Anda di halaman 1dari 7

Narasumber 1 : I Gusti Ngurah Antaryama

Jurusan Arsitektur FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)


Surabaya
Tema : Konsep Rancangan Perpustakaan Masa Depan

Isu tentang kelestarian lingkungan dan kesehatan serta kesejahteraan pengguna turut
menjadi perhatian seluruh komponen/penggiat perpustakaan di berbagai belahan dunia.
Perubahan paradigm perancangan perpustakaan yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi
dan keiinginan untuk berdampingan secara harmonis dengan lingkungan, menimbulkan
berbagai pertanyaan tentang kualitas rancangan perpustakaan di masa datang. Makalah ini
akan membuat kajian awal tentang profil perpustakan di masa datang dan kinerjanya yang
berhubungan dengan penerapan konsep arsitektur hijau dan adaptasi pengguna. Secara
umum profil perpustakan masa datang lebih kompak dan mengutamakan pelayanan serta
berintegrasi dengan berbagai aktifitas lainnya, dan dalam hal penerapan konsep arsitektur
hijau tidak dijumpai perbedaan yang mendasar.
Kata kunci:, arsitektur hijau, masa datang, rancangan perpustakaan

1. Rancangan Perpustakaan dan Konsep Keberlanjutan


Konsep pembangunan berkelanjutan telah menyadarkan kita bahwa pembangunan telah
membawa dampak pada ketersediaan sumberdaya dan daya dukung lingkungan. Konsep
ini juga telah menyadarkan kita bahwa pembangunan bukan saja untuk hari ini dan satu
generasi tetapi juga untuk masa datang dan generasi mendatang.
Bangunan perpustakan sebagai salah satu subyek dalam sistem lingkungan memiliki
peran dalam menjaga kualitas lingkungan. Rancangan perpustakaan seyogyanya
menerapkan kirteria-kriteria rancangan yang sejalan dengan konsep-konsep peletarian
lingkungan. Rancangan perpustakaan telah mengalami berbagai perubahan sepnajang
masa. Perpustakaan di masa kini tidak lagi dipandang sebagai sebuah ruang untuk
menyimpan boku dan material perpustakaan lainnya yang berorientasi fisik dan
pelayanan, tetapi definisi tesebut telah bergeser pada aktifitas yang fokus pada
pelayanan, aktifitas komunitas dan atraksi budaya (Edwards dan Fisher, 2002).
Sebagaimana dinyatakan juga Edwards dan Fisher, revolusi dibidang teknologi informasi
dan komputasi serta keinginan untuk menggunakan pendekatan berkelanjutan dalam
desain adalah dua faktor yang mempengaruhi trnaformasi yang terjadi pada rancangan
perpustakaan. Perubahan paradigma rancangan ini tentunya akan berhubungan dengan
tingkat tanggapan perpustakaan terhadap lingkungan fisiknya.

Pada masa lalu dan juga di masa sekarang, perpustakaan banyak hadir dalam
konfigurasi tertutup dimana selubung bangan memiliki sistem perjendelaan yang minimal.
Material perpustakaan yang rentan dan keterbatasan teknologi yang terkait di dalamnya
menyebabkan arsitektur perpustakaan hadir dalam konsep yang demikian. Dari sudut
pandang konsep arsitektur berorientasi ke lingkungan (arsitektur hijau), rancangan
demikian akan banyak menggunakan sumberdaya dan energi. Keberadaan sumber
pengetahuan dalam wujud buku juga bersinggungan dengan konsep konservasi
lingkungan.

Konsep arsitektur hijau sesungguhnya bukanlah konsep baru bagi arsitektur Indonesia.
Bangunan tradisional Indonesia sudah sejak dahulu memperhatikan prinsip tersebut di
atas (Karyono, 2010). Makalah ini akan membahas sejauhmana rancangan perpustakaan
telah mengakomodasi konsep arsitektur hijau dan sejauhmana transformasi rancangan
perpustakan juga merepresentasikan konsep ini.

2. Konsep Arsitektu Hijau


Arsitektur hijau merupakan sebuah konsep rancangan arsitektur yang berorientasi pada
pelestarian lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien, dan kesehatan dan
kesejahteraan manusia. Implementasi konsep ini berada pada setiap tahap dalam siklus
hidup sebuah bangunan. Dimulai dari tahap perencanaan, konstruksi/pembangunan,
operasi, hingga tahap akhir masa hidup bangunan.

Vale dan Vale (1991) menyatakan bahwa sebuah bangunan dikatakan


merepresentasikan bangunan hijau apabila bangunan tersebut dirancang dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Konsevasi energi (conserving energy)
b. Meminimalkan penggunaan sumberdaya baru (minimizing new resources)
c. Beradaptasi dengan kondisi iklim setempat (working with climate)
d. Memperhatikan pengguna (respect for user)
e. Menghormati tapak (respect for site)
f. Menyeluruh (holism)

Prinsip konservasi energy dapat diterapkan dengan jalan menggunakan energy secara
efisien diantaranya pemilihan bahan rendah energy (low embodied energy), energi untuk
transportasi dan pembangunan yang rendah (low grey dan induced energy), konsumsi
energi yang rendah ketika beroperasi (low operating energy), serta pengunaan energy
yang rendah untuk pemeliharaan. Penggunaan energi alternatif sangat direkomendasi
untuk tujuan ini. Bangunan hijau juga dirancang mengunakan sumberdaya baru pada
tingkat minimum. Upaya pengurangan penggunaan bahan (reduce), penggunaan kembali
(reuse), dan daur ulang bahan (recycle) merupakan strategi yang dapat diaplikasikan
untuk memenuhi prinsip yang kedua. Sumberdaya yang menjadi perhatian diantaranya
bahan bangunan dan air. Kemampuan bangunan untuk beradaptasi dengan kondisi iklim
setempat dapat mengurangi penggunaan energi operasional bangunan, misalnya untuk
penyediaan pencahayaan dan pendinginan bangunan.

Kesesuaian bangunan dengan iklim juga dapat memperpanjang usia bangunan dan
mengurangi biaya untuk pemeliharaan. Kesehatan dan kesejahteraan manusia mendapat
perhatian penting dalam perancangan bangunan hijau. Hal ini didapat dengan
memperhatikan tuntutan, perilaku serta kebiasaan pengguna, dan mengintegrasikannya
dalam rancangan. Tapak dalam perancangan arsitektur dapat dipandang sebagai sebuah
ekosistem dimana bangunan merupakan salah satu komponennya. Keharmonisan
interaksi arsitektur dan alam akan alam dalam mempertahan daya dukung
lingkungannya, sehingga proses-proses alamiah dapat berjalan sebagaiman mestinya.
Bagian terakhir dari prinsip arsitektur hijau adalah prinsip menyeluruh. Prinsip ini
menuntut perancang untuk mengitegrasikan seluruh prinsip yang ada. Pada bagian inilah
segala pertentangan tuntutan dapat ditengahi. Penetapan prioritas diperlukan untuk
mendapatkan hasil rancangan yang optimum. Sebagai sebuah karya arsitektur,
bangunan hijau dituntut juga untuk memberikan usulan-usalan rancangan yang
memenuhi kaidah estetika.

Untuk mengukur implementasi konsep arsitektur hijau, beberapa negara telah


menerbitkan instrument asesmen arsitektur hijau. Diantara negara-negara tersebut
adalah Amerika Serikat dengan LEED, Inggris dengan BREAM, Australia (), Singapura ()
dan Malaysia (). Indonesia, melalu Konsil Bangunan Hijau (Green Building Council/GBCI)
juga telah menerbitkan instrumen sejenis yang dikembangkan dari instrumen negara-
negara maju, namun telah diadaptasi berdasarkan kondisi Indonesia. Instrumen GBCI
merangkum komponen-komponen sebagai berikut (GBCI, 2010):

 Tepat guna lahan (appropriate site development)


 Efesiensi dan konservasi energy (energy efficiency and conservation)
 Konservasi air (water conservation)
 Sumber dan siklus material (material resources and cycle)
 Kualitas udara dan kenyamanan ruangan (indoor air health and comfort)
 Pengelolaan bangunan dan lingkungan (building and environment management)

Keberhasilan sebuah bangunan dalam menerapkan prinsip-prinsip arsitektur hijau


dievaluasi berdasarkan tingkat dan integrasi penerapan komponen-komponen tersebut di
atas. Semakin banyak komponen yang dirangkum dalam rancangan bangunan semakin
tinggi sumbangan sebuah bangunan dalam mendukung kelestarian lingkungan,
menghemat energy/sumberdaya dan menghargai pengguna.

3. Perpustakaan Masa Datang = Perpustakaan Hijau?


Transformasi perpustakaan dari masa ke masa telah sampai pada satu kondisi dimana
perpustakaan sebagai sebuah institusi tidak hanya dipandang sebagai simbol peradaban,
tetapi dipandang sebagai pusat informasi (resources center). Perubahan pardigma
terhadap peran perpustakaan juga akan berpengaruh pada perubahan fisik dari
perpustakaan itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi dan konstruksi, kesadaran kita
akan pentingnya kelestarian lingkungan dan kesehatan dan kesejahteraan pengguna
telah menjadi faktor yang dipertimbangan pada perancangan perpustakaan di masa
depan.

Secara generik rancangan perpustakaan harus memenuhi kriteria-kriteria: flexible,


compact, accessible, extendible, varied, organised, comfortable, constant in environment,
secure dan economic (Faulkner-Brown dalam Edwards dan Fisher, 2002). Disamping
criteria ini Edwards dan Fisher (2002) juga menambahkan criteria sustainable dan
uplifting to the spirit.

Kesesuaian kriteria-kriteria di atas dengan dengan komponen-komponen penilaian


bangunan hijau akan menunjukkan seberapa jauh rancangan sebuah perpustakaan
dapat mengakomodasi prinsip arsitektur hijau. Matrik di bawah ini menunjukan kajian
awal keterkaitan sebuah perpustakaan ideal dimana kriteria-kriteria rancangannya
diterapkan secana optimal dengan prinsip perancangan dan komponen penilaian
arsitektur hijau.
Tabel 1. Kajian Keterkaitan Kriteria Perancangan Perpustakaan dan Prinsip Arsitektur
Hijau

Kriteria Prinsip Perancangan Arsitektur Hijau


rancangan Konservasi Penggunaan Beradaptasi Memperhati- Menghorm Menyeluruh
energi sumberdaya dengan iklim kan pengguna ati Tapak
baru yang
minimal
Fleksible Pembatasa Dampak Rangkuman
perobohan minimum deskripsi
dan pada tapak seluruh
penggunaan Prinsip
bahan
Compact Optimasi Pembatasan Dampak
penggunaan penggunaan minimum
system bahan pada tapak
pendinginan
Accessible Kesesuaian
dengan
pengguna
Extendible Pembatasan Peluang
perobohan untuk
pengemba
ngan
Varied Kesesuaian
dengan
pengguna
Comfortable Kesesuaian Kesesuaian Kesesuaia
dengan dengan n dengan
persyaratan persyaratan persyarata
kualitas kualitas udara n kualitas
udara dan dan udara dan
Penyediaan Penyediaan Penyediaa
kenyamanan kenyamanan n
bagi bagi pengguna kenyaman
pengguna an bagi
pengguna
Constant in dengan dengan
environment persyaratan persyarata
kualitas udara n kualitas
untuk isi udara
perpustakaan untuk isi
perpustaka
an

Secure - - - - -

Economic Efisiensi Efisiensi Efisiensi Efisiensi Efisiensi


pengunaan pengunaan pengunaan pengunaan pengunaan
sumberdaya sumberdaya sumberdaya sumberdaya sumberday
a
Kajian di dalam matrik yang ditampilkan pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pada
prinsipnya kriteria perancangan perpustakaan ideal baik secara langsung maupun tidak
telah merangkum prinsip-prinsip perancangan arsitektur hijau. Meskipun criteria
perancangan perpustakaan lebih berorientasi pada fungsi perpustakaan, konsep-konsep
yang tersirat di dalam kriteria-kriteria tersebut juga sejalan dengan konsep arsitektur
hijau.

Tabel 2. Kajian Keterkaitan Kriteria Perancangan Perpustakaan dan Komponen


Penilaian Arsitektur Hijau

Kriteria Komponen Penilaian Bangunan Hijau (versi GBCI)


rancangan Tepat guna Efisiensi & Konserva Sumber dan Kualitas Pengelolaan
lahan Konservasi si air siklus udara & bangunan &
energi material kenyamanan lingkungan
Fleksible Pembatasa
perobohan
dan
penggunaan
bahan
Compact Optimasi Optimasi Efisiensi
penggunaa penggunaan pengunaan
n sistim bahan sumber daya
penggunaa
n
Accessible Kesesuaian Kesesuaian
dengan dengan
pengguna pengguna
Extendible Peluang untuk Pembatasan
pengembanga perobohan
n
Varied Kesesuaian
dengan
pengguna
Orgenised Efisiensi
pengunaan
sumberdaya
Comfortable Kesesuaian
dengan
persyaratan
kualitas
udara dan
Penyediaan
kenyamanan
bagi
pengguna
Constant in Kesesuaian
environment dengan
persyaratan
kualitas
udara dan
Penyediaan
kenyamanan
bagi
pengguna
Secure - - - - -

Economic Efisiensi Efisiensi Efisiensi Efisiensi Efisiensi


pengunaan pengunaan penguna pengunaan pengunaan
sumberdaya sumberday an sumberdaya sumberdaya
a sumberd
aya
Tidak berbeda dengan kajian sebelumnya, kriteria-kriteria perancangan perpustakaan
secara umum juga telah memperhatikan komponen-komponen penilaian bangunan hijau.
Komponen konservasi air pada khususnya belum secara eksplisit diajukan sebagai
criteria perancangan bangunan. Namum demikian kriteria economic secara tidak
langsung akan berhubungan dengan penghematan penggunaan air pada bangunan. Dua
kriteria terakhir yang ditambahkan oleh Edwards dan Fisher (2002) yakni sustainable dan
uplifting to the spirit telah menjawab secara keseluruhan bagaimana bangunan
perpustaan di masa depan.

Kedua kajian di atas menunjukkan bahwa rancangan perpustakaan pada prinsipnya telah
mengakomodasi konsep rancangan arsitektur hijau. Ini berarti jika criteria perancanganya
dapat diterapkan secara optimal tidak akan ada persoalan yang berkaitan dengan
transformasi rancangan perpustakaan sebagaimana yang terjadi sekarang. Persoalannya
adalah tidak terletak pada bangaimana perubahan fisik yang terjadi, tetapi lebih kepada
seberapa besar kriteria perancangannya diterapkan dengan baik. Hal lain yang juga patut
mendapat perhatian adalah perilaku pengguna. Beberapa studi sebelumnya
mengindikasikan bahwa pengguna memegang peranan besar dalam memodifikasi kinerja
lingkungan sebuah bangunan (baker dan Steemers (2000).

Bagamana profil perpustakaan di masa datang?. Beberapa spekulasi yang dapat dibuat
terkait dengan perubahan fungsi dan fisik perpustakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Dari profil perpustakaan masa datang dapat diperkirakan tidak ada perubahan yang
pokok dari kriteria perancanganya, sehingga dapat dikatakan bahwa bangunan
perustakaan di masa datang pun merupakan bangunan hijau. Perbedaannya terletak
pada pemanfaatan teknologi untuk meningkat efektifitas fungsi dan efesiensi sumberdaya
yang digunakan.

Tabel 3. Spekulasi tentang Profil Perpustakaan Masa Datang

Rancangan Perpustakaan

Sekarang Masa depan


Penyimpanan buku dan material Pusat sumber pembelajaran
Fungsi
perpustakaan lainnya (fisikal dan (pelayanan
pelayanan)

Alokasi Berorientasi pada fungsi pokok Integrasi fungsi pokok dengan


ruang perpustakaan aktifitas sosial, budaya dan
komersial, dll.

Skala Luas Kompak


Berkelanjutan dan berbasis
Konsep Fungsional
teknologi

Ekspresi
Form follow function atau simbolik Regional dan/atau Kinerja tinggi

Tipologi Khusus perpustakaan Bangunan campuran


4. Kesimpulan
Tranformasi rancangan perpustakaan telah memberikan perubahan baik dari fungsi yang
bersifat simbolik, fisikal dan pelayanan hingga fungsi yang fokus ke pelayanan.
Perubahan-perubahan ini tentunya juga berhubungan dengan tingkat tanggapan sebuah
rancangan pada kondisi lingkungannya. Penurunan kualitas lingkungan yang berakibat
pada terjadinya becana telah menyadarkan kita atas kekurangan pedulian kita pada
lingkungan. Rancangan perpustakaan tidak lagi diletakkan pada asumsi bahwa
sumberdaya tersedia banyak dan dapat dimanfaat seluas-luasnya, namun lebih kepada
asumsi bahwa lingkungan adalah milik semua generasi dan kita patut melestarikannya.
Rancangan perpustakaan telah menetapkan kriteria rancangan yang sejalan dengan
konsep arsitektur hijau. Perubahan teknologi informasi/digital bukan meniadakan fungsi
perpustakaan dan menurunkan kualitas kepeduliannya terhadap lingkungannya, tetapi
sebaliknya memperkokoh fungsi perpustakan dan meningkatkan kinerja adaptasi
lingkungannya. Hal lain yang patut dicatat adalah peran penting perancang khususnya
dalam penerapan kriteria rancangan dan perilaku pengguna dalam memanfaatkan
bangunan, yang mana kesemuanya akan menentukan produk dan kinerja akhir dan
sebuah bangunan.

Anda mungkin juga menyukai