Anda di halaman 1dari 19

Lampiran

Peraturan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda


Nomor : 062/PER/DIR/PB/V/2019

Tentang
PANDUAN PELAYANAN PASCA ANESTESI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN
Pasca anestesi merupakan periode kritis, yang segera dimulai setelah pembedahan
dan anestesi diakhiri sampai pasien pulih dari pengaruh anestesi. Sebagian besar pasien
mengalami pemulihan dari anestesi dan bedah tanpa kejadian-kejadian khusus, tetapi
sejumlah kecil pasien dengan jumlah yang tidak dapat diperkirakan mengalami
komplikasi. Sekarang ini telah disepakati bahwa semua pasien harus dirawat oleh staf
yang ahli, dalam era yang memiliki fasilitas yang tepat untuk mengatasi masalah yang
mungkin timbul selama fase pemulihan anestesi. Sebagian besar pasien dirawat diatas
brangkar yang posisi bagian kepalanya dapat di ubah menjadi lebih rendah
Pasien yang menjalani proses pembedahan yang panjang atau yang diduga akan
lama dirawat inap selama fase pemulihan dapat dirawat di atas tempat tidurnya untuk
memimalkan banyaknya perpindahan. Beberapa pasien yang menjalani pembedahan
khusus mungkin langsung dibawa ke bangsal ketergantungan tinggi, misal pasien-pasien
bedah jantung.

1.2 RUANG PULIH


Ruang pulih adalah ruangan khusus pasca anestesi/bedah yang berada di komplek
kamar operasi yang dilengkapi dengan tempat tidur khusus, alat pantau, alat/obat
resusitasi, tenaga terampil dalam bidang resusitasi dan gawat darurat serta disupervisi
oleh dokter spesialis anestesiologi dan spesialis bedah
Syarat-syarat Ruang Pulih :
a) Berada didalam komplek kamar operasi atau satu atap dengan kamar operasi dan satu
koridor
b) Ruang cukup memadai untuk 4-6 tempat tidur
c) Jarak tempuh dari masing-masing kamar operasi keruang pulih kurang lebih 5 menit
d) Dilengkapi dengan tempat tidur khusus, penerangan yang cukup dan tempat cuci

1
e) Dilengkapi dengan alat pantau, alat/obat resusitasi
f) Personilnya terampil dalam bidang resusitasi, dengan jumlah minimal 1 orang untuk 2
tempat tidur.

1.3 TUJUAN PERAWATAN PASCA ANESTESI


Tujuan perawatan pasca anestesi/bedah diruang pulih :
A. Memantau secara kontinu dan mengobati secara cepat dan tepat masalah respirasi dan
sirkulasi
B. Mempertahankan kestabilan sistem respirasi dan sirkulasi
C. Memantau perdarahan luka operasi
D. Mengatasi/mengobati masalah nyeri pasca bedah

1.4 KOMPLIKASI DAN RESIKO PASCA ANESTESI


Ada beberapa pengelompokan komplikasi pasca anestesi, diantaranya adalah
A. Komplikasi Umum
1. Langsung
- Nyeri
- Perdarahan
- Syok
- Atelektasis basal
- Keluaran urin sedikit
2. Segera
- Nyeri
- Mual muntah pasca operasi (PONV)
- Syok
- Kebingungan akut
- Gangguan jantung
- Infeksi (pnemonia, infeksi saluran kencing, infeksi luka)
- Dehiscence luka / anastomois
- Trombosis vena dalam (DVT)/emboli Paru (PE)
- Retensi urine
- Ileus Paralitik
3. Lambat
- Pembentukan Adhesi
- Hernia insisional

2
- Kehilangan mobilitas
- Nyeri kronis
- Kegagalan pembedahan/patologi awal muncul kembali
B. Sepsis
C. Nyeri (Pain)
D. Anelgesi
E. Mual muntah pasca operasi
F. Kehilangan darah akut
Berdasarkan masalah-masalah yang akan dijumpai pasca anestesi/bedah pasien pasca
anestesi dikelompokkan menjadi 3 kelompok :
A. Kelompok I
Pasien mempunyai resiko tinggi gagal nafas dan goncangan kardiovaskuler
pasca anestesi/bedah, sehingga perlu nafas kendali pasca anestesi/bedah.
Pasien termasuk kelompok ini langsung dirawat unit terapi intensif pasca
anestesi/bedah tanpa menunggu pemulihan diruang pulih.
B. Kelompok II
Sebagian besar pasien pasca anestesi/bedah adalah menjamin agar pasien
secepatnya mampu menjaga keadekuatan respirasinya.
C. Kelompok III
Pasien yang menjalani operasi kecil, singkat dan rawat jalan. Pasien pada
kelompok ini bukan hanya fungsi respirasinya adekuat tetapi harus bebas dari
rasa kantuk, ataksia, nyeri dan kelemahan otot, sehingga pasien bisa kembali
pulang.

1.5 PEMULANGAN PASIEN


Tanggungjawab ahli anestesi terhadap pasien tidak berkhir pada penghentian
anestesi. Walaupun perawat diserahkan ke staf pemulihan (perawat atau staf yang setara),
tanggungjawab tersebut tetap berada dibawah ahli anestesi hingga pasien dikeluarkan dari
ruang pemulihan. Apabila staf pemulihan tidak memadai untuk merawat pasien yang baru
masuk, ahli anestesi harus menjalani peran ini.
Lamanya waktu yang dihabiskan pasien diruang pemulihan tergantung pada
berbagai faktor yang termasuk durasi dan jenis pembedahan teknik anestesi, dan
timbulnya komplikasi, sebagian besar unit memiliki kebijakan yang menentukan lama
minimal diruang pemulihan dan kriteria pemulangan

3
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1 PETUGAS RUANG PULIH


Berikut adalah anggota tim ruang pulih :
A. Dokter
1. Anestesiologi (Dokter Spesialis Anestesi dan terapi Insentif)
Pimpinan Tim Sedasi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan program
studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi
B. Non-Dokter
1. Perawat Anestesi
Merupakan perawat dengan STR yang telah menyelesaikan program studi asisten
anestesi terakreditasi
2. Asisten Anestesi
Merupakan profesional kesehatan yang telah menyelesaikan program studi asisten
anestesi terakreditasi
3. Perawat
Merupakan perawat dengan STR Yang telah menyelesaikan pendidikan perawat
terakreditasi

2.2 MANAGEMEN KESELAMATAN PASIEN


A. Dokter yang mengawasi bertanggung jawab akan semua aspek yang terlibat selama
penanganan pasien (pre, intra, dan pasca sprosedur)
B. Saat pasien dirawat, dokter yang bertanggung jawab harus hadir / mendampingi di
ruang pulih
C. Praktisi yang melakukan perawatan pasca anestesi harus terlatih dengan baik dalam
mengevaluasi pasien sebelum prosedur tindakan untuk mengenali kapan terdapat
peningkatan resiko.
D. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam
melakukan suatu tindakan pemulihan dan terdapat kemungkinan dapat
membahayakan pasien / menurunkan kualitas pelayanan pasien.
E. Dokter yang mengawasi bertanggung jawab memimpin timnya dalam situasi
emergensi dimana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan nafas.

4
F. Sertifikat ACLS dan ATLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus
dimiliki oleh praktisi yang melakukan anaetesi dan dokter non anestesi yang
mengawasinya, serta sertifikat BLS dan atau sertifikat perawat asisten/terampil
anestesi bagi tenaga asisten perawat.

2.3. FASILITAS RUANG PELAYANAN PASCA ANESTESI


Standar minimal fasilitas yang harus ada adalah :
A. Airway Management Kit
Tersedianya alat untuk penanganan kegawatan nafas , antara lain :
- Ambubag sesuai ukuran
- Jacson Reese
- Ventilasi Breating Mask (VBM) sesuai ukuran
- Oro-Pharingeal Airway (OPA)/ guedel sesuai ukuran
- Naso-Pharingeal Airway (NPA)
- Laringeal Mask Airway (LMA)
- Laringoskop
- Endo-Trakeal Tube (ETT)
- Masker Oksigen (NRBM)
B. Gas Oksigen
Didalam ruang pulih harus tersedia suplai gas oksigen, dalam hal ini bisa berupa gas
oksigen dalam tabung atau gas sentral lengkap dengan konektor humidifier
C. Bedside Monitor
Bedside monitor yang harus ada mencangkup alat pemantauan saturasi oksigen
(oksimetri), alat pengukur tekanan darah (tensimeter), alat pengukur nadi, alat rekam
jantung (ECG minimal 2 lead) alat pengukur suhu tubuh.
D. Mesin suction
Mesin yang sudah siap dengan perlengkapannya antara lain yaitu tabung selang suntion
dan chateter suction sesuai ukuran
E. Obat emergensi
Obat-obatan emergensi yang harus tersedia diruang pulih antara lain :
- Sulfat Atrophine (SA)
- Eprineprine
- Epedrine
- Lidocain
- Dexamethashon

5
- aminophilyne
F. Lembar rekam medis
Lembar rekam medis yang diperlukan adalah :
Form laporan pasca anestesi
G. Standar Prosedur Operasional (SPO)
Standar Prosedur Operasional (SPO) minimal harus ada yaitu :
- SPO Monitoring pasca anestesi diruang pemulihan
- SPO Perawatan pasca anestesi regional
- SPO Perawatan pasca anestesi umum
- SPO Pemindahan/pemulangan pasien dari ruang pemulihan

2.4 RUANG LINGKUP PELAYANAN PASCA ANESTESI


Pelayanan pasca anestesi meliputi :
- Pemindahan pasien dari kamar operasi
- Serah terima pasien ruang pulih
- Komplikasi pasca anestesi
- Cairan pasca anestesi
- Pemulangan pasien

6
BAB III
KEBIJAKAN

3.1 REGULASI NASIONAL


a) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 920/MenKes/Per/II/1989
tentang upaya pelayanan kesehatan Swasta di Bidang Kesehatan
b) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
c) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
d) Peraturan Menteri Kesehatan 1438/MenKes/Per/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
e) Surat Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/MenKes/Per/IX/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan
Departement Kesehatan
f) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah
Sakit
g) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
h) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
i) Peraturan Pemerintah 32 tahun1996 Tentang Tenaga Kesehatan
j) Keputusan Menkes RI Nomor 148 tentang registrasi dan praktik perawat

3.2 REGULASI RUMAH SAKIT


a) Pelayanan anastesi (termasuk sedasi moderat dan dalam ) yang seragam dan
terintegrasi dilakukan di RSIA Puri Bunda sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dibawah penanggung jawab pelayanan anastesi
b) Pelayanan anastesi, sedasi moderat dan dalam di RSIA Puri Bunda dilakukan seragam
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Pelayanan anastesi yang adekuat dan regular dan nyaman harus selalu berorientasi
kepada mutu dan keselamatan pasien dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien

7
BAB IV
TATA LAKSANA

4.1 PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI


A. Pemindahan pasien dilakukan dengan hati-hati mengingat : pasien yang belum sadar
baik atau belum pulih dari pengaruh anestesi, posisi kepala diatur sedemikian rupa
agar kelapangan jalan nafas tetap adekuat sehingga ventilasi terjamin
B. Apabila dianggap perlu, pada pasien yang belum bernafas spontan, diberikan nafas
buatan.
C. Gerakan pada saat memindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi.
D. Pada pasien sirkulasinya belum stabil bisa terjadi syok atau hipotensi.
E. Pasien yang dilakukan blok spinal, posisi penderita dibuat sedemikian rupa agar aliran
darah dari daerah tungkai ke proksimal lancar.
F. Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan baik
dan tidak lepas
G. Tidak perlu mendorong kereta tergesa-gesa karena hal tersebut dapat mengakibatkan :
- Rasa nyeri daerah bekas operasi
- Perubahan posisi kepala, sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi.
- Muntah atau regurgitasi
- Kegoncangan sirkulasi

4.2 SERAH TERIMA PASIEN DIRUANG PULIH


Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat serah terima :
A. Masalah-masalah tata laksana anestesi, penyulit selama anestesi/pembedahan,
pengobatan dan reaksi alergi yang mungkin terjadi.
B. Tindakan pembedahan yang dikerjakan, penyulit saat pembedahan, termasuk jumlah
perdarahan.
C. Jenis anestesi yang diberikan dan masalah-masalah yang terjadi, termasuk cairan infus
yang diberikan selama operasi.
D. Posisi pasien ditempat tidur
E. Hal-hal lain yang perlu mendapatkan pengawasan khusus sesuai dengan permasalahan
yang terjadi selama anestesi/pembedahan.

8
4.3 TATALAKSANA KOMPLIKASI PASCA ANESTESI
A. Kesadaran
Pemanjangan pemulihan kesadaran, merupakan salah satu penyulit yang sering
dihadapi diruang pulih. Banyak faktor yang terlibat dalam penyulit ini. Apabila hal ini
terjadi diusahakan memantau tanda-tanda vital yang lain dan mempertahankan
fungsinya agar tetap adekuat.disamping itu pasien belum sadar tidak merasakan
adanya tekanan, jepitan atau rangsangan pada anggota gerak, mata atau kulitnya
sehingga mudah mengalami cedera, oleh karena itu posisi pasien diatur sedemikian
rupa, mata ditutup dengan plester atau kasa basah sehingga terhindar dari cedera
sekunder
Masalah gelisah dan berontak, seringkali mengganggu suasana ruang pulih bahkan
bisa membahayakan dirinya sendiri. Penyebab gaduh gelisah pasca bedah adalah :
- Pemakaian ketamin sebagai obat anestesi
- Nyeri yang hebat
- Hipoksia
- Buli-buli penuh
- Stres yang berlebihan pra bedah
- Pasien anak-anak seringkali mengalami hal ini
Penangulangan disesuaikan dengan penyebabnya.

B. Respirasi
Parameter respirasi yang harus dinilai pasca anestesi adalah :
Parameter Normal
Suara nafas paru Sama pada kedua paru
Frekuensi nafas 10 – 35 x/mnt
Irama nafas Teratur
Volume tidal Minimal 4-5 ml/kgbb
Kapasitas vital 20-40 ml/kgb
Inspirasi paksa -40 cmH2O
PaO2 pada FiO2 30 % 100 mmHg
PaCo2 30-45 mmHg
Apabila dalam penilaian tersebut dijumpai tanda-tanda insufiensi respirasi, segera
dicari penyebabnya sehingga dengan cepat dilakukan usaha memulihkan fungsinya.

9
Sumbatan Jalan Nafas :
Pada pasien tidak sadar sangat mudah mengalami sumbatan jalan nafas akibat
jatuhnya lidah ke hipofaring, timbunan air liur atau sekret, bekuan darah, gigi yang
lepas dan isi lambung akibat muntah atau regurgitasi
Sumbatan bisa terjadi pada daerah :
Supra Laring : Lidah jatuh ke hipofaring, air liur, bekuan
darah dan isi lambung akibat muntah atau
regurgitasi
Laring : Benda asing, spasme, edema, dan kelumpuhan
pita suara
Infra laring : Trakeo-malasea, aspirasi benda asing, spasme
bronkus
Usaha penanggulangannya disesuaikan dengan penyebabnya :
Tanpa alat Dengan alat
1. tiga langkah jalan nafas 1. pipo oro/nasofaring
2. posisi miring stabil 2. pipa orotrakea
3. sapuan pada rongga mulut 3. alat isap

Depresi Nafas :
Depresi sentral : Paling sering akibat efek sisa opiat,
disamping itu juga disebabkan oleh keadaan
hipokanea, hipotermia, dan hipoperfusi.
Depresi perifer : Karena efek sisa pelumpuh otot, nyeri,
distensi abdomen dan rigiditas otot
Usaha penanggulangannya disesuaikan dengan penyebabnya

C. Sirkulasi
Parameter hemodinamik yang perlu diperhatikan adalah :
1. Tekanan darah
- Sebab-sebat hipertensi pasca bedah adalah : hipertensi yang diderita prabedah,
nyeri, hipoksia dan hiperkarbia, penggunaan vasopresor, dan kelebihan cairan
- Sebab-sebab hipotensi/syok pasca bedah adalah : perdarahan, defisit cairan,
depresi otot jantung dan dilatasi pembulu darah yang berlebihan
Penangulangan disesuaikan dengan penyebabnya.

10
2. Denyut jantung
Sebab-sebab gangguan irama jantung :
- Takikardia, disebabkan oleh hipoksia, hipovolumia, akibat obat
simpatomimetik, demam dan nyeri
Penanganannya disesuaikan dengan penyebabnya.
- Bradikardi, disebabkan olek blok subaraknoid, hipoksia (pada bayi) dan reflek
vagal.
Penanganan disesuaikan dengan penyebab, umumnya diberikan sulfas atropin
- Disritmia (diketahui dengan EKG) Paling sering disebabkan karena hipoksian
Penanggulangannya adalah memperbaiki ventilasi dan akibat oksigenasi.
Apabila sangat mengganggu dapat diberikan obat anti disritmia seperti
lidocain.
Hal-hal lain yang perlu mendapatkan perhatian pasca yang termasuk dalam
sirkulasi adalah :
3. Pedarahan dari luka operasi
4. Bendungan disebelah distal dari tempat bebat luka operasi bisa menimbulkan
edema dan nyeri didaerah tersebut.

D. Fungsi ginjal dan saluran kencing


Perhatian produksi urin, terutama pada apsien yang dicurigai resiko tinggi gagal ginjal
akut pasca bedah/anestesi. Pada keadaan normal produksi urin mencapai > o,5
cc/kgbb/jam, bila terjadi oliguri atau anuri, segera dicari penyebabnya, apakah pre
renal, renal, atau salurannya
penanggulangannnya disesuaikan dengan penyebabnya.

E. Fungsi saluran cerna


Kemungkinan terjadi regurgitasi atau muntah pada periode pasca anestesi/ bedah,
terutama pada kasus bedah akut, senantiasa harus diantisipasi.
Untuk mengantisipasi hal itu, pencegahan regurgitasi/muntah lebih penting artinya
daripada menangani kejadian tersebut akan tetapi bila terjadi penyulit seperti ini maka
tindakan tersebut yang cepat dan tepat saat diperlukan untuk menguasai jalan nafas.
Walaupun demikian kemungkinan terjadi aspirasi asam lambung senantiasa
mengancam.

11
F. Aktivitas motorik
Pemulihan aktivitas motorik pada penggunaan obat pelumpuh otot, berhubungan erat
dengan fungsi respirasi. Bila masih ada efek sisa pelumpuh otot, pasien mengalami
hipoventilasi dan aktivitas motorik yang lain juga belum kembali normal.
Petunjuak yang sangat sederhana untuk menilai pemulihan otot adalah menilai
kemampuan pasien untuk menggerakkan anggota gerak terutama pada pasien
menjelang sadar. Kalau sarana prasarana memadai. Dapat dilakukan uji kemampuan
otot rangka dengan alat perangsang saraf.

G. Suhu tubuh
Penyulit hipotermi pasca bedah, tidak bisa dihindari terutama pada pasien bayi/anak
dan usia tua.
Beberapa penyebab hipotermi dikamar operasi adalah :
- Suhu kamar operasi yang dingin
- Penggunaan desinfektan
- Ciran infus dan tranfusi darah
- Cairan pencuci organ-organ pada daerah operasi
- Kondisi pasien (bayi dan orang tua)
- Penggunaan halotan sebagai obat anestesi.
Usaha untuk menghangatkan kembali di ruang pulih adalah dengan cara :
- Pada bayi, segera dimasukkan kedalam inkubator
- Pasang selimut penghangat
- Lakukan penyinaran dengan lampu

Disamping hipotermi, kemungkinan hipertermi harus diwaspadai terutama yang


menjurus pada hipertermi malingan. Beberapa hal yang bisa menimbulkan hipertermi
adalah :
- Septikemia, terutama pada pasien yang menderita infeksi pra bedah
- Penggunaan obat-obatan, seperti : atropin, suksinil kholin dan halotan
Usaha penanggulangannya adalah
- Pasien didinginkan secara konduksi dengan menggunakan es
- Infus dengan cairan infus dingin
- Oksigenasi adekuat
- Antibiotika, bila diduga sepsis

12
H. Masalah nyeri
Trauma akibat luka operasi sudah pasti akan menimbulkan rasa nyeri. Hal ini harus
disadari sejak awal dan bila pasien mengeluh rasa nyeri atau tanda-tanda pasien
menderita nyeri, segera berikan analgesik. Diagnosis nyeri ditegakkan melalui
pemeriksaan klinis berdasarkan pengamatan perubahan perangai, psikologi, perubahan
fisik antara lain pola nafas, denyut nadi dan tekanan darah, serta pemeriksaan
laboratorium yaitu kadar gula darah. Intensitas nyeri dinilai dengan visual analog scale
(VAS) dengan rentang nilai 1-10 yang dibagi menjadi :
- Nyeri ringan ada pada skala 1-3
- Nyeri sedang ada pada skala 4-7
- Nyeri berat ada pada skala 8-10
Pedoman penanggulangan nyeri pasca bedah mempergunakan konsep analgesia
preemptif, melalui pendekatan trimodal dengan analgesia balans, yaitu :
- Menekan pada proses transduksi didaerah cedera, mempergunakan preparat atau
obat, analgesia lokal atau analgesia nonsteroid atau anti prostaglandin, misalnya
asam mefenamik, ketrofen dan ketorolac.
- Menekan pada proses tranmisi, mempergunakan obat analgesia lokal dengan
teknik analgesia regional, seperti misalnya blok interkostal dan epidural.
- Menekan pada proses modulasi mempergunakan preparat narkotika secara
sistemik yang diberikan secara intemiten atau tetes kontinu atau diberikan secara
regional melalui kateter epidural.
I. Posisi
Posisi pasien perlu diatur ditempat tidur ruang pulih.
Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah kemungkinan :
- Sumbatan jalan nafas, pada pasien belum sadar.
- Terdindihnya/terjepitnya satu bagian anggota tubuh
- Terjadi dislokasi sendi-sendi anggota gerak
- Hipotensi, pada pasien dengan analgesia lokal
- Gangguan kelancaran aliran infus
Posisi pasien diatur sedimikian rupa tergantung kebutuhan sehingga nyaman dan
aman bagi pasien antara lain:
- Ekstensi kepala, pada pasien yang belum sadar.
- Posisi terlentang dengan elevasi kedua tungkai dan bahu (kepala) pada posisi blok
spinal.
- Posisi elevasi pada tungkai saja pada pasien syok.

13
4.4 MONITORING PASCA ANESTESI
Pemantauan dan penanggulangan kedaruratan medik meliputi :
A. Kesadaran
B. Respirasi
C. Sirkulasi
D. Fungsi ginjal dan saluran kencing
E. Fungsi saluran cerna
F. Aktifitas motorik
G. Suhu tubuh
H. Masalah nyeri
I. Posisi

Ada beberapa jalan untuk memonitor pasien pasca anestesi diruang pulih :
A. Pulse oksimetry : pengukuran kecukupan kebutuhan oksigenasi dengan pulse
oksimentry
B. Kapnografy :
1. Pengukuran dari CO2 akhir ekspirasi secara langsung bekolerasi dengan konsetrasi
CO2 dalam darah
2. Kapnografi digunakan untuk :
- Penilaian keberhasilan ventilasi alveolar,
- Untuk tanda awal hipertermi malignant
- Indikasi penurunan cardiac out put pada apsien dengan frekuensi nafas normal
(emboli paru, henti jantung atau hipovolemia berat). Manifest sebagai
penurunan gradual CO2 karena jiak sedikit CO2 yang mencapai paru dari
sirkulasi maka terjadiV/Q Mismatch.
C. ECG
- ECG Memantau detak jantung dan ritme, hal ini penting untuk memperhatikan :
iskemia, gangguan elektrolit, blok jantung, henti jantung
- ECG 3 lead sering kali digunakan
D. Tekanan darah non invasif
Tekanan darah secara kontinu diukur dengan menggunakan cuff tekanan darah, untuk
memperkirakan perfusi end-organ
E. Temperatur
Anestesi mempengaruhi komeostatis temperatur . oleh karena itu, pasien beresiko
untuk mengalami fluktuasi temperatur saat dan pasca anatesi.

14
F. Central vene pressure
Tekanan vena sentral digunakan untuk memberi hasil lebih respresentatif untuk
status volume dibandingkan tekanan cuff.
Selama pasca prosedur anestesi regional panduan pemantauan harus diikuti.
Pasien yang sadar tidak menjadi alasan bagi pemantauan yang tidak adekuat. Perhatian
khusus harus diberikan pada sistem kardiovaskular akibat besar efek yang ditimbulkan
oleh teknik ini. Pemeliharaan kontak verbal dengan pasien berguna karena ini
memberikan petunjuk mengenai perfusi serebal
Tanda-tanda awal ketidakcukupan curah jantung adalah mual dan pusing dan
diikuti oleh muntah. Petunjuk pertama adalah penyebaran anestesi yang terlalu luas
dapat berupa keluhan mengenai kesulitan bernafas atau rasa baal pada jari-jari.
Tentunya, gejala dan tanda yang berharga ini akan menghilang apabila pasien berada
dalam kondisi sedasi berat.

4.5 PEMULANGAN PASIEN


A. Aldrete Score (Dewasa)
NO KRITERIA SCORE
1 Pernafasan
Teratur, Batuk , menangis 2
Depresi 1
Apnea atau nafas tidak adekat 0
2 Tekanan darah
±20 mmhg dari pre operasi 2
20 -50 mmhg dari pre operasi 1
+ 50 mmhg deri pre operasi 0
3 Kesadaran
Sadar penuh mudah di panggil 2
Bangun jika di panggil 1
Tidak ada respon 0
4 Warna Kulit
Kemerahan 2
Pucat 1
Sianosis 0
5 Aktifitas motorik
Gerak bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
Jika Jumlah > 8 penderita dapat pindah keruangan

15
B. Stewarrd Score (Anak-anak)
No Kriteria Score
1 Pergerakan
Gerak Bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
2 Pernafasan
Batuk, Menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan 0
3 Kesadaran
Menangis 2
Bereaksi Terhadap 1
Rangsangan
Tidak bereaksi 0
Jika Jumlah > 5 Penderita dapat dipindahkan keruangan

C. Bromage Score (Blok Perifer)


No Kriteria Score
1 Dapat mengangkat tungkai bawah 0
2 Tidak dapat mengangkat menekuk lutut tetapi 1
dapat mengangkat kaki
3 Tidak dapat menggangkat tungkai bawah 2
tetapi masih dapat menekuk lutut
4 Tidak dapat menggangkat kaki sama sekali 3
Jika Jumlah score < 2 Penderita dapat dipindahkan keruangan

16
Faktor yang harus diperhatikan sebelum mengirim pasien keruangan adalah :
1. Observasi minimal 30 menit setelah pemberian narkotik atao obat penawarnya
(nolakson) secara intravena.
2. Observasi minimal 60 menit setelah pemberian antibiotik. Antiemetik atau narkotik
secara intamuskular (IM)
3. Observasi minimal 60 menit setelah ekstubasi
4. Observasi minimal 30 menit setelah oksigen dihentikan.
5. Tindakan lain akan ditentukan kemudian oleh dokter spesialis anestesi dan dokter
operator.

17
BAB V
DOKUMENTASI

Pencatatan rekam medis oleh pemberi perawatan pasca anastesi dilakukan pada
beberapa dokumen antara lain : catatan perkembangan pasien terintregasi dan lembar laporan
pasca anastesi.
Semua monitoring fungsi vital dan tindakan palayanan dicatat pada lembar laporan
pasca anestesi. Dalam melakukan observasi fungsi vital selama diruang pulih. Petugas harus
merespon dan mendokumentasikan semua perubahan fungsi vital pasien selama pasca
anastesi/pembedahan. Adanya komplikasi serta kegawatan fungsi vital pasien harus segera
dilaporkan pada dokter ahli anestesi agar setelah mendapat tindakanpenanganan.

5.1 CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERITREGASI


Dilembar ini dokter/perawat pemberi pelayanan pasca anastesi melakukan dokumentasi
tindakan pelayanan pasca anestesi dengan teknik S-O-A-P.

5.2 LEMBAR LAPORAN ANASTESI

Lembar ke-1
Lembar ini adalah lembar dokumentasi tindakan assesmen pra anestesiyang harus diisi dengan
lengkap. Lembar ini berisi informasi mengenai biodata pasien, informasi (I) tentang
pemeriksaan pra anestesi , analisa (A) dari hasil pemeriksaan dan rencana (R) program
anestesi yang akan dilakukan serta ditandatangani oleh dokter pelaksana tindakan anestesi
(DPJP)

Lembar ke-2
Lembar kedua adalah lembar dokumentasi monitoring selama anastesi. Lembar ini harus diisi
lengkap karena lembar ini memcatat tentang waktu dimulainya dan akir anestesi, kondisi

18
klinis pasien selama anestesi, pemebrian jenis dan dosisi obat anastesi serta waktu
pemberiannya. Tanda-tanda vital yang harus diisi setiap 5 menit selama pemberian, tanda-
tanda vital yang harus diisi lengkap selama 5 menit selama pemberian anastesi, dan
ditandatangani oleh petugas yang memonitorselama anastesi baik dokter anestesi ataupun
perawat anestesi.

Lembar Ke 3
Lembar ini adalah lembar dokumentasi pasca anastesi yang dimulai dari pencatatan waktu
masuknya pasien keruang pemulihan, hasil pemantauan tanda-tanda vital, skala nyeri,
penilaian kriteria pemindahan/pemulangan pasien, dischare summary, waktu pasien keluar
dari ruang pemulihan dan dokumentasi ini harus di tanda tangani oleh perawat RR

Lembar Ke 4
Lembar ini adalah lembar intruksi pasca sedasi yang harus diisi dan ditanda tangai oleh dokter
pemberi sedasi (DPJP), intruksi yang berisi tentang obat-obatan, mobilisasi, diit/nutrisi,
edukasi/ follow up,dll.

19

Anda mungkin juga menyukai