berupa data
antara dua variabel tertentu, apakah positif, negatif, atau Gunungapi Gamalama dari tahun 2006 – 2014
tidak berhubungan. Hal ini mencerminkan karakteristik
variabel dari masing – masing populasi. Penentuan nilai Metode Pengolahan Data
koefisien korelasi hubungan antar aneka variabel Pengolahan data dilakukan dengan memfilter data vulkanik
ditentukan dengan rumus pearson product moment : dan data tektonik. Hasil pemfilteran berupa menyamaan
data kejadian gempa harian. Pembuatan grafik untuk
∑ ∑ ∑ melihat pola hubungan dari data kegempaan tahun 2006 -
.............3
√( ∑ (∑ (∑ ) ) 2014 tersebut. Dari data magnitudo gempa tahun 2006 –
2014 menjadi dasar pembuatan peta zona yang dipengaruhi
oleh gempa tektonik.
Keterangan : r = koefisien korelasi hubungan pearson
n = jumlah sampel
x dan y = varian dan kovarian
Hasil dan Diskusi
Tingkat hubungan yang terjadi di antara dua atau lebih
variabel dapat diinterpretasi dari koefisien korelasi (Tabel Hubungan Gempa Tektonik dan Vulkanik Gunung
1) berikut, Gamalama Pulau Halmahera dapat dilihat pada Gambar 1,
berikut.
Tabel 1 interpretasi tingkat hubungan koefisien korelasi
(Sugiyono, 1999)
Data Penelitian
1. Data Gempa tektonik yang berupa data sekunder pada
tahun 2006 - 2014. Sumber: Badan Meteorologi,
Klimatologi Dan Geofisika Klas II Gowa Makasar .
2. Data gempabumi Gunung Gamalama yang berupa data
sekunder pada tahun 2006 – 2014, sumber: Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Gowa. Gambar 1 korelasi event VA dengan TL, VB dengan TJ,
VA dengan TJ, VB dengan TL tahun 2006
Pengambilan Data
Data yang digunakan yaitu: Untuk korelasi event vulkanik dan tektonik VA, VB, TJ,
1. Data sekunder yang tercatat di Badan Meteorologi dan dan TL pada tahun 2006 terlihat grafik yang memiliki
Geofisika stasiun Gowa, data tersebut berupa data tingkat hubungan tertinggi yaitu event VA dengan TJ
gempa bumi dari tahun 2006 – 2014. Terdiri dari dengan nilai 76,74%, 77,23%, 81,29%. Event VA dengan
tanggal, waktu, kejadian, lintang, bujur, kedalaman, TJ dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan tingkat
magnitude ( 4 – 6,7 SR). hubungan yang sangat tinggi. Pada tahun 2006, 2007 dan
147
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
2012 menimbulkan kenaikan aktivitas Vulkanik Gunung Dari hasil pemetaan zona – zona daerah rawan bencana
Gamalama yang signifikan. Aktivitas berupa terjadinya Gambar 2 menunjukkan bahwa dengan magnitude 4,0 – 4,5
gempa vulkanik dalam yang disebabkan oleh tektonik jauh. SR masuk dalam zona aman, sedangkan untuk zona rawan
Aktivitas ektonik ini berada pada zona subduksi ganda di bencana dengan magnitude 5,0 – 6,5 SR.
Laut Maluku.
Kesimpulan
Data gempa tektonik dan vulkanik Gunung Gamalama
Tahun 2006 sampai 2014 menunjukkan tingkat hubungan Aktivitas tektonik di zona subduksi ganda Laut Maluku
yang terjadi antara event VA dengan TL, mempunyai nilai sangat kuat mempengaruhi vulkanik dalam Gunung
75,53% dan 90,45%. Korelasi ini terjadi pada tahun 2006 Gamalama pada tahun 2006, 2009 dan 2012. Sementara
dan 2009. tektonil lokal Pulau Halmahera mempengaruhi vulkanik
dalam Gunung Gamalama pada tahun 2006 dan 2009
Selain dipengaruhi tektonik jalur subduksi ganda Laut
Maluku, aktivitas Gunungapi Gamalama juga dipengaruhi Daerah dengan zona rawan bencana terletak dari sebelah
tektonik lokal Pulau Halmahera dan sekitarnya. Tektonik barat ke selatan dengan magnitudo 5,0 - 6,5 SR. Sedangkan
lokal merupakan penjalaran energi (Kanamori, 1997) hasil zona aman terletak dari timur ke utara dengan magnitudo
subduksi ganda Laut Maluku ke Pulau Halmahera. 4,0 – 4,5 SR.
Sehingga pada dari data gempa tektonik dan vulkanik tahun
2006 dan 2009 terlihat hubungan yang sangat kuat satu Pustaka
sama lain. Baharudin, A. Martono, A. Djuhara, 1996, Peta Kawasan
Rawan Bencana Gunungapi Gamalama, Ternate,
Pada tahun-tahun lainnya relatif tidak menimbulkan bahaya Maluku, Direktorat Vulkanologi.
karena aktivitas tektonik pada tahun-tahun tersebut sangat Ismullah, Muh. Fawzy., Lantu., Aswad, Sabrianto.,
lemah. Terbukti tektonik jauh maupun tektonik local tidak Massinai, Muh. Altin. 2015. Tectonics earthquake
terlalu mempengaruhi vulkanik dangkal secara langsung. distribution pattern analysis based focal mechanisms
Terjadinya vulkanik dangkal disebabkan oleh runtuhan (Case study Sulawesi Island, 1993–2012)
kawah Gunung Gamalama. Runtuhan ini merupakan bekas- AIP Conference Proceedings 1658.
bekas erupsi Gunung Gamalama yang cukup besar. Kanamori, H. 1977. The energy release in great
earthquake. j. geophys. Res, 82,2981-2987.
Pemetaan zona – zona daerah bencana Gunungapi Massinai, Muhammad Altin, Ismullah, Muh. Fawsy,
Gamalama dilakukan dengan cara menggambarkan sebaran Aswad, Sabrianto. 2016. Morphostucture Analysis of
magnitude gempa Gunung Gamalama. Perangkat lunak Sapaya Ancient Volcanic Area Based Lineament Data,
yang digunakan untuk menggambarkan sebaran magnitude AIP conference proceeding 1730. P.050003-1-050003-
gempa tektonik Gunung Gamalama adalah oasis. Zona – 2.
zona daerah bencana Gunungapi Gamalama dapat dilihat Massinai, Muhammad Altin. 2015. Geomorfologi
pada Gambar 2. Tektonik. Pustaka Ilmu.Yogyakarta. 356p
Rahman R.A., Firmansyah dan Oktariadi O., 2010,
Penentuan Tingkat Risiko Bencana Letusan Gunung
Gamalama Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara.
Buletin Geologi Tata Lingkungan. Pusat Lingkungan
Geologi. Kementerian Energi dan Sumberdaya
Mineral. Vol. 20 No. 3. Desember 2010.
Simandjuntak, T. O. 2004. Tektonika. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi. Bandung.
Sugiono. 1999. Statistik untuk Penelitian. Bandung:
Alphabeta.
148
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 06 Agustus 2016
Identifikasi Posisi Aquifer Menggunakan Metoda Resistivitas Konfigurasi Wenner Alpha dan
Wenner Beta (Studi Kasus: Kebun Percobaan Pertanian UNHAS)
Sari / Abstract hidrogeologi, dan gaya tektonik, serta struktur bumi yang
Telah dilakukan eksplorasi geofisika menggunakan metoda membentuk cekungan air tanah tersebut. Air ini dapat
Resistivitas untuk mengetahui posisi air tanah di Kebun tersimpan dan mengalir pada lapisan batuan yang dikenal
Percobaan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas dengan akuifer (aquifer).
Hasanuddin, Makassar. Pengukuran ini menggunakan
Konfigurasi Wenner Alpha dan Wenner Beta dengan 6 Dari penelitian sebelumnya, telah digunakan juga metoda
lintasan pengukuran. Panjang bentangan tiap lintasan Resistivitas Konfigurasi Wenner dengan tujuan ingin
adalah 100 meter. Analisis data menggunakan software mengetahui secara akurat keberadaan dan kualitas air
Res2Dinv. Hasil yang diperoleh untuk setiap lapisan bawah permukaan, dalam hal ini berupa air tanah pada
diperkirakan posisi air tanah terdapat pada lapisan batuan daerah Wisata Pantai Kota Pare-Pare. Sedangkan pada
lempung pasiran dengan kedalaman berkisar antara 5 - 8 penelitian kali ini yang masih dalam tahap pembelajaran,
meter (ρsemu = 92,9 – 195,4 Ωm). juga menggunakan metoda Resistivitas dengan dua
konfigurasi yaitu Konfigurasi Wenner Alpha dan Wenner
Kata kunci: Resistivitas, Wenner Alpha, Wenner Beta, Air Beta dengan tujuan ingin mengetahui posisi air tanah pada
Tanah, Lempung pasiran. Kebun Percobaan Pertanian. Melihat dari lokasi penelitian
yang berupa kebun maka tentu air sangat dibutuhkan untuk
Abstract pertanian.
The geophysical exploration by utilize of geoelectrical
Resistivity method to know the aquifer position at Salah satu metoda Geofisika yang biasa digunakan dan
Experimental Farming of Agriculture Faculty, Hasanuddin cukup baik untuk memetakan kondisi air permukaan yaitu
University, Makassar. The measurement is done by utilize metoda Geolistrik Tahanan Jenis yang dikenal juga dengan
the Wenner Alpha and Wenner Beta configuration with six sebutan metoda Resistivitas. Metoda ini merupakan metoda
layers. Each line is 100 meter. The data analyses by yang bersifat dinamik (aktif), karena menggunakan
utilization Res2Dinv software. The result of each layer that gangguan aktif berupa injeksi arus yang dipancarkan ke
there are aquifer position estimated inside the clay stone in bawah permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi
the 5 – 8 meter of deep (ρ = 92,9 – 195,4 Ωm). pengukuran potensial, arus dan medan elektromagnetik
yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus
Keywords: Resistivity, Wenner Alpha, Wenner Beta, listrik kedalam bumi.
Aquifer, Sandy clay
Data dan Metoda / Data and Method
Pendahuluan / Introduction
Pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan
Air yang digunakan sehari-hari telah melalui siklus (Kebun Percobaan Pertanian, Unhas) menggunakan sistem
meteorik, yaitu proses penguapan dari laut, danau, maupun pengukuran profiling dengan konfigurasi Wenner Alpha
sungai kemudian mengalami kondensasi di atmosfer, dan (Gb.1) dan Wenner Beta (Gb.2).
selanjutnya menjadi hujan yang turun ke permukaan bumi.
Air hujan yang turun ke permukaan bumi tersebut ada yang
langsung mengalir di permukaan bumi dan ada yang
meresap ke bawah permukaan bumi. Air yang langsung
mengalir di permukaan bumi tersebut sebagian ada yang
mengalir ke sungai, dan sebagian lagi mengalir ke danau,
dan akhirnya sampai kembali ke laut. Sementara itu, air
yang meresap ke bawah permukaan bumi melalui dua
sistem, yaitu sistem air tidak jenuh dan sistem air jenuh.
Sistem air jenuh adalah air bawah tanah yang terdapat pada
suatu lapisan batuan dan berada pada suatu cekungan air
tanah. Sistem ini dipengaruhi oleh kondisi geologi, Gambar 1. Konfigurasi Wenner Alpha
149
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 08 Agustus 2016
Sebelum melakukan pengukuran terlebih dahulu disurvei Hasil dan Diskusi / Result and Discussion
lokasi pengukuran untuk menentukan arah bentangan dan
panjang lintasan. Pengukuran dilakukan pada tiga lintasan Data lapangan yang sudak diolah menjadi nilai resistivitas
untuk masing-masing konfigurasi. Dua lintasan arah Timur semu telah diproses dalam software Res2DInv dengan
– Barat dan satu lintasan arah Utara – Selatan dengan metoda inversi untuk setiap lintasan dan konfigurasi.
panjang lintasan masing-masing 100 m dan spasi terkecil 5
m. Lintasan 1 (Orientasi Timur – Barat)
Dari hasil inversi tahanan jenis 2D diperoleh penampang
bawah permukaan untuk lintasan 1 konfigurasi Wenner
Alpha. Berdasarkan penampang bawah permukaan yang
dihasilkan (Gb.3), nilai resistivitas yang berkisar antara
92,9 – 195,4 Ωm pada kedalaman sekitar 2 – 7 meter
(warna kontur hijau - kuning) dapat diasumsikan sebagai
batuan yang dapat menyimpan air tanah. Jarak dari patok
awal ada yang berada pada 30 – 40 meter, 45 – 52,5 meter,
dan 65 – 72,5 meter. Berdasarkan nilai resistivitasnya maka
batuannya tersebut dapat ditafsirkan berupa batu lempung
pasiran.
𝜌 -------------------------------- 1
Gambar 3. Penampang Resistivitas Bawah Permukaan
Nilai ∆V dan I dapat diperoleh dari data lapangan
Lintasan 1 Alpha
sementara nilai k dihitung berdasarkan harga spasi (a)
untuk masing-masing konfigurasi elektroda. Untuk
konfigurasi Wenner Alpha digunakan rumus (pers 2)
sementara untuk konfigurasi Wenner Beta digunakan
rumus seperti pers 3.
--------------------------------- 2
--------------------------------- 3
150
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 08 Agustus 2016
(a)
151
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 08 Agustus 2016
(a)
(a)
(b)
152
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains dalam Era MEA
Makassar, 08 Agustus 2016
153
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Abstract Pendahuluan
This research has been conducted using Ground Penetrating Batubara merupakan bahan bakar fosil yang terbentuk dari
Radar (GPR) method for determined coal seam existense endapan organik, utamanya sisa-sisa tumbuhan purba yang
based radargram profile obtained from recording process terbentuk akibat proses fisika dan kimia berlangsung
around Sungai Keruh area. The principle of this method selama jutaan tahun. Dewasa ini, produksi batubara
based on electromagnetic waves propagation theory. The Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, tidak hanya
obtained result is raw data resolution which showed untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk
subsurface vertical profile. The next step is data processing memenuhi permintaan luar negeri. Mengingat sumber daya
using ReflexW software to improving signal to noise ratio. batubara Indonesia masih melimpah, menuntut industri
The processing result is interpreted for identified coal yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih
layered zone base on velocity contrast wich different for menggunakan batubara, (Tim Kajian Batubara Nasional,
each layers as contact plane between top soil zone 2006).
(v=7x107 m/s), sandstone layer zone (v=5x107 m/s), coal
layer zone (15x107 m/s), and claystone layer zone Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai
(v=8x107 m/s). GPR data analysis showed the lateral dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan
profile on plane with velocity contrast as potensial rock berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan
plane for coal seam which distributed on 20 meters which (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan
thick it‟s layer about 13 meters panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung
kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang
Keyword: GPR , Coal Seam, and Exploration jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik
batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara
Sari (coal field) dan lapisan batubara (coal seam).
Telah dilakukan penelitian menggunakan metode Ground
Penetrating Radar (GPR) untuk mendeteksi keberadaan Persoalan yang sering dihadapi dalam eksplorasi batubara
seam batubara berdasarkan profil radargram yang yaitu bagaimana menentukan orientasi dan kontinuitas
dihasilkan dari proses perekaman di sekitar blok Sungai seam batubara apabila telah diketahui singkapan tersebut di
Keruh. Metode GPR bekerja berdasarkan prinsip penjalaran permukaan bumi. Selama ini untuk menentukan kedua
gelombang elektromagnetik. Hasil dari metode ini berupa kondisi tersebut dilakukan korelasi antar lubang bor.
resolusi data mentah (raw data) yang menggambarkan Semakin rapat jarak antar 2. lubang bor maka semakin baik
profil vertikal bawah permukaan. Selanjutnya dilakukan dan teliti. Tetapi penggunaan metoda tersebut sangat tidak
pengolahan data GPR menggunakan Software ReflexW ekonomis. Untuk hal tersebut perlu dicari metoda yang
untuk meningkatkan signal to noise ratio.Hasil pengolahan paling tepat, baik ditinjau dari aspek teknik maupun
data diinterpretasi untuk menentukan zona-zona perlapisan ekonomis, (Prabu, dkk., 2011).
batubara berdasarkan kontras kecepatan yang berbeda pada
masing-masing lapisan sebagai bidang kontak antara zona Perkembangan teknologi eletronika dalam beberapa tahun
top soil (v=7x107 m/s), zona lapisan batupasir (v=5x107 ini, telah melahirkan suatu metode yang sangat baik untuk
m/s), zona lapisan batubara (v=15x107 m/s), dan zona pendeteksian bawah tanah karena memiliki cakupan
lapisan lempung (v=8x107 m/s). Analisis data GPR spesialisasi dan pengaplikasian yang sangat luas, yaitu
menunjukkan kemenerusan pada bidang dengan kontras Ground Penentrating Radar (GPR). Metode GPR
kecepatan sebagai kontak batuan yang potensial sebagai menggunakan gelombang eletromagnetik untuk
seam batubara yang tersebar pada kedalaman 20 meter mencitrakan kondisi bawah permukaan bumi, bersifat tidak
dengan ketebalan lapisannya berkisar 13 meter. merusak (non-destruktive), mempunyai resolusi yang tinggi
dan dapat memberikan gambaran bawah permukaan secara
Kata Kunci : GPR, Seam batubara, explorasi kontinyu dan cepat, khususnya untuk ekplorasi dangkal
(near surface investigation). Dalam penerapannya, GPR
telah dilakukan untuk banyak pengkajian eksplorasi,
penelitian arkeologi dan studi lingkungan. Salah satu
penerapan yang masih jarang dilakukan dengan metode ini
154
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
adalah untuk mengidentifikasi keberadaan batubara. frequence rangin) biasanya antara 10 MHz – 1 GHz
Metode ini cukup efektif untuk memetakan profil vertikal (Heteren et al 1998). Keutamaan dari metode GPR adalah
bawah permukaan. Dari profil GPR dapat diketahui zona- bersifat tidak merusak sehingga dapat digunakan dimana
zona perlapisan yang berasosiasi dengan pembentukan saja. Prinsip kerjanya identic metode seismik, sehingga
batubara dengan menganalisa kecepatan gelombang radar rumusan yang digunakan pada metode seismik refleksi
dan spektrum yang terdapat pada profil GPR. Dari analisa akan berlaku juga pada metode GPR.
kecepatan yang telah dilakukan, dapat juga diketahui
ketebalan masing-masing zona perlapisan dengan
menggabungkan data kecepatan dengan data travel time
(waktu tempuh) dari penjalaran gelombang radar. Sehingga
dapat di perkirakan posisi keberadaan dan kedalaman dari
batubara tersebut. Terdapatnya beberapa singkapan
batubara di sekitar blok Sungai Keruh menjadikan metode
ini digunakan untuk mencitrakan kondisi bawah permukaan
tanah untuk mengetahui perlapisan batubara dibawah
permukan dari singkapan yang muncul di permukaan.
Gambar.1 proses propagasi gelombang radar
Data dan Metoda
Perkembangan teknologi pengolah informasi dan sensor Pada dasarnya GPR bekerja dengan memanfaatkan
informasi memberi dampak yang spektakuler untuk pemantulan sinyal. Semua sistem GPR pasti memiliki
eksplorasi sumber daya alam yang secara kasat mata tidak rangkaian pemancar (transmitter), yaitu sistem antenna
dapat terpantau visual. Gelombang elektromagnetik sebagai yang terhubung ke sumber pulsa, dan rangkaian penerima
pembawa energy dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi (receiver), yaitu system antena yang terhubung ke unit
keadan dan struktur batuan bawah permukaan tanpa pengolahan sinyal. Kedalaman objek dapat diketahui
merusak daerah yang disurvey. Dan salah satu metode dengan mengukur selang waktu antara pemancaran dan
tersebut adalah metode elektromagneti GPR. Prinsip kerja penerimaan pulsa. Dalam selang waktu ini, pulsa akan
metode GPR sama dengan metode seismik refleksi saluran bolak balik dari antena ke objek dan kembali lagi ke
btunggal yang membedakan adalah kecepatan yang dipakai antena. Jika selang waktu dinyatakan dalam t, dan
kecepatan electromagnet dalam orde kecepatan cahaya. kecepatan propagasi gelombang elektromagnetik dalam
Prinsip dasar metode GPR sama dengan elektromagnetik tanah v, maka kedalaman objek yang dinyatakan dalam z
lainnya adalah hokum Maxwell: adalah
⃗
⃗ ⃗ , ⃗ x⃗ (1) vt (7)
⃗ ⃗ o, ⃗ ⃗ = ⃗ (2) Seperti halnya pada metode seismik refleksi rumusan
untuk mendapatkan parameter dapat diperoleh sebagai
Dari keempat persamaan diatas kemudian berkut.=
melakukan operasi curl, diperoleh ersamaan
gelombang EM sebagai :
(8)
⃗
⃗ (3) Teknik penggunaan metode GPR adalah sistem
Electromagnetic Subsurface Profiling (ESP), dengan cara
⃗
⃗ (4) memanfaatkan pengembalian gelombang elektromagnetik
yang dipancarkan melalui permukaan tanah dengan
perantara antena (Heteren, dkk., 1998). Rangkaian
Solusi persaman 3 dan 4 mengahasilkan gelombang medan
pemancar akan menghasilkan pulsa listrik dengan bentuk
listrik dam gelombang medan magnetic sebagai berikut :
prf (pulse repetition frequency), energi dan durasi tertentu.
( )
Pulse repetition frequency merupakan nilai yang
( ) (5) menyatakan seberapa seringnya pulsa radar diradiasikan ke
( ) ( )
(6) dalam tanah. Penentuan prf dilandasi dengan kedalaman
maksimum yang ingin dicapai. Semakin dalam objek, maka
Metode GPR merupakan salah satu metode geofisika yang prf juga semakin kecil karena waktu tunggu semakin lama,
umum digunakan untuk eksplorasi pada lapisan dangkal (Bahri, dkk., 2012).
dengan menggunakan pada daerah frekuensi radar (radio
155
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Pengukuran GPR dilakukan menggunakan peralatan GSSI jarak, Koreksi Statis (Static Correction ), Substrack-mean
SIR 3000 dengan transducer 80 MHz. Metode pengukuran (Dewow), Penguatan Amplitudo (Gaining), Filtering Data,
yang digunakan adalah metode Fixed T/R Offset Mode Horizontal Scaling , Picking Perlapisan Batuan, Analisis
Continuous, dimana metode ini melakukan pengumpulan Kecepatan (Velocity Adaptation).
profil radar. (scanning) secara terus-menerus pada lintasan
yang memotong singkapan batubara yang terdapat di blok Hasil dan Diskusi
Sungai Keruh. Hasil pencitraan GPR menghasilkan resolusi
data mentah (raw data) yang kemudian dilakukan Berdasarkan profil GPR seluruh lintasan pengukuran,
pengolahan lanjutan untuk menyaring dan meminimalkan diperoleh zona perlapisan batuan yang sama dengan
pengaruh dari adanya gelombang langsung dan kesalahan memperhatikan pola refleksi yang menerus di sepanjang
yang diakibatkan oleh alat saat pengukuran dilapangan. lintasan pengukuran. Sumbu vertikal pada profil GPR
Ada beberapa langkah dilakukan dalam proses analisis data dinyatakan dengan waktu dan kedalaman. Sedangkan pada
untuk mendapatkan data yang lebih baik yakni: normalisasi sumbu horizontal merupakan jarak tempuh antena
transmitter dan receiver. Secara berurutan dari profil GPR
156
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
diperoleh gambaran perlapisan batuan dari zona lapisan top yang dapat dijangkau gelombang radar adalah zona lapisan
soil (lapisan penutup) dengan ketebalan bervariasi. Di lempung yang juga memiliki ketebalan bervariasi. Berikut
bawah lapisan penutup adalah zona lapisan batupasir yang ini ditampilkan beberapa profil dan posisi batu bara dari 4
memiliki ketebalan cukup bervariasi dan berasosiasi lintasan pengukuran.
dengan lapisan batubara. Kemudian lapisan paling bawah
1 Lintasan 1
Pengukuran Georadar pada lintasan 1 dilakukan dengan berada pada kedalaman 5-19 meter, lapisan batubara (coal)
mengambil lintasan sepanjang 59,9 meter. Dari hasil pada kedalaman 18-38 meter 37 yang menyatu dengan
pengukuran diperoleh data rekaman bawah permukaan lapisan batupasir dan lapisan lempung (clay) berada pada
hasil scanning GPR. Dari hasil Pemodelan lapisan batuan kedalaman 38 meter dengan tebal lapisan sekitar 8 meter.
diperoleh kedalaman dan ketebalan dari masing-masing Profil GPR untuk lintasan 1 diperoleh seperti pada gambar
lapisan. Lapisan top soil (lapisan penutup) berada pada 4.
kedalaman berkisar 4 meter, lapisan batupasir (sand)
2.Lintasan 2
Pengukuran Georadar pada lintasan 2 dilakukan dengan meter dengan tebal lapisan sekitar 8 meter.
mengambil lintasan sepanjang 150 meter. Perlapisan Berdasarkan hasil scanning GPR yang ditampilkan di
batuan di lintasan ini terdiri dari zona lapisan top soil layar radargram lintasan 2, memperlihatkan pola
(lapisan penutup) pada kedalaman 6 meter, lapisan refleksi yang tegas berbentuk antiklin yang mencirikan
batupasir (sand) pada kedalaman 4-22 meter, lapisan adanya kontak litologi batuan dan diindikasikan pada
batubara (coal) pada kedalaman 18-40 meter dan lintasan ini
lapisan lempung (clay) berada pada kedalaman 38
157
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
3. Lintasan 6
Pengukuran Georadar pada lintasan 6 dilakukan dengan persebaran batubara yang tidak merata di sepanjang
mengambil lintasan sepanjang 43,5 meter. Perlapisan lintasan pengukuran. Lapisan lempung (clay) pada
batuan lintasan ini diperoleh keberadaan dari lapisan kedalaman 36 meter dengan tebal lapisan sekitar 7
top soil (tanah penutup) pada kedalaman 6 meter, meter. Profil GPR untuk lintasan 6 diperoleh seperti
lapisan batupasir (sands) pada kedalaman 4-20 meter, pada gambar 6 di atas.
lapisan batubara (coal) berada pada kedalaman 19-42
meter. Profil GPR lintasan ini juga menunjukkan
4. Lintasan 9
158
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
hingga 5 meter, batupasir (sand) pada kedalaman Research Report, Volume 4. Pp. 4-14.
sekitar 8-16 meter, batubara (coal) pada kedalaman 20- Heteren, V.S., Fitzgerald, D.M., McKinlay, P.A., and
40 meter dan lempung (clay) pada kedalaman 40 meter. Buynevich, I.V. 1998.. Coastal New England, USA.
3. Keberadaan batubara pada formasi batuan yang Sedimentology.
terefleksikan dari jejak reflektor didasarkan pada Knight, R. 2001. Annu. Rev. Earth Planet. Sci, Vol. 29, pp.
korelasi profil GPR lintasan hasil pengukuran 229-55.
dengan model GPR singkapan Batanghari. Ketebalan Lantu. 2014. Program Studi Geofisika, FMIPA, Universitas
lapisan batubara dengan seam yang sama, memiliki Hasanuddin, Makassar.
ketebalan rata-rata sekitar 13 meter. Oktafiani, Folin., Sulistyaningsih., dan Wijayanto, Yusuf
Nur. 2009. P2 Elektronika dan Telekomunikasi –
Daftar Pustaka LIPI.
Sandmeier, K.J. 1998. Karisruhe, Germany.
Annan, A.P. 2001. Ontario, Canada. Sianturi, Kalam Henri. 2008. Skripsi, Universitas
Bahri, Ayi Syaeful., Supriyanto., dan Sentosa, Bagus Jaya. indonesia, Depok.
2010. Geofisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Fisher, Steven C., and Stewart, Robert R. 1992. Crewes
159
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
160
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
161
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gambar 2 Kurva Korelasi LI-GR dan FIPRpada sumur WA6, WA3, dan WA1
Gambar 2 menunjukkan kurva korelasi optimum antara LI Analisis Crossplot untuk Pemisahan Litologi
(Impedansi Litologi) dengan GR (Gamma Ray) dan FI
(Impedansi Fluida) dengan PR (Poisson Ratio) pada tiga Data yang digunakan sebagai masukan dalam analisis
sumur pemodelan. LI dan GR berkorelasi optimum crossplot ini adalah data log berupa log LI (Lithology
(negatif) pada nilai c = -1 sedangkan FI dan PR berkorelasi Impedance) dan log target. Log target yang dimaksud
optimum (positif) pada nilai c = 1.88. Sehingga dalam adalah log yang sensitive terhadap pemisahan litologi, yaitu
pembuatan log LI menggunakan nilai c = -1 sedangkan log GR (Gamma Ray). Gambar 3 menunjukkan crossplot
pada FI menggunakan nilai c = 1.88. antara LI dan GR. Bagian kiri dari gambar menunjukkan
hasil crossplot sedangkan bagian kanan menunjukkan cross
section. Skala warna yang digunakan untuk crossplot
litologi yaitu log GR.
162
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Berdasarkan Gambar 4 ditunjukkan bahwa pemisahan yang dalam pemisahan litologi. Oleh karena itu LI tidak dapat
cukup jelas antara pasir (zona berwarna kuning) dengan diproses lebih lanjut.
serpih (zona berwarna abu-abu) pada sumbu LI. Hal ini
juga ditunjukkan pada sumur pemodelan lainnya. Gambar 2 Analisis Crossplot untuk Pemisahan Fluida
Kurva Korelasi LI-GR dan FIPR pada sumur WA6, WA3,
dan WA1 Gambar 4 Crossplot LI-GR sumur WA6. Akan Log input untuk crossplot pemisahan fluida adalah atribut
tetapi, pada ketiga sumur penelitian terlihat banyak data PI (Impedansi Poisson) berupa FI (Fluid Impedance) dan
yang scatter (menyebar) dan tidak masuk ke dalam zona log target berupa log Poisson Ratio. Log target yang dipilih
litologi pasir atau serpih sehingga menimbulkan ambiguitas adalah log yang sensitif terhadap fluida.
Pada Gambar 5, ditunjukkan bahwa zona berwarna merah sedangkan nilai di atas 1000 ft/s*g/cc (3.05 x 105
menunjukkan zona pasir yang tersaturasi gas (gas sands), kg/m2s)mengindikasikan serpih.
zona berwarna biru menunjukkan zona pasir yang
tersaturasi air (brine sands). Sedangkan skala warna
menunjukkan nilai Poisson Ratio. Nilai cut off (garis
pemisah) untuk log FI adalah - 1000 ft/s*g/cc (-3.05 x 105
kg/m2s). Nilai yang lebih besar dari cut off adalah brine,
sedangkan yang sama atau lebih kecil dari cut off adalah
gas.
163
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
164
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
165
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Perkembangan Tektonik Sulawesi dan Implikasinya Terhadap Sesar Regional serta Potensi Gempa
Bumi di Gorontalo
Muhammad Faiza Addi1
Program Studi Geofisika, FMIPA Universitas Hasauddin 1
Sari
Pulau Sulawesi yang merupakan kawasan microplate
Pertemuan tiga lempeng besar yang terjadi di Pulau sangat rawan terhadap gerakan dan benturan ketiga
Sulawesi antara lempeng pasifik, lempeng Hindia-Australia lempeng bumi tersebut yang menimbulkan fenomena
dan Lempeng Asia sangat berpengaruh terhadap proses geologi seperti gempa bumi. Proses tumbukan ketiga
pembentukanya. Lempeng pasifik bergerak dengan lempeng tersebut juga menyebabkan Pulau Sulawesi
kecepatan sekitar 6 cm/tahun dari arah timur, lempeng memiliki empat buah lengan dengan proses tektonik yang
Hindia-Australia bergerak dengan kecepatan rata-rata 7 berbeda-beda. Lengan utara dan lengan selatan Sulawesi
cm/tahun dari arah selatan dan lempeng Asia yang bergerak yang dibatasi oleh sesar palu-koro serta lengan tenggara
relative pasif dengan kecepatan kurang lebih 3 cm/tahun ke dan lengan timur yang dibatasi oleh sesar matano.
arah tenggara. Pulau Sulawesi yang merupakan kawasan
microplate sangat rawan terhadap gerakan dan benturan Lengan Utara Sulawesi memiliki posisi yang cukup unik
ketiga lempeng bumi tersebut yang menimbulkan fenomena karena diapit oleh dua buah subduksi kerak samudra. Di
geologi seperti gempa bumi. Ditinjau dari tektonik dan bagian utara dari lengan utara Sulawesi, kerak samudra
sejarah perkembangannya Sulawesi dibagi dibagi kedalam Laut Sulawesi menghujam di bawah Lengan Utara
empat mintakat geologi yaitu, kontinental kerak Banggai- Sulawesi. Di bagian timur terdapat tunjaman antara kerak
Sula, oseanik kerak Sulawesi Timur, kompleks metomorf samudra Laut Maluku yang mengarah ke Barat. Hal ini
Sulawesi Tengah dan busur volkanik Sulawesi Barat mempengaruhi struktur regional dari Lengan Utara
(Lengan Selatan dan Lengan Utara). Lengan Utara Busur Sulawesi di mana kedua tunjaman tersebut menghasilkan
volkanik Sulawesi barat diapit oleh dua zona subduksi manifestasi tektonik berupa gunung api dan sesar regional
kerak samudra yang mulai terjadi sejak periode Neogen. yang menjadi sumber gempa bumi di daerah tersebut.
Subduksi tersebut berdampak pada permbentuka. sesar
regional dan gunung api. Gorontalo sebagai salah satu Gorontalo secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) satuan
daerah yang terletak di Lengan Utara Sulawesi, memiliki morfologi, yaitu satuan dataran pantai, satuan morfologi
beberapa sesar regional aktif yang menjadi sumber gempa vulkanik G. pinogoe-balangga yang menempati bagian
di daerah tersebut. Seperti Sesar Perantanaan, Sesar selatan, tenggara dan barat daya, serta satuan morfologi
Gorontalo, Sesar Palele, Sesar Randangan dan Sesar vulkanik G. Mogi dan Lompotoo terletak di bagian utara
Kwandang. Dari fenomena geologi dan tektonik tersebut, yang memanjang dari barat ke timur. Bentuk morfologi
maka Gorontalo termasuk ke dalam daerah yang rawan yang beranekaragam ini (dataran sampai pegunungan)
aktifitas gempa. Daerah yan perlu mendapat perhatian dan menunjukkan bahwa gorontalo sangat dipengaruhi oleh
harus diwaspadi adalah daerah perpotongan atau proses tektonik.
persinggungan di antara sesar karena di daerah ini gempa
cenderung memiliki magnitude yang besar. Sebagai contoh Perkembangan Tektonik Sulawesi
gempa yang terjadi pada 28 maret 2015 memiliki
magnitudo 6 SR dengan kedalaman 111 km. Dalam tektonik global seperti pada Gambar 1, Sulawesi
tidak terlepas dari pengaruh tatanan tektonik Indonesia
Kata kunci : Tektonik, Sesar, Gempa bumi yang berada pada zona pertemuan tiga lempeng bumi yang
berinteraksi satu dan yang lainnya. Hal inilah yang
Pendahuluan mempengaruhi terjadinya sesar regional dan munculnya
potensi gempa di Sulawesi.
Pertemuan tiga lempeng besar yang terjadi di Pulau
Sulawesi, yaitu lempeng pasifik, lempeng Hindia-Australia Berdasarkan sejarahnya, pertemuan dari ketiga lempeng
dan Lempeng Asia sangat berpengaruh terhadap proses bumi tersebut menghasilkan beberapa tahapan tektonik di
pembentukanya. Lempeng pasifik bergerak dengan Sulawesi yang berpengaruh pada kondisi tektonik dan
kecepatan sekitar 6 cm/tahun dari arah timur, lempeng geologi di pulau tersebut. Syaiful Bachri dan Sidarto (2013)
Hindia-Australia bergerak dengan kecepatan rata-rata 7 secara regional membagi peristiwa tektonik tersebut ke
cm/tahun dari arah selatan dan lempeng Asia yang bergerak dalam lima periode, yaitu tektonik ekstensional
relative pasif dengan kecepatan kurang lebih 3 cm/tahun ke
arah tenggara.
166
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Gempa Bumi
Gempa bumi adalah suatu getaran yang disebabkan oleh
pelepasan energy yang bersumber dari dalam bumi,
kemudian merambat ke permukaan. Getaran gempa dapat
dirasakan langsung oleh manusia ataupun melalui pencatat
Gambar 1. Tektonik global Pulau Sulawesi (Coffield, et al gempa (seismograf). Gempa bumi dapat disebabkan oleh
1993) beberapa factor, antara lain, pergerakan lempeng bumi
yang menimbulkan gempa tektonik, letusan gunungapi
1. Tektonik ekstensional mesozoikum yang menghasilkan gempa vulkanik, dan gempa runtuhan
Berdasarkan hasil analisis paleomagnet, tektonik Sulawesi lapisan batuan atau disebut dengan gempa runtuhan.
diawali dari Benua Australia, yakni pada Permo-Trias
terjadi thermal doming dan diikuti adanya pemekaran yang Tabel 1. Skala Richter ( US Geological Survey)
disebabkan oleh tektonik ekstensional. Fragmen benua
terpisahkan kemudian terpindahkan ke arah utara-barat
laut. Fragmen tersebut kemudian membentuk kepingan
benua di Laut Banda dan di bagian timur Sulawesi. Selama
perjalanannya, kepingan benua terpecah menjadi beberapa
kepingan, di antaranya Kepingan Benua Banggai-Sula,
Kepingan Benua Tukangbesi, Kepingan Banua Buton, dan
Kepingan Benua Sulawesi Tenggara.
2. Tunjaman Kapur
Tumbukan ini ditandai dengan adanya zona subduksi
miring ke barat di sepanjang Sulawesi bagian barat, yakni
batua kerak samudra proto Laut Banda menunjam di bawah
bagian tepi selatan tenggara Kraton Sunda. Tumbukan
pertama terjadi pada Kapur Awal dengan zona subduksi di
kompleks Melange Bantimala.
167
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
168
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
169
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
170
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
171
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Dari hasil pengolahan data mikrotremor, didapatkan nilai kerawanannya rendah merupakan daerah pemukiman
frekuensi dominan untuk semua titik pengukuran berada yang artinya batuan pada daerah tersebut lebih
pada rentang nilai 1.06-9.06 Hz. Nilai frekuensi dominan terkompaksi dibandingkan dengan daerah persawahan
menunjukkan keberadaan bedrock, jika nilai frekuensi ataupun daerah yang dekat dengan pantai.
dominan rendah maka bedrocknya lebih dalam. Nilai
frekuensi dominan yang tergolong rendah berada pada
bagian barat laut daerah penelitian, sedangkan nilai
frekuensi dominan yang tergolong tinggi berada pada
bagian timur laut sampai tenggara serta barat daya daerah
penelitian. Secara keseluruhan, nilai frekuensi di daerah
penelitian tergolong rendah karena <10 Hz.
Gambar 3. Peta Kontur Penyebaran Nilai IKS Gambar 6. Overlay Peta Indeks Kerentanan Seismik
Kesimpulan
Daerah dengan tingkat kerawanan rendah didominasi
oleh batuan gunung api yaitu breksi tufa di mana batuan 1. Nilai Frekuensi dominan untuk daerah penelitian
tersebut tidak kompak. Pada formasi tersebut, terdapat berada pada rentang 1.06-9.06 Hz. Hal tersebut
juga bagian yang termasuk dalam tingkat kerawanan menunjukkan bahwa daerah penenlitian memiliki
sedang. Hal tersebut dapat terjadi karena penggunaan nilai frekuensi dominan yang rendah.
lahan daerahnya berbeda. Untuk kawasan yang tingkat
172
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Daftar Pustaka
Dena, K. 2012. Kondisi Geologi dan Topografi Pulau
Bali. Geografi USB. Singaraja.
Hadiwidjojo, M.M.P, Samodra, H. dan Amin, T.C. 1998.
Peta Geologi Lembar Bali, Nusatenggara.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Ishiyama, Y dan Hasanuddin. 2006. Mikrotremor.
Antologi Paper Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi. Bandung
McCaffrey, R. dan Nabelek, J. 1987. The Geometry of Back
Arc Thrusting Along The Eastern Sunda Arc,
Indonesia. Jurnal of Geophysical Research:
Solid Earth Vol. 92.
Parwatiningtyas, D. 2010. Menganalisa Struktur
Permukaan Bumi Serta Kandungan Sumber
Daya Alam di dalamnya Menggunakan Metoda
Geofisika.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Becana Geologi. 2014.
Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia
Tahun 1612-2014. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral Badan Geologi Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Bandung.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Ibu Sri Hidayati selaku Kepala
sub-bidang Gempabumi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan tugas akhir. Dan
juga kepada Bapak Imam Catur Priambodo selaku
pembimbing penulis di PVMBG yang dengan tulus
memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis di sela-
sela kesibukan beliau..
173
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Abstrak 1. Pendahuluan
Tekanan penduduk terhadap sumber daya lahan merupakan
persoalan serius yang perlu mendapat perhatian dalam Model pengelolaan lahan pangan diperlukan untuk
pengelolaannya. Perkembangan penduduk dan aktivitas mengarahkan para pengambil keputusan dalam usaha untuk
ekonomi yang pesat menimbulkan masalah lahan dan tata mempertahankan dan mengelola lahan pangan yang
ruang yang berakibat terjadinya degradasi, alih fungsi berkualitas tinggi sehingga memberikan hasil yang optimal
lahan, dan fragmentasi lahan yang mengancam daya (Arif et. al., 2015). Untuk merealisasikan hal tersebut perlu
dukung lahan dalam pembangunan berkelanjutan. Tujuan dilakukan suatu evaluasi lahan yang merupakan proses
dari penelitian ini adalah mengkaji implikasi penerapan pendugaan potensi sumberdaya lahan untuk berbagai
model sistem penunjang keputusan berbasis geospasial penggunaan yang dapat dilakukan secara dinamis dan
terhadap pengembangan lahan berdasarkan Rencana Tata fleksibel oleh berbagai pihak yang terlibat dalam bidang
Ruang Wilayah (RTRW) 20 tahun kedepan pada wilayah Pertanian (Johnson, 1991). Malczewski (1999)
Kabupaten Gowa. Metode Penelitian menggunakan citra menunjukkan bahwa SIG pada umumnya, tidak
satelit Landsat 8 dengan klasifikasi multispektral maximum menyediakan alat untuk menyajikan pilihan dan prioritas
likelihood untuk menghasilkan penggunaan lahan. Data dalam hal mengevaluasi kriteria dan tujuan yang saling
biofisik lahan dan non biofisik terintergrasi melalui analisis bertentangan. Kekurangan ini membatasi efektifitas SIG
Multicriteria Decision Making (MCDM) menggunakan dalam memecahkan masalah yang tidak terstruktur maupun
fuzzy logic, Analitical Hierarchy Process dan Compromise semi terstruktur dalam pengambilan keputusan spasial
Programming berbasis Sistem Informasi Geografis untuk (Densham, 1991). Untuk itu, dibutuhkan suatu model yang
menghasilkan indeks kesesuaian lahan. Hasil penelitian dapat menangani persoalan pengelolaan lahan pangan
menunjukkan bahwa Kabupaten Gowa memiliki lahan berbasis spasial. Penggunaan MCDM dengan
pertanian seluas 72,35% dari luas total 179.631 Ha, indeks mengintegrasi Analytical Hierarchy Process (AHP), Fuzzy
kesesuiaian lahan lebih besar dari 0,6 (sesuai untuk Set ke dalam Compromise Programming berbasis SIG
pertanian pangan) terdapat 44.032 Ha. Penerapan model dalam evaluasi lahan pangan akan menghasilkan sistem
sistem penunjang keputusan secara dinamis dapat pakar berbasis spasial sebagai sebuah model yang dapat
menghitung indeks kesesuaian lahan pada setiap lokasi mensimulasikan manajemen lahan secara optimal (Wang
yang dipilih, serta mampu menunjukkan faktor pembatas et. al., 2010; Burrough, 1992; Nurmiaty and Baja, 2014;
yang mendegradasi lahan dan jenis perbaikan yang Tang and Van Ranst, 1992; Wang, 1990). Ketersediaan
diperlukan agar pengelolaan lahan lebih optimal. Jika SIG dan metode pengambilan keputusan berkriteria
perencanaan pemanfaatan ruang 20 tahun kedepan seperti majemuk (MCDM) memungkinkan menggabungkan
yang tertuang dalam RTRW diproyeksikan 33.726 Ha pengetahuan yang berasal dari berbagai sumber yang
lahan pangan, masih terdapat 10.306 Ha lahan potensial berbeda untuk mendukung manajemen dan perencanaan
yang bisa dikembangkan jika bertumpu pada data biofisik, penggunaan lahan (Malczewski, 1999). Metode MCDM –
sedangkan jika melibatkan data non biofisik maka masih Fuzzy dan AHP telah digunakan dengan sukses untuk
terdapat 4.829 Ha lahan potensial. Model ini cukup teknik evaluasi lahan (Parkash 2003). Keberadaan sistem
konsisten dan terpercaya untuk digunakan dalam proses pakar yang berbasis spasial (Spatial Decision Support
perencanaan dan pengambilan keputusan terhadap System, SDSS) dalam bidang pertanian pangan dapat
penggunaan lahan di Kabupaten Gowa. membantu berbagai pihak yang terkait dengan pertanian
pangan untuk membuat keputusan melalui perencanaan
Kata Kunci: Geospasial, Sismtem Penunjang Keputusan, yang baik sebelum mulai melakukan apapun terhadap lahan
MCDM, RTRW mereka (Wai, 2005). Decision Suppport System merupakan
teknologi berbasis komputer yang dapat digunakan untuk
mendukung pengambilan keputusan yang kompleks dan
berbasis pada masalah (de la Rosa, 2011; Shim, 2002).
174
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Perangkat ini merupakan alat analitik yang handal dan dipetakan dan mempertimbangkan kinerja sistem aplikasi
mampu menangani masalah dan fenomena yang kompleks, seperti yang ditunjukkna pada Tabel 1.
dengan jumlah data yang besar, tingkat kerumitan yang
tinggi dengan penyajian hasil yang cepat dan akurat (Arif Tabel 1 Jenis, bentuk dan sumber data
et. al., 2015). No Jenis Data Bentuk Sumber
Data
2. Metode 1 Citra Aster 3 Raster LAPAN
dimensi Parepare
2.1 Wilayah Studi 2 Citra Landsat 8 Raster http://earthex
Penelitian dilakukan di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi
plorer.usgs.g
Selatan. Secara geografis terletak pada 5o 35‟ 10.8” sampai ov/
5o 5‟ 26.2” LS dan 119o 21‟ 54” sampai 120o 1‟ 54.5” BT. 3 Digital Peta Vektor Bakosurtanal
Pemilihan Kabupaten Gowa didasarkan atas alasan-alasan Rupa Bumi
sebagai berikut: (a) Kabupaten Gowa salah satu penghasil 4 Peta Rupa Bumi Lembaran Bakosurtanal
pangan di Sulawesi Selatan. (b) Variabilitas lahan cukup 1998
kompleks, terdiri dari dataran pesisir, dataran rendah, 5 Peta Tanah Semi Lembaran Jurusan
sampai dataran tinggi. (c) Berbatasan dengan kota Detail Tanah Fak.
Makassar, sehingga tekanan penduduk yang mengakibatkan Pertanian
perubahan fungsi lahan lebih besar. Unhas
6 Peta Landsystem Vektor Bakosurtanal
skala 1:250.000
tahun 1989
7 Kabupaten Statistik BPS Prov.
dalam Angka Sulawesi
Tahun 2001 s/d Selatan
2014
8 Data Iklim Data Globaweathe
tabular r
9 Peta RTRW Vektor BAPPEDA
Kab. Gowa Kab. Gowa
a. Klasifikasi multispektral
Klasifikasi ini menggunakan algoritma maximum likelihood
melalui data training dengan cara memperkirakan sarana
dan varians dari kelas, yang digunakan untuk menghitung
probabilitas dan juga mempertimbangkan variabilitas nilai
kecerahan di setiap kelas. Algoritma ini berdasarkan teori
probabilitas Bayesian dan salah satu metode klasifikasi
Gambar 1. Lokasi wilayah studi, dalam kotak adalah
yang paling kuat dan akurat (Liu et al., 2002; Prumal et al.,
Kabupaten Gowa
2010). Menurut Jensen (2004), algoritma maximum
likelihood bekerja dengan cara menandai setiap piksel
yang mempunyai hasil pengukuran pola kenampakan X ke
2.2 Basis Data
dalam i yang paling memungkinkan untuk dikelompokkan
Data spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai vector X. Sedangkan menurut Shrestha (1991),
data spasial berbentuk raster. Data raster dipilih karena
untuk memutuskan sebuah piksel diklasifikasi pada
dapat merepresentasikan nilai kriteria evaluasi lahan dan
kelompok yang mana, dibutuhkan informasi statistik
ruang yang bersifat kontinyu. Setiap lokasi 100x100 meter
berupa rerata dan simpangan baku tiap sampel, serta
persegi daerah penelitian direpresentasikan sebagai satu
variansi dan kovariansi. Penilaian akurasi hasil klasifikasi
piksel (sel) disebut sebagai resolusi spasial. Pemilihan
untuk dapat diterima dalam berbagai aplikasi adalah
ukuran piksel mengacu pada skala yang sepadan untuk
175
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
minimal 85% (Eastman, et al., 1993; Mather, 1999). terstruktur, multidimensi, memiliki tujuan dan sasaran yang
Pengambilan sampel secara stratified random sampling tidak sepenuhnya didefenisikan, dan memiliki sejumlah
menggunakan persamaan ((Eastman, et al., 1993): besar solusi alternatif. Dalam keputusan yang kompleks,
N = Z2pq/E2 ……………………………………….(1) proses pengambilan keputusan sering berulang, interaktif,
Dimana N = jumlah sampel dan patisipatif (Goel, 1999). Berulang karena adanya
Z = nilai standar untuk kepercayaan tertentu berbagai analisis alternatif dengan informasi yang beragam,
p = akurasi yang diharapkan interaktif dan partisipatif karena informasi yang digunakan
q = 1-p berasal dari berbagai pemangku kepentingan yang dapat
E = interval kepercayaan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Keenan (2006), sebuah SDSS harus memenuhi
b. Analisis indeks kesesuaian lahan representasi masalah secara keseluruhan, yang akan
Konsep evaluasi lahan telah diperkenalkan sejak lama, memungkinkan pengguna untuk tidak hanya
mulai dari metode klasik yang diperkenalkan oleh Christian menggabungkan data geografis, tetapi juga mencakup
pada tahun 1958 (Baja, 2012). FAO (FAO, 1976) membuat struktur dan fungsi untuk mengatasi pandangan logis dari
kerangka evaluasi lahan yang banyak dijadikan rujukan masalah. Sistem aplikasi SDSS memerlukan fungsi
dalam studi evaluasi lahan saat ini. Dengan kemajuan pemodelan analitis untuk mengintegrasikan SIG dan
teknologi komputer, seiring dengan kemajuan Sistem pemodelan yang sebelumnya terpisah. Perangkat lunak SIG
Informasi Geografis (SIG), maka isu-isu tentang analisis yang ada saat ini telah memiliki manajemen data spasial
spasial dan representasi dari variable biofisik yang dan kemampuan analitik yang handal, namun secara umum
kontinyu, yang tidak dipertimbangkan sebelumnya, kini tidak dapat dianggap sebagai SDSS. Kekurangan utama
bisa ditangani dengan baik (Baja, 2012). dalam SIG adalah kurangnya kemampuan pemodelan
analitis dan ketidakmampuan menyajikan teknik evaluasi
Metode evaluasi lahan dengan pendekatan parametrik dari berbagai skenario. Malczewski (1999) menunjukkan
kuantitatif dikembangkan menjadi pemodelan simulasi bahwa SIG pada umumnya, tidak menyediakan alat untuk
dengan menekankan penggunaan sistem analisis berbasis menyajikan pilihan dan prioritas dalam hal mengevaluasi
komputer seperti sistem pakar (Johnson, 1991). Evaluasi kriteria dan tujuan yang saling bertentangan. Kekurangan
kesesuaian lahan dengan metodologi fuzzy set (Burrough, ini membatasi efektifitas SIG dalam memecahkan masalah
1992; Tang and Van Ranst, 1992; Wang, 1990), Multi yang tidak terstruktur maupun semi terstruktur dalam
Criteria Decision Making, MCDM dan Analytic Hierarchy pengambilan keputusan spasial.
Process. Penggunaan MCDM dengan mengintegrasi
Analytical Hierarchy Process (AHP), Fuzzy Set ke dalam Dalam evaluasi kesesuaian lahan, terdapat tiga pendekatan
Compromise Programming berbasis SIG dalam evaluasi atau model yang berbeda namun saling melengkapi untuk
lahan pangan akan menghasilkan sistem pakar berbasis pengelompokan individu karakteristik lahan ke dalam
spasial sebagai sebuah model yang dapat mensimulasikan bentuk kelas atau representasi fuzzy, yaitu (Baja, 2012):
manajemen lahan secara optimal. Model kesamaan hubungan atau Similarity Import
Model (SRM).
Menurut Baja (2012) modul yang terintegrasi antara AHP Model impor semantic atau Semantic Import Model
dengan SIG yang dikenal dengan „tight coupling (SIM)
integration‟ merupakan pengembangan SIG dan MCDM Model eksperimental (EXM)
pada masa-masa mendatang. Keberadaan sistem pakar yang
berbasis spasial (Spatial Decision Support System, SDSS) Model kesamaan hubungan (SRM) didasarkan pada fuzzy
dalam bidang pertanian pangan dapat membantu berbagai c-means, di mana setiap atribut lahan untuk masing-masing
pihak yang terkait dengan pertanian pangan untuk membuat sampel di lapangan dipartisi berdasarkan kelaster tertentu
keputusan melalui perencanaan yang baik sebelum mulai secara kontinyu. Hasil akhir kesesuaian merupakan
melakukan apapun terhadap lahan mereka (Wai, 2005). integrasi kelaster yang berbeda dan disajikan dalam bentuk
Decision Suppport System merupakan teknologi berbasis kontinyu. (Malczewski, 2000). Metode impor semantik
komputer yang dapat digunakan untuk mendukung (SIM) menggunakan fungsi keanggotaan yang ditentukan
pengambilan keputusan yang kompleks dan berbasis pada sebelumnya (apriori) untuk klasifikasi variable individu
masalah. Pengambilan keputusan secara spasial (Spasial yang dipertimbangkan, sehingga relatif mudah digunakan.
Decision Support System) bersifat kompleks, multidisiplin, Melalui pendekatan ini , nilai atribut yang dipertimbangkan
pada umumnya melibatkan banyak pemangku kepentingan. dikonversi ke dalam nilai keanggotaan (dari 0 sampai 1.0),
SDSS membutuhkan informasi dari berbagai sumber untuk menurut batas yang telah ditentukan oleh analis,
diterjemahkan kedalam berbagai keputusan kaitannya berdasarkan pengalaman, hasil percobaan, atau standar
dengan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. konvensional yang dibangun.
Kompleksitas SDSS terletak pada model yang bersifat semi
176
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Dengan pendekatan SIM, fungsi keanggotaan atribut Malczewski, et al., (1999), dan Chakround, et. al. (2005).
parameter dhitung dengan menggunakan fungsi persamaan Inteligensi adalah proses yang menganalisis cara berpikir
sebagai berikut (Baja, 2012; Arif et. al., 2015): GDSS dalam menghasilkan pengambilan keputusan, yang
MF(xi) = [1/(1 + {(xi – bj)/d}2)] ……………………...…(2) terdiri dari identifikasi masalah dan pemodelan masalah
MF(xi) = 1 jika (b1+d1) ≤ xi ≤ (b2 – d2) …………...……(3) (Gao, et. al. 2004). Desain adalah proses merancang: (i)
MF(xi) = [1/(1 + {(xi - b1 - d1)/d1} 2)] if xi < (b1 + d1) … (4) model standarisasi data, (ii) model skenario, dan (iii)
MF(xi) = [1/(1 + {(xi - b2 + d2) / d2} 2)] if xi > (b2 - d2)…(5) integrasi model. Pengambil keputusan adalah proses
Dimana: menentukan pilihan-pilihan terbaik dari sejumlah skenario.
MF(xi) = Nilai keanggotaan parameter x. Kelompok ini terdiri dari: (i) eksekusi skenario, (ii) analisis
xi = nilai atribut parameter ke i validasi dan sensitivitas, dan (iii) menentukan pilihan
keputusan terbaik (Arif et al., 2015). Algoritma GDSS
Tipe data dan model fuzzy mengacu pada kriteria dibangun berdasarkan bagan alir kerangka konseptual alur
kesesuaian lahan tanaman padi menurut FAO (1976), pengolahan data kemudian menghasilkan algoritma GDSS
kemudian dengan mencocokkan model kurva S. yang bekerja berdasarkan kebutuhan sistem (Gambar 2).
c. Geospatial Decision Support System (GDSS)
Secara garis besar pengembangan GDSS dapat dibagi Algoritma GDSS menjadi dasar dalam mendesain system
menjadi tiga kelompok utama, yaitu: (i) inteligensi, (ii) aplikasi yang dapat mengotomatisasi model yang
desain, dan (iii) pengambil keputusan. Pengelompokan ini dikembangkan terhadap pengembangan dan pengelolaan
sejalan dengan yang dilakukan oleh Gao, et. al. (2004), lahan Pertanian.
Kelompokkan
Parameter
Tabel Fuzzyfikasi
Parameter Parameter
Model
AHP Bobot IKL
Pembobotan
Pengelompokan Yes
Langsung
Parameter
EQU
No yes
HITUNG Tabel
2FD yes
KESESUAIAN LAHAN BOBOT IKL
OPTIMAL
No yes
3FD
177
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
3. Hasil dan Pembahasan 44.032 Ha (Gambar 4.50) sedangkan lebih kecil atau sama
Kabupaten Gowa memiliki kompleksitas lahan yang cukup dengan 0,6 sebesar 135.574 Ha.
variatif, terdapat 17 (tujuh belas) jenis tipe lahan (Sistem
Lahan) dengan bentuk topografi yang beragam, terdiri dari
13 (tiga belas) jenis penutupan lahan dengan luas lahan
pertanian sebesar 55.400 Ha, khusus untuk lahan sawah
sebesar 37.463 Ha (Citra Landsat 2014), secara tabulasi
dapat dilihat pada Tabel 2, secara spasial ditunjukkan pada
Gambar 2.
Tabel 2 Jenis dan luas penutupan lahan Kabupaten
Gowa
Penutupan Lahan Luas (Ha)
Danau 2,175.48
Hutan Lahan Kering Primer 1,168.20
Hutan Lahan Kering Sekunder 25,259.51
Hutan Tanaman 4,708.40
Perkebunan 173.93
Permukiman 1,098.15
Pertanian Lahan Kering 2,483.30
Pertanian Lahan Kering Bercampur 89,175.26
Semak
Savana 301.71
Sawah 37,463.00
Gambar 2 Peta Penutupan Lahan Tahun 2014
Semak/Belukar 14,438.63
Tambak 7.72
Tanah Terbuka 507.53
Grand Total 179,631.00
Sumber: Citral Landsat 8 Tahun 2015
178
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Jika dibandingkan luas lahan pertanian secara umum, IKL dan Kemiringan lereng (0,027). Sedangkan jenis perbaikan
dengan nilai lebih besar 0,6 memiliki luas lebih kecil yang disarankan terkait KTK adalah: pengapuran atau
11.369 Ha dari luas lahan pertanian secara umum yang penambahan bahan organik, sedangkan kemiringan lereng
merupakan lahan suboptimal untuk pertanian Padi sawah tidak dapat dilakukan perbaikan.
dan perlu mendapatkan manajemen secara khusus. Penggunaan lahan sawah memiliki luas yang lebih kecil
Disinilah peran GDSS, selain dapat menghitung nilai dari luas lahan dengan nilai IKL di atas 0,6, terdapat selisih
indeks kesesuaian lahan juga mampu menampilkan faktor sebesar 6.569 Ha yang merupakan potensi lahan optimal
pembatas yang mendegradasi lahan-lahan tersebut terhadap untuk tanaman Padi sawah. Lahan-lahan tersebut menyebar
optimalisasi produksi tanaman Padi sawah, selain itu GDSS hampir di seluruh kecamatan bagian barat Kabupaten
mampu menampilkan jenis perbaikan lahan yang Gowa, namun daerah yang paling dominan adalah
diperlukan. Gambar 4.51 menunjukkan bahwa lahan Kecamatan Parangloe dan Kecamatan Bajeng. Analisis
terpilih (785.869 mU, 9.421.342 mT) memiliki nilai IKL yang dikembangkan belum mempehatikan lahan-lahan
lebih kecil dari 0,6 karena faktor pembatas: KTK (0,038), permukiman.
Evaluasi lahan sebaiknya dapat diintegrasikan dengan Implikasi penggunaan GDSS memberikan gambaran
variabel lain yang diperlukan dalam pemodelan bagaimana model ini secara konsisten mampu menyajikan
pemanfaatan lahan. Pemodelan GDSS terhadap berbagai alternatif pengembangan penggunaan lahan secara
pemanfaatan lahan seperti yang dilakukan pada sub optimal, mulai dari penggunaan lahan pertanian secara
bahasan 4 mengintegrasikan variabel non biofisik umum, penggunaan lahan sawah eksisting secara khusus,
menggunakan metode Compromise Programming dan integrasi data non biofisik dalam pengembangan
kompensasi penuh (p=1) salah satu contoh, dengan penggunaan lahan. Dari sudut pandang perencanaan
parameternya: RTRW, aksesibilitas, RC Ratio, dan penggunaan lahan dapat diketahui tentang apa yang harus
Preferensi masyarakat, menghasilkan luas lahan dengan dilakukan dan dimana harus direalisasikan. GDSS dapat
nilai skor kesesuaian di atas 0,6 sebesar 38.555 Ha, masih diterapkan secara fleksibel dengan model yang
ada sekitar 2% (1.092 Ha) lahan optimal yang belum memungkinkan sejumlah metode dan prosedur yang
menjadi sawah, kategorisasi hasil CoPro ditunjukkan pada dikembangkan (Baja, 2012).
Gambar 5.
179
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
180
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
Daftar Pustaka
Arif, S., Suriamihardja, D. A., Baja, S., Zubair, H., 2015. A
Spatial Decision Support System of Land
Management in Maros, The Journal of
Information Enggineering and Applications,
IISTE, Vol.5, No.7: 45-51.
Baja, S., 2012. Metode Analitik Evaluasi Sumber Daya
Lahan - Aplikasi GIS, Fuzzy Set, dan MCDM.
Makassar: Identitas Universitas Hasanuddin.
Baja, S., 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam
Wilayah Pengembangan Wilayah, Pendekatan
Spasial dan Aplikasinya. Makassar: ANDI
Yogyakarta.
Burrough, P. A., MacMillan, R. A., and van Deursen, W.,
1992. Fuzzy classification methods for
determining land suitability from soil profile
observations and topography. Journal of Soil
Science, 43:193-210.
Chakroun, H., 2005. Improving Spatial Decision Support
Systems Methodological Developments For
Gambar 6 Overlay Pola ruang dengan IKL Natural Resources And Land Management.
Applied Gis, Volume 1, Number 1, Monash
Gambar 6 menggunakan data IKL hasil perhitungan GDSS University Express.
kemudian proses overlay dengan data vektor pola ruang FAO., 1976. A Framework for land evaluation. Rome:
dilakukan menggunakan software ArcGIS. Pada penelitian Food and Agriculture Organitation of th United
ini, GDSS yang dihasilkan tidak memiliki kemampuan Nations.
untuk melakukan overlay antara data raster dengan dengan FAO., 2012. FAO Statistical Year Book 2012. Rome: Food
data vektor. and Agriculrure Organization of The United
Nations.
4. Kesimpulan Gao, S. Sundaram, D., and Paynter. J., 2004. Flexible
Support for Spatial Decision-Making.
Implikasi GDSS terhadap pengembangan lahan di Proceedings of the 37th Hawaii International
Kabupaten Gowa memberikan gambaran sebaran potensi Conference on System Sciences.
lahan Sawah yang belum digarap sebesar 6.569 Ha, dan Goel, R.K., 1999. Suggested framework (along with
jika melibatkan parameter non biofisik masih terdapat prototype) for realizing spatial decision
1.092 Ha lahan potensil. Sedangkan untuk perencanaan 20 support system (SDSS). Paper presented at
tahun kedepan berdasarkan RTRW, GDSS menunjukkan Map India1999 Natural Resources Information
bahwa masih terdapat 10.306 Ha lahan potensil, dan jika System Conference, New Delhi, India.
melibatkan data non biofisik masih terdapat 4.829 Ha lahan Johnson, A. A., 1991. Development of a simulation based
potensil. land evaluation system using crop modeling,
expert system and risk analysis. Soil Use and
Acknowledgements Management, 7:239-246.
Cikal bakal pengembangan SDSS ini adalah otomatisasi Keenan, P.B., 2006. Spatial decision support system: a
evaluasi kesesuaian lahan berbasis vector yang mulai coming of age. Control and Cybermatics 35(1):
dibangun sejak 9 tahun yang lalu. Banyak pihak yang telah 9-27.
membantu penulis dalam mengembangkan SDSS ini. Liu, X.H., Skidmore, A.K., Oosten, H.V., 2002. Integration
Terimakasih kepada DP2M DIKTI (melalui penelitian of classification methods for improvement of
HIBAH KOMPETENSI), Pemerintah Provinsi Sulawesi land-cover map accuracy. ISPRS Journal of
Selatan melalui Dinas Tata Ruang dan Permukiman Photogrammetry & Remote Sensing 56 (2002)
Provinsi Sulawesi Selatan (melalui kerjasama 257 – 268.
pengembangan SIMTARU), Pusat Pengembangan Malczewski, J., 1999. GIS and Multicriteria Decision
Regional dan Informasi Spasial (WITARIS), Universitas Analysis..New York: John Wiley & Sons.
Hasanuddin, dalam menyediakan data, dana, dan fasilitas Malczewski, J., and Jackson, M., 2000. Multicriteria spatial
lain yang mendukung penelitian ini. allocation of educational resources: An
181
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
182
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2016
Optimalisasi Geosains Dalam Era MEA
Makassar, 6 Agustus 2016
183