Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PRAKTIKUM

MK SISTEM EKONOMI
WILAYAH

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH


PROVINSI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN
ANALISIS PEMUSATAN AKTIFITAS, DEKOMPOSISI
PERTUMBUHAN, ENTROPI WILAYAH, PEWILAYAHAN,
DAN INDEKS WILLIAMSON

Eri Addharu
A156170141

ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCASARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perencanaan adalah rangkaian kegiatan yang menetapkan hal-hal yang akan
dikerjakan pada waktu yang akan dating berdasarkan fakta-fakta dan pemikiran
yang matang dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan. Perencanaan juga
merupakan pedoman dan acuan bagi para pelaksana kegiata, agar kegiatan yang ada
dapat berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan bersama
(Sumaryadi, 2005). Pengembangan wilayah adalah strategi memanfaatkan dan
mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal
(peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang
merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah
(Riyadi, 2000). Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam pembangunan
suatu wilayah adalah alokasi sumberdaya yang kurang merata di suatu wilayah.
Alokasi sumberdaya yang dibutuhkan agar pembangunan wilayah dapat berjalan
dengan lancar. Optimasi alokasi sumberdaya dalam suatu wilayah sangat
diperlukan, maka metode pemograman linear diperlukan untuk memaksimalkan
keuntungan yang didapatkan atau dapat meminimumkan biaya produksi dalam
suatu wilayah.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bagaimana suatu
perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu, dalam jangka waktu
yang cukup panjang, dan di dalamnya terdapat kemungkinan terjadi penurunan atau
kenaikan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi dapat juga didefinisikan sebagai
proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi dan 2 peningkatan kesejahteraan.
Pertumbuhan ini ditandai dengan adanya pembangunan yang lebih baik, meliputi
bidang produksi maupun infrastruktur. Proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat
self generating. Hal ini berarti bahwa proses pertumbuhan menghasilkan kekuatan
bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode
selanjutnya.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan dari pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dapat diartikan sebagai total nilai barang
dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu 3 tertentu (satu
tahun). Cara perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu:
pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.
Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu
tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya,
dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) sektor atau lapangan usaha, yaitu: Pertanian;
Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih;
Bangunan; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi;
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan serta Jasa-Jasa (BPS, 2007). Menurut
pendekatan pengeluaran, PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan
akhir, yaitu: pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto,
perubahan stok dan ekspor netto dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Ekspor
netto adalah ekspor dikurangi impor (BPS, 2007). Menurut pendekatan pendapatan,
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut
serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu
tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa
rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong
pajak penghasilan dan pajak lainnya (BPS, 2007).
Pembangunan suatu daerah tergantung pada kemampuan daerah tersebut
dalam mengelola kekayaan alam yang dimiliki. Setiap daerah diberi kebebasan
dalam mengelola sumber daya lokal dan dituntut untuk bisa menemukan potensi
pengembangan ekonomi unggulannya, terlebih lagi setelah diberlakukannya
otonomi daerah tahun 1999. Dengan ekonomi unggulan itu, daerah juga dituntut
berupaya mengoptimalkan penggunaan input dan perbaikan proses agar ekonomi
unggulan dapat dimanfaatkan potensinya secara optimal sehingga dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat yang pada gilirannya akan tercipta kesejahteraan
masyarakat.
Perbaikan ekonomi akan terjadi sejalan dengan implementasi berbagai
kebijakan pemerintah di sektor riil yang didukung dengan terjaganya stabilitas
makroekonomi serta membaiknya persepsi bisnis para pelaku ekonomi dan
kepercayaan masyarakat. Pengaruh sektor ekonomi secara nasional, belum tentu
memengaruhi kinerja sektor ekonomi yang sama di daerah lain. Oleh karena itu,
diperlukan kajian mengenai sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan
di suatu daerah karena adanya sektor-sektor ekonomi unggulan dapat
membangkitkan kinerja sektor riil yang nantinya akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Selain itu, pemerintah juga bisa fokus dalam
memperbaiki iklim investasi dan infrastrukturnya serta menetapkan berbagai
kebijakan yang tepat terkait dengan adanya sektor-sektor unggulan tersebut.
Tujuan
Tujuan dari penghitungan analisis potensi wilayah bertujuan melihat
karakteristik potensi suatu wilayah yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan dari pelaksanaan pembangunan yang telah dilaksanakan di dalam
suatu wilayah yang dipilih menjadi studi kasus sehingga dapat dijadikan sebagai
alat evaluasi.
METODE ANALISIS
Metode analisis yang digunakan akan dijelaskan tiap bagian dari materi
yang telah diberikan.

1. Pemusatan Aktivitas.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sebaran pemusatan aktivitas yang
terdapat di suatu wilayah dengan menghitung besar nilai Localization Quotient
(LQ), Localization Index (LI), dan Specialization Index (SQ). Urutan dalam
menganalisis pemusatan akan dijabarkan sebagai berikut.

Mempersiapkan Analisis
data PDRB
Menghitung Menghitung Menghitung
wilayah nilai LQ nilai LI nilai SI data

Untuk menghitung nilai Localization Quotient (LQ) menggunakan rumus

LQ  X IJ
/X I.
IJ
X .J
/X ..
Keterangan:
Xij : nilai aktifitas jenis ke-j di wilayah ke-i
Xi. : jumlah seluruh aktifitas di wilayah ke-i
X.j : jumlah aktifitas ke-j di seluruh unit wilayah
X.. : jumlah seluruh aktifitas di seluruh unit wilayah
Kisaran nilai LQ:
0 : aktifitas tidak berkembang
1 : perkembangan aktifitas sama dengan rataan seluruh unit wilayah
<1 : perkembangan aktifitas di bawah rataan seluruh unit wilayah
>1 : perkembangan aktifitas lebih tinggi dari perkembangan rataan seluruh unit
wilayah atau indikasi adanya pemusatan aktifitas di unit wilayah tersebut
Untuk menghitung nilai Localization Index (LI) menggunakan rumus

 X 

n
X
2 
1 
ij

i.
LI J
I 1 
X .j X .. 

Interpretasi LI (Localization Index) :
~0 : perkembangan aktifitas bersifat indifferent, tidak ada perbedaan tingkat
performa untuk dikembangkan di seluruh lokasi
~1 : ada indikasi terjadi pemusatan aktifitas tertentu di salah satu unit wilayah
Untuk menghitung nilai Specialization Index (SQ) menggunakan rumus
P  X X 
SI i  1 2

ij .j

j 1  X i X .. 
Interpretasi SI (Specialization Index) :
~0 : kecenderungan unit wilayah tidak memiliki kekhasan aktifitas
~1 : ada indikasi unit wilayah tertentu memiliki aktifitas khas
Nilai LI dan SI berkisar antara 0 – 1

2. Perkembangan Wilayah (Konsep Entropi Wilayah).


Teknik analisis konsep entropi wilayah digunakan untuk mengetahui
perkembangan dari suatu wilayah. Tahap dalam menganalisis konsep entropi
wilayah akan dijelaskan sebagai berikut.
•Mempersiapkan data PDRB wilayah Kalimantan Barat tahun 2011 dan 2016
1 •Menghitung Jumlah aktivitas daerah

•Menghitung Peluang Aktivitas


2 •Menghitung nilai logaritma Aktivitas

•Menghitung Entropi dan Perkembangan Relatif


3 •Analisis data

3. Dekomposisi Pertumbuhan Shift Share Analysis (SSA).


Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat
keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam cakupan wilayah
agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local sector) di wilayah
tersebut. Tahapan dalam Shift Share Analysis adalah sebagai berikut.
Mempersiapkan data PDRB wilayah Kalimantan Barat tahun 2011 dan
1 2016

Menghitung Shift Share Analysis (SSA) berdasarkan Regional Share (RS),


2 Proportional Shift (PS), dan Differential Shift (DS)

3 Menganalisis Data

Dimana SSA dapat dihitung dengan rumus :

A B C
A : Regional Share (RS) C : Differential Shift (DS)
B : Proportional Shift (PS)

4. Model Persamaan pertumbuhan.


Merupakan teknik untuk menduga pertumbuhan penduduk. Menggunakan
aplikasi komputer berupa software yang bernama “STATISTICA 7.0”. Tahapan
untuk membuat model persamaan pertumbuhan adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapkan data untuk pemodelan persamaan pertumbuhan

2. Buka aplikasi “STATISTICA 7.0”


• Masukan data dan lakukan Analisis data dengan memasukan model persamaan sebagai
berikut
• Linear : Y = a+bX
• Kuadratik : Y = a+bX+cX2
• Eksponensial : Y = a exp(bX)
• Saturation : Y = (a.exp(b+cX))/(1+(exp(b+cX))

3. Membuat grafik hasil model persamaan

5. Teknik perwilayahan dengan analisis grombol


Secara umum terdapat dua metode yang digunakan dalam analisis gerombol,
yaitu :
a. Metode berhirarki
•Persiapan data dalam bentuk excel. Kemudian pindahkan data ke aplikasi statistica
7.0
a •Beri keterangan pada header dan name pada data.
•Melakukan analisis cluster berhirarki dengan aplikasi
•pilih multivariate exploratory technique --> Cluster analysis --> Joining (Tree
b Analysis)
•Pilih rule dangan ward method dan masukan variabel
c •Output akan keluar dalam bentuk diagram pohon dan lakukan analisis

b. Metode tak berhirarki


•Persiapan data dalam bentuk excel. Kemudian pindahkan data ke aplikasi statistica
7.0
a •Beri keterangan pada header dan name pada data.
•Melakukan analisis cluster berhirarki dengan aplikasi
b •pilih multivariate exploratory technique --> Cluster analysis --> K-Means Clustering

•Pilih cases (rows) pada cluster kemudian masukan variable


c •Lakukan analisis pada output keluaran, ragam dan grafik.

6. Tingkat Pemerataan Wilayah


Untuk menganalisis tingkat pemerataan wilayah, digunakan teknik analisis
menggunakan indeks Williamson, digunakan untuk melihat ketimpangan antar
wilayah atau melihat ketimpangan secara horizontal. Indeks Williamson disajikan
pada Gambar 5.

Gambar 5. Indeks Williamson


Dimana :
IW : Indeks Williamson
Yi : PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat
Y : PDRB Per Kapita Provinsi Kalimantan Barat
fi : Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat
n : Jumlah Penduduk Provinsi Kalimantan Barat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pemusatan Aktifitas (Analisis Keunggulan Komparatif Wilayah)

Tabel 1 Nilai LQ kab. Kapuas Hulu


Tahun
Sektor
2011 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.585 0.625
Pertambangan dan Penggalian 0.895 0.962
Industri Pengolahan 0.808 0.844
Pengadaan Listrik dan Gas 1.771 1.512
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2.496 2.420
Konstruksi 1.439 1.358
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1.319 1.331
Transportasi dan Pergudangan 0.662 0.639
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.407 1.364
Informasi dan Komunikasi 0.868 0.858
Jasa Keuangan dan Asuransi 1.337 1.235
Real Estate 0.988 0.936
Jasa Perusahaan 1.641 1.467
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.111 0.854
Jasa Pendidikan 1.584 1.358
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.035 0.999
Jasa lainnya 1.630 1.573

LQ Kabupaten Kapuas Hulu- Kalimantan Barat


3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
0.500
0.000

Tahun 2011 tahun 2016

Gambar 1 Grafik Nilai LQ Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2011 dan 2016
Tabel 2 Nilai LI Kab. Kapuas Hulu-Kalimantan Barat
Penye Administ
Pengadaa Perdagang
diaan rasi
Pertania n Air, an Besar Trans
Pertam Akom Infor Jasa Pemerint Jasa
n, Indust Pengada Pengelol dan portas Jasa
bangan odasi masi Keuang ahan, Jasa Kesehata Jasa
Kehutan ri an aan Konst Eceran; i dan Real Peru
Sektor dan dan dan an dan Pertahan Pendidi n dan lainn
an, dan Pengo Listrik Sampah, ruksi Reparasi Pergu Estate saha
Penggal Maka Komu Asurans an dan kan Kegiatan ya
Perikana lahan dan Gas Limbah Mobil dan danga an
ian n nikasi i Jaminan Sosial
n dan Daur Sepeda n
Minu Sosial
Ulang Motor
m Wajib
Tahun
0.01 0.00 0.00 0.02 0.04 0.01 0.01 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00 0.02 0.00 0.01 0.00 0.02
2011
LI Kalbar 0.24 0.38 0.16 0.37 0.43 0.12 0.12 0.35 0.13 0.09 0.30 0.06 0.16 0.14 0.18 0.12 0.22
Tahun
0.01 0.00 0.00 0.01 0.04 0.01 0.01 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01
2016
LI Kalbar 0.27 0.38 0.15 0.36 0.42 0.12 0.11 0.34 0.13 0.09 0.25 0.07 0.14 0.13 0.16 0.13 0.20

Nilai LI Kabupaten kapuas Hulu


0.04
0.04
0.03
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01 Tahun 2011
0.00
Tahun 2016

.
Gambar 2 Nilai LI Kabupaten kapuas Hulu
Tabel 3 Nilai SI Kabupaten Kapuas Hulu-Kalimantan Barat
Tahun
Sektor
2011 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.050 0.040
Pertambangan dan Penggalian 0.002 0.001
Industri Pengolahan 0.016 0.013
Pengadaan Listrik dan Gas 0.000 0.000
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.001 0.001
Konstruksi 0.020 0.020
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0.025 0.026
Transportasi dan Pergudangan 0.007 0.008
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.005 0.004
Informasi dan Komunikasi
0.002 0.003
Jasa Keuangan dan Asuransi 0.005 0.005
Real Estate 0.000 0.001
Jasa Perusahaan 0.002 0.001
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
0.003 0.004
Jasa Pendidikan 0.013 0.008
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.000 0.000
Jasa lainnya 0.004 0.003
Nilai SI 0.157 0.138

Nilai SI kabupaten kapuas Hulu


0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000

Tahun 2011 Tahun 2016

Gambar 3 Nilai Si Kabupaten Kapuas Hulu

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang digunakan


untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan
wilayah agregat yang lebih luas. Analisis LQ dapat digunakan untuk melihat sektor
basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi
sektor basis atau keunggulan komparatif suatu wilayah (Rustiadi 2011). Location
Quotient merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam
aktivitas tertentu dengan pangsa aktivitas tersebut dalam wilayah secara agregat.
Secara lebih operasional LQ didefinisikan sebagai rasio presentase dari total
aktivitas pada sub wilayah ke-i terhadap persamaan aktivitas total wilayah. Asumsi
yang digunakan adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas
bersifat seragam dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama.
Localization Index (LI) merupakan salah satu index yang menggambarkan
pemusatan relatif satu aktifitas dibandingkan dengan kecenderungan total di dalam
wilayah. Specialization Index (SI) merupakan salah satu index yang
menggambarkan pembagian wilayah berdasarkan aktifitas-aktifitas yang ada.
Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat diketahui konsentrasi suatu
kegiatan pada suatu wilayah. Nilai LQ= 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
disuatu wilayah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dalam
perekonomian daerah referensi, nilai LQ > 1 berarti laju pertumbuhan sektor i di
daerah analisis lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang
sama dalam perekonomian daerah referensi, sedangkan nilai LQ< 1 menunjukkan
bahwa sektor tersebut bukan merupakan sektor unggulan dan kurang potensial
untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Pada periode 2011
dan 2016 pada Kabupaten kapuas hulu sektor pengadaan listrik dan gas, sektor
pengadaan air, sektor pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang, sektor
konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor,
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor jasa keuangan dan
asuransi, sektor jasa perusahaan, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa
pendidikan, sektor jasa kesehatan, dan sektor jasa lainnya memiliki nilai LQ>1 pada
tahun 2011 maupun tahun 2016. Hal ini berarti sektor tersebut menjadi sektor basis,
jika sektor-sektor tersebut lebih dikembangkan lagi sesuai dengan potensinya akan
unggul bersaing dibandingkan dengan sektor lainnya. Namun, pada sektor jasa
kesehatan dan kegiatan mengalami penurunan nilai LQ menjadi <1 hal ini
menjadikan sektor ini bukan lagi menjadi sektor unggulan di kabupaten kapuas
hulu. Sementara itu, Pada sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pengolahan
nilai LQ mengalami peningkatan nilai dari tahun 2011 (0.585) ke tahun 2016
(0.625) namun tidak melebihi 1. Hal ini berarti sektor tersebut bukan merupakan
sektor basis, sektor tersebut tidak unggul di sebabkan ada beberapa penyebab antara
lain yaitu daerah Kabupaten Kapuas Hulu merupakan kabupaten konservasi
sehingga pengembangan lahan pertanian dibatasi di wilayah ini kemudian juga
dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang teknologi dalam
meningkatkan produktivitas dan kurang adanya mobilitas penduduk dan jasa di
wilayah tersebut.
Selain dilihat dari nilai LQ, pertumbuhan aktifitas di Kabupaten Kapuas Hulu
juga dapat dilihat dari nilai LI dan SI. Localization index merupakan salah satu
indeks yang menggambarkan pemusatan relatif suatu aktivitas dibandingkan
dengan kecendrungan total di dalam wilayah. Umumnya indeks ini digunakan
untuk mengetahui persen distribusi suatu aktifitas tertentu dalam wilayah atau
secara umum analisis ini digunakan untuk menentukan wilayah yang potensial
untuk mengembangkan aktivitas tertentu. Jika LI mendekati 0 berarti
perkembangan suatu aktivitas cenderung memiliki tingkat yang sama dengan
perkembangan wilayah dengan cakupan lebih yang luas. Tingkat perkembangan
aktivitas akan relatif indifferent di seluruh lokasi artinya aktivitas tersebut
mempunyai peluang tingkat perkembangan relatif sama di seluruh lokasi,
sedangkan LI mendekati 1 artinya aktivitas yang diamati akan cenderung memusat
disuatu lokasi. Spesialization Index merupakan salah satu indeks yang
menggambarkan pembagian wilayah berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada.
Lokasi tertentu menjadi pusat bagi aktivitas yang dilakukan. Jika nilai SI mendekati
0 berarti tidak ada kekhasan aktivitas yang artinya sub wilayah yang diamati tidak
memiliki aktivitas khas yang menonjol perkembangan dibandingkan dengan sub
wilayah lainnya. Sedangkan jika Nilai SI mendekati 1 berarti terdapat kekhasan
aktivitas yang artinya sub wilayah yang diamati memiliki aktivitas khas yang
perkembangannya relatif menonjol didandingkan dengan di sub wilayah lainnya.
Lokasi tertentu menjadi pusat bagi aktivitas yang dilakukan. Persamaan LI dan SI
ini bisa juga di katakan sebagai bagian dari persamaan LQ.
Nilai LI menujukkan aktivitas yang menjadi pemusatan pada masing-
masing sektor di Kabupaten Kapuas Hulu, sedangkan SI menunjukkan kekekhasan
aktivitas pada suatu wilayah tertentu yaitu di Kabupaten Kapuas Hulu. Berdasarkan
hasil analisis LI di Kabupaten Kapuas Hulu, pada tahun 2011 dan 2016
perkembangan semua aktifitas di Kabupaten Kapuas Hulu hampir sama dengan
wilayah lainnya di kalimantan Barat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai LI
Kabupaten Kapuas Hulu yang mendekati 0. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun
2011 dan 2016 di kabupaten kapuas hulu mempunyai peluang tingkat
perkembangan yang relatif sama di seluruh lokasi. Hal yang serupa juga
ditunjukkan berdasarkan hasil analisis SI di Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu pada
tahun 2011 dan 2016 masing-masing nilai SI Kabupaten Kapuas Hulu hanya 0,157
dan 0.138. Hal ini menunjukkan nilia yang mendekati 0 artinya tidak ada aktifitas
yang khas di Kabupaten Kapuas Hulu

Analisis Laju Dekomposisi Pertumbuhan (Analisis Kompetitif Wilayah)


Tabel 4 Dekomposisi Pertumbuhan Nilai Ds. Ps, dan Rs
Pertambanga Pengadaan Perdagangan
Administrasi
n dan Air, Besar dan Penyediaan Jasa
Pertanian, Transportasi Pemerintaha
Penggalian Industri Pengadaan Pengelolaan Eceran; Akomodasi Informasi dan Jasa Keuangan Jasa Jasa Kesehatan
Kab/Kota Kehutanan, Konstruksi dan Real Estate n, Pertahanan Jasa lainnya
Pengolahan Listrik dan Gas Sampah, Reparasi Mobil dan Makan Komunikasi dan Asuransi Perusahaan Pendidikan dan Kegiatan
dan Perikanan Pergudangan dan Jaminan
Limbah dan dan Sepeda Minum Sosial
Sosial Wajib
Daur Ulang Motor
Kab. Sambas -0.07 -0.16 0.00 0.11 0.01 -0.02 0.03 0.03 -0.01 0.02 -0.11 0.02 0.03 0.03 -0.03 0.01 0.02
Kab. Bengkayang 7.44 -0.04 0.04 0.11 -0.05 0.05 0.02 0.00 0.07 0.03 0.02 0.02 0.06 0.04 0.03 0.01 -0.04
Kab. Landak -0.05 -0.03 0.00 0.09 -0.06 0.05 -0.01 -0.02 -0.01 0.09 -0.08 0.00 0.01 0.05 -0.04 -0.01 0.00
Kab. Pontianak -0.08 -0.14 0.03 0.08 -0.01 0.08 0.00 0.13 0.06 0.12 -0.06 0.02 0.04 -0.04 -0.03 -0.01 -0.02
Kab. Sanggau -0.08 0.06 0.07 -0.09 0.10 0.09 0.03 0.04 0.06 0.01 -0.05 0.06 -0.03 -0.14 0.00 0.07 -0.03
Kab. Ketapang -0.01 0.01 0.03 0.08 0.01 0.04 -0.05 -0.02 -0.08 0.00 -0.07 -0.07 -0.03 -0.06 0.08 -0.02 -0.02
Kab. Sintang 0.00 -0.04 0.06 0.04 0.02 -0.06 0.02 0.00 0.04 -0.05 -0.08 -0.01 0.04 0.02 0.03 -0.02 -0.04
Kab. Kapuas Hulu -0.09 -0.08 -0.06 0.07 -0.01 0.01 -0.03 0.00 -0.01 -0.02 0.03 0.01 0.06 0.20 0.10 0.00 0.00
Kab. Sekadau -0.10 0.00 -0.03 -0.02 0.09 -0.01 0.02 -0.07 -0.03 0.09 -0.20 0.01 0.15 -0.04 -0.02 0.01 0.04
Kab. Melawi -0.01 0.01 -0.06 0.00 -0.04 0.05 0.08 -0.01 0.06 0.02 0.08 -0.02 0.13 0.06 -0.08 -0.06 -0.03
Kab. Kayong Utara -0.06 -0.03 0.02 0.06 -0.05 0.05 0.00 -0.01 -0.03 0.02 -0.01 0.00 0.03 -0.03 -0.01 -0.02 0.00
Kab. Kubu Raya -0.02 0.10 -0.04 -0.16 0.03 -0.08 -0.03 -0.04 0.01 -0.04 0.04 0.00 -0.03 -0.09 -0.13 0.04 0.00
Kota Pontianak -0.05 0.00 0.00 0.13 0.00 -0.01 0.00 0.02 -0.01 -0.01 0.06 -0.01 -0.04 0.03 0.00 -0.01 0.02
Kota Singkawang -0.09 -0.08 -0.06 0.07 -0.01 0.01 -0.03 0.00 -0.01 -0.02 0.03 0.01 0.06 0.20 0.10 0.00 0.00
Proportional Shift 0.107 0.034 0.032 -0.203 0.053 -0.125 -0.019 -0.027 -0.034 -0.166 -0.127 -0.018 -0.027 0.008 0.021 0.033 0.065
regional Share -0.231

Tabel 5 Nilai SSA (Shift Share Analysis) Provinsi Kalimantan Barat


Pertambanga Pengadaan Perdagangan
Administrasi
n dan Air, Besar dan Penyediaan Jasa
Pertanian, Transportasi Pemerintaha
Penggalian Industri Pengadaan Pengelolaan Eceran; Akomodasi Informasi dan Jasa Keuangan Jasa Jasa Kesehatan
Kab/Kota Kehutanan, Konstruksi dan Real Estate n, Pertahanan Jasa lainnya
Pengolahan Listrik dan Gas Sampah, Reparasi Mobil dan Makan Komunikasi dan Asuransi Perusahaan Pendidikan dan Kegiatan
dan Perikanan Pergudangan dan Jaminan
Limbah dan dan Sepeda Minum Sosial
Sosial Wajib
Daur Ulang Motor
Kab. Sambas -0.19 -0.35 -0.20 -0.33 -0.16 -0.37 -0.22 -0.23 -0.27 -0.38 -0.47 -0.23 -0.23 -0.20 -0.24 -0.19 -0.15
Kab. Bengkayang 7.31 -0.24 -0.16 -0.32 -0.22 -0.30 -0.23 -0.26 -0.20 -0.37 -0.34 -0.23 -0.20 -0.18 -0.18 -0.19 -0.21
Kab. Landak -0.18 -0.23 -0.20 -0.34 -0.24 -0.30 -0.26 -0.28 -0.27 -0.31 -0.44 -0.25 -0.25 -0.17 -0.25 -0.21 -0.17
Kab. Pontianak -0.20 -0.33 -0.17 -0.36 -0.19 -0.27 -0.25 -0.13 -0.20 -0.28 -0.42 -0.23 -0.21 -0.26 -0.24 -0.20 -0.19
Kab. Sanggau -0.21 -0.14 -0.13 -0.52 -0.08 -0.26 -0.22 -0.22 -0.21 -0.39 -0.41 -0.19 -0.28 -0.36 -0.21 -0.13 -0.20
Kab. Ketapang -0.13 -0.19 -0.17 -0.35 -0.17 -0.32 -0.30 -0.28 -0.34 -0.39 -0.43 -0.32 -0.29 -0.29 -0.13 -0.22 -0.18
Kab. Sintang -0.13 -0.24 -0.14 -0.39 -0.16 -0.42 -0.23 -0.26 -0.23 -0.45 -0.44 -0.26 -0.22 -0.21 -0.18 -0.22 -0.20
Kab. Kapuas Hulu -0.21 -0.28 -0.26 -0.36 -0.19 -0.34 -0.29 -0.26 -0.27 -0.41 -0.33 -0.24 -0.20 -0.03 -0.11 -0.20 -0.17
Kab. Sekadau -0.22 -0.20 -0.23 -0.46 -0.09 -0.36 -0.23 -0.33 -0.29 -0.31 -0.55 -0.24 -0.11 -0.27 -0.23 -0.19 -0.13
Kab. Melawi -0.13 -0.18 -0.26 -0.44 -0.22 -0.30 -0.17 -0.27 -0.20 -0.38 -0.28 -0.27 -0.13 -0.17 -0.29 -0.26 -0.20
Kab. Kayong Utara -0.19 -0.23 -0.18 -0.37 -0.23 -0.31 -0.25 -0.26 -0.29 -0.37 -0.37 -0.25 -0.23 -0.25 -0.23 -0.22 -0.17
Kab. Kubu Raya -0.14 -0.10 -0.24 -0.59 -0.15 -0.44 -0.28 -0.30 -0.25 -0.44 -0.32 -0.25 -0.29 -0.31 -0.34 -0.16 -0.17
Kota Pontianak -0.17 -0.20 -0.20 -0.30 -0.18 -0.37 -0.25 -0.24 -0.28 -0.41 -0.30 -0.26 -0.30 -0.19 -0.21 -0.21 -0.15
Kota Singkawang -0.21 -0.28 -0.26 -0.36 -0.19 -0.34 -0.29 -0.26 -0.27 -0.41 -0.33 -0.24 -0.20 -0.03 -0.11 -0.20 -0.17

Tabel 6 Nilai SSA (Shift Share Analysis) Kabupaten Kapuas Hulu


Sektor RS PS DS SSA
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0.231 0.107 -0.088 -0.212
Pertambangan dan Penggalian -0.231 0.034 -0.084 -0.282
Industri Pengolahan -0.231 0.032 -0.064 -0.263
Pengadaan Listrik dan Gas -0.231 -0.203 0.071 -0.363
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang -0.231 0.053 -0.007 -0.185
Konstruksi -0.231 -0.125 0.012 -0.344
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor -0.231 -0.019 -0.035 -0.285
Transportasi dan Pergudangan -0.231 -0.027 -0.004 -0.262
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum -0.231 -0.034 -0.006 -0.271
Informasi dan Komunikasi -0.231 -0.166 -0.016 -0.414
Jasa Keuangan dan Asuransi -0.231 -0.127 0.026 -0.332
Real Estate -0.231 -0.018 0.011 -0.238
Jasa Perusahaan -0.231 -0.027 0.056 -0.203
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib -0.231 0.008 0.195 -0.028
Jasa Pendidikan -0.231 0.021 0.096 -0.115
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -0.231 0.033 -0.003 -0.201
Jasa lainnya -0.231 0.065 -0.003 -0.170
Administrasi
Jasa Kesehatan dan Pertanian, Kehutanan,
Pertambangan dan
Pemerintahan,
Jasa Pendidikan;
Kegiatan -Jasa
Sosial; lainnya; -0.170
-0.201 dan Perikanan; -0.212
Pertahanan dan Penggalian ; -0.282
Jasa Perusahaan; 0.115
- Industri Pengolahan; -
Jaminan Sosial Wajib;
0.203
-0.028 0.263
Real Estate; -0.238 Pengadaan Listrik dan
Gas; -0.363

Jasa Keuangan dan Pengadaan Air,


Asuransi; -0.332 Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur
Ulang; -0.185
Informasi dan Konstruksi; -0.344
Komunikasi; -0.414
Perdagangan Besar
Penyediaan dan Eceran; Reparasi
Transportasi dan
Akomodasi dan Mobil dan Sepeda
Pergudangan ; -0.262
Makan Minum; -0.271 Motor; -0.285
Gambar 4 Nilai SSA Kabupaten Kapuas Hulu
Keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu komoditi dapat mendorong
terciptanya keunggulan kompetitif (keunggulan bersaing) terhadap komoditi
sejenis di suatu wilayah. Keunggulan-keunggulan tersebut memberikan keuntungan
terhadap komoditi dalam memenangkan persaingan pasar. Semakin luas pangsa
pasar dan unggul dalam persaingan atau memiliki kekuatan daya saing produk yang
tinggi dipasaran memungkinkan produk tersebut mendatangkan keuntungan yang
tinggi pula dari proses penjualannya (Tarigan 2010). Shift Share Analysis
merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami
pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu
referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman
struktur aktivitas dari hasil analisis SSA juga menjelaskan kemampuan
berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis
atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas.
Dari hasil analisis SSA akan diperoleh gambaran kinerja aktivitas di suatu
wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis,
yaitu : 1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini
menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan
dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen
proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu
secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total
wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah. 3.
Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini
menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas
tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut dalam wilayah.
Komponen ini menggambarkan dinamika keunggulan/bukan suatu sektor tertentu
di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain.
Tabel 4 menunjukkan nilai RS provinsi Kalimantan Barat untuk tahun 2011
dan 2016 adalah sebesar -0.231 yang artinya pertumbuhan di seluruh sektor di
Provinsi Kalimantan Barat mengalami penurunan sebesar -0.231. Nilai PS masing-
masing terdiri dari nilai positif dan nilai negatif. Sektor yang memiliki nilai PS
positif adalah sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, Industri Pengolahan,
sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, sektor Jasa
pendidikan, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, dan sektor jasa lainnya.
Kemudian sektor lainnya memiliki nilai Ps negatif. Sektor yang bernilai negatif
berarti bahwa sektor tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan provinsi Kal-Bar.
Nilai Differential Shift (DS) ini juga dapat digunakan untuk melihat
komoditas unggulan di suatu wilayah yaitu dengan melihat nilai pada masing-
masing sektor. Hal ini ditandai dengan adanya nilai DS positif serta nilai LQ>1.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6 dan Tabel 1 dapat diketahui bahwa
sektor yang memiliki nilai Ds positif dan LQ>1 adalah sektor pengadaan listrik dan
gas, sektor konstruksi, sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor jasa perusahaan,
sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, dan
sektor jasa pendidikan. Hal ini menandakan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Analisis Entropi Wilayah


Tabel 7 Nilai Entropi Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu
Tahun
Sektor
2011 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.034 0.033
Pertambangan dan Penggalian 0.013 0.013
Industri Pengolahan 0.033 0.035
Pengadaan Listrik dan Gas 0.001 0.001
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.002 0.002
Konstruksi 0.033 0.037
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor 0.046 0.048
Transportasi dan Pergudangan 0.009 0.009
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.010 0.011
Informasi dan Komunikasi 0.009 0.012
Jasa Keuangan dan Asuransi 0.013 0.015
Real Estate 0.009 0.009
Jasa Perusahaan 0.003 0.003
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib 0.016 0.013
Jasa Pendidikan 0.020 0.017
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.006 0.005
Jasa lainnya 0.007 0.006
Jumlah 0.262 0.270
Persen Entropi Wilayah 5.668 5.802
Entropi maksimum 5.472 5.472
S-Relatif(Indeks Perkembangan) 0.845 0.850

Entropi Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu


0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000

Tahun 2011 tahun 2016

Gambar 5 Grafik Nilai Entropi Wilayah Kabupaten kapuas Hulu

Perkembangan suatu wilayah dapat diketahui dengan melakukan analisis


entropi wilayah. Selain itu, analisis entropi juga dapat digunakan untuk memahami
kepunahan hayati, memahami aktivitas perusahaan, dan memahami perkembangan
aktivitas sistem produksi pertanian. Nilai entropi berkisar antara 0 sampai 1.
Semakin tinggi nilai entropi maka perkembangan di wilayah tersebut semakin
tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kabupaten Kapuas Hulu memiliki nilai
S-relatif pada tahun 2011 yaitu sebesar 0,845 dan pada tahun 2016 sebesar 0,850.
Kedua nilai tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Kapuas Hulu sudah
dikatakan relatif berkembang karena nilai entropi wilayah yang hampir mendekati
1 (satu). Selain itu, tingkat perkembangan wilayah antara tahun 2011 ke 2016
terjadi peningkatan walaupun tidak terlalu tinggi.

Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari adanya berbagai sektor


yang mendukung kegiatan pembangunan. Adapun sektor yang paling berpengaruh
dalam perkembangan wilayah Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2011 dan 2016
adalah sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor,
dengan nilai hitung entropi masing-masing sebesar 0,046 dan 0,048. Sektor kedua
yang paling berpengaruh yaitu sektor konstruksi dengan nilai entropi sebesar 0,033
pada tahun 2011 dan 0,037 pada tahun 2016. Hampir semua sektor di wilayah
Kabupaten Kapuas Hulu mengalami peningkatan nilai entropi antara tahun 2011
dan 2016. Ada satu sektor yang mengalami penurunan nilai entropi walaupun
jumlahnya yang tidak signifikan, sehingga Kabupaten Kapuas Hulu masih dapat
dikatakan berkembang dan mengalami peningkatan perkembangan wilayah anatra
tahun 2011 ke tahun 2016.

Analisis Pewilayahan (Analisis Gerombol) Provinsi Kalimantan Barat

a. Analisis Cluster Berhirarki

Gambar 6 Analisis Cluster Berhirarki

b. Analisis Cluster Tidak Berhirarki

Gambar 7 Analisis Cluster Tidak Berhirarki

Jumlah Member Berdasarkan Cluster


Gambar 8 Cluster 1

Gambar 9 Cluster 2

Gambar 10 Cluster 3

Menurut Rustiadi et al. (2005) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis


dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut
satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah
tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-
komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan
(infrastruktur), manusia serta bentu-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah
wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya
lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah
yang paling klasik (Hagget et al. 1977 dalam Rustiadi et al. 2005) mengenai
tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori,
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1, yaitu: 1. Wilayah homogen (uniform/
homogenous region); 2. Wilayah nodal (nodal region);3. Wilayah perencanaan
(planning region atau programming region). Menurut Rustiadi et al. (2005)
wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa
faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut homogen, sedangkan faktor- faktor
yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Pada dasarnya terdapat
beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri atas
penyebab alamiah dan penyebab artifisial. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan
homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan lahan, iklim dan berbagai faktor
lainnya. Sedangkan homogenitas yang bersifat artificial adalah homogenitas yang
didasarkan pada pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu yang dibuat oleh
manusia.
Analisis pewilayahan atau analisis gerombol merupakan teknik analisis
pengelompokan wilayah. Pengelompokan ini didasarkan terhadap kedekatan atau
kemiripan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Teknik analisis
yang digunakan memerlukan bantuan teknik analisis multivariabel yaitu analisis
peubah ganda (multivariate analysis) yang mencakup cluster analysis. Dalam
analisis gerombol ini terdapat dua metode yang digunakan yaitu metode hirarki dan
metode tak berhirarki.
Pada hasil analisis dengan metode hirarki (joining) menghasilkan 2 cluster
dengan melihat garis yang paling panjang. Dengan kluster 1 hanya 1 variabel dan
kluster 2 sebesar 16 variabel. Sedangkan pada metode tidak berhirarki
menghasilkan 3 cluster. Variabel pada masing-masing kluster 1 yaitu 4 variabel .
kluster 2 yaitu 1 variabel, dan kluster 3 sebesar 9 variabel. Berdasarkan Hasil
analisis ini dapat diketahui bahwa keanggotaan pada metode hierarki dan tidak
berhirarki tidak relatif konstan yaitu dengan melihat komposisi member pada tiap
cluster yang berbeda-beda. Hasil analisis pewilayahan dan dijadikan acuan dalam
pengelolaan wilayah oleh Pemerintah melalui pola yang terbentuk. Sehingga
Pemerintah dapat lebih leluasa dalam menentukan penanganan wilayah yang baik
untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang ada.
Analisis Ketimpangan Wilayah
Tabel 8 Indeks Wiliamson Tahun 2011
Simpangan Nilai Kuadrat Simpangan Peluang Penduduk x Kuadrat
PDRB/kapita Peluang
PDRB tahun Tengah Nilai Tengah Simpangan Nilai Tengah
Kab/Kota (Yi) Penduduk
2011 Pendapatan per Pendapatan per Pendapatan per Kapita
(Rp.juta) Pi/Σpi
Jumlah Penduduk Kapita (Yi-ўi) Kapita(Yi-ўi)^2 (Pi/ΣP)*(Yi-ў)^2
Kab. Sambas 9042540.61 496 120 18.227 0.113 -6.784 46.020 5.194
Kab. Bengkayang 3834739.5 215 277 17.813 0.049 -7.197 51.801 2.537
Kab. Landak 4711889.4 329 649 14.294 0.075 -10.717 114.847 8.612
Kab. Pontianak 3410002.14 234 021 14.571 0.053 -10.439 108.972 5.801
Kab. Sanggau 9182812.9 408 468 22.481 0.093 -2.529 6.397 0.594
Kab. Ketapang 11384047.16 427 460 26.632 0.097 1.622 2.629 0.256
Kab. Sintang 6320448.15 364 759 17.328 0.083 -7.683 59.022 4.897
Kab. Kapuas Hulu 4382678.157 222 160 19.728 0.051 -5.283 27.907 1.410
Kab. Sekadau 2704579.6 181 634 14.890 0.041 -10.120 102.415 4.232
Kab. Melawi 2300215.21 178 645 12.876 0.041 -12.134 147.244 5.984
Kab. Kayong Utara 1669033.98 95 594 17.460 0.022 -7.551 57.013 1.240
Kab. Kubu Raya 11294015.77 500 970 22.544 0.114 -2.466 6.081 0.693
Kota Pontianak 16112643.78 554 764 29.044 0.126 4.034 16.272 2.053
Kota Singkawang 4382678.15 186 462 23.504 0.042 -1.506 2.268 0.096
Total 4 395 983 19.3851 Jumlah 43.599
Jumlah Rata-rata IW 0.341
Tabel 9 Indeks Wiliamson Tahun 2016
Kuadrat
Simpangan Peluang Penduduk x
Peluang Simpangan Nilai
PDRB tahun Jumlah PDRB/kapita Nilai Tengah Kuadrat Simpangan Nilai
Kab/Kota Penduduk Tengah
2016 Penduduk (Yi) (Rp.juta) Pendapatan per Tengah Pendapatan per
Pi/Σpi Pendapatan per
Kapita (Yi-ўi) Kapita (Pi/ΣP)*(Yi-ў)^2
Kapita(Yi-ўi)^2
Kab. Sambas 11815056.9 496 120 23.815 0.113 -1.195 1.429 0.161
Kab. Bengkayang 3401414.8 215 277 15.800 0.049 -9.210 84.827 4.154
Kab. Landak 6067561.4 329 649 18.406 0.075 -6.604 43.615 3.271
Kab. Pontianak 4425719.62 234 021 18.912 0.053 -6.099 37.194 1.980
Kab. Sanggau 11638604.6 408 468 28.493 0.093 3.483 12.131 1.127
Kab. Ketapang 14607935 427 460 34.174 0.097 9.163 83.969 8.165
Kab. Sintang 8243721.3 364 759 22.600 0.083 -2.410 5.807 0.482
Kab. Kapuas Hulu 5931184.48 222 160 26.698 0.051 1.687 2.848 0.144
Kab. Sekadau 3636659.73 181 634 20.022 0.041 -4.988 24.884 1.028
Kab. Melawi 2942746.27 178 645 16.473 0.041 -8.538 72.893 2.962
Kab. Kayong Utara 2185464.93 95 594 22.862 0.022 -2.148 4.616 0.100
Kab. Kubu Raya 15418075.3 500 970 30.776 0.114 5.766 33.248 3.789
Kota Pontianak 21804597 554 764 39.304 0.126 14.294 204.317 25.784
Kota Singkawang 5931184.47 186 462 31.809 0.042 6.799 46.223 1.961
4 395 983 25.01032 Jumlah 55.109
Jumlah Rata-rata IW 0.297
Pertumbuhan ekonomi yang pesat, jika disertai dengan munculnya berbagai
masalah diantaranya berupa penuruna distribusi pendapatan akan mengarah pada
pada kemunduran pembangunan itu sendiri. Adanya permasalahan tersebut
kemudian memaksa para pakat pembangunan ditahun 70-an mulai mengkaji tolok
ukur (indikator) pembangunan, tidak saja hanya pertumbuhan output seperti GNP,
tetapi juga harus disertai dengan tolok ukur lainnya.
Pembangunan merupakan proses yang dilakukan suatu wilayah untuk
mencapai pemerataan wilayah. Pada hakikatnya, pembangunan dilakukan untuk
mensejahterakan kehidupan masyarakat. Untuk mengetahui ketimpangan yang
terjadi di Provinsi Kalimantan Barat digunakan perhitungan menggunakan indeks
Williamson. Indeks Williamson memiliki nilai mulai dari nol hingga satu. Nilai
Indeks Williamson yang mendekati nol menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi antar wilayah merata sedangkan nilai indeks Williamson yang mendekati
satu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi antar wilayah tidak merata,
artinya terjadi ketimpangan wilayah. Ketimpangan wilayah merupakan salah satu
permasalahan yang pasti timbul dalam pembangunan. Ketimpangan yang lazim
dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan pembangunan ekonomi
secara wajar memang akan terjadi dalam proses pembangunan ekonomi seiring
dengan adanya perbedaan sumber daya alam dan infrastruktur yang dimiliki oleh
masing-masing daerah. Walaupun pada dasarnya kesenjangan pembangunan
adalan inherent dengan proses pembangunan itu sendiri (Ardani 1992).
Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan
perkapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan
kerja, dan antar wilayah.
Menurut Rustiadi, et.al (2006), indikator adalah ukuran kuantitatif dan/ atau
kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang
telah ditetapkan. Dari berbagai pendekatan, dapat disimpulkan tiga tujuan
pembangunan, yaitu :
a. Produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth);
b. Pemerataan keadilan dan keberimbangan (equity);
c. Keberlanjutan (sustainability).
Indikator-indikator operasional yang bisa digunakan untuk melihat aspek
keberlanjutan antara lain dengan melihat distribusi pendapatan masyarakat dalam
suatu wilayah, yaitu menggunakan Indeks Gini, Indeks Williamson, dan Indeks
Theil Entrophy.
Indeks Wiliamson merupakan salah satu indeks yang paling sering
digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Pengukuran didasarkan pada
variasi hasil-hasil pembangunan ekonomi antar wilayah. Semakin besar nilai indeks
yang menunjukkan variasi produksi ekonomi antar wilayah, semakin besar pula
tingkat perbedaan tingkat ekonomi antar wilayah dengan rata-ratanya. Sebaliknya
semakin kecil nilai ini menunjukkan kemerataan antar wilayah yang baik (Rustiadi
et al 2011).
Analisis pemerataan dan ketimpangan pada wilayah dilakukan dengan
menggunakan indeks Williamson. Indeks Williamson merupakan metode untuk
mengukur ketidakmerataan regional. Besarnya indeks Williamson ini bernilai
positif dan berkisar antara angka nol sampai dengan tak terhingga. Semakin besar
nilai indeks ini berarti semakin besar tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah
dalam wilayah tersebut. Sebaliknya semakin kecil nilai indeks ini (mendekati
angka nol) berarti semakin merata tingkat pemerataan pendapatan antar daerah
dalam wilayah tersebut. Menurut Williamson (1999) dalam Restiatun (2009),
kesenjangan antardaerah yang semakin membesar disebabkan oleh pertama,
adanya migrasi tenaga kerja antardaerah yang bersifat selektif, yang pada
umumnya para migran tersebut lebih terdidik dan memiliki keterampilan yang
tinggi dan masih produktif. Kedua, adanya migrasi kapital antardaerah, adanya
aglomerasi pada daerah yang relatif kaya merupakan daya tarik tersendiri bagi
investor. Ketiga, adanya pembangunan sarana publik pada daerah yang lebih padat
dan potensial berakibat mendorong terjadinya ketimpangan antardaerah lebih
besar. Keempat, kurangnya keterkaitan antardaerah yang dapat menyebabkan
terhambatnya proses efek sebar dari proses pembangunan yang berdampak pada
semakin besarnya kesenjangan yang terjadi.
Pada Tabel 8 dan 9 menunjukkan nilai indeks Wiliamson di provinsi
Kalimantan Barat. Pada tahun 2011 nilai indeks Wiliamson sebesar 0.341,
sedangkan pada tahun 2016 nilai indeks Wiliamson menurun menjadi sebesar
0.297. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan provinsi Kalimantan barat dari
tahun 2011 ke tahun 2016 mengalami pemerataan dengan nilai indeks williamson
yang menurun. Asumsi yang digunakan dalam indeks Williamson adalah kondisi
fisik dan sosial ekonomi dalam satu unit wilayah bersifat homogen. Indeks
Williamson tersebut juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari
indeks Williamson yaitu merupakan model yang cukup representatif untuk
mengukur tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah. Kekurangan dari
indeks ini adalah kondisi fisik dan sosial ekonomi dalam satu unit wilayah harus
bersifat homogen. Sehingga ketidakhomogenan dapat menyebabkan penyimpulan
yang berbias.

KESIMPULAN

Pemusatan aktifitas berdasarkan analisis keunggulan komparatif wilayah di


Kabupaten Kapuas Hulu mengindikasikan bahwa sektor pertanian, bangunan,
pengangkutan & komunikasi, keuangan, dan jasa merupakan sektor basis yang
mampu meningkatkan perekonomian di Kabupaten Kapuas Hulu. Keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh suatu komoditi di Kabuapaten Kapuas Hulu dapat
mendorong terciptanya keunggulan kompetitif (keunggulan bersaing) terhadap
komoditi sejenis di wilayah tersebut.
Pada periode 2011 dan 2016, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor
pengadaan air, sektor pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang, sektor
konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor,
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor jasa keuangan dan
asuransi, sektor jasa perusahaan, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa
pendidikan, sektor jasa kesehatan, dan sektor jasa lainnya menjadi sektor basis di
Kabupaten Kapuas Hulu. Apabila sektor tersebut lebih dikembangkan lagi sesuai
dengan potensinya akan unggul bersaing dibandingkan dengan sektor lainnya.
Sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif di Kabupaten
Kapuas Hulu yaitu sektor pengadaan listrik dan gas, sektor konstruksi, sektor jasa
keuangan dan asuransi, sektor jasa perusahaan, sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, dan sektor jasa pendidikan. Keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh suatu komoditi dapat mendorong terciptanya
keunggulan kompetitif (keunggulan bersaing) terhadap komoditi sejenis di suatu
wilayah.
Adapun perkembangan aktivitas di Kabupaten Kapuas Hulu hampir sama
dengan wilayah lainnya di Kabupaten Kalimantan Barat, dan apabila dilihat dari
tingkat perkembangannya, Kabupaten Kapuas Hulu sudah dapat dikatakan
berkembang dan mengalami peningkatan perkembangan wilayah antara tahun
2011 dan 2016.
Pada tahun 2011 nilai indeks Wiliamson sebesar 0.341, sedangkan pada
tahun 2016 nilai indeks Wiliamson menurun menjadi sebesar 0.297. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan provinsi Kalimantan barat dari tahun 2011 ke
tahun 2016 mengalami pemerataan dengan nilai indeks williamson yang menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Ardani A. 1992. Analysis of Regional Growth and Disparity The Impac Analysis
of the INPRES Project on Indonesia Development, a Doctor desertasion, USA
(US) : University of Pennsylvania Philadelphia.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Kalimantan Barat dalam Angka
2017. Kalimantan Barat (ID): BPS Kalimantan Barat
Panuju,DR., Ernan, R 2013. Teknik Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah.
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Restiatun. 2009. Identifikasi Sektor Unggulan Dan Ketimpangan
Antarkabupaten/Kota Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Ekonomi dan Studi Pembangunan, 2(1).Hlm 1.
Riyadi (2000), Implikasi UU no 22/1999 dan UU no 25/1999 Terhadap
Pembangunan Daerah: Strategi Pengembangan potensi daerah, Jurnal
Perencanaan Pembangunan BAPENAS, naskah no 19, Maret-April 2000.
Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2005. Diktat Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Bogor(ID) : Fakultas Pertanian IPB.
Rustiadi E. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.Edisi Mei 2006. Bogor:
Fakultas Pertanian IPB.
Rustiadi E.2011.Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.Jakarta(ID): Yayasan
Pustaka Obor Rakyat.
Sumaryadi, I. N. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan
Pemberdayaan Masyarakat. Citra Utama.
Tarigan R. 2010. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi. Jakarta (ID):
Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai