Anda di halaman 1dari 20

BAB VIII.

MIKROBIOLOGI PADA PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN BAHAN


PANGAN

Proses pendinginan dan pembekuan menjadi salah pilihan terbaik dalam


penanganan hasil pertanian. Pendinginan dan pembekuan merupakan suatu cara untuk
mempertahankan dan memperpanjang masa simpan beberapa jenis bahan makanan.
Pendinginan dapat mempertahanakan produk pertanian dalam kondisi tetap segar
sehingga sebagaimana bahan alaminya. Misalnya , untuk penanganan susu segar
didinginkan pada suhu 50C dan susu pasteurisasi didinginkan (50C. Keuntungan lain
dari penanganan pendingian suhu 50C ialah mendorong pembentukan membran
sitoplasma mikrobia kontaminan dari asam-asam lemak tidak jenuh. Hal ini akan
memudahkan kematian sel ketika dilakukan proses pasteurisasi (proses thermal) susu
dibanding susus yang tidak dilakukan proses pendinginan. Contoh lain, penyimpanan
dingin sayur-sayuran dan buah-buahan, serta pembekuan daging. Pendinginan
biasanya dilakukan pada suhu (>0) sampai dengan –5 0C, sedangkan pembekuan (-
200C) sampai dengan (-196 0C).
Bahan pangan yang disimpan pada suhu rendah dengan berbagai cara
dimaksudkan dapat memperpanjang umur simpan (shelf life). Buah-buahan dan
sayuran segar disimpan pada suhu 10 – 20 0C, terutama untuk menurunkan laju
metabolisme sel. Beberapa mikrobia dapat tumbuh pada suhu tersebut. Oleh karena
itu, pemeliharaan kelembaban reltif ruangan yang rendah terus dijaga untuk
mencegah munculnya air pada permukaan bahan pangan agar dapat mengurangi
pertumbuhan mikrobia. Beberapa metode yang digunakan dalam pengawetan pangan
pada suhu rendah yaitu : ice chilling (pendingian dengan es), refrigerasi, dan
pembekuan.

A. Metode Yang Digunakan Dalam Pengawetan Pangan Pada Suhu Rendah


1. Ice Chilling
Pecahan es sebagai pendingin biasa digunakan di toko retail di mana bahan
pangan kontak dengan es hingga memiliki suhu antara 0 dan 10C. Ikan segar,

116
seafood, daging, potongan buah, salad disimpan dengan metode ini. Fluktuasi
suhu (karena ukuran kemasan atau pelelehan es), waktu penyimpanan (segar atau
sudah beberapa hari) dan kontaminasi silang (ikan, dan udang segar) dapat
menyebabkan masalah mikrobiologis, khususnya penyakit bawaan makanan.
2. Refrigerasi
Spesifikasi suhu untuk refrigasi bahan pangan telah berubah dari waktu ke
waktu. Semula digunakan suhu 70C, sekarang adanya kemajuan teknologi
refrigasi digunakan pada suhu 4 - 50C. Untuk bahan pangan yang mudah
rusak sebaiknya didinginkan pada suhu ≤ 4,40C. Prosesor pangan komersial
dapat menggunakan refrigasi serendah mendekati 10C untuk bahan pangan
yang mudah rusak (misalnya, daging dan ikan segar)
3. Pembekuan
Suhu minimum yang digunakan pada freezer rumah tangga (di dalam
refrigator) sebesar -200C, suhu di mana sebagian besar air bebas yang tersisa
di dalam bahan pangan dalam keadaan membeku. Es kering (-780C) dan
nitrogen cair (-1960C) dapat juga digunakan untuk pembekuan. Zat tersebut
digunakan untuk proses pembekuan cepat atau instan dan bukan untuk
pembekuan bahan pangan bersuhu rendah. Pembekuan tersebut dipertahankan
hingga suhu bahan pangan mencapai -20 - -300C. Tergantung dari jenisnya
bahan pangan dapat disimpan pada temperatur refrigasi selama berbulan -
bulan atau lebih dari 1 tahun. Bahan mentah (sayuran dan buah-buahan),
daging, ikan, produk olahan dan produk – produk yang telah dimasak (siap
makan setelah thawing dan pemanasan) diawetkan melalu pembekuan.

Mikrobia tidak dapat tumbuh pada -200C di dalam bahan pangan yang
dibekukan. Sel- sel mikrobia akan mati selama penyimpanan beku. Meskipun
sel-sel yang bertahan hidup dapat berbiak di dalam bahan pangan yang tidak
membeku. Pada proses thawing (pencairan kembali) atau thawing lambat
dapat memfasilitasi pertumbuhan mikrobia perusak dan patogen. Spora dapat

117
juga germinasi dan tumbuh tergantung suhu dan lama thawing. Enzim –
enzim yang dilepas oleh sel mikrobia yang mati dapat menurunkan mutu
penerimaan bahan pangan terhadap konsumen.

B. Pendinginan
Penerapan suhu dingin untuk pengawetan bahan pangan didasarkan pada
kenyataan bahwa mikrobia penyebab penyakit ( bawaan makanan) dapat diturunkan
dan atau dihentikan pada suhu di atas suhu pembekuan dan pada umumnya dapat
dihentikan pada suhu subfreezing. Alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi, karena
semua reaksi metabolisme mikrobia dikatalisa oleh enzim dan laju reaksi katalisa
enzim tersebut dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, semakin besar laju
reaksinya. Koefisien suhu (temperature coeffient, Q10) secara umum didefinisikan
sebagai berikut.
(Laju pada T 0C + 100C)
Q10 = ___________________________

Laju pada T 0C

Q10 untuk sistem biologis berkisar antara 1,5 – 2,5, sehingga setiap kenaikan
suhu 10 0C dapat meningkatkan laju reaksi sebesar kisaran tersebut. Sebaliknya,
setiap penurunan setiap 10 0C akan menurunkan laju reaksi 1,5 – 2,5 kali.
Mikrobia yang dapat tumbuh baik pada suhu rendah ialah kelompok
psikhrofilik. Mikrobia ini dapat tumbuh pada 00C sampai dengan di bawah 350C.
Mikrobia yang dapat tumbuh pada 50C atau lebih rendah dikelompokkan sebagai
sebagai psikhrotof. Meskipun demikian, beberapa ahli menyepakati perbedaan
keduanya terdapat pada suhu optimum pertumbuhan, pada Psikrofil berkisar antara
12-15 0C, sedangakan psikrotrof berikisar 25-30 0C.
Kebanyakan bakteri psikrofilik yang terdapat pada bahan pangan ialah
Pseudomonas, sidikit genus Acinetobacter, Alkaligenes, Flavobacterium. Kapang
yang tumbuh pada suhu rendah di antaranya ialah Penicillium, Mucor, Cladosporium,

118
Botritys, dan Geotricum, sedangkan khamir yang dapat tumbuh di antaranya ialah
Debaryomyces, Torulopsis, Candida dan Rhodotorula.
Di dalam pengawetan bahan pangan dengan penerapan suhu dingin dikenal 2
istilah yang perlu difahami yaitu, : suhu chilling dan suhu refrigerasi. Suhu chilling
berkisar antara suhu refrigerasi dan suhu kamar, biasanya 10 – 150 C, suhu ini cocok
untuk penyimpanan sayur-sayuran dan buah buahan, seperti timun, kentang, dan
lainya. Suhu refrigerasi berkisar antara (0 – 20C) sampai dengan (5 – 70C). Suhu ini
cocok untuk penyimpanan bahan pangan yang mudah rusak dan cukup mudah rusak.
Suhu chilling pada bahan pangan segar berada pada -10C - 70C. Ketika suhu
diturunkan dari suhu optimum, pertumbuhan akan melambat dan akhirnya berhenti.
Sebagai contoh, Cladosporium herbarum, merupakan kapang yang toleran suhu
rendah (cold-tolerant), fase lag pertumbuhannya selama 1 hari pada suhu kamar,
menjadi 18 hari ketika berada pada suhu -5 0C. Suhu di bawah 60C akan mencegah
pertumbuhan bakteri penyebab keracunan, seperti C. botulinum, V. parahemolitycus,
dan Y. enterocolitica, sementara L. monocytogenes tetap perlu diwaspadai karena
dapat tumbuh baik pada 4 0C.

C. Pengaruh Pendinginan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme

Pengaruh pendinginan terhadap mikroflora yang terdapat dalam bahan


makanan tergantung pada karacteristik suhu mikroorganisme yang bersangkutan serta
suhu dan lama penyimpanan pada suhu tersebut. Apabila suhu diturunkan dari suhu
optimal pertumbuhannya, pertumbuhan akan mengalami penurunan dan akhirnya
akan berhenti. Pada daerah kisaran suhu minimal pertumbuhan fase lag akan
bertambah dengan cepat sejalan dengan penurunan suhu.

Pengaruh pendinginan secara umum dapat menghambat laju pertumbuhan,


memperpanjang fase lag, dan memerpanjang waktu generasi atau penggandaan
(Gambar VIII.1) .

119
V

Suhu 12,50C
Suhu 200C
Psikrofil Mesofil
Σ sel Psikrofil Mesofil

10

10 35 jam 18 140

Suhu optimal
μ < Suhu optimal
μ << Suhu optimal
μ
Σ sel <<< Suhu optimal
μ

μ = kecepatan pertumbuhan spesifik


t
10 11,33 jam

Gambar 8.1. Pengaruh suhu terhadap lama fase lag, laju pertumbuhan pada bakteri
mesofil dan psikrofil.

Respon aktivitas mikroorganisme terhadap perubahan suhu dingin tergantung jenis


mikrobia, yakni:

1. Kelompok psikrofil relatif lebih tahan dibandingkan dengan mesofil, dan


mesofil lebih tahan dibandingkan dengan termofil (psikrofil> mesofil>
termofil)
2. Bakteri Gram positif, yeast dan kapang relatif tahan dibandingkan
dengan bakteri Gram negatif.
Cladosporium herbarum akan toleran terhadap suhu rendah. Bakteri Gram negatif,
termasuk Esherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescens, Salmonella spp
dan Enterobacter aerogenes nampak lebih peka terhadap pendinginan bila
dibandingkan dengan bakteri Gram positif, walaupun Bacilus subtilis dan Clostridium

120
perfringen telah diketahui dapat mengalami “cold shock”. Staphylococcus aureus
tahan terhadap “cold shock”, tetapi bila ditumbuhkan pada medium “trypticase-
soybroth” dan diinkubasikan pada suhu 50C ternyata mengalami “injury”. Cold shock
terjadi apabila pendinginan dilakuka secara cepat dari suhu pertumbuhan normal
menjadi sekitar 00C akan menyebabkan kematian atau injury sebagian bakteri
mesofil. Sebaliknya, mikrobia psikrofil nampaknya kurang peka terhadap cold atau
pendinginan.

300C Normal

Cold sock

00C

Gambar 8. 2. Pendinginan yang cepat pada kelompok bakteri mesofil akan


mengakibatkan kematian/injury “setengah mati”
Pengaruh suhu selama fase lag pertumbuhan mesofil dan psikrofil dapat
dilihat pada Gambar VIII. 3. Pengaruh besarnya suhu pendinginan terhadap laju
pertumbuhan dan waktu penggandaan Pseudomonas fragi dapat dilihat pada Tabel
dan waktu generasi beberapa bakteri psikrotrof pada suhu 00 dan 50C disajikan pada
Tabel 8.1.

121
Mesofil → 100C → aktivitas turun
Fase lag (jam)

140
Mesofil → 300C → aktivitas naik

60 Mesofil (P. aeruginosa)

psikrofil
20

0
0 5 10 15 20 25 30 35 C
Gambar 8.3. Efek suhu terhadap lama fase lag pada mesofil dan psikrofil

Tabel 8. 1. Laju pertumbuhan dan waktu generasi Pseudomonas fragi pada berbagai
suhu

Kecepatan pertumbuhan
Suhu (0C) pada fase eksponsial Waktu generasi (jam)
(generasi/ jam)

0 0,09 11,30

2,5 0,13 7,74

5,0 0,20 4,96

7,5 0,29 3,50

10,0 0,38 2,63

20,0 0,92 1,09

Upaya memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan pendinginan


sampai suhu mendekati 00C dapat menjadi salah satu pilihan karena dapat
menghambat laju metabolisme mikrobia yang pada gilirannya menghambat laju
pertumbuhan populasinya. Yang perlu dipahami bahwa proses
penghentian/pelambatan aktivitas mikroorganisme oleh pendinginan tersebut bersifat

122
reversible artinya dapat balik aktif jika suhu pertumbuhannya cocok bagi mikrobia
yang bersangkutan.

Tabel 8.2. Waktu generasi beberapa bakteri psikhrotrofa


Mikrobia Waktu generasi
b)
Pseudomonas fluorescens 6,68 jam pada 0,50C
30,21 jam pada 00C
c)
Pseudomonas fluorescens 10,65 jam pada 50C
26,41 jam pada 00C
Pseudomonas sp 2,66 jam pada 100C
10,33 jam pada 00C
Strain 82 21,58 jam pada 50C
d)
Pseudomonas fluorescens 4,17 – 8,2 jam pada 40C
Bacillus psychrophilus 6,30 jam pada (-5) – (-7)0C
Microccus cryophilus 28,33 jam pada 00C
Pseudomonas strain 92 4,1 jam pada 20C
a) Morita (1975)
b) Inokulus dibuat pada 200C
c) Inokulus dibuat pada 50C
d) Waktu generasi tergantung pada tipe substrat, stasioner, atau adanya aerasi

D. Penyesuaian Fisiologik Terhadap Suhu Rendah


Pertumbuhan mikroorganisme dibawah suhu optimal untuk pertumbuhannya
dapat menyebabkan perubahan morfologi dan fisiologiknya. Perubahan morfologi
yang dialami oleh Esherichia coli adalah kenaikan ukuran sel dan pembentukan
filamen, sedangkan kenaikan ukuran sel juga dapat dialami oleh Candida utilis.
Kerusakan mesosom dan pembentukan dinding sel rangkap dapat terjadi pada Bacilus
subtilis. Perubahan terhadap aktifitas enzim dapat merubah jalur metabolisme dan
dengan sendirinya akan mempengaruhi produk akhirnya. Hal ini sangat merugikan,
terutama untuk bidang industri fermentasi. Mikroorganisme pensintesa phenaszine
dan karotenoid memiliki kecenderungan untuk memperbesar produksi pigmen
tersebut pada suhu pertumbuhan yang lebih rendah. Hal ini dapat menimbulkan cacat
atau kerusakan bahan makanan yaitu timbulnya cacat warna pada penyimpanan suhu
rendah. Produksi dekstran ekstra seluler oleh Leuconostoc dan Pediococci distimulasi
pada suhu dibawah suhu optimal pertumbuhannya. Produksi lipase dan proteinase

123
oleh Pseudomonas dan beberapa genera tertentu akan mengalami kenaikan pada suhu
rendah. Beberapa proses regulasi metabolisme sel, peka terhadap suhu dibawah suhu
optimalnya, sehingga terjadi kontak dengan suhu rendah dapat mengakibatkan
ketidak seimbangan metabolisme.

Inkubasi pada suhu rendah dapat mengakibatkan perubahan komposisi lipida


sel mikrobia. Jumlah lipida pada bakteri tidak tergantung pada suhu pertumbuhan.
Tetapi pada yeast dapat mengalami kenaikan total lipida pada suhu yang lebih rendah.
Namun demikian, baik bakteri maupun yeast akan mengalami kenaikan proporsi
asam lemak tidak jenuh pada suhu inkubasi yang lebih rendah. Demikian pula
kenaikan alkohol tidak jenuh dari senyawaan “lilin” dihasilkan oleh Acinetobacter
yang ditumbuhkan pada suhu rendah. Proporsi asam tidak jenuh pada lipida
membrane akan menentukan ketahanannya terhadap pemanasan maupun pembekuan.

E. Pengaruh Pendinginan Terhadap Mikrobia Perusak Dan Patogen


1. Pengaruh Pendinginan Terhadap Mikrobia Perusak

Bahan makanan dapat mengalami kerusakan oleh kelompok-kelompok


mikroorganisme yang didasarkan pada responnya terhadap suhu yaitu psikhrofilik,
mesofilik, thermofilik dan psikhrotrof. Bahan makanan yang disimpan pada suhu
pendinginan yang baik ( di bawah 70C), hanya mikroorganisme psikhrotrof yang
dapat menyebabkan kerusakan. Walaupun waktu generasi psikhrotrof nampak cukup
lama namun cukup pula menyebabkan perubahan-perubahan rasa, aroma maupun
tekstur. Karena kecepatan pertumbuhan akan naik dengan cepat jika terjadi kenaikan
suhu, maka selama penyimpanan harus diusahakan tidak terjadi fluktuasi suhu.

2. Pengaruh pendinginan terhadap mikrobia patogen

Kebanyakan mikrobia patogen adalah mikrobia mesofil, kecuali yang dapat


tumbuh pada pangan yang didinginkan. Salmonella tidak dapat tumbuh pada suhu di
bawah 6 0C, meskipun jika ditumbuhkan pada medium broth kaya pada suhu 10 0C,

124
S. typhimurium memiliki fase lag 12 jam dan waktu generasi 8 jam. Di dalam bahan
pangan, laju pertumbuhannya semakin lambat. Di dalam daging sapi giling, lima
serotipe Salmonella tidak tumbuh pada 7 0C, tetapi dapat meningkat 300 kali dalam 5
hari inkubasi pada suhu 12,5 0C.

C. perfringens dapat tumbuh antara 12 0C – 50 0C, tetapi di bawah 15 0C


tumbuh lambat. Sel vegetatif-nya sangat peka terhadap suhu rendah, sehingga adanya
perlakuan penyimpanan dingin dapat menurunkan populasinya. Sebaliknya, dalam
bnetuk spora, mikrobia ini tahan terhadap pendinginan. Germinisasi spora clostridia
dapat terjadi pada 5 0C, yaitu di bawah suhu minimal pertumbuhannya.

Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada pada sekitar 7 0C, tetapi produksi
toksinnya sangat dibatasi. Sebagai contoh, enterotoksin terdeteksi pada pangan yang
diidnginkan pada 10 0C, tetapi produksi toksin pada suhu di bawah 20 0C.

Vibrio parahemoliticus peka terhadap suhu rendah. Di Jepang, keracunan


pangan oleh mikrobia ini terjadi pada bulan-bulan panas (warmer). Mikrobia ini
pertumbuhannya pada permukaan ikan laut berhenti pada suhu 5-8 0C, meskipun
dapat bertahan hidup lama pada suhu tersebut. Patogen ini berkembangbiak hingga
mencapai level yang membahayakan ketika oyster disimpan pada 10 0C lebih dari
seminngu.

Bacillus cereus tumbuh pada 7-45 0C dan B. subtilis 12-55 0C. C. botulinum
tipe E dan strain nonproteolitik C. botulinum tipe B, dan F dapat tumbuh dan
produksi toksin pada suhu serendah 3,5 – 5 0C, meskipun suhu pertumbuhan
optimalnya sekitar 35 0C.

F. Pembekuan
Pada dasarnya terdapat dua cara yang diterapkan di dalam proses pembekuan
bahan pangan, yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pembekuan yang
cepat ialah proses yang suhu bahan pangannya diturunkan sampai dengan sekitar

125
-200C dalam waktu 30 menit. Perlakuan ini dapat dicapai dengan imersi langsung
atau kontak tidak langsung bahan pangan dengan refrigerant. Pembekuan lambat
yaitu proses yang suhu bahan pangan yang diinginkannya dicapai dalam waktu 3 –
72 jam. Pembekuan ini biasanya digunakan pada freezer rumah tangga. Proses
pembekuan cepat memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan pembekuan
lambat ditinjau dari kualitas produk yang diperlakukan. Dua metode tersebut dapat
dibandingkan sebagai berikut,

Fast Freezing Slow Freezing


1. kristal es yang berukuran kecil/ lembut 1. kristal es yang bentuk besar
2. mampu menekan proses metabolisme 2. memutus proses metabolisme
3. memberikan “effect thermal shock” 3. no shock effect
4. tidak ada kesempatan 4. terjadi adaptasi scr gradual/bertahap
adaptasi/penyesuaian diri terhadap suhu 5. akumulasi/pemekatan zat terlarut
rendah
5. Tidak ada efek protektif
6. menghindari ketidakseimbangan
metabolik internal

Pertumbuhan mikrobia akan berhenti pada suhu di atas titik beku dari media
pertumbuhannya. Mikrobia memilki respons yang berbeda terhadap pembekuan.
Beberapa tahan terhadap pembekuan, sebagian peka dan mengalami kematian
selama penyimpanan beku atau ketika thawing. Kebanyakan spora dan beberapa
sel vegetatif bertahan hidup selama pembekuan, dan kebanyakan mikrobia tidak
membentuk spora sensitif terhadap proses pembekuan. Organisme tingkat tinggi
lebih peka terhadap suhu rendah dari pada bakteri. Oleh karenanya, pembekuan
dapat membunuh protozoa parasit, cestoda, dan nematoda pada bahan pangan.
Secara relatif suhu pembekuan yang lebih tinggi memiliki sifat letal
yang lebih tinggi daripada suhu yang lebih rendah. Banyak mikrobia terbunuh atau
injury pada 2-10 0C daripada – 15 0C, sementara pada – 30 0C efek letalnya
berkurang. Salmonellla di dalam daging dada ayam giling, survive pada – 20 0C

126
dimana bertahan hidup sebesar 60-83% setelah 126 hari, tetapi pada -2 sampai -5
0
C hanya 1,3-5% yang survive setelah 5 hari.
Pembekuan dapat mengakibatkan kematian atau nonlethal injury
mikrobia. Sublethal injury dapat mempengaruhi interpretasi data yang diperoleh.
Bakteri yang injury akan slit dideteksi, oleh karenanya perlu metode khusus dalam
mendekteksinya.

Pembekuan Sel Mati/death

Nonlethal injury
Kendala dalam

keamanan pangan
Kondisi normal

Resusitasi Metoda :

Suhu dan nutrisi

G. Proses Pembekuan Terhadap Aktivitas dan Mekanisme Kematian Mikrobia


suhu dan nutrisi
Mengingat mikrobia tidak mampu tumbuh pada suhu pembekuan
maka metode ini digunakan dalam pengawetan biakan (culture) dengan model
pengeringan beku (freeze-drying). Hasil pengamatan terhadap mikrobia yang
mendapat perlakuan pembekuan dapat diringkas sebagai berikut:
1. Terjadi kematian secara mendadak, dan ini tergantung dari jenis spesies-nya.
2. Proporsi sel yang bertahan hidup segera setelah pembekuan hampir tidak
dipengaruhi oleh laju pembekuan
3. Sel-sel yang bertahan hidup segera setelah pembekuan secara gradual/bertahap
ketika disimpan di dalam keadaan beku
4. Penurunan populasi sel relatif cepat pada suhu di bawah titik beku, khususnya
sekitar -2 0C, tetapi kurang berlangsung cepat pada suhu yang lebih rendah,
dan biasanya berjalan lambat pada suhu di bawah -20 0C.

127
Sebagai penjelas lebih lanjut efek pembekuan terhadap mikrobia, berikut dapat
dikemukakan beberapa kenyataan yang terjadi ketika sel membeku, yaitu:

1. Air yang membeku ialah air bebas. Air tersebut diketahui berfungsi sebagai
media reaksi yang terjadi di dalam sel. Ketika air tersebut membeku, maka air
menjadi berkurang dan sel bisa mengalami dehidrasi.
2. Pembekuan mengakibatkan kenaikan viskositas/bahan-bahan/komponen
seluler. Hal ini konsekuensi langsung dari membekunya air menjadi kristal es.
3. Pembekuan mengakibatkan kehilangan gas-gas sitoplasma seperti CO2 dan
O2. Kehilangan O2 bagi mikroorganisme yang aerobik akan menekan /
menghambat proses respirasi.
4. Pembekuan mengakibatkan perubahan (peningkatan atau penurunan) pH di
dalam sel. Perubahan tersebut dapat mencapai 0,3 – 2 unit pH.
5. Pembekuan mengakibatkan perubahan konsentrasi elektrolit seluler karena
terbentuknya kristal es dari air sebagai komponen utama sel
6. Pembekuan mengakibatkan perubahan keadaan koloida ( senyawa protein)
dari protoplasma seluler.
7. Pembekuan mengakibatkan denaturasi pada protein seluler.
8. Pembekuan mengakibatkan terjadinya shock pada beberapa mikrobia.
Kelompok mesofil dan termofil lebih sering terjadi dibandingkan psikrofil.
9. Pembekuan mengakibatkan injury pada beberapa mikroorganisme, misalnya
Pseudomonas. Beberapa bakteri membutuhkan persyaratan nutrisional setelah
thawing dari keadaan bekunya. Setelah bahan pangan dilakukan pembekuan
biasanya dilakukan thawing (percairan kristal es). Setelah dilakukan thawing
biasanya mikrobia menjadi aktif dan terjadi pertumbuhan yang lebih cepat.
Oleh karena itu, bahan pangan tersebut harus segera diproses / diolah lebih
lanjut.
Mekanisme kematian sel karena pembekuan dapat diringkas sebagai
berikut:

128
1. Selama proses pembekuan, air sel akan keluar sehingga air dalam sel akan
berkurang. Struktur ikatan molekul protein menjadi saling berdekatan
sehingga dapat terjadi ikatan kovalen, yaitu konversi dari group sulfhidril
menjadi disulfide yang bersifat irreversible. Kondisi tersebut dapat
mengubah fungsi senyawa tersebut, misalnya jika sebagai enzim dapat bersifat
inaktif.
2. Air berubah jadi es, volumenya menjadi lebih besar. Kristal es akan tumbuh
besar, mendesak dan merusak bagian-bagian yang lemah, seperti membran
protoplasma.
3. Terjadi pemekatan “solute” (zat terlarut). Semakin pekat zat-zat tertentu di
dalam sel mengakibatkan racun atau inhibitor dalam reaksi biokimiawi atau
metabolisme sel.
4. Kerusakan membran sitoplasma. Hal ini akan mengakibatkan kehilangan
fungsinya, terutama sebagai pengatur transportasi nutrisi sel.
0
0-10 C

0
-5 C Lambat “EKSOOSMOSE”
0
-2 C
Cepat

0
-5 C
Sangat Cepat

=Kristal Es

Gambar 4. Skema peristiwa fisikal yang terjadi pada sel selama proses
pembekuan

129
H. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Sel Terhadap
Pembekuan

Ketahanan mikrobia terhadap pembekuan dipengaruhi oleh beberapa


faktor, yaitu : jenis mikroorganisme dan keadaannya, laju pembekuan, suhu,
lama/waktu, jenis bahan makanan, kecepatan thawing, cara pembekuan, dan ada
tidaknya “cryopectant”.

1. Jenis mikroorganisme dan keadaannya


Menurut Christophersen (1973), sensitivitas mikrobia terhadap
pembekuan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

a. Susceptible / peka : sel vegetatif yeast, jamur, dan beberapa bakteri Gram
negatif
b. Resisten sedang (moderat) : bakteri Gram positif, staphylococci,
enterococci
c. Resisten (insensitive): spora bacilli dan clostridia

Spora bersifat bahan/paling tahan terhadap pembekuan, sel vegetatif


pada bakteri Gram negatif (BGN) paling peka terhadap pembekuan, bakteri Gram
positif relatif lebih tahan dibandingkan dengan BGN, demikian pula kelompok jamur
dan yeast lebih tahan dibanding BGN.
Pertumbuhan mikrobia yang berada pada fase logaritmik akan lebih
mudah mati daripada fase-fase lain, dan fase pertumbuhan stasioner relatif lebih
tahan dibanding fase pertumbuhan lainnya ketika d ilakukan pembekuan. Sel
yeast berumur 24 jam lebih tahan hidup dibanding pada umur yang lebih
tua/muda.

2. Laju pembekuan
Laju pembekuan berkaitan erat dengan keseimbangan difusi maupun
terbentuknya kristal es baik di luar maupun di dalam sel. Kecepatan pembekuan

130
tersebut menentukan fraksi air yang masih tertinggal di dalam sel. Hal ini
mempunyai pengaruh terhadap daya tahan/survival mikrobia. Pada proses
pengawetan biakan diharapkan banyak sel yang masih hidup.

Air intra seluler 100 0


1000 C/mnt
(ς %)
Sel yeast
50
0
100 C/mnt
0
10 C/mnt
0
-4 -12 -20 -28 Suhu C

Laju Pembekuan 0C/mnt

80

Sel yeast
60
Ketahanan
hidup %

40

20

0 0
10 100 1000 C/mnt

Laju pembekuan

3. Suhu pembekuan
0C
Suhu pembekuan yang dekat dengan suhu beku air / mendekati 0
mengakibatkan kematian mikrobia yang cukup besar dibandingkan dengan
suhu yang jauh di bawah 0 0C. Total bakteri yang hidup pada bahan

131
makanan yang dibekukan pada suhu -2 sampai -10 0C lebih kecil
dibanding pembekuan pada suhu -15 sampai -30 0C.
Salmonella yang terdapat pada daging giling ketika dibekukan pada
suhu -20 0C masih bertahan hidup sebanyak 60 – 80% selama pembekuan
126 hari (atau yang mati 20 – 40%). Sebaliknya, dengan pembekuan
sekitar -2 0C, yang bertahan hidup tinggal 1-6% atau yang mati 94-99%
dalam waktu 5 hari.

Tabel 8.3. Efek pembekuan pada suhu – 30 0C terhadap populasi


mikrobia pada daging sapi mentah dan giling
Populasi bakteri / g pada Populasi bakteri / g pada
Raw beef Raw Minced meat

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah


Pembekuan Pembekuan Pembekuan Pembekuan
385000 97000 400.000 47000
BGP: 15% 70% 22% 75%
Corynebacterium+
Bravibacterium + 5% 45% 2% 20%
Microbacterium
Lactobacillus 5% 0% 5% 4%
Lainnya 5% 35% 15% 51%

BGN: 85% 30% 78% 23%


Pseudomanas 75% 22% 69% 23%
Vibrio+ 6% 7% 2% 0%
aeronemas
Lainnya 4% 1% 7% 2%*
*khamir

Pada suhu pembekuan yang relatif agak tinggi lebih bersifat


letal/membunuh dibandingkan jika pembekuannya jauh dibawah titik
bekunya. Beberapa mikroorganisme inaktif pada suhu (-2) – (-10) 0C
dibanding (-15)-(-30) 0C. Dari hasil pengamatan diketahui pembekuan lebih
rendah dari -24 0C tidak memberikan hasil yang signifikan.

132
4. Lama Pembekuan
Kecepatan kematian sel pada awal pembekuan berlangsung cepat dan secara
bertahap sel mikroorganisme akan mengalami kematian selama
penyimpanan (storage death). Semakin lama penyimpanan semakin banyak
populasi yang mati.

5. Jenis bahan makanan yang digunakan


Adanya senyawa gula, garam, protein, koloid dan lemak dapat bersifat
sebagai protektif pada mikroorganisme pada pH yang terlalu tinggi/rendah
dapat menginduksi kematian sel.

6. Kecepatan thawing
Thawing ialah pencairan bahan pangan yang telah dibekukan. Thawing yang
cepat akan mempertahankan jumlah sel yang hidup, dan sebaliknya thawing
yang lambat mendorong kematian populasi sel.

Industri fermentasi
0 0 % hidup
30 C % hidup 30 C
65 75
0 67 0 67
2 C/mnt 2 C/mnt
60 I 60
7 C/mn
2 C/mn

7 C/mn
2 C/mn
0
cepat

-30 C
cepat
0 t

0 t

t
0
-30 C
0

0
II
↓cepat

holding
0 periode 0
-70 C -70 C

Perbandingan thawing cepat dan lambat pada pembekuan 2 langkah terhadap


populasi sel. Adanya tahapan “holding periode” akan terjadi kesetimbangan
karena berlangsungnya proses osmose dan pembentukan kristal es
ekstraseluler. Air yang mengkristal di dalam sel << / tidak ada kristal yang
sama sekali. Pada industri fermentasi dikehendaki sel yang hidup tetap
bertahan, dan ini diterapkan pada metode pemeliharaan kultur.

133
7. Cara pembekuan
Pada pembekuan lambat/cepat ternyata populasi sel hidup lebih tinggi
dibanding yang lainnya. Secara umum pembekuan cepat menghasilkan
kristal es yang lebih kecil memberikan peluang mikroorganisme untuk tetap
bertahan hidup / survive.

8. Cryopectant : bahan yang dipakai untuk melindungi sel pada waktu


pembekuan. Adanya cryopectant akan memperbesar kemungkinan populasi
sel yang hidup. Cryopectant yang biasa digunakan adalah gliserol, skim
milk, serum, dimetilsulfida, polyfinil pirolidon.

Pertumbuhan mikroorganisme bahan makanan setelah perlakuan


thawing tergantung pada jumlah dan tipe mikroorganisme yang bertahan
hidup serta sifat-sifat bahan makanan yang dibekukan. Thawing yang tidak
terkendali akan menyebabkan meningkatnya populasi bakteri. Oleh karena
itu, dalam penanganan bahan makanan yang telah dibekukan harus
memperhatikan suhu penyimpanan setelah thawing dan kondisi thawing-nya.
Bahan makanan setelah thawing harus segera diikuti proses pengolahan
lainnya.

I. Pengaruh Pembekuan Terhadap Organisme dan Toksin

Organisme tingkat tinggi (chestoda, nematode, protozoa parastik)


lebih peka terhadap pembekuan dibanding banteri/organisme lainnya.
Penyimpan daging pada suhu –15 0C selama 20 hari mematikan larva
Trichella spiralis, tanea siginata dan kematian pada -9,50C selama 6 hari,
sedangkan tanea ovis pada -10 0C selama 24 jam.
Bakteri Gram positif seperti Bacillus, Clostridium, Lactobacillus,
Staphylococcus, Micrococcus, relatif lebih tahan terhadap pembekuan

134
dibandingkan dengan Bakteri Gram negatif: Echericia, Pseudomonas,
Alkaligenes, Vibrio dan Salmonella. Pembekuan tidak dapat menghilangkan
Stapilococcus dan BGP di dalam bahan makanan. Clostridium perfrigens
relatif peka terhadap pembekuan dan sebaliknya pada Salmonella masih
tetap bertahan hidup di dalam makanan beku (daging, telur, susu, dll). Oleh
karena itu, pembekuan bukan langkah pengamanan agar tidak terjadinya
salmonelosis. Sebanyak 20% Salmonella typimurium yang diinokulasikan
pada bahan makanan, tetap hidup pada penyimpanan 9 bulan – 25 0C.
Meskipun mikroorganisme tidak tumbuh pada suhu kurang dari -100C
akan tetapi beberapa enzim yang perlu kita waspadai, yaitu enzim lipase
(lemak → asam lemak), enzim protease (protein → asam amino, peptone,
peptida). Pembekuan akan memperlambat tetapi tidak menghentikan
kerusakan-kerusakan enzimatis, bila sebelumnya reaksi enzimatis telah
berlangsung.
Toksin yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum dan
Staphilococous aureus tidak dipengaruhi oleh pembekuan. Bahan makanan
yang terkontiminasi oleh toksin, ketika dilakukan pembekuan tidak dapat
mendegradasi toksin tersebut. Oleh karena itu, pembekuan bukanlah cara
yang baik untuk pengamanan bahan makanan yang telah mengandung
toksin. C.botulinum, S. avereus → Bahan makanan mengandung toksin →
pembekuan → tetap toksis.

135

Anda mungkin juga menyukai