Anda di halaman 1dari 15

DEHIDRASI

DEFINISI
Dehidrasi merupakan suatu keadaan keseimbangan cairan tubuh terganggu karena
hilangnya cairan tubuh baik cairan intrasel maupun cairan ekstrasel tanpa diimbangi dengan
konsumsi cairan yang cukup. Banyak penyebab yang dapat membuat tubuh mengalami kondisi
dehidrasi seperti aktivitas yang berlebih, kurang mengonsumsi cairan, muntah, dan diare. Kasus
dehidrasi yang sering terjadi adalah dehidrasi yang diakibatkan oleh diare akut dan aktivitas yang
berlebih tanpa diimbangi dengan konsumsi cairan atau air yang cukup (Narendra, 2007).
Menurut Adam (1995) dehidrasi sering terjadi akibat hilangnya natrium (Na+) dan air
dari darah dengan kegagalan ginjal dalam waktu yang bersamaan. Berbagai macam penyakit
dapat menjadi penyebab terjadinya dehidrasi seperti diare, muntah, dan poliuria (El-Hadi, 1996).
Kejadian diare merupakan kasus yang paling sering menyebabkan terjadinya dehidrasi, di
samping muntah dan poliuria (Philips et al., 2001).

GEJALA KLINIS
Gejala Klinis
Semakin tinggi derajat dehidrasi maka semakin terlihat gejala yang ditimbulkan. Hal ini
bisa dilihat dari enopthalmus yang semakin lama semakan dalam, kulit semakin hilang tingkat
elastisitasnya, CRT semakin panjang, dan hewan terlihat lesu dan lemah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Constable et al. (1998) bahwa kedalaman enopthalmus sangat berhubungan erat
dengan tingkat dehidrasi, diikuti oleh elastisitas kulit. Enopthalmus, elastisitas kulit punggung,
elastisitas kulit mata, elastisitas kulit leher, Capillary Refill Time (CRT), suhu tubuh, napas, dan
Pulsus penting untuk diperhatikan.

Gejala Umum
Gejala klinis dehidrasim menurut Joy (2007), pada umumnya hewan akan tampak lemas,
kehilangan nafsu makan, mata cekung dan kering, mulut kering, pulsus meningkat CRT lambann
dan turgor kulit buruk. Penampakan gejala klinis bergantung pada kecepatan dan besarnya
perubahan, berdasarkan besarnya kecepatan pada kondisi kehilangan cairan ynag banyak dan
cepat, maka akan terjadi hipovolemic shock. Pada kondisi kehilangan cairan secara perlahan dan
tidak begitu parah ditandai dengan lesu, lemah, lelah, dan anorexia, membran mukosa pucat ,
lidah kering, dan turgor kulit yang buruk. Berdasarkan besarnya perubahan gejala awal, mula-
mula hewan akan tampak lelah, kurang lincah, lebih hangat, painting meningkat dan perilakunya
berubah, gejala pertengahan, turgor mulai buruk, CRT menurun, selaput lendir gusi dan lidah
semakin gelap, temperatur rektal lebih dari 1050F, gejala akhir, hewan sangat lemah dan tidak
stabil.

Gejala Khas pada Dehidrasi Primer


Rasa haus, air liur sedikit sekali sehingga mulut kering, oligouria, kondisi tubuh sangat
lemah, timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Kematian akibat dehidrasi
primer akan terjadi bila hewan kehilangan air ± 15% s.d 22% total air di dalam tubuh. Sebelum
mengalami kematian hewan akan mengalami hypovolemic shock.

Gejala Khas pada Dehidrasi Sekunder


Gejala khas pada dehidrasi sekunder adalah nausea, muntah-muntah, kekejangan,
perasaan lesu dan lelah. Kematian pada dehidrasi sekunder terjadi karena kegagalan aliran
perifer (Ettinger, 1975)

ETIOLOGI DAN CARA MENGETAHUI DEHIDRASI


Berbagai faktor penyebab dehidrasi, diantaranya seperti:
 Kurang minum (hipodipsia, adipsia)
 Kurang makan → kurangnya air yang diperoleh (air hasil oksidasi dan air yang
terkandung dalam pakan)
 Pusat nafsu makan & nafsu minum tertekan pada hewan yang sakit secara sistemik
 Ketersediaan pakan dan air yang kurang memadai
 Kehilangan air meningkat
 Urinaria → poliuria
 Gastrointestinal → muntah, diare
 Respirasi → demam, terengah-engah
 Kulit→ terbakar, luka lebar
 Salivasi berlebihan
 Dialisis peritoneal
Kehilangan air dari sistem urinaria dan gastrointestinal, paling umum menimbulkan
dehidrasi. Proses penyakit bisa memperlihatkan besar kecilnya kombinasi kehilangan cairan dan
elektrolit, mulai dari kehilangan air (kehilangan hipotonik), hingga ke kehilangan air disertai
dengan kehilangan sejumlah elektrolit (isotonic atau hipertonik). Lakukan evaluasi tonisitas dan
kadar sodium terhadap cairan ekstraseluler hewan dehidrasi, karena info ini merupakan kunci
yang menentukan sifat alami cairan yang hilang dan membantu menentukan tipe cairan yang
mesti diberikan sebagai pengganti selama perawatan).

CARA MENGETAHUI DEHIDRASI (TEKNIK DIAGNOSA)

Diagnosa penyakit pada hewan memerlukan teknik pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratoris. Teknik diagnosa klinis dehidrasi diukur secara kualitatif dengan uji turgor dan uji
waktu pengembalian capiler (Capilary Refill Time). Menurut Davidson (1974) teknik diagnosa
laboratories dehidrasi dibagi dalam tiga paket yang kesemuanya bersifat konfirmatif. Pertama
adalah paket uji hematokrit dan uji protein plasma, yaitu untuk memastikan bahwa hewan benar-
benar menderita dehidrasi. Kedua adalah paket uji kreatinin dan uji Blood Urea Nitrogen (BUN),
yaitu untuk memastikan penyebab dehidrasi apakah bersifat renalis atau non-renalis maupun
untuk memastikan penyebab yang lebih spesifik, misalnya karena perdarahan sistem pencernaan,
diet tinggi protein, atau kontruksi sistem urunarius. Ketiga adalah paket urinalisis, pada paket ini,
hal yang menonjol dan erat kaitannya untuk diagnosa dehidrasi adalah pemeriksaan berat jenis
urin.

Riwayat penyakit
Dokter hendaknya menanyakan ke pemilik tentang volume air yang diminum hewannya
(sehihingga dokter mendapatkan informasi apakah hewan mengalami, polydipsia, hipodipsia,
atau normal). Kehilangan cairan secara abnormal bisa diketahui dengan menanyakan pemiliknya
apakah terjadi polyuria, diare, muntah, tersengal-sengal, salivasi berlebih, atau leleran tubuh.

Pemeriksaan Fisik
Membantu untuk melacak dehidrasi namun sifatnya subjektif. Tanda-tanda yang
ditemukan pada pasien seperti terlalu lelah dan depresi bisa saja merupakan tanda suatu penyakit
atau bersamaan dengan kehilangan keseimbangan asam-basa. Ketika dehidrasi bertambah parah
turgor atau kelenturan kulit menurun, mata seperti tenggelam dalam cavum orbital, membran
mukosa kering, takikardia, capillary refill time / CRT bertambah, dan ada tanda-tanda syok.
Peningkatan atau penurunan secara akut bobot badan kerap mencerminkan perolehan atau
kehilangan air tubuh. Perubahan ini merupakan alat klinik yang peka untuk menilai dehidrasi dan
rehidrasi. Perubahan bobot badan yang naik atau turun, sebesar 1 kg setara dengan 1000mL.

Pemeriksaan Turgor Kulit


Turgor kulit dinilai dengan cara menentukan waktu yang diperlukan oleh kulit kembali ke
kedudukan semula. Pemeriksaan dilakukan dengan mencubit kulit dan secara lembut kulit
diangkat menjauhi tubuh, cubitan dilepas dan kulit dibiarkan kembali ke posisi semula.
Pliabilitas (turgor) kulit tergantung pada hidrasi jaringan yang dinilai. Untuk memeriksa
kelenturan kulit pilihlah kulit yang ada di daerah dada hingga abdomen (trunk). Hindari kulit
leher. Kulit yang normal, segera kembali ke posisi awal, setelah diangkat sedikit dan dilepas.
Kulit yang dehidrasi kembali lambat ke posisi awal dengan berbagai variasi. Jika dehidrasinya
parah waktu yang diperlukan kulit untuk kembali ke posisi awal menjadi lebih lama. Adalah
tugas klinikus menilai jika terjadi persentase peningkatan dehidrasi dengan adanya turgor kulit
yang tidak normal. Turgor kulit sepenuhnya ditentukan oleh status hidrasi jaringan interstisial
walaupun hidrasi vaskuler dan intraseluler juga berperan. Jaringan elastis dan adiposa pada kulit
jaringan subkutaneus juga mempengaruhi penampilan turgor kulit.
Sejumlah keadaan bisa membingungkan penafsiran turgor kulit. Turgor kulit pada hewan
yang gembrot bisa saja tampak normal walaupun sebenarnya dehidrasi, karena lemak
subkutisnya tebal. Kulit pada hewan yang kerempeng bisa saja tidak berhasil kembali ke posisi
normalnya karena jaringan lemak dan jaringan elastis subkutannya terlalu tipis. Akibatnya hewan
yang mestinya dehidrasi pada hewan gembrot tidak dianggap dehidrasi, begitu pula hewan yang
mestinya tidak dehidrasi pada hewan kurus kerempeng dianggap dehidrasi. Hindari penggunaan
kulit leher untuk memeriksa dehidrasi, karena kulit yang longgar/melipat di daerah leher
membingungkan hasil pemeriksaan. Perubahan turgor kulit pada hewan berambut panjang lebih
sulit melacaknya dibandingkan pada hewan berambut pendek. Perbedaan penilaian bisa saja
terjadi pada hewan yang sama, kalau hewan diperiksa saat berdiri atau berbaring.
Pemeriksaan Capilary Refill Time
Uji Capilary Refill Time dapat dilakukan dengan menekan permukaan gusi dari mulut
hewan. Pada saat ditekan menggunakan jari permukaan gusi akan tampak pucat. Setelah tekanan
dilepaskan pada anjing yang normal akan cepat kembali ke warna semula. Tetapi pada aning
yang mengalami dehidrasi pengembalian warna dari pucat ke normal membutuhkan waktu yang
lama (Ettinger, 1975)

HASIL PEMERIKSAAN LAB


Uji Lab Sederhana
Uji ini membantu dalam mengevaluasi hidrasi intravena. Packed Cell Volume (PCV)
diukur dalam persen (%) dan total plasma protein (TPP) dalam g/dL dapat dilakukan dengan
cepat dan murah, ditentukan dengan refraktometer dan mikrohematokrit. Kedua tes ini
membutuhkan beberapa tetes darah yang bisa diambil dengan prinsip kapiler menggunakan
venipuncture jarum suntik berukuran 25-gauge (25 G). Kadar total plasma protein sepertinya
lebih membantu dalam menentukan dehidrasi dibanding PCV. Meningkatnya TPP dan PCV
memberi petunjuk adanya dehidrasi intravaskuler. Evaluasi secara bersamaan TPP dan PCV
sangat disarankan untuk menghindari kesalahan interpretasi, terutama pada hewan yang
sebelumnya telah diduga/didiagnosis mengalami anemia atau hipoproteinemia. Data tambahan
bisa diperoleh jika PCV dan TPP dilakukan secara berseri, karena jika ada peningkatan nilai,
menandakan adanya dehidrasi yang sedang berlangsung.
Urinalisis (UA)
Dilakukan pada setiap kasus diduga dehidrasi. Peningkatan bobot jenis (BJ) menandakan
respons ginjal sehat terhadap penurunan perfusi. Temuan suatu urin yang encer (BJ<1,030) pada
hewan dehidrasi dengan segera kita dapat menduga bahwa penyebab utamanya adalah ginjal atau
sedikitnya berperan menimbulkan dehidrasi.
Interpertasi dari hasil pengukuran berat jenis urin yaitu:
1. Urin dengan BJ tinggi disertai adanya pigmen empedu, garam, indikan, dan aseton
mengindikasikan terjadinya toxemia alimentarius.
2. Urin dengan BJ tinggi disertai adanya gula dan asetone mengindasikan hewan menderita
nefritis-akut
3. Urin dengan BJ tinggi disertai adanya albumin, darah, dan sel ginjal mengindikasikan
hewan menderita nefritis akut
4. Urin dengan BJ tinggi disertai adanya sedikit albumin, darah, dan sistik epitel
mengindikasikan hewan menderita cystitis
5. Urin dengan BJ rendah disertai dengan jejak albumin, konsentrasi urea rendah, dan hyalin
cast mengindikasikan hewan menderita nefritis intersitial kronis.
6. Urin dengan BJ rendah disertai dengan gula, epitel dan tidak adanya albumin
mengindikasikan hewan menderita diabetes insipidus

Uji Blood Urea Nitrogen dan Kreatinin


Dehidrasi meningkatkan kadar kreatinin. Peningkatan ringan kadar kreatinin pada kasus
dehidrasi disebabkan karena penurunan persentasi cairan serum. Pada dehidrasi yang berat kadar
kreatinin meningkat secara signifikan sebagai akibat penurunan perfusi ginjal dan filtrasi
glomerular dan umumnya diikuti dengan peningkatan karan BUN, sehingga terjadi pre-renal
azotemia atau uremia. GFR dapat menurun disebabkan karena kelainan pre-renal, renal, ataupun
post-renal uremia.

PENANGANAN
Manajemen dehidrasi pada hewan dapat bersifat pencegahan dan pengobatan. Bagi
pemilik hewan, jika menemukan gejala dehidrasi pada hewannya, maka segera hewan
ditempatkan pada daerah yang teduh, diberikan sejumlah air setiap beberapa menit dan jika
muncul tanda-tanda yang mengkhawatirkan harus segera di bawa ke dokter hewan. Dalam
keadaan tersebut, sebaiknya tidak diberikan pakan yang kering dan minuman dalam jumlah
besar, karena menyebabkan hewan muntah dan akan lebih menderita dehidrasi. Pemberian
bongkahan es sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan konstriksi sirkulasi darah.
Prinsip pengobatan dehidrasi pada intinya mengembalikan cairan tubuh. Pada dehidrasi
yang mencapai 6-7% harus diganti dengan cairan dalam waktu 2-8 jam dan tidak boleh lebih
dari 88 ml/kg/jam. Menurut Anonim (2006b) pada prinsipnya terapi cairan diberikan
berdasarkan overestimasi kondisi dehidrasi, kecuali pada hewan yang mengalami gagal jantung,
gagal ginjal, hypoproteinemia yang parah, anemia yang parah, pulmonary edema yang parah.
Perawatan pada hewan dehidrasi dibutuhkan cairan 60 ml/kg/hari. Pada hewan yang
kurang nafsu makan, muntah dan diare perlu diberikan preparat cairan potasium. Demikian juga
pada hewan yang mengalami penurunan berat badan secara progresif perlu diberikan cairan.
Setiap kehilangan 0.5 kg berat badan, perlu digantikan dengan cairan sebanyak 500 ml air
(Anonim 2006b).
Hati-hati overhydration. Dalam terapi cairan yang harus diperhatikan adalah jika terjadi
overhydration. Tanda-tandanya, antara lain inspiratory pulmonary crackles, murumur sistolik
pada jantung, irama galop pada jantung atau oedema (terutama di daerah cervical). Tekanan
sistem syaraf pusat juga merupakan indikator kelebihan pemberian cairan. Namun demikian
kasus gagal jantung atau gagal ginjal akibat rehidrasi yang berlebihan sangat jarang terjadi.
Pencegahan Dehidrasi Secara Umum
Pencegahan dihidrasi secara umum dapat dilakukan dengan meningkatkan perhatian
pemilik terhadap hewan peliharaannya. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan dehidrasi
seperti muntah dan diare maupun perlakuan yang dapat menyebabkan dehidrasi seperti exercise
yang berlebihan atau kondisi kandangyang terlalu panas, sebaiknya dihindarkan. Pencegahan
penyakit yang menyebabkan muntah dan diare, seperti distemper dan infeksi parfovirus,
hendaknya diantisipasi dengan vaksinasi. Kedua penyakit ini menyebabkan dehidrasi yang
sangat berat dan menyebabkan kematian. Saran ini disampaikan oleh kalangan dokter hewan,
sebagaimana ditulis oleh pada artikel Jonni Dog health and older dogs pada website

Pencegahan Dehidrasi Secara Khusus.


Pencegahan dehidrasi secara khusus disampaikan oleh Kroger Shoppers dari Bagian
Pendidikan Bichon Frise Information Station, Serving the worldwide Bichon Frise community
pada http://biconfriseusa.com sebagai berikut:
a. Hewan akan kehilangan air pada saat panting, karena itu selalu menempatkan dua
atau tiga mangkok besar berisi air disekitar rumah, sehingga hewan cukup minum.
b. Jika hewan tidak dapat mengakses minum setiap saat, maka lakukan rehidrasi secara
perlahan-lahan. Minum secara berlebihan setelah mengalami kehausan, dapat
menyebabkan muntah dan bahkan hewan akan kehilangan cairan lebih dibandingkan
sebelumnya.
c. Jangan biarkan hewan minum terlalu banyak setelah latihan yang diperkirakan
menyebabkan stess pada hewan.
d. Setelah latihan yang berat, hewan sebaiknya tidak langsung minum, tetapi biarkan
beberapa menit kemudian baru diberikan minum sedikit demi sedikit.
e. Jika hewan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, sebaiknya diberikan air dengan
campuran elektrolit. Hal ini dilakukan dengan harapan tubuh segera memperoleh
nutrien lebih cepat.
f. Hewan yang menghilang beberapa waktu tanpa mendapatkan air dan cenderung
kurang mau minum, sebaiknya diberikan es, sehingga hewan akan menjilat-jilat
sendiri.
g. Jika hewan tidak mau minum untuk beberpa waktu cukup lama, maka sebaiknya
konsultasi kepada dokter hewan.
JENIS JENIS DEHIDRASI
Derajat keparahan dehidrasi menurut AFIC (1999) dalam Kit dan Teng (2008) yaitu:
a. Dehidrasi Ringan/Dehidrasi Jangka Pendek
Ditandai dengan rasa haus, sakit kepala, kelelahan, wajah memerah, mulut dan
kerongkongan kering. Dehidrasi ringan ini merupakan dehidrasi yang terjadi dalam
jangka waktu pendek dan tidak terlalu parah tetapi apabila dibiarkan maka akan
berdampak buruk bagi kesehatan tubuh.
b. Dehidrasi Sedang
Ditandai dengan detak jantung yang cepat, pusing, tekanan darah rendah, lemah, volume
urin rendah namun konsentrasinya tinggi.
c. Dehidrasi berat/Dehidrasi Jangka Panjang
Ditandai dengan kejang otot, Iidah bengkak (swollen tongue), sirkutasi darah tidak lancar,
tubuh semakin melemah dan kegagalan fungsi ginjal. Dehidrasi berat ini merupakan
dehidrasi jangka panjang yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian.

Menurut Muscari (2005) patofisiologi bergantung pada tipe dehidrasi.


a. Dehidrasi isotonik
1. Kehilangan cairan terutama melibatkan komponen ektrasel dan volume darah
sirkulasi, menyebabkan anak rentan terhadap syok hipovolemik.
2. Kadar natrium serum menurun atau tetap dalam batas normal, kadar kiorida (Cl)
menurun dan kadar kalium (K) tetap normal atau menurun.
b. Dehidrasi hipertonik
1. Kehilangan air yang berlebihan dibandingkan elektrolit, mengakibatkan
perpindahan cairan dari kompartemen intrasel ke ekstrasel, yang dapat
menyebabkan gangguan neurologis seperti kejang.
2. Kadar natrium serum meningkat, kadar kalium (K) serum bervariasi dan kadar
Klorida (Cl) mneningkat.
c. Dehidrasi hipotonik
1. Pada dehidrasi hipotonik, cairan berpindah dari kompartemen ekstrasel ke
kompartemen intrasel sebagai usaha mempertahankan keseimbangan osmorik,
yang selanjutnya dapat meningkatkan kebocoran CES dan secara umum
mengakibatkan syok hipovolemik.
2. Kadar natrium dalam serum menurun, klorida (Cl) menurun dan kadar kalium
bervariasi.

Tipe dehidrasi dibatasi berdasarkan konsentrasi sodium dalam serum pada saat terjadi dehidrasi
(Batan, 2017)
a. Dehidrasi Isotonik: merupakan tipe dehidrasi yang paling umum ditemukan dan batasnya
adalah ditemukannya kadar sodium serum normal (145-157 9 mEq/L) pada saat dehidrasi
isotonik. Dehidrasi terjadi karena kehilangan cairan dan elektrolit degan proporsi yang
sama dengan serum normal.
b. Dehidrasi Hipertonik: adalah tipe dehidrasi yang banyak ditemukan setelah dehidrasi
isotonik, pada keadaan ini ditemukan kadar sodium serum meningkat diatas 157 mEq/L
pada saat dehidrasi. Dehidrasi hipertonik terjadi sebagai akibat kehilangan air atau
kehilangan air dengan bahan terlarut berlebihan ditemukan dalam serum (hipertonik).
c. Dehidrasi Hipotonik: bentuk dehidrasi yang jarang ditemukan dan didefinisikan sebagai
ditemukannya kadar sodium yang rendah dalam serum (143 mEq/L atau lebih rendah).
Karena kehilangan cairan isotonic, diikuti dengan meminum atau menyerap cairan
hipotonik (seperti minum air) membuat konsentasi sodium ekstraseluler terencerkan
hingga dibawah normal.

DEHIDRASI PRIMER & SEKUNDER


a. Dehidrasi Primer
Terjadi dehidrasi primer, karena masuknya air ke dalam tubuh sangat terbatas.
Hal ini antara lain akibat penyakit-penyakit yang menghalangi masuknya air ke dalam
tubuhnya. Contohnya adalah hydrophobia, yaitu penyakit mental yang disertai dengan
menolak air atau ketakutan akan air. Akibat penyakit ini, penderila akan semakin lemah,
tidak dapat minum air lagi, dan bila terus lerjadi dapat mengakibalkan koma (Ettinger
1975).
Pada stadium permulaan water depletion, ion natrium dan klor akan ikut
menghilang dengan cairan tubuh, tetapi kemudian terjadi reabsorbsi ion melalui tubulus
ginjal yang berlebihan, sehingga cairan ekstraseluler mengandung natrium dan klor
berlebihan dan terjadi hipertonis. Hal ini menyebabkan air akan keluar dari sel sehingga
tejadi dehidrasi intraseluler dan inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu terjadi
perangsangan pada hipofisis yang kemudian akan melepaskan hormon antidiuretik,
sehingga hewan cenderung mengalami oliguria. Karena itu, gejala khas yang terliha pada
dehidrasi primer adalah rasa haus, air liur sedikit sekali sehingga mulut kering, oligouria,
kondisi tubuh sangat lemah, timbulnya ganguan mental seperti halusinasi dan delirium
(Ettinger 1975).
Pada stadium paling lanjut, kematian akibat dehidrasi primer akan terjadi bila
hewan kehilangan air ± 15% s.d. 22% total air di dalam tubuh. Sebelum mengalami
kematian hewan akan mengalami hypovolernic shock.
Gejala khas pada dehidrasi primer adalah rasa haus, air liur sedikit sekali sehingga
mulut kering, oligouria, kondisi tubuh sangat lemah, timbulnya gangguan mental seperti
halusinasi dan delirium. Kematian akibat dehidrasi primer akan terjadi bila hewan
kehilangan air ± 15% s.d. 22% total air di dalam tubuh. Sebelum mengalami kematian
hewan akan mengalami hypovoIemic shock (Ettinger 1975)

b. Dehidrasi Sekunder
Terjadi dehidrasi sekunder, karena hilangnya cairan yang mengandung elektrolit.
Hal sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui saluran pencernaan, seperti pada
keadaan muntah-muntah dan diare yang intermitten. Akibat sodium depletion ini, hewan
mengalami hipotoni cairan ektraseluler. sehingga tekanan osmotik menurun, dimana di
lingkungan ekstraseluler banyak mengandung elektrolit sodium dan lingkungan
intraseluler banyak mengandung potasium. Hal ini akan menghambat dikeluarkannya
hormon antidiuretik, sehingga ginjal akan mengekskresikan air seni (Sari, 2009).
Penurunan volume plasma maupun cairan intestitinum pada dehidrasi sekunder
menyebabkan tercapai konsentrasi cairan ekstraseluler yang normal. Dalam hal ini karena
terdapat hipotoni ekstraseluler, maka air akan masuk ke dalam sel. Perkembangan
selanjutnya, intraseluler akan mengalami hipotoni dan pada keadaan ini rasa haus tidak
muncul lagi. Gejala khas pada dehidrasi sekunder adalah mual (nausea), muntah-muntah,
kekejangan, perasaan lesu dan lelah. Kematian pada dehidrasi sekunder terjadi karena
kegagalan aliran perifer akan mempercepat terjadinya hipovolemik (Sari, 2009).
Gejala khas pada dehidrasi sekunder adalah nausea, muntah-muntah, kekejangan,
perasaan lesu dan lelah. Kematian pada dehidrasi sekunder teradi karena kegagalan aliran
perifer (Ettinger 1975).

Pada tahap dehidrasi ringan tubuh sudah mengalami kekurangan cairan sebesar 1 sampai 2%
dan mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti haus, lemah, lelah, sedikit gelisah, dan hilang selera
makan (Gustam, 2012).
Pada tahap dehidrasi sedang tubuh sudah mengalami kekurangan cairan sebesar 3 sampai 4%
dan mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti kulit kering, mulut dan tenggorokan kering, volume
urin berkurang (Gustam, 2012).
Pada tahap dehidrasi berat, tubuh sudah mengalamim kekurangan cairan 5 sampai 6% dan
mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti sulit berkonsentrasi, sakit kepala, kegagalan pengaturan
suhu tubuh serta peningkatan frekuensi nafas. Kehilangan cairan > 6% dapat meningkatkan
risiko gangguan kesehatan, seperti dapat mengakibatkan otot kaku dan collapse, saat tubuh
kehilangan cairan sebesar 7% sampai dengan 10% dapat menurunkan volume darah serta
berakibat kegagalan fungsi ginjal saat tubuh kehilangan cairan sebesar 11% (Gustam, 2012).

BEBERAPA AKIBAT YANG AKAN TERJADI JIKA DEHIDRASI TIDAK DITANGANI


1. Gangguan Elektrolit
Cairan yang keluar dari tubuh dapat diikuti dengan gangguan keseimbangan elektrolit,
dikarenakan di dalam cairan tubuh terdapat elektrolit yang terdiri atas ion-ion. Elektrolit
memiliki banyak fungsi di dalam tubuh; contohnya ion Na+ dan K+ berfungsi
menghantarkan impuls antar sel saraf. Apabila kehilangan kedua ion tersebut dengan jumlah
yang besar dapat menimbulkan gangguan kontraksi otot, ritme jantung, kejang bahkan
penurunan kesadaran.

2. Syok
Kekurangan cairan dalam tubuh (dehidrasi) dapat menyebabkan penurunan volume
cairan dalam tubuh. Hal ini menyebabkan pengisian ventrikel tidak memadai, maka curah
jantung menurun dan tekanan darah ikut turun. Pada akhirnya, pengambilan oksigen di paru-
paru juga ikut menurun. Penurunan ini mengganggu pasokan oksigen ke sel tubuh sehingga
kerja organ vital pun ikut terganggu.

3. Infark Ginjal
Penurunan curah jantung tentu menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus yang
terjadi pada ginjal untuk membentuk urine. Filtrasi berfungsi untuk memisahkan zat yang
dapat direabsorbsi kembali seperti kalsium, asam lemak, dan mineral. Tidak heran jika
hewan mengalami dehidrasi sering terjadi dysuria bahkan anuria. Laju filtrasi glomerulus
merupakan indikator penilaian fungsi ginjal. Semakin lama laju filtrasi glomerulus
menurun, maka fungsi ginjal semakin terganggu dan dapat terjadi infark ginjal (gagal
ginjal).

4. Koma
Syok yang tidak segera diatasi bisa menyebabkan kurangnya pasokan darah dan oksigen
ke otak. Ketika otak kekurangan oksigen untuk bekerja, maka terjadi koma. Akibat lainnya,
adalah kegagalan fungsi banyak organ vital dalam tubuh.

5. Kematian
Jika dehirasi tidak segera ditangani, kegagalan fungsi organ vital seperti jantung, ginjal,
dan otak dapat menyebabkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai