Anda di halaman 1dari 13

1.

Struktur Internal BWP


Analisa struktur internal BWP dilakukan untuk merumuskan kegiatan fungsional
sebagai pusat dan jaringan yang menghubungkan antarpusat di dalam BWP ruang dari
RTRW ke RDTR. Analisis struktur internal BWP didasarkan pada kegiatan fungsional
di dalam kawasan perkotaan tersebut, pusat – pusat kegiatan dan sistem jaringan yang
melayaninya.
Analisis struktur internal kawasan perkotaan membagi kawasan perkotaan
berdasarkan homogenitas kondisi fisik, ekonomi, dan sosial budaya, serta
menggambarkanarahan garis besar intensitas ruang dan arahan pengembangannya di
masa datang
A. Analisa Sistem Pusat Pelayanan
Analisa sistem pusat pelayanan dirumuskan berdasarkan arahan pada kebijakan
RTRW terkait dengan fungsi dan arahan pengembangan, persebaran
permukiman eksistingkawasan, identifikasi besaran kota dan identifikasi
pemusatan kegiatan. Maka, dalam menentukan sisitem pusat pelayanan, dapat
dilihat dari beberapa faktor, yaitu :
a. Arahan Kebijakan RTRW
Analisa arahan kebijakan RTRW dilakukan dengan cara melihat wilayah BWP
difungsikan terhadap penggunaan lahan apa saja.
b. Analisa Pola Permukiman
Analisa pola permukiman dilakukan dengan metode Nearest Neighbor atau biasa
juga disebut analisa tetangga terdekat, analisa ini digunakan sebagai salah satu
cara untuk menjelaskan pola persebaran dari titik – titik lokasi tempat dengan
menggunakan perhitungan yang mempertimbangkan jumlah titik lokasi dan luas
wilayah serta jarak pada masing – masing titik. Hasil akhir dari analisis ini
berupa indeks (T) yang hasilnya diperolah dari :
 T = Ju : Jh
T = parameter tetangga terdekat
Ju = Jarak rata – rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangga terdekat
Jh = Angka yang diperoleh dari luas wilayah dibagi jumlah titik
1
 Jh =
√2p

P = kepadatan titik dalam kilometer persegi


A
 P=
N

A = luas wilayah dalam kilometer persegi


N = jumlah titik
Maka, hasil dari perhitungan tersebut menghasilkan kriteria, yaitu :
1. Jika T < 0,7 maka permukiman berpola mengelompok
2. Jika 0,7 ≤ T ≤ 1,4 maka permukiman berpola acak
3. Jika T ≥ 1,4 maka permukima berpola seragam
Titik persebaran permukiman dapat digunakan untuk metode untuk melakukan
klasifikasi terhadap objek berdasarkan data pembelajaran yang jaraknya paling
dekat dengan objek yang diteliti. Maka, analisa ini berguna untuk :
- Mengidentifikasi sebaran permukiman untuk melakukan identifikasi awal
pembentukan struktur
- Mengetahui kendala pembentukan struktur ruang
c. Analisa Besaran Kota
Analisa besaran kota dimanfaatkan untuk mengidentifikasi pergeseran
dan kecenderungan perkembangan tiap desa yang dilakukan dengan membuat
ranking atau urutan jumlah penduduk di wilayah BWP. Lalu, tulis pada masing
– masing desa selama beberapa periode tahun. Dengan demikian dapat diketahui
wilayah desa mana yang mendominasi perkembangan dari tahun ke tahun.
Tujuan kedua dari analisis ini adalah untuk mengetahui dominasi suatu
wilayah dengan wilayah lainnya dengan membandingkan jumlah penduduk dari
masing – masing wilayah dengan analisis Zipf Law yaitu :

Indeks ukuran wilayah = jumlah penduduk : jumlah penduduk


terbesar

d. Analisa Pemusatan Kegiatan


 Identifikasi Pemusatan Kegiatan Melalui Indeks Sentralitas
Analisa pemusatan kegiatan melalui indeks sentralitas menggunakan variable
prosentase lahan terbangun dan konsentrasi fasilitas masing – masing desa di
Kecamatan Yosowilangun. Identifikasi ini memiliki fungsi berguna untuk ;
- Mengidentifikasi embrio pusat dan sub pusat kegiatan
- Evaluasi ketersediaan pelayanan

B. Analisa Sistem Jaringan Jalan


Analisa sistem jaringan jalan didasarkan pada kondisi eksisting dimana jaringan
pergerakan di BWP Yosowilangun, terdiri dari :
a. Kewenangan Jalan
Sesuai dengan Undang – Undang Republik Indonesai Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan,
maka sesuai dengan kewenangan/status, maka jalan umum dikelompokkan
sebagai berikut :

 Jalan Nasional
Jalan Nasional terdiri dari jalan arteri primer dan jalan tol.
 Jalan Kabupaten
Penyelenggaraan jalan kabupaten merupakan kewenangan pemerintah
kabupaten. Jalan kabupaten terdiri dari :
- Jalan kolektor primer
- Jalan lokal primeer
- Jalan sekunder
- Jalan strategis kabupaten
 Jalan Kota
Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam
kota.
 Jalan Desa
Jalan desa merupakan jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer.
b. Hirarki Jalan
Hirariki jalan adalah definisi jalan yang telah di jelaskan pada UU No. 38
Tahun 2004
c. Kondisi Jalan
Kondisi jalan dijelaskan dengan mendeskripsikan bagaimana kondisi
eksisting jalan pada BWP yang akan direncanakan.
d. Konektivitas Kawasan
Konektivitas jalan dilakukan untuk mengetahui keterhubungan antar
pusat wilayah pengembangan yang telah ditentukan sebelumnya.
Keterhubungan yang dimaksud berkaitan dengan jaringan jalan yang
menghubungkan antar pusat wilayah pengembangan.
Uji konektivitas jalan dapat dilakukan dengan cara melihat
keterhubungan antar wilayah BWP Yosowilangun. Hasil dari perhitungan
konektivitas dapat dimanfaatkan untuk mengetahui struktur eksisting dan
dapat mengetahui perbaikan struktur yang harusnya dilakukan di BWP
Yosowilangun.

2. Kedudukan dan Peran BWP


Analisis kedudukan dan peran BWP pada wilayah yang lebih luas, dilakukan
untuk memahami kedudukan dan keterkaitan BWP dalam sistem regional yang
lebih luas dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, sumber daya buatan atau
sistem prasarana, budaya, pertahanan, dan keamanan. Sistem regional tersebut
dapat berupa sistem kota, wilayah lainnya, kabupaten atau kota yang
berbatasan, pulau, dimana BWP tersebut dapat berperan dalam perkembangan
regional. Analisis yang dapat dilakukan untuk penentuang kedudukan dan peran
BWP Yosowilangun adalah :
1. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi BWP pada
wilayah yang lebih luas;
2. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi BWP pada wilayah yang lebih
luas;
3. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana wilayah perencanaan
dengan wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana yang diperhatikan dalam
analisis ini adalah sistem prasarana kabupaten/kota dan wilayah;
4. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan fisik
dan SDA) BWP pada wilayah yang lebih luas;
5. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pertahanan dan keamanan
BWP; dan
6. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan BWP.
7. Analisis spesifik terkait kekhasan kawasan.
Keluaran dari analisis regional, meliputi:
1. Gambaran pola ruang dan sistem jaringan prasarana BWP yang berhubungan
dengan BWP lain dan kota atau wilayah yang berbatasan;
2. Gambaran fungsi dan peran BWP pada wilayah yang lebih luas (BWP
sekitarnya atau kabupaten/kota berdekatan secara sistemik);
3. Gambaran potensi dan permasalahan pembangunan akan penataan ruang pada
wilayah yang lebih luas terkait dengan kedudukan dan hubungan BWP
dengan wilayah yang lebih luas; dan
4. Gambaran peluang dan tantangan pembangunan wilayah perencanaan dalam
wilayah yang lebih luas yang ditunjukkan oleh sektor unggulan

3. Ekonomi dan sektor unggulan


Analisis ekonomi dan sektor unggulan dilakukan dengan metode survey
primer dimana outputnya berupa informasi mengenai kegiatan – kegiatan
ekonomi yang ada pada BWP Yosowilangun. Informasi dari analisis ekonomi
yang diperlukan antara lain adalah jenis ekonomi, jumlah dan kegiatan ekonomi,
jumlah konsumen dan pendapatan dari tiap sektor ekonomi tersebut. Dalam
analisis ekonomi, ada pula analisis tentang sektor unggulan yang menentukan
bagaimana perkembangan suatu sektor pada kegiatan ekonomi diwilayah
tersebut. Beberapa macam analisis sektor unggulan antara lain adalah :
a. Analisis LQ (Location Qoutient)
Analisis LQ adalah analisis yang digunakan untuk menghitung keunggulan
sektoral maupun subsektoral atau ekonomi basis dan non basis yang ada di
wilayah tersebut. Teknik perhitungan analisis LQ ini digunakan dengan
membandingkan presentase sumbangan masing – masing sektor dengan
presentase sumbangan sektor yang sama dengan PNB Indonesia.
perumusannya adalah :
vi Vi
LQ = :
vt Vt

vi : output sektor i di suatu daerah


vt : output total daerah tersebut
Vi : output sektor i nasional
Vt : output total i nasional

Kriterianya adalah :
 Bila LQ > 1, menunjukan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis
di wilayah tersebut. Dimana hasilnya tidak hanua memenuhi kebutuhan
wilayah, namun juga bisa diekspor ke luar wilayah
 Bila LQ < 1, menunjukan bahwa sektor tersebut merupakan sektor non
basis di wilayah tersebut, dimana produksi dari sektor ini tidak dapat
memenuhi kebutuhan wilayah tersebut, sehingga memerlukan impor dari
luar
 Bila LQ = 1, menunjukkan kemandirian, maksudnya adalah sektor ini
hanya memenuhi kebutuhan dari wilayah mereka sendiri.
b. Analisis Shift Share
Analisis shift share adalah analisis kuantitatif yang digunakan untuk
menganalisis perubahan struktur ekonomi sacara relative. Maka, dengan
adanya tujuan tersebut, dibutuhkan beberapa aspek yang berhubungan satu
sama lain, yaitu :
 Pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada provinsi atau nasional
 Pergerakan proporsional suatu sektor di suatu daerah dengan refrensi
sektor yang sama di provinsi atau nasional
 Pergeseran differensial
Rumus yang digunakan untuk perhitungan analisis ini adalah :
- Dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah
D ij = N ij + M ij + C ij
- Pengaruh pertumbuhan ekonomi
N ij = E ij x r n
- Pergeseran proportional
M ij = E ij (r in – rn)
- Pengaruh keunggulan kompetitif
C ij = E ij (r ij – r in)

Keterangan :
E ij = kesempatan kerja di sektor i (daerah)
E in = kesempatan kerja di sektor i (nasional)
r ij = laju pertumbuhan di sektor i (daerah)
r in = laju pertumbuhan di sektor i (nasional)
r n = laju pertumbuhan ekonomi nasional

c. Analisis Input – Output


Analisis atau model input output adalah perhitungan atau analisis yang
digunakan untuk mengukur keterkaitan antar sektor. Keunggulan
perhitungan analisis input output memiliki fungsi lain dimana dapat
menunjukan sektor mana yang seharusnya diprioritskan.

4. Analisis Sumber daya buatan


Analisis sumber daya buatan dilakukan untuk memahami kondisi, potensi,
permasalahan, dan kendala yang dimiliki dalam peningkatan pelayanan sarana
dan prasarana pada BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi
kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi
BWP.
Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit
kegiatan dari sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap kapasitas
atau skala pelayanan prasarana dan sarana wilayah perencanaan atau
intensitas pemanfaatan ruang terhadap daya dukung prasarana/utilitas serta
analisis daya dukung wilayah. Dalam analisis sumber daya buatan perlu
dianalisis cost benefit ratio terhadap program pembangunan sarana dan
prasarana tersebut. Analisis sumber daya buatan sangat terkait erat dengan
perkembangan dan pemanfaatan teknologi.
5. Analisis Transportasi
Analisis transportasi dilakukan untuk mengatur dan menentukan kebutuhan
jaringan pergerakan dan pergerakan fasilitas penunjangnya. Penentuan
kebutuhan jaringan jalan dipengaruhi oleh struktur zona, blok zona dan sub blok
peruntukan. Hal – hal tersebut dapat menciptakan ruang yang lancar, aman,
nyaman dan terpadu. Selain itu, analisis transportasi juga dipengaruhi dan
dipertimbangkan berdasarkan pertimbangan distribusi penduduk, tenaga kerja,
daya dukung lahan, daya dukung lingkungan jalan dan daya dukung prasarana
yang ada. Ada beberapa komponen analisis pada analisis transportasi, yaitu :
a. Analisis level of service
LOS (Level of Service) atau tingkat pelayanan jalan adalah salah satu
metode yang digunakan untuk menilai kinerja jalan yang menjadi indikator
dari kemacetan. Suatu jalan dikategorikan mengalami kemacetan apabila
hasil perhitungan LOS menghasilkan nilai mendekati 1. Dalam menghitung
LOS di suatu ruas jalan, terlebih dahulu harus mengetahui kapasitas jalan
(C) yang dapat dihitung dengan mengetahui kapasitas dasar, faktor
penyesuaian lebar jalan, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor
penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian hambatan samping, dan
faktor penyesuaian ukuran kota. Kapasitas jalan (C) sendiri sebenarnya
memiliki definisi sebagai jumlah kendaraan maksimal yang dapat
ditampung di ruas jalan selama kondisi tertentu (MKJI, 1997).
Level of Service (LOS) dapat diketahui dengan melakukan
perhitungan perbandingan antara volume lalu lintas dengan
kapasitas dasar jalan (V/C). Dengan melakukan perhitungan
terhadap nilai LOS, maka dapat diketahui klasifikasi jalan atau
tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan tertentu.

Volume lalu lintas maksimum dapat diketahui dengan


menghitung jumlah kendaraan. Untuk menghitung tingkat pelayanan
jalan (Level of Service) harus diketahui kapasitas jalan (C). Kapasitas
jalan adalah arus maksimum yang melalui suatu titik di jalan yang dapat
dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua
lajur (dua arah), kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi
dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur harus dipindahkan
terarah dan kapasitas ditentukan per lajur. Kapasitas suatu jalan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus yaitu:

Ca = Co x Fw x Fks x Fsp x Fsf x Fcs

Keterangan:

Ca = kapasitas

Co = kapasitas dasar Fw
= faktor lebar jalan

Fks = faktor bahu/kerb jalan


Fsp = faktor arah/median
Dari hasil perhitungan berikut, maka dapat diambil suatu kriteria LOS yang dijelaskan
dalam standart yang telah ditetapkan :

Tingkat Nila Karakteristik Lalu Lintas Kecepatan/La


Pelayan i ju
a V/C Kendaraan
n
A 0,0-0,19 Kondisi arus bebas dengan kecepatan >95 km/jam
tinggi, volume lalu lintas rendah,
pengemudi bebas memilih kecepatan
yang
diinginkan tanpa hambatan.
B 0,2-0,44 Arus stabil, pengemudi memiliki 80-95 km/jam
kebebasan untuk
beralih jalur.
C 0,45- Dalam zona ini arus stabil, pengemudi 60-80 km/jam
0,69 dibatasi dalam
memilih kecepatan.
D 0,70- Arus stabil, hampir semua pengemudi 40-60 km/jam
0,84 dibatasi kecepatannya. Volume lalu
lintas
mendekati kapasitas jalan tetapi
masih dapat diterima.
E 0,85-1,0 Arus tidak stabil, sering berhenti, 30-40 km/jam
volume lalu
lintas mendekati atau berada pada
kapasitas jalan.
F >1 Arus lalu lintas macet atau kecepatan <30 km/jam
sangat rendah dan antrian kendaran
panjang.

b. Meneliti pola jaringan jalan


Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif observasi dan evaluative.
Yakni suatu metode observasi lapangan dengan mengklasifikasikan hirarkhi jalan
berdasarkan standart hirarkhi jalan.

Arteri Primer Arteri Sekunder Kolektor Primer Kolektor


Sekunder
Jalan yang Jalan yang Jalan yang Jalan yang
menghubungka menghubungkan menghubungkan menghubungkan
n secara kawasan primer secara berdaya secara berdaya
berdaya guna dengan kawasan guna antara pusat guna antara pusat
antarpusat sekunder kesatu, kegiatan nasional kegiatan nasional
kegiatan kawasan dengan pusat dengan pusat
nasional atau sekunder kesatu kegiatan lokal, kegiatan lokal,
antara pusat dengan kawasan antarpusat antarpusat
kegiatan sekunder kesatu, kegiatan kegiatan wilayah,
nasional dengan atau kawasan wilayah, atau atau antara pusat
pusat kegiatan sekunder kesatu antara pusat kegiatan wilayah
wilayah. dengan kawasan kegiatan wilayah dengan pusat
Kecepatan sekunder kedua. dengan pusat kegiatan lokal
rencana paling Kecepatan kegiatan lokal Kecepatan
rendah 60 rencana paling Kecepatan rencana paling
km/jam Lebar rendah 30 rencana paling rendah 40 km/jam
badan jalan km/jam Lebar rendah 40 Lebar badan jalan
paling sedikit badan jalan km/jam Lebar paling sedikit 9
11 meter paling sedikit 11 badan jalan meter Jumlah
Mempunyai meter paling sedikit 9 jalan masuk
kapasitas yang Mempunyai meter Jumlah dibatasi Tidak
lebih besar dari kapasitas yang jalan masuk terputus walaupun
kapasitas rata- lebih besar dari dibatasi Tidak memasuki
rata Lalu lintas kapasitas rata- terputus kawasan
jarak jauh tidak rata Lalu lintas walaupun perkotaan
boleh terganggu cepat tidak memasuki dan/atau kawasan
oleh lalu lintas boleh terganggu kawasan pengembangan
ulang alik, lalu oleh lalu lintas perkotaan perkotaan
lintas lokal, dan lambat dan/atau
kegiatan lokal kawasan
Jumlah jalan pengembangan
masuk dibatasi perkotaan
Tidak terputus
walaupun
memasuki
kawasan
perkotaan
dan/atau
kawasan
pengembangan
perkotaan
c. Meneliti dimensi jalan
Dimensi jalan atau pola penampang melintang jalan terdiri dari tiga variabel,
yaitu:
 Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)
Segmen Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) berdasarkan :
- Konstruksi : badan jalan, saluran tepi jalan (drainase) dan ambang
pengamannya diperuntukkan bagi median jalan, perkerasan jalan,
jalur pemisah, bahu jalan, trotoar, gorong-gorong, jembatan dan
bangunan pelengkap jalan.
- Fungsi : berdasarkan sifat dan pergerakan dan batasan muatan lalu
lintas dalam sistem jaringan jalan primer dan sekunder, fungsi jalan
dibedakan: jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan.

 Ruang Milik Jalan (Rumija)


Rumija terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur dengan
batasan tanah tertentu di luar Ruang manfaat Jalan, merupakan
ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman dan
tinggi tertentu.
Ketentuan lebar ruang manfaat jalan
sebagai berikut :
- Jalan bebas hambatan/ jalan tol :30 meter
- Jalan raya :25 meter
- Jalan sedang :15 meter
- Jalan kecil :11 meter

 Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)


Ruwasja merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang pemanfaatannya ada di bawah Pengawasan Pembina
Jalan, diperuntukkan bagi pandangan dan pengaman
konstruksi/ fungsi jalan. Larangan-larangan dalam Ruwasja
merupakan larangan yang dapat mengganggu pandangan bebas
para pengguna jalan dan konstrusi jalan.
Ketentuan lebar Ruwasja dari batas badan jalan paling luar
sebagai berikut:
- Jalan Arteri Primer :15 meter
- Jalan Kolektor Primer :10 meter
- Jalan Lokal Primer :7 meter
- Jalan Lingkungan Primer :5 meter
-Jalan Arteri Sekunder :15 meter
-Jalan Kolektor Sekunder :5 meter
-Jalan Lokal Sekunder :3 meter
-Daerah untuk Jembatan :100 meter ke arah
hulu dan hilir
d. Meneliti pola pergerakan bangkitan lalu lintas penumpang dan
barang
Analisis pola pergerakan bangkitan lalu kintas penumpang dan barang
berfungsi untuk mengidentifikasi pola pergerakan barang dan orang,
dilakukan survei primer yakni melakukan pengamatan di titik titik yang
memiliki bangkitan dan tarikan tinggi. Setelah mengidentifikasi kemudian
dilakukan analisa penyebab bangkitan dan tarikan dikaitkan dengan pola
penggunaan lahan.
e. Meneliti tentang sarana dan prasarana transportasi
Analisis transportasi tentang sarana dan prasarananya dibagi menjadi
beberapa analisis sesuai dengan aspek – aspek lain pembentuk sarana dan
prasarana transportasi, antara lain :

 Trotoar/pedestrian

Trotoar dapat dibuat sejajar jalan dan terletak pada ruang manfaat jalan
(Rumaja). Pada keadaan tertentu trotoar dapat tidak sejajar jalan karena
topografi setempat atau karena adanya pertemuan dengan fasilitas lain.
Trotoar dapat juga terletak di ruang milik jalan.
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah deskriptif observasi
dan evaluatif yakni dengan membandingkan lebar trotoar berdasarkan
hasil observasi lapangan di wilayah studi dengan ketentuan lebar trotoar
menurut SK SNI S-03,1990. Dalam perencanaan trotoar yang perlu
diperhatikan ialah kebebasan kecepatan berjalan untuk mendahului
pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan. Lebar minimum trotoar yang
dibutuhkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Penggunaan lahan Lebar


minimum
Perumahan 1,50
Perkantoran 2,00
Industri 2,00
Sekolah 2,00
Terminal/pemberhentian bus 2,00
Pertokoan/perbelanjaan 2,00
Jembatan/terowongan 1,00
 Sistem Parkir

Sistem parkir dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu system


parkir on street dan system parkir off street.
- Parkir ditepi jalan (on street parking)
Parkir ditepi jalan ini mengambil tempat disepanjang jalan, dengan
atau tanpa melebarkan jalan untuk pembatas parkir. Parkir ini baik
untuk pengunjung yang ingin dekat dengan tujuannya, tetapi untuk
lokasi dengan intensitas penggunaan lahan yang tinggi, cara ini
kurang menguntungkan. Bila ditinjau dari posisi parkir dapat dibagi
menjadi :
o Parkir sejajar dengan sumbu jalan (bersudut 1800)
o Parkir bersudut 300, 450 dan 600 terhadap sumbu jalan.
o Parkir tegak lurus dengan sumbu jalan (bersudut 900)

- Parkir tidak di jalan (off street parking)


Cara parkir ini menempati pelataran parkir tertentu diluar badan
jalan, baik di halaman terbuka maupun didalam bangunan khusus
untuk parkir. Bila ditinjau posisi parkirnya, maka dapat dilakukan
seperti pada on street parking, hanya saja pengaturan sudut parkir ini
banyak dipengaruhi oleh luas dan bentuk pelataran parkir.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka metode yang digunakan pada
analisis parkir adalah metode deskriptive observasi yakni dengan cara
melakukan observasi langsung ke lapangan dan mengindentifikasi
daerah parkir on street dan parkir off stree

6. Analisis Pembiayaan Pembangunan


Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk menghasilkan perkiraan
besaran kebutuhan pendanaan untuk melaksanakan rencana pembangunan
wilayah kota yang diterjemahkan dalam usulan program utama jangka
menengah ataupun panjang. Analisis pembiayaan pembangunan juga
dimanfaatkan untuk mengidentifikasi besar pembelanjaan pembangunan, alokasi
dana terpakai, dan sumber – sumber pembiayaan pembangunan.
Secara garis besar jenis-jenis sumber pembiayaan pembangunan dapat
digolongkan menjadi 2 sumber, yaitu :
a. Sumber Pendanaan Konvensional
Sumber-sumber pendanaan melalui mekanisme anggaran (PAD), karena
PAD merupakan cermin dari kemampuan daerah dalam menggali sumber-
sumber pendapatan yang berasal dari daerah yang bersangkutan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan
daerah yang utama bagi pemerintah daerah, yang penggunaannya hendaknya
difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan aktivitas atau program
yang menjadi prioritas dan preferensi daerah. Di samping PAD, sumber-
sumber pendapatan konvensional lainnya adalah Dana Perimbangan,
Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Pendapatan
Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah. Berdasar UU No.34/2000 tentang perubahan atas UU No.18/1997
tentang “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”, dirinci menjadi:

 Pajak Provinsi terdiri atas: (1) Pajak Kendaraan Bermotor, (2) Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), (3) Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor, dan (4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah (deep well) dan Air Permukaan.
 Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: (1) Pajak Hotel, (2) Pajak
Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame, (5) Pajak Penerangan
Jalan, (6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan (7) Pajak
Parkir.
 Retribusi Daerah dirinci menjadi: (1) Retribusi Jasa Umum, (2)
Retribusi Jasa Usaha, (3) Retribusi Perijinan Tertentu.
b. Sumber Pendanaan Non Konvensional
Sumber-sumber pendanaan melalui mekanisme non anggaran, terdiri atas:
- Sumber Pembiayaan Melalui Pendapatan (Revenue Financing),
- Sumber Pembiayaan Melalui Hutang (Debt Financing),
- Sumber Pembiayaan Melalui Kekayaan (Equity Financing).
Disamping sumber-sumber di atas, terdapat pula sumber pendanaan yang berasal
dari swadaya masyarakat, yang perolehannya dapat dilakukan dengan iuran
langsung dari masyarakat. Karena skalanya berada pada lingkup yang
sangat terbatas, maka pemanfaatan sumber dana ini sebaiknya diarahkan
untuk membiayai proyek-proyek sosial, fasilitas-fasilitas lingkungan dalam
skala kecil, dan sarana-prasarana lingkungan, seperti: jalan lingkungan,
fasilitas sosial skala lingkungan, musholla, penggajian kader posyandu,
siskampling, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai