Anda di halaman 1dari 8

INDEKS HARGA SAHAM

7.1 JENIS INDEKS HARGA SAHAM

Indeks saham adalah harga saham yang dinyatakan dalam angka indeks. Indeks saham
digunakan untuk tujuan analisis dan menghindari dampak negatif dari penggunaan harga sahan dalam
rupian. Corporate action yang dilakukan oleh perusahaan dapat merusak analisis apabila menggunakan
harga saham dalam rupiah tanpa dikoreksi terlebih dahulu. Dengan menggunakan indeks saham dapat
dihindari kesalahan analisis walaupun tanpa koreksi.

Setiap bursa efek akan menetapkan angka basis indeks yang berbeda, yaitu ada yang dimulai
dengan basis 100, 500, atau 1.000. Jenis Indeks dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1. Indeks harga saham individu.

2. Indeks harga saham parsial.

3. Indeks harga saham gabungan.

7.2 INDEKS HARGA SAHAM INDIVIDU

Ketika pertama kali saham dicatatkan di Bursa Efek, yaitu pada pagi hari sebelum perdagangan
di bursa dimulai, saham tersebut sudah mempunyai harga, yaitu harga yang dibayar oleh investor di
pasar perdana, atau harga perdana. Pada umumnya, harga perdana yang tercantum dalam prospektus
merupakan harga tetap yang harus dibayar oleh investor tanpa ditambah biaya transaksi. Investor yang
membeli saham di pasar perdana dan kemudian menjual sahamnýa di bursa efek pasti ingin mengetahui
persentase kenaikannya. Oleh karena itu, harga perdana digunakan sebagai nilai dasar (unit base value)
dalam menghitung indeks harga saham. Apabila terjadi corporate action, misalnya split, pembagian
saham bonus, atau dividen saham, maka nilai dasar harus disesuaikan. Perhitungan indeks harga saham
individu dilakukan dengan rumus berikut

IHSI = Jumlah saham beredar x harga pasar Jumlah saham beredar x nilai dasar x 100 IHSI

IHSI = Harga pasar per unit x 100 Nilai dasar per unit

Sebelum transaksi pertama terjadi di bursa efek, saham tersebut diberi indeks harga. sebagai angka
dasar. Kemudian ketika jam perdagangan mulai berlangsung dari pagi pukul 10.00 dan berakhir sore hari
pukul 16.00, sudah pasti puluhan kali harga terbentuk dalam transaksi hani bersangkutan. Dari sekian
banyak harga yang terbentuk lalu dibagi menjadi tiga, yaitu harga terendah harga tertinggi, dan harga
penutupan. Ketiga jenis harga tersebut tertera dalam Daftar Informa Perdagangan Efek Harian (DIPEH)
yang diterbitkan oleh bursa. Indek harga harian dihitung IHSI 100 berdasarkan harga pasar penutupan
(closing price).

Contoh

Pada tanggal 27/8/1990 saham GGRM dicatatkan di Bursa Efek sebagai berikut
a. Jumlah saham sebanyak 481.022.000 unit saham.

b. Harga perdana Rp10.250.

C. Nilai nominal Rp1.000.

Pada periode berikutnya, harga pasar saham GGRM berubah setiap hari. Berikut ini adalah data harga
penutupan harian:

12/12/1990 Rp 6.200

23/12/1991 Rp 5.000

29/12/1992 Rp 3.050

23/12/1993 Rp 8.400

28/12/1994 Rp13.125

28/12/1995 Rp24.100

d. Pada tanggal 3/6/1996 dilakukan split dari nominal Rp 1.000 menjadi Rp 500, dan pembagian saham
bonus sebanyak 962.044.000 unit saham. Harga pasar adalah Rp24.000 per 28 Desember 1995.

e. Data closing price e. tanggal 27/12/1996 Rp10.200 Rp 8.250 Rp13.000

Diminta :

1. Hitunglah nilai dasar per unit sebelum tindakan split dan pembagian saham bonus!

2. Hitunglah nilai dasar per unit sesudah tindakan split dan pembagian saham bonus!

3. Hitunglah indeks saham GGRM pada tanggal closing price di atas!

Jawaban:

1. Nilai dasar sebelum split dan pembagian saham bonus adalah Rp10.250.

2. Jumlah saham yang beredar bertambah pada tanggal 3/6/96 karena

Split sebanyak 481.022.000unit

Saham bonus 962.044.000unit

Total tambahan 1.443.066.000unit

Jumlah saham awal 481. 022.000unit


Total saham setelah split/SB 1.924.088.000unit

(s kali dari awal, atau 4 x 481.022.000 unit = 1.924.088.000 unit) 481.022.000 unit 962.044.000 unit

Jadi nilai dasar turun menjadi 1/4x 10.250 = Rp 2.562,50

3. . Indeks harga saham sebelum split dan pembagian saham bonus:

12/12/1990 = (6.200 : 10.250) x 100 = 60,48

23/12/1991(5.000 10.250) x 100 = 48,78

29/12/1992 = (3.050: 10.250) x 100 = 29,76

23/12/1993 (8.400 10.250) x 100 = 81,95

28/12/1994 (13.125 10.250) x 100 = 128,05

28/12/1995 = (24.100 10.250) x 100 = 235,12

Indeks harga saham sesudah split dan pembagian saham bonus:

27/12/1996 = (10.200 2.562,5) x 100 = 398,05

30/12/1997 = (8.250 2.562,5) x 100 = 321,95

30/12/2000 (13.000 2.562,5) x 100 = 507,32

Manfaat Indeks

Sesudah split dan pembagian saham bonus, harga saham dalam rupiah turun dari Rp24.100
menjadi Rp10.200, Rp8.250, dan Rp13.000 sehingga investor tampak menderita kerugian. Sebenarnya,
investor mendapatkan keuntungan yang besar karena jumlah saham yang diterima lebih banyak 3 kali
lipat, sesuai dengan kenaikan jumlah saham. Berdasarkan contoh di atas, tampak bahwa 1 saham lama
dengan harga pasar Rp24.100 (28/12/1995) mendapatkan 3 unit saham baru yang berasal dari 1 unit
hasil split dan 2 unit saham bonus. Jadi jumlah saham yang dimiliki investor menjadi 4 unit saham
dengan harga pasar Rp10.200 atau total Rp40.800. Keuntungan investor dari adanya split dan
pembagian saham bonus adalah Rp40.800 Rp24.100 = Rp16.700 atau 69,3%. Jadi, salah besar jika
membandingkan harga Rp24.100 dengan Rp10.200, karena hasilnya akan negatif atau investor merugi.

Oleh karena itu, jangan gunakan harga dalam rupiah, tetapi gunakanlah indeks harga saham
untuk mengetahui untung rugi atas tindakan corporate action tersebut. Jelas sekali indeks harga saham
akan meningkat tajam sesudah splitl saham bonus dan kenaikan tersebut berarti menguntungkan
investor. Penghitungan return saham dengan cara membandingkan harga saham sekarang dengan harga
saham masa lalu dapat dibenarkan apabila selama kurun waktu tersebut tidak terjadi corporate action,
atau harga sebelum corporate action disesuaikan terlebih dahulu.
Apabila terjadi corporate action, maka ada dua cara yang dapat ditempus untuk menghitung
return saham, yaitu:

(1) Membandingkan indeks harga saham individu.

(2) Membandingkan harga saham setelah disesuaikan.

Sekarang perhatikan contoh penghithngan return pada tanggal 27/12/1999

Cara pertama: Membandingkan indeks harga saham individu:

Return =(IHSI,271 296: IHSI281295)- 1

=(398,05: 235,12)-1

= 69,3%

Atau IHSI 271296-IHSI 281295: IHSI 281295

Cara kedua: Membandingkan harga saham setelah disesuaikan:

Harga saham sebelum corporate action (28/12/95) = Rp24.100 Kenaikan jumlah saham setelah
corporate action adalah 3 unit dari semula 1 unit, sehingga menjadi rensn Rp6.025 (sebelum corporate
acion 4 unit.

Harga saham setelah disesuaikan=1/ 4 x Rp 24.100 =Rp. 6.025 (sebelum corporate action)

Harga saham sekarang per 27/12/1996 =Rp. 10.200 (sebelum corporate action)
Return = (10.200: 6.025) - = 1 69,3%.

Dari contoh di atas, kedua cara menghasilkan return yang sama.

Sebagai contoh lain, anggaplah saham GJTL mengeluarkan right issue, di mana satu saham lama
berhak membeli satu saham baru dengan harga Rp1.000. Sebelum right issue dilaksanakan,
jumlah saham yang tercatat adalah 792 juta unit saham dengan nilai dasar Rp1.500 per saham,
sementar harga pasar adalah Rp3.000 atau indeks saham individu = (3.000/1.500) x 100 = 200.
Jadi nilai dasar baru setelah R.I adalah:

(1 x 1.500)+ (1x 1.000)

1 +1

=1.250.

Harga pasar teoritis setelah right issue (R.I) dilaksanakan adalah [(1 x 3.000) + (1 x 1.000)]/(1 + 1)
= 2.000, sementara indeks teoritis setelah R.I adalah (2.000/1.250) x 100 = 160. Jadi di sini
terjadi penurunan indeks sebesar 200-160 = 40 poin
Harga saham setelah R.I=(160 : 200) – 1 = -20%(turun)

Harga yang disesuaikan sebelum R.I =Rp. 3.000x1.250/1.500=2.500

Harga saham teoritis setelah R.I = Rp. 2000

Penurunan harga setelah R.I =(2.000 2.500) - 1 = 20% (turun).

Oleh karena itu, pendekatan indeks dan pendekatan harga yang disesuaikan menghasilkan
return yang sama.

Semula investor memiliki 1 saham dengan harga pasar Rp 3.000

Pelunasan harga1 bukti right Rp 1.000

Total Rp 4.000

Setelah right issue investor memiliki 2 saham dengan

harga pasar Rp2.000

Rp 4.000

( Keuntungan atau kerugian setelah right issue Nihil

Jadi, walaupun indeks harga saham turun 20% setelah right issue, investor tidak menderita kerugian
kalau dihitung secara total.

Kerugian sebesar 20% dari harga yang disesuaikan sebelum R.I

untuk 2 unit saham = 2 x 20%% x Rp2.500 =Rp. 1.000

Keuntungan pelaksanaan right:

Harga pasar teoritis Rp. 2.000

Strike price atas right issue Rp.1.000

Keuntungan pelaksanaan right =Rp. 1000

Keuntungan atau kerugian setelah right issue Nihil

Tabel 7.1 menyajikan contoh indeks harga saham GGRM sejak tercatat di Bursa Efek sampai tahun 2003.

TABEL 7.1 Indeks Harga Saham GGRM, Januari 1994-Desember 2003


Sebelum suatu jenis saham mulai diperdagangkan untuk yang pertama kalinya, saham tersebut
diberi indeks dasar sebesar 100 poin dan harga perdana sebagai nilai dasar. Satu detik kemudian sejak
perdagangan dimulai jam 10.00 pagi harga pasar mulai terbentuk, sehingga indeks harga saham
berubah. Dalam satu hari perdagangan dapat terjadi puluhan harga terbentuk. Setelah pe- nutupan jam
perdagangan, sistem perdagangan akan menerbitkan indeks harga saham per jenis saham dengan harga
tertinggi, harga terendah, dan harga penutupan.

Indeks harga saham yang berada di atas 100 poin mencerminkan bahwa saham tersebut meng-
untungkan untuk diinvestasikan karena harganya lebih tinggi daripada harga sebelumnya. Semakin
tinggi indeks harga saham semakin baik kinerja perusahaan tersebut. Indeks harga saham di bawah 100
poin mencerminkan bahwa saham tersebut mempunyai kinerja yang jelek. Semakin rendah dari 100
poin atau semakin mendekati angka 0 poin, semakin jelek kinerja saham perusahaan.

Pada umumnya, investor menggunakan cara yang termudah untuk memilih saham, vaitu dengan
melihat perkembangan angka indeksnya dari bulan ke bulan atau dari tahun ke tahun, terutama untuk
investasi jangka panjang. Seperti contoh saham GGRM di atas, dalam kurun waktu 10 tahun (Januari
1994 sampai dengan Desember 2003) indeks naik dari 100 menjadi 530,73 poin, atau terdapat kenaikan
sebesar 430,73% atau 43%per tahun. Hal ini berarti investasi dalam saham GGRM sangat
menguntungkan , belum lagi deviden tunai dan saham bonus yang akan diterima selama periode 10
tahun bersangkutan.

7.3 INDEKS HARGA SAHAM PARSIAL

Setiap pihak dapat menciptakan indeks harga saham yang terdiri dari beberapa jenis saham unn
kepentingan sendiri. Apabila indeks harga saham parsial tersebut ternyata baik digunakan seb pedoman
oleh investor, maka indeks tersebut akan laris diperdagangkan. Misalnya, indeks Nik 225 adalah indeks
dari 225 jenis saham di Jepang, dan indeks S&P 100 adalah indeks gabunga dari 100 jenis saham di
Amerika Serikat. Indeks harga saham parsial tersebut lebih laku dipe dagangkan daripada indeks harga
saham gabungan (composite index).

Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks harga saham parsial adalah

100 (kapitalisasi pasar) x 100

Indeks saham 100 100 (nilai dasar) 1 di mana:

Indeks 100 = jumlah kapitalisasi pasar dari 100 emiten dibagi dengan jumlah nilai dasar dari 10 emiten,
kemudian dikalikan dengan 100 sebagai angka dasar.

Kapitalisasi pasar = Saham beredar x Harga pasar per unit saham

Total nilai dasar = Jumlah saham beredar x nilai dasar per unit

Indeks 100 berarti indeks dari 100 jenis saham


Tabel 7.2 berikut ini menyajikan penghitungan indeks harga saham untuk 100 jenis saham:

TABEL 7.2 Penghitungan Indeks 100 per 30 April 2003

Harga Pasar per Unit Jumlah Saham (jutaan) Nilai Dasar Kapitalisasi Pasar (jutaan) No. Emiten Nilai
Dasar per Unit (jutaan) 4 3 5 6-3x4 7 3 x 5 100 500 1 200 50.000 120.000 20.000 600 2 200 100 20.000 ..
.. 100 2.000 50 Z 500 100,000 25.000 1.500.000 500.000 Indeks 100 (1.500.000: 500.000) x 100 300 poin.
ie00 A001

Pada Bursa Efek Jakarta, indeks harga saham gabungan parsial dijumpai dalam indeks LQ45, yaitu indeks
saham gabungan dari 45 jenis saham terpilih. Jenis saham yang terpilih ini harus memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Bursa dan LQ45 selalu disesuaikan setiap periode 6 bulan sekali . Walaupun hanya 45
jenis saham dari seluruh jenis saham yang dimiliki oleh sekitar 335 emiten, tetapi nilai yang diwakilinya
mencapai lebih 80% dari total kapitalisasi pasar. Indeks LQ45 di Bursa Efek Jakarta dimulai pada tahun
1995 dan indeks ini diterbitkan setiap bulan,

TABEL 7.3 Perkembangan Indeks LQ45 setiap Akhir Periode Tahun 1997 - Desember 2003 Tahun/Bulan
Indeks LQ45 1997 83,59 1998 89,44 1999 142,88 80,65 80,06 2000 2001 2002 91,98 2003 151,90 .

Pada periode akhir 1999 semua harga saham meningkat setelah Presiden baru Republik Indonesia, K.H.
Abdurahman Wahid dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), terpilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR). Kenaikan harga saham ini umumnya mencerminkan harapan investor terhadap Presiden baru
untuk membawa perbaikan di bidang politik dan ekonomi. Penurunan yang terjadi pada tahun 2000 dan
2001 karena Presiden berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa, tidak kuasa membendung goncangan
vang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang tergesa-gesa ingin melihat kinerja Presiden dalam
tempo singkat. Akhirnya Presiden dijatuhkan oleh MPR dan diganti oleh Presiden Megawati Soekarno
Puteri yang berasal dari Partai PDI Perjuangan. Keadaan politik dan ekonomi mulai lebih baik pada tahun
2002 dan 2003.

7.4 INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

Indeks harga saham gabungan (composite stock price index = CSPI) merupakan indeks
gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek. Indeks harga saham gabungan (IHSG)
diterbitkan oleh bursa efek. Sementara itu, pihak di luar bursa efek tidak tertarik menerbitkan IHSG
karena indeks tersebut masih kalah manfaatnya dengan indeks harga saham parsial, seperti untuk
keperluan hedging. Cara penghitungan IHSG sama seperti indeks harga saham parsial, yang berbeda
hanya jumlah emitennya. IHSG dihitung setiap hari atau setiap detik selama jam perdagangan sesuai
dengan kebutuhan. Tabel 7.4 menyajikan penghitungan IHSG untuk 332 emiten

IHSG berubah setiap hari karena (1) perubahan harga pasar yang terjadi setiap hari dan (2)
adanya saham tambahan. Pertambahan jumlah saham beredar berasal dari emisi baru, yaitu masuknya
emiten baru yang tercatat di Bursa Efek, atau terjadi tindakan corporate action berupa split, right,
waran, dividen saham, saham bonus, dan saham konversi.
Perubahan harga saham individu di pasar terjadi karena faktor permintaan dan penawaran.
Terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi permintaan dan penawaran, baik yang rasional maupun
yang irrasional. Pengaruh yang sifatnya rasional mencakup kinerja perusahaan, tingkat bunga, tingkat
inflasi, tingkat pertumbuhan, kurs valuta asing, atau indeks harga saham dari negara lain. Pengaruh yang
irrasional mencakup rumor di pasar, mengikuti mimpi, bisikan teman, atau permainan harga. Pada
umumnya, kenaikan harga atau penurunan harga dapat terjadi secara bersama- sama. Oleh karena itu,
jika kenaikan atau penurunan berlangsung terus menerus selama beberapa hari, maka hal itu akan
diikuti oleh arus balik (reversal). Hal ini membuktikan bahwa dalam kenaikan atau penurunan selalu ada
kesalahan yang dinamakan overreaction atau mispriced. lika harga terus naik, maka akan diikuti dengan
penurunan harga pada periode berikutnya.

TABEL 7.4 Penghitungan IHSG 100 per 30 April 2003

Kapitalisasi Pasar (jutaan) Nilai Dasar Nilai Dasar Harga Pasar per Unit Jumlah Saham (jutaan) ETtl No.
Emiten (jutaan) per Unit 7=3 X 5 6 3 x 4 5 4 2 3 20.000 50.000 200 500 1 A 100 20.000 120.000 100 600 2
B 200 .. . .. 180.000 120.000 332 ZZ 600 300 200 4.500.000 900.000 IHSG (4.500.00 900.000) x 100 500
poin.

Overreaction atau reaksi yang berlebihan mengandung makna terlalu optimistis atau pasimistis dalam
menanggapi suatu peristiwa yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap kinerja per- usahaan di
masa datang. Sikap optimistis atau pesimistis telah mempercepat kenaikan atau penurunan harga
saham sehingga ada unsur mispriced selama periode bersangkutan, dan segera akan berbalik arah
(reversal) sebagai tindakan korektif atas mispriced tersebut. Oleh karena itu, investor harus berhati-hati
terhadap harga saham yang terlalu cepat naik atau terlalu cepat turun.

Naiknya IHSG tidak berarti seluruh jenis saham mengalami kenaikan harga, tetapi hanya sebagian yang
mengalami kenaikan sementara sebagian lagi mengalami penurunan. Demikian juga, turunnya IHSG
dapat diartikan bahwa sebagian saham mengalami penurunan dan sebagian lagi mengalami kenaikan.
Jika suatu jenis saham naik harganya dan IHSG juga naik, maka berarti saham tersebut mempunyai
korelasi positif dengan kenaikan IHSG. Jika suatu jenis saham naik harganya tetapi IHSG turun, maka
berarti saham tersebut berkorelasi negatif dengan IHSG Pengetahuan mengenai korelasi antara
perubahan harga suatu jenis saham dan perubahan indeks harga pasar (IHSG ataupun LQ45) sangat
penting untuk menghitung risiko dari jenis saham terhadap risiko pasar, atau biasa disebut dengan beta
saham i, (B,).

Anda mungkin juga menyukai