Anda di halaman 1dari 2

Landasan Teori dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan

Hidayati (2002) menjelaskan bahwa sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (behavior science),
teori-teori akuntansi keperilakuan dikembangkan dari riset empiris atas perilaku manusia dalam
organisasi. Dengan demikian, peranan riset dalam pengembangan ilmu itu sendiri tidak
diragukan lagi.

Dari Pendekatan Normatif ke Deskriptif

Pada awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih sangat
sederhana, yaitu hanya memfokuskan pada masalah-masalah perhitungan harga pokok produk.
Seiring dengan perkembangan teknologi produksi, permasalahan riset diperluas dengan
diangkatnya topic mengenai penyusunan anggaran, akuntansi pertanggungjawaban, dan masalah
harga transfer. Meskipun demikian, berbagai riset tersebut masih bersifat normatif.

Pada tahun 1952 C. Argyris menerbitkan risetnya pada tahun 1952, desain riset akuntansi
manajemen mengalami perkembangan yang signifikan dengan dimulainya usaha untuk
menghubungkan desain system pengendalian manajemen suatu organisasi dengan perilaku
manusia. Sejak saat itu, desain riset lebih bersifat deskriptif dan diharapkan lebih bisa
menggambarkan kondisi nyata yang dihadapi oleh para pelaku organisasi.

Dari Pendekatan Universal ke Pendekatan Kontijensi

Riset keperilakuan pada awalnya dirancang dengan pendekatan universal (universalistic


approach), seperti riset Argyris (1952), Hopwood (1972), dan Otley (1978). Tetapi, karena
pendekatan ini memiliki banyak kelemahan, maka segera muncul pendekatan lain yang
selanjutnya mendapat perhatian besar dalam bidang riset, yaitu pendekatan kontinjensi
(contingency approach).

Berbagai riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan dengan tujuan


mengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi perancangan dan
penggunaan sistem pengendalian manajemen. Secara ringkas, berbagai variabel kontinjensi yang
mempengaruhi desain system pengendalian manajemen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ketidakpastian (uncertainty) seperti tugas, rutinitas, repetisi, dan faktor-faktor eksternal


lainnya.
2. Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence) seperti proses
produksi, produk masal, dan lainnya.
3. Industri, perusahaan, dan unit variabel seperti kendala masuk ke dalam industri, rasio
konsentrasi, dan ukuran perusahaan.
4. Strategi kompetitif (competitive strategy) seperti penggunaan biaya rendah atau keunikan.
5. Faktor-faktor yang dapat diamati (observability factor) seperti desentralisasi, sentralisasi,
budaya organisasi dan lainnya
Lingkup da Sasaran Hasil dari Akuntansi Keperilakuan

Pada masa lalu, para akuntan semata-mata fokus pada pengukuran pendapatan dan biaya
yang mempelajari pencapaian kinerja perusahaan di masa lalu guna memprediksi masa depan.
Mereka mengabaikan fakta bahwa kinerja masa lalu adalah hasil masa lalu dari perilaku manusia
dan kinerja masa lalu itu sendiri merupakan suatu faktor yang akan mempengaruhi perilaku di
masa depan. Mereka melewatkan fakta bahwa arti pengendalian secara penuh dari suatu
organisasi harus diawali dengan memotivasi dan mengendalikan perilaku, tujuan, serta cita-cita
individu yang saling berhubungan dalam organisasi.

Para akuntansi keperilakuan melihat kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan


penjualan terlebih dahulu mempertimbangkan perilaku juru tulis yang mencatat pesanan
pelanggan melalui telepon. Para juru tulis tersebut harus menyadari bahwa tujuan mereka
melakukan pekerjaan itu untuk kelangksungan organisasi. Para akuntan keperilakuan juga
menyadari bahwa mereka bebas mendesain sistem informasi untuk mempengaruhi motivasi,
semangat, dan prokdutifitas karyawan. Akuntansi keperilakuan percaya bahwa tujuan utama
laporan akuntansi adalah mempengaruhi perilaku dalam rangka memotivasi dilakukannya
tindakan yang diinginkan. Sebagai contoh, keberhasilan suatu perusahaan dalam merundingkan
kerja sama dengan kelompok lainnya sangat ditentukan oleh apakah orang-orang diorganisasi
tersebut berjalan kearah tujuan sama dengan perusahaan tersebut atau malah kearah yang
berlawanan. Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena bentuk dan isi dari laporan anggaran telah
melemahkan produktivitas karyawannya sehingga orang-orang pada akhirnya tidak dapat bekerja
sama. Mereka mungki dapat menciptakan konflik internal dan memperkarsai kepuasan individu.
Pengenalan hubungan timbal balik antara alat akuntansi dan perilku telah memunculkan
modifikasi atas definisi akuntansi konvesional. Definisi akuntansi terbaru dalam lingkaran
profesional akedemis menyiratkan komunikasi dan pengukuran data ekonomi untuk berbagai
pengambilan keputusan serta sasaran hasil keperilakuan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai