Anda di halaman 1dari 25

PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIKOAGULAN EDTA

SERBUK DAN EDTA CAIR TERHADAP NILAI HEMATOKRIT


MIKRO CALON PENDONOR DI UTD PMI KOTA
YOGYAKARTA TAHUN 2020

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan


Program Studi Diploma 3 Teknologi Transfusi Darah

Disusun Oleh:
Kurniawan
17114025

PROGRAM STUDI D3 TEKNOLOGI TRANSFUSI DARAH


POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI SETYA INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

NAMA : KURNIAWAN

NIM : 17114025

PROGRAM STUDI : D3 TEKNOLOGI TRANSFUSI DARAH

JUDUL KTI : PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIKOAGULAN


EDTA SERBUK DAN EDTA CAIR TERHADAP NILAI
HEMATOKRIT MIKRO CALON PENDONOR DI UTD
PMI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2020

Laporan Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui oleh pembimbing untuk
Program Studi D3 Teknologi Transfusi Darah Politeknik Kesehatan Bhakti
Setya Indonesia Yogyakarta.

Yogyakarta, 11 Februari 2020

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Resmi Aini, M.Sc) (Shinta, S.Pd., M.Si., M.A)

Mengetahui

Ketua Program studi D3 Teknologi Transfusi Darah

(Windadari Murni H. SKM., MPh)


SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kurniawan

Nim : 17114025

Dengan ini menyatakan bahwa proposal KTI saya dengan judul


PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIKOAGULAN EDTA SERBUK DAN EDTA
CAIR TERHADAP NILAI HEMATOKRIT MIKRO CALON PENDONOR DI UTD
PMI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2020.
Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan
di suatu peguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya tulis atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan
sebenar-benarnya.

Yogyakarta, 11 Februari 2020

Yang Menyatakan

(Kurniawan)

17114025
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan YME yang telah melimpahkan berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah dengan
judul “Perbandingan Pemberian Antikoagulan EDTA Serbuk Dan EDTA Cair
Terhadap Nilai Hematokrit Mikro Calon Pendonor Di Utd Pmi Kota
Yogyakarta Tahun 2020.” Di dalam penulisan proposal karya tulis ilmiah tersebut
penulis menyadari bahwa semuanya tidak terlepas dari bantuan baik dari segi
moril, materil, dan spiritual dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Yuli Puspito Rini, M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan Bhakti
Setya Indonesia Yogyakarta.
2. Ibu Windadari Murni Hartini., S.Km., M.Ph selaku Ketua program studi D3
Teknologi Transfusi Darah Politeknik Kesehatan Bhakti Setya Indonesia
Yogyakarta.
3. Ibu Resmi Aini, M.Sc selaku dosen pembimbing I (satu) yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan,
bimbingan, dan motivasi dengan sabar kepada penulis.
4. Ibu Shinta, S.Pd., M.Si., M.A. selaku dosen pembimbing II (dua) yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan,
bimbingan, dan motivasi dengan sabar kepada penulis.
5. Semua Pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan
proposal karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari berbagi pihak.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN Commented [ASUS1]: Variabel bebas: Nilai Hematokrit


Variabel terikat: antikoagulan EDTA serbuk dan EDTA cair
A. Latar Belakang

Pada donor darah apheresis harus memenuhi kriteria yang diberikan


oleh pihak medis yang salah satunya adalah pemeriksaan nilai hematokrit.
Pemeriksaan nilai hematokrit ini akan menetukan apakah seseorang
diperbolehkan untuk melakukan donor apheresis atau tidak. Selain itu
pemeriksaan hematokrit pada donor apheresis juga untuk mengetahui adanya
infeksi menular lewat transfusi darah pada tubuh pendonor. Kenaikan nilai
hematokrit berarti konsentrasi darah semakin kental, dan diperkirakan banyak
plasma darah yang keluar dari pembuluh darah hingga berlanjut pada kondisi
syok hipovolemik sperti pada kasus DBD dan gangguan dehidrasi. Selain
berbagai kondisi di atas, kadar hematokrit rendah juga bisa disebabkan oleh
beberapa faktor lain, seperti, transfusi darah, penyakit autoimun, atau salah
satu gejala awal anemia. Commented [ASUS2]: Kegawatdaruratan dan dampak
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hematokrit yang normal di
antaranya adalah usia dan jenis kelamin, kehamilan, ketinggian tempat tinggal,
dan metode tes hematokrit serta antikoagulan yang digunakan dalam
pemeriksaan. Commented [ASUS3]: dampak
Pemeriksaan laboratorium hematokrit sering menggunakan
antikoagulan untuk mencegah pembekuan darah. EDTA adalah jenis
antikoagulan yang paling sering digunakan dalam laboratorium hematologi.
Cara kerja EDTA yaitu mengikat ion kalsium sehingga terbentuk garam kalsium
yang tidak larut. Kalsium adalah salah satu faktor pembekuan darah jika tanpa
kalsium tidak terjadi pembekuan darah. EDTA tidak ada perbedaan pada
morfologi sel darah yaitu eritrosit. Pemeriksaan hematokrit harus segera
diperiksa karena jika ditunda dapat memberikan hasil yang tinggi palsu (Kiswari
dan Agung, 2005). Darah EDTA harus segera dilakukan, atau disimpan dalam
lemari es dengan suhu 40°C. Darah EDTA yang disimpan pada suhu 40°C
selama 24 jam memberikan nilai hematokrit lebih tinggi (Gandasoebrata, 2007).

Menurut Kiswari (2014) dijelaskan bahwa EDTA yang digunakan harus


memiliki takaran 1-1,5 mg untuk setiap ml darah. Berdasarkan studi
pendahuluan yang telah dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2016, sampel
yang diperiksa menggunakan metode mikrohematokrit dengan antikoagulan
EDTA konvensional dan EDTA vacutainer yang berjumlah lima sampel. Dimana
nilai hematokrit dengan EDTA konvensional diperoleh hasil tertinggi 43 vol%
dan hasil terendah 21 vol%. Sedangkan nilai hematokrit dengan antikoagulan
EDTA vacutainer diperoleh hasil tertinggi 47 vol% dan hasil terendah 35 vol%.
Dalam kenyataan di lapangan petugas lebih banyak menggunakan EDTA
konvensional dan juga terkadang petugas tidak menimbang terlebih dahulu
EDTA yang akan digunakan sehingga dapat terjadi kelebihan antikoagulan
EDTA yang dapat menyebabkan eritrosit mengkerut. Commented [ASUS4]: Hasil penelitian yang mendukung
variabel terikat
Sekarang ini telah tersedia tabung vacutainer yang sudah berisi
antikoagulan salah satunya Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) yang
biasanya berupa K3EDTA yang mempunyai stabilitas yang lebih baik dari pada
EDTA garam lainnya. Tabung vacutainer merupakan tabung yang
direkomendasikan oleh National Committee for Clinical Laboratory Standarts
(NCCLS) untuk pemeriksaan hematologi karena mempunyai ketepatan
perbandingan antikoagulan dan darah yang tepat dibandingkan cara
konvensional, namun demikian memerlukan biaya yang lebih mahal (Wijaya,
2006). Setiap 1 mg EDTA dapat menghindarkan membekunya 1 ml darah,
tetapi apabila pemakaian EDTA lebih dari 2 mg per ml darah maka akan terjadi
penurunan nilai hematokrit (Gandasoebrata, 2013). Commented [ASUS5]: Penatalaksanaan yang terkait
dengan apheresis
Sebaiknya penambahan antikoagulansia harus sesuai dengan jumlah Antikoagulan berkaitan

sampel, karena setiap satu jenis antikoagulansia berbeda perbandingannya Commented [ASUS6]: Penatalaksanaan pemeriksaan
yang berkaitan dengan variabel bebas dan terikat
dengan antikoagulansia yang lain. Pada pemeriksaan karya tulis ini, penulis
menggunakan antikoagulansia EDTA, dimana perbandingan EDTA dengan
darah adalah 1 mg EDTA : 1 ml darah. Maka dalam kesempatan ini, penulis
berkeinginan untuk meneliti apakah ada perbedaan hasil antara pemeriksaan
hematokrit mikro pada darah yang mengandung antikoagulansia EDTA serbuk
dengan darah yang mengandung antikoagulansia EDTA cair. Commented [ASUS7]: 600 kata dibagi 3 spasi
Spasi pertama topiknya kegawatdaruratannya dan data
yang mendukung
Spasi kedua penatalaksanaan yang terkait dengan variabel
bebas dan terikat. Serta hasil penelitian yang mendukung
B. Rumusan Masalah Spasi ketiga alasan memilih judul
Commented [ASUS8]: Alasan melakukan penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
dikaji dalam penelitian ini adalaha apakah ada perbedaan nilai hematokrit
pada antikoagulan EDTA cair dan EDTA serbuk terhadap nilai hematokrit
mikro calon pendonor di UTD PMI Kota Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Apakah ada perbedaan nilai hematokrit dengan antikoagulan EDTA
serbuk dan EDTA cair di UTD PMI Kota Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengukur mengukur rata-rata hasil pemeriksaan nilai
hematokrit pada pemberian antikoagulan EDTA cair pada calon
pendonor di UTD PMI Kota Yogyakarta..
b. Untuk mengukur rata-rata hasil pemeriksaan nilai hematokrit pada
pemberian antikoagulan EDTA serbuk pada calon pendonor di
UTD PMI Kota Yogyakarta.
c. Untuk mengukur rata-rata perbandingan hasil pemeriksaan nilai
hematokrit pada pemberian EDTA cair dan EDTA serbuk pada
calon pendonor di UTD PMI Kota Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, proposal karya tulis ilmiah ini dapat menambah
wawasan keilmuan teknologi laboratorium tentang perbandingan yang
bermakna atau tidak dari nilai hematokrit dengan antikoagulan EDTA
serbuk dan EDTA cair.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai tambahan wawasan dan sebagai bentuk aplikasi ilmu yang
diperoleh dari penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan
pendidikan di Program studi D3 Teknologi Transfusi Darah
Poltekkes BSI Yogyakarta.
b. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang pembelajaran
dalam bentuk praktikum Hematologi mengenai perbandingan
Pemberian antikoagulan EDTA cair dan EDTA serbuk dalam
pemeriksaan nilai Hematokrit.
c. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan betapa pentingnya pemeriksaan sel
darah merah untuk pemeriksaan rutin dan untuk pemeriksaan
pendahuluan sebelum mendonorkan darah karena berkaitan
dengan hematokrit.

E. Keaslian Penelitian

NO Nama Peneliti Maria Yovita Kuman (2019)

1 Judul Perbedaan jumlah eritrosit,


leukosit dan trombosit pada
pemberian antikoagulan EDTA
konvensional dan EDTA
Vacutainer
Hasil Memiliki hasil normal dengan
presentase 89% dan tidak ada
perbedaan signifikan
Persamaan Antikoagulan yang digunakan
EDTA
Perbedaan Jumlah sampel 18, waktu dan
tempat penelitian
2 Nama Peneliti Fatima Lutfi Syafa’ati, Andri
Sukeksi, Budi Santosa (2017)
Judul Perbedaan Hasil Kadar Hematokrit
Metode MikrohematokritDengan
Antikoagulan EDTA Cair Dan
Serbuk
Hasil Analisa perbedaan kadar
hematokrit dengan penambahan
EDTA serbuk dan EDTA cair
menggunakan uji Man Whithney
adalah sebesar 0,012 < 0,05
(alpha) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan
hasil kadar hematokrit dengan
menambahan antikoagulan EDTA
serbuk dan EDTA cair.
Persamaan Antikoagulan yang digunakan
EDTA, metode penelitian, variabel
penelitian.
Perbedaan waktu dan tempat penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hematokrit

1. Pengertian Hematokrit
Hematkrit adalah presentase volume eritrosit yang ada dalam
darah dan diambil dalam volume eritrosit yang di pisahkan dari plasma
dengan cara memutarnya didalam tabung khusus dalam waktu dan
kecepatan tertentu yang nilainya dalam persen(%), nilai untuk pria 40-48
volume % dan untuk wanita 37-43 volome % (Sadikin, M. 2008).
Nilai Hematokrit dapat digunakan sebagai tes skrining
sederhana untuk anemia , sebagai referensi kalibrasi untuk metode
otomatis hitung sel darah, dan secara kasar untuk membimbing
keakuratan pengukuran Hemoglobin. Nilai hematokrit yang dinyatakan
g/L adalah sekitar tiga kali kadar hemoglobin (Kiswari, 2014).
Nilai hematokrit dari sampel adalah perbandingan antara volume
eritrosit dengan volume darah secara keseluruhan. Nilai Hematokrit dapat
dinyatakan sebagai presentase (konvensional) atau sebagai pecahan
desimal (unit S1) atau liter/liter (L/L). Asam heparin kering dan etilen
diamin tetra asetat (EDTA) adalah antikoagulan yang memuaskan untuk
tujuan tes ini (Kiswari, 2014).
2. Sintesis Hematokrit
Penentuan hematokrit dilakukan dengan sentrifugasi. Tinggi dari
kolom eritrosit, buffy coat, dan kolom plasma harus diperhatikan. Buffy
coat adalah lapisan merah keabu–abuan antara eritrosit dengan plasma.
Dalam buffy coat terdiri dari trombosit dan leukosit. Plasma berwarna
oranye atau hijau, yang menunjukkan peningkatan terjadinya
hemoglobinemia akibat spesimen mengalami hemolisis.
3. Fungsi Hematokrit
Hematokrit digunakan untuk mengukur derajat anemi dan
polisetemia. Untuk mengetahui adanya ikterus yang dapat diamati dari
warna plasma. Di mana plasma terbentuk warna kuning atau kuning tua

(Gandasoebrata, 2008).
B. Metode Pemeriksaan Hematokrit

1. Faktor yang mempengaruhi nilai Hematokrit


Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar nilai hematokrit
(Frandson,1992). :
a. Faktor Jenis Kelamin
b. Faktor Jumlah Sel Darah Merah
Dimana sel darah merah Pria lebih banyak dari pada Wanita,
apabila jumlah sel darah merah meningkat atau bnayak maka jumlah
nilai hematokrit juga akan mengalami peningkatan.
c. Aktivitas dan keadaan patologis
d. Ketinggian Tempat Kadar oksigen dalam udara berkurang sehingga
oksigen yangmasuk ke dalam paru–paru berkurang, oleh karena itu
supaya terjadi keseimbangan maka sumsum tulang belakang
memproduksi sel-sel darah merah.
2. Metode Pemeriksaan
a. Makrometode menurut Wintrobe
Padatnya kolom eritrosit yang didapat dengan memusing
darah di tentukan oleh faktor : radius sentrifuge, kecepatan sentrifuge
dan lamanya pemusingan. Dalam sentrifuge yang cukup besar,
dengan memakai makrometode dicapai kekuatan pelantingan (relative
centrifugal force) sebesar 2.260 g untuk memadatkan sel–sel merah
dengan memakai sentrifuge itu diperlukan rata–rata 30 menit
(Gandasoebrata, 2008).
b. Mikrometode
Sentrifuge mikrohematokrit mencapai kecepatan yang jauh
lebih tinggi, maka dari itu lamanya perusingan dapat diperpendek.
Tabung mikrokapiler yang khusus dibuat untuk mikro hematokrit
panjangnya 75 mm dan diameter dalamnya 1,2 sampai 1,5 mm. Ada
tabung yang sudah dilapisi heparin, tabung itu dapat dipakai untuk
darah kapiler ada pula tabung kapiler tanpa heparin yang
dipergunakan dengan darah oxalat atau darah EDTA dan vena
(Gandasoebrata, 2008). Lama–kelamaan penetapan nilai hematokrit
dengan mikrometode menggeserkan makrometode karena hasilnya
dapat diperoleh dalam waktu singkat. Hasil itu kadang-kadang sangat
penting untuk menentukan keadaan klinis yang menjurus kepada
tindakan darurat (Gandasoebrata, 2008).

C. Antikoagulan

Antikoagulan merupakan zat yang dapat menghambat


penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan
menghambat pembentukan trombin yang digunakan untuk merubah
fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan. Pada pemeriksaan
hematologi yang membutuhkan spesimen berupa whole blood dan atau
plasma maka sampel darah harus dikumpulkan dalam sebuah tabung yang
berisi antikoagulan sehingga dengan pemberian antikoagulan maka darah
tidak akan membeku tetapi antara darah dengan antikoagulan juga harus
dicampur atau dihomogenkan. Jenis antikoagulan yang baik adalah yang tidak
merusak komponen-komponen yang terkandung di dalam darah.
Penggunaan antikoagulan harus sesuai dengan jenis pemeriksaan (Blue
Goby, 2016).
1. Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)
EDTA sebagai garam natrium atau kaliumnya. Garam-garam itu
mengubah ion calcium dari darah menjadi bentuk yang buka ion. EDTA
tidak berpengaruh terhadap besar dan bentuknya eritrosit dan tidak juga
terhadap bentuk leukosit. Selain itu EDTA mencegah trombosit begumpal,
karena itu EDTA sangat baik dipakai sebagai antikoagulan pada hitung
trombosit. Tiap 1 mg EDTA menghindarkan membekunya 1 ml darah.
Jangan mamakai EDTA dalam jumlah berlebihan, apabila EDTA yang
digunakan lebih dari 2 mg per ml darah maka nilai hematokrit menjadi lebih
rendah dari yang sebenarnya. EDTA yang sering di pakai yaitu dalam
bentuk larutan 10% atau 0,01 ml dalam 1 ml daran dan juga EDTA kering
1 mg untuk 1 ml darah (Gandasoebrata, 2013). Mekanisme kerja EDTA
adalah dengan menghambat kerja aktivator pada pembekuan darah. Pada
proses pembekuan darah diperlukan Ca2+ untuk mengaktivasi kerja
protrombin menjadi trombin. Ca2+ diperlukan kembali pada proses aktivasi
fibrin lunak menjadi fibrin dengan gumpalan keras. EDTA disini berfungsi
sebagai chelating agent yang dapat mengikat ion Ca2+ yang bebas dalam
darah sehingga tidak dapat berperan aktif dalam proses selanjutnya
(Riswanto, 2010). Dalam pemakaiannya, EDTA digunakan dalam bentuk
garam yaitu Natrium (Na2EDTA) atau Kalium (K2EDTA/K3EDTA). Semua
garam EDTA bersifat hiperosmolar yang dapat menyebabakan eritrosit
mengkerut. Na2EDTA dan K2EDTA bersifat lebih asam dibandingkan
K3EDTA. Penggunaan antikoagulan K3EDTA menunjukkan stabilitas yang
lebih baik dari garam EDTA lain karena darah dengan antikoagulan ini
menunjukkan pH yang mendekati pH darah (Wirawan R, 2002)
2. Heparin
Heparin mencegah pembekuan dengan cara menghambat
pembentukan trombin. Trombin adalah enzim yang dibutuhkan untuk
mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Plasma dengan antikoagulan heparin
sering kali digunakan untuk beberapa pemeriksaan osmotic fragility test
(OFT). Heparin tidak digunakan untuk membuat apusan darah tepi karena
hasil pewarnaan (cara Wright) akan membuat preparat terlalu biru (gelap).
Cara kerja heparin sebagai antitrombin atau penghambat aktivitas trombin,
takarannya adalah 0,1 ml laruran atau 1 mg (dalam bentuk kering) untuk
setiap heparin, yaitu amonium, litium, dan heparin sodium (Kiswari, 2014).
3. Natrium Sitrat (Sodium Citrate)
Natrium sitrat digunakan dalam bentuk larutan pada konsentrasi
3,2%. Natrium sitrat adalah jenis antikoagulan yang direkomendasikan oleh
International Committee for Standardization in Haematology (ICSH) dan
Internatoinal for Thrombosis and Haematology sebagai antikoagulan yang
terpilih untuk tes koagulasi. Cara kerjanya dengan mengendapkan ion
kalsium, sehinngga menjadi bentuk yang tidak aktif. Selain untuk
pemeriksaan koagulasi, natrium sitrat juga digunakan untuk pemeriksaan
laju endap darah metode Westergren dengan takaran 3 bagian natrium
sitrat dengan 9 bagian darah (Kiswari, 2014).
4. Amonium oksalat dan Kalium oksalat
Campuran amonium oksalat dan kalium oksalat menurut Paul dan
Heller yang juga dikenal sebagai campuran oksalat seimbang digunakan
dalam keadaan kering agar tidak mengencerkan darah yang diperiksa.
Apabila menggunakan amonium oksalat tersendiri eritrosit-eritrosit
membengkak, kalium oksalat tersendiri menyebabkan mengerut.
Campuran kedua garam itu dalam perbandingan 3 : 2 tidak berpengaruh
terhadap besarnya eritrosit tetapi berpengaruh terhadap morfologi leukosit
(Gandasoebrata R, 2013).

D. Tahapan Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang


melaksanakan pengukuran , penetapan dang pengujian terhadap bahan yang
berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit,
kondisi kesehatan atau faktor yang berpengaruh pada kesehatan perorangan
dan kesehatan masyarakat. Dalam proses pemeriksaan laboratorium ada 3
tahapan penting, yaitu:
1. Pra analitik
a. Persiapan pasien
b. Pemberian idntitas spesimen
c. Pengambilan spesimen
d. Pengiriman spesimen ke laboratorium
2. Analitik
a. Pemeliharaann atau kalibrasi alat
b. Pelaksanaan pemeriksaan
c. Pengawasan ketelitian
3. Pasca analitik
Tahap-tahap pemeriksaan pasca analitik meliputi; kegiatan
pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah gambaran dan arahan asumsi mengenai


variabel atau memiliki arti sebuah hasil dari proses berpikir deduktif atau induktif
dengan kemampuan kreatif dan inovatif di akhir konsep dan ide baru
(Supriyanto, 2008).
Pelayanan Darah

Donor apheresis

Alur donor apheresis

Pemeriksaan berat badan, kadar


Pendahuluan Hb, golongan darah

Pemeriksaan Anamnesis, tekanan darah


Kesehatan dan Skrining IMLTD

Pengambilan Pengambilan darah Antikoagulan:


sampel darah vena 3-5 mililiter EDTA Cair
EDTA Serbuk
Registrasi Informed consent

Pemeriksaan
Pengambilan Hematokrit
Darah Donor

donor apheresis Metode Mikrohematokrit


berlangsung

Nilai Hematokrit
Tahap
Pemulihan
F. Kerangka Konsep

EDTA Cair
Nilai Hematokrit
EDTA Serbuk

Variabel Bebas Variabel Terikat

G. Hipotesis

Ha: Terdapat pengaruh hematokrit dengan pemberian antikoagulan


EDTA Cair dan EDTA Serbuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah true experiment. Dikatakan penelitian
true experiment karena dalam penelitian ini peneliti dapat mengontrol
semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen (Sugiono,
2016). Variabel yang di maksud adalah ketidakseimbangan dalam
pengenceran, human error, lisisnya sampel, gelembung udara pada
pengenceran dan alat sudah dikalibrasi atau belum.
2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini memiliki rencana penelitian kuantitatif karena hasil
dari penelitian ini diperoleh data-data berupa angka. Rancangan penelitian
ini yaitu post test only control design karena adanya dua kelompok masing-
masing dipilih secara acak (Sugiono, 2016).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hematologi Poltekkes BSI
Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan di lakukan pada bulan Mei 2020.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan adalah darah sampel calon
pendonor yang diambil dari pada mahasiswa DIII Teknologi Transfusi
Darah Poltekkes BSI Yogyakarta dengan antikoagulan EDTA cair dan
EDTA serbuk yang sudah di homogenkan.
2. Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang terdapat pada penelitian ini adalah
mengukur nilai hematokrit pada calon pendonor pada mahasiswa DIII
Teknologi Transfusi Darah Poltekkes BSI Yogyakarta dengan
menggunakan metode microtube.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi dari obyek penelitian ini adalah pendonor pada
mahasiswa DIII Teknologi Transfusi Darah Poltekkes BSI Yogyakarta.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pendonor dari pada
mahasiswa DIII Teknologi Transfusi Darah Poltekkes BSI Yogyakarta yang
berjumlah 16 responden.
Kriteria sampel:
a. Usia lebih dari 17 tahun.
b. Tidak sedang menstruasi bagi wanita
c. Cukup makan dan istirahat

Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus


Federer (Maryanto dan Fatimah, 2004) sebagai berikut:

(t-1)(r-1)=15

Diketahui: t= banyaknya kelompok perlakuan


r = replikasi

jadi besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah


sebagai berikut:

(t-1)(r-1) ≥ 15

(2-1)(r-1) ≥15

1 (r-1)≥15

(r-1) ≥ 15/1 =15

r = 15 + 1 = 16

Penelitian ini menggunakan 2 kelompok perlakuan. Dari hasil


perhitungan menggunaan rumus Federer, maka didapatkan besar sampel
16 sampel untuk setiap kelompok. Dalam penelitian ini digunakan 16
sampel darah vena dengan antikoagulan EDTA cair dan 16 sampel darah
vena dengan antikoagulan EDTA serbuk.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent Variabel)


Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan variabel bebas
(independent variabel) adalah antikoagulan EDTA cair dan EDTA serbuk.
2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Dalam penelitisn ini yang dimaksud dengan variabel terikat
(Dependent variabel) adalah nilai hematokrit pada pendonor pada
mahasiswa DIII Teknologi Transfusi Darah Poltekkes BSI Yogyakarta.

F. Definisi Oprasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah uraian tentang batasan variabel


yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

Variabel Definisi Parameter Instrumen Skala


Oprasional Data
EDTA cair EDTA cair Nilai hematokrit Skala Nominal
adalah larutan dalam satuan Hematokrit
EDTA 10% persen (%)
dengan dengan kategori
perbandingan (dewasa muda) :
1 ml darah Pria : 40–48 vol %
dengan 10 ul Wanita : 37–43
EDTA vol%
(Gandasoebrata,
2013).
EDTA serbuk EDTA serbuk Nilai hematokrit Skala Nominal
adalah EDTA dalam satuan Hematokrit
konvensional persen (%)
EDTA dengan kategori
dengantakaran (dewasa muda) :
1,50 ± 0,25 Pria : 40–48 vol %
mg/ml darah Wanita : 37–43
vol%
(Gandasoebrata,
2013).
Nilai Memisahkan Interval
hematokrit darah dengan
tingginya
kolom sel
darah diukur
dan hasilnya
dinyatakan
sebagai
persen
terhadap sel
darah sesuai
dengan jenis
antikoagulan

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitasyang akan digunakan


oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah
diolah (Saryono, 2011). Pada penelitian ini instrument yang digunakan untuk
data penunjang penelitian menggunakan lembar kuesioner, sedangkan
instrument yang digunakan untuk pemeriksaan hematokrit metode mikro
adalah sebagai berikut:
1. Alat yang digunakan :
a. Tabung mikrokapiler
b. Dempulc
c. Tabung vacutainer
d. Vial
e. Kapas dan wadah kapas
f. Tourniquet
g. Tissue
h. Semprit
i. Kertas label
j. Timbangan analitik
k. Kertas perkamen
l. Centrifuge
m. Skala hematokrit
2. Bahan yang akan digunakan :
a. Darah vena
b. EDTAc.Alkohol 70%

H. Jalannya Penelitian

Cara penelitian dengan pengambilan langsung sampel darah vena


kemudian diperiksa di Laboratorium Hematologi pada mahasiswa DIII
Teknologi Transfusi Darah Poltekkes BSI Yogyakarta.
1. Pengambilan Darah Vena
a. Membersihkan daerah yang akan diambil darahnya dengan alkohol
70%. Kemudian membiarkan sampai kering.
b. Mengambil vena yang besar seperti vena difossa cubiti.
c. Memasang tourniquet (pembendung) pada lengan atas dan
memastikan pasien mengepal dan membuka telapak tangannya
berkali-kali agar vena jelas terlihat. Pembendungan vena jangan
terlalu erat, cukup untuk memperlihatkan dan agak menonjolkan
vena.
d. Menegangkan kulit diatas vena dengan jari-jari tangan kiri agar vena
tidak dapat bergerak.
e. Menusuk kulit dengan jarum dan semprit dalam tangan kanan sampai
ujung jarum ke dalam lumen vena.
f. Melepaskanatau merenggangkan tourniquet (pembendungan) dan
perlahan-lahan menarik penghisap sempritsampai jumlah darah yang
dikehendaki diperoleh.
g. Menaruh kapas diatas jarum dan mencabut sempri tdan jarum.
h. Meminta pada pasien agar menekan tempat yang telah
ditusukselama beberapa menit menggunakan kapas yang telah
diberi tadi.
i. Mengangkat jarum dari sempritdan mengalirkan darah kedalam
wadah atau tabung yang tersedia melalui dinding, jangan sampai
mengeluarkan darah dengan cara menyemprotkan.
2. Pembuatan darah EDTA serbuk
a. Menyediakan botol atau tabung yang telah berisi 2 mg EDTA serbuk
b. Mengalirkan 2 ml darah vena ke dalam botol tersebut dari semprit
tanpa jarum.
c. Menutup botol atau tabung dan mencampur darah dengan
antikoagulan EDTA serbuk selama 60 detik atau lebih.
d. Mengambil darah untuk melakukan pemeriksaan langsung dari botol
atau tabung tersebut. Apabila tidak langsung diperiksa maka harus
disimpan dalam lemari es, membiarkan pada suhu kamar terlebih
dahulu sebelum darah diperiksa.
3. Pembuatan darah EDTA cair
a. Menyedialakan tabung yang berisi antikoagulan EDTA cair.
b. Mengalirkan darah vena ke dalam tabungt ersebut dari semprit
dengan jarum di tusukkan ke tutup tabung hingga darah berhenti
mengalir.
c. Mencampur darah dengan antikoagulan EDTA di dalam tabung
selama 60 detik atau lebih.
d. Mengambil darah untuk melakukan pemeriksaan langsung dari botol
atau tabung tersebut. Apabila tidak langsung diperiksa maka harus
disimpan dalam lemari es, membiarkan pada suhu kamar terlebih
dahulu sebelum darah diperiksa.
4. Pemeriksaan hematokrit dengan metode mikro
a. Dengan antikoagulan EDTA serbuk
1) Menyiapkan darah vena dengan antikoagulan EDTA serbuk.
2) Mengisi tabung mikrohematokrit dengan darah minimal 5 cm.
3) Menutup bagian ujung tabung dengan dempul.
4) Meletakkan tabung di alur radial mikrohematokrit untuk
dilakukan centrifugasi dengan bagian ujung yang tertutup jauh
dari pusat.
5) Memutar tabung di dalam alat centrifugasiselama 5 menit
dengan kecepatan 10.000-12.000 rpm.
6) Membaca hasil hematokrit dengan mengukur tinggi kolom
plasma di skala pembacaan hematokrit.
b. Dengan antikoagulan EDTA cair
1) Menyiapkan darah vena dengan antikoagulan EDTA cair.
2) Mengisi tabung mikrohematokrit dengan darah minimal 5 cm.
3) Menutup bagian ujung tabung dengan dempul.
4) Meletakkan tabung di alur radial mikrohematokrit untuk
dilakukan centrifugasi dengan bagian ujung yang tertutup jauh
dari pusat.
5) Memutar tabung didalam alat centrifugasi selama 5 menit
dengan kecepatan 10.000-12.000 rpm.
6) Membaca hasil hematokrit dengan mengukur tinggi kolom
plasma di skala pembacaan hematokrit

H. Analisis Data

Data primer yag didapatkan akan dilakukan Analisis Univariate dan


Analisis Brivariate. Analisis Univariate pada penelitian ini mendeskripsikan
hasil pemeriksaan nilai hematokrit pada pemberian EDTA cair dan
mendeskripsikan hasil pemeriksaan nilai hematokrit pada pemberian EDTA
serbuk berdasarkan nilai normal keduanya. Analisis Brivariate pada
penelitian ini yaitu mencari hubungan antara variabel terikat dan variabel
bebas dimana perbedaan hasil pemeriksaan nilai hematokrit dengan
antikoagulan EDTA cair dan EDTA serbuk, dianalisis dengan
mengguanakan komputer dengan program SPSS dengan menggunakan uji
statistik MannWhitney yang digunakan untuk menganalisis data.
DAFTAR PUSTAKA

Kuman. M. A. 2019. Perbedaan jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit pada


pemberian antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA Vacutainer.
Karya Tulis Ilmiah.

Gandasoebrata, R, 2010. PenuntunLaboratoriumKlinik. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Guyton, Hall JE, 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.EGC. Jakarta.

Kiswari, Agung. 2005. Hematologi dan Transfusi. Erlangga. Jakarta.

Fatima Lutfi Syafa’ati, dkk. 2017. Perbedaan Hasil Kadar Hematokrit Metode
Mikrohematokrit Dengan Antikoagulan EDTA Cair Dan Serbuk. Karya
Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Corwin, E. J. 2009. HematologiKlinikRingkas. EGC, Jakarta.

Sadikin, M., 2008.BiokimiaDarah, Widyamedika, Jakarta.

Santosa, Budi, 2005. Perbedaan Hasil Pengukuran Hematokrit Metode Mikro pada
Darah yang Menggunakan Antikoagulan EDTA 10 μl dan 50 μl
padaKonsentrasi 10%.

Wirawan R, 2004. Kualitas Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Dalam Era


Globalisasi.Balai Penerbit FakultasKedokteran UI,Jakarta.

Wirawan R. 2002. PemantapanKualitasUjiHematologik, . BalaiPenerbit FKUI,


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai