Berat bangunan yang harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati
serta beban-beban lain dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya
eksternal
Jenis tanah dan daya dukung tanah
Bahan pondasi yang tersedia atau mudah diperoleh di tempat
Alat dan tenaga kerja yang tersedia
Lokasi dan lingkungan tempat pekerjaan
Waktu dan biaya pekerjaan
3. Oprit
Fungsi : Jalan masuk ke Jembatan & Tanjakan maksimum 12%
Jenis Konstruksi & Batasan Jembatan yang “Biasa” atau“Disarankan” di PPK :
Berat bangunan yang harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati
serta beban-beban lain dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya
eksternal
Jenis tanah dan daya dukung tanah
Bahan pondasi yang tersedia atau mudah diperoleh di tempat
Alat dan tenaga kerja yang tersedia
Lokasi dan lingkungan tempat pekerjaan
Waktu dan biaya pekerjaan
Catatan : Jembatan dengan jenis konstruksi khusus & panjang bentang diluar
keempat jenis diatas, perlu persetujuan dari KMT.
Ada beberapa jenis konstruksi yaitu :
Kekurangan :
Kayu Lantai Sering Lapuk (apalagi kualitas kayu rendah)
Kenyamanan Lalu Lintas Kurang
3. Jembatan Gantung
Kelebihan :
Bentang Cukup Panjang
Harga Murah
Konstruksi Sederhana
Pelaksanaan Mudah
Kabel Baja “Awet”
Tidak Ada Pekerjaan “Pondasi di Air atau Pilar”
Kekurangan :
Kayu Lantai Mudah Lapuk (apalagi jika kualitas kayu rendah)
Hanya bisa untuk Kend Roda 2 (untuk bisa kend roda 4 harus ada
perhitungan yang rumit)
Kurang Nyaman (kondisi yang bergoyang)
Pondasi Jembatan
3 Jenis Pondasi Jembatan yang “Biasa” atau “Disarankan” di PPK :
1. Pondasi Langsung
Bahan pasangan batu kali atau beton bertulang
Cocok untuk jenis tanah yang sedang hingga keras
2. Pondasi Pancang Sederhana
Bahan tiang dari beton bertulang atau kayu
Cocok untuk jenis tanah yang lunak
3. Pondasi Sumuran
Bahan dari adukan beton
Cocok untuk jenis tanah berpasir dimana tanah keras agak dalam
Penjangkaran Tanah (Ground Anchor)
Metode pemboran ini dilakukan di dalam tanah pondasi yang baik terdiri dari
lapisan berpasir, lapisan kerikil, lapisan berbutir halus ataupun batuan yang lapuk,
serta suatu bagian yang menahan gaya tarik seperti campuran semen dengan kabel
baja atau semen dengan batang baja dimasukkan ke dalam lubang hasil pemboran
tersebut, kemudian disertai suatu gaya tarik setelahnya untuk memperkuat
konstruksinya.
1. Tipe Jangkar
Penjengkaran dengan tahanan geser
Penjangkaran dengan plat pemikul
Penjangkaran gabungan
2. Metode Penjangkaran
Metode penjangkaran dengan grouting
Metode penjangkaran dengan lubang bertekanan (jangkar PS)
Metode penjangkaran dengan penekanan (jangkar baji)
Metode penjangkaran plat
Metode jangkar UAC
Toleransi
1. Denah
Abutmen atau pilar (diukur dari garis perletakan) 2.0 cm
Baut angker bila telah digrouting 0.5 cm
2. Posisi akhir pusat ke pusat perletakan
Panjang bentang 1.0 cm
Jarak melintang dari perletakan – perletakan 0.5 cm pada tiap abutmet atau
pilar
3. Elevasi Permukaan
Permukaan abutment atau pilar + 2.0 cm
Permukaan atas balok landasan balok + 0.5 cm
4. Penahan Horizontal
Titik pusat perletakan sampai ke permukaan dinding 0 + 0.5 cm
5. Perletakan
Elevasi / Permukaan + 0.5 cm
Lokasi 2.0 cm
Dalam perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang merupakan
satu kesatuan yang utuh yakni :
1. Bangunan Bawah ( Sub Struktur )
2. Bangunan Atas ( Super Struktur )
Bangunan atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran dan
gelagar.
Bangunan bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.
1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih
jembatan tidak terlalu panjang.
2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya
memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat
diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan
dapat teratur dan panjang.
Jembatan kayu
Jembatan baja
Jembatan beton
Jenis konstruksinya
Jembatan ulir
Jembatan gelagar
Jembatan plat
Jembatan gantung
Jembatan lengkungan
Menurut penggolongan
Definisi
Jembatan beton merupakan jembatan yang konstruksinya terbuat dari material
utama bersumber dari beton.
1. Beton bertulang
2. Beton tidak bertulang
Beton bertulang adalah suatu bahan bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat
dibentuk menjadi berbagai ukuran. Mamfaat dan keserbangunannya dicapai dengan
mengkombinasikan segi-segi yang terbaik dari beton dan baja dengan demikian
apabila keduanya dikombinasikan, baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan
sebagian kekuatan geser.
Beton tidak bertulang hanya mampu atau kuat menahan kekuatan tekan dari
beban yang diberikan.
1. Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan
atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang
dianggap merupakan satu satuan dengan jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam
menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai berat volume untuk
bahan-bahan bangunan.
Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat
pasangan bata, berat plesteran dll.
QMS = b . h . wc
2. Beban Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari berat
kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap
bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban
hidup yang ditinjau terdiri dari :
Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T)
yang besarnya, T = 100 kN. Dengan menggunakan rumus:
PTT = ( 1 + DLA ) . T
Dimana :
PTT = Beban truk “T”
DLA = Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk
1. Beban “D”(Jalur lalu lintas )
Beban “D” adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari
beban garis “P” ton per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q” ton
per meter panjang per jalur sebagai berikut:
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan.
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedangkan lebar
selebihnya dibebani hanya separuh beban “D” (50%).
Contoh beban hidup pada jembatan: beban kendaraan yang melintas, beban
orang berjalan dll.
1. Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh getaran-
getaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat beban garis
(P) harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan
beban terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien
kejut ditentukan dengan rumus:
1. Beban Angin ( EW )
Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal sebesar 100 kg/cm2.
Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan
jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan ketentuan sebagai
berikut:
Ø Untuk jmbatan berdinding penuh diambil sebesar 100% terhadap luas sisi
jembatan
Ø Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.
Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan
rumus :
Dimana :
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi ( h ) = 2.00 m di atas lantai jembatan.
3. Beban Gempa
Untuk pembangunan jembatan pada daerah yang dipengaruhi oleh gempa,
maka beban gempa juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur jembatan
4. Beban angin
Beban angin dihitung pada daerah konstruksi jembatan yang harus menahan
beban angin.
1. Beban Khusus
Beban khusus adalah beban atau muatan yang merupakan pemuatan
khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Muatan ini
bersifat tidak terlalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada sebagian
konstruksi, tergantung pada keadaan setempat.
Tebal trotoar
Mutu beton ( fc )
Beban hidup ( W 3 )
Momen berfaktor
4. Perhitungan tulangan
Selimut beton
Tinggi efektif
Dalam perhitungan tulangan ini Tinggi efektif dapat dihitung dengan rumus:
Tulangan bagi
1. Beban mati
Akibat berat sendiri lantai kendaraan
2. Beban hidup
Beban hidup yang bekerja pada lantai kendaraan adalah beban “T” yang
merupakan kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton.
Beban untuk jembatan kelas II diambil sebesar 70 % yaitu untuk jembatan
permanen.
Beban roda disebar merata pada lantai kendaraan berukuran (2,25 x 3,5) m2
yaitu pada jarak antara gelagar memanjang dan gelagar melintang. Bidang
kontak roda untuk beban 70 % adalah (14 x 35) cm2 (sumber: PPPJJR -1987,
hal:23). Besarnya T diambil 70 %, maka T = 70 % x 10 = 7 ton. Penyebaran gaya
terhadap lantai jembatan dengan sudut 450 dapat dilihat pada gambar berikut:
Penyebaran Gaya :
3. Beban angin
Muatan angin merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987,
tekanan angin diambil sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang
bertekanan angin ditetapkan setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan
jarak as roda kendaraan adalah 1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R) :
– Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.
Jarak c dari tepi dengan regangan tekan maksimum ke sumbu netral harus
diukur dalam arah tegak lurus sumbu tersebut.
tetapi β1 pada persamaan 5.1-2 tidak boleh diambil kurang dari 0,65.
Faktor reduksi kekuatan
Faktor reduksi kekuatan diambil sesuai dengan pasal 4.5.2.
Kekuatan minimum
Kekuatan nominal dalam lentur pada penampang kritis beton harus diambil tidak
lebih kecil dari 1,2 Mcr (momen retak), yang dipenuhi oleh suatu persyaratan
tulangan tarik minimum sebagaimana disampaikan dalam pasal 5.1.1.5.
Untuk pelat lantai satu arah di atas dua perletakan atau menerus, lebar pelat yang
menahan momen lentur akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan :
1. Bila beban tidak dekat dengan sisi yang tidak ditumpu:
dengan pengertian :
a* = jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang yang
diperhitungkan.
1. Penulangan
Jarak tulangan
Jarak tulangan harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan me-
mungkinkan ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat digetarkan.
Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan sejenisnya tidak
boleh kurang dari:
1. a) Penyebaran
Tulangan tarik harus disebarkan dengan merata pada daerah tegangan
tarik beton maksimum, termasuk bagian sayap balok T, balok L dan balok I
pada tumpuan.
1. b) Pengangkuran – umum
Bagian ujung dan pengangkuran dari tulangan lentur harus didasarkan
pada momen lentur hipotetis yang dibentuk oleh pemindahan secara merata
dari momen lentur positif dan negatif, sejarak h pada balok terhadap tiap sisi
potongan momen maksimum yang relevan.
Tidak kurang dari sepertiga tulangan tarik akibat momen negatif total yang
diperlukan pada tumpuan harus diperpanjang sejarak h melewati titik balik lentur.
1) Bila tulangan tarik diperlukan pada tengah bentang, tidak boleh kurang dari
setengahnya harus diperpanjang sejarak 12 db melalui muka perletakan, atau
sepertiganya harus diperpanjang 8 dbditambah h/2 melalui muka perletakan.
2) Pada balok menerus atau terkekang secara lentur, tidak kurang dari seperempat
dari tulangan positif total yang diperlukan di tengah bentang harus diperpanjang/
diteruskan melalui permukaan dekat perletakan.
1. d) Tulangan lentur tidak boleh dihentikan di daerah tarik kecuali bila salah
satu ketentuan berikut dipenuhi:
1) untuk batang D36 dan yang lebih kecil, dimana tulangan menerusnya
memberikan luas dua kali dari luas tulangan lentur yang diperlukan pada titik
pemutusan tulangan dan geser terfaktornya tidak melampaui tiga perempat dari kuat
geser rencana, ΦVn..
2) gaya geser terfaktor pada titik pemutusan tulangan tidak melebihi dua pertiga dari
kuat geser rencana ΦVn..
3) pada setiap pemutusan batang tulangan atau kawat, disediakan suatu luas
sengkang tambahan disamping sengkang yang diperlukan untuk menahan geser
dan puntir, sepanjang tiga perempat tinggi efektif komponen struktur diukur dari titik
penghentian tulangan. Luas sengkang tambahanAv tidak boleh kurang
dari.0,4bws/fy. Spasi s tidak boleh lebih dari d/8ρb, dimana ρb adalah rasio dari luas
tulangan yang diputus terhadap luas tulangan tarik total pada penampang tersebut.
a) Apabila 0,5φ Vc < Vu < φ Vc , harus dipasang tulangan minimum sesuai pasal
5.2.7.
b) Tulangan geser minimum ini dapat tidak dipasang untuk balok di mana kebutuhan
kekuatan geser terfaktor Vu < 0,5φ Vc, atau bila Vu < φ Vc dan tinggi total balok
tidak melampaui nilai terbesar dari 250 mm, 2,5 kali tebal sayap atau setengah lebar
bagian badan.
c) Apabila Vu > φ Vc, tulangan geser harus dipasang sesuai dengan perencanaan
tulangan geser