Lampiran 5 Sap Pelatihan Balut Bidai
Lampiran 5 Sap Pelatihan Balut Bidai
I. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi mengakibatkan
semakin padatnya arus lalu lintas, sehingga angka kecelakaan lalu lintas di
jalan raya semakin meningkat. Di Indonesia kecelakaan lalu lintas semakin
meningkat, sebagian besar kecelakaan lalu lintas dialami oleh remaja,
khususnya para pelajar. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya dapat
menyebabkan cedera pada anggota gerak seperti fraktur dan dislokasi.
(Fakhrurrizal, 2015).
Menurut Riskesdas 2013, penyebab cedera terbanyak, yaitu jatuh
(40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%). Tiga urutan terbanyak jenis
cedera yang dialami penduduk adalah luka lecet/memar (70,9%), terkilir
(27,5%) dan luka robek (23,2%). Adapun untuk proporsi terbanyak untuk
tempat terjadinya cedera, yaitu di jalan raya (42,8%). Pada wilayah kerja
Polsek Jekulo dan daerah sekitar SMA N 1 Jekulo merupakan wilayah
Pantura yang rawan akan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data Polres
Kudus terdapat 17 kecelakaan lalu lintas di wilayah Jekulo selama bulan
Januari sampai Maret 2017.
Dengan adanya kejadian tersebut, maka dilakukan pelatihan pada
siswa kelas X agar mereka bisa mengetahui dan memahami tentang balut
bidai serta bisa mengaplikasikan tindakan balut bidai tersebut saat terjadi
kecelakaan di jalan raya.
II. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Melalui kegiatan pelatihan balut bidai ini siswa kelas X diharapkan
mampu memahami konsep dari balut bidai dan mampu mengaplikasikan
tindakan balut bidai pada pertolongan pertama patah tulang dan dislokasi
pada kecelakaan.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti pelatihan balut bidai selama 1x100 menit, responden
diharapkan mampu :
1. Mengetahui definisi balut bidai.
2. Mengetahui tujuan balut bidai.
3. Mengetahui prinsip balut bidai.
4. Mengetahui macam-macam balut bidai.
5. Dapat melakukan balut bidai dengan baik dan benar.
III. Materi
Materi terlampir
IV. Metode
1. Ceramah
2. Simulasi/Demonstrasi
3. Diskusi/Tanya jawab
V. Media
a. LCD
b. Alat Balut Bidai (papan kayu, mitela, kasa)
c. Laptop
d. Modul
e. Pengeras suara (mix) dan sound
VI. Setting Tempat
Keterangan :
= Peserta (kelompok perlakuan)
= Pengajar/Pelatih
= Media
VIII. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Tersedianya Satuan Acara Penyuluhan
b. Tersedia media laptop, LCD, modul, dan alat balut bidai
c. Penguasaan materi
2. Evaluasi proses
a. Responden bersedia
b. Responden berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan
c. Responden dapat mengikuti acara hingga selesai
2. Evaluasi hasil
Setelah kegiatan pelatihan selesai, kemudian dibagikan kuesioner
mengenai pengetahuan responden dalam tindakan balut bidai untuk
pertolongan pertama fraktur serta melakukan posttest observasi mengenai
keterampilan siswa dalam tindakan balut bidai.
IX. Daftar Pustaka
Fakhrurrizal, Alfi. 2015. Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan Rasa
Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah A.M Parikesit Tenggarong. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.
3 No.2 ISSN 2355-8032.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Hidayati, Ratna. 2014. Praktik Laboratorium Keperawatan Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman Pertolongan Pertama yang harus
dilakukan saat Gawat dan Darurat Medis. Yogyakarta:Andi
Yogyakarta.
Kidd,S. Pamela, Patty Ann Sturt dan Julia Fultz. 2010. Pedoman
Keperawatan Emergensi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudiharto dan Sartono.2011. Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life
Suport. Jakarta:Sagung Seto.
Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku. 2011. Penuntun Praktikum
Keterampilan Kritis III. Jakarta:Salemba Medika.
Zydlo, Stanley M dan James A. Hill. 2009. First Aid Cara Benar
Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat. Yogyakarta: Cosmic
Books.
MATERI BALUT BIDAI :
A. Pembalutan
1. Definisi Pembalutan
Pembalutan adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera
dengan bahan tertentu dan dengan tujuan tertentu (Hidayati, 2014). Bebat
atau balutan adalah bahan yang cukup elastis dan dapat langsung
digunakan pada daerah yang terluka dan cedera (Zydlo, 2009).
2. Tujuan Pembalutan
Menurut Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku (2011), tujuan dari
pembalutan adalah :
a) Menahan sesuatu sebagai penutup luka, pita tali kulit, bidai, bagian
tubuh yang cedera, dan rambut.
b) Melindungi bagian tubuh yang cedera.
c) Memberikan penyokong terhadap bagian tubuh yang cedera.
d) Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya.
e) Mencegah terjadinya pembengkakan.
f) Mencegah terjadinya kontaminasi.
3. Prinsip Pembalutan
Menurut Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku (2011), prinsip
pembalutan meliputi :
a) Rapat dan rapi.
b) Jangan terlalu longgar sehingga mudah bergeser atau lepas.
c) Ujung jari dibiarkan terbuka untuk mengetahui fungsi sirkulasi.
d) Bila ada keluhan terlalu erat, segera longgarkan, tapi tetap rapat.
e) Bila timbul rasa kebal, kesemutan dan dingin disekitar balutan, segera
lepas atau kendorkan balutan.
Ada beberapa jenis pembalut dan penggunaannya, yaitu :
1) Mitela
Mitela adalah bahan pembalut yang terbuat dari kain
berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran. Mitela
memiliki panjang kaki antara 50-100 cm(Tim Penulis Poltekkes
Kemenkes Maluku, 2011).
Menurut Ratna Hidayati (2014) terdapat beberapa cara
penggunaan mitela, adalah sebagai berikut : a) Membalut kepala
e) Membalut lengan
Tempatkan lengan atas menyilang di depan dada pasien
dengan posisi lengan lebih tinggi daripada pergelangan tangan,
dengan siku ditekuk 90. Tempatkan dasar dari pembalut
segitiga/mitela di bawah pergelangan tangan pasien di depan
dada secara vertical dengan puncak mitela di bawah siku pasien
dan ujung sisi yang lain berada di atas (bahu yang tidak cedera)
dan di bawah. Lipat tepi ujung bawah dari lengan yang cedera,
ikat dan buatlah simpul dengan ujung mitela pada bahu yang
tidak cedera di daerah leher. Simpul tidak boleh langsung
menekan pada tulang leher, tetapi harus diberi bantalan terlebih
dahulu. Lipat pincak mitela ke bagian depan dan berikan pin
untuk mengamankan kedudukan sling. Berikan pelapis
(bantalan) pada daerah leher dan aksila. Dalam posisi duduk dan
berdiri, lakukan pengecekan pada lengan, semua daerah siku
harus tertutup, jari tangan harus tetap terlihat, simpul berada di
samping leher, tidak tepat di belakang leher.
2) Pita (Gulungan)
Pembalut pita dapat dibuat dari kain, kasa, atau bahan elastis.
Bahan yang paling sering adalah dari kasa karena mudah menyerap
air, darah dan tidak mudah bergeser (kendur). Jenis-jenis pembalut
pita, yaitu :
a) Balutan sirkular (spiral bandage)
Mudah digunakan dan dipakai untuk luka yang tidak
terlalu lebar seperti pergelangan tangan dan jari-jari (Zydlo dan
James, 2009). Caranya, pembalut mula – mula dikaitkan dengan
2 – 3 putaran. Lalu pada saat membalut, tepi atas balutan harus
menutup tepi bawah balutan sebelumnya, demikian seterusnya.
2. Tujuan Pembidaian
Menurut Sudiharto dan Sartono (2011) tujuan pembidaian/splinting
adalah untuk mencegah pergerakan tulang yang patah. Seringkali, ujung
tulang yang patah dapat mengiritasi saraf, yang bisa menyebabkan rasa
nyeri yang sangat hebat. Splinting tidak hanya mengurangi rasa nyeri
tetapi juga mengurangi kerusakan lanjut dari otot, saraf, pembuluh darah
dengan mengurangi pergerakan atau imobilisasi pada tulang yang patah.
3. Prinsip Pembidaian
Menurut Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku pada tahun 2011, ada
beberapa prinsip pembidaian yaitu :
a. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami
cedera (korban yang pindah).
b. Lakukan pembidaian pada dugaan terjadinya patah tulang, jadi tidak
perlu dipastikan terlebih dahulu ada tidaknya patah tulang.
c. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan, bidai harus dapat
mempertahankan kedudukan dua sendi tulang yang patah.
d. Periksa dan catat nadi, motoric dan sensorik sebelum dan setelah
pembidaian. Contoh : minta korban menggerakkan jari atau
ekstremitasnya dan aplikasikan dengan rangsang nyeri. Denyut nadi
dapat ditandai dengan bolpoin untuk mengidentifikasi letak.
4. Macam – Macam Bidai
Menurut Pamela S.Kidd, Patty Ann Sturt dan Julia Fultz (2010), terdapat
beberapa macam bidai, yaitu :
a) Bidai tidak kaku atau halus
Bidai tidak kaku dan halus bisa menggunakan bantal, selimut dan kain
mitela yang sering digunakan untuk membidai cedera pada
pergelangan dan kaki.
b) Bidai kaku
Bidai kaku bisa menggunakan papan kayu, plastic, dan serat kaca.
Biasanya bidai ini digunakan untuk membidai berbagai fraktur tulang
panjang.
5. Prosedur Pembidaian
a) Pastikan lokasi luka, patah tulang dengan memeriksa keseluruhan
tubuh korban (expose) dan membuka segala jenis aksesoris yang
menghalangi (apabila tidak melukai korban lebih jauh).
b) Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan
dan rawat lukanya dengan cara menutup dengan kasa steril dan
membalutnya.
c) Bila terdapat tulang yang mencuat, buatlah donat dengan
menggunakan kain dan letakkan pada tulang untuk mencegah
pergerakan tulang.
d) Memeriksa PMS korban, apakah pada ujung tubuh korban yang
cedera masih teraba nadi (P, pulsasi), masih dapat digerakkan (M,
motoric), dan masih dapat merasakan sentuhan (S, sensorik) atau
tidak.
e) Tempatkan bidai meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Letakkan
bidai sesuai dengan lokasi cedera.
f) Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan
di antara bagian yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit,
pembuluh darah, atau penekanan saraf, terutama pada bagian tubuh
yang ada tonjolan tulangnya.
g) Hindari mengangkat tubuh pasien untuk memindahkan pengikat bidai
melalui bawah bagian tubuh tersebut. Pindahkan pengikat bidai
mellaui celah antara lekukan tubuh dan lantai. Hindari membuat
simpul di permukaan patah tulang.
h) Ikatan jangan terlalu keras atau kendur. Ikatan harus cukup jumlahnya,
agar secara keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
i) Memeriksa kembali PMS korban, apakah pada ujung tubuh korban
yang cedera masih teraba nadi (P, Pulsasi), masih dapat digerakkan
(M, motoric), dan masih dapat merasakan sentuhan (S, sensorik) atau
tidak. Bandingkan dengan keadaan saat sebelum pemasangan bidai.
Apabila terjadi perubahan kondisi yang memburuk (seperti : nadi
tidak teraba, tidak dapat merasakan sentuhan dan / atau tidak dapat
digerakkan ) maka pemasangan balutan bidai perlu dilonggarkan.