Anda di halaman 1dari 10

PENGGUNAAN LAHAN KERING DI DAS LIMBOTO

PROVINSI GORONTALO UNTUK PERTANIAN


BERKELANJUTAN

Nurdin

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman No. 6, Kota Gorontalo 96122
Telp. (0435) 821125, Faks. (0435) 821752, E-mail: ung@ung.ac.id

Diajukan: 23 Maret 2010; Diterima: 17 Februari 2011

ABSTRAK
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk usaha pertanian. Daerah aliran
sungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha,
sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkan
lahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budi
daya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama,
penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapan
sistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana dan
prasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapan
sistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidi
kepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani di
daerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, dan
pengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan kering
adalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpang
tindih kepentingan.
Kata kunci: Lahan kering, penggunaan lahan, pertanian berkelanjutan, daerah aliran sungai, Limboto, Gorontalo

ABSTRACT
The use of upland in Limboto watershed of Gorontalo Province for agriculture sustainability

Upland agroecosystem has a great potential for agricultural development. Limboto watershed has an upland area
that suitable for agricultural development of 37,049 ha. Meanwhile, flat to undulating land that is potential for
agriculture is 33,144 ha. In utilizing the land resource, some strategies and technologies for upland management
can be implemented, which include: 1) upland farming management, including plant grouping in a landscape
following water need, determination of appropriate cropping patterns, and application of mulch, organic matter,
wind breaker, and agroforestry, 2) development of economic, social and cultural aspects through extension,
provision of production facilities, infrastructure, and capital for farmers, empowerment of farmers' institutions
and extensions, and implementation of agribusiness system, and 3) implementation of a pro-agriculture policies,
which include provision of subsidies to farmers in upstream areas for land conservation, granting tax subsidy to
farmers, filling regulations based on land conservation, and land management based on land rights system. Another
most important thing in utilizing upland is syncronization and coordination between government institutions by
involving farmers to avoid interest overlapping.
Keywords: Upland, land use efficiency, sustainable agriculture, watershed, Limboto, Gorontalo

L ahan merupakan salah satu sum-


ber daya alam yang tidak terbaharui
(unrenewable). Hampir semua sektor
tanpa penggenangan air. Selanjutnya,
Rukmana (2001) menegaskan, lahan kering
merupakan sebidang lahan yang dapat
satu agroekosistem yang mempunyai
potensi besar untuk usaha pertanian, baik
tanaman pangan, hortikultura (sayuran
pembangunan fisik membutuhkan lahan digunakan untuk usaha pertanian dengan dan buah-buahan) maupun tanaman
(Sitorus 1998). Notohadinegoro (2000) menggunakan air secara terbatas dan tahunan dan peternakan. Minardi (2009)
menjelaskan, lahan kering adalah lahan biasanya bergantung pada air hujan. menyatakan, lahan kering umumnya selalu
yang berada di suatu wilayah yang ber- Sementara itu, Abdurachman et al. (2008) dikaitkan dengan pengertian usaha tani
kedudukan lebih tinggi yang diusahakan mendefinisikan lahan kering sebagai salah bukan sawah yang dilakukan oleh masya-

98 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011


rakat di suatu daerah aliran sungai dangkal, dan akifernya tergolong pro- Tabel 1. Sebaran jenis tanah di DAS
(DAS) bagian hulu sebagai lahan atas duktif sedang (Husain et al. 2006). Pada Limboto, Provinsi Gorontalo.
atau lahan yang terdapat di wilayah ke- wilayah yang relatif landai sampai berbukit
ring (kekurangan air) dan bergantung banyak diusahakan tanaman pangan, Ordo Luas
pada air hujan. terutama jagung, dan perkebunan seperti (ha) (%)
Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang kelapa. Melihat kondisi tersebut maka Alfisol 43.849 50,01
Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 pengelolaan lahan kering secara ber- Molisol 6.027 6,87
(Puslitbangtanak 2001), Indonesia me- kelanjutan di DAS Limboto perlu men- Vertisol 5.022 5,73
miliki daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri dapat perhatian. Hal ini sejalan dengan Entisol 1.965 2,24
Inceptisol 27.400 31,25
atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan pernyataan Husain et al. (2006) bahwa Danau 3.415 3,90
40,20 juta ha lahan basah (22%). Namun, pengelolaan lahan yang tepat di kawasan Jumlah 87.678 100
Abdurachman et al. (2008) menyatakan, DAS Limboto sangat penting dalam
pemanfaatan lahan kering untuk pertanian rangka penyelamatan Danau Limboto Sumber: Puslittanak (1994).
sering diabaikan oleh para pengambil dan pengendalian banjir di Kota Goron-
kebijakan yang lebih tertarik pada pening- talo.
katan produktivitas lahan sawah, padahal Tulisan ini mengulas potensi lahan Berdasarkan sifat-sifat tanah, Ilahude
lahan kering tersedia cukup luas dan kering di DAS Limboto dan status pe- et al. (2007) melaporkan, DAS Limboto
berpotensi untuk dikembangkan. manfaatan lahan kering saat ini. Di- bagian Sub-DAS Biyonga memiliki tanah
Kebutuhan akan lahan terus mening- ungkap pula permasalahan dan strategi bertekstur lempung berdebu, permeabili-
kat sejalan dengan waktu, perkembangan pengelolaan lahan kering di kawasan tas dan infiltrasi agak cepat, porositas
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), DAS tersebut. tanah sedikit, dan struktur tanah gumpal
dan pertambahan jumlah penduduk. bersudut. Selain itu, kesuburan tanah
Tekanan kebutuhan penduduk terhadap rendah berdasarkan nilai kapasitas tukar
lahan menyebabkan pemanfaatan lahan kation (KTK), kejenuhan basa, N tanah
melampaui daya dukung dan kemam- POTENSI LAHAN KERING tersedia, P2O5 tersedia, K2O tersedia, dan
puannya sehingga terjadi kelelahan tanah DI DAS LIMBOTO C-organik yang dipadankan pada Kunci
(soil fatigue) dan kerusakan lahan (Husain Status Kesuburan Tanah (Puslittan
et al. 2006). Menurut Idjudin dan Mar- Pengembangan pertanian di lahan kering 1983). Berbeda dengan DAS Limboto,
wanto (2008), salah satu penyebab ketim- diharapkan memberi kontribusi nyata Nurdin et al. (2009) melaporkan, bagian
pangan pengelolaan lahan kering adalah dalam mewujudkan pertanian tangguh Sub-DAS Alo Pohu Isimu Utara memiliki
pertambahan jumlah penduduk sehingga mengingat potensi dan luas lahan yang kesuburan tanah yang sedang menurut
mendorong petani untuk mengusahakan jauh lebih besar daripada lahan sawah dan kriteria Puslittan (1983). Hal ini disebabkan
lahan kering berlereng di DAS bagian hulu atau lahan gambut (Subardja dan Sudar- oleh kadar N total yang rendah, P tersedia
yang rentan erosi. sono 2005). Selain itu, lahan kering sangat cukup tinggi, K tersedia dan C-organik
DAS Limboto termasuk salah satu berpotensi untuk pengembangan ber- rendah, serta KTK dan kejenuhan basa
DAS prioritas dari DAS kritis di SWP- bagai komoditas andalan dan memberikan sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan
DAS Bone Bolango (Kusmawati 2006). sumbangan cukup besar terhadap penye- bahwa lahan kering di DAS Limboto
DAS Limboto didominasi (70%) wilayah diaan pangan nasional (Badan Litbang cukup potensial untuk pengembangan
dengan kemiringan lereng lebih dari 40% Pertanian 1998, tidak dipublikasikan). komoditas pertanian.
(Bapppeda Provinsi Gorontalo 2002). Berdasarkan Peta ReProot skala 1: 250.000 Salah satu faktor yang menentukan
Dengan demikian, DAS ini rentan terhadap (1988), untuk pertanian lahan kering, lahan tingkat kesesuaian lahan adalah bentuk
degradasi apabila kawasan hulu dan yang sesuai didominasi oleh tanah Incep- wilayah atau relief (Hikmatullah et al.
daerah tangkapan airnya tidak dikelola tisol, Alfisol, dan Entisol. Hal ini didukung 2008). Bentuk wilayah DAS Limboto
secara tepat. Berdasarkan Data Balitbang- oleh laporan Puslittanak (1994) dalam peta bervariasi dari datar (0−3%) sampai ber-
pedalda Provinsi Gorontalo (2004), ke- tanah tinjau skala 1 : 150.000, bahwa jenis gunung (> 50%). Masing-masing bentuk
giatan pertanian di lahan kering DAS tanah yang dominan di DAS Limboto wilayah mempunyai lahan datar sampai
Limboto telah menyebabkan 23.210,53 ha adalah Inceptisol (27.400 ha) dan Alfisol agak datar seluas 27.125 ha, lahan ber-
lahan menjadi kritis. Kondisi ini menye- (43.849 ha) ( Tabel 1). ombak sampai bergelombang 6.336 ha,
babkan terjadinya erosi dan masuknya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pa- lahan berbukit kecil sampai berbukit
sedimen ke Danau Limboto sehingga ter- ngan Provinsi Gorontalo (2003) bekerja 21.189 ha, dan lahan bergunung 7.551 ha
jadi pengendapan dan pendangkalan sama dengan Balai Pengkajian Teknologi (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
yang menurunkan kapasitas tampung Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah telah Provinsi Gorontalo 2009). Menurut Hik-
danau (Kusmawati 2006). melakukan evaluasi kesesuaian lahan di matullah et al. (2008), lahan yang terletak
Danau Limboto sebagai muara (outlet) DAS Limboto. Hasilnya menunjukkan, pada wilayah datar sampai bergelom-
DAS Limboto terus mengalami pendang- lahan yang sesuai untuk pengembangan bang berpotensi untuk pengembangan
kalan sehingga luas perairan danau makin pertanian di DAS tersebut mencapai pertanian. Lahan yang terletak pada
menciut. Selain itu, sebagian wilayah DAS 37.049 ha, yaitu untuk padi gogo 27.702 wilayah berbukit < 40% dapat digunakan
ini tertutup oleh endapan aluvium yang ha, jagung 27.938 ha, kacang tanah 27.935 untuk perkebunan dengan menerap-
cukup sesuai untuk pengembangan perta- ha, ubi jalar 24.838 ha, dan ubi kayu 45.969 kan teknik konservasi tanah dan air
nian, memiliki permukaan air tanah yang ha. (Djaenudin et al. 2003).

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 99


Setiap tanaman mempunyai persya- berstatus lahan kritis. Hal ini sesuai de- Tabel 2. Penggunaan lahan di DAS
ratan tumbuh tertentu untuk berproduksi ngan laporan Balitbangpedalda Provinsi Limboto.
secara optimal (FAO 1976; Djaenudin Gorontalo (2004) yang menunjukkan
et al. 2003). Di samping itu, agar dapat bahwa penyebaran lahan kritis dalam Jenis penggunaan Luas
lahan
tumbuh dan berproduksi tinggi serta kawasan hutan lindung mencapai 14.252 (ha) (%)
hasilnya berkualitas, tanaman harus di- ha. Padahal menurut Kusmawati (2006), Tegalan 32.117 35,29
budidayakan pada lingkungan yang luas kawasan hutan di DAS Limboto pada Ladang 10.056 11,05
sesuai (Amien 1994; Subagjo et al. 1995; tahun 2003 hanya 14.893 ha (Tabel 2). Kebun 676 0,74
Kebun campuran 3.042 3,34
Djaenudin 2001). Komponen lahan yang Artinya, tinggal tersisa 641 ha hutan yang Kelapa 12.526 13,76
memengaruhi pertumbuhan dan produk- kondisinya baik. Sawah 4.791 5,27
tivitas tanaman selain tanah dan topografi Penggunaan lahan di wilayah DAS Sawah/rawa 608 0,67
adalah iklim (Djaenudin 2008). Limboto adalah tegalan dengan luas Rawa 143 0,16
Wilayah DAS Limboto memiliki jumlah 32.117 ha (35,29%) dan perkebunan kelapa Belukar 8.029 8,82
Hutan 14.893 16,37
curah hujan tahunan 1.505 mm dengan dengan luas 12.526 ha atau 13,76% dari Pemukiman 708 0,78
rata-rata bulanan 125 mm, suhu udara total luas DAS. Balitbangpedalda Provinsi Danau 3.415 3,75
26,7OC, dan kelembapan udara 80,3% Gorontalo (2004) juga melaporkan, lahan Jumlah 91.004 100
(BMG Gorontalo 2009). Berdasarkan data kritis di kawasan hutan cukup luas, men-
tersebut maka kondisi iklim setempat cu- capai 35.343 ha. Jika dijumlahkan dengan Sumber: Peta Citra Landsat Kabupaten Goron-
talo dalam Kusmawati (2006).
kup potensial, walaupun kelas kesesuai- luas lahan kritis yang berada di dalam
annya umumnya cukup sesuai (S2) untuk kawasan hutan, totalnya mencapai 49.595
pengembangan tanaman pangan dan ha atau 54,50% dari luas total DAS. Hal ini
perkebunan menurut kriteria kesesuaian mengindikasikan bahwa luas lahan yang lahan yang sesuai untuk pengembang-
lahan Balai Penelitian Tanah (Djaenudin tidak kritis tinggal 41.409 ha atau 45,50%. annya. Walaupun bukan merupakan
et al. 2003). Hal ini sejalan dengan Naylor Perubahan penggunaan lahan pada komoditas unggulan daerah, pengem-
et al. (2007) yang menyatakan bahwa tahun 1999−2002 menyebabkan luas area bangan ubi kayu paling luas, dengan
produksi pertanian di Indonesia sangat hutan menurun 1,5% dan area pertanian proporsi luas lahan yang sesuai 99,79%.
dipengaruhi oleh curah hujan. bertambah 1,9%. Dari total luas DAS, Komoditas jagung sebagai entry point
Syahbuddin et al. (2004) telah meng- hanya 16,4% yang ditutupi hutan, yaitu program Agropolitan masih dapat di-
analisis data curah hujan dan suhu udara hutan lahan kering sekunder dan hutan kembangkan selain pada lahan yang
sepuluh tahunan untuk menentukan wak- rawa sekunder, dan sekitar 20% dari telah ada dengan persentase 49,48%. Hal
tu tanam dan jumlah pemberian air ke kawasan hutan berubah menjadi semak ini sejalan dengan rencana perluasan
tanaman. Lebih lanjut, Runtunuwu dan belukar, tanah terbuka, atau lahan perta- area pengembangan jagung pada tahun
Syahbuddin (2007) melaporkan bahwa nian pada tahun 2003. Konversi lahan 2009 di Kabupaten Gorontalo, yaitu 62.340
perubahan iklim berimplikasi pada pe- tersebut dilakukan tanpa mengindahkan ha pada lahan kering dan 3.770 ha pada
ngembangan pertanian sehingga diperlu- kaidah konservasi tanah dan air (BPDAS lahan sawah, terutama sawah tadah hujan
kan upaya adaptasi sistem budi daya. 2004). Hal ini merupakan salah satu akibat (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Musa (2006) yang melakukan pene- ketimpangan pengelolaan lahan kering Provinsi Gorontalo 2009).
litian waktu tanam jagung di DAS Lim- karena pertambahan jumlah penduduk, ter- Berdasarkan peta Status Kawasan
boto menyimpulkan bahwa waktu tanam utama akibat perkembangan dan perlu- dan Perairan Provinsi Gorontalo skala 1 :
memengaruhi berat kering maksimal asan Kota Limboto, Isimu, dan Kota Te- 250.000 (Badan Planologi 1999), DAS
tanaman. Sementara itu, Nurdin et al. laga sehingga mendorong petani untuk Limboto hulu ditetapkan sebagai kawasan
(2006) melaporkan bahwa berdasarkan mengusahakan lahan kering berlereng di hutan lindung (HL). Hal ini diperkuat
faktor iklim, kelas kesesuaian lahan untuk DAS hulu yang rentan terhadap erosi dengan Perda No. 32 tahun 2002 tentang
pengembangan jagung di Longalo Pro- (Idjudin dan Marwanto 2008). Lebih lanjut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
vinsi Gorontalo termasuk cukup sesuai Minardi (2009) menyatakan, usaha tani Provinsi Gorontalo tahun 2002−2016, yang
dengan faktor pembatas suhu (S2tc), de- lahan kering di bagian hulu suatu DAS menetapkan DAS Limboto hulu sebagai
ngan nilai kesesuaian komparatif 86,67%. sangat bergantung pada air hujan. kawasan hutan lindung.
Dengan demikian, pengembangan komo- Luas lahan tegalan di DAS Limboto Dalam review RTRW Provinsi Goron-
ditas pertanian di lahan kering merupakan sekitar 32.117 ha dan 9.000 ha atau 28% talo tahun 2008 (Bapppeda Provinsi Goron-
salah satu pilihan strategis untuk mening- dari luasan tersebut merupakan area talo 2008) diusulkan perubahan status
katkan produksi dan mendukung keta- pertanaman jagung (PPLH-SDA Unsrat kawasan DAS Limboto, di mana daerah
hanan pangan nasional (Mulyani 2006). 2002). Berdasarkan data BPS Kabupaten hulu DAS terdiri atas hutan lindung (HL),
Gorontalo (2009) yang dikomparasikan hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan
dengan luas lahan sesuai (LLS), luas tanam produksi konversi (HPK). Review RTRW
jagung mencapai 27.938 ha atau 50,52% tersebut, di samping lebih memproteksi
STATUS PEMANFAATAN dari LLS, kacang tanah 27.935 ha atau kawasan hulu DAS, juga mengusulkan
LAHAN SAAT INI 1,17% dari LLS, ubi kayu 45.969 ha atau perubahan kawasan lain ke area penggu-
0,21% dari LLS, dan luas tanam ubi jalar naan lain (APL) yang lebih luas sehingga
Kondisi lahan kering di bagian tengah dan 24.838 ha atau 0,15% dari LLS. Untuk dapat dimanfaatkan untuk kegiatan per-
hulu DAS Limboto hampir sebagian besar komoditas lainnya belum tersedia data tanian dan nonpertanian. Hal ini cukup

100 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011


beralasan karena DAS Limboto memiliki kering. Namun, jika dirinci menurut jenis KTK, kadar N, P2O5, dan K2O) (Puslittan
peran penting sebagai kawasan lindung tanaman, jumlah curah hujan 1.505 mm/ 1983) kesuburan tanah di wilayah ini
bagi daerah di bawahnya, apalagi semua tahun dan rata-rata curah hujan 125 mm/ tergolong rendah. Hal ini karena kadar N,
sungai di wilayah ini bermuara di Danau bulan (Tabel 3) menjadi faktor pembatas P, dan K sangat rendah walaupun nilai
Limboto. Danau Limboto juga berperan bagi tanaman jagung dan palawija serta KTK-nya sangat tinggi.
penting bagi kehidupan masyarakat di tanaman hortikultura. Menurut kriteria JICA Studi Team (2002) melaporkan,
dalamnya karena banyak yang menggan- kesesuaian lahan komoditas jagung dan Sungai Biyonga, Meluopo, dan Alo-Pohu
tungkan hidupnya pada danau tersebut. palawija (Djaenudin et al. 2003), jumlah merupakan sungai utama pembawa se-
Namun, kegiatan pertanian yang ber- hujan yang dibutuhkan tanaman jagung dimen ke Danau Limboto. Dari ketiga
langsung di sekitar kawasan lindung per- untuk kelas sangat sesuai (S1) adalah 500− sungai tersebut, Biyonga memberikan
lu diperhatikan agar tidak terjadi konflik 1.200 mm/tahun, ubi jalar 800−1.500 mm/ kontribusi 56% dari total sedimen yang
pemanfaatan lahan dan keberlanjutan tahun, kedelai 350−1.100 mm/tahun, masuk ke danau. Apabila volume sedimen
kehidupan masyarakat di wilayah tersebut kacang tanah 400−1.100 mm/tahun, dan yang masuk tidak dapat dikendalikan
dapat dijaga. kacang hijau 350−600 mm/tahun. Se- maka dalam kurun waktu 25 tahun, Danau
mentara untuk komoditas hortikultura Limboto diprediksi akan terisi sedimen
adalah bawang merah 350−600 mm/ta- dan menjadi daratan akibat proses pen-
hun, cabai 600−1.200 mm/tahun, kacang dangkalan.
PERMASALAHAN DAN panjang dan bayam 350−600 mm/tahun, Kusmawati (2006) yang menduga
STRATEGI PENGELOLAAN mentimun, terung, dan tomat 400−700 mm/ erosi dan sedimentasi di DAS Limboto
tahun. Untuk tanaman buah-buahan dan dengan GeoWEPP memperoleh total erosi
LAHAN KERING
perkebunan, jumlah curah hujan tidak 3.409.067,36 t/tahun atau rata-rata 44,69
menjadi faktor pembatas. t/ha/tahun atau 3,72 mm/tahun. Nilai erosi
Permasalahan Biofisik Kendala utama pemanfaatan lahan tersebut telah melewati ambang batas
Pengelolaan Lahan Kering kering untuk pertanian adalah tingkat pro- bahaya erosi yang dapat ditoleransi, yaitu
duktivitasnya rendah yang dicirikan oleh 10 t/ha/tahun (Suripin 2002). Deposit
DAS Limboto terletak pada 0°38’−0°70’ reaksi tanah masam, miskin hara, bahan sedimen pada DAS Limboto sebesar
LU dan 122°48’−123°00’ BT dengan organik rendah, kandungan besi, mangan, 224.356,54 t/tahun atau 2,94 t/ha/tahun
elevasi 5 m hingga lebih dari 300 m dpl. dan aluminium tinggi (melebihi batas tole- atau 0,25 mm/tahun, sedangkan sedi-
DAS Limboto terdiri atas 23 anak sungai ransi tanaman), serta peka erosi (Hidayat ment yield 3.184.710,41 t/tahun atau 41,75
yang bermuara di Danau Limboto (Balit- et al. 2000). Ilahude et al. (2007) mela- t/ha/tahun atau 3,48 mm/tahun (Tabel 4).
bangpedalda Provinsi Gorontalo 2004, porkan, reaksi tanah (pH) lahan kering Data tersebut sesuai dengan keadaan
2006). Dari 23 sungai yang mengalir ke tergolong netral dengan kadar bahan DAS Limboto yang sebagian besar
Danau Limboto, hanya Sungai Biyonga organik sedang, sedangkan kadar N, P2O5, tertutup oleh ladang dan tegalan. Oleh
yang airnya mengalir sepanjang tahun, dan K2O masing-masing sangat rendah, karena itu, usaha penanganan diarahkan
padahal luas sub-DAS hanya 68 km2. Hal dan nilai KTK sangat tinggi. Berdasarkan pada pengelolaan lahan miring dengan
ini karena kondisi mata air yang cukup baik kriteria status kesuburan tanah (nilai menerapkan kaidah konservasi.
dengan vegetasi hutan di daerah hulu.
Sungai terbesar adalah Alo-Molalahu
dengan luas 348 km2 dan Pohu seluas
156 km2. Namun, kedua sungai tersebut
airnya tidak mengalir lagi pada musim Tabel 3. Sebaran curah hujan di DAS Limboto Provinsi Gorontalo selama 6
kemarau karena mata airnya terganggu tahun (2003−2008).
akibat pembabatan hutan di daerah hulu
(JICA Studi Team 2002). Daerah tengah Curah hujan (mm)
Bulan Rata-rata
telah dikonversi untuk pertanian dan 2003 2004 2005 2006 2007 2008
pemukiman sehingga pada musim hujan Januari 89 128 30 112 229 214 133,67
sering terjadi banjir yang merusak lahan Februari 56 100 103 143 73 94 94,83
pertanian di sekitar bantaran sungai sam- Maret 215 79 117 68 76 389 157,33
pai ke hamparan lahan di bawahnya April 266 175 105 162 129 228 177,50
Mei 192 138 231 65 249 130 167,50
(BPDAS 2004). Djaenudin dan Hendris-
Juni 11 50 84 257 214 123 123,17
man (2008) menyatakan bahwa dari aspek Juli 64 66 210 32 80 253 117,50
teknis, komponen lahan kering yang me- Agustus 46 − 17 3 38 147 41,83
mengaruhi pertumbuhan dan produkti- September 65 36 20 55 129 66 61,83
vitas tanaman adalah iklim, tanah, dan Oktober 35 122 223 3 46 188 102,83
November 82 61 85 204 118 206 126,00
topografi. Komponen tersebut sangat
Desember 222 77 132 122 400 251 200,67
menentukan potensi, kebutuhan input,
dan manajemen lahan (Djaenudin 2008). Jumlah 1.343 1.032 1.357 1.226 1.781 2.289 1.504,66
Rata-rata 111,92 86 113,08 102,12 148,42 190,75 125,39
Berdasarkan kondisi iklim, wilayah
DAS Limboto secara umum tidak meng- Sumber: BMG Gorontalo (2009), data diolah.
alami permasalahan bagi tanaman lahan

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 101


Tabel 4. Erosi dan sedimentasi di DAS capai Rp1.500/kg (Disperindag Provinsi lompok masyarakat dari generasi ke
Limboto, Provinsi Gorontalo. Gorontalo 2008). Untuk komoditas lain, generasi yang hidup menyatu dan selaras
harga dasar belum ditetapkan pemerintah dengan alam. Salah satu kearifan lokal
Komponen Nilai setempat karena harganya masih stabil. yang berkaitan dengan kegiatan pertanian
Luas area (ha) 76.276,81 Hasil panen umumnya dijual langsung ke adalah penentuan waktu tanam yang
Jumlah erosi (t/ha) 3.409.067,36 pedagang pengumpul dan hanya sedikit didasarkan pada ilmu perbintangan yang
Jumlah deposisi 224.356,54 yang diperdagangkan di pasar lokal atau dikenal dengan istilah “panggoba”
sedimen (t/ha) pasar induk kabupaten. Namun, kondisi (Tolinggi 2010). Sejak zaman dahulu,
Jumlah sediment 3.184.710,41
yield (t/ha)
ekonomi tersebut belum dibarengi de- budaya ini dipegang teguh oleh petani.
Rata-rata erosi 44,69 ngan upaya konservasi lahan untuk perta- Namun seiring perubahan iklim mikro
(t/ha/tahun) naman jagung maupun komoditas lainnya. maupun global, panggoba mulai diting-
Rata-rata deposisi sedimen 2,94 Kehidupan masyarakat petani di wi- galkan.
(t/ha/tahun) layah DAS Limboto sangat agamais dan Dariah dan Besuki (2008) melaporkan,
Rata-rata sediment yield 41,75
(t/ha/tahun)
dominan dipengaruhi oleh agama Islam. di Nusa Tenggara Timur terdapat kearifan
Budaya “huyula” atau dalam pengertian lokal yang berkaitan langsung dengan
Sumber: Kusmawati (2006). umum gotong royong merupakan salah konservasi lahan kering yang disebut
satu bentuk kearifan lokal yang saat ini kebekolo. Kebekolo merupakan barisan
masih ada, walaupun mulai terkikis oleh kayu atau ranting yang disusun atau
Permasalahan Ekonomi, Sosial, perkembangan zaman (Tolinggi 2010). ditumpuk memotong lereng. Tumpukan
dan Budaya Menurut Sunaryo dan Yoshi (2003), ke- kayu/ranting ini berfungsi untuk menahan
arifan lokal merupakan sekumpulan tanah yang tergerus aliran permukaan
Pada usaha tani lahan kering tanaman pengetahuan yang diciptakan oleh seke- (erosi).
semusim, produktivitasnya relatif rendah
serta menghadapi masalah sosial eko-
nomi, terutama karena tekanan penduduk
yang terus meningkat (Syam 2003). Desa-
desa di wilayah DAS Limboto tersebar
pada wilayah administratif Kecamatan
Limboto, Telaga, Batudaa, dan Tibawa
Kabupaten Gorontalo. Pada tahun 2007,
jumlah penduduk di DAS Limboto
mencapai 247.499 jiwa (Tabel 5) atau me-
ningkat 33,07% dari tahun sebelumnya
(BPS Kabupaten Gorontalo 2008). Kondisi
ini akan menimbulkan tekanan terhadap
lahan yang tersedia, terutama untuk kegi-
atan pertanian yang menghasilkan bahan
pangan.
Mata pencaharian penduduk di DAS Gambar 1. Kondisi lahan di kawasan DAS Limboto hulu Provinsi Gorontalo yang
Limboto bagian hulu masih didominasi terdegradasi.
oleh pertanian. Komoditas yang dominan
diusahakan adalah jagung, cabai, dan ubi
kayu. Untuk subsektor perkebunan yang
paling dominan adalah kelapa. Demikian
pula untuk desa lain, penduduknya juga
dominan mengusahakan tanaman pangan
(Tabel 6). Petani lahan kering umumnya
tergolong marginal dengan pendapatan
dan pendidikan rendah dan keterampilan
terbatas, sehingga upaya konservasi la-
han usaha taninya juga terbatas (Kade-
koh 2010). Hal ini merupakan masalah
klasik bagi petani di lahan kering sehingga
memerlukan penanganan yang optimal,
terencana, dan berkelanjutan.
Untuk jagung sebagai komoditas ung-
gulan daerah dalam program Agropolitan,
pemerintah setempat telah menetapkan
harga dasar jagung Rp750/kg dan saat ini
harga jagung di daerah Gorontalo men- Gambar 2. Danau Limboto di Provinsi Gorontalo yang mengalami pendangkalan.

102 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011


Tabel 5. Jumlah penduduk di wilayah DAS Limboto Provinsi Gorontalo 2000− 2007.

Kecamatan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Batudaa 58.615 58.743 26.314 26.540 28.107 26.824 27.604 27.978


Bongomeme − − 32.554 33.045 32.455 33.019 33.978 34.438
Tibawa 55.148 55.260 55.314 34.260 34.882 34.436 35.436 35.916
Pulubala − − − 22.683 22.949 22.632 23.290 23.605
Limboto 56.556 56.782 56.223 38.097 39.612 38.152 39.261 39.793
Limboto Barat − − − 21.109 21.415 21.209 21.826 22.122
Telaga 57.674 57.982 36.283 38.167 38.778 38.127 39.235 39.766
Telaga Biru − − 21.173 22.654 22.697 22.896 23.562 23.881
Jumlah 227.993 228.767 227.861 236.555 240.895 237.295 244.192 247.499

− Kecamatan pemekaran.
Sumber: BPS Kabupaten Gorontalo (2001, 2004, 2006, 2008).

al. 2004). Memburuknya kondisi Danau


Tabel 6. Mata pencaharian penduduk di DAS Limboto hulu, Provinsi Limboto dan terjadinya banjir di Kota/
Gorontalo. Kabupaten Gorontalo pada tahun 2002
merupakan indikasi menurunnya kualitas
Jumlah petani lingkungan di kawasan tersebut.
Desa/kelurahan Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai
Tanaman pangan Perikanan Peternakan Perkebunan
dengan kemampuannya akan menurunkan
Tenilo 93 − − 197
produktivitas lahan. Penurunan kesubur-
Bolihuangga 396 111 2 113
Hunggaluwa 561 292 2 143 an tanah antara lain disebabkan oleh erosi,
Kayubulan 503 347 6 160 penurunan kandungan bahan organik
Hepuhulawa 295 − 6 44 tanah, kehilangan hara melalui panen, dan
Dutulanaa 175 − 4 143 kebiasaan membakar sisa-sisa tanaman
Hutuo 438 120 6 70
(Tala'ohu et al. 2003).
Bulota 235 − − 184
Malahu 135 − − 8 Permasalahan dalam pengelolaan
Biyonga 569 − − 164 lahan kering bervariasi pada setiap wi-
Bongohulawa 155 − − 108 layah (Abdurachman et al. 2008). Namun,
Kayumerah 397 − − 173 dengan strategi dan teknologi yang tepat,
Jumlah 3.952 870 26 1.507 berbagai masalah tersebut dapat diatasi.
Beberapa strategi dan teknologi pengelo-
Sumber: Kecamatan Limboto dalam Angka (2008).
laan lahan kering yang dapat diterap-
kan di DAS Limboto diuraikan sebagai
berikut.

Gorontalo memiliki beberapa varietas kedua merupakan satu kesatuan ling-


jagung (binthe) lokal, seperti kiki, kalingga kungan alami, sedangkan komponen ke- Sistem budi daya pertanian
(tongkol merah), momala, dan pulo (biji tiga menjelaskan keseluruhan sistem
berwarna putih dan ketan). Untuk meng- berpikir dan kegiatan manusia. Namun, Berdasarkan karakteristik biofisik lahan,
antisipasi serangan hama dan penyakit yang biasanya terlewatkan dalam diskusi terutama karakteristik tanah dan iklim,
pada benih, petani melakukan molude, tentang lingkungan adalah integrasi penggunaan lahan harus efektif dan efi-
yaitu menyimpan benih pada tumpukan ketiganya, yang dicirikan dengan kom- sien sehingga kualitas tanah dan karak-
karung yang berisi kapur atau tilo agar pleksitas, dinamika, dan ketidakpastian teristik lahan dapat dipertahankan bahkan
tahan sampai panen berikutnya (Tolinggi (Mitchell 1997). Sebagai suatu sistem ling- ditingkatkan. Menurut Lestariya (2005),
2010). kungan, pembangunan di wilayah DAS pengelolaan lahan untuk mengatasi deg-
Limboto sedang mengalami hal tersebut. radasi lahan dan permasalahan yang
Upaya meningkatkan produksi perta- kompleks di suatu DAS harus bersifat
Pengelolaan Lahan Kering di nian pada lahan kering memerlukan pema- komprehensif dan integral. Salah satu
DAS Limboto haman menyeluruh mengenai komplek- caranya adalah dengan menerapkan pola
sitas persoalan potensi lahan. Pengelolaan vegetasi mengingat wilayah ini merupakan
Pembangunan pertanian berkelanjutan lahan yang keliru akan menurunkan bahkan lahan terbuka (pemukiman, lahan terlantar,
menerapkan konsep abiotic, biotic, and merusak potensi yang ada dan akhirnya dan belukar) yang rentan terhadap risiko
culture (ABC). Komponen pertama dan menyengsarakan masyarakat (Husain et limpasan dan kehilangan tanah, terutama

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 103


di daerah berlereng terjal dan memiliki binasi hutan dengan tanaman pertanian, permasalahan yang dihadapi petani,
curah hujan tinggi. Teknik lain yang dapat 2) silvopasture, memasukkan ternak dan/ terutama modal, kepemilikan lahan,
diterapkan adalah membuat teras, gu- atau tanaman pakan pada lahan hutan, 3) penguasaan pengetahuan dan keteram-
ludan, pematang searah kontur, balong, agrosilvopasture, sistem campuran yang pilan, serta hambatan karena adat dan
rorak, dan saluran drainase permukaan memadukan tanaman pertanian, hutan, tradisi setempat.
atau bawah permukaan (Agus et al. 1999; dan pakan/ternak, serta 4) aquaforestry Beberapa arahan sosial, ekonomi, dan
Subagyono et al. 2003; Arsyad 2006). atau agroaquaforestry, sistem campuran budaya dalam pengelolaan lahan kering
Penerapan teknik konservasi tersebut yang memadukan tanaman pertanian, di suatu DAS (Nuryanto et al. 2003;
bertujuan untuk mengurangi kehilangan hutan, dan ikan/kolam. Idjudin dan Marwanto 2008) yaitu: 1)
tanah, limpasan, dan sedimentasi sungai Hasil penelitian Rauf (2003) di kawa- penyuluhan dengan metode dan materi
(Idjudin dan Marwanto 2008). san penyangga Taman Nasional Gunung yang disesuaikan dengan kehidupan
Menurut Yongki et al. (2003), bebe- Leuser menunjukkan bahwa agroforestry petani, karena menurut Hidayanto et al.
rapa teknologi budi daya yang dapat berdampak positif terhadap kesejahteraan (2008), penyuluhan merupakan salah satu
diterapkan dalam pengelolaan lahan sosial dan ekonomi petani, minimal dalam upaya pengembangan kapasitas kelem-
kering pada kawasan DAS meliputi: hal keberlanjutan penghasilan untuk bagaan petani, 2) penyediaan sarana pro-
1) Pengelompokan tanaman dalam suatu memenuhi kebutuhan keluarga karena duksi dan permodalan serta pembangun-
bentang lahan (land-scape) berdasar- musim panen yang berbeda dari berbagai an infrastruktur pertanian (Idjudin dan
kan kebutuhan air yang sama sehingga komoditas yang dibudidayakan. Selan- Marwanto 2008), dan 3) pemberdayaan
pengairan dapat dikelompokkan se- jutnya Nuryanto et al. (2003) menjelaskan kelembagaan untuk membina petani.
suai kebutuhan tanaman. keuntungan sistem agroforestry, antara Menurut Mosher (1991) dan Todaro
2) Penentuan pola tanam yang tepat untuk lain: 1) menciptakan komunitas yang ber- (1994), kapasitas kelembagaan petani
area datar maupun berlereng. Gomez fungsi sebagai hutan dan strata tajuk yang sangat penting dan berperan strategis
dan Gomez (1983) melaporkan, pada baik sehingga dapat menahan daya hancur dalam pembangunan pertanian. Semen-
lahan dengan kemiringan 5%, pola butir hujan, 2) merupakan sistem usaha tara itu, Hidayanto et al. (2008) menya-
tanam tumpang sari antara ubi kayu tani terpadu antara tanaman pangan dan takan, pemberdayaan kelembagaan
dan jagung dapat menurunkan aliran komoditas lain, seperti pakan ternak, petani bertujuan untuk meningkatkan
permukaan (run off) dari 43% menjadi buah-buahan, lebah madu, kayu bakar, partisipasi petani dalam kelembagaan
33% dibandingkan dengan penanam- atau kayu bangunan, 3) menciptakan usaha tani.
an jagung monokultur. peluang yang lebih banyak bagi petani Kelembagaan masyarakat seperti Ba-
3) Pemberian mulsa dan bahan organik untuk memperoleh bahan kebutuhan dan Perwakilan Desa (BPD) berperan
yang tersedia di lokasi untuk mening- sehari-hari, dan 4) kombinasi berbagai menggerakkan masyarakat dalam kegiatan
katkan kesuburan tanah. Lal (1980) jenis tanaman atau komoditas lain dapat bersama, menumbuhkan dan meningkat-
melaporkan, penggunaan mulsa 4 t/ha segera memberikan hasil bagi petani. kan peran masyarakat dalam kegiatan
menurunkan aliran permukaan sampai yang diprakarsai pemerintah setempat,
ke tingkat 3,5% dan laju erosi 0,5 t/ha. serta meningkatkan kemandirian petani
4) Penggunaan pemecah angin (wind Pengembangan ekonomi, sosial, dalam pembangunan pertanian. Sementara
break) untuk mengurangi kecepatan dan budaya masyarakat itu, koperasi unit desa (KUD) berperan
angin sehingga menurunkan kehilang- membantu petani anggotanya dalam
an air melalui evapotranspirasi dari Sebagai penghasil produk pertanian, lahan memperoleh kredit, sarana produksi, dan
permukaan tanah dan tanaman. Kom- kering memberi kontribusi nyata dalam alat-alat pertanian serta menampung dan
binasi tanaman dengan tajuk yang ketahanan pangan, penyangga ekonomi, memasarkan hasil (Nuryanto et al. 2003).
berbeda sangat mendukung upaya ini. serta nilai sosial dan budaya (Irawan et Pengembangan ekonomi, sosial, dan
Pola tajuk bertingkat (etage bouw) al. 2004). Laju pertambahan penduduk budaya masyarakat di lahan kering dapat
seperti pada pekarangan tradisional yang cukup pesat akan meningkatkan pula dilakukan dengan pendekatan agri-
merupakan contoh yang baik untuk permintaan dan intensitas penggunaan bisnis. Hal ini sejalan dengan pernyataan
diterapkan (Setyati 1975). lahan untuk memenuhi kebutuhan pa- Antara (2005) bahwa pengembangan per-
Agroforestry merupakan salah satu ngan (Abdurachman et al. 2008). Kondisi tanian lahan kering melalui pendekatan
pilihan pengelolaan sistem budi daya ini akan menciptakan pola penggunaan agribisnis merupakan langkah yang benar
pertanian di DAS Limboto yang mengom- lahan yang cenderung berorientasi pro- dan tepat (on the right track) karena
binasikan tanaman semusim dan tanaman duksi tanpa memerhatikan konservasi pendekatan ini mengintegrasikan secara
tahunan berkayu (pohon) dalam suatu ta- lahan. Apabila hal ini dibiarkan, kerusakan vertikal aktivitas hulu hingga hilir dan
pak yang sama dan dapat pula dipadukan lahan yang telah terjadi akan semakin secara horizontal berbagai sektor se-
dengan peternakan (Nuryanto et al. 2003; parah sehingga produktivitas lahan terus hingga mampu menciptakan keuntungan
Rauf, 2003). Sistem ini pada hakikatnya merosot, yang pada akhirnya akan me- yang layak bagi petani. Selanjutnya, Ar-
dapat diterapkan pada berbagai kondisi nurunkan kesejahteraan petani (Idjudin Riza dan Alkasuma (2008) menyatakan,
lahan, terutama, lahan yang mempunyai dan Marwanto 2008). Untuk mencegah- lembaga agribisnis yang perlu dikem-
lereng > 45%. Menurut Nair (1989) serta nya, pengelolaan lahan kering di DAS bangkan adalah kelompok tani, perkum-
Chundawat dan Gautam (1993), berbagai Limboto perlu melibatkan masyarakat pulan petani pemakai air (P3A), koperasi
tipe agroforestry yang dapat diterapkan setempat (Nuryanto et al. 2003). Upaya dan lembaga keuangan perdesaan, pe-
meliputi: 1) agrosilviculture, yaitu kom- tersebut diharapkan dapat memecahkan nyedia sarana dan prasarana produksi,

104 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011


pemasaran hasil, dan jasa pelayanan Berdasarkan status kawasan, karak- (S2). Namun, pemanfaatannya meng-
alsintan. Selain kedua lembaga tersebut, teristik biofisik lahan, serta kondisi sosial hadapi kendala dan permasalahan seperti
pemberdayaan penyuluh lapangan juga budaya dan ekonomi, pengelolaan lahan biofisik lahan (kesuburan tanah rendah,
perlu dilakukan karena mereka yang serta landasan pelaksanaannya dapat rentan erosi dan sedimentasi, pendang-
langsung berhadapan dengan petani. menggunakan sistem hak guna usaha kalan Danau Limboto, dan iklim), serta
(HGU) sebagai legal aspek berdasarkan permasalahan sosial, ekonomi, dan
UUPA No. 5 tahun 1960. Sistem ini di- budaya. Berbagai masalah tersebut perlu
Kebijakan yang berpihak mungkinkan bagi petani di kawasan DAS diatasi dengan teknologi pengelolaan
kepada pertanian di kawasan Limboto hulu dengan membentuk ke- lahan yang tepat.
DAS lompok yang berbadan hukum untuk Terdapat tiga strategi utama peng-
pengajuan HGU ke pemerintah, dalam hal gunaan lahan kering di wilayah DAS
Manfaat yang dinikmati masyarakat di ini Kementerian Kehutanan. Limboto, yaitu: 1) pengelolaan sistem budi
daerah hilir sering kali atas biaya atau Salah satu kendala dalam pengelolaan daya dengan mengelompokkan tanaman
kerja keras masyarakat di daerah hulu lahan pertanian di suatu DAS adalah tum- dalam suatu landscape mengikuti ke-
(Nuryanto et al. 2003). Apabila tujuan pang tindih kepentingan dalam penge- butuhan air yang sama, pola tanam yang
pembangunan adalah menciptakan lolaan lahan (Soemarno 1991). Agar lahan tepat, pemberian mulsa dan bahan
keadaan sosial ekonomi yang adil dan kritis, erosi, sedimentasi, dan pendang- organik yang tersedia di lokasi untuk
merata maka kondisi yang demikian ti- kalan Danau Limboto segera tertangani, meningkatkan kesuburan tanah, pem-
dak akan mendukung pencapaian tujuan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan buatan pemecah angin, dan penerapan
pembangunan. Hal ini sejalan dengan petani maka sinkronisasi dan koordinasi sistem agroforestry, 2) pengembangan
pernyataan Fagi dan Las (2006) bahwa lintas institusi perlu dilakukan untuk ekonomi, sosial, dan budaya yang melipu-
kebijakan pembangunan yang tidak menjamin pelaksanaan program pem- ti penyuluhan, penyediaan sarana dan
berpihak kepada pertanian akan meng- bangunan di kawasan tersebut. Dibutuh- prasarana produksi serta permodalan
ganggu stabilitas ketahanan pangan, kan kearifan semua pemangku kepen- petani, pemberdayaan kelembagaan pe-
memperburuk kualitas lingkungan, dan tingan dalam mengoptimalkan potensi tani dan penyuluh, serta penerapan
berdampak buruk terhadap stabilitas dan mengurangi permasalahan peng- sistem agribisnis, dan 3) kebijakan yang
ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena gunaan lahan kering di wilayah ini. berpihak kepada pertanian di DAS Lim-
itu, diperlukan kebijakan pertanian khu- boto, seperti pemberian subsidi kepada
sus untuk kawasan DAS hulu. Beberapa petani di daerah hulu untuk kegiatan
arahan kebijakan yang dapat digunakan konservasi lahan, pemberian subsidi
adalah: 1) pemberian subsidi kepada pe- KESIMPULAN pajak kepada petani di daerah hulu,
tani di daerah hulu untuk membangun penetapan perda pengelolaan lahan
pengendali erosi, seperti teras dan teknik DAS Limboto hulu perlu dijaga dan pertanian berbasis konservasi, dan
konservasi lahan lainnya, 2) pemberian dipertahankan fungsinya karena berperan pengelolaan lahan dengan sistem hak
subsidi pajak kepada petani di daerah vital dan menguasai hajat hidup masya- guna usaha (HGU).
hulu, dengan cara membebankan petani rakat setempat. Namun, tidak dapat Dalam penggunaan lahan kering per-
daerah hilir membayar pajak (PBB) lebih dipungkiri bahwa sumber daya lahan lu sinkronisasi dan koordinasi di antara
besar daripada petani di hulu sebagai kering di kawasan DAS tersebut potensial institusi pemerintah dan melibatkan pe-
bentuk keseimbangan dalam pemanfaat- untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan tani agar tidak terjadi tumpang tindih
an sumber daya lahan yang adil dan petani. Lahan yang sesuai untuk pengem- kepentingan. Kepedulian dan keterli-
bijaksana, 3) penetapan kebijakan di bangan pertanian mencapai 37.049 ha, batan semua pemangku kepentingan
tingkat kabupaten dan atau provinsi yaitu untuk padi gogo 27.702 ha, jagung dalam penggunaan lahan kering di DAS
tentang pengelolaan lahan pertanian 27.938 ha, kacang tanah 27.935 ha, ubi jalar Limboto menjadi prasyarat mutlak bagi
berbasis konservasi beserta petunjuk 24.838 ha, dan ubi kayu 45.969 ha. Lahan keberlanjutan fungsi dan peran DAS
teknisnya agar berbagai pihak mengeta- datar sampai bergelombang yang poten- tersebut. Kearifan dalam pemanfaatan
hui tata hukum dan tata kelola peman- sial untuk pengembangan pertanian lahan kering akan mengurangi dan me-
faatan lahan kering di DAS Limboto seluas 33.144 ha. nekan kerusakan serta peralihan fungsi
(Nuryanto et al. 2003; Idjudin dan Lahan di wilayah DAS Limboto umum- dan peran DAS di kemudian hari.
Marwanto 2008). nya termasuk dalam kelas cukup sesuai

DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. Agus, F., A. Adimihardja, A. Rachman, S.H. Amien, L.I. 1994. Agroekologi dan alternatif
2008. Strategi dan teknologi pengelolaan Tala’ohu, A. Dariah, B.R. Prawiradiputra, pengembangan pertanian di Sumatera. Jurnal
lahan kering mendukung pengadaan pangan B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Penelitian dan Pengembangan Pertanian
nasional. Jurnal Penelitian dan Pengem- konservasi tanah dan air. Sekretariat Tim 13(1): 1−8.
bangan Pertanian 27(2): 43−49. Pengendali Bantuan Penghijauan dan Re-
boisasi Pusat, Jakarta.

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 105


Antara, M. 2005. Pendekatan agribisnis dalam BPS Kabupaten Gorontalo. 2008. Kabupaten International Development Research Centre
pengembangan pertanian lahan kering (kasus Gorontalo dalam Angka Tahun 2008. Badan (IDRC), Canada.
lahan kering di Kabupaten Buleleng, Bali). Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo,
Hidayanto, M., S. Sabiham, S. Yahya, dan L.I.
Prosiding Seminar Pengembangan Pertanian Limboto.
Amien. 2008. Arahan pengelolaan lahan ber-
di Wilayah Lahan Kering. Sustainable De-
BPS Kabupaten Gorontalo. 2008. Kecamatan kelanjutan di kawasan perbatasan Kali-
velopment of Irrigated Agriculture in Bu-
Limboto dalam Angka Tahun 2008. Badan mantan Timur-Malaysia. Jurnal Sumberdaya
leleng and Karangasem (SDIABKA) Project
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Lahan 2(2): 105−114.
Management Unit bekerja sama dengan
Limboto.
Bappeda Kabupaten Buleleng, 5 Februari Hidayat, A., Hikmatullah, dan D. Santoso. 2000.
2004. BPS Kabupaten Gorontalo. 2009. Kabupaten Potensi dan pengelolaan lahan kering datar-
Gorontalo dalam Angka Tahun 2008. Badan an rendah. hlm. 197−222. Dalam Sumber
Ar-Riza, I. dan Alkasuma. 2008. Pertanian lahan
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Lim- Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya.
rawa pasang surut dan strategi pengem-
boto. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
bangannya dalam era otonomi daerah. Jurnal
Bogor.
Sumberdaya Lahan 2(2): 103. Chundawat, B.S. and S.K. Gautam. 1993. Text-
book of Agroforestry. Oxford and IBH Publ. Hikmatullah, N. Suharta, dan A. Hidayat. 2008.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB
Co. Pvt. Ltd, New Delhi. Potensi sumber daya lahan untuk pengem-
Press, Bogor. bangan komoditas pertanian di Provinsi
Dariah, A. dan T. Besuki. 2008. Kebekolo di
Badan Planologi. 1999. Peta Status Kawasan Kalimantan Barat. Jurnal Sumberdaya Lahan
NTT: Kearifan lokal dalam konservasi
Hutan dan Perairan Provinsi Gorontalo Skala 2(1): 45−58.
tanah. Warta Penelitian dan Pengembangan
1:250.000. Badan Planologi Departemen Pertanian 30(2): 7−9. Husain, J., J.N. Luntungan, Y. Kamagi, dan
Kehutanan, Bogor. Nurdin. 2004. Model Usaha Tani Jagung
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi
Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo. 2004. Berbasis Konservasi di Provinsi Gorontalo.
Gorontalo. 2003. Master Plan Pewilayahan
Kajian dan pemetaan lahan kritis berbasis Laporan Hasil Penelitian, Badan Penelitian,
Komoditas Pertanian di Provinsi Gorontalo.
GIS dan foto udara di Provinsi Gorontalo. Pengembangan dan Pengendalian Dampak
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Laporan Hasil Penelitian Kerja Sama antara Lingkungan Daerah Provinsi Gorontalo,
Provinsi Gorontalo bekerja sama dengan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Pe- Gorontalo.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sula-
ngendalian Dampak Lingkungan Daerah wesi Tengah. Husain, J., Nurdin, dan I. Dunggio. 2006. Uji
Provinsi Gorontalo dengan CV Mesta Karya optimasi dosis pupuk majemuk pada berbagai
Utama, Gorontalo. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi
varietas jagung. hlm. 60−67. Prosiding
Gorontalo. 2009. Gorontalo the Agropo-
Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo. 2006. Seminar Nasional Inovasi Teknologi untuk
litan; profil pembangunan pertanian Provinsi
Analisis kesesuaian lahan pengembangan Mendukung Revitalisasi Pertanian mela-
Gorontalo. Dinas Pertanian dan Ketahanan
jagung di Kabupaten Gorontalo Provinsi lui Pengembangan Agribisnis dan Ketahanan
Pangan Provinsi Gorontalo, Gorontalo.
Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian. Badan Pangan, Manado 22−23 November 2006.
Penelitian, Pengembangan dan Pengendali- Djaenudin, D. 2001. Pendekatan pewilayahan Badan Penelitian dan Pengembangan Perta-
an Dampak Lingkungan Daerah Provinsi komoditas dalam menyongsong otonomi nian, Jakarta.
Gorontalo, Gorontalo. daerah. Materi Pelatihan Penyusunan Peta
Idjudin, A.A. dan S. Marwanto. 2008. Reformasi
Pewilayahan Komoditas. Balai Pengkajian
Bapppeda Provinsi Gorontalo. 2002. Rencana pengelolaan lahan kering untuk mendukung
Teknologi Pertanian Makassar, 5−9 Juni
Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo swasembada pangan. Jurnal Sumberdaya
2001.
Tahun 2002−2016. Badan Perencanaan dan Lahan 2(2): 115−125.
Percepatan Pembangunan Daerah Provinsi Djaenudin, D., M. Hendrisman, H. Subagya, A.
Mulyani, dan N. Suharta. 2003. Kriteria Ke- Ilahude, Z., F. Zakaria, F. Jamin, dan Nurdin.
Gorontalo, Gorontalo. 2007. Pengembangan sistem usaha tani kon-
sesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian.
Bapppeda Provinsi Gorontalo. 2008. Review servasi tanaman jagung melalui optimali-
Ver. 3. Pusat Penelitian Tanah dan Agro-
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Go- klimat, Bogor. sasi produktivitas lahan kering di Provinsi
rontalo Tahun 2008. Badan Perencanaan dan Gorontalo. Laporan Penelitian Hibah Ber-
Percepatan Pembangunan Daerah Provinsi Djaenudin, D. 2008. Prospek Penelitian Potensi saing. Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Gorontalo, Gorontalo. Sumber Daya Lahan di Wilayah Indonesia. Gorontalo, Gorontalo.
Makalah Orasi Pengukuhan Profesor Riset
BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Su- Bidang Pedologi dan Penginderaan Jarak Irawan, E. Husen, Maswar, R.L. Watung, dan F.
ngai). 2004. Master Plan Rehabilitasi Hutan Jauh. Badan Penelitian dan Pengembangan Agus. 2004. Persepsi dan apresiasi masya-
dan Lahan Provinsi Gorontalo. BPDAS Pertanian-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo- rakat terhadap multifungsi pertanian: studi
Limboto. nesia, Jakarta. kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pro-
siding Seminar Multifungsi Pertanian dan
BMG Gorontalo. 2009. Data iklim wilayah DAS Djaenudin, D. dan M. Hendrisman. 2008. Prospek Konservasi Sumberdaya Lahan, Bogor 18
Limboto dan sekitarnya selama 13 tahun pengembangan tanaman pangan lahan ke- Desember 2003 dan 7 Januari 2004. Pusat
(1996−2009). Badan Meteorologi dan Geo- ring di Kabupaten Merauke. Jurnal Penelitian Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
fisika Bandara Jalaludin, Isimu, Gorontalo. dan Pengembangan Pertanian 27(2): 55−62.
JICA Studi Team. 2002. The study on flood
BPS Kabupaten Gorontalo. 2001. Kabupaten Fagi, A.M. dan I. Las. 2006. Konsepsi pengen- control and water management in Limboto-
Gorontalo dalam Angka Tahun 2001. Badan dalian pencemaran lingkungan secara terpadu Bone Bolango Basin in Indonesia. JICA.
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, berbasis DAS. Makalah Seminar Nasional
Limboto. Pengendalian Pencemaran Lingkungan Per- Kadekoh, I. 2010. Optimalisasi pemanfaatan
tanian melalui Pendekatan Pengelolaan DAS lahan kering berkelanjutan dengan sistem
BPS Kabupaten Gorontalo. 2004. Kabupaten secara Terpadu. Kerja Sama Loka Penelitian polikultur.Http://sulteng.litbang.deptan.go.
Gorontalo dalam Angka Tahun 2004. Badan Lingkungan Pertanian, UNS, HITI, Sura- id/ind/images/stories/bptp/prosiding 2007/1-
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, karta, 28 Maret 2006. hlm 14. 4.pdf [29 Januari 2010].
Limboto.
FAO. 1976. A framework for land evaluation. Kusmawati, I. 2006. Pendugaan erosi dan sedi-
BPS Kabupaten Gorontalo. 2006. Kabupaten Soils Bull. 32: 12−16. mentasi dengan menggunakan model Geo-
Gorontalo dalam Angka Tahun 2006. Badan WEPP (studi kasus DAS Limboto, Provinsi
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Gomez, A.A. and K.A. Gomez. 1983. Multiple Gorontalo). Tesis Pascasarjana Institut Tek-
Limboto. Cropping in the Humid Tropics of Asia. nologi Bandung.

106 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011


Lal, R. 1980. Soil erosion as a constraint to crop dipupuk N, P, dan K pada tanah Vertisol Isimu Subagjo, H., Djaenuddin, G. Joyanto, dan A.
production. In Soil-Related Constraints to Utara Kabupaten Gorontalo. Jurnal Tanah Syarifuddin. 1995. Arahan pengembangan
Food Production in the Tropics. Internati- Tropika 14(1): 49−56. komoditas berdasarkan kesesuaian lahan.
onal Rice Research Institute (IRRI), Los hlm. 27−54. Prosiding Pertemuan Teknis
Nuryanto, A., D. Setyawati, I. Lidiawati, J.
Banos, the Philippines. Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat
Suyana, L. Karlinasari, M.A. Nasri, N.
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor
Lestariya, A.W. 2005. Pengelolaan daerah aliran Puspaningsih, dan S. Yuwono. 2003. Strategi
sungai (DAS) Melawi. Jurnal llmiah Geo- pengelolaan DAS dalam rangka optimalisasi Subagyono, K., S. Marwanto, dan U. Kurnia.
matika 11(2). kelestarian sumber daya air (studi kasus DAS 2003. Teknik Konservasi Tanah secara
Ciliwung Hulu). Makalah Falsafah Sains Vegetatif. Balai Penelitian Tanah, Bogor. hlm
Minardi, S. 2009. Optimalisasi Pengelolaan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian 45.
Lahan Kering untuk Pengembangan Perta-
Bogor, Bogor.
nian Tanaman Pangan. Orasi Pengukuhan Subardja, D. dan Sudarsono. 2005. Pengaruh
Guru Besar Universitas Sebelas Maret, Sura- PPLH-SDA Unsrat. 2002. Laporan mengenai kualitas lahan terhadap produktivitas jagung
karta. dampak lingkungan kegiatan master plan pada tanah vulkanik dan batuan sedimen di
penanggulangan banjir di DAS Limboto- daerah Bogor. Jurnal Tanah dan Iklim 23:
Mitchell, B. 1997. Resource and Environmental
Bone-Bolango, Provinsi Gorontalo. PPLH- 38−47.
Management. Addison Wesley Longman
SDA Lembaga Penelitian Universitas Sam
Ltd., Canada. Sunaryo dan L. Yoshi. 2003. Peranan penge-
Ratulangi, Manado.
tahuan ekologi lokal dalam sistem agro-
Mosher, A.T. 1991. Getting Agriculture Moving.
Puslitbangtanak (Pusat Penelitian dan Pengem- forestri. ICRAF, Bogor.
Frederick A. Praeger, Inc. Publ., New York.
bangan Tanah dan Agroklimat). 2001. Atlas
Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah
Mulyani, A. 2006. Potensi lahan kering ma- Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia
dan Air. Andi, Yogyakarta.
sam untuk pengembangan pertanian. Warta Skala 1:1.000.000. Puslitbangtanak, Bogor.
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 37 hlm. Syahbuddin, H., M.D. Yamaika, and E. Run-
28(2): 16−17. tunuwu. 2004. Impact of climate change to
Puslittanak (Pusat Penelitian Tanah dan
upland water budget in Indonesia: Obser-
Musa, N. 2006. Produksi potensial dan analisis Agroklimat). 1994. Ekspose hasil survei
vation during 1980−2002 and simulation for
pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). tanah tinjau Kabupaten Gorontalo, Sulawesi
2010−2039. Presented in 2nd Annual Meeting
Jurnal Ilmiah Agrosains Tropis 1(1): 7−11. Utara. Puslittanak, Bogor. 128 hlm.
of Asia Oceania Geo-Science Society (AOGS
Nair, P.K.R. 1989. Classification of agroforestry Puslittan (Pusat Penelitian Tanah). 1983. Terms 2005), Singapore, June 2005.
systems. p. 39−52. In P.K.R. Nair (Ed). of Reference Survei Kapabilitas Tanah No
Syam, A. 2003. Sistem pengelolaan lahan kering
Agroforestry Systems in the Tropics. 22/1983. Puslittan, Bogor.
di daerah aliran sungai bagian hulu. Jurnal
Kluwer Academic Publ., the Netherlands.
Rauf, A. 2003. Pendayagunaan lahan miring Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Naylor, R.L., D.S. Battisti, D.J. Vimont, W.P. dengan sistem agroforestri di kawasan pe- 22(4): 162−171.
Falcon, and M.B. Burke. 2007. Assessing risk nyangga Taman Nasional Gunung Leuser:
Tala’ohu, S.H., A. Abas, dan U. Kurnia. 2003.
of climate variability and climate change Studi kasus di Kabupaten Langkat Sumatera
Optimasi produktivitas lahan kering beriklim
for Indonesian rice agriculture. Proceedings Utara. hlm 80−92. Prosiding Seminar Nasi-
kering melalui penerapan sistem usaha tani
of National Academy of Science (PNAS) onal dan Kongres Nasional HITI VIII, Pa-
konservasi. Prosiding Seminar dan Kongres
104(19): 7752−7757. dang, 21−23 Juli 2003.
Nasional VIII HITI, Padang 21−23 Juli 2003.
Notohadinegoro, T. 2000. Diagnostik fisik kimia Rukmana, R. 2001. Teknik Pengelolaan Lahan
Todaro, M.P. 1994. Pembangunan Ekonomi di
dan hayati kerusakan lahan. hlm 54−61. Kering Berbukit dan Kritis. Kanisius,
Dunia Ketiga. Jilid I edisi ke-4, terjemahan.
Prosiding Seminar Pengusutan Kriteria Yogyakarta.
Airlangga, Jakarta.
Kerusakan Tanah/Lahan, Asmendap I LH/
Runtunuwu, E. dan H. Syahbuddin. 2007. Peru-
Bapedal, Yogyakarta, 1−3 Juli 2000. Tolinggi, W.K. 2010. Modernisasi pertanian dan
bahan pola curah hujan dan dampaknya
kearifan lokal pertanian. hlm. 279−284.
Nurdin, J. Husain, dan H. Kasim. 2006. Ke- terhadap periode masa tanam. Jurnal Tanah
Dalam S.Q. Badu (Eds). Energi Peradaban.
sesuaian lahan berdasarkan faktor iklim dan Iklim 26: 1−2.
UNG Press, Gorontalo.
untuk pengembangan jagung di wilayah
Setyati, S.H. 1975. Pengantar Agronomi. Gra-
Longalo Tapa Provinsi Gorontalo. hlm. Yongki, I., I.B. Pramono, dan S.A. Cahyono.
media, Jakarta.
301−307. Prosiding Seminar Nasional Ino- 2003. Konservasi air lahan kering sebagai
vasi Teknologi untuk Mendukung Revitalisasi Sitorus, R.P. 1998. Evaluasi Sumber Daya Lahan. alternatif pengembangan lahan kering. Pro-
Pertanian melalui Pengembangan Agribisnis Tarsito, Bandung. siding Seminar Hasil Penelitian dan Pengem-
dan Ketahanan Pangan. Balai Pengkajian bangan Rehabilitasi Lahan Kritis, Banjar-
Soemarno. 1991. Studi Perencanaan Pengelolaan
Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, Ma- negara, 6 Desember 2003.
Lahan di Sub-DAS Konto, Malang. Disertasi
nado, 22−23 November 2006.
Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam
Nurdin, Z. Ilahude, F. Zakaria, dan P. Maspeke. dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor,
2009. Pertumbuhan dan hasil jagung yang Bogor.

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 107

Anda mungkin juga menyukai