116
seafood, daging, potongan buah, salad disimpan dengan metode ini. Fluktuasi
suhu (karena ukuran kemasan atau pelelehan es), waktu penyimpanan (segar atau
sudah beberapa hari) dan kontaminasi silang (ikan, dan udang segar) dapat
menyebabkan masalah mikrobiologis, khususnya penyakit bawaan makanan.
2. Refrigerasi
Spesifikasi suhu untuk refrigasi bahan pangan telah berubah dari waktu ke
waktu. Semula digunakan suhu 70C, sekarang adanya kemajuan teknologi
refrigasi digunakan pada suhu 4 - 50C. Untuk bahan pangan yang mudah
rusak sebaiknya didinginkan pada suhu ≤ 4,40C. Prosesor pangan komersial
dapat menggunakan refrigasi serendah mendekati 10C untuk bahan pangan
yang mudah rusak (misalnya, daging dan ikan segar)
3. Pembekuan
Suhu minimum yang digunakan pada freezer rumah tangga (di dalam
refrigator) sebesar -200C, suhu di mana sebagian besar air bebas yang tersisa
di dalam bahan pangan dalam keadaan membeku. Es kering (-780C) dan
nitrogen cair (-1960C) dapat juga digunakan untuk pembekuan. Zat tersebut
digunakan untuk proses pembekuan cepat atau instan dan bukan untuk
pembekuan bahan pangan bersuhu rendah. Pembekuan tersebut dipertahankan
hingga suhu bahan pangan mencapai -20 - -300C. Tergantung dari jenisnya
bahan pangan dapat disimpan pada temperatur refrigasi selama berbulan -
bulan atau lebih dari 1 tahun. Bahan mentah (sayuran dan buah-buahan),
daging, ikan, produk olahan dan produk – produk yang telah dimasak (siap
makan setelah thawing dan pemanasan) diawetkan melalu pembekuan.
Mikrobia tidak dapat tumbuh pada -200C di dalam bahan pangan yang
dibekukan. Sel- sel mikrobia akan mati selama penyimpanan beku. Meskipun
sel-sel yang bertahan hidup dapat berbiak di dalam bahan pangan yang tidak
membeku. Pada proses thawing (pencairan kembali) atau thawing lambat
dapat memfasilitasi pertumbuhan mikrobia perusak dan patogen. Spora dapat
117
juga germinasi dan tumbuh tergantung suhu dan lama thawing. Enzim –
enzim yang dilepas oleh sel mikrobia yang mati dapat menurunkan mutu
penerimaan bahan pangan terhadap konsumen.
B. Pendinginan
Penerapan suhu dingin untuk pengawetan bahan pangan didasarkan pada
kenyataan bahwa mikrobia penyebab penyakit ( bawaan makanan) dapat diturunkan
dan atau dihentikan pada suhu di atas suhu pembekuan dan pada umumnya dapat
dihentikan pada suhu subfreezing. Alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi, karena
semua reaksi metabolisme mikrobia dikatalisa oleh enzim dan laju reaksi katalisa
enzim tersebut dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, semakin besar laju
reaksinya. Koefisien suhu (temperature coeffient, Q10) secara umum didefinisikan
sebagai berikut.
(Laju pada T 0C + 100C)
Q10 = ___________________________
Laju pada T 0C
Q10 untuk sistem biologis berkisar antara 1,5 – 2,5, sehingga setiap kenaikan
suhu 10 0C dapat meningkatkan laju reaksi sebesar kisaran tersebut. Sebaliknya,
setiap penurunan setiap 10 0C akan menurunkan laju reaksi 1,5 – 2,5 kali.
Mikrobia yang dapat tumbuh baik pada suhu rendah ialah kelompok
psikhrofilik. Mikrobia ini dapat tumbuh pada 00C sampai dengan di bawah 350C.
Mikrobia yang dapat tumbuh pada 50C atau lebih rendah dikelompokkan sebagai
sebagai psikhrotof. Meskipun demikian, beberapa ahli menyepakati perbedaan
keduanya terdapat pada suhu optimum pertumbuhan, pada Psikrofil berkisar antara
12-15 0C, sedangakan psikrotrof berikisar 25-30 0C.
Kebanyakan bakteri psikrofilik yang terdapat pada bahan pangan ialah
Pseudomonas, sidikit genus Acinetobacter, Alkaligenes, Flavobacterium. Kapang
yang tumbuh pada suhu rendah di antaranya ialah Penicillium, Mucor, Cladosporium,
118
Botritys, dan Geotricum, sedangkan khamir yang dapat tumbuh di antaranya ialah
Debaryomyces, Torulopsis, Candida dan Rhodotorula.
Di dalam pengawetan bahan pangan dengan penerapan suhu dingin dikenal 2
istilah yang perlu difahami yaitu, : suhu chilling dan suhu refrigerasi. Suhu chilling
berkisar antara suhu refrigerasi dan suhu kamar, biasanya 10 – 150 C, suhu ini cocok
untuk penyimpanan sayur-sayuran dan buah buahan, seperti timun, kentang, dan
lainya. Suhu refrigerasi berkisar antara (0 – 20C) sampai dengan (5 – 70C). Suhu ini
cocok untuk penyimpanan bahan pangan yang mudah rusak dan cukup mudah rusak.
Suhu chilling pada bahan pangan segar berada pada -10C - 70C. Ketika suhu
diturunkan dari suhu optimum, pertumbuhan akan melambat dan akhirnya berhenti.
Sebagai contoh, Cladosporium herbarum, merupakan kapang yang toleran suhu
rendah (cold-tolerant), fase lag pertumbuhannya selama 1 hari pada suhu kamar,
menjadi 18 hari ketika berada pada suhu -5 0C. Suhu di bawah 60C akan mencegah
pertumbuhan bakteri penyebab keracunan, seperti C. botulinum, V. parahemolitycus,
dan Y. enterocolitica, sementara L. monocytogenes tetap perlu diwaspadai karena
dapat tumbuh baik pada 4 0C.
119
V
Suhu 12,50C
Suhu 200C
Psikrofil Mesofil
Σ sel Psikrofil Mesofil
10
10 35 jam 18 140
Suhu optimal
μ < Suhu optimal
μ << Suhu optimal
μ
Σ sel <<< Suhu optimal
μ
Gambar 8.1. Pengaruh suhu terhadap lama fase lag, laju pertumbuhan pada bakteri
mesofil dan psikrofil.
120
perfringen telah diketahui dapat mengalami “cold shock”. Staphylococcus aureus
tahan terhadap “cold shock”, tetapi bila ditumbuhkan pada medium “trypticase-
soybroth” dan diinkubasikan pada suhu 50C ternyata mengalami “injury”. Cold shock
terjadi apabila pendinginan dilakuka secara cepat dari suhu pertumbuhan normal
menjadi sekitar 00C akan menyebabkan kematian atau injury sebagian bakteri
mesofil. Sebaliknya, mikrobia psikrofil nampaknya kurang peka terhadap cold atau
pendinginan.
300C Normal
Cold sock
00C
121
Mesofil → 100C → aktivitas turun
Fase lag (jam)
140
Mesofil → 300C → aktivitas naik
psikrofil
20
0
0 5 10 15 20 25 30 35 C
Gambar 8.3. Efek suhu terhadap lama fase lag pada mesofil dan psikrofil
Tabel 8. 1. Laju pertumbuhan dan waktu generasi Pseudomonas fragi pada berbagai
suhu
Kecepatan pertumbuhan
Suhu (0C) pada fase eksponsial Waktu generasi (jam)
(generasi/ jam)
0 0,09 11,30
122
reversible artinya dapat balik aktif jika suhu pertumbuhannya cocok bagi mikrobia
yang bersangkutan.
123
oleh Pseudomonas dan beberapa genera tertentu akan mengalami kenaikan pada suhu
rendah. Beberapa proses regulasi metabolisme sel, peka terhadap suhu dibawah suhu
optimalnya, sehingga terjadi kontak dengan suhu rendah dapat mengakibatkan
ketidak seimbangan metabolisme.
124
S. typhimurium memiliki fase lag 12 jam dan waktu generasi 8 jam. Di dalam bahan
pangan, laju pertumbuhannya semakin lambat. Di dalam daging sapi giling, lima
serotipe Salmonella tidak tumbuh pada 7 0C, tetapi dapat meningkat 300 kali dalam 5
hari inkubasi pada suhu 12,5 0C.
Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada pada sekitar 7 0C, tetapi produksi
toksinnya sangat dibatasi. Sebagai contoh, enterotoksin terdeteksi pada pangan yang
diidnginkan pada 10 0C, tetapi produksi toksin pada suhu di bawah 20 0C.
Bacillus cereus tumbuh pada 7-45 0C dan B. subtilis 12-55 0C. C. botulinum
tipe E dan strain nonproteolitik C. botulinum tipe B, dan F dapat tumbuh dan
produksi toksin pada suhu serendah 3,5 – 5 0C, meskipun suhu pertumbuhan
optimalnya sekitar 35 0C.
F. Pembekuan
Pada dasarnya terdapat dua cara yang diterapkan di dalam proses pembekuan
bahan pangan, yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pembekuan yang
cepat ialah proses yang suhu bahan pangannya diturunkan sampai dengan sekitar
125
-200C dalam waktu 30 menit. Perlakuan ini dapat dicapai dengan imersi langsung
atau kontak tidak langsung bahan pangan dengan refrigerant. Pembekuan lambat
yaitu proses yang suhu bahan pangan yang diinginkannya dicapai dalam waktu 3 –
72 jam. Pembekuan ini biasanya digunakan pada freezer rumah tangga. Proses
pembekuan cepat memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan pembekuan
lambat ditinjau dari kualitas produk yang diperlakukan. Dua metode tersebut dapat
dibandingkan sebagai berikut,
Pertumbuhan mikrobia akan berhenti pada suhu di atas titik beku dari media
pertumbuhannya. Mikrobia memilki respons yang berbeda terhadap pembekuan.
Beberapa tahan terhadap pembekuan, sebagian peka dan mengalami kematian
selama penyimpanan beku atau ketika thawing. Kebanyakan spora dan beberapa
sel vegetatif bertahan hidup selama pembekuan, dan kebanyakan mikrobia tidak
membentuk spora sensitif terhadap proses pembekuan. Organisme tingkat tinggi
lebih peka terhadap suhu rendah dari pada bakteri. Oleh karenanya, pembekuan
dapat membunuh protozoa parasit, cestoda, dan nematoda pada bahan pangan.
Secara relatif suhu pembekuan yang lebih tinggi memiliki sifat letal
yang lebih tinggi daripada suhu yang lebih rendah. Banyak mikrobia terbunuh atau
injury pada 2-10 0C daripada – 15 0C, sementara pada – 30 0C efek letalnya
berkurang. Salmonellla di dalam daging dada ayam giling, survive pada – 20 0C
126
dimana bertahan hidup sebesar 60-83% setelah 126 hari, tetapi pada -2 sampai -5
0
C hanya 1,3-5% yang survive setelah 5 hari.
Pembekuan dapat mengakibatkan kematian atau nonlethal injury
mikrobia. Sublethal injury dapat mempengaruhi interpretasi data yang diperoleh.
Bakteri yang injury akan slit dideteksi, oleh karenanya perlu metode khusus dalam
mendekteksinya.
Nonlethal injury
Kendala dalam
keamanan pangan
Kondisi normal
Resusitasi Metoda :
127
Sebagai penjelas lebih lanjut efek pembekuan terhadap mikrobia, berikut dapat
dikemukakan beberapa kenyataan yang terjadi ketika sel membeku, yaitu:
1. Air yang membeku ialah air bebas. Air tersebut diketahui berfungsi sebagai
media reaksi yang terjadi di dalam sel. Ketika air tersebut membeku, maka air
menjadi berkurang dan sel bisa mengalami dehidrasi.
2. Pembekuan mengakibatkan kenaikan viskositas/bahan-bahan/komponen
seluler. Hal ini konsekuensi langsung dari membekunya air menjadi kristal es.
3. Pembekuan mengakibatkan kehilangan gas-gas sitoplasma seperti CO2 dan
O2. Kehilangan O2 bagi mikroorganisme yang aerobik akan menekan /
menghambat proses respirasi.
4. Pembekuan mengakibatkan perubahan (peningkatan atau penurunan) pH di
dalam sel. Perubahan tersebut dapat mencapai 0,3 – 2 unit pH.
5. Pembekuan mengakibatkan perubahan konsentrasi elektrolit seluler karena
terbentuknya kristal es dari air sebagai komponen utama sel
6. Pembekuan mengakibatkan perubahan keadaan koloida ( senyawa protein)
dari protoplasma seluler.
7. Pembekuan mengakibatkan denaturasi pada protein seluler.
8. Pembekuan mengakibatkan terjadinya shock pada beberapa mikrobia.
Kelompok mesofil dan termofil lebih sering terjadi dibandingkan psikrofil.
9. Pembekuan mengakibatkan injury pada beberapa mikroorganisme, misalnya
Pseudomonas. Beberapa bakteri membutuhkan persyaratan nutrisional setelah
thawing dari keadaan bekunya. Setelah bahan pangan dilakukan pembekuan
biasanya dilakukan thawing (percairan kristal es). Setelah dilakukan thawing
biasanya mikrobia menjadi aktif dan terjadi pertumbuhan yang lebih cepat.
Oleh karena itu, bahan pangan tersebut harus segera diproses / diolah lebih
lanjut.
Mekanisme kematian sel karena pembekuan dapat diringkas sebagai
berikut:
128
1. Selama proses pembekuan, air sel akan keluar sehingga air dalam sel akan
berkurang. Struktur ikatan molekul protein menjadi saling berdekatan
sehingga dapat terjadi ikatan kovalen, yaitu konversi dari group sulfhidril
menjadi disulfide yang bersifat irreversible. Kondisi tersebut dapat
mengubah fungsi senyawa tersebut, misalnya jika sebagai enzim dapat bersifat
inaktif.
2. Air berubah jadi es, volumenya menjadi lebih besar. Kristal es akan tumbuh
besar, mendesak dan merusak bagian-bagian yang lemah, seperti membran
protoplasma.
3. Terjadi pemekatan “solute” (zat terlarut). Semakin pekat zat-zat tertentu di
dalam sel mengakibatkan racun atau inhibitor dalam reaksi biokimiawi atau
metabolisme sel.
4. Kerusakan membran sitoplasma. Hal ini akan mengakibatkan kehilangan
fungsinya, terutama sebagai pengatur transportasi nutrisi sel.
0
0-10 C
0
-5 C Lambat “EKSOOSMOSE”
0
-2 C
Cepat
0
-5 C
Sangat Cepat
=Kristal Es
Gambar 4. Skema peristiwa fisikal yang terjadi pada sel selama proses
pembekuan
129
H. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Sel Terhadap
Pembekuan
a. Susceptible / peka : sel vegetatif yeast, jamur, dan beberapa bakteri Gram
negatif
b. Resisten sedang (moderat) : bakteri Gram positif, staphylococci,
enterococci
c. Resisten (insensitive): spora bacilli dan clostridia
2. Laju pembekuan
Laju pembekuan berkaitan erat dengan keseimbangan difusi maupun
terbentuknya kristal es baik di luar maupun di dalam sel. Kecepatan pembekuan
130
tersebut menentukan fraksi air yang masih tertinggal di dalam sel. Hal ini
mempunyai pengaruh terhadap daya tahan/survival mikrobia. Pada proses
pengawetan biakan diharapkan banyak sel yang masih hidup.
80
Sel yeast
60
Ketahanan
hidup %
40
20
0 0
10 100 1000 C/mnt
Laju pembekuan
3. Suhu pembekuan
0C
Suhu pembekuan yang dekat dengan suhu beku air / mendekati 0
mengakibatkan kematian mikrobia yang cukup besar dibandingkan dengan
suhu yang jauh di bawah 0 0C. Total bakteri yang hidup pada bahan
131
makanan yang dibekukan pada suhu -2 sampai -10 0C lebih kecil
dibanding pembekuan pada suhu -15 sampai -30 0C.
Salmonella yang terdapat pada daging giling ketika dibekukan pada
suhu -20 0C masih bertahan hidup sebanyak 60 – 80% selama pembekuan
126 hari (atau yang mati 20 – 40%). Sebaliknya, dengan pembekuan
sekitar -2 0C, yang bertahan hidup tinggal 1-6% atau yang mati 94-99%
dalam waktu 5 hari.
132
4. Lama Pembekuan
Kecepatan kematian sel pada awal pembekuan berlangsung cepat dan secara
bertahap sel mikroorganisme akan mengalami kematian selama
penyimpanan (storage death). Semakin lama penyimpanan semakin banyak
populasi yang mati.
6. Kecepatan thawing
Thawing ialah pencairan bahan pangan yang telah dibekukan. Thawing yang
cepat akan mempertahankan jumlah sel yang hidup, dan sebaliknya thawing
yang lambat mendorong kematian populasi sel.
Industri fermentasi
0 0 % hidup
30 C % hidup 30 C
65 75
0 67 0 67
2 C/mnt 2 C/mnt
60 I 60
7 C/mn
2 C/mn
7 C/mn
2 C/mn
0
cepat
-30 C
cepat
0 t
0 t
t
0
-30 C
0
0
II
↓cepat
holding
0 periode 0
-70 C -70 C
133
7. Cara pembekuan
Pada pembekuan lambat/cepat ternyata populasi sel hidup lebih tinggi
dibanding yang lainnya. Secara umum pembekuan cepat menghasilkan
kristal es yang lebih kecil memberikan peluang mikroorganisme untuk tetap
bertahan hidup / survive.
134
dibandingkan dengan Bakteri Gram negatif: Echericia, Pseudomonas,
Alkaligenes, Vibrio dan Salmonella. Pembekuan tidak dapat menghilangkan
Stapilococcus dan BGP di dalam bahan makanan. Clostridium perfrigens
relatif peka terhadap pembekuan dan sebaliknya pada Salmonella masih
tetap bertahan hidup di dalam makanan beku (daging, telur, susu, dll). Oleh
karena itu, pembekuan bukan langkah pengamanan agar tidak terjadinya
salmonelosis. Sebanyak 20% Salmonella typimurium yang diinokulasikan
pada bahan makanan, tetap hidup pada penyimpanan 9 bulan – 25 0C.
Meskipun mikroorganisme tidak tumbuh pada suhu kurang dari -100C
akan tetapi beberapa enzim yang perlu kita waspadai, yaitu enzim lipase
(lemak → asam lemak), enzim protease (protein → asam amino, peptone,
peptida). Pembekuan akan memperlambat tetapi tidak menghentikan
kerusakan-kerusakan enzimatis, bila sebelumnya reaksi enzimatis telah
berlangsung.
Toksin yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum dan
Staphilococous aureus tidak dipengaruhi oleh pembekuan. Bahan makanan
yang terkontiminasi oleh toksin, ketika dilakukan pembekuan tidak dapat
mendegradasi toksin tersebut. Oleh karena itu, pembekuan bukanlah cara
yang baik untuk pengamanan bahan makanan yang telah mengandung
toksin. C.botulinum, S. avereus → Bahan makanan mengandung toksin →
pembekuan → tetap toksis.
135