Laporan Skill Lab
Laporan Skill Lab
Disusun oleh:
Kelompok A.2018.4
Astriantidiningrum, S.K.H. 18/436242/KH/09872
Dea Aprilan Berkam, S.K.H. 18/436259/KH/09889
Digita Amanati Nurrohmah, S.K.H. 18/436268/KH/09898
Dion Adiriesta Dewananda, S.K.H. 18/436270/KH/09900
Evangelions Kevin Y. G. S. D., S.K.H. 18/436279/KH/09909
Haninditya Istiqomah, R. S., S.K.H. 18/436291/KH/09921
Heni Paramita Indraswari, S.K.H. 18/436293/KH/09923
Lohanthira Kumaar Parumal., S.K.H. 18/436312/KH/09942
Loheswini Murthi, S.K.H. 18/436313/KH/09943
Muhammad Abiyyu U. A., S.K.H. 18/436326/KH/09956
Rachmawati C. A. P., S.K.H. 18/436352/KH/09982
Ratna Kurnia Ramadhani, S.K.H. 18/436357/KH/09987
Rifda Dwiardika Sani, S.K.H. 18/436363/KH/09993
Tiya Mayangsari, S.K.H. 18/436378/KH/10008
Ulayatul Kustiati, S.K.H. 18/436328/KH/10012
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
Latar belakang ..................................................................................................... 4
Tujuan .................................................................................................................. 4
Manfaat ................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
Eritrosit ................................................................................................................ 5
Hemoglobin ......................................................................................................... 7
Packed Cell Volume (PCV)/Hematokrit ............................................................. 7
MCV, MCH, MCHC ........................................................................................... 8
Total Protein Plasma (TPP) ................................................................................. 9
Fibrinogen ......................................................................................................... 10
Leukosit ............................................................................................................. 11
Neutrofil ............................................................................................................ 12
Limfosit ............................................................................................................. 12
Eosinofil ............................................................................................................ 12
Monosit .............................................................................................................. 13
Basofil ............................................................................................................... 14
MATERI DAN METODE .................................................................................... 15
Materi ................................................................................................................ 15
Alat................................................................................................................. 15
Bahan ............................................................................................................. 15
Metode ............................................................................................................... 15
Penghitungan eritrosit .................................................................................... 15
Leukosit ......................................................................................................... 18
Differensial Leukosit ..................................................................................... 19
Penghitungan Hemoglobin (Hb) .................................................................... 20
Penghitungan Packed Cell Volume (PCV) .................................................... 21
Penetapan Total Protein Plasma (TPP) dan Fibrinogen................................. 22
PEMBAHASAN ................................................................................................... 23
KESIMPULAN ..................................................................................................... 33
2
3
SARAN ................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34
3
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pemeriksaan darah rutin adalah suatu uji yang dilakukan terhadap sampel
darah untuk mengukur dan mengevaluasi sel-sel yang bersirkulasi di dalam
pembuluh darah (Ruben, 2019). Pemeriksaan darah rutin memiliki fungsi sebagai
uji cepat untuk mengetahui adanya kondisi infeksi, anemia, kondisi imunitas
tubuh, serta untuk menganalisis berbagai kemungkinan penyakit.
Tujuan
Pemeriksaan darah rutin bertujuan untuk membantu meneguhkan diagnosa
suatu penyakit dengan lebih akurat.
Manfaat
Pemeriksaan darah rutin memudahkan dalam menganalisis suatu penyakit,
sehingga bisa didapatkan diagnosa yang lebih tepat.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Eritrosit
Eritrosit berasal dar ikata erythro = merah; cyte = sel. Erythron terdiri atas
eritrosit yang bersirkulasi dan erythropoietic tissue (sumsum tulang). Pada kondisi
eritrosit oleh sistema retikulo endotelial (SRE) dalam hati, lien dan sumsum
tulang. Sel-selyang tua akan didestruksi oleh SRE di dalam hati, lien, sumsum
pembentukan darah. Eritrosit terdiri dari 60-70% air, 28-35% hemoglobin, matriks
bentuk khusus atau bikonkav), eritrosit mamalia tidak berinti sedang eritrosit unta
dan ungga berinti (Salasia dan Hariono, 2014). Eritrosit memiliki fungsi utama
2012). Hemoglobin merupakan komponen penting dari sel darah merah dan peka
Eritrosit dibentuk melalui proses pematangan yang terdiri dari beberapa tahap
yaitu pembelahan dan perubahan morfologi sel berinti, mulai dari ruriblas,
prorubisit, rubrisit dan metarubrisit (Bast et al., 2000). Eritrosit mrmiliki masa
hidup yang terbatas dan secara bertahap akan digantikan secara terus menerus
cakram bikonkaf yang terwarna merah atau oranye kemerahan saat Pengecatan
Wright. Eritrosit anjing memilki ukuran yang tetap, sementara eritrosit kucing
5
6
besar mamalia tidak bernukleus dan kebanyakan memiliki bentuk bikonkaf. Untuk
eritrosit burung, reptil dan amfibi terdapat inti dan ukurannya lebih besar
Gambar 1. Eritrosit pada Anjing yang secara normal memiliki central pallor
(Weiss dan Wadrop, 2010).
Gambar 2. Eritrosit pada kucing dan ditandai dengan adanya anisositosis (Weiss
dan Wadrop, 2010)
7
eritrosit di dalam sirkulasi darah meliputi jenis hewan, jenis kelamin dan umur.
Hewan dengan ukuran eritrosit yang kecil memiliki jumlah eritrosit lebih tinggi,
dan sebaliknya hewan yang memiliki ukuran eritrosit lebih besar memiliki jumlah
eritrosit yang lebih rendah (Jain, 1993). Faktor-faktor patologis yang dapat
mempengaruhi jumlah eritrosit yaitu defisiensi Fe, penyakit hati, penyakit ginjal
Hemoglobin
Hemoglobin adalah kompeks protein iron porphyrin. Kompleks protein
iron porphyrin lainnya antara lain adalah myoglobin dan enzim-enzim yang
iron porphyrin hemoglobin memiliki peran utama dalam proses fisiologi dalam
ditemukan di dalam 100 ml (1 dl) darah yang dihitung dalam persentase. Kadar
hematokrit yang rendah sering ditemukan pada kasus anemia dan leukemia.
pembentukan sel darah merah yang terlalu banyak atau eritrositosis (Hutajulu et
al., 2015).
ukuran sel darah merah. MCV menunjukkan ukuran sel darah merah tunggal
10 x PCV (%)
Perhitungan : MCV (femtoliter) = Eritrosit (106 sel/μL) (Jain, 1986)
per sel darah merah. MCH biasanya sejajar dengan nilai rata-rata konsentrasi
hemoglobin (per sel darah merah rata-rata) juga dapat dipengaruhi oleh ukuran sel
didalam sel darah merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna
10 x HB(%)
Perhitungan: MCH (picogram) = Eritrosit (106 sel/μL)(Jain, 1986)
PCV. MCHC merupakan penentu paling akurat yang dapat digunakan untuk
(Susanti, 2017)
10 x HB(%)
Perhitungan: MCHC (%/dl) = (Jain, 1986)
PCV
Hariono, 2014). Albumin menduduki 40-60% dari total protein serum tergantung
jenis spesies, umur, lingkungan dan status gizi. Albumin memiliki peranan
penting dalam memelihara tekanan osmose darah, sebagai cadangan asam amino
untuk protein jaringan, sebagai pengikat berbagai zat misalnya penisilin, aspirin,
barbiturate, histamin, bilirubin, dan porfirin (Salasia dan Hariono, 2010). Globulin
di dalam darah berfungsi sebagai antibodi untuk melindungi tubuh (Home, 2000).
inaktivasi zat-zat toksik (detoksikasi), mengangkut asam lemak bebas, dan asam-
hepar dengan ditunjang oleh vitamin K yang cukup (Salasia dan Hariono, 2010).
Uji total protein plasma digunakan untuk mengukur kadar protein dalam tubuh
dan terutama untuk mengukur kadar albumin dan globulin (Krall, 2000).
kekurangan gizi (Salasia dan Hariono, 2010). Kenaikan total protein plasma
mungkin mengindikasikan :
pengecekan hematokrit),
Fibrinogen
Menurut Leoci (2014) dan Salasia dan Hariono (2014), fibrinogen
menghentikan perdarahan dengan membuat blood clot pada area luka. Nilai
normal pada fibrinogen adalah 100-300 mg/dL, tergantung dari metode yang
digunakan. Jumlah fibrinogen yang memiliki sifat fase akut dapat meningkat pada
fibrinogen (g/dL) dengan konsentrasi TPP (g/dL). Hasil yang didapat kemudian
11
dikalikan dengan angka 100 (Cowell, 2004). Menurut Salasia dan Hariono (2014),
kondisi dehidrasi dapat terjadi adanya peningkatan kadar fibrinogen maupun total
hipoproteinemia berat)
pada beberapa hewan seperti misalnya sapi memiliki nilai 300-700 mg/dL, kucing
Leukosit
Leukosit merupakan unit aktif sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini
darah menuju ke jaringan tubuh untuk digunakan. Fungsi sel darah putih yaitu
untuk pertahanan tubuh yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang
mungkin ada dengan cara mentransportasikan secara khusus pada daerah yang
terinfeksi dan yang sedang mengalami peradangan (Guyton dan Hall, 2006).
darah menurun di bawah kisaran dalam keadaan normal. Leukosit pada mamalia
leukosit di atas normal dari total leukosit per mikroliter. Tingkatan leukositosis
berdasarkan penyebab, resistensi hewan, macam infeksi, lokasi dari respon radang,
modifikasi dari terapi dan variasi spesies dalam merespon stress. Leukositosis
dapat terjadi pada keadaan intoksikasi, infeksi, hemoragi akut, hemolisis akut,
Neutrofil
Fungsi utama dari neutrofil adalah sebagai agen fagositik sehingga penting
darah. Hal ini terjadi karena infeksi bakteri atau inflamasi akibat lesi (Jackson,
2007). Ada dua jenis neutrofil, yaitu neutrofil band/pit (imatur, belum matang,
dewasa) dan neutrofil bersegmen (matur, matang, dewasa) (Salasia dan Hariono,
2014).
Limfosit
Limfosit memiliki nukleus berukuran besar, sedikit melengkung, dan
predominan, namun terdapat juga limfosit besar. Limfosit besar memiliki ukuran
yang hampir sama dengan neutrofil (Lester et al, 2005). Limfosit memiliki 2 jenis
utama, yaitu limfosit T (memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa
menemukan dan merusak beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel
yang menghasilkan antibodi atau sel plasma) (Salasia dan Hariono, 2014).
Eosinofil
Eosinofil merupakan leukosit polimorfonuklear yang dinamakan
tubuh antara lain adalah pertahanan terhadap parasit cacing, sel efektor pada
kejadian asma dan penyakit alergi, mengatur proses keradangan, fagositosis, serta
Eosinofilia pada kejadian infeksi parasit lebih sering terjadi ketika infeksi
bersifat kronis berkaitan dengan kejadian inflamasi pada organ-organ yang kaya
akan sel mast seperti kulit, saluran pencernaan, dan uterus. Eosinofilia
limfoma, tumor sel mast, dan tumor solid. Eosinopenia merupakan penurunan
jumlah eosinofil dalam sirkulasi dan mekanismenya belum diketahui secara pasti.
dapat dijumpai pada inflamasi atau infeksi yang bersifat akut di mana kedua
substansi tersebut dilepaskan di dalam tubuh. Hewan yang berada dalam kondisi
Monosit
Monosit dan makrofag (monosit yang berada di jaringan) merupakan
intraseluler. Selain fungsi tersebut monosit dan makrofag berperan dalam regulasi
zat besi, membersihkan sel-sel yang sudah mati atau jaringan yan mengalami
jumlah monosit dalam sirkulasi. Monositosis dapat terjadi karena adanya kondisi
malignan atau pun reaksi terhadap kadar kortikosteroid eksogen atau endogen
Monositopenia memiliki nilai yang relatif kurang signifikan karena jumlah sel
infeksi parvovirus.
Basofil
Basofil merupakan komponen leukosit yang memiliki kemiripan dengan
sel mast baik secara biokimiawi ataupun fungsi. Basofil berperan dalam reaksi
cacing (tidak sekuat eosinofil), rekruitmen sel neutrofil dan eosinofil dalam reaksi
IgE sehingga seringkali diikuti oleh eosinofilia, oleh karena itu respon alergi dan
kejadian basofilia. Apabila tidak ada alergi dan parasitisme, maka kejadian
penurunan jumlah basofil dalam sirkulasi. Basofil jarang ditemui pada hewan
Materi
Alat
mikroskop.
Bahan
Metode
Penghitungan eritrosit
menentukan jumlah sel per mikroliter (µL) kadang disebut sebagai milimeter
kubik darah. Tipe yang paling sering digunakan adalah 2 set yang identik terdiri
dari kisi-kisi yang paralel dan setiap garisnya perpendikular yang disebut
Empat kotak disudut dibagi menjadi 16 kotak yang lebih kecil, dan kotak
yang tengah disebut super square, yang dibagi menjadi 400 kotak-kotak kecil (25
diciptakan untuk menahan jumlah yang tepat dari sampel (0,9 µL). setiap 9 kotak
pada kisi-kisi Neubauer dapat menampung 0,1 µL. Jumlah sel yang diketahui
15
16
dalam bagian kisi-kisi dan jumlah sampel dalam area tersebut menjadi landasan
untuk perhitungan jumlah sel permikroliter darah. (Hendrix dan Sirois, 2007).
atau dengan alat spektrofotometer (Salasia dan Hariono, 2014). Pada penelitian ini
mengisi dua tabung khusus dari set alat spektrofotometer dengan reagen Drabkin
diatur panjang gelombang cahaya 540 nm. Masukkan tabung kontrol dan
kemudian putar tuas pengatur hingga jarum penunjuk menunjukkan angka 100
pada skala spektrofotometer. Keluarkan tabung kontrol dan ganti dengan tabung
lain yang berisi reagen Drabkin + darah. Angka yang ditunjukkan pada skala
Perhitungan nilai packed cell volume (PCV) dapat diukur menggunakan metode
Pada penelitian ini pengukuran nilai packed cell volume (PCV) menggunakan
memisahkan sel dari plasma. Eritrosit akan berkumpul pada dasar tabung, leukosit
dan platelet muncul sebagai garis putih tipis (buffy coat) antara eritrosit dan
plasma. Tabung kapiler yang telah disentrifus diletakan pada skala PCV sehingga
setelah dilakukannya perhitungan eritrosit dan nilai packed cell volume (PCV)
disebut normositik, 2. Nilai MCV naik pada peningkatan aktivitas sumsum tulang
generatif dan defisiensi faktor hemolitik (vitamin B12 dan asam folat) disebut
makrositik, dan 3. Nilai MCV menurun pada penyakit cacing kronis, gangguan
absorpsi Fe, dan defisiensi Cu disebut mikrositik (Salasia dan Hariono, 2014).
normal disebut normokromik, 2. Nilai MCHC naik pada kasus penyakit hati,
Nilai MCHC menurun pada kasus kehilangan darah jangka waktu lama dan
gangguan penyerapan zat besi disebut hipokromik (Salasia dan Hariono, 2014).
Leukosit
reagen turk untuk darah mamalia dan menggunakan pipet 11 untuk perhitungan
leukosit. Darah diencerkan sesuai standar pada pipet 11. Sel darah putih dihitung
sel darah putih. Hasil perhitungan pada keempat kotak hemositometer dikali
dengan konstanta 50 untuk mendapatkan nilai total sel leukosit/uL Jumlah total
leukosit yang diperoleh digunakan sebagai dasar untuk menghitung nilai absolute
stained, dengan perbesaran 400 kali sel leukosit dihitung hingga 100 sel kemudian
dihitung persentase tiap sel dalam rentang 100 tersebut. Morfologi leukosit
Differensial Leukosit
hemoglobin (Hb), jumlah sel darah putih (lekosit), Hitung jenis sel darah putih
terdiri dari gambaran darah tepi, hematokrit (Ht), indeks eritrosit, retikulosit,
trombosit dan lain-lain. Pada hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis
abnormal dalam darah tepi atau perifer. Sel lekosit normal merupakan sel lekosit
yang sudah matur atau dewasa yang beredar pada darah perifer dan terdiri dari
basofil, eosinofil, netrofil batang, netrofil segmen, limposit dan monosit. Sel
lekosit abnormal merupakan sel lekosit yang masih muda secara normal ada
dalam sumsum tulang dan dalam beberapa kasus dijumpai pada darah perifer.
Untuk dapat melakukan hitung jenis lekosit diperlukan preparat apus darah tepi
yang baik.
Kriteria preparat darah hapus yang baik adalah lebar dan panjangnya
angsur menipis dari kepala ke ekor, tidak berlubang, tidak terputus-putus, tidak
terlalu tebal dan mempunyai pengecatan yang baik. Morfologi preparat darah
hapus dibagi tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Pada bagian badan dibagi
20
dalam enam zona (daerah baca) yang dimulai dari zona 1 yang berada dekat
Hitung jenis lekosit dimulai dari zona VI yang biasanya terdapat jenis
lekosit yang berukuran besar menuju ke zona IV yang terdapat konsentrasi seri
limfosit tua (ukuran lebih kecil). Hitung jenis lekosit dilakukan sampai jumlah
lekosit terpenuhi 100 sel dengan catatan tidak ada indikasi abnormal. Akan tetapi
seringkali penghitungan sudah mencapai 100 sel sebelum sampai ke zona IV.
hasilnya sudah 100 sel maka hasil yang didapat banyak sel PMN dan monosit
apus darah tepi adalah simetris antara bagian atas dan bawah. Oleh karena itu
bagaimana bila pada penghitungan jenis lekosit dilakukan pada salah satu zona
saja yaitu zona atas atau bawah dari mulai zona VI menuju zona IV sehingga
kemungkinan kelebihan dari 100 sel lekosit dapat teratasi dan waktu pembacaan
menjadi lebih efisien serta sebaran jenis lekosit dapat terbaca dalam penghitungan.
sahli, pipet sahli, pipet tetes, batang pengaduk Hb sahli, aspirator, dan tissue.
Bahan yang digunakan adalah HCl 0,1 N, darah, dan aquades. Caranya adalah
darah diisap dengan pipet Hb sampai tanda 20 µl. Lalu darah dialirkan dari pipet
HCl. Selanjutnya isap kembali isi tabung ke dalam pipet kemudian tiupkan
kembali isi pipet ke dalam tabung, lakukan hal ini 2 sampai 3 kali agar sisa-sisa
darah terbilas ke dalam tabung. Aquades ditambahkan tetes demi tetes, sambil
mengaduk isi tabung sampai diperoleh warna isi tabung sama dengan warna
standar yang ada di komparator. Tepat 3 menit setelah darah tercampur dengan
HCl, warna larutan dibaca dan disamakan dengan warna gelas standar. Tinggi
larutan sesuai dengan skala yang menunjukkan kadar Hb dalam gr/100 dL.
Packed Cell Volume (PCV) dihitung dengan darah yang telah diberi
Cara:
g/100 ml). Skala protein plasma dapat dilihat dengan mengamati garis
setelah itu lapisan plasma yang jernih dipotong dan diteteskan pada alat
TS-meter.
23
24
jumlah eritrosit di dalam sirkulasi darah meliputi faktor fisiologis dan patologis.
laktasi, dan tempat ketinggian. Faktor yang bersifat patologis yang juga
sumsum tulang, penyakit akibat virus, gangguan hormonal, gagal ginjal kronis,
dalam sirkulasi darah (Meyer dan Harvey 2004). Rendahnya atau menurunnya
salah satu dari parameter eritrosit, yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi Hb,
dan nilai hematokrit, dalam sirkulasi darah dibawah nilai interval normal disebut
angkut O2. Anemia bukan merupakan penyakit melainkan gejala klinis. Biasanya
muncul sebagai respons sekunder akibat adanya penyakit atau gangguan fungsi
organ.
paling sering dijumpai pada hewan anjing dan kucing. Anemia dapat
tersebut zat besi banyak dialihkan ke fetus maupun ke anak pada saat
proses menyusui. Suplai zat besi pada saat bunting dialihkan pada fetus untuk
pembentukan sel darah merah (Tumbelaka et al.2005). Anemia juga dapat terjadi
pada kasus hemolisis dan hemoragi. Pada kasus hemoragi, apabila terjadi
eritrosit berkurang secara drastis. Jumlah eritrosit dapat pula dipengaruhi oleh
nutrisi dalam pakan seperti zat besi, Cu, vitamin dan asam amino. Defisiensi
vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan kegagalan proses eritropoiesis,
sehingga produksi eritrosit menurun, dan jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah
menjadi rendah.
pertambahan umur, dan pada umur satu tahun mencapai nilai yang stabil.
Jumlah eritrosit pada saat kelahiran hampir 12 kali lipat lebih banyak
daerah dataran tinggi sangat rendah. Adanya hipoksia jaringan akan merangsang
kecukupan zat besi dalam tubuh. Zat besi dibutuhkan dalam produksi
rendah. Zat besi juga berperan dalam sintesis Hb dalam eritrosit dan mioglobin
dalam sel otot. Zat besi dibutuhkan dalam sintesis heme sehingga dapat
jaringan lebih baik dan eksresi karbon dioksida lebih efisien sehinggga
Foster (2009), nilai hematokrit yang tinggi dapat dijumpai pada hewan yang
mengalami dehidrasi, berada pada dataran tinggi, dan pada lingkungan yang
rendah oksigen.
yaitu jenis kelamin, status nutrisi, keadaan hipoksia dan ukuran eritrosit. Aktivitas
dan menyingkirkan sel-sel rusak dan abnormal. Fluktuasi jumlah leukosit total
pada tiap individu cukup besar dan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Jumlah leukosit total di dalam sirkulasi darah pada umumnya dipengaruhi oleh
jumlah neutrofil atau limfosit di dalam sirkulasi darah. Jumlah leukosit total
musim, sedikit dipengaruhi jenis kelamin, dan sangat dipengaruhi oleh umur
hewan.
umur juga sangat berpengaruh, dimana hewan yang berumur muda akan memiliki
jumlah leukosit total yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dewasa.
stabil. Hal ini disebabkan karena organ pembentuk sel darah, seperti limpa
hewan(Jain 1993).
fisik. Keadaan ini sering terjadi pada kondisi stres (akut). Apabila
hewan mengalami stres, tubuh akan melepaskan hormon kortisol dan epineprin.
Peningkatan jumlah leukosit total yang nyata terutama terjadi pada kondisi infeksi
lokal oleh bakteri piogenik, misalnya pada piometra dan abses. Leukositosis
bersifat kronis.
leukopenia. Anemia merupakan suatu kondisi penurunan jumlah eritrosit, Hb, atau
dengan nilai perhitungan mean corpuscular volume (MCV) yang meningkat dan
jenis ini terjadi akibat defisiensi vitamin B12, asam folat, cobalt, erythemic
merupakan penurunan jumlah total leukosit dari batas standar normal. Leukopenia
dan heteropenia sering terjadi akibat adanya infeksi virus seperti herpesvirus,
Hasil pemeriksaan darah Kelinci Lucu dengan jenis kelamin betina dan
kelinci betina dewasa bernilai 9.8 – 15.8%; eritrosit 5.11 – 6.5 x 106 sel/mm3;
serta leukosit total 5.3 – 10.6 x 103 sel/mm3. Nilai hemoglobin pada kelinci Lucu
mengalami kenaikan.
menyerang pada hewan-hwan yang sudah tua, namun hal ini jarang ditemukan.
32
darah (ketebalan). Karena sel darah merah mengambil porsi terbesar dari volume
adalah nonlinier: PCV> 70% menghasilkan viskositas normal dua kali lipat.
Leukosit atau sel darah putih berperan melindungi diri dari infeksi dan
sebagai respons terhadap penyakit tersebut. Leukosit tinggi dapat menjadi tanda
bahwa ada sesuatu yang tidak normal dalam tubuh hewan. Leukositosis terjadi
ketika jumlah sel darah putih yang terdapat dalam tubuh lebih tinggi dari jumlah
lelah, mudah demam, lebih mudah mengalami perdarahan, adanya memar pada
obat yang menambah produksi sel darah putih, peningkatan produksi sel darah
putih untuk melawan infeksi, kelainan sistem kekebalan tubuh yang meningkatkan
produksi sel darah putih, serta produksi sel darah putih tidak normal karena
SARAN
33
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K.G. 2012. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit FK-UI
Bast, R.F., Donal, W.K., Raphael, E.P., et al. 2000. Cancer Medicine. New
Yorsk: BDC Decker inc.
Benjamin, M. M. 1978. Outline of Veterinary Clinical Pathology. The United
Sated University Press, Lowa
Coles, E. H. 1986. Veterinary Clinical Hematology 5th Edition. London : Chircill
Livingstone
Cote, E. 2015. Clinical Veterinary Advisor: Dogs and Cats Third Edition. USA:
Mosby Elsevier.
Cowell, R.L. 2004. Veterinary Clinical Pathology Secrets. Oklahoma: Elsevier
Mosby. Hal: 56
Falcone, Franco H., Helmut haas, Bernhard F. Gibbs. 2000. The human basophil :
a new appreciation of its role in immune responses. Blood journal
volume 96 number 13
Frandson, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Guyton, A. C. Hall, J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. ECG,
Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 1991. Textbook of Medical Physiology, W.B.
Saunders Company, Harcout Brace Javanovic, Inc. Philadelphia.
Handayani, W; dan Haribowo, A. S. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Harvey, A. dan Tasker, S. 2013. BSAVA Manual of Feline Practice: A Foundation
Manual. UK: British Small Animal Veterinar Association. Hal.321-322.
Harvey, J.W. 2012. Veterinary Hematology, A Diagnostic Guide and Color Atlas.
Elsevier Saunders: Missouri
Harvey, W. J. 2001. Atlas of Veterinary Hematology: Blood and Bone Marrow of
Domestic Animals. Philadelphia: W.B. Saunders
Hendrix, C. M. and Sirois, M. 2007. Laboratory Procedures for Veterinary
Technicians. Mosby Elsevier, 11830 Westline Industrial Drive St. Louis,
Missouri 63146, USA. pp.33-41.
Hoffbrand AV, Pettit JE and Moss PAH.2005. Essensial Haematology. 4.Ed,
Blackwell Science, Ltd. Oxford
Home, M. M. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-asam Edisi ke-2.
Jakarta: EGC.
Hutajulu, N.I., Taudjidi, A.A., Fridayenti. Gambaran Hematokrit pada Pasien
Stroke Iskemik di RSUD Arifin Ahmad Provinsi Riau. JOM FK 2(1). Pp.
1-10
Indrawari, S. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta
Islam, M.S., N.S. Lucky, M.R. Islam, A. Ahad and B.R. Das et al., 2004.
Haematological parameter of fayoumi, assil and local chicken reared in
sylhet region in Bangladesh. Int. J. Poult. Sci., 3: 144-147.
Jackson, M.L. 2007. Veterinary Clinical Pathology an Introduction. Iowa:
Blackwell Publishing. hlm. 55-62.Jakarta, pp. 167.
34
35
Kahn, C.M. 2010. The Merck Veterinary Manual 10th Edition. USA:
MerckdanCo.
Kamuh, S.S.P., Mongan, A.E., Memah M.F. 2015. Gambaran Nilai Hematokrit
dan Laju Endap Darah pada Anak dengan Infeksi Virus Dengue di
Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM) 3(3). Pp. 739-742
Kerr, M.G. 2002. Veterinary Laboratory Medicine, Clinical Biochemstry and
Haematology 2nd Ed. London: Blackwell Science. hlm. 244-308.
Kral, I. and P. Suchy, 2000. Haematological studies in adolescent breeding cocks.
Acta Veterinaria Brno, 69: 189-194.
Krall, I; dan Suchy, P. 2000. Haematological studies in adolescent breeding cocks.
Acta Veterinaria Brno, 69:189-194.
Lawhead, J.B., dan J.M., Baker. 2005. Introduction to Veterinary Science.
Australia: Thomson and Learning.
Leoci, R. 2014. Animal by-products (ABPs): origins, uses, and European
regulations. Sottoriva: Universitas Studiorum. Hal: 47.
Lester, V.K., Tarpley, H.L., Latimer, K.S. 2005. Small Mammals Hematology:
Leucocyte Identification and Plasma Serum in Rabbits and Guinea Pigs.
Dept.of pathology college of veterinary medicine. University of Georgia,
Athens. pp231-237.
Oyewale, J.O., 1987. Haematological studies on apparently healthy Nigerian
domestic chickens (Gallus domesticus). Bull. Anim. Health Prod. Afr.,
35: 108-112.
Parwaresch, M.R. 1976. The Human Basophil : Morphology, origin, Kinetics
function, and Pathology. New York : Springer-verlag
Putriani, S., dan Soma, I. G. 2012. Nilai Hematokrit, Kadar Hemoglobin, dan
Total Eritrosit Ayam Pedaging yang Diinjeksi Kombinasi Tylosin dengan
Gentamicin. Indonesia Medicus Veterinus 1 (4) : 492 – 504
Salasia, S.I.O. dan Hariono, B. 2014. Patologi Klinik Veteriner: Kasus Patologi
Klinis. Yogyakarta: Samudra Biru.
Sink., C.A., dan Feldman, B.F. 2004. Laboratory Urinalysis and Hematology for
the Small Animal Practitioner. Teton NewMedia: South Hwy.
Stockham, S. L., Scott, M.A. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical
Pathology 2nd Edition. Willey-Blackwell. UK.
Susanti, A. 2017. Pengaruh Penambahan Kapang Rhizopus Oryzae dan
Chrysonilia Crassa dalam Ransum terhadap Profil Darah Merah Ayam
Broiler yang Dipelihara pada Kondisi Panas. Skripsi. Universitas
Diponegoro. Semarang
Teske, E. 2010. Section IV – Leukocytes. Dalam: Schalm’s Veterinary
Hematology. 6th Ed. Weiss, D.J. dan Wardrop, K.J. Blackwell
Publishing: Iowa.
Theml, H., Diem, H dan Haferlach, T. 2004. Color Atlas of Hematology. Thieme.
Stuttgart.
Valli, VE. 2007. Veterinary Comparative Hematopathology. Blackwell
Publishing, Iowa.
Weiss, D. J., Wardrop, K. J. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology 6th edition.
Iowa: Blackwell Publishing.
36