A4
A4
Oleh:
A4
Menyetujui:
Abidah Ishma N.
Asisten I
Sean Marshell
Asisten II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
Laporan Akhir Praktikum Nutrisi Ternak yang berjudul “Analisis Proksimat
Bungkil Kapuk” ini dapat ditulis hingga selesai. Laporan praktikum ini mengkaji
mengenai hasil pengamatan dari analisis proksimat dan analisis energi bruto pakan
ternak, yaitu bungkil kapuk.
Laporan akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan dari dosen
kami Dr. Ir. H. Iman Hernaman, M.Si., IPU, lalu asisten laboratorium penanggung
jawab kelas kami yaitu Abidah Ishma N., dan Sean Marshell. Terima kasih pula
kepada rekan-rekan kelompok A4 atas usaha yang telah dituangkan dalam laporan
ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi balasan atas bantuan yang telah
diberikan.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa banyak
kekurangan dalam laporan praktikum ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi laporan praktikum yang lebih baik.
Akhir kata, kami berharap semoga laporan akhir praktikum ini bermanfaat untuk
pembaca.
Demikian, semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca serta
penulis. Terima kasih.
Penulis
ANALISIS PROKSIMAT DAN ENERGI BRUTO LUMPUR SAWIT
A4
ABSTRAK
Kata kunci:
DAFTAR ISI
Bab Halaman
ABSTRAK ............................................................................ v
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................
1.2 Identifikasi Masalah .....................................................
1.3 Tujuan Praktikum .........................................................
1.4 Waktu dan Tempat Praktikum ......................................
II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Deskripsi Bungkil Kapuk .............................................
2.2 Kandungan Bungkil Kapuk ..........................................
2.3 Analisis Air
2.3.1 Analisis Air ......................................................
2.3.2 Metoda Analisis ................................................
2.3.3 Kandungan Air Bahan ......................................
2.4 Analisis Abu ...................................................................
2.4.1 Analisis Abu ....................................................
2.4.2 Metoda Analisis ................................................
2.4.3 Kandungan Abu Bahan .....................................
2.5 Analisis Lemak Kasar ....................................................
2.5.1 Analisis Lemak Kasar ......................................
2.5.2 Metoda Analisis ................................................
2.5.3 Kandungan Lemak Kasar Bahan ......................
2.6 Analisis Serat Kasar .......................................................
2.6.1 Analisis Serat Kasar..........................................
2.6.2 Metoda Analisis ................................................
2.6.3 Kandungan Serat Kasar Bahan .........................
2.7 Analisis Protein Kasar ....................................................
2.7.1 Analisis Protein Kasar .....................................
2.7.2 Metoda Analisis ................................................
2.7.3 Kandungan Protein Kasar Bahan ......................
2.8 Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen.....................................
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
LAMPIRAN ..........................................................................
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2
DAFTAR ILUSTRASI
Nomor Halaman
1 Oven ............................................................................. ..
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dicerna
Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan maupun
untuk mempertahankan hidupnya. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara
daya tahan tubuh dan kesehatan, agar ternak dapat tumbuh sesuai dengan yang
diharapkan. Pakan yang diberikan pada ternak harus mengandung nutrien yang
digunakan untuk mengetahui kandungan air, abu, serat kasar, lemak kasar, protein
kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terkandung dalam bahan
pakan.
mengidentifikasi kandungan zat makanan yang terdapat pada suatu pakan atau
Hal ini disebabkan komposisi dari fraksi yang dianalisis masih mengandung
komponen lain yang jumlahnya sangat sedikit yang seharusnya tidak masuk dalam
fraksi yang dimaksud. Namun demikian analisis kimia ini adalah yang paling
ekonomis (relatif) dan datanya cukup memadai untuk digunakan dalam penelitian
peternakan, yaitu sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pakan terutama atas
formulasi ransum, bagian dari prosedur untuk uji kecernaan dan merupakan dasar
untuk melanjutkan kepada analisis kimia lebih lanjut pada tingkat yang lebih akurat,
(1) Berapa persentase kadar air yang terdapat pada bungkil kapuk.
(2) Berapa persentase kadar abu yang terdapat pada bungkil kapuk.
(3) Berapa persentase kadar lemak kasar yang terdapat pada bungkil kapuk.
(4) Berapa persentase kadar protein kasar yang terdapat pada bungkil kapuk.
(5) Berapa persentase kadar serat kasar yang terdapat pada bungkil kapuk.
(6) Berapa persentase kadar BETN yang terdapat pada bungkil kapuk.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
di daerah tropis dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 100-800 m di atas
permukaan laut, tahan terhadap kekurangan air, sehingga dapat ditanam di tegalan,
pematang sawah atau tepi jalan (Setiadi, 1983). Pohon kapuk dapat tumbuh hingga
mencapai ketinggian 7-30 meter, dengan bentuk batang yang silindris dan
bercabang secara horizontal dengan daun yang jarang. Buah kapuk berbentuk
lonjong dengan kulit keras dan berwarna hijau jika masih muda dan coklat jika telah
tua. Bentuk bijinya bulat, kecil-kecil berwarna hitam dibungkus oleh selapis serat
berwarna putih yang merupakan dinding buah kapuk. Pohon kapuk dapat
berproduksi terus menerus sampai umurnya mencapai 50-60 tahun (Ochse, dkk. ,
1961). Dari setiap buah kapuk yang masak berisi sekitar 35 % serat, 15% teras
dengan kulit buah dan 50% biji kapuk yang beratnya antara 25-40 gram. Setiap
pohon kapuk dapat menghasilkan antara 4000-5000 buah per tahun; dengan
demikian pohon kapuk dewasa dapat menghasilkan sekitar 150 kg biji kapuk per
Biji kapuk adalah merupakan hasil ikutan yang penting karena dua pertiga
bagian berat buah kapuk adalah merupakan biji. Dari biji kapuk akan dihasilkan
tidak ada rasanya. Sisanya berupa bungkil biji kapuk dapat digunakan untuk
Menurut Sihombing (1974), kandungan minyak pada biji kapuk adalah 25-
40%, mengandung asam oleat sekitar 50%, asam linoleat 30% dan 16% asam
bersifat racun bagi ternak. Asam siklopropenoat ini juga terkandung pada minyak
biji kapas sebanyak kurang dari 1% (Alien, 1966 yang dikutip oleh Sihombing,
(1974) . Pada bungkil biji kapuk komersil menurut Zahirma (1986) mengandung
ada bungkil biji kapuk yang sudah dihilangkan minyaknya tidak ditemukan adanya
kandungan asam sterkulat. Kandungan asam sterkulat pada minyak biji kapuk
adalah 1400 ppm. Kandungan protein kasar bungkil biji kapuk adalah cukup tinggi.
Menurut Lubis (1963) kadar protein kasar bungkil biji kapuk adalah 27,4 %,
Tabel 1. Hasil analisa proksimat pada bungkil kapuk menurut Kadirvel .dkk
(1984)
Komponen (%) 1 2 3
Bahan Kering 83,90 83,90 88,60
Protein Kasar 32,6 29,6 32,28
Lemak Kasar 6,7 7,58 9,7
Serat Kasar 30,2 30,0 13,72
BETN 22,2 25,3 36,34
Abu 8,3 7,54 7,91
Sumber :
2.3 Analisis Air
terdapat dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan, air berfungsi sebagai
pelarut. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut air,
mineral dan senyawa cita rasa. Banyaknya kandungan air dalam bahan pangan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan dan aktivitas enzim,
aktivitas mikroba dan aktivitas kimiawi, yaitu terjadi ketengikan, reaksi non
cita rasa gizi yang berubah. Air bebas adalah air yang secara fisik terikat dalam
jaringan matriks bahan, membran, kapiler, serat dan lain – lain, jika air ini diuapkan
dalam bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
besarnya kandungaan air dalam bahan. Metode penetapan kadar air dengan
dalam % v/b terhadap berat ekstrak. Kadar air bahan berpengaruh terhadap masa
mikroba. Kandungan air dalam ekstrak merupakan media tumbuhnya kapang dan
jamur.
Penentuan kadar air merupakan penanganan yang baik bagi suatu bahan untuk
mengetahui ketahanan atas pengaruh aktivitas mikroba. Jumlah kadar air yang
rendah membuat bahan akan lebih tahan disimpan dalam jangka waktu yang relatif
lama. Penentuan kadar air dilakukan dengan memasukkan sampel dalam oven pada
suhu 105˚C selama 3 jam. Kemudian berat sampel ditimbang kadar air dalam
berat awal
Air dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang menguap pada
pemanasan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 sampai 24 jam dengan tekanan
udara bebas samapai tidak ada yang menguap mempunyai bobot yang tetap.
Penentuan kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk menentukan kadar
air bahan kering dari bahan tersebut (Kamal, 1998). Kandungan air dalam bahan
makanan ikut menentukan acceptability kesegaran dan daya tahan bahan makanan
itu, selain dari bagian bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik dari bahan
makanan tersebut. Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui
bila bahan pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C dalam peranti pemanas,
seperti oven. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis).
makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan
atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut
(Winarno, 1997).
Bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100% dengan persentase kadar air
suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga ukurannya tetap, kebutuhan air pada
ternak dipengaruhi oleh umur, jenis ternak dan jenis kelamin ternak itu sendiri
(Anggorodi, 1994). Hijauan bahan pakan segar berkadar air sangat tinggi, setelah
dikeringkan 55º C sampai beratnya tetap diperoleh bahan pakan dalam kondisi
kering udara disebut juga berat kering. Kering udara atau dry weight. Bahan pakan
konsentrat pada umumnya berada pada kondisi kering udara dan sering disebut
kondisi asfed (Tillman, 1998). Kadar air dalam suatu bahan pakan/pangan sangat
mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan tersebut. Oleh karena itu,
penentuan kadar air dari suatu bahan sangat penting agar daalam proses pengolahan
Kadar air dalam suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan
daya simpan dari bahan pangan tersebut. Apabila kadar air bahan pangan tersebut
pada makanan sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses
memanaskan suatu bahan pangan dengan suhu tertentu maka air dalam bahan
pangan tersebut akan menguap dan berat bahan pangan akan konstan.
Abu adalah zat-zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral
yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam
organik dan anorganik. Zat yang termasuk dalam garam organik, misalnya garam-
garam asam mollat, oksalat, asetat, dan pektat. Sedangkan garam anorganik antara
lain, dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. (Sudarmadji,
2003)
mineralnya dalam bentuk aslinya sangat sulit. Oleh karena biasanya dilakukan
dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan
pengabuan. (Sudarmadji,2003)
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari
mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen
Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain:
endosperm.
yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya
pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Bahan yang
mempunyai melakukan kandungan gas yang mudah menguap dan berlemak banyak
pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru
kemudian dinaikkan suhunya sesuai yang dikehendaki sedangkan untuk bahan yang
membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu di dalam oven dan
karena banyak elemen abu yang menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsur K,
Na, S, Ca, P. Selain itu, suhu pengabuan juga menyebabkan dekomposisi pada suhu
terdekomposisi pada suhu 300-400oC tetapi bila ketiga garam tersebut berada
(Winarno, 2004)
suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini
bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan
abu yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga
mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa
bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan
mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun secara
penentuan lemak kasar adalah ekstraksi dari klorofil, xanthofil, dan karoten.
Cherney (2000) melaporkan bahwa lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-
zat nutrien yang bersifat larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K diduga
terhitung sebagai lemak kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisa lemak
kasar seperti klorofil atau xanthofil. Analisa lemak kasar pada umumnya
menggunakan senyawa eter sebagai bahan pelarutnya, maka dari itu analisa lemak
sokhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung sokhlet (Soejono, 1990).
Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain
asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan
lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak
dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah
untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna
golongan lipid. Satu sifat yang khas mencirikan golongan lipid (termasuk minyak
dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzen,
dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjaga jumlah
pelarut relatif konstan dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan
suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak
nabati umumnya larut dalam pelarut organik, seperti heksan dan benzen. Minyak
yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila
penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah
zat yang tersaring. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah
menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut,
tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan (Anggorodi, 1995).
penting, karena lemak cadangan yang ada yang ada dalam tubuh dapat melindungi
berbagai organ yang penting, seperti ginjal, hati dan sebagainya, tidak saja sebagai
isolator, tetapi juga kerusakan fisik yang mungkin terjadi pada waktu kecelakaan.
Lipid terdiri atas lemak dan minyak yang banyak dihasilkan hewan dan tanaman.
Lipid umumnya berupa trigliserida yang merupakan ester asam lemak dan gliserol
maupun gugus senyawa lain/komponen non lipid lain. Lipid memiliki sifat kimia
Pada suhu kamar, lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair, lemak
padat berwarna putih kekuningan, dapat membentuk kristal lemak, tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, alkohol, aseton,
khloroform, benzene, lemak besifat plastis, lipid jenuh (sedikit ikatan rangkap)
memiliki titik lebur tinggi, lipid tidak jenuh (banyak ikatan rangkap) memiliki titik
lebur rendah, dan dapat melarutkan beberapa jenis vitamin, yaitu vitamin A, D, E,
dan K.
atau berbentuk siklis, terdiri atas ester asam lemak dengan gliserol atau dengan
gugus senyawa lain, lemak banyak mengandung asam lemak jenuh (sedikit ikatan
rangkap), minyak banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (banyak ikatan
rangkap), reaksi dengan alkali akan menghasilkan asam lemak dan gliserol,
merupakan analisa kadar lemak kasar karena tidak hanya lemak saja yang ikut
terekstraksi, tetapi juga fosfolipid, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen larut
lemak lainnya. Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak
bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan
asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane,
adalah ekstraksi lemak dengan pelarut lemak yaitu petroleum ether. Pelarut yang
digunakan untuk mengekstraksi lemak harus memiliki derajat polaritas yang sama
dengan lemak yang akan dianalisis. Ekstraksi ini dapat dilakukan secara terputus-
putus. Timbel (biasanya terbuat dari kertas saring tebal menahan padatan agar tidak
terbawa fluks pelarut) yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam sokhlet.
Sokhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta
dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan. Pelarut yang memiliki titih
didih lebih rendah akan diuapkan dan dikondensasi saat melewati kondensor lalu
pelarut akan jatuh membasahi bahan dan lemak bahan akan terekstraksi sekitar 4-6
jam, ditunggu hingga pelarut turun kembali dan sisa/residu lemak akan dioven
untuk menguapkan sisa pelarut lalu ditimbang hingga dicapai berat konstan
kemudian dapat ditentukan persentase kadar lemaknya yaitu nisbah berat lemak
Ekstraksi dengan sokhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena
pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak.
ekstrak yang lebih tinggi. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan
yaitu sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup
dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut
ditasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dituangkan ke dalam labu lemak
minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih.
Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu
lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105º C, untuk
tetap.
Kandungan lemak kasar pada bungkil kapuk adalah sebesar 5,25 – 9,48 %.
Menurut woodman (1941) lemak tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam
utamanya untuk mengatur kerja usus (Sitompul dan Martini, 2005). Faktor bahan
aliran pakan meninggalkan rumen. Bahan pakan yang mengandung serat kasar
tinggi sukar dicerna sehingga kecepatan alirannya rendah (Susanti
fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi yang terkontrol (Suparjo, 2010). Serat kasar ditentukan
dengan cara mendidihkan sisa makanan dari ekstraksi eter secara bergantian dengan
asam dan alkali dengan konsentrasi tertentu. Sisa bahan organiknya merupakan
dalam serat mempunyai sifat kimia yang tidak larut dalam air, asam atau basa
meskipun dengan pemanasan atau hidrolisis (Sitompul dan Martini, 2005). Serat
kasar (SK) / Crude fiber (CF) adalah bagian karbohidrat yang tidak larut setelah
pemasakan berturut-turut.
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dan
hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna
2010). Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam
sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25%). Piliang dan
ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam
kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses
seperti ini dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh
manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang
(2) Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan basa.
Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada
suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh luar.
perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai (Tillman, 1998). Fraksi
serat kasar mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa terhantung pada spesies
dan fase pada pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Serat kasar sangat
penting dalam penilaian kualitas bahan pakan makanan karena angka 2n merupakan
index dan menunjukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Selain itu kandundungan
serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan misalnya
proses pemisahan kulit dan ketiledon, dengan demikian persentase serat kasar dapat
Kandungan serat kasar pada bungkil kapuk adalah sebesar 18%. Serat kasar ini
merupakan hasil akhir yang tidak dapat dicerna oleh beberapa hewan. Semakin
sedikit persentase serat kasar maka penyerapan akan kandungan gizi pada pakan
Penentuan energi bruto prinsipnya bahwa kawat yang dibakar harus tepat
mengenai bahan makanan yang digunakan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
digunakan. Energi yang terdapat di dalam bahan pakan merupakan enegi kimia
yang seterusnya berperan sangat penting sebagai sumber utama bagi ternak
Energi bruto adalah energi kasar yang panas yang dihasilkan oleh satu bahan
yang di hasilkan oleh satu bahan yang di bakar secara sempurna dalam Bomb
calorimeter yang hasil akhirnya CO2, H2O,dan panas. Penetapan energi terjadi
pengubahan energi kimia dalam suatu sampel menjadi energi panas dan diukur
jumlah panas yang dihasilkan dari bahan makanan. Suhu distabilkan setelah
energinya (Anshory, 2004). Pada setiap bahan pakan yang diberikan pada
ternak terdapat energi, yang mana energi tersebut sangat berpengaruh pada
bruto tinggi belum tentu bisa menghasilkan energi yang cukup untuk keperluan
ternak karena tergantung dari daya cerna ternak tersebut (Gultom, 2008).
Energi kimia dapat di ukur dalam kaitannya dengan panas yang dinyatakan
dengan kalori. Satu kalori merupakan jumlah energi yang di hasilkan dan dapat
yang terbuang melalui feses ternak dan sangat tergantung pada jenis bahan
memutar tombol pemutar setelah lima menit (Kenan, 2000). Untuk perhitungan
dari energi ditentukan dulu energi ekuivalen asam benzoat, suhu awal dan suhu
akhir, volume titrasi serta jumlah kawat terbakar. Jika semua gas yang di
bobot abu di tambah bahan gas yang di hasilkan lebih berat di bandingakan dari
Energi bukan suatu nutrient tetapi merupakan fungsi penting sebagai zat
nutrien. Energi merupakan bahan bakar bagi pengendalian suhu badan, pergerakan
dinyatakan dalam unit panas (kalori). Penentuan nilai energi yang umum adalah
dalam istilah energi bruto, energi nilai dapat dicerna, energi metabolis atau energi
Energi Bruto (Gross Energy) adalah sejumlah panas yang dilepaskan oleh
satu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Kandungan GE
biasanya dinyatakan dalam satuan Mkal GE/ kg BK. Gross energy didefinisikan
sebagai energi yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksidasikan secara
sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung
energi, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa
memecahkan zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross energi diukur dengan alat bomb
kalorimeter. Besarnya energi bruto bahan pakan tidak sama tergantung dari macam
Kandungan Gross Energy (GE) diukur dengan cara membakar satu gram
bahan dalam bomb kalorimeter yang sudah diisi gas oksigen dengan tekanan
mencapai 25-30 atm. Pembakaran bomb kalorimeter terendam dalam air yang
bobotnya satu kilogram. Panas pembakaran akan menaikkan suhu air. Panas
(kalor) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebanyak 1o C adalah satu
kilokalori (Jaelani dan Firahmi, 2007). Bomb kalorimeter adalah alat yang di
gunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalor) yang dibebaskan pembakaran
medium penyerapan kalori (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik
dari kawat logam terpasang dalam tabung. Sejumlah sampel dalam satu ruang
bernama bomb dan di nyalakan atau di bakar dengan sistem penyala elektris,
sehingga sampel tersebut terbakar habis dan menghasilkan panas (Kamal, 1998)
Prinsip dari pengukuran EB pakan ini adalah konversi energi dalam pakan
(karbohidrat, lemak, protein) menjadi energi panas dengan cara oksidasi zat
mengukur energi bruto dari pakan secara utuh (whole food) atau dari bagian-bagian
pakan (misalnya glukosa, pati, selulosa), jaringan ternak dan ekskreta (feses, urine).
Nilai energi bruto dari suatu bahan pakan tergantung dari proporsi karbohidrat,
lemak, dan protein yang dikandung bahan pakan tersebut. Nilai energi bruto tidak
menunjukkan apakah energi tersebut tersedia untuk ternak atau tidak tersedia,
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat
(1) Oven listrik, berfungsi untuk alat untuk menguapkan air dalam bahan.
dalam bahan.
(4) Tang penjepit, berfungsi untuk memindahkan sampel yang ada di cawan
alumunium.
(5) Neraca analitik, berfungsi untuk menimbang berat sampel atau cawan yang
digunakan.
(1) Cawan porselen 30 mL, berfungsi sebagai wadah bahan pakan atau sampel
(2) Pembakaran bunsen atau hot plate, berfungsi sebagai tempat memanaskan
(3) Tanur listrik, berfungsi untuk penanuran atau pembakaran bahan pakan
atau sampel.
(5) Tang penjepit, berfungsi untuk menjepit wadah saat dikeluarkan dari oven.
(1) Satu set alat sokhlet (Erlenmeyer 500 mL, sokhlet 500 mL, kondensor
(3) Kapas dan biji hekter, untuk merekatkan dan menutup selongsong.
dalam bahan.
(5) Neraca analitik, untuk menimbang berat sampel atau cawan yang
digunakan.
(1) Gelas piala khusus, berfungsi untuk wadah untuk memasak sampel.
(2) Cawan porselen, berfungsi untuk wadah sampel yang tahan suhu tinggi.
(4) Eksikator, berfungsi untuk mengeringkan dan menghilangkan uap air dari
bahan.
(6) Tanur listrik, berfungsi untuk memanaskan sampel dengan suhu 600℃.
a) Wadah, berfungsi untuk memasukkan bejana air yang berisi bejana bomb
(4) Tabung gas oksigen yang dilengkapi regulator dan selang inlet, untuk
(5) Statif/ standar untuk tutup jaket dan tutup bejana bomb, berfungsi untuk
(6) Catu daya 23 volt, berfungsi sebagai sumber listrik selama proses
pembakaran.
3.2 Bahan
(1) Bungkil kapuk yang akan diuji lemak kasarnya berfungsi sebagai sampel.
(2) Kawat sumbu pembakar, berfungsi sebagai bahan pada saat pembakaran
sampel.
(3) Bungkil kapuk, berfungsi sebagai sampel yang diuji energi brutonya
(1) Dikeringkan cawan alumunium dalam oven selama 1 jam pada suhu 100 -
1050 C
lebih kurang 2-5 gram, ditimbang dengan teliti. Dengan demikian berat
berat sampelnya dengan menset zero balans, yaitu setelah berat alumunium
(4) Dimasukan cawan+sampel ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 100 -
1050 C sehingga seluruh air menguap (atau dapat pula memasukan dalam
pekerjaan ini dari tahap no 4 dan 5, sampai beratnya tidak berubah lagi.
(6) Setiap kali memindahkan cawan alumunium (baik berisi sampel atau tidak,
(1) Dikeringkan cawan porselen ke dalam oven selama 1 jam pada suhu 100 –
1050 C.
(2) Didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang. Dicatat sebagai
A gram.
(4) Dipanaskan dengan hot plate atau pembakaran bunsen sampai tidak berasap
lagi.
dibiarkan beberapa lama sampai bahan berubah menjadi abu putih betul.
(6) Didinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan ditimbang dengan
(1) Disiapkan kertas saring yang telah kering oven (digunakan kertas saring
bebas lemak)
(2) Dibuat selongsong penyaring yang terbuat dari kertas saring, ditimbang
sampel yang telah diekstraksi dan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam
(5) Kloroform yang terdapat dalam labu didih, didestilasi sehinga tertampung
digunakan kembali
(1) Disiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, dicatat sebagai
A gram
(4) Ditambah asam sulfat 1,25 % sebanyak 100 ml kemudian dipasang pada alat
(6) Didihkan selama 30 menit dihitung saat mulai mendidih. Setelah cukup
yang telah dipasang kertas saring (kertas saring ini tidak perlu diketahui
beratnya)
(7) Digunakan pompa Vacum untuk penyaringan (pompa isap) dan dicuci/bilas
(8) Residu yang terdapat dalam corong buchner dikembalikan kepada beaker
glass semula
(9) Ditambahkan NaOH 1,25% sebanyak 100 ml kemudian dipasang kembali
(10) Dilakukan seperti pada 6 – 7. Tetapi menggunakan kertas saring yang telah
d. Aceton 50 ml
(12) Kertas saring dan isisnya (residu) dimasukkan ke dalam cawan porselen
gunakan pinset
sebagai C gram
dimasukkan dalam tanur listrik 600oC –700oC selama 3 jam sampai abunya
(16) Didinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu ditimbang dan dicatat
sebagai D gram
(6) Dimasukkan bejana bomb ke bejana air yang telah diisi aquades.
(7) Dimasukkan bejana air berisi bejana bomb kedalam wadah jacket, lalu
(9) Dinyalakan motor listrik yang kemudian akan dijalankan pengaduk air yang
(10) Tombol catu daya ditekan sebagai pemicu pembakaran di dalam bomb.
(11) Diamati suhu sampai suhu tidak naik lagi (konstan) dan dicatat sebagai data
T2.
4.1.1 Hasil
Perhitungan kadar air pada bungkil kapuk dapat dilihat pada Tabel , yaitu sebagai
berikut:
Berat cawan +
Berat Berat Kadar
Sampel sampel setelah di
sampel cawan air
oven
…………………...gram……………………. %
Bungkil 2,025 4,443 6,36 5,33
Kapuk
4.1.2 Pembahasan
sebagai bahan pakan atau sampel yang dianalisis. Bungkil biji kapuk dihasilkan
dari proses pembuatan minyak kapuk. Pembuatan minyak kapuk ini dilakukan
dengan pemerasan secara mekanik maupun menggunakan pelarut organik.
didapatkan kandungan air pada bungkil kapuk sebesar 5,33%. Menurut penelitian
(Primadona 2013) menyatakan kadar air bungkil kapuk sebanyak 10,72% Angka
yang didapat cukup jauh berbeda dari hasil pengamatan pada praktikum yang
dilakukan. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan tekstur permukaan
bahan. Hal ini mempengaruhi daya serap bahan terhadap air yang berbeda di antara
kedua bahan tersebut. Bedanya berat jenis dan umur dari bungkil kopra yang
digunakan juga dapat menjadi faktor perbedaan bahan sampel. Semakin tua umur
bahan yang digunakan maka semakin sedikit air serta bagian yang digunakan untuk
bahan pakan (Hartadi dkk., 1993). Perbedaan metode pengambilan minyak biji
4.2.2 Pembahasan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, kadar abu pada sampel bungkil
kapuk adalah sebesar 4,37%. Kadar abu yang didapatkan pada hasil pengamatan
memiliki nilai yang lebih rendah daripada rentang normal besar kadar abu pada
bungkil kapuk pada literatur. Menurut Widodo (2005), bungkil kapuk memiliki
kadar abu sebesar 5,98-6,35%, berarti kadar abu pada hasil pengamatan memiliki
nilai yang lebih kecil dibandingkan rentang kadar abu normal pada literatur.
Kadar abu pada hasil pengamatan yang lebih rendah daripada kadar abu
pada rentang normal dapat disebabkan oleh perbedaan asal bahan baku dan lokasi
pembudidayaan, hal ini sesuai dengan penyataan Barry (2004) yang menyatakan
bahwa asal bahan baku dan lokasi pembudidayaan mempengaruhi kadar abu karena
media tanam pada daerah yang berbeda memiliki kandungan mineral yang berbeda,
sehingga mempengaruhi kadar mineral pada tanaman. Selain itu, faktor lain yang
dapat mempengaruhi kadar abu adalah kemampuan suatu tanaman dalam menyerap
berasal dari lokasi pembudidayaan yang media tanamnya tidak lebih baik daripada
bungkil kapuk pada literatur. Hal ini menyebabkan jumlah mineral pada bungkil
jumlah kadar abu. Asumsi lain yang dapat disimpulkan berdasarkan pernyataan
literatur adalah kemampuan menyerap mineral pada tanaman bungkil kapuk pada
4.3.1 Hasil
Perhitungan kadar lemak kasar pada bungkil kopra dapat dilihat pada
……..…………………...gram…………………………. %
B. kapuk 0,853 2,259 3,382 3.127 10,08
Jadi, kadar serat kasar dalam bahan bungkil kapuk adalah 10,08%
4.3.2 Pembahasan
dengan pelarut lemak (ether) selama beberapa waktu (3-8 jam) ekstraksi
benzene, aseton, heksan. Lemak kasar merupakan campuran dari berbagai senyawa
yang larut dalam pelarut lemak. Menurut Tillman (1993), sampel bahan kering
diekstrasi dengan etil eter selama beberapa jam, maka bahan yang didapatkan
adalah lemak, eter akan menguap. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
ekstraksi dan selongsong dari sokhlet yang berfungsi untuk ekstraksi lemak, labu
penampung yang berfungsi menampung sisa kloroform yang jatuh dari sokhlet, alat
agar tidak mencemari lingkungan, dan kertas saring bebas lemak yang berfungsi
dihitung dengan menghitung bobot sampel dan kertas saring bebas lemak setelah
oven 105°C (sebelum diekstraksi). Bobot sampel dikurangi dan kertas saring bebas
lemak setelah dioven 105°C (setelah diekstraksi) dan dikali 100% dan dibagi bobot
sampel sebelum ditanur. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
Hasil penetapan kadar lemak kasar dalam bungkil kapuk yang digunakan
hasil komposisi bungkil biji kapuk sebesar 5,25-9,48 %. Tinggi rendahnya kadar
lemak pada tanaman dapat dipengaruhi oleh spesies, umur dan perbedaan bagian
yang digunakan untuk sampel. Lemak pada tanaman terutama terdapat pada biji-
bijian. Hasil sampling yang berupa bungkil jelas lebih rendah dari bijinya, sebab
(Kamal,1998).
4.4.1 Hasil
4.4.2 Pembahasan
Menurut Hasan (2012) kandungan serat kasar pada bungkil kapuk adalah sebesar
18%. Hal ini menunjukkan antara hasil praktikum dengan literatur diperoleh hasil
yang berbeda. Adanya perbedaan disebabkan karena berat sampel yang digunakan
dan penggunaan timbangan analitik yang berbeda. Perbedaan tersebut juga dapat
disebabkan umur tanaman yang berbeda, semakin muda umur, tanaman kadar serat
kasarnya semakin rendah. Sebab umur tanaman, jenis tanaman dan komposisi
4.5.1 Hasil
4.5.2 Pembahasan
4.6.1 Hasil
Hasil analisis kadar Energi Bruto pada bungkil kapuk dapat dilihat pada
Pada praktikum energi bruto bertujuan untuk mengetahui kadar energi yang
di hasilkan oleh pakan ternak yang diidentifikasi dari pelepasan panas dan
bejana bomb dan di bakar sempurna, panas yang timbul akan memanaskan air
dalam bejana air, selisih suhu awal dan akhir di konversi ke nilai kalori. Prinsip
dari energi bruto adalah sampel dimasukkan bejana bomb dan dibakar sempurna.
Panas yang timbul akan memanaskan air dalam bejana air. Selisih suhu awal dan
akhir dikonversi ke nilai kalori. Nilai energi dari bahan makanan dapat dinyatakan
dengan cara yang berbeda-beda. Pernyataan mengenai nilai energi bisa didapatkan
sejumlah bahan sehingga diperoleh hasil oksidasi berupa CO2, air, dan gas lainnya.
Energi bruto adalah banyaknya panas (diukur dalam sel) yang dilepas apabila suatu
zat dioksidasi secara sempurna dalam bomb kalorimeter (25-30 atm). Bomb
kalorimeter terbuat dari logam tebal yang kuat dan tahan asam berfungsi untuk
Analisis kadar energi adalah usaha untuk mengetahui kadar energi bahan
baku pakan, dalam analisis biasanya ditentukan energi bruto lebih dahulu dengan
cara membakar sejumlah bahan baku pakan sehingga diperoleh hasil-hasil oksidasi
yang berupa karbondioksida, air dan gas lainnya. Untuk mengukur panas yang
energi bruto menentukan jumlah energi kalori dalam bahan baku pakan yang
menentukan energi total dari sampel makanan. Alat tersebut terdiri dari ruangan
logam yang kuat dimana didalamnya diisi dengan sampel-sampel makanan yang
dan bomb dimasukkan ke dalam ruangan tertutup yang mengandung sejumlah air
yang diketahui beratnya. Temperatur air tersebut dicatat dan sampel makanan
dipijarkan dengan aliran listrik. Panas yang dihasilkan di absorbsi oleh bomb dan
air, dan setelah terjadi keseimbangan temperatur air dicatat lagi. Jumlah panas yang
dihasilkan dihitung dengan memakai kenaikan temperatur air dan berat serta panas
spesifik dari alat bomb dan air. Metode ini dipakai untuk menurunkan energi total
makanan dan produk ekskretori (Tillman, dkk., 1998). Besarnya nilai energi bahan
pakan tidak sama tergantung dari macam nutrien dan bahan pakan (Sudarmadji,
dkk., 2003).
Pada praktikum analisis energi bruto dengan sampel sebesar 0,504 gram
diletakan pada wadah sampel dan bersentuhan dengan kawat energi dirangkai
sudah konstan, dengan hasil suhu awal 28,672o C dan suhu akhir 29,583o C. Hasil
akhir diperoleh kadar energi untuk bungkil kapuk sebesar 4368,82 cal/g. Nilai
tersebut tidak berbeda jauh dengan literatur menurut Ridla (2014), energi total yang
yang signifikan. Nilai hasil praktikum lebih besar dari literatur yang didapatkan hal
ini dapat terjadi karena beberapa faktor dalam analisis energi. Tingginya energi
bruto dipengaruhi oleh tingginya kandungan karbohidrat, lemak dan protein yang
merupakan faktor penentu kualitas suatu bahan pakan. Dimungkinkan umur panen
pada biki kapuk dilakukan pada diusia yang cukup tua sehingga kandungan nutrisi
pada bungkil kapuk sagat tinggi dan menghasilkan energi bruto yang besar.
Kenaikan nilai nutrisi juga dimungkinkan saat penyimpanan sampel bahan pakan
4.7 BETN
4.7.1 Hasil
4.7.2 Pembahasan
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Analisis Abu
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama ;
Jakarta.
Barry. 2004. Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta
Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam
Given, D. I., I. Owen., R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in
Ruminant Nutrition. Wollingford: CABI Publishing : 281-300.
Karra , 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University.Yogyakarta.
Sirajuddin, Sifuddin.2011. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Makanan.
Universitas Hasanuddin:Makassar.
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM.
Yogyakarta.
Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. UMM Press.
Malang
Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
LAMPIRAN
Diketahui :
Ditanyakan :
Kadar Abu ?
Jawaban :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑏𝑢 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Kadar Abu % =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(𝑔𝑟𝑎𝑚) × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑇𝑎𝑛𝑢𝑟−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝑤𝑎𝑛
= × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝑤𝑎𝑛
28,132−28,035
= × 100%
2,219
0,097
= 2,219 × 100%
= 4,37%
Jawaban :
35,196− 34,976
𝑆𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑎𝑠𝑎𝑟 (%) = 𝑥100
1,003
Diketahui :
Ditanyakan :
Jawaban :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖
LK (%) = = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
3,382−3,127
= × 100%
2,529
= 10,08 %
Lampiran . Dokumentasi Analisis lemak kasar