Anda di halaman 1dari 17

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS MATAKULIAH GEOLOGI INDONESIA :


SEJARAH GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

DISUSUN OLEH:
M FAHRAN FAUZAN T
(17/415159/TK/46448)

YOGYAKARTA
FEBRUARI
2020
Pulau Sumatra merupakan pulau keenam terbesar di dunia. Secara ekspresi fisiografi, pulau
ini memiliki orientasi berarah baratlaut-tenggara. Pegunungan Barisan yang berada sepanjang
bagian barat membagi pantai barat dan timur Pulau Sumatra. Lereng yang berarah Samudera
Hindia pada umumnya curam sehingga menyebabkan sabuk bagian barat biasanya berupa
pegunungan dengan pengecualian 2 embayment pada Sumatra Utara yang memiliki lebar 20 km.
Sabuk bagian timur pada pulau ini ditutupi oleh formasi Tersier dan dataran rendah aluvial
(Darman dan Sidi, 2000).

Pada masa sekarang salah satu proses aktif yang masih berlangsung pada Pulau Sumatra ialah
proses subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Subduksi ini memiliki
kecepatan antara 6 hingga 7 cm per tahun dan berarah N20ºE. Beberapa tatanan tektonik terbentuk
akibat proses subduksi ini, yakni (Darman dan Sidi, 2000) :

 Palung Sunda.

 Busur luar Mentawai.

 Cekungan depan busur Sumatra.

 Jalur magmatik Bukit Barisan.

 Cekungan belakang busur.

Berdasarkan 5 tatanan tektonik yang disebutkan sebelumnya, wilayah tatanan tektonik yang
memiliki potensi sebagai reservoir yang baik ialah cekungan belakang busur. Pada Pulau Sumatra
terdapat 3 cekungan belakangan busur, yakni Cekungan Sumatra Utara, Cekungan Sumatra
Tengah , dan Cekungan Sumatra Selatan
Geologi Regional Cekungan Sumatra Utara

Secara fisiografis, daerah Langkat merupakan bagian dari Cekungan Sumatra Utara bagian
selatan. Cekungan Sumatra Utara dibatasi oleh Pegunungan Bukit Barisan di bagian barat, Paparan
Malaka di bagian timur, Lengkungan Asahan di bagian selatan, Laut Andaman di bagian Utara.
Pada gambar di bawah dapat terlihat penampang yang berarah baratdaya- timur laut yang
memperlihatkan bagaimana pengaruh subduksi yang mengontrol tatanan tektonik setting dari
Cekungan Sumatra Utara.

Gambar 1. Peta dan Penampang Cekungan Sumatera Utara ( Simandjuntak dan barber,
1996 dalam Satyana, 2008 )
Umur Formasi Litologi Lingkungan Peristiwa Tektonik
Sedimentasi
Batugamping massif, sublitoral –
batugamping open marine Fase Pre rift
bioklastik, Sedimen laut dangkal ini
Eosen Formasi Tampur kalkarenit, dan terendapkan di atas
Akhir kalsilutit basement Sundaland
berumur pra-Tersier yang
tererosi. Sedimen ini
membentuk Formasi Tampur
di Cekungan Sumatra Utara

Early syn-rift
terjadi pada Cekungan
Sumatra Utara diawali
dengan adanya tumbukan
yang terjadi antara Benua
Breksi kuarsa India dengan Lempeng
mikaan, konglomerat Eurasia pada Eosen Akhir.
Oligosen Formasi Parapat dan batupasir Laut dangkal Tumbukan ini menghasilkan
Awal mikaan aktifasi 2 sesar utama, yakni
Sesar Sumatra dan Sesar
Malaka yang merupakan
sesar mendatar dextral.
Aktifitas dari kedua sesar
inilah yang membentuk
horst- graben pada
Cekungan Sumatra Utara

Oligosen Formasi Bampo Batulempung Marine / Late syn-rift


Awal – berwarna abu-abu lacustrine Pada saat Oligosen Akhir,
gelap-hitam, tektonik regime pada
batulumpur dan Cekungan Sumatra Utara
lanau mulai berubah. Subsiden
Oligosen regional akibat fase sagging
Akhir Formasi Bruksah basal konglomerat, Fluviatil terjadi pada saat itu. Pada
serpih, dan batulanau saat yang bersamaan, sistem
busur Sumatra mulai
terbentuk sehingga mulailah
dikenal dengan terminologi
cekungan depan busur,
cekungan belakang busur,
Batupasir abu-abu
dan busur magmatik. Busur
gelap- kehijauan,
magmatik yang terbentuk
kuning bila Delta
ialah Bukit Barisan yang
terlapukkan; bergradasi
memiliki orientasi baratlaut-
Miosen Formasi Belumai mengandung menjadi laut
tenggara. Kehadiran Bukit
Awal glaukonit dan litoral dan
Barisan ini sangat penting
gamping, juga paparan
karena Bukit Barisan
mengandung
merupakan sumber suplai
batulanau dan
sedimen penting untuk
sisipan serpih
cekungan depan busur dan
cekungan belakang busur
pada saat itu.
Subsiden terus terjadi
sehingga lingkungan
pengendapan mulai berubah
menjadi laut terbuka, diawali
dengan ditemukannya
beberapa pengendapan delta
dan terumbu secara lokal.
Maksimum Transgresi
Fase maksimum transgresi
yang terjadi pada Miosen
Tengah sebenarnya bukan
salah satu dari pembagian
Batulempung abu- Neritik tektonostratigrafi, tetapi
abu sampai hijau dan dalam-luar biasanya fase ini dijadikan
Miosen Formasi Baong napal yang kadang- dan batial indikasi oleh beberapa
Tengah kadang mengandung atas peneliti sebagai suatu fase
tufa terjadinya pengendapan
maksimum dari marine shale
dan minimum influx klastik.
Pada saat ini Bukit Barisan
hampir seluruhnya
mengalami penenggalaman.
Formasi yang terendapkan
pada fase ini ialah Formasi
Baong
Batupasir yang Syn-orogenic
berwarna coklat Pada saat Miosen tengah,
Miosen Formasi keabu-abuan sagging yang terjadi pada
Akhir Keutapang berseling dengan Neritik Cekungan Sumatra Utara
serpih dan mulai melambat. Bukit
batugamping tipis Barisan pada fase ini uplift
Konglomerat, dan muncul kembali
Pliosen Formasi Seurela batupasir, napal dan Litoral sehingga menjadi sumber
Awal batulempung sedimen penting pada
Cekungan Sumatra Utara .
Pada Miosen Akhir hingga
Lempung dan Plio-Pleistosen, proses
konglomerat di tektonik kompresi mulai
Pliosen Formasi bagian bawah Lingkungan mendominasi pada
Akhir Julurayeu formasi yang darat - Laut Cekungan Sumatra Utara.
kemudian semakin dangkal Proses kompresi ini
ke atas meningkat disebabkan oleh adanya
menjadi batupasir aktifitas Sesar Sumatra dan
tufaan yang lunak pemekaran Laut Andaman
(Asikin, 2009). Proses-
proses kompresi ini dibantu
dengan proses subduksi yang
terjadi pada Palung Sunda
sehingga membuat Bukit
Barisan mencapai
puncaknya saat Plio-
Pleistosen
Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera
Gambar 2 Stratigrafi regional pada Cekungan Sumatra Utara
(modifikasi dari Sosromihardjo, 1988 dalam Indonesia Basin Summaries, 2006 ).

Tektonostratigrafi Cekungan Sumatra Utara

Penelitian tentang stratigrafi pada Cekungan Sumatra Utara sudah dilaksanakan sejak
tahun 1880an, yaitu semenjak ditemukannya minyak di Telaga Tiga (1883) dan Telaga Said
(1885). Pada saat ini sudah banyak perkembangan tentang pembagian stratigrafi pada Cekungan
Sumatra Utara. Terminologi stratigrafi pada Cekungan Sumatra Utara yang dipakai saat ini dapat
dilihat pada gambar di bawah
Gambar 3. Perkembangan terminologi stratigrafi pada Cekungan Sumatra Utara (Barber, Crow, dan Milsom, 2005)

Tektonostratigrafi pada Cekungan Sumatra Utara dibagi menjadi 4 fase, yaitu (Darman
dan Sidi, 2000):

 Fase Pre rift (Eosen).

 Fase Early syn-rift (Eosen Akhir-Oligosen).

 Fase Late syn-rift (Oligosen Akhir-Miosen Tengah).


 Fase Syn-orogenic (Miosen Tengah-Resen).

(Darman dan Sidi, 2000 modifikasi Barber, Crow, dan Milsom, 2005)

Fase Pre rift (Eosen)

Sedimen Tersier yang paling awal terendapkan pada Pulau Sumatra merupakan sedimen
endapan laut dangkal pada batas kontinen (Shallow water continental margint sedimen). Hal ini
sesuai dengan konfigurasi cekungan pada saat Eosen yang dapat dilihat pada gambar 4

Sedimen laut dangkal ini terendapkan di atas basement Sundaland berumur pra-Tersier yang
tererosi. Sedimen ini membentuk Formasi Tampur di Cekungan Sumatra Utara Berdasarkan
penelitian Van Bemmelen tahun 1949, ditemukan singkapan batugamping di aliran Sungai Tampur
dan di dalamnya terdapat Laminasi alga, koral dan sisa-sisa coaly plants. Hal ini membuktikan
bahwa batugamping ini terendapkan pada lingkungan sub-litoral hingga laut terbuka. Umur dari
Formasi Tampur ini diperkirakan berumur Eosen hingga Oligosen Akhir berdasarkan posisi
stratigrafi dan korelasi regional (Bennet dkk. 1981c dalam Barber, Crow, dan Milsom, 2005).
Gambar 4 Konfigurasi Cekungan Sumatra Utara saat Eosen (satyana, 2008)

Fase Early syn-rift (Eosen Akhir-Oligosen).

Fase early syn-rift yang terjadi pada Cekungan Sumatra Utara diawali dengan adanya tumbukan
yang terjadi antara Benua India dengan Lempeng Eurasia pada Eosen Akhir. Tumbukan ini
menghasilkan aktifasi 2 sesar utama, yakni Sesar Sumatra dan Sesar Malaka yang merupakan sesar
mendatar dextral. Aktifitas dari kedua sesar inilah yang membentuk horst- graben pada Cekungan
Sumatra Utara. Pada saat ini juga terjadi transgresi regional (Darman dan Sidi, 2000).

Horst graben ini merupakan pull-apart basin dengan arah orientasi utara-selatan. Struktur
horst graben ini mengubah bentukan morfologi dan sedimentasi pada Pulau Sumatra. Bentuk awal
Pulau Sumatra yang berupa dataran (peneplain) berubah menjadi pegunungan dengan dalaman-
dalaman yang terisolasi. Proses sedimentasi dikontrol oleh sesar dan didominasi oleh proses
fluviatil dan lacustrain yang sumber sedimennya berasal dari tinggian setempat. Hal ini dapat
dianalogikan dengan proses sedimentasi yang terjadi pada rift valley di bagian Afrika Timur saat
ini. Pada Cekungan Sumatra Utara, formasi yang terendapkan pada tahapan ini ialah Formasi
Bruksah dan Bampo
Gambar 5. Struktur horst-graben yang merupakan produk konvergensi Benua India dengan

Lempeng Euarasia (Davies, 1984 dalam Satyana, 2008)

Fase Late syn-rift (Oligosen Akhir-Miosen Tengah).

Pada saat Oligosen Akhir, tektonik regime pada Cekungan Sumatra Utara mulai berubah.
Subsiden regional akibat fase sagging terjadi pada saat itu. Pada saat yang bersamaan, sistem
busur Sumatra mulai terbentuk sehingga mulailah dikenal dengan terminologi cekungan depan
busur, cekungan belakang busur, dan busur magmatik. Busur magmatik yang terbentuk ialah
Bukit Barisan yang memiliki orientasi baratlaut-tenggara. Kehadiran Bukit Barisan ini sangat
penting karena Bukit Barisan merupakan sumber suplai sedimen penting untuk cekungan depan
busur dan cekungan belakang busur pada saat itu. Cekungan Sumatra Utara terletak dekat
dengan Bukit Barisan sehingga suplai sedimen pada cekungan ini berasal dari Bukit Barisan
dengan sistem pengendapan berupa sistem alluvial. Subsiden terus terjadi sehingga lingkungan
pengendapan mulai berubah menjadi laut terbuka, diawali dengan ditemukannya beberapa
pengendapan delta dan terumbu secara lokal. Formasi yang terendapkan pada Cekungan
Sumatra Utara pada fase ini ialah Formasi Peutu dan Formasi Belumai. Formasi Peutu
merupakan formasi yang terendapkan pada fase awal transgresi dengan lingkungan berupa
fluviatil. Formasi Belumai merupakan formasi yang terendapkan pada fase akhir transgresi
sehingga lingkungan pengendapan formasi ini ialah delta bergradasi menjadi laut litoral dan
paparan.

Fase Maksimum Transgresi (Miosen Tengah).

Fase maksimum transgresi yang terjadi pada Miosen Tengah sebenarnya bukan salah satu
dari pembagian tektonostratigrafi, tetapi biasanya fase ini dijadikan indikasi oleh beberapa
peneliti sebagai suatu fase terjadinya pengendapan maksimum dari marine shale dan minimum
influx klastik. Pada saat ini Bukit Barisan hampir seluruhnya mengalami penenggalaman.
Formasi yang terendapkan pada fase ini ialah Formasi Baong

Fase Syn-orogenic (Miosen Tengah-Resen).

Pada saat Miosen tengah, sagging yang terjadi pada Cekungan Sumatra Utara mulai melambat.
Bukit Barisan pada fase ini uplift dan muncul kembali sehingga menjadi sumber sedimen penting
pada Cekungan Sumatra Utara. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Morton
dkk., 1994, yang melakukan studi provenance pada Formasi Keutapang (Miosen Akhir) dan
menyimpulkan bahwa sedimen pada Formasi Keutapang berasal dari arah barat atau baratlaut
(Bukit Barisan terletak barat laut dari Cekungan Sumatra Utara).

Pada Miosen Akhir hingga Plio-Pleistosen, proses tektonik kompresi mulai mendominasi pada
Cekungan Sumatra Utara. Proses kompresi ini disebabkan oleh adanya aktifitas Sesar Sumatra dan
pemekaran Laut Andaman (Asikin, 2009). Proses-proses kompresi ini dibantu dengan proses
subduksi yang terjadi pada Palung Sunda sehingga membuat Bukit Barisan mencapai puncaknya
saat Plio-Pleistosen. Formasi yang terendapkan pada Cekungan Sumatra Utara saat fase regresi ini
ialah Formasi Keutapang, Formasi Seureula, dan Formasi Julurayeu. Formasi Keutapang merupakan
formasi yang menandakan awal pengendapan deltaic pada Cekungan Sumatra Utara (Darman dan
Sidi, 2000

Daftar Pustaka
Oktavia, Citra. 2010. Geologi Regional Sumatera. ( Diakses melalui
https://www.academia.edu/32787394/BAB_II_GEOLOGI_REGIONAL_2.1._Geologi_Regional_Sumatr
a, tanggal 14 Februari pukul 9.00 WIB )

Anda mungkin juga menyukai