Anda di halaman 1dari 32

Modul 4

Kegiatan Belajar 1
Catu Daya Switching

A. Pendahuluan
Kegiatan belajar ini akan mengajak peserta untuk memahami dan
menganalisis komponen elektronika sebagai switching pada sistem catu daya.
Peserta diharapkan dapat menguraikan prinsip kerja komponen switching pada
catu daya. Pemahaman tersebut diharapkan menjadi bekal dalam perancangan
catu daya switching pada rangkaian tertentu. Peserta juga diharapkan dapat
mengevaluasi kinerja catu daya switching.

B. Capaian Pembelajaran
Menganalisis dan mengevaluasi komponen elektronika sebagai switching pada
sistem catu daya
Sub capaian pembelajaran :
1. Menguraikan Catu Daya Secara Umum
2. Menguraikan prinsip kerja komponen switching pada catu daya
3. Merancang catu daya switching pada rangkaian tertentu
4. Mengevaluasi kinerja catu daya switching

C. Materi
Materi 1. Catu Daya Secara Umum
Dikutip dari teknikelektronika.com dalam artikel yang berjudul
Pengertian power supply dan jenis-jenisnya, power supply atau dalam bahasa
Indonesia disebut dengan catu daya adalah suatu alat listrik yang dapat
menyediakan energi listrik untuk perangkat listrik ataupun elektronika
lainnya. Pada dasarnya power supply atau catu daya memerlukan sumber
energi listrik yang kemudian mengubahnya menjadi energi listrik yang
dibutuhkan oleh perangkat elektronika lainnya. Oleh karena itu, power supply
kadang-kadang disebut juga dengan istilah electric power converter.
1. Klasifikasi Power Supply
Dikutip dari teknikelektronika.com dalam artikel yang berjudul
Pengertian power supply dan jenis-jenisnya, pada umumnya power
supply dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Power Supply Berdasarkan Fungsinya
1) Regulated Power Supply
Regulated Power Supply adalah power supply yang dapat
menjaga kestabilan tegangan dan arus listrik, meskipun terdapat
perubahaan atau variasi pada beban atau sumber listrik (tegangan
dan arus input).
2) Unregulated Power Supply
Unregulated Power Supply adalah power supply tegangan
ataupun arus listriknya dapat berubah ketika beban berubah atau
sumber listriknya mengalami perubahan.
3) Adjustable Power Supply
Adjustable Power Supply adalah power supply yang
tegangan atau arusnya dapat diatur sesuai kebutuhan dengan
menggunakan knob mekanik. Terdapat 2 jenis Adjustable Power
Supply yaitu Regulated Adjustable Power Supply dan Unregulated
Adjustable Power Supply.
b. Power Supply Berdasarkan Bentuknya
1) Power supply internal (built in)
Power supply biasanya ditempatkan di dalam atau menyatu ke
dalam perangkat-perangkat tersebut sehingga konsumen tidak
dapat melihatnya secara langsung. Jadi hanya sebuah kabel listrik
yang dapat terlihat dari luar. Misalnya pada televisi, monitor
komputer, komputer desktop maupun DVD player,
2) Power supply stand alone
Berada diluar perangkat elektronika seperti charger handphone
dan adaptor laptop. Ada juga power supply stand alone yang
bentuknya besar dan dapat disetel tegangannya sesuai dengan
kebutuhan.
c. Power Supply Berdasarkan Metode Konversinya
1) Power Supply Linier
Power supply mengkonversi tegangan listrik secara langsung dari
input-nya
2) Power Supply Switching
Mmengkonversi tegangan input ke pulsa AC atau DC terlebih
dahulu.
2. Jenis-Jenis Power Supply
a. DC Power Supply
Pencatu daya yang menyediakan tegangan maupun arus listrik dalam
bentuk direct current (DC) dan memiliki polaritas yang tetap yaitu
positif dan negatif untuk bebannya. Terdapat 2 jenis DC power supply
yaitu :
1) AC to DC power supply
AC to DC Power Supply, yaitu DC Power Supply yang
mengubah sumber tegangan listrik AC menjadi tegangan DC yang
dibutuhkan oleh peralatan elektronika. AC to DC Power Supply
pada umumnya memiliki sebuah transformator yang menurunkan
tegangan, dioda sebagai penyearah dan kapasitor sebagai
penyaring (filter).
2) Linear power supply
Linear power supply berfungsi untuk mengubah tegangan
DC yang berfluktuasi menjadi konstan (stabil) dan biasanya
menurunkan tegangan DC Input.
b. AC Power Supply
Power supply yang mengubah suatu taraf tegangan AC ke taraf
tegangan lainnya. Contohnya AC Power Supply yang menurunkan
tegangan AC 220V ke 110V untuk peralatan yang membutuhkan
tegangan 110VAC. Atau sebaliknya dari tegangan AC 110V ke 220V.
c. Switch Mode Power Supply
Switch-Mode Power Supply (SMPS) adalah jenis power supply
yang langsung menyearahkan (rectify) dan menyaring (filter)
tegangan Input AC untuk mendapatkan tegangan DC. Tegangan DC
tersebut kemudian di-switch ON dan OFF pada frekuensi tinggi
dengan sirkuit frekuensi tinggi sehingga menghasilkan arus AC yang
dapat melewati transformator frekuensi tinggi.
d. Programable Power Supply
Programmable Power Supply adalah jenis power supply yang
pengoperasiannya dapat dikendalikan oleh remote control melalui
antarmuka (interface) Input Analog maupun digital seperti RS232 dan
GPIB.
e. Uninterruptible Power Supply
Uninterruptible Power Supply atau sering disebut dengan UPS
adalah power supply yang memiliki 2 sumber listrik yaitu arus listrik
yang langsung berasal dari tegangan input AC dan baterai yang
terdapat didalamnya. Saat listrik normal, tegangan input akan secara
simultan mengisi baterai dan menyediakan arus listrik untuk beban
(peralatan listrik). Tetapi jika terjadi kegagalan pada sumber tegangan
AC seperti matinya listrik, maka baterai akan mengambil alih untuk
menyediakan tegangan untuk peralatan listrik/elektronika yang
bersangkutan.
f. High Voltage Power Supply
High Voltage Power Supply adalah power supply yang dapat
menghasilkan tegangan tinggi hingga ratusan bahkan ribuan volt.
High Voltage Power Supply biasanya digunakan pada mesin X-ray
ataupun alat-alat yang memerlukan tegangan tinggi.

3. Prinsip Kerja Power Supply DC


Dikutip dari teknikelektronika.com dalam artikel yang berjudul
Prinsip kerja DC power supply, Sebuah DC Power Supply atau Adaptor
pada dasarnya memiliki 4 bagian utama agar dapat menghasilkan arus
DC yang stabil. Keempat bagian utama tersebut diantaranya adalah
transformer, rectifier, filter dan voltage regulator.

Gambar 1. Blok Diagram Power Supply DC


Sumber: teknikelektronika.com

a. Transformator
Transformator (Transformer) atau disingkat dengan trafo yang
digunakan untuk DC Power supply adalah transformer jenis step-down
yang berfungsi untuk menurunkan tegangan listrik sesuai dengan
kebutuhan komponen elektronika yang terdapat pada rangkaian
adaptor (DC Power Supply). Transformator bekerja berdasarkan
prinsip induksi elektromagnetik yang terdiri dari 2 bagian utama yang
berbentuk lilitan yaitu lilitan primer dan lilitan sekunder. lilitan primer
merupakan input dari pada transformator sedangkan output-nya adalah
pada lilitan sekunder. Meskipun tegangan telah diturunkan, output dari
transformator masih berbentuk arus bolak-balik (arus AC) yang harus
diproses selanjutnya.

Gambar 2. Transformator Step Down


Sumber: teknikelektronika.com
Sebuah transformator pada dasarnya terdiri dari dua kumparan
yang digulung diatas satu kern (bahan besi) yang dimiliki secara
bersama-sama. Perbandingan jumlah lilitan antara kumparan primer
dan kumparan sekunder menentukan perbandingan voltase antara
kedua kumparan tersebut. Jumlah lilitan, tebal, bahan kawat lilitan,
serta besar, bentuk dan bahan kern menentukan sifat transformator
ketika dibebani, yaitu ketika arus mengalir keluar dari kumparan
sekunder. Sifat dari transformator adalah berapa arus bisa keluar tanpa
menyebabkan transformator menjadi terlalu panas dan berapa
resistivitas keluarannya. Karena setiap transformator memiliki
resistivitas keluaran, maka kalau ada arus yang mengalir keluar dari
kumparan sekunder, maka voltase akan berkurang. Jadi sifat listrik
pada transformator ditentukan oleh voltase keluaran tanpa beban,
resistivitas output dan arus maksimal.
Transformator memiliki kumparan primer dan kumparan sekunder,
tegangan-tegangan primer dan sekunder pada transformator ideal
memiliki hubungan sebagai berikut:
(1)

Dimana V1 = tegangan primer


V2 = tegangan sekunder
N1 = banyak lilitan pada belitan primer
N2 = banyak lilitan pada belitan sekunder
Jumlah lilitan menentukan tegangan output transformator. Pada
power supply, jumlah lilitan primer lebih banyak dari jumlah lilitan
sekunder, sehingga tegangan output transformator akan lebih rendah
dari tegangan jala-jala.
Transformator juga berfungsi sebagai pengaman, Malvino dalam
terjemahan Barmawi dan Tjia (1985 : 48) mengatakan bahwa:
Transformator mengasingkan beban dari jala-jala. Artinya, satu-
satunya hubungan dengan jala-jala ialah dengan melalui medan magnit
yang menghubungkan belitan primer dengan belitan sekunder.
Selanjutnya ini mengurangi bahaya kejutan listrik karena tak ada lagi
hubungan listrik yang langsung dengan kedua sisi jala-jala.
Berdasarkan pendapat diatas, transformator dalam power supply
memiliki 2 fungsi, yaitu sebagai penurun tegangan dan sebagai
pengaman beban dari jala-jala listrik.
b. Rectifier
“Sebagian besar rangkaian elektronika membutuhkan
tegangan DC untuk dapat bekerja dengan baik. Karena tegangan jala-
jala adalah tegangan AC, maka yang harus dilakukan terlebih dahulu
dalam setiap peralatan elektronika adalah mengubah tegangan AC ke
tegangan DC”(Malvino, 1984, terjemahan Barmawi, 1999: 45).
Rectifier atau penyearah gelombang adalah rangkaian
elektronika dalam power supply (catu daya) yang berfungsi untuk
mengubah gelombang AC menjadi gelombang DC setelah
tegangannya diturunkan oleh transformator step down. Rangkaian
rectifier biasanya terdiri dari komponen dioda. Terdapat 2 jenis
rangkaian rectifier dalam power supply yaitu :
1) Penyearah Setengah Gelombang (Half Wave Rectifier)
Penyearah setengah gelombang atau half wave rectifier
merupakan penyearah yang paling sederhana karena hanya
menggunakan 1 buah dioda untuk menghambat sisi sinyal negatif
dari gelombang AC dari power supply dan melewatkan sisi sinyal
positifnya.

Gambar 3. Penyearah Setengah Gelombang


Sumber : teknikelektronika.com

Pada prinsipnya, arus AC terdiri dari 2 sisi gelombang


yakni sisi positif dan sisi negatif yang bolak-balik. Sisi positif
gelombang dari arus AC yang masuk ke dioda akan
menyebabkan dioda menjadi forward bias sehingga
melewatkannya, sedangkan sisi negatif gelombang arus AC yang
masuk akan menjadikan dioda dalam posisi reverse bias
sehingga menghambat sinyal negatif tersebut.
2) Penyearah Gelombang Penuh (Full Wave Rectifier)
Terdapat 2 cara untuk membentuk penyearah gelombang
penuh. Kedua cara tersebut tetap menggunakan dioda sebagai
penyearahnya namun dengan jumlah dioda yang berbeda yaitu
dengan menggunakan 2 dioda dan 4 dioda. Penyearah gelombang
penuh 2 dioda memerlukan transformator khusus yang
dinamakan dengan transformator CT (center tap). transformator
CT memberikan tegangan output yang berbeda fasa 180° melalui
kedua terminal output sekundernya.

Gambar 4. Penyearah Gelombang Penuh Dengan Dua Dioda


Sumber : Teknikelektronika.com

Pada saat output transformator CT pada terminal pertama


memberikan sinyal positif pada D1, maka terminal kedua pada
transformator CT akan memberikan sinyal negatif yang berbeda
fasa 180° dengan terminal pertama. D1 yang mendapatkan sinyal
positif akan berada dalam kondisi forward bias dan melewatkan
sisi sinyal positif tersebut, sedangkan D2 yang mendapatkan
sinyal negatif akan berada dalam kondisi reverse bias sehingga
menghambat sisi sinyal negatifnya. Sebaliknya, pada saat
gelombang AC pada terminal pertama berubah menjadi sinyal
negatif maka D1 akan berada dalam kondisi reverse bias dan
menghambatnya. Terminal kedua yang berbeda fasa 180° akan
berubah menjadi sinyal positif sehingga D2 berubah menjadi
kondisi forward bias yang melewatkan sisi sinyal positif tersebut.
Bridge rectifier merupakan cara menyearahkan yang paling
terkenal karena menonjolkan puncak tegangan yang sama dengan
penyearah setengah gelombang dan mempunyai nilai rata-rata
yang lebih tinggi dari rectifier center tap. (Malvino, 1984,
terjemahan Barmawi dan Tjia, 1994: 54).

Gambar 5. Bridge Rectifier


Sumber : teknikelektronika.com

Gambar 5 merupakan bentuk dari bridge rectifier. Sebuah


bridge rectifier sederhana digambarkan dengan empat buah dioda
yang disusun model jembatan. Meski terdiri dari empat buah
dioda, pada kenyataannya hanya dua dioda yang bekerja pada
masing-masing fase sinyal sinus. Dioda D1 dan D3 memproses
tegangan positif dari sinyal sinus, sedangkan D2 dan D4
memproses tegangan negatif dari sinyal sinus. Tegangan DC
yang dihasilkan dapat dicari dengan penggunakan rumus:

Vdc = = 0,637*Vmax = 0,9*Vrms (2)

Dimana : Vdc = tegangan DC


Vrms = tegangan efektif
Vmax = tegangan maksimum
c. Filter
Keluaran penyearah rata-rata adalah tegangan DC berdenyut.
Penggunaan keluaran seperti ini hanya terbatas untuk mengisi
baterai, menjalankan motor DC dan sedikit pemakaian lainnya. Yang
benar-benar dibutuhkan oleh sebagian besar rangkaian elektronika
adalah tegangan DC yang bernilai tetap, sama seperti tegangan yang
berasal dari baterai. Untuk mengubah sinyal-sinyal setengah
gelombang dan gelombang penuh ke tegangan DC yang tetap,
diperlukan sebuah penapis atau filter. (Malvino, 1984, terjemahan
Barmawi dan Tjia, 1999: 57).
Dalam rangkaian power supply, filter digunakan untuk
meratakan tegangan yang keluar dari rectifier. Filter ini biasanya
terdiri dari komponen kapasitor (Kondensator) yang berjenis
elektrolit atau ELCO (Electrolyte Capacitor). Prinsip kerja filter
adalah pengisian dan pembuangan kapasitor sehingga keluarannya
hampir merupakan tegangan konstan, perbedaannya dengan DC
murni hanyalah pada ripple kecil yang disebabkan oleh pengisian
dan pembuangan kapasitor. (Malvino, 1979, terjemahan Hanapi
gunawan, 1992: 70).

Gambar 6. Cara Kerja Filter


Sumber: aryutomo.files.wordpress.com

Filter bekerja berdasarkan prinsip pengisian dan pengosongan


kapasitor. Pada saat dioda rectifier forward bias, kapasitor akan
mengisi dan menyimpan tegangan sebanyak tegangan yang
dihasilkan dioda. Pada saat dioda reverse bias, tegangan yang
disimpan kapasitor akan dilepaskan sampai tegangan dioda kembali
mengisi kapasitor. Hal ini menyebabkan ripple yang berasal dari
penyearah akan berkurang karena tegangan output dari filter
mendekati tegangan DC murni.

Gambar 7. Cara Kerja Kapasitor Sebagai Filter


Sumber: electronik-circuit-ags.blogspot.co.id

Besar kapasitansi kapasitor sangat berpengaruh terhadap riak


atau ripple tegangan DC yang dihasilkan. Hal ini dibuktikan oleh
rumus:

Vrip = (3)

Dimana : Vrip = tegangan riak atau ripple


I = arus beban DC
f = frekuensi
C = kapasitansi kapasitor

d. Voltage Regulator
Untuk menghasilkan Tegangan dan Arus DC (arus searah)
yang tetap dan stabil, diperlukan voltage regulator yang berfungsi
untuk mengatur tegangan sehingga tegangan output tidak
dipengaruhi oleh suhu, arus beban dan juga tegangan input yang
berasal output filter. Voltage regulator pada umumnya terdiri
dari dioda zener, transistor atau IC (Integrated Circuit).
Pada DC Power Supply yang canggih, biasanya voltage
regulator juga dilengkapi dengan short circuit protection
(perlindungan atas hubung singkat), current limiting (pembatas arus)
ataupun over voltage protection (perlindungan atas kelebihan
tegangan).
Malvino (1979) dalam terjemahan Hanapi gunawan (1992:
83) mengatakan bahwa “Cara yang sederhana untuk
menyempurnakan pengaturan tegangan adalah dengan regulator
zener”. Tegangan yang berasal dari power supply digunakan sebagai
tegangan input terhadap regulator zener. Selama tegangan input
lebih besar dari tegangan dioda zener (Vz), dioda zener akan bekerja
pada daerah breakdown. Dioda zener biasanya digabungkan dengan
resistor pembatas seri. Resistor pembatas seri (Rs) berfungsi
mencegah arus zener melebihi batas arus maksimum.

Gambar 8. Regulator zener


Sumber: rfwireless-world.com

Menurut Malvino (1979) dalam terjemahan Hanapi gunawan


(1992: 83), secara ideal dioda zener berlaku seperti baterai, oleh
sebab itu tegangan bebannya konstan. Sebagai contoh misalnya
tegangan yang keluar dari power supply berubah, selama tegangan
ini lebih besar dari tegangan breakdown zener, dioda zener tetap
akan bekerja pada daerah breakdown sehingga tegangan beban tetap
konstan.
VL = Vz (4)
Dimana : VL = tegangan beban
Vz = tegangan zener
4. Power Supply DC Tanpa Transformator
Dikutip dari www.zen22142.zen.co.uk dalam artikel yang berjudul
Transformerless Power Supply, Rangkaian power supply DC dibuat tanpa
menggunakan transformator step-down pada umumnya. Proses
menurunkan tegangan AC 220 volt digantikan menggunakan rangkaian
resistor, kapasitor dan dioda zener. Aplikasi dari rangkaian power supply
transformerless ini dapat ditemui pada balast lampu neon hemat energi.

Gambar 9. Rangkaian Power Supply Tanpa Transformator


Sumber: www.zen22142.zen.co.uk

Gambar rangkaian pada gambar 9 merupakan salah satu contoh


rangkaian power supply tanpa transformator. Rangkaian power supply
tersebut dapat memberikan tegangan output 12VDC yang stabil. Tegangan
AC 220V diturunkan menggunakan konfigurasi resistor, kapasitor dan
dioda zener, lalu disearahkan menggunakan dioda bridge dan diratakan
oleh kapasitor elektrolit. Tegangan DC yang telah rata lalu distabilkan
menggunakan dioda zener. Tegangan output rangkaian ini tidak boleh
disentuh tangan karena akan terjadi sengatan listrik. Hal ini disebabkan
output rangkaian power supply ini terhubung ke jaringan AC 220V.
Sebagian peralatan elektronika sering mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh ketidakstabilan besar tegangan yang dicatu oleh rangkaian
catu dayanya, hal ini menyebabkan pesawat elektronika tidak bekerja
sebagaimana mestinya dan berakhir dengan kerusakan yang fatal pada
komponen-komponen aktif. Pada peralatan elektronika, peran catu daya
sangat penting dalam menciptakan kinerja yang optimal. Hampir semua
perangkat elektronika yang membutuhkan sumber daya yang stabil
menggunakan Switching.

Materi 2. Komponen Switching pada Catu Daya


a. Transformator switching
Transformator switching memiliki inti ferit, berbeda dengan
transformator biasa yang menggunakan inti besi, karena transformator
switching bekerja pada frekuensi yang tinggi yaitu sekitar 20 KHz.
Prinsip kerja transformator switching adalah sebagai berikut:

Gambar 10. Transformator switching


Tegangan searah yang dihasilkan oleh rangkaian catu daya akan
dibuat menjadi tegangan berbentuk pulsa oleh transistor switching,
sehingga pada kumparan primer transformator akan terjadi hentakan
yang berasal dari teganagn DC yang berbentuk pulsa. Akibat dari
tegangan bergelombang berbentuk pulsa tersebut pada transformator
akan terjadi induksi elektromagnetik yang menginduksikan tegangan
dari kumparan primer ke kumparan skunder.
Dalam aplikasinya mengenai catu daya, transformator switching
banyak digunakan pada televisi dan monitor untuk membagi-bagi
tegangan keluaran pada masing-masing rangkaian regulator setelah
menginduksikan tegangan dari kumparan primer ke kumparan skunder.

b. Optocoupler
Optocoupler adalah komponen elektronika yang berfungsi sebagai
penghubung berdasarkan cahaya optik. Pada dasarnya optocoupler
terdiri dari 2 bagian utama yaitu transmitter yang berfungsi sebagai
pengirim cahaya optik dan receiver yang berfungsi sebagai pendeteksi
sumber cahaya.
Pada prinsipnya, optocoupler dengan kombinasi LED (Light
Emitting Diode) yang memancarkan cahaya infra merah (IR LED) dan
sebuah komponen semikonduktor yang peka terhadap cahaya
(Phototransistor) sebagai bagian yang digunakan untuk mendeteksi
cahaya infra merah yang dipancarkan oleh IR LED.

Gambar 11. Rangkaian internal komponen optocoupler

Arus listrik yang mengalir melalui IR LED akan menyebabkan IR


LED memancarkan sinyal cahaya infra merahnya. Intensitas cahaya
tergantung pada jumlah arus listrik yang mengalir pada IR LED
tersebut. Kelebihan cahaya infra merah adalah pada ketahanannya
yang lebih baik jika dibandingkan dengan cahaya yang tampak.
Cahaya infra merah yang dipancarkan tersebut akan dideteksi oleh
phototransistor dan menyebabkan terjadinya hubungan atau switch ON
pada phototransistor. Prinsip kerja phototransistor hampir sama dengan
transistor bipolar biasa, yang membedakan adalah terminal basis
(base) phototransistor merupakan penerima yang peka terhadap
cahaya.
c. Osilator
Osilator merupakan suatu rangkaian elektronika yang
menghasilkan sejumlah getaran atau sinyal listrik secara periodik
dengan amplitudo yang konstan. Gelombang sinyal yang dihasilkan
ada yang berbentuk Gelombang Sinus (Sinusoide Wave), Gelombang
Kotak (Square Wave) dan Gelombang Gigi Gergaji (Saw Tooth Wave).
Pada dasarnya sinyal arus searah atau DC dari catu daya (power
supply) dikonversikan oleh rangkaian osilator menjadi sinyal arus
bolak-balik atau AC sehingga menghasilkan sinyal listrik yang
periodik dengan amplitudo konstan.

Gambar 12. Blok diagram osilator

Suatu rangkaian osilator yang sederhana memiliki 2 bagian utama


yaitu penguat (amplifier) dan umpan balik (feedback). Pada dasarnya
sebuah osilator membutuhkan sinyal yang kecil yang berasal dari
penguat. Osilasi akan terjadi jika penguat ditambahkan suatu arus
listrik untuk menghasilkan sinyal kecil. Sinyal kecil tersebut akan
menjadi umpan balik ke penguat. Oleh sebab itu jika keluaran penguat
sama dengan fasa dari sinyal umpan balik itu maka osilasi akan terjadi.
Dalam osilator umpan balik, umpan balik positif dari luar cukup untuk
membuat hasil yang tidak terhingga dan memberikan resistansi negatif
yang diperlukan untuk menanggulangi peredaman alami dari isolator.
d. Transistor sebagai Switching
Transistor sebagai switching yaitu dengan mengoperasikan
transistor pada salah satu dari titik saturasi atau titik cut-off, dimana
kedua kondisi ini bisa diperoleh dengan pengaturan besarnya arus
yang melalui basis transistor. Kondisi saturasi akan diperoleh jika
basis transistor diberi arus cukup besar sehingga transistor mengalami
jenuh dan berfungsi seperti switch yang tertutup. Sedangkan kondisi
cut-off diperoleh jika arus basis dilalui oleh arus yang sangat kecil
atau mendekati nol ampere, sehingga transistor bekerja seperti switch
yang terbuka. Sebenarnya seri dan jenis transistor memiliki spesifikasi
yang berbeda-beda mengenai arus yang dibutuhkan untuk mencapai
kondisi jenuh atau cut-off. Tetapi biasanya tidak terlalu jauh berbeda
kecuali terbuat dari bahan semikonduktor yang berbeda (silikon atau
germanium). Gambar 13 (a,b) adalah rangkaian transistor sebagai
switch.

Gambar 13 . Transistor sebagai switching

Jika arus basis (IB) lebih besar atau sama dengan IB(sat), maka
transistor beroperasi pada titik saturasi dan transistor berfungsi seperti
sebuah switch tertutup. Sebaliknya jika arus basis sama dengan nol
(IB=0) , maka transistor beroperasi pada titik cut-off dan transistor
berfungsi sebagai switch terbuka.
Untuk mendesain transistor sebagai switch, maka dikenal istilah
hard saturation yang berarti bahwa arus basis cukup besar untuk
membuat transistor saturasi pada semua harga dari βdc. Pedoman
desain dari hard saturation adalah mempunyai arus basis kira-kira
sepersepuluh dari harga arus saturasi kolektor. Gambar 14
menunjukkan ilustrasi transistor sebagai switch.

Gambar 14. Ilustrasi transistor sebagai switch

Switch Mode Power Supplies (SMPS)


SMPS adalah salah satu dari jenis power supply yang
menggunakan prinsip switching untuk menghasilkan nilai tegangan yang
diinginkan pada outputnya. Jika dibandingkan proses regulasi tegangan
menggunakan IC regulator, maka jenis ini lebih efisien.
Terdapat tiga macam cara operasi pada power supplay SMPS :
1. Buck Switch Mode Power Supply
Regulator Buck digunakan untuk men-switching suatu nilai
tegangan DC menjadi nilai yang lebih rendah dengan polaritas yang
sama, misalnya menurunkan 12 Vdc menjadi 5 Vdc. Contoh
rangkaian regulator terlihat pada gambar 15.

Gambar 15. Buck Switch Mode Power Supply


Sumber : https://www.electronics-tutorials.
2. Boost Switch Mode Power Supply
Regulator boost digunakan untuk menswitching atau
meregulasi suatu nilai tegangan DC menjadi nilai yang lebih tinggi
dengan polaritas yang sama atau dengan kata lain meregulasi tegangan
yang lebih besar. Contohnya + 5 Vdc menjadi +12 Vdc. Contoh
rangkaian regulator terlihat pada gambar 16.

Gambar 16. Boost Switch Mode Power Supply


https://www.electronics-tutorials.

3. Buck-Boost Switching Regulator


Buck-boost regulator merupakan kombinasi dari buck regulator
dan boost regulator. Jenis regulator ini digunakan untuk men-
switching atau meregulasi suatu nilai tegangan DC menjadi nilai yang
lebih tinggi atau rendah dengan polaritas yang berlawanan dengan
inputnya. Contoh rangkaian regulator terlihat pada gambar 17.

Gambar 17. Buck-boost Switch Mode Power Supply


https://www.electronics-tutorials.
Materi 3. Perancangan Catu Daya Switching Sesuai dengan Kebutuhan
Rangkaian
Catu daya switching merupakan salah satu jenis catu daya yang
digunakan saat ini pada banyak aplikasi. Catu jenis ini memiliki keunggulan
dibandingkan dengan jenis yang lain. Sebagai perbandingan dapat dilihat pada
tabel 1 berikut :
Tabel 1. Perbandingan power supply switching dengan power supply
konvensional
No Hal Switching Power Konvensional Power
Supply Supply
1 Efisiensi Umumnya antara 65 Umumnya antara 25%
kenaikan % sampai 85%, suhu samapi 50% suhu
temperatur 2000C samapi 4000C 5000C sampai 10000C
masih diterima

2 Tegangan kerut Umumnya diperoleh Tidak sulit


antara 20-59 mVpp, mendapatkan tegangan
untuk memperoleh kerut sebesar 5 mV,
tegangan kerut yang yang lebih kecil bisa
lebih kecil sulit dibuat tetapi harganya
dilakukan mahal
3 Regulasi Spesifikasi umum Umumnya 0,1% dan
keseluruhan adalah 0,3 % sulit untuk regulasi yang
untuk memperoleh lebih baik masih dapat
regulasi yang lebih diperoleh dengan harga
baik yang lebih tinggi
4 Berat 60 watt/kg 20 – 30 watt/kg
5 Volume 1 inchi3/watt 2 – 3 inchi3/watt,
tergantung dari metode
pembuangan panas
6 Isolasi dari Sangat baik, sering Sangat kurang
transien jala-jala kali lebih dari 60 dB dibandingkan dengan
jenis switching, jala-
jala yang bersifat noise
dapat mengganggu
beban
7 RFI dan EMI Dapat mengganggu, Sedikitnya bisa menjadi
memerlukan faktor yang merugikan
perhitungan dan
penapisan
8 Magnetis Beberapa rancangan Perlu magnetis 60 Hz
dapat menyalurkan yang mahal dan besar
magnetis 60 Hz dalam tingkat daya
yang lebih
9 Keandalan Rancangan dipusatkan Semakin tinggi
agar lebih handal temperatur kerja
dengan temperatur semakin berkurang
kerja yang lebih kehandalannya
dingin
10 Harga Melihat pesatnya Umumnya lebih murah,
teknologi tapi dengan faktor-
semikonduktor ada faktor yang ada dalam
kemungkinan sistem, faktor harga
pembuatannya lebih bisa menjadi lebih
murah dibandingkan tinggi
dengan linier

Catu daya yang baik harus dirancang dan dibuat sesuai dengan
kebutuhan rangkaian terutama dari sisi nilai tegangan dan besar arus output-
nya. Pada aplikasi tertentu misalnya sebagai catu daya televisi display CRT
diperlukan beberapa nilai tegangan yang dibutuhkan rangkaian. Sehingga pada
output catu daya menggunakan beragam tahapan proses regulasi. Selain kedua
hal tersebut, ada banyak hal lain yang menjadi pertimbangan mengacu kepada
karakteristik catu daya.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan catu
daya diantaranya :
1. Jenis catu daya.
2. Output tegangan yang dihasilkan.
3. Besar arus output maksimal.
4. Keamanan dan sistem proteksi catu daya.
5. Tingkat ketersediaan komponen.
Pada bagian ini akan diberikan beberapa contoh rancangan rangkaian
catu daya sesuai dengan kebutuhan pemakaiannya.
1. Perancangan catu daya jenis switching (SMPS) tegangan output 12 Volt dan
5 Volt DC 1 Ampere.
Contoh rangkaian di bawah merupakan hasil rancangan sesuai dengan
kegunaannya.
Gambar 18. Rancangan Catu Daya tegangan output 12 Volt dan 5 Volt DC 1 A

Berikut dijelaskan fungsi masing bagiannya :


a. Input tegangan AC disearahkan menjadi DC tegangan tinggi
menggunakan 4 diode 1N4007 berupa penyearah jembatan.
b. Tegangan tinggi DC kemudian difilter pada kapasitor elektrolit
tegangan tinggi 400 Vdc.
c. Chip VIPer 22A berfungsi sebagai osilator dengan frekuensi 100 KHz.
Selain itu Chip tersebut juga berfungsi sebagai pengaman / proteksi
internal dari adanya tegangan tiba-tiba diluar nilai standar. IC / chip
juga bersifat detektor termal/panas yang akan meng-off-kan rangkaian
jika terjadi kelebihan panas pada rangkaian.
d. Tegangan terinduksi dari kumparan primer ke sekunder menjadi
tegangan yang lebih kecil (step down). Arus yang dihasilkan sekitar 1
Ampere. Sesuai dengan karakteristik dan lilitan transformator.
e. Jenis coil / lilitan yang digunakan menghasilkan tegangan 12 V dan
arus 1 Ampere pada bagian output catu daya.
f. Optocoupler PC817 digunakan sebagai penghubung feedback antara
bagian sekunder dan primer. Chip VIPer 22A akan menonaktifkan
rangkaian pada bagian primer jika terdapat sinyal kesalahan (error)
pada output.
g. Tegangan 12 Volt hasil regulasi pada bagian sekunder, diregulasi
kembali menggunakan regulator 5 Volt.
h. Hasil rancangan dan pemilihan komponen yang sesuai menghasilkan
tegangan 12 V dan 5 V.

2. Perancangan catu daya jenis switching (SMPS) tegangan output 3,3 V, 5


V dan 9 Volt DC 800 miliAmpere.
Contoh rangkaian pada gambar 19 merupakan hasil rancangan sesuai
dengan kegunaannya.
Penjelaskan fungsi masing bagiannya dari gambar 19 :
a. Pada bagian input C10, C13 dan L4 membentuk suatu filter yang disebut
EMI filter yang berfungsi untuk menahan noise.
b. D3, R1, R2, bersama dengan C1 membuat clamp-snubber sisi primer
untuk memperbaiki tegangan puncak pada pin Drain ketika perangkat
dimatikan. D3 adalah sebuah 1N4007G, sebuah model glass-passivated
dari 1N4007 biasa, dengan restorasi regulasi kembali EMF. D3
diletakkan berhubungan dengan R2, untuk meningkatkan EMI dan
mendapatkan output 3.3V, 5V, 9V yang diinginkan.
c. C3, C5, dan C7 berfungsi sebagai filter pada bagian output setelah dioda.
d. C4, C6, dan C8, berkonjungsi dengan L1, L2, dan L3 membentuk filter
output kedua untuk menghasilkan nilai tegangan yang diinginkan.
e. R4 and R5 mendeteksi amplitude tegangan output pada batas maksimal
3.3V dan 5V. Jika tegangan melebihi batas referensi, maka akan
mengaktifkan optocoupler.
f. Optocoupler berfungsi sebagai penghubung feedback untuk TL431.
g. TL431 regulator shunt meng-off-kan bagian primer transformator
sehingga rangkaian catu daya tidak bekerja.

Gambar 19. Rancangan Catu daya tegangan output 3,3 V , 5 V dan 9 Vdc 800 mA
Sumber : https://homemade-circuits.com/wp-content/uploads/2015/12/smps-2.png

Materi 4. Pengukuran Kinerja Catu Daya Switching


Menurut Malvino (1984) dalam terjemahan Barmawi (1996: 201),
mutu catu daya tergantung dari tegangan beban, arus beban, pengaturan
tegangan, dan faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
mutu catu daya tersebut diantaranya regulasi beban, regulasi sumber,
impedansi keluaran, penolakan riak, dan lain-lain.
1. Tegangan
Mohammad Ramdani (2008: 3) mengatakan bahwa :
“Tegangan (voltage) atau sering disebut “beda potensial”, adalah kerja
yang dilakukan untuk menggerakkan muatan sebesar satu coulomb dari
satu terminal ke terminal lainnya. Atau, dengan kata lain jika satu muatan
sebesar satu coulomb digerakkan atau dipindahkan, maka akan terdapat
beda potensial pada kedua terminalnya.”

Gambar 20. Beda Potensial Antara Dua Terminal


Pada gambar 20, terminal A mempunyai potensial yang lebih
tinggi daripada potensial di terminal B. Ada dua istilah yang dipakai pada
rangkaian listrik, yaitu :
a. Tegangan turun/voltage drop
Jika dipandang dari potensial lebih tinggi ke potensial lebih rendah,
dalam hal ini dari terminal A ke terminal B.
b. Tegangan naik/voltage rise
Jika dipandang dari potensial lebih rendah ke potensial lebih tinggi,
dalam hal ini dari terminal B ke terminal A.
2. Arus
Arus digambarkan dengan simbol I, didefenisikan sebagai
perubahan kecepatan muatan terhadap waktu. Pengertian lainnya adalah
muatan yang mengalir dalam satuan waktu (Mohammad Ramdani,2008:
3). Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa arus adalah muatan yang
bergerak. Selama muatan tersebut bergerak maka akan muncul arus, tetapi
ketika muatan tersebut diam maka arus pun akan hilang. Muatan akan
bergerak jika ada energi luar yang mempengaruhinya.
Dalam teori rangkaian, arus merupakan pergerakan muatan positif.
Ketika terjadi beda potensial di suatu elemen maka akan muncul arus
dimana arah arus positif mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah
dan arah arus negatif mengalir sebaliknya. Jika terdapat suatu arus yang
mengalir pada arah tertentu dengan nilai positif, maka arus tersebut akan
bernilai negatif jika mengalir ke arah yang berlawanan. Ada dua macam
arus, yaitu:
a. Arus searah (Direct Current/DC)
Arus DC adalah Arus yang mempunyai nilai polaritas yang
tetap atau konstan terhadap satuan waktu, artinya ditinjau dari waktu
kapanpun nilai polaritasnya akan selalu sama. Nilai polaritas bisa
selalu bernilai positif ataupun bernilai negatif.
b. Arus Bolak-balik (Alternating Current/AC)
Arus AC adalah arus yang mempunyai polaritas yang berubah-
ubah terhadap satuan waktu. Pada satu waktu nilai polaritasnya
positif, tetapi pada selang waktu lain nilai polaritasnya negatif.
3. Tegangan Ripple
Ripple adalah komponen AC yang tidak diinginkan pada tegangan
DC (Malvino, 1979, terjemahan Hanapi Gunawan,1992: 67). Keluaran
dari penyearah merupakan tegangan DC yang berubah-ubah (berdenyut)
perubahan ini yang disebut ripple. Ripple ini kemudian diperkecil oleh
kapasitor filter. Hasil keluaran filter hampir serupa dengan tegangan DC
murni yang seharga dengan puncak tegangan masuk, perbedaan dari
tegangan DC murni hanya berupa riak kecil yang disebabkan oleh
pengaruh kecil dari peralihan antara proses pengisian dan proses pengisian
kapasitor penapis (Malvino, 1979, terjemahan Hanapi Gunawan,1992:
102).
Gambar 21. Tegangan Ripple
Sumber: nadaindonesia.files.wordpress.com

4. Regulasi beban
Regulasi beban (disebut juga efek beban) ditentukan sebagai
perubahan tegangan keluar yang diatur bila arus beban berubah dari harga
minimum ke harga maksimum (Malvino, 1984, terjemahan Barmawi,
1996: 201). Rumus untuk mencari regulasi beban adalah:
LR = - (5)
Dimana LR = regulasi beban (load regulation)
= tegangan beban tanpa arus beban
= tegangan beban dengan arus beban penuh

Berdasarkan rumus diatas regulasi beban bisa diartikan perbedaan


tegangan output power supply sebelum diberi beban dan setelah diberi
beban. Regulasi beban sering diungkapkan dalam persen dengan membagi
perubahan pada tegangan beban dengan tegangan tanpa beban:
%LR = (6)

Dimana %LR = persen regulasi beban


= tegangan beban tanpa arus beban
= tegangan beban dengan arus beban penuh
5. Stabilitas Terhadap Perubahan Catu Jala-Jala
Stabilitas terhadap perubahan catu jala-jala juga mempengaruhi
dalam kualitas power supply, GC Loveday dalam terjemahan Ignatius
Hartono (1986: 28) mengatakan:
Parameter-parameter utama yang harus diukur oleh bagian
pengujian atau teknisi penyervis setelah mereka mengembalikan
unit daya adalah sebagai berikut:
a. Tegangan keluaran DC
b. Arus keluaran DC
c. Tegangan kerut keluaran pada beban penuh
d. Stabilisasi terhadap perubahan catu jala-jala
e. Regulasi dari beban nol sampai beban penuh

Berdasarkan kutipan diatas, stabilitas terhadap perubahan catu jala-


jala juga mempegaruhi karakteristik power supply. Tegangan input akan
mempengaruhi tegangan output. Menurut Richard Blocher (2004: 242)
power supply yang baik adalah power supply yang perubahan tegangan
output-nya kecil walaupun perubahan tegangan input-nya besar.
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat diartikan bahwa jika pada
kondisi normal power supply menghasilkan tegangan DC 12V, maka pada
saat tegangan sumbernya berubah tegangan output dari power supply juga
harus mendekati 12V.
Menurut GC Loveday dalam terjemahan Ignatius Hartono (1986:
29) Untuk pengukuran stabilitas, unit harus diberi beban penuh dan
diamati perubahan tegangan DC untuk perubahan masukan AC sebesar
10%. Masukan jala-jala dapat diubah-ubah dengan menggunakan auto-
trafo yang dapat disetel. Berdasarkan pendapat tersebut, untuk mengukur
stabilitas tegangan input dari power supply, tegangan AC harus ditambah
atau dikurangi sebesar 10%. jika tegangan AC yang dipakai adalah sebesar
220V, maka tegangan dirubah menjadi 242V dan 198V.
Pada bagian ini akan dilakukan pengujian pada rangkaian bagian
catu daya pada televisi seperti pada skematik diagram berikut :
Gambar 22. Rangkaian catu daya

1. Komponen yang terdapat pada bagian catu daya (transformator switching,


STR, Elektrolit Condensator, Dioda Bridge, optocoupler dll)
Tabel 2. Komponen pada bagian catu daya
No Nama Komponen Kode Komponen Data Komponen Keterangan
1 Trafo switching T511 Bck-28-49-01-99

2 Transistor V503 D5038


3 Elektolit C507 220 uF 450 v
condensator
4 Octocopler N501 -

2. Pada saat televisi dalam kondisi stand by, hasil pengukuran tegangan input
catu daya (live area),
Tabel 3. Pengukuran input
Titik Pengukuran Tegangan terukur
Input Dioda Bridge (AC) 225 VAC
Output Dioda Bridge / Elco Tegangan Tinggi (DC) 310 VDC
Pin 1 Transformator Switching 0 VDC
Pin 2 Transformator Switching 0 VDC
Pin 3 Transformator Switching 310 VDC
Pin 4 Transformator Switching 310 VDC
3. Hasil pengukuran tegangan output catu daya meliputi setiap pin output
transformator switching, setelah dioda penyearah dan regulator tegangan.
Data hasil pengukuran pada tabel berikut :
Tabel 4. Pengukuran output catu daya televisi dalam keadaan mati (stand-
by)
Titik Pengukuran
Pin output Ket-
tranformator Setelah dioda (dc) Setelah regulator (dc)
switching
Pin Vac Dioda Vdc tr Vdc
10 (gnd) 0V -- 0V -- 0
11 0V D551 0V -- 110 V
12 0V -- 0V -- 0
13 0V D554 0V V518(e) 26 V
14 0V D555 0V V702(e) 12 V 5 Va
V517(e) 8V
15 0V D556 0V -- 12 V
16 (gnd) 0V -- 0V 0 0V

Tabel 5. Pengukuran output catu daya televisi dalam keadaan hidup


(normal)
Tegangan Terukur
Pin sekunder (output) Setelah dioda Setelah regulator Ket-
tranformator switching (dc) (dc)
Pin Tegangan (V) Dioda Vdc Tr Vdc
10 (gnd) 0V -- - --
11 0V D551 -- 110 V
12 0V -- -- 0
13 0V D554 V518(e) 26 V 5 Vb
14 0V D555 V702(e) 12 V 5 Va
V517(e) 8V
15 0V D556 -- 12 V
16 (gnd) 0V -- 0

4. Hasil pengukuran bentuk sinyal dengan osiloskop pada salah satu output
transformator switching (output kaki 14)(nilai terkecil) dan setelah dioda
penyearah.(D555) dan emitor V702.
Bentuk sinyal
Pin 14 trafo switching Setelah D555 Setelah regulator 702

Anda mungkin juga menyukai