Anda di halaman 1dari 27

ILMU JEMBATAN

Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk melewatkan lalu


lintas yang terputus pada kedua ujungnya akibat adanya hambatan berupa: sungai /
lintasan air, lembah, jalan / jalan kereta api yang menyilang dibawahnya. Struktur
bawah jembatan adalah pondasi. Suatu sistem pondasi harus dihitung untuk
menjamin keamanan, kestabilan bangunan diatasnya, tidak boleh terjadi penurunan
sebagian atau seluruhnya melebihi batas-batas yang diijinkan.

5 Prinsip Pemilihan Konstruksi Jembatan

 Konstruksi Sederhana (bisa dikerjakan masyarakat) bos

 Harga Murah (manfaatkan material lokal)

 Kuat & Tahan Lama (mampu menerima beban lalin)

 Perawatan Mudah & Murah (bisa dilakukan masy)

 Stabil & Mampu Menahan Gerusan Air


Hal Hal Yang Harus Diperhitungkan Dalam Pembuatan Pondasi

 Berat bangunan yang harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati
serta beban-beban lain dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya
eksternal
 Jenis tanah dan daya dukung tanah
 Bahan pondasi yang tersedia atau mudah diperoleh di tempat
 Alat dan tenaga kerja yang tersedia
 Lokasi dan lingkungan tempat pekerjaan
 Waktu dan biaya pekerjaan

Pemilihan Letak Jembatan

1. Pilih Bentang Terpendek


2. Hindari Lokasi Belokan Sungai
3. Hindari Tinggi Abutment yang Tinggi

Bangunan Pelengkap Jembatan


1. Sayap Jembatan
Fungsi : Menahan tebing sungai dan pangkal jembatan
2. Krib
Fungsi : Mengarahkan & mengurangi hantaman air pada sayap & pangkal jembatan
yang terletak di belokan sungai.

3. Oprit
Fungsi : Jalan masuk ke Jembatan & Tanjakan maksimum 12%
Jenis Konstruksi & Batasan Jembatan yang “Biasa” atau“Disarankan” di PPK :

 Berat bangunan yang harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati
serta beban-beban lain dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya
eksternal
 Jenis tanah dan daya dukung tanah
 Bahan pondasi yang tersedia atau mudah diperoleh di tempat
 Alat dan tenaga kerja yang tersedia
 Lokasi dan lingkungan tempat pekerjaan
 Waktu dan biaya pekerjaan

Catatan : Jembatan dengan jenis konstruksi khusus & panjang bentang diluar
keempat jenis diatas, perlu persetujuan dari KMT.
Ada beberapa jenis konstruksi yaitu :

1. Jembatan Gelagar Besi Lantai Kayu


Kelebihan :
 Harga Murah (jika ada kayu di desa setempat)
 Konstruksi Sederhana
 Kekuatan Gelagar (besi) Terjamin
 Perawatan Mudah & Murah
 5.Gelagar Besi Awet (jika terlindung dari karat)

Kekurangan :
 Kayu Lantai Sering Lapuk (apalagi kualitas kayu rendah)
 Kenyamanan Lalu Lintas Kurang

2. Jembatan Beton Bertulang


Kelebihan :
 Awet (tidak mengenal istilah lapuk seperti kayu)
 “Relatif” Tidak Perlu Perawatan
 Nyaman bagi Lalu Lintas
 Harga murah jika dikaitkan dengan umur pakai/manfaat yang panjang krn
kualitas baik
Kekurangan :
 Harga Mahal jika kualitas jelek shg umur pakai pendek
 Konstruksi Lebih Rumit
 Perlu Pengawasan Ketat untuk Menjamin Kualitas Beton
 Pondasi Perlu Lebih Kuat (beban konstruksi lebih berat)
 Lebih Sulit dalam Perbaikan, jika ada kerusakan
 Kesalahan dalam “pengecoran” Sulit Diperbaiki

3. Jembatan Gantung
Kelebihan :
 Bentang Cukup Panjang
 Harga Murah
 Konstruksi Sederhana
 Pelaksanaan Mudah
 Kabel Baja “Awet”
 Tidak Ada Pekerjaan “Pondasi di Air atau Pilar”
Kekurangan :
 Kayu Lantai Mudah Lapuk (apalagi jika kualitas kayu rendah)
 Hanya bisa untuk Kend Roda 2 (untuk bisa kend roda 4 harus ada
perhitungan yang rumit)
 Kurang Nyaman (kondisi yang bergoyang)

4. Jembatan Gelaga & Lantai Kayu


Kelebihan :
 Harga Murah (apalagi jika ada kayu di desa setempat)
 Konstruksi Sederhana
 Pelaksanaan Mudah
 Pemeliharaan Cukup Mudah
Kekurangan :
 Kayu Kurang Awet atau Mudah Lapuk (apalagi jika kualitas kayu rendah)
 Sedikit Kurang Nyaman bagi Lalin

Pondasi Jembatan
3 Jenis Pondasi Jembatan yang “Biasa” atau “Disarankan” di PPK :
1. Pondasi Langsung
 Bahan pasangan batu kali atau beton bertulang
 Cocok untuk jenis tanah yang sedang hingga keras
2. Pondasi Pancang Sederhana
 Bahan tiang dari beton bertulang atau kayu
 Cocok untuk jenis tanah yang lunak
3. Pondasi Sumuran
 Bahan dari adukan beton
 Cocok untuk jenis tanah berpasir dimana tanah keras agak dalam
Penjangkaran Tanah (Ground Anchor)
Metode pemboran ini dilakukan di dalam tanah pondasi yang baik terdiri dari
lapisan berpasir, lapisan kerikil, lapisan berbutir halus ataupun batuan yang lapuk,
serta suatu bagian yang menahan gaya tarik seperti campuran semen dengan kabel
baja atau semen dengan batang baja dimasukkan ke dalam lubang hasil pemboran
tersebut, kemudian disertai suatu gaya tarik setelahnya untuk memperkuat
konstruksinya.

1. Tipe Jangkar
 Penjengkaran dengan tahanan geser
 Penjangkaran dengan plat pemikul
 Penjangkaran gabungan

2. Metode Penjangkaran
 Metode penjangkaran dengan grouting
 Metode penjangkaran dengan lubang bertekanan (jangkar PS)
 Metode penjangkaran dengan penekanan (jangkar baji)
 Metode penjangkaran plat
 Metode jangkar UAC

3. Metode Penjangkaran Prategang Pratekan dengan Grouting


 3 Bagian Penting Penjangka- Anchorage- Free stressing (unbonded) length-
Bond length
 Grouting
 Material Tendon
 Spacers & Centralizers
Jenis Pilar Tipikal

Jenis Pilar Tipika


Bentuk Pilar Lain

Toleransi
1. Denah
 Abutmen atau pilar (diukur dari garis perletakan) 2.0 cm
 Baut angker bila telah digrouting 0.5 cm
2. Posisi akhir pusat ke pusat perletakan
 Panjang bentang 1.0 cm
 Jarak melintang dari perletakan – perletakan 0.5 cm pada tiap abutmet atau
pilar
3. Elevasi Permukaan
 Permukaan abutment atau pilar + 2.0 cm
 Permukaan atas balok landasan balok + 0.5 cm
4. Penahan Horizontal
 Titik pusat perletakan sampai ke permukaan dinding 0 + 0.5 cm
5. Perletakan
 Elevasi / Permukaan + 0.5 cm
 Lokasi 2.0 cm
Dalam perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang merupakan
satu kesatuan yang utuh yakni :
1. Bangunan Bawah ( Sub Struktur )
2. Bangunan Atas ( Super Struktur )

Bangunan atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran dan
gelagar.

Bangunan bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.

Syarat dan bentuk jembatan


Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi
jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan
tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata
lain bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa
ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan
sebagai berikut :

1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih
jembatan tidak terlalu panjang.
2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya
memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat
diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan
dapat teratur dan panjang.

Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan


jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi
jembatan yang baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian
yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan struktur
ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam
merealisasikan jembatan tersebut.

Mengenai bentuk-bentuk jembatan dapat dibedakan sesuai dengan:

Material yang digunakan

Jembatan kayu

Jembatan baja

Jembatan beton

Jembatan gabungan baja dan beton

Jenis konstruksinya

Jembatan ulir

Jembatan gelagar

Jembatan plat

Jembatan gantung

Jembatan dinding penuh

Jembatan lengkungan

Menurut penggolongan

Jembatan yang dapat digerakan, merupakan jenis jembatan baja yang


pelaksanaannya dibuat sebagai gelagar dinding penuh.
Jembatan tetep, jenis jembatan seperti ini digunakan untuk keperluan lalu lintas.
Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu.

Jembatan Beton Bertulang

Definisi
Jembatan beton merupakan jembatan yang konstruksinya terbuat dari material
utama bersumber dari beton.

Sifat Dasar Beton


Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat alam seperti kerikil, pasir,
dan bahan perekatBahan perekat yang biasa dipakai adalah air dan semen. Secara
umum, beton dibagi dalam dua bagian yaitu:

1. Beton bertulang
2. Beton tidak bertulang

Beton bertulang adalah suatu bahan bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat
dibentuk menjadi berbagai ukuran. Mamfaat dan keserbangunannya dicapai dengan
mengkombinasikan segi-segi yang terbaik dari beton dan baja dengan demikian
apabila keduanya dikombinasikan, baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan
sebagian kekuatan geser.
Beton tidak bertulang hanya mampu atau kuat menahan kekuatan tekan dari
beban yang diberikan.

Beban Yang Dihitung Dalam Merencanakan Jembatan


Secara umum beban – beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan
dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban sekunder. Beban primer adalah
beban utama dalam perhitungan tegangan untuk setipa perencanaan jembatan,
sedangkan beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan
tegangan – tegangan yang relatif kecil daripada tegangan akibat beban primer dan
biasanya tergantung dari bentang,bahan,sistem kontruksi,tipe jembatan dan
keadaan setempat.
1. Beban Primer
Beban primer adalah beban yang merupakan muatan utama dalam
perhitungan tegangan untuk setiap perencanaan jembatan.
Beban primer jembatan mencakup beban mati,beban hidup dan beban kejut.

1. Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan
atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang
dianggap merupakan satu satuan dengan jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam
menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai berat volume untuk
bahan-bahan bangunan.

Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat
pasangan bata, berat plesteran dll.

Rumus untuk berat sendiri:

QMS = b . h . wc

Dimana : QMS= Berat sendiri

b = Slab lantai jembatan

h = Tebal slab lantai jembatan

wc = Berat beton bertulang ( yang disyaratkan dalam RSNI T-02-2005 adalah


dari 23,5-25,5 )

Beban mati tambahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana : QMA = Beban mati tambahan

ta = Tebal lapisan aspal + ovelay ( berat yang ditetapkan dalam RSNI T-


02-2005 adalah 22,0 )
ha = Tebal genangan air hujan ( berat yang ditetapkan dalam RSNI T-02-2005
adalah 9,8 )

2. Beban Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari berat
kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap
bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban
hidup yang ditinjau terdiri dari :

1. Beban “T”(Beban lantai kendaraan)


Beban “T” merupakan beban kendaraan truk yang mempunyai beban roda
ganda (Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja pada seluruh lebar
bagian jembatan yang dingunakan untuk lalu lintas kendaraan.

Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T)
yang besarnya, T = 100 kN. Dengan menggunakan rumus:
PTT = ( 1 + DLA ) . T

Dimana :
PTT = Beban truk “T”
DLA = Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk
1. Beban “D”(Jalur lalu lintas )
Beban “D” adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari
beban garis “P” ton per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q” ton
per meter panjang per jalur sebagai berikut:

q = 2,2 t/m untuk L < 30 m.

q = 2,2 t/m – {(1,1/60) x (L – 30)} t/m untuk 30 m < L < 60 m.

q = 1,1{1 + (30/L)} untuk L > 60 m.

Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan sebagai


berikut:

Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan.
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedangkan lebar
selebihnya dibebani hanya separuh beban “D” (50%).
Contoh beban hidup pada jembatan: beban kendaraan yang melintas, beban
orang berjalan dll.

1. Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh getaran-
getaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat beban garis
(P) harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan
beban terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien
kejut ditentukan dengan rumus:

Dimana : K = Koefisien kejut


L = Panjang dalam meter dari bentang yang bersangkutan
1. Beban Sekunder
Beban sekunder adalah beban pada jembatan-jembatan yang merupakan
beban atau muatan sementara, yang selalu bekerja pada perhitungan tegangan
pada setiap perencanaan jembatan. Pada umumnya beban ini mengakibatkan
tegangan-tegangan yang relative lebih kecil dari pada tegangan-tegangan akibat
beban primer, dan biasanya tergantung dari bentang, system jembatan, dan
keadaan setempat.
Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya
akibat perbedaan suhu.

1. Beban Angin ( EW )
Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal sebesar 100 kg/cm2.
Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan
jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan ketentuan sebagai
berikut:

Ø Untuk jmbatan berdinding penuh diambil sebesar 100% terhadap luas sisi
jembatan
Ø Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.
Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan
rumus :

TEW = 0.0012 . Cw . (Vw)2

Dimana :

Cw = koefisien seret = 1,2 ( RSNI T-02-2005 )

Vw = Kecepatan angin rencana

Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi ( h ) = 2.00 m di atas lantai jembatan.

Jarak antara roda kendaraan ( x ) = 1.75 m

Transfer beban angin ke lantai jembatan dengan menggunakan rumus:

PEW = [ 1/2*h / x * TEW ]

1. Beban Gaya Rem


Gaya ini bekerja dalam arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi
ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan
pengaruh gaya rem sebesar 5% dari muatan D tanpa koefisien kejut yang memenuhi
semua jalur lalu lintas yang ada dalam satu jurusan.
2. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat.
Diasumsikan untuk baja sebesar C dan beton 10. Peninjauan khusus terhadap
timbulnya tegangan-tegangan akibat perbedaan suhu yang ada antara bagian-
bagian jembatan dengan bahan yang berbeda.

3. Beban Gempa
Untuk pembangunan jembatan pada daerah yang dipengaruhi oleh gempa,
maka beban gempa juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur jembatan

4. Beban angin
Beban angin dihitung pada daerah konstruksi jembatan yang harus menahan
beban angin.

1. Beban Khusus
Beban khusus adalah beban atau muatan yang merupakan pemuatan
khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Muatan ini
bersifat tidak terlalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada sebagian
konstruksi, tergantung pada keadaan setempat.

Yang termaksud beban khusus adalah:


1. Gaya akibat gempa bumi
2. Gaya akibat aliran air
3. Gaya akibat tekanan tanah dan lain-lain

Perencanaan Pipa Sandaran


Pada perencanaan pipa sandaran, ditentukan:
1. Beban hidup yang bekerja pada pipa sandaran
2. Luas penampang pipa
3. Momen tahanan
4. Diameter dan tebal pipa sandaraan dilihat pada tabel
5. Berat pipa = A x beton
Perencanaan Tiang Sandaran
Pada perencanaan tiang sandaran ditentukan:
1. Beban horizontal ( H1 )
2. Berat sendiri tiang sandaran + pipa sandaran
3. Tulangan tiang sandaran

Perencanaan Lantai Trotoar


Pada perencanaan lantai trotoar ditentukan:
1. Data-data perencanaan yang dibutuhkan:

beton = 2400 kg/m3

Tebal trotoar

Tebal kerb beton

Mutu beton ( fc )

Mutu baja (fy )

2. Beban-beban yang diperlukan:

Berat sendiri trotoar ( W 1 )

Berat sendiri kerb beton ( W 2 )

Beban hidup ( W 3 )

Beban tiang sandaran + pipa ( W 4 )

Beban horizontal pada tiang sandaran ( H1 )

Beban horizontal pada kerb beton ( H2 )


3. Perhitungan momen

Momen akibat beban mati

Momen akibat beban hidup

Momen berfaktor

4. Perhitungan tulangan

Pada perencanaan tulangan data yang diperlukan adalah:

Tinggi plat trotoar

Direncanakan tulangan utama

Selimut beton

Tinggi efektif

Dalam perhitungan tulangan ini Tinggi efektif dapat dihitung dengan rumus:

Tulangan bagi

Rumus untuk fy = 350 Mpa

Perhitungan Lantai Kendaraan

Perhitungan lantai kendaraan didasarkan pada:

1. Beban Pada Lantai

1. Beban mati
Akibat berat sendiri lantai kendaraan

Akibat berat aspal

Akibat berat air hujan

2. Beban hidup
Beban hidup yang bekerja pada lantai kendaraan adalah beban “T” yang
merupakan kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton.
Beban untuk jembatan kelas II diambil sebesar 70 % yaitu untuk jembatan
permanen.
Beban roda disebar merata pada lantai kendaraan berukuran (2,25 x 3,5) m2
yaitu pada jarak antara gelagar memanjang dan gelagar melintang. Bidang
kontak roda untuk beban 70 % adalah (14 x 35) cm2 (sumber: PPPJJR -1987,
hal:23). Besarnya T diambil 70 %, maka T = 70 % x 10 = 7 ton. Penyebaran gaya
terhadap lantai jembatan dengan sudut 450 dapat dilihat pada gambar berikut:

Penyebaran Gaya :

Untuk potongan memanjang lantai dengan menggunakan rumus:

u = a1 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)


Untuk potongan melintang lantai dengan menggunakan rumus:

v = b2 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)

3. Beban angin
Muatan angin merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987,
tekanan angin diambil sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang
bertekanan angin ditetapkan setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan
jarak as roda kendaraan adalah 1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R) :

Seperti terlihat pada gambar berikut:

1. Analisis Struktur pelat


Berdasarkan SKNI T-12-2004, Kekuatan pelat lantai terhadap lentur harus
ditentukan sesuai pasal 5.1.1.1 sampai pasal 5.1.1.4, kecuali apabila persyaratan
kekuatan minimum pada pasal 5.1.1.4 dianggap memenuhi dengan memasang
tulangan tarik minimum sesuai dengan pasal 5.5.3.
5.1.1.1 Asumsi perencanaan
Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus
memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan,
serta konsisten dengan anggapan:

– Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.

– Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.

– Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-


regangan beton.

– Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.

Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan


dapat berbentuk persegi, trapesium, parabola atau bentuk lainnya yang
menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik terhadap hasil pengujian
yang lebih menyeluruh. Walaupun demikian, hubungan distribusi tegangan
tekan beton dan regangan dapat dianggap dipenuhi oleh distribusi tegangan
beton persegi ekivalen, yang diasumsikan bahwa tegangan beton = 0,85 fc’
terdistribusi merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi
tertekan terluar dari penampang dan suatu garis yang sejajar dengan sumbu
netral sejarak a = β1c dari tepi tertekan terluar tersebut.

Jarak c dari tepi dengan regangan tekan maksimum ke sumbu netral harus
diukur dalam arah tegak lurus sumbu tersebut.

Faktor β1 harus diambil sebesar:

β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa

β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa

tetapi β1 pada persamaan 5.1-2 tidak boleh diambil kurang dari 0,65.
Faktor reduksi kekuatan
Faktor reduksi kekuatan diambil sesuai dengan pasal 4.5.2.

Kekuatan rencana dalam lentur


Perencanaan kekuatan pada penampang terhadap momen lentur harus berdasarkan
kekuatan nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan Φ sesuai
dengan pasal 4.5.2

Kekuatan minimum
Kekuatan nominal dalam lentur pada penampang kritis beton harus diambil tidak
lebih kecil dari 1,2 Mcr (momen retak), yang dipenuhi oleh suatu persyaratan
tulangan tarik minimum sebagaimana disampaikan dalam pasal 5.1.1.5.

Syarat tulangan minimum


1. Pada setiap penampang dari suatu komponen struktur lentur, bila berdasarkan
analisis diperlukan tulangan tarik, maka luas As yang ada tidak boleh kurang
dari:

Dan tidak lebih kecil dari:


1. Pada balok T sederhana dengan bagian sayap tertarik, As min tidak boleh
kurang dari nilai terkecil di antara :
Dan
dengan pengertian :
bf = adalah lebar bagian sayap penampang.
1. Sebagai alternatif, untuk komponen struktur yang besar dan masif, luas
tulangan yang diperlukan pada setiap penampang, positif atau negatif, paling
sedikit harus sepertiga lebih besar dari yang diperlukan berdasarkan analisis.

Untuk pelat lantai satu arah di atas dua perletakan atau menerus, lebar pelat yang
menahan momen lentur akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan :
1. Bila beban tidak dekat dengan sisi yang tidak ditumpu:
dengan pengertian :
a* = jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang yang
diperhitungkan.

ln = bentang bersih dari pelat.


1. Bila beban dekat dengan sisi yang tidak ditumpu, lebar pelat tidak boleh lebih
besar dari harga terkecil berikut ini:
1) harga sama dengan persamaan 5.5-1; atau
2) setengah dari harga di atas ditambah jarak dari titik pusat beban ke sisi yang
tidak ditumpu.

1. Penulangan

Syarat tulangan maksimum


Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani
kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang dari nilai
yang terkecil antara 0,1fc’Ag dan ρPb, maka rasio tulangan ρ tidak boleh melampaui
0,75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas berimbang untuk
penampang.

Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρb untuk


tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.

Jarak tulangan
Jarak tulangan harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan me-
mungkinkan ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat digetarkan.
Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan sejenisnya tidak
boleh kurang dari:

1. a) 1,5 kali ukuran nominal maksimum agregat; atau


2. b) 1,5 kali diameter tulangan; atau
3. c) 40 mm
Jarak bersih antara tulangan yang sejajar dalam lapisan tidak boleh kurang dari 1,5
kali diameter tulangan atau 1,5 kali diameter seikat tulangan.

Detail tulangan lentur

1. a) Penyebaran
Tulangan tarik harus disebarkan dengan merata pada daerah tegangan
tarik beton maksimum, termasuk bagian sayap balok T, balok L dan balok I
pada tumpuan.

1. b) Pengangkuran – umum
Bagian ujung dan pengangkuran dari tulangan lentur harus didasarkan
pada momen lentur hipotetis yang dibentuk oleh pemindahan secara merata
dari momen lentur positif dan negatif, sejarak h pada balok terhadap tiap sisi
potongan momen maksimum yang relevan.

Tidak kurang dari sepertiga tulangan tarik akibat momen negatif total yang
diperlukan pada tumpuan harus diperpanjang sejarak h melewati titik balik lentur.

1. c) Pengangkuran dari tulangan positif harus memenuhi :

Pada perletakan sederhana, tulangan angkur harus dapat menyalurkan gaya


tarik sebesar 1,5 Vu pada bagian muka perletakan.

1) Bila tulangan tarik diperlukan pada tengah bentang, tidak boleh kurang dari
setengahnya harus diperpanjang sejarak 12 db melalui muka perletakan, atau
sepertiganya harus diperpanjang 8 dbditambah h/2 melalui muka perletakan.

2) Pada balok menerus atau terkekang secara lentur, tidak kurang dari seperempat
dari tulangan positif total yang diperlukan di tengah bentang harus diperpanjang/
diteruskan melalui permukaan dekat perletakan.
1. d) Tulangan lentur tidak boleh dihentikan di daerah tarik kecuali bila salah
satu ketentuan berikut dipenuhi:

1) untuk batang D36 dan yang lebih kecil, dimana tulangan menerusnya

memberikan luas dua kali dari luas tulangan lentur yang diperlukan pada titik
pemutusan tulangan dan geser terfaktornya tidak melampaui tiga perempat dari kuat
geser rencana, ΦVn..

2) gaya geser terfaktor pada titik pemutusan tulangan tidak melebihi dua pertiga dari
kuat geser rencana ΦVn..

3) pada setiap pemutusan batang tulangan atau kawat, disediakan suatu luas
sengkang tambahan disamping sengkang yang diperlukan untuk menahan geser
dan puntir, sepanjang tiga perempat tinggi efektif komponen struktur diukur dari titik
penghentian tulangan. Luas sengkang tambahanAv tidak boleh kurang
dari.0,4bws/fy. Spasi s tidak boleh lebih dari d/8ρb, dimana ρb adalah rasio dari luas
tulangan yang diputus terhadap luas tulangan tarik total pada penampang tersebut.

Syarat-syarat tulangan geser

a) Apabila 0,5φ Vc < Vu < φ Vc , harus dipasang tulangan minimum sesuai pasal
5.2.7.

b) Tulangan geser minimum ini dapat tidak dipasang untuk balok di mana kebutuhan
kekuatan geser terfaktor Vu < 0,5φ Vc, atau bila Vu < φ Vc dan tinggi total balok
tidak melampaui nilai terbesar dari 250 mm, 2,5 kali tebal sayap atau setengah lebar
bagian badan.

c) Apabila Vu > φ Vc, tulangan geser harus dipasang sesuai dengan perencanaan
tulangan geser

Anda mungkin juga menyukai