Anda di halaman 1dari 18

Lampiran 5

SATUAN ACARA PENGAJARAN


Pokok Bahasan : Balut Bidai

Sub Pokok Bahasan : Cara Melakukan Tindakan Balut Bidai untuk


Pertolongan Pertama Fraktur.
Sasaran : Siswa kelas X SMA N 1 Jekulo
Tempat : SMA N 1 Jekulo
Hari/tanggal : 9 Juni 2017
Waktu : 100 menit

I. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi mengakibatkan
semakin padatnya arus lalu lintas, sehingga angka kecelakaan lalu lintas di
jalan raya semakin meningkat. Di Indonesia kecelakaan lalu lintas semakin
meningkat, sebagian besar kecelakaan lalu lintas dialami oleh remaja,
khususnya para pelajar. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya dapat
menyebabkan cedera pada anggota gerak seperti fraktur dan dislokasi.
(Fakhrurrizal, 2015).
Menurut Riskesdas 2013, penyebab cedera terbanyak, yaitu jatuh
(40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%). Tiga urutan terbanyak jenis
cedera yang dialami penduduk adalah luka lecet/memar (70,9%), terkilir
(27,5%) dan luka robek (23,2%). Adapun untuk proporsi terbanyak untuk
tempat terjadinya cedera, yaitu di jalan raya (42,8%). Pada wilayah kerja
Polsek Jekulo dan daerah sekitar SMA N 1 Jekulo merupakan wilayah
Pantura yang rawan akan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data Polres
Kudus terdapat 17 kecelakaan lalu lintas di wilayah Jekulo selama bulan
Januari sampai Maret 2017.
Dengan adanya kejadian tersebut, maka dilakukan pelatihan pada
siswa kelas X agar mereka bisa mengetahui dan memahami tentang balut
bidai serta bisa mengaplikasikan tindakan balut bidai tersebut saat terjadi
kecelakaan di jalan raya.
II. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Melalui kegiatan pelatihan balut bidai ini siswa kelas X diharapkan
mampu memahami konsep dari balut bidai dan mampu mengaplikasikan
tindakan balut bidai pada pertolongan pertama patah tulang dan dislokasi
pada kecelakaan.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti pelatihan balut bidai selama 1x100 menit, responden
diharapkan mampu :
1. Mengetahui definisi balut bidai.
2. Mengetahui tujuan balut bidai.
3. Mengetahui prinsip balut bidai.
4. Mengetahui macam-macam balut bidai.
5. Dapat melakukan balut bidai dengan baik dan benar.

III. Materi
Materi terlampir

IV. Metode
1. Ceramah
2. Simulasi/Demonstrasi
3. Diskusi/Tanya jawab

V. Media
a. LCD
b. Alat Balut Bidai (papan kayu, mitela, kasa)
c. Laptop
d. Modul
e. Pengeras suara (mix) dan sound
VI. Setting Tempat

Keterangan :
= Peserta (kelompok perlakuan)
= Pengajar/Pelatih
= Media

VII. Kegiatan Penyuluhan


No Kegiatan Uraian Kegiatan
Penyuluh Audience
1 Pembukaan a. Salam a. Menjawab
(5 menit) b. Perkenalan salam
c. Kontrak Waktu b. Mendengar
d. Menjelaskan maksud dan c. Menyetujui
tujuan pelatihan kontrak waktu
e. Apersepsi d. Mendengarkan
e. Menjawab

2 Proses a. Menjelaskan tentang a. Memperhatikan


(90 menit) pengertian balut bidai
b. Menjelaskan tujuan balut b. Memperhatikan
bidai c. Memperhatikan
c. Menjelaskan prinsip dari d. Memperhatikan
balut bidai
d. Menjelaskan macam- e. Memperhatikan
macam balut bidai
e. Menjelaskan cara f. Bertanya
penggunaan balut bidai
f. Memberi kesempatan
peserta untuk menanyakan
hal yang belum dimengerti

3 Penutup a. Memberikan pertanyaan a. Menjawab


(5 menit) kepada peserta
b. Menyimpulkan kegiatan b. Memperhatikan
yang telah disampaikan ke
peserta c. Menjawab salam
c. Memberikan salam
penutup

VIII. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Tersedianya Satuan Acara Penyuluhan
b. Tersedia media laptop, LCD, modul, dan alat balut bidai
c. Penguasaan materi
2. Evaluasi proses
a. Responden bersedia
b. Responden berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan
c. Responden dapat mengikuti acara hingga selesai
2. Evaluasi hasil
Setelah kegiatan pelatihan selesai, kemudian dibagikan kuesioner
mengenai pengetahuan responden dalam tindakan balut bidai untuk
pertolongan pertama fraktur serta melakukan posttest observasi mengenai
keterampilan siswa dalam tindakan balut bidai.
IX. Daftar Pustaka
Fakhrurrizal, Alfi. 2015. Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan Rasa
Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah A.M Parikesit Tenggarong. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.
3 No.2 ISSN 2355-8032.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Hidayati, Ratna. 2014. Praktik Laboratorium Keperawatan Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman Pertolongan Pertama yang harus
dilakukan saat Gawat dan Darurat Medis. Yogyakarta:Andi
Yogyakarta.

Kidd,S. Pamela, Patty Ann Sturt dan Julia Fultz. 2010. Pedoman
Keperawatan Emergensi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudiharto dan Sartono.2011. Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life
Suport. Jakarta:Sagung Seto.
Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku. 2011. Penuntun Praktikum
Keterampilan Kritis III. Jakarta:Salemba Medika.
Zydlo, Stanley M dan James A. Hill. 2009. First Aid Cara Benar
Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat. Yogyakarta: Cosmic
Books.
MATERI BALUT BIDAI :
A. Pembalutan
1. Definisi Pembalutan
Pembalutan adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera
dengan bahan tertentu dan dengan tujuan tertentu (Hidayati, 2014). Bebat
atau balutan adalah bahan yang cukup elastis dan dapat langsung
digunakan pada daerah yang terluka dan cedera (Zydlo, 2009).

2. Tujuan Pembalutan
Menurut Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku (2011), tujuan dari
pembalutan adalah :
a) Menahan sesuatu sebagai penutup luka, pita tali kulit, bidai, bagian
tubuh yang cedera, dan rambut.
b) Melindungi bagian tubuh yang cedera.
c) Memberikan penyokong terhadap bagian tubuh yang cedera.
d) Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya.
e) Mencegah terjadinya pembengkakan.
f) Mencegah terjadinya kontaminasi.

3. Prinsip Pembalutan
Menurut Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku (2011), prinsip
pembalutan meliputi :
a) Rapat dan rapi.
b) Jangan terlalu longgar sehingga mudah bergeser atau lepas.
c) Ujung jari dibiarkan terbuka untuk mengetahui fungsi sirkulasi.
d) Bila ada keluhan terlalu erat, segera longgarkan, tapi tetap rapat.
e) Bila timbul rasa kebal, kesemutan dan dingin disekitar balutan, segera
lepas atau kendorkan balutan.
Ada beberapa jenis pembalut dan penggunaannya, yaitu :
1) Mitela
Mitela adalah bahan pembalut yang terbuat dari kain
berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran. Mitela
memiliki panjang kaki antara 50-100 cm(Tim Penulis Poltekkes
Kemenkes Maluku, 2011).
Menurut Ratna Hidayati (2014) terdapat beberapa cara
penggunaan mitela, adalah sebagai berikut : a) Membalut kepala

Prosedur membalut kepala yaitu luka ditutup dengan


kain steril atau kapas. Mitela diletakkan diatas kepala dengan
dasar di daerah kepala bagian depan. Puncak mitela ditarik ke
belakang bawah. Kemudian sisi samping mitela dikaitkan
melingkari kepala hingga ujungnya bertemu di daerah kepala
bagian depan/dahi. Sisi ujung mitela yang di daerah belakang
kepala diikatkan ke atas hingga rapi.

Untuk membalut bagian temporal, pembalut telinga bisa


menggunakan prosedur dengan menutup luka menggunakan
kain steril atau kapas, Lalu digunakan pembalut segitiga
berbentuk dasi, diletakkan di bawah dagu. Kedua ujungnya
ditarik ke atas melewati telingan dan pelipis, lalu diputar diatas
penutup luka, kemudian dipertemukan di pelipis yang sehat dan
simpulkan.
Untuk membalut luka mata, ditutup dengan kain steril
dan kapas dan ditutup agak miring dengan pembalut segitiga
berbentuk dasi. Pembalut disilangkan di belakang kepala, lalu
diputar ke depan sehingga kedua ujungnya bertemu dan
disimpulkan.

b) Membalut bagian tubuh


Untuk membalut dada, puncak kain segitiga diletakkan
disalah satu bahu penderita sedang sisi alasnya dirapatkan
diperut, kedua sudut alasnya ditarik ke punggung dan
disimpulkan dengan salah satu sudut alas untuk membalut
punggung pemasangan pembalut dibalik.
c) Membalut sendi siku dan lutut
Sendi siku atau lutut balut pada posisi dengan nyeri
yang minimal. Sebuah kain segitiga terbentuk dari kain
selebar 20 cm, bagian tengahnya diletakkan pada lekuk siku
dan ujung-ujungnya dililitkan mengelilingi sendi ujung atas
mengelilingi lengan atas sedangkan ujung bawah
mengelilingi lengan bawah, lalu kedua ujung dsimpulkan.

d) Membalut tumit dan pergelangan kaki


Kain segitiga dilipat-lipat dari sisi alas sampai duapertiga
tinggi kain, lalu letakkan alas dipangkal tumit kedua ujungnya
dililitkan dipergelangan kaki membentuk angka delapan. Setelah
diulang secukupnya, lalu disimpulkan disisi punggung
pergelangan kaki.

e) Membalut lengan
Tempatkan lengan atas menyilang di depan dada pasien
dengan posisi lengan lebih tinggi daripada pergelangan tangan,
dengan siku ditekuk 90. Tempatkan dasar dari pembalut
segitiga/mitela di bawah pergelangan tangan pasien di depan
dada secara vertical dengan puncak mitela di bawah siku pasien
dan ujung sisi yang lain berada di atas (bahu yang tidak cedera)
dan di bawah. Lipat tepi ujung bawah dari lengan yang cedera,
ikat dan buatlah simpul dengan ujung mitela pada bahu yang
tidak cedera di daerah leher. Simpul tidak boleh langsung
menekan pada tulang leher, tetapi harus diberi bantalan terlebih
dahulu. Lipat pincak mitela ke bagian depan dan berikan pin
untuk mengamankan kedudukan sling. Berikan pelapis
(bantalan) pada daerah leher dan aksila. Dalam posisi duduk dan
berdiri, lakukan pengecekan pada lengan, semua daerah siku
harus tertutup, jari tangan harus tetap terlihat, simpul berada di
samping leher, tidak tepat di belakang leher.

2) Pita (Gulungan)
Pembalut pita dapat dibuat dari kain, kasa, atau bahan elastis.
Bahan yang paling sering adalah dari kasa karena mudah menyerap
air, darah dan tidak mudah bergeser (kendur). Jenis-jenis pembalut
pita, yaitu :
a) Balutan sirkular (spiral bandage)
Mudah digunakan dan dipakai untuk luka yang tidak
terlalu lebar seperti pergelangan tangan dan jari-jari (Zydlo dan
James, 2009). Caranya, pembalut mula – mula dikaitkan dengan
2 – 3 putaran. Lalu pada saat membalut, tepi atas balutan harus
menutup tepi bawah balutan sebelumnya, demikian seterusnya.

b) Balutan angka delapan (figure of eight)


Balutan angka delapan umumnya digunakan pada mata
kaki, pergelangan tangan, dan tangan. Bentuk atau ukurannya
lebih lebar daripada bebat sirkuler. Cara penggunaannya dengan
cara melilitkan bebat sebanyak 1 atau 2 lingkaran pada bagian
yang akan dibalut, silangkan bebat dari ujung kaki hingga ke
tumit. Lanjutkan bebat dari tumit kembali memutari telapak
kaki. Diulang 3 sampai 4 kali hingga masing-masing terlihat
tumpang tindih. Untuk mengunci ujung bebat, sematkan peniti
atau alat khusus yang dibuat agar dapat menghubungkan
keduanya.
B. Pembidaian
1. Definisi Pembidaian
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat bahan lain
yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga
agar bagian tulang atau organ yang patah tidak bergerak sehingga
mengurangi rasa sakit (Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku,2011).
Pembidaian adalah teknik yang digunakan untuk mengimobilisasi atau
menstabilkan ekstremitas yang cedera, seperti fraktur. (Kidd, Patty dan
Julia, 2010).

2. Tujuan Pembidaian
Menurut Sudiharto dan Sartono (2011) tujuan pembidaian/splinting
adalah untuk mencegah pergerakan tulang yang patah. Seringkali, ujung
tulang yang patah dapat mengiritasi saraf, yang bisa menyebabkan rasa
nyeri yang sangat hebat. Splinting tidak hanya mengurangi rasa nyeri
tetapi juga mengurangi kerusakan lanjut dari otot, saraf, pembuluh darah
dengan mengurangi pergerakan atau imobilisasi pada tulang yang patah.

3. Prinsip Pembidaian
Menurut Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku pada tahun 2011, ada
beberapa prinsip pembidaian yaitu :
a. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami
cedera (korban yang pindah).
b. Lakukan pembidaian pada dugaan terjadinya patah tulang, jadi tidak
perlu dipastikan terlebih dahulu ada tidaknya patah tulang.
c. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan, bidai harus dapat
mempertahankan kedudukan dua sendi tulang yang patah.
d. Periksa dan catat nadi, motoric dan sensorik sebelum dan setelah
pembidaian. Contoh : minta korban menggerakkan jari atau
ekstremitasnya dan aplikasikan dengan rangsang nyeri. Denyut nadi
dapat ditandai dengan bolpoin untuk mengidentifikasi letak.
4. Macam – Macam Bidai
Menurut Pamela S.Kidd, Patty Ann Sturt dan Julia Fultz (2010), terdapat
beberapa macam bidai, yaitu :
a) Bidai tidak kaku atau halus
Bidai tidak kaku dan halus bisa menggunakan bantal, selimut dan kain
mitela yang sering digunakan untuk membidai cedera pada
pergelangan dan kaki.
b) Bidai kaku
Bidai kaku bisa menggunakan papan kayu, plastic, dan serat kaca.
Biasanya bidai ini digunakan untuk membidai berbagai fraktur tulang
panjang.

5. Prosedur Pembidaian
a) Pastikan lokasi luka, patah tulang dengan memeriksa keseluruhan
tubuh korban (expose) dan membuka segala jenis aksesoris yang
menghalangi (apabila tidak melukai korban lebih jauh).
b) Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan
dan rawat lukanya dengan cara menutup dengan kasa steril dan
membalutnya.
c) Bila terdapat tulang yang mencuat, buatlah donat dengan
menggunakan kain dan letakkan pada tulang untuk mencegah
pergerakan tulang.
d) Memeriksa PMS korban, apakah pada ujung tubuh korban yang
cedera masih teraba nadi (P, pulsasi), masih dapat digerakkan (M,
motoric), dan masih dapat merasakan sentuhan (S, sensorik) atau
tidak.
e) Tempatkan bidai meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Letakkan
bidai sesuai dengan lokasi cedera.
f) Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan
di antara bagian yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit,
pembuluh darah, atau penekanan saraf, terutama pada bagian tubuh
yang ada tonjolan tulangnya.
g) Hindari mengangkat tubuh pasien untuk memindahkan pengikat bidai
melalui bawah bagian tubuh tersebut. Pindahkan pengikat bidai
mellaui celah antara lekukan tubuh dan lantai. Hindari membuat
simpul di permukaan patah tulang.
h) Ikatan jangan terlalu keras atau kendur. Ikatan harus cukup jumlahnya,
agar secara keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
i) Memeriksa kembali PMS korban, apakah pada ujung tubuh korban
yang cedera masih teraba nadi (P, Pulsasi), masih dapat digerakkan
(M, motoric), dan masih dapat merasakan sentuhan (S, sensorik) atau
tidak. Bandingkan dengan keadaan saat sebelum pemasangan bidai.
Apabila terjadi perubahan kondisi yang memburuk (seperti : nadi
tidak teraba, tidak dapat merasakan sentuhan dan / atau tidak dapat
digerakkan ) maka pemasangan balutan bidai perlu dilonggarkan.

6. Jenis Pertolongan Pertama Fraktur


Menurut Iskandar (2011) terdapat beberapa pertolongan pertama
menurut jenis fraktur yang sering dialami, adalah sebagai berikut : a)
Patah Tulang Kepala
Untuk mengetahui patah tulang kepala diperiksa dengan meraba-
raba, biasanya terasa ada cekungan pada bagian tulang yang patah
atau terdapat perdarahan lewat hidung dan telinga. Tindakan
pertolongan :
1) Korban tidak boleh terlalu sering diangkat-angkat atau dipindahkan
sebab gerakan kasar dapat memperparah keadaan korban.
Bersihkan mulut, hidung, dan tenggorokan korban dari darah,
lender atau muntahan yang dapat mengganggu jalan napas.
2) Baringkan korban dengan kedudukan miring atau kepala
ditelungkupkan untuk memudahkan aliran muntah atau lender yang
dapat menghalangi jalan napas.
3) Apabila tidak ada tanda-tanda patah tulang belakang, baringkan
korban dengan posisi kepala lebih rendah dari tubuh korban.
4) Tutuplah luka dengan kasa steril dan balutlah dengan balutan yang
tidak menekan. Korban segera dibawa ke rumah sakit terdekat.
b) Patah Tulang Rahang
Patah tulang rahang mudah diketahui, dimana akan terlihat
bentuknya tidak simetris, bengkak, dan nyeri saat digerakkan.
Tindakan pertolongan :
1) Untuk mengurangi rasa sakit dan menghambat pembengkakan,
kompres rahang dengan es lalu dibalut.
2) Cara membalut rahang yang patah dengan menggunakan
pembalut segitiga.
3) Tidak boleh menggerakkan rahangnya kecuali untuk minum
dengan menggunakan sedotan.
c) Patah Tulang Selangka
Apabila tulang selangka patah, bahu di sisi tersebut akan condong
keluar. Selain itu, didaerah yang patah akan terasa nyeri. Dekat
dibawah tulang selangka terdapat pembuluh-pembuluh darah yang
besar sehingga harus perlu diwaspadai apabila tulang yang patah
tersebut mengenai pembuluh darah. Tindakan pertolongan :

1) Kenakan balutan “ransel” kepada korban.


2) Caranya yaitu dari pundak kiri pembalut disilangkan melalui
punggung ke ketiak kanan. Selanjutnya dari bawah ketiak kanan ke
depan dan keatas pundak kanan. Dari pundak kanan disilangkan
lagi ke ketiak kiri lalu ke pundak kanan.
3) Demikian seterusnya, kemudian dengan sebuah peniti ujung
penjepit diikatkan ke pembalut dibawahnya. Setelah itu lengan
digantung ke leher.
4) Sebaiknya, dibawah ketiak diberi alas kain agar pembalut tidak
melukai kulit.
d) Patah Tulang Lengan Atas
Tanda-tanda patah tulang lengan adalah nyeri tekan pada tempat
yang patah dan terdapat nyeri tekan sumbu (rasa nyeri akan timbul
bila tulang ditekan di kedua ujungnya). Tindakan pertolongan :

1) Pasanglah bidai di sepanjang lengan atas dan beri balutan untuk


mengikatnya. Kemudian dengan siku terlipat dan lengan bawah
merapat ke dada, lengan digantungkan ke leher.
2) Apabila patah tulang terjadi di dekat sendi siku, biasanya siku tidak
dapat dilipat.
3) Dalam hal ini, pasanglah bidai yang juga meliputi lengan bawah.
Lalu biarkan lengan dalam keadaan lurus tanpa perlu digantungkan
ke leher.
e) Patah Tulang Lengan Bawah
Lengan bawah memiliki dua batang tulang panjang, sehingga
jika salah satu ada yang patah, maka yang lain akan bertindak sebagai
bidai sehingga tulang tidak pindah dari tempatnya. Tindakan
pertolongan :
Memasang sepasang bidai di sepanjang lengan bawah. Bidai ini
dapat dibuat dari dua bilah papan atau bisa dari tumpukann kertas
Koran. Apabila menggunakan dua papan maka sebilah dipasang di sisi
luar lengan dan sebaliknya lagi disisi dalamnya. Ikat bidai-bidai itu
dengan pembalut.
f) Patah Tulang Pergelangan/Telapak Tangan
Sendi pergelangan tersusun oleh beberapa tulang yang kecil–
kecil. Jika ada satu yang patah, maka pergelangan tangan akan sakit
bila digerakkan.
Tindakan pertolongan :
1) Lakukan pemasangan bidai seperti pada patah tulang lengan
bawah, hanya saja bidai diperpanjang hingga telapak tangan.
2) Sebelum korban dibawa ke rumah sakit, lakukan pertolongan
dengan menarik tangan korban kuat-kuat dan pertahankan tarikan
ini selama 5-10 menit agar patahan tulang saling menjauh.
3) Lalu minta orang lain mempertahankan tarikan ini dan penolong
lain meluruskan tulang yang patah lalu perlahan-lahan tarikan
tersebut dikendiorkan sehingga ujung kedua tulang saling
bertemu.
4) Setelah itu, telapak tangan dibidai dalam kedudukan jari-jari
melengkung, antara bidai dan telapak tangan diberi bantalan
lembut padat. Bidai dipasang lurus dan meliputi ujung lengan
bawah.
g) Patah Tulang Jari Tangan
Tindakan pertolongan : Patah tulang jari tangan dapat dibidai dengan
benda-benda yang mudah didapat di sekitar kita, seperti bamboo,
sendok kayu es krim, atau kawat tusuk konde.
h) Patah Tulang Paha
Tindakan pertolongan : Bidai dipasang memanjang dari pinggul
hingga ke kaki. Pastikan bidai terpasang sebelum korban dipindahkan
ke tempat lain.
i) Patah Tulang Tungkai
Jika terjadi kecelakaan atau terkilir di pergelangan kaki, perlu
diwaspadai adanya patah tulang. Gejalanya timbul rasa nyeri bila
ditekan, nyeri sumbu, dan nyeri saat kaki digerakkan. Tindakan
pertolongan :
1) Tungkai dibidai dengan dua buah bidai yang dipasang mulai dari
mata kaki sampai beberapa jari diatas lutut. Papan bidai dibungkus
dengan kain atau selimut pada bagian yang menempel betis.
Dibawah lutut dan mata kaki diberi bantalan.
2) Apabila tulang yang patah terdapat di atas pergelangan kaki,
pembidaian berlapis bantal dipasangkan dari lutut hingga menutupi
telapak kaki.
j) Patah Tulang Telapak Kaki
Patah tulang telapak kaki dapat timbul pembengkakan dari nyeri
sumbu.
Tindakan pertolongan : Berikan balutan yang menekan dan pasang
bidai di bawah telapak kaki serta letakkan bantalan kain dibelakang
tumit.

Anda mungkin juga menyukai