Anda di halaman 1dari 39

TUGAS MATA KULIAH

TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

BAB I
TEORI DASAR
A. Pengertian dan Tipe-Tipe Jembatan

1. Pengertian jembatan

Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu bangunan yang memungkinkan suatu


jalan melewati menyilang sungai, saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak
sama tinggi permukaannya. Jembatan adalah salah satu bangunan dari prasarana jalan.
Kadangkala kita dihadapkan pada suatu pilihan, apakah kita menyilang suatu
rintangan untuk memperpendek jarak perjalanan ataukah kita menghindari rintangan
tersebut tetapi jarak menjadi panjang dan tentunya pilihan pertama lebih memungkinkan
untuk menempuh perjalanan dengan waktu yang pendek. Dengan demikian jembatan
dapat diartikan pula sebagai suatu jaringan jalan yang berfungsi menjaga kontinuitas
jalan, agar tetap terjamin bilamana terdapat rintangan.
Secara garis besar dapat dilihat bahwa jembatan merupakan suatu sistem
transportasi untuk tiga hal yaitu :
a. Merupakan pengontrol kapasitas dari sistem.
b. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem.
c. Jika jembatan runtuh, sistem akan lumpuh.

2. Tipe-tipe dari struktur jembatan

Berdasarkan panduan perencanaan teknik jembatan, penetapan jenis/tipe


bangunan atas dapat mengacu pada bagan berikut :

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Penetapan bangunan
atas jembatan

Pertimbangan penetapan bangunan atas yang akan


digunakan :
* Ekonomis
* Data lapangan
* Panjang bentang jembatan
* Daya dukung tanah (DDT)
* Perilaku sungai
* Estetika
* Kemudahan pelaksanaan
* Ketersediaan material (mutu dan
kuantitas)
* Debit banjir
* Lingkungan
* Kelas jembatan / kelas jalan
* Pemeliharaan
* Lendutan ijin
* Penggunaan pilar

Untuk L < 10 m Untuk 20 m < L < 30 m Kombinasi bangunan atas


* Gorong-gorong beton * Balok Komposit standar dengan
* Balok T beton * Balok Presstres penambahan perletakan
bertulang pier
* Pelat beton bertulang

Untuk 10 m < L < 20 m Untuk L > 30 m Perencanaaan


*Balok T beton * Rangka Baja bangunan atas khusus
bertulang * Balok Presstres
*Balok presstres

Gambar 1. Penetapan jenis/tipe jembatan

Menurut Struyk, dkk(1995), jembatan-jembatan yang ada digolongkan dalam dua


kategori, yaitu :
a. Jembatan-jembatan tetap
Jenis-jenis jembatan tetap dapat dibagi lagi menjadi 4 (empat) kategori jembatan,
yaitu :
1) Jembatan kayu
2) Jembatan baja
3) Jembatan pelengkungan

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

4) Jembatan gantung
b. Jembatan-jembatan dapat digerakkan
Untuk suatu kepentingan yang khusus maka dibuatlah jembatan dapat digerakkan. Ini
terdapat bila ada pelayaran dan tinggi bebasnya tidak dapat dibuat cukup tinggi untuk
kapal dapat melewati di bawahnya. Untuk melewatkan suatu kapal dibuatlah suatu
ruangan dengan lebar pelayaran yang tertentu. Dapat dibagi dalam beberapa kategori,
yaitu :
1) Jembatan yang dapat berputar di atas poros mendatar, yaitu :
a) Jembatan angkat
b) Jembatan baskul
c) Jembatan lipat straus
2) Jembatan yang dapat berputar di atas poros mendatar juga termasuk poros-poros
yang dapat berpindah sejajar dan mendatar seperti yang dinamakan jembatan
baskul beroda.
3) Jembatan yang dapat berputar pada suatu poros tegak atau jembatan putar.
4) Jembatan yang dapat berkisar ke arah tegak lurus mendatar, yaitu :
a) Jembatan angkat
b) Jembatan beroda
c) Jembatan gojah atau trans berdeur
Sebagai bagian dari suatu jaringan jalan, bangunan atas jembatan dapat
diklasifikasikan atas beberapa tipe, yaitu :
a. Tipe plat beton
Jembatan plat beton adalah tipe jembatan yang paling sederhana dan pelaksanaannya
mudah serta ekonomis. Penggunaan jembatan jenis ini hanya terbatas pada bentang-
bentang yang pendek saja.
b. Tipe balok dan plat
c. Box girder
d. Rangka
e. Sistem konstruksi kabel (jembatan gantung)

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Apabila ditinjau dari segi konstruksi, bangunan atas jembatan dapat dibedakan
atas beberapa tipe, yaitu :

a. Jembatan lengkung – batu (stone arc)


Jembatan pelengkung (busur) dari bahan batu telah ditemukan pada masa lampau di
jaman Babylonia. Pada perkembangannya jembatan jenis ini sudah banyak
ditinggalkan.

b. Jembatan rangka kayu (woodwn truss)


Tipe ini juga termasuk tipe klasik yang sudah banyak tertinggal mekanika bahannya.

c. Jembatan rangka baja (metal truss)


Jembatan rangka kayu hanya terbatas untuk mendukung beban yang tidak terlalu
besar. Pada perkembangannya setelah ditemukan bahan baja, jembatan telah dapat
dibangun dengan berbagai macam bentuk menggunakan rangka dari baja.

d. Jembatan gantung (kespunsium bridge)


Dengan semakin majunya teknologi dan demikian banyaknya tuntutan akan
kebutuhan transportasi, akhirnya berkembang tipe jembatan gantung dengan
memanfaatkan kabel-kabel baja.

f. Jembatan beton
Beton telah banyak dikenal dalam dunia konstruksi dewasa ini. Dengan kemajuan
teknologi beton dimungkinkan untuk memperoleh bentuk penampang beton yang
beragam. Bahkan dalam kenyataan sekarang, jembatan beton ini tidak hanya berupa
beton bertulang konvensional saja, tetapi telah dikembangkan jembatan prategang.

g. Jembatan cable stayed / haubems


Jembatan tipe ini sangat baik dan menguntungkan bila digunakan untuk jembatan
bentang panjang. Kombinasi penggunaan kabel dan dek beton prategang merupakan
keunggulan jembatan tipe ini.

Sedangkan bila ditinjau dari bahan yang digunakan, bangunan atas jembatan dapat
dibedakan atas :

a. Konstruksi kayu
Dalam penerapannya, konstruksi kayu mudah untuk dilaksanakan dan membutuhkan
teknologi yang sederhana serta bahan mudah diperoleh di sekitar lokasi pekerjaan.
Namun konstruksi kayu memiliki kemampuan memikul beban yang terbatas, rentan

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

terhadap pengaruh pelapukan dan panjang bentang yang relatif terbatas serta memiliki
umur layanan yang relatif pendek. Oleh karena sifatnya, konstruksi kayu lebih baik
dipergunakan untuk konstruksi sementara.

b. Konstruksi beton bertulang


Konstruksi beton bertulang relatif mudah dilaksanakan, membutuhkan teknologi yang
sedang sampai rumit, bahan mudah diperoleh di sekitar lokasi pekerjaan, memiliki
kemampuan memikul beban yang besar serta tahan terhadap pengaruh pelapukan dan
korosi sehingga memberikan keuntungan yaitu hampir tidak memerlukan
pemeliharaan. Panjang bentang mampu mencapai 25 meter (BM100) serta memiliki
umur layanan yang relatif panjang. Namun untuk bentang-bentang yang panjang,
pemakaian beton bertulang menjadi tidak ekonomis akibat berat sendiri konstruksi
yang besar atau tinggi. Hal ini memberikan dampak pada dimensi abutment dan jenis
pondasi yang akan digunakan.
c. Konstruksi pratekan seluruhnya
Konstruksi beton pratekan memiliki kemampuan memikul beban yang besar. Panjang
bentang sampai dengan 30 meter dan dapat diterapkan sampai dengan 100 meter
(Raju 1989) serta tahan terhadap pengaruh pelapukan dan korosi serta memiliki umur
layanan yang panjang. Namun disamping itu, konstruksi beton pratekan
membutuhkan teknologi yang rumit dan peralatan yang relatif lebih mahal serta
umumnya tidak tersedia di lokasi pekerjaan. Hal ini menyebabkan biaya mobilisasi
peralatan yang lebih tinggi sehingga secara keseluruhan meningkatkan biaya
pelaksanaan pekerjaan.

d. Konstruksi komposit antara gelagar pratekan dan lantai kendaraan beton bertulang.
Pada dasarnya konstruksi komposit antara gelagar pratekan dan lantai kendaraan
beton bertulang merupakan upaya untuk mengurangi jenis peralatan yang digunakan
dalam pelaksanaan pekerjaan. Karena hanya bagian gelagar yang membutuhkan
peralatan yang spesifik. Kemampuan layanan, bentang maksimum, daya tahan
terhadap pengaruh pelapukan dan korosi serta umur layanan konstruksi sama dengan
pada konstruksi beton pratekan seluruhnya.

e. Konstruksi rangka baja.


Konstruksi rangka baja relatif lebih mudah dilaksanakan dan memiliki panjang
bentang yang relatif panjang dan masa layanan yang panjang. Konstruksi jembatan
rangka baja lebih mudah dapat disesuaikan dibandingkan beton yang lebih berat.
MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119
TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Namun baja merupakan material yang harus didatangkan dari tempat lain sehingga
memerlukan biaya mobilisasi yang cukup tinggi dan konstruksi rangka baja harus
dipelihara dengan teratur.

f. Konstruksi komposit antara gelagar baja dan lantai kendaraan beton bertulang.
Konstruksi ini merupakan upaya untuk mengurangi pemakaian baja profil tanpa
mengurangi panjang bentang jembatan secara drastis. Memiliki kemampuan untuk
memikul beban yang besar dan masa layanan yang panjang serta tahan terhadap
pengaruh pelapukan dan korosi.

Pemilihan terhadap jenis konstruksi tersebut di atas untuk diterapkan pada


perencanaan tergantung pada :
a. Kekuatan dan stabilitas struktural (intensitas muatan yang bekerja).
Jembatan Mamboro berada di jalur Trans Sulawesi wilayah Utara kota Palu yang
menghubungkan beberapa kota di Pulau Sulawesi dengan Terminal Mamboro.
Dengan demikian jembatan yang akan dibangun haruslah memiliki kemampuan
memikul beban yang besar serta umur layanan yang relatif panjang. Alternatif
konstruksi yang dapat dipilih adalah :
1) Konstruksi beton bertulang
2) Konstruksi beton pratekan seluruhnya
3) Konstruksi beton pratekan komposit
4) Konstruksi rangka baja
5) Konstruksi komposit gelagar baja
b. Ketersediaan material di lokasi pekerjaan sehubungan dengan nilai ekonomisnya.
Material yang mudah diperoleh di lokasi pekerjaan adalah agregat dan kayu. Mudah
diperoleh dalam arti mobilisasi material ke lokasi pekerjaan relatif murah. Sehingga
konstruksi dengan bahan utama kayu dan agregat sangat cocok untuk digunakan.
Alternatif yang dapat dipilih adalah :
1) Konstruksi kayu
2) Konstruksi beton bertulang
3) Konstruksi beton pratekan seluruhnya
4) Konstruksi beton pratekan komposit

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

c. Keawetan (umur rencana konstruksi)


Karena berada di jalur penghubung beberapa kota, maka Jembatan Mamboro haruslah
memiliki umur layanan yang panjang. Dengan demikian alternatif konstruksi yang
dapat dipilih adalah :
1) Konstruksi beton bertulang
2) Konstruksi beton pratekan seluruhnya
3) Konstruksi beton pratekan komposit
4) Konstruksi rangka baja
5) Konstruksi gelagar baja komposit
d. Kondisi lingkungan sehubungan dengan sifat korosi/perkaratan.
Dengan demikian alternatif konstruksi yang dapat dipilih adalah :
1) Konstruksi beton bertulang
2) Konstruksi beton pratekan seluruhnya
3) Konstruksi beton pratekan komposit
4) Konstruksi rangka baja
5) Konstruksi gelagar baja komposit
e. Teknologi yang tersedia guna pelaksanaan konstruksi Jembatan Mamboro terletak
dekat dari lokasi pelabuhan dengan prasarana transportasi darat yang lancar, sehingga
penerapan teknologi canggih untuk pelaksanaan konstruksi jembatan menjadi lebih
murah. Dengan demikian alternatif konstruksi yang dapat dipilih adalah :
1) Konstruksi kayu
2) Konstruksi beton bertulang
3) Konstruksi beton pratekan seluruhnya
4) Konstruksi beton pratekan komposit
5) Konstruksi rangka baja
6) Konstruksi gelagar baja komposit

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Dalam model tabel pemilihan konstruksi jembatan dapat dibuat sebagai berikut :
Tabel 1. Pemilihan konstruksi jembatan
Parameter 1 2 3 4 5 6
a. Intensitas muatan - X X X X X
b. Ketersediaan material X X X X - -
c. Umur rencana - X X X X X
d. Kondisi lingkungan - X X X X X
e. Teknologi yang tersedia X X X X X X

Keterangan :
1. Konstruksi kayu
2. Konstruksi beton bertulang
3. Konstruksi beton pratekan seluruhnya
4. Konstruksi beton pratekan komposit
5. Konstruksi rangka baja
6. Konstruksi gelagar baja komposit
Berdasarkan Tabel 1 di atas, maka alternatif yang cocok diterapkan pada
perencanaan adalah :
a. Konstruksi beton bertulang (2)
b. Konstruksi beton pratekan seluruhnya (3)
c. Konstruksi beton komposit (4)
Berdasarkan data di atas, maka rancangan Jembatan Mamboro dipilih
menggunakan tipe ke-2 yaitu konstruksi beton bertulang dengan alasan lebih mudah
dilaksanakan dan ekonomis.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

B. Perencanaan Struktur Jembatan

Konstruksi dari suatu struktur jembatan dapat digolongkan dalam dua bagian utama,
yaitu struktur bangunan atas jembatan (superstruktur) dan struktur bangunan bawah jembatan
(substruktur). Secara umum bagian dari struktur bangunan atas jembatan tersebut terdiri dari :
1. Gelagar
Balok gelagar pada suatu konstruksi berfungsi untuk memikul beban dari plat
lantai kendaraan dan trotoar yang kemudian beban tersebut didistribusikan ke abutment.
Balok gelagar ini dapat berupa balok pracetak atau balok yang dicor atau dicetak di lokasi
pekerjaan.
Bila balok tersebut dicor atau dicetak di lokasi pekerjaan maka hendaknya dicetak
menjadi satu kesatuan yang monolit dengan plat lantai didasarkan pada anggapan bahwa
antara plat dengan balok terjadi interaksi saat menahan momen lentur positif yang bekerja
pada balok-T. Gelagar yang meliputi :
a. Balok utama (induk)
b. Balok lintang (sekunder)
2. Pelat lantai kendaraan
Pelat lantai kendaraan adalah seluruh lebar bagian jembatan yang digunakan untuk
lalu lintas kendaraan. Fungsi utama plat lantai pada konstruksi jembatan selain sebagai
jalur lintasan kendaraan juga sebagai struktur penerima beban yang paling awal dari
semua komponen jembatan untuk kemudian disalurkan ke gelagar. Petak plat dibatasi
oleh balok anak (diafragma) pada kedua sisi panjang dan balok induk pada kedua sisi
pendek.
Apabila plat didukung sepanjang keempat sisinya seperti yang disebutkan diatas,
dinamakan plat dua arah dimana lentur akan timbul pada kedua arah yang saling tegak
lurus. Namun apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak
lurus lebih kecil dari 2(dua), plat hanya dapat dianggap bekerja sebagai plat satu arah,
dengan lenturan utama pada sisi yang lebih pendek sehingga struktur plat satu arah dapat
didefinisikan sebagai plat yang didukung pada kedua tepi yang berhadapan sedemikian
sehingga lenturan timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu dalam arah yang tegak lurus
terhadap arah dukungan tepi.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Tulangan pokok lentur plat satu arah dipasang pada arah tegak lurus terhadap
dukungan. Standar SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.16.12 menetapkan bahwa untuk plat
lantai serta atap struktural yang hanya menggunakan tulangan pokok, harus dipasang juga
tulangan penahan susut dan suhu dengan arah tegak lurus terhadap tulangan pokoknya.

3. Struktur pelengkap
a. Sandaran (Pipa sandaran dan tiang sandaran)
Sandaran berguna untuk memberikan arah dan kenyamanan bagi kendaraaan
yang melewati jembatan. Pada jembatan konstruksi beton, tiang sandarannya dibuat
dari beton bertulang yang berfungsi sebagai tempat melekatnya pipa sandaran.
Sedangkan sandarannya dibuat dari pipa baja dengan ukuran kira-kira 2” dan jarak
antara tiang sandaran yang satu dengan yang lainnya biasanya 2 meter dari sumbu ke
sumbu tiang sandaran. Merupakan bagian dari konstruksi jembatan yang berfungsi
sebagai tempat pegangan dan batas pengaman bagi pejalan kaki yang melintasi
jembatan tersebut.
b. Lantai trotoar
Lantai trotoar merupakan bagian dari lebar jembatan yang dipergunakan oleh
pejalan kaki. Berfungsi sebagai penerima beban yang bekerja di atasnya dan
menyalurkannya ke gelagar utama.

Pada struktur bangunan bawah jembatan terdiri dari abutment, pilar dan
pondasi adalah bagian yang menjadi penopang dan dasar dari bangunan atas
jembatan. Pada proses perencanaan suatu struktur jembatan sangat dibutuhkan suatu
data yang valid dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang kita
sendiri langsung mengadakan survei yang pada akhirnya didapatkan data. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi bersangkutan melalui konsultan dan
pengawas proyek atau data hasil penelitian dari orang lain. Dengan data tersebut
merupakan suatu bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita mengambil
keputusan akhir (final design).

Data yang diperlukan dapat berupa :


1. Lokasi
a. Topografi
b. Lingkungan : kota dan luar kota
c. Tanah dasar

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

2. Keperluan : melintasi sungai atau melintasi jalan.


3. Bahan struktur
a. Karakteristik
b. Ketersediaannya
4. Peraturan

Struktur jembatan yang berfungsi paling tepat untuk suatu lokasi tertentu adalah yang
paling baik memenuhi pokok-pokok perencanaan berikut :
1. Kekuatan unsur struktural dan stabilitas struktural keseluruhan
2. Kelayanan
3. Keawetan
4. Kemudahan pelaksanaan konstruksi
5. Ekonomis dapat disetujui
6. Bentuk estetika baik

Maksud seluruh tahapan perencanaan adalah untuk menemukan struktur yang akan
memenuhi pokok-pokok perencanaan diatas. Tahapan perencanaan adalah bersifat uji coba.
Ini dimulai dengan suatu definisi dari masalah dan berkembang dalam hasil yang berguna
setelah beberapa percobaan dan modifikasi. Berikut ini merupakan suatu proses tahapan
perencanaan yang paling perlu dilaksanakan :

Definisi Masalah - Keperluan, hambatan dan pokok tujuan

Menemukan Alternatif - Sistem keseluruhan, sistem struktural dan sistem lain

Rencana Permulaan - Perencanaan struktural, beban, analisis, pengaturan dimensi dan perencanaan lain

Evaluasi Permulaan - Efektifitas, keamanan dan kelayanan, ekonomi, keserasian

Pilihan

Modifikasi

Rencana Akhir - Perencanaan struktural dan perencanaan lain

Evaluasi Akhir

Dokumentasi - Gambar dan spesifikasi

Pelaksanaan - Lelang, konstruksi dan supervisi, sertifikasi

Penggunaan

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119 Gambar 3. Tahapan perencanaan


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Faktor utama dalam tahapan tersebut dibahas sebagai berikut :


1. Pilihan bentuk struktural
Definisi kondisi lapangan dan hambatan perencanaan dan penemuan alternatif
layak dimana bentuk struktural akhir dipilih adalah faktor utama pertama dalam tahapan
perencanaan.
2. Filosofi perencanaan
Terdapat dua pendekatan dasar untuk menjamin keamanan struktural yang
diijinkan oleh peraturan jembatan. Dua filosofi perencanaan tersebut dikenal sebagai
“Rencana Tegangan Kerja” dan “Rencana Keadaan Batas”.
Keduanya memberikan jawaban serupa, tetapi keduanya menggunakan nilai beban
rencana berbeda dan deskripsi berbeda untuk faktor keamanan.

Jembatan dengan bentang yang besar akan mempunyai berat sendiri yang cukup besar
dan kadangkala menyebabkan pemborosan. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat
membuat pilar atau bangunan bawah di tengah bentang dengan bangunan atasnya terdiri dari
dua atau lebih bentang pendek.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

C. Dasar Pembebanan pada Bangunan Jembatan

Semua pembebanan yang bekerja pada konstruksi yang digunakan dalam perencanaan
jembatan ini mengacu pada sistem pembebanan berdasarkan Bridge Management System
(BMS) yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum
tahun 1992. Pembebanan yang bekerja pada jembatan dapat dirinci sebagai berikut :

1. Beban primer
Beban primer adalah muatan yang merupakan beban utama dalam perhitungan
tegangan untuk merencanakan jembatan. Adapun beban-beban yang termasuk dalam
beban primer ini adalah :

a. Beban mati (berat sendiri)

Beban mati adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Beban mati
adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian tertentu dari
jembatan yang merupakan elemen struktural yang bersifat tambahan dan dipasang
secara permanen serta menjadi satu kesatuan dengan jembatan tersebut.
Dalam menentukan besarnya beban mati pada perencanaan ini, harus digunakan nilai
berat isi masing-masing bahan bangunan seperti pada tabel di bawah ini.
Berat isi, Berat isi,
No Jenis Material
ton/m3 kN/m3
1 Air 1,00 9,80
2 Aluminium 2,80 27,44
3 Baja profil 7,85 77,00
4 Baja tuang 7,25 71,00
5 Beton bertulang/pratekan 2,40/2,50 25.00
6 Beton biasa, tumbuk dan siklop 2,20 24,00
7 Perkerasan jalan beraspal 2,00-2,50 19.60-24.50
8 Pasangan batu/bata 2,00 19.60
9 Tanah, pasir, kerikil (dalam keadaan 2,00 19.60
padat)
10 Kayu lunak 7,80
11 Kayu keras 11,00
Sumber: Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, 1987 dan BMS 1992

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Khusus untuk perencanaan jembatan beton bertulang, beban mati (D) terbagi atas :
1) Beban mati merata (QD) yang terdiri atas :
a) Berat sendiri plat lantai jembatan = tebal lantai x bentang plat x berat jenis
beton. Wplat = hf x Lp x b
b) Berat perkerasan = tebal aspal x bentang plat x berat jenis aspal. Ws = ts x Lp
x s
c) Berat genangan air = tebal air x bentang plat x berat jenis air.
Wair = tw x Lp x w
d) Berat gelagar = penjumlahan luasan gelagar x berat jenis beton. Wg = Ag x
b
e) Berat trotoar = tebal trotoar x bentang trotoar x berat jenis beton. Wt = tt x Lt
x b
2) Beban mati titik (PD)
Beban mati titik berupa berat terpusat dari balok diafragma.
Berat balok diafragma = lebar diafragma x tinggi diafragma x panjang
diafragma x berat jenis beton  PD = bd x hd x ld x b.
Beban mati tambahan adalah berat semua elemen tidak struktural yang dapat
bervariasi selama umur jembatan seperti :
1) Perawatan permukaan khusus.
2) Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton (hanya digunakan dalam
kasus menyimpang dan dianggap nominal 22 kN/m3).
3) Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton.
4) Tanda-tanda.
5) Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran (dianggap kosong atau
penuh).
Susut dan rangkak menyebabkan momen dan geser serta reaksi kedalam komponen
tertahan. Pada U.L.S. penyebab gaya-gaya tersebut umumnya diperkecil dengan
retakan beton dan baja leleh. Untuk alasan ini, beban faktor U.L.S. yang digunakan
1,0. Pengaruh tersebut dapat diabaikan pada U.L.S. sebagai bentuk sendi plastis.
Bagaimanapun pengaruh tersebut seharusnya dipertimbangkan pada S.L.S.

b. Beban hidup L (beban lalu lintas)

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Beban hidup (L) adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan
bergerak/lalu lintas dan atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
Beban kendaraan mempunyai tiga komponen :
1) Komponen vertikal
2) Komponen rem
3) Komponen sentrifugal (untuk jembatan melengkung).
Beban hidup (L) atau beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan jalan raya yang
harus ditinjau terdiri dari atas dua macam yaitu beban truk “T” yang merupakan
beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban lajur “D”, yang merupakan beban
jalur untuk gelagar.

1) Beban truk “T”


Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 gandar (sumbu roda) yang
ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap sumbu roda
terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi
pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk “T” diterapkan per lajur lalu
lintas rencana untuk panjang penuh dari jembatan. Beban truk “T” harus
ditempatkan di tengah lajur lalu lintas. Berfungsi untuk perhitungan kekuatan
lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan jembatan yang menentukan untuk
bentang pendek. Beban “T” adalah beban berupa kendaraan truk yang mempunyai
beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton dengan ukuran-ukuran serta
kedudukan seperti tertera pada gambar 4 di bawah ini.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

275

5m 4-9 m 50 175 50

50 kN 200 kN 200 kN

500 mm
25 kN
100 kN
2,75 m

125 mm

200 mm 100 kN
25 kN

200 mm
2,75 m

Gambar 4. Ketentuan beban dan kedudukan roda kendaraan truk

2) Beban lajur “D”


Beban lajur “D” ditempatkan melintang bekerja pada seluruh lebar jalur
kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu
iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang
bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Beban “D” atau beban lajur akan menentukan untuk bentang sedang sampai
bentang panjang yang dipakai untuk menghitung kekuatan gelagar, beban ini
terdiri dari beban terbagi rata sebesar “q” kPa dan beban garis “P” kN/m,
ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus
pada arah lalu lintas. Besar “P” adalah 44,0 kN/m (BMS.1992).
Beban garis P = 44,0 kN/m

1 jalur
Beban terbagi rata (q) t/m

Gambar 5. Beban terbagi rata (q) dan beban garis (P)

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Lebar jalur lalu lintas minimum adalah 2,75 meter dan lebar maksimum 3,75 meter.
Lebar jalur minimum ini dipakai untuk menentukan beban “D” tiap jalur dan besarnya
“q” ditentukan sebagai berikut :

q = 8,0 kPa untuk L  30 m ………...(2.1)


q  2,20 t m1 untuk L  30 m ………...(2.2)

 15 
q = 8,0  0,5   kPa untuk L > 30 m …………(2.3)
 L

q  2,20 t m1 
1,1
L  30t m1 untuk 30 m < L < 60 m .....(2.4)
60
 30 
q  1,11   t m1 untuk L  60 m ……........(2.5)
 L
Keterangan : L = panjang bentang jembatan dalam meter. (PPPJJR, 1987)
Beban UDL boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi pengaruh
maksimum. Beban lajur D ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas.

Tabel 3. Jumlah lajur lalu lintas rencana


Lebar Jalan
Jumlah Lajur Lalulintas
Jenis Jembatan Kendaraan
Rencana
Jembatan (m)
Lajur tunggal 4,0 – 5,0 1
5,50 - 8,25 2
Dua arah, tanpa median
11,25 -15,00 4
10,0 – 12,9 3
Jalan kendaraan 11,25 – 15,0 4
majemuk 15,1 – 18,75 5
18,8 – 22,5 6
Sumber : bridge management system (BMS).1992

Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang pada suatu jembatan adalah
sebagai berikut :
a) Bila lebar lantai kendaraan suatu jembatan sama atau lebih kecil dari 5,50 meter,
beban “D” sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh lebar jembatan
(5,50 m).

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

b) Bila lebar lantai kendaraan suatu jembatan lebih besar dari 5,50 meter, beban “D”
sepenuhnya (100%) dibebankan pada jalur dengan lebar 5,50 meter dan lebar
selebihnya dibebani hanya separuh beban “D” (50%).

½P P ½P

½q q ½q
5,5 m

b > 5,5 meter


Gambar 6. Ketentuan penggunaan beban “D” (PPTJ.1992).

Beban hidup merata (QL)


bef
QL = q.  Gelagar tengah (A) ...(2.6)
2,75

 bef   0,35   q 0,25 


QL =  q.    q.  x   Gelagar tengah (B) ...(2.7)
 2 x2,75   2,75   2 2,75 
 bef   0,45 
QL =  q.0,5.    q.0,5.   Gelagar tepi (C) ……(2.8)
 2 x 2,75   2,75 
Menurut BMS :
Beban hidup merata (QL)
QL = q.bef  Gelagar tengah (A) ...(2.9)

 bef  q 
QL =  q.   q.0,35   x0,25   Gelagar tengah (B) (2.10)
 2  2 
 bef 
QL =  q.0,5.   q.0,5.0,45  Gelagar tepi (C) .….(2.11)
 2 

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Adapun beban hidup yang bekerja pada struktur pelengkap jembatan bagian atas,
berupa muatan yang bekerja pada trotoar, kerb dan sandaran (PPPJJR,1987)
diperhitungkan sebagai berikut :

1) Konstruksi dari trotoar harus diperhitungkan terhadap muatan hidup sebesar 500
kg/m2. Dalam perhitungan kekuatan gelagar karena pengaruh muatan hidup pada
trotoar diperhitungkan beban sebesar 60% dari muatan hidup trotoar tersebut.
2) Kerb yang terdapat pada tepi lantai kendaraan harus diperhitungkan untuk dapat
menahan satu muatan horisontal ke arah melintang jembatan sebesar 500 kg/m 1
yang bekerja pada puncak kerb atau pada tinggi 25 cm dari permukaan lantai
kendaraan.
3) Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan untuk dapat
menahan muatan horisontal sebesar 100 kg/m1, yang bekerja pada tinggi 90 cm
dari lantai trotoar.

c. Beban dinamik (beban kejut)

Beban kejut (K) dimaksudkan untuk memperhitungkan pengaruh getaran-getaran dan


pengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat beban truk “T” dan muatan “D”
tetapi beban “D” yang merupakan beban garis “P” saja yang harus dikalikan dengan
koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum. Sedangkan beban merata “q”
tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Faktor beban dinamik untuk beban truk “T”,
nilai DLA adalah 0,3.

Tabel 4. Faktor Beban Dinamik (KEL) untuk beban lajur “D”


Bentang Ekuivalen LE (m) DLA (untuk kedua keadaan batas)
LE < 50 0,4
50 < LE < 90 0,525 – 0,0025 LE
LE > 90 0,3
Catatan :
 Untuk bentang sederhana LE = panjang bentang aktual.
 Untuk bentang menerus LE = Lrata  rata x Lmaks ….……(2.12)
Dengan : -. Lrata-rata = panjang bentang rata-rata dari bentang-bentang
menerus.
-. Lmaks = panjang bentang maksimum dari bentang-bentang
menerus.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Beban garis (PL)


bef
PL = P. .k  Gelagar tengah (A) (2.13)
2,75

 bef   0,35   P 0,25 


PL =  P.    P.  x k  Gelagar tengah (B) (2.14)
 2 x2,75   2,75   2 2,75 

PL = ﴾ P.0,5. 2xbef2,75 .k  P.0,5. 02,,45


75
.k ﴿  Gelagar tepi (C) .….(2.15)

Menurut BMS :
Beban garis (PL)
PL = P.bef .k  Gelagar tengah (A) (2.16)

 bef  P 
PL =  P.   P.0,35   x0,25 k  Gelagar tengah (B) (2.17)
 2  2 

PL = ﴾ P.0,5. bef2 .k  P.0,5.0,45.k ﴿  Gelagar tepi (C) .….(2.18)

d. Gaya akibat tekanan tanah

Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan untuk dapat
menahan tekanan tanah sesuai dengan rumus-rumus yang berlaku tentang tekanan
tanah pada konstruksi sipil yang ada, khususnya jembatan. Beban kendaraan di
belakang bangunan penahan tanah (tekanan horizontal akibat beban kendaraan
vertikal) harus diperhitungkan senilai dengan muatan setinggi 60 cm. Dalam tugas ,
gaya akibat tekanan tanah tidak dijelaskan lebih lanjut, karena perencanaan yang
dibuat hanya dibatasi pada perencanaan superstruktur dengan beton bertulang.

2. Beban sekunder
Beban sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu
diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban
sekunder ini terdiri dari beban angin, gaya akibat perbedaan suhu, gaya akibat rangkak
dan susut, gaya rem dan traksi, gaya akibat gempa bumi serta gaya gesekan pada tumpuan
yang bergerak. Pada umumnya beban sekunder ini mengakibatkan tegangan-tegangan
yang relatif lebih kecil dari tegangan-tegangan akibat beban primer kecuali gaya akibat
gempa bumi dan gaya gesekan yang kadang-kadang menentukan dan biasanya tergantung
dari panjang bentang, bahan, sistem konstruksi dan tipe jembatan serta keadaan setempat.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

a. Beban angin
Adanya pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m2 pada jembatan ditinjau berdasarkan
bekerjanya beban angin horisontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan dalam
arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas bidang vertikal bangunan
atas jembatan yang dianggap terkena oleh angin ditetapkan sebesar suatu persentase
tertentu terhadap luas bagian-bagian sisi jembatan dan luas bidang vertikal beban
hidup yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 meter di atas lantai kendaraan.
Dalam menghitung jumlah luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat
digunakan ketentuan sebagai berikut :

1) Keadaan tanpa beban hidup


a) Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang sisi
jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50% luas bidang sisi lainnya.
b) Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% luas bidang sisi jembatan yang
langsung terkena angin, ditambah 15% luas bidang sisi lainnya.

2) Keadaan dengan beban hidup


a) Untuk jembatan diambil sebesar 50% terhadap luas bidang menurut point (1.a)
dan (1.b) pada keadaan tanpa beban hidup.
b) Untuk beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung
terkena angin.

3) Jembatan menerus di atas lebih dari dua perletakan


Untuk perletakan tetap perlu diperhitungkan beban angin dalam arah longitudinal
jembatan, yang terjadi bersamaan dengan beban angin yang sama besar dalam
arah lateral jembatan, dengan beban angin masing-masing sebesar 40% terhadap
luas bidang menurut keadaan (1 dan 2). Pada jembatan yang memerlukan
perhitungan pengaruh angin yang teliti, harus diadakan penelitian khusus.

b. Gaya akibat perbedaan suhu


Tegangan-tegangan struktural ditinjau karena adanya perubahan bentuk akibat
perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan, baik yang menggunakan bahan yang
sama maupun dengan bahan yang berbeda. Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu
tersebut dapat dihitung dengan mengambil perbedaan suhu untuk :
1) Bangunan baja
a) Perbedaan suhu maksimum-minimum sama dengan 30° C.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

b) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan sama dengan 15° C.


2) Bangunan beton
a) Perbedaan suhu maksimum-minimum sama dengan 15° C.
b) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan lebih kecil dari
10°C,tergantung dimensi penampang.

Untuk perhitungan tegangan-tegangan dan pergerakan pada jembatan akibat


perbedaan suhu dapat diambil nilai modulus elastis young (E) dan koefisien muai
panjang () sesuai dengan tabel berikut :
Tabel 5. Nilai modulus elastis young (E) dan koefisien muai panjang ()
Jenis bahan E (kg/cm2)  per derajat Celcius
- Baja 2,1 x 106 12 x 10-6
- Beton 4 sampai 4 x 105* 10 x 10-6
- Kayu sejajar serat 1,0 x 105* 5 x 10-6
- Kayu tegak lurus serat 1,0 x 104* 50 x 10-6
*) tergantung pada mutu bahan

c. Gaya akibat rangkak dan susut


Besarnya pengaruh gaya rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi dapat
dianggap senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 15oC, apabila
tidak ada ketentuan lain.
d. Gaya rem
Pengaruh gaya rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya-
gaya dalam arah memanjang jembatan. Gaya rem diperhitungkan senilai dengan
pengaruh gaya rem sebesar 50% dari beban “D” tanpa koefisien kejut yang memenuhi
semua jalur lalu lintas yang ada dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut bekerja
horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter di
atas permukaan lantai kendaraan. Gaya rem ini tidak tergantung pada lebar jembatan
dan diberikan dalam tabel 6 untuk panjang struktur yang tertahan.
Panjang Struktur (m) Gaya Rem S.l..S. (kN)
L < 80 250
80 < L < 180 2,5 L + 50
L > 180 500
Catatan: gaya rem U.L.S.= 2,0gaya rem S.L.S.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

e. Beban pejalan kaki


Intensitas beban pejalan kaki untuk jembatan jalan raya tergantung pada luas beban
yang dipikul oleh unsur yang direncana. Bagaimanapun lantai dan gelagar yang
langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan sebesar = 5 kPa. Intensitas beban
untuk elemen lain diberikan dalam tabel 7 sebagai berikut :

Tabel 7. Intensitas beban pejalan kaki untuk trotoar jembatan jalan raya
Luas terpikul oleh unsur Intensitas beban pejalan kaki nominal
(m2) (kPa)
A < 10 m2 5
10 m2 < A < 100 m2 5,33 – A/30
A > 100 m2 2
Bila kendaraan tidak dicegah naik ke kerb oleh penghalang rencana, trotoar
juga harus direncanakan agar menahan beban terpusat = 20 kN.

f. Gaya akibat gempa bumi


Pengaruh gempa bumi pada jembatan diperhitungkan berdasarkan buku “Petunjuk
Perencanaan Tahan Gempa Untuk Jembatan Jalan Raya 1986”. Pengaruh gempa bumi
pada jembatan dihitung senilai dengan pengaruh gaya horisontal pada konstruksi
akibat beban mati konstruksi atau bagian konstruksi yang ditinjau ditambah pengaruh
gaya gesek pada perletakan, tekanan hidrodinamik akibat gempa dan tekanan tanah
akibat gempa serta gaya angkat apabila pondasi yang direncanakan merupakan
pondasi terapung atau pondasi langsung.

g. Gaya akibat gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak (traksi)


Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau pada jembatan akibat beban mati sedangkan
besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang bersangkutan
berbeda-beda seperti yang termuat di dalam tabel 5. Gaya gesek ini ditinjau karena
adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan akibat perbedaan suhu atau akibat-
akibat lain.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Tabel 8. Koefisien gesek


No Uraian Koefisien
1 Tumpuan Rol Baja
a. Dengan satu atau dua rol 0,01
b. Dengan tiga atau lebih rol 0,05
2 Tumpuan Gesekan
a. Antara baja dengan campuran tembaga 0,15
keras dan baja.
b. Antara baja dengan baja atau besi 0,25
tuang. 0,18
c. Antara karet dengan baja atau beton.
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, 1987

3. Beban khusus
Beban khusus adalah beban yang merupakan beban-beban khusus untuk
perhitungan tegangan-tegangan pada perencanaan jembatan. Diterapkan pada jenis-jenis
jembatan dengan fungsi pelayanan khusus dan untuk jembatan dengan kondisi lapangan
yang khusus pula.Beban-beban yang termasuk beban khusus adalah :
a. Gaya sentrifugal
Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan terhadap suatu
gaya horizontal radial yang dianggap bekerja pada ketinggian 1,80 m di atas lantai
kendaraan. Gaya horizontal tersebut dinyatakan dalam proses terhadap beban “D”
yang dianggap ada pada semua jalur lalu-lintas tanpa dikalikan dengan koefisien
kejut. Besarnya prosentase tersebut dapat ditentukan dengan rumus :
0,79.V 2
Ks  ………………………………………………...(2.19)
R
Keterangan : Ks = koefisien gaya sentrifugal
V = kecepatan rencana
R = jari-jari tikungan

b. Beban dan gaya selama pelaksanaan


Gaya-gaya khusus yang mungkin timbul dalam masa pelaksanaan pembangunan
jembatan harus ditinjau dan besarnya dihitung sesuai dengan cara pelaksanaan
pekerjaan yang digunakan.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

c. Gaya akibat aliran air dan tumbukan benda-benda hanyutan


Semua pilar dan bagian-bagian lain dari bangunan jembatan yang mengalami gaya-
gaya aliran air harus diperhitungkan dan menahan tegangan-tegangan maksimum
akibat gaya-gaya tersebut. Gaya aliran sungai dinaikan bila hanyutan dapat terkumpul
pada struktur. Gaya tekanan aliran air dapat dihitung dengan rumus :

Ah = k . Va2 ………………………………………………..(2.20)
Keterangan : Ah = tekanan aliran air
Va = kecepatan aliran air
k = koefisien aliran yang tergantung bentuk pilar

Tabel 9. Koefisien aliran (k)


Bentuk depan dari pilar K
-. Persegi 0,075
-. Bersudut < 30o derajat 0,025
-. Bundar 0,035

d. Gaya angkat

e. Gaya tumbuk pada penyangga jembatan


Penyangga jembatan dalam daerah lalu lintas harus direncanakan agar menahan
tumbukan sesaat atau dilengkapi dengan penghalang pengaman yang khusus
direncanakan. Tumbukan kendaraan diambil sebagai beban statis S.L.S. Sebagai 1000
kN pada 100 terhadap garis pusat jalan pada tinngi sebesar 1,8 m. pengaruh tumbukan
kereta api dan kapal ditentukan oleh yang berwenang dengan relevan.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

D. Distribusi Beban

1. Beban mati (D)


a. Beban mati primer
Beban mati yang digunakan dalam perhitungan kekuatan gelagar adalah berat sendiri
pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-masing gelagar.
b. Beban mati sekunder
Beban mati sekunder yaitu kerb, trotoar, tiang sandaran dan lain-lain yang dipasang
setelah pelat dicor dan dianggap terbagi rata di semua gelagar.
2. Beban hidup (L)
a. Beban “T”
Dalam perhitungan kekuatan lantai akibat “T” dianggap bahwa beban tersebut
menyebar ke bawah dengan arah 45° sampai ke tengah-tengah tebal lantai kendaraan.

Tabel 10. Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”


Jenis Bangunan Atas Jembatan Jalur Tunggal Jembatan Jalur Majemuk
Pelat lantai beton diatas :
 Balok baja I atau balok S/4,2 S/3,4
beton pratekan (bila S > 3,0 m lihat catatan 1) (bila S > 4,3 m lihat catatan 1)
 Balok beton bertulang T S/4,0 S/3,6
(bila S > 1,8 m lihat catatan 1) (bila S > 3,0 m lihat catatan 1)
 Balok kayu S/4,8 S/4,2
(bila S > 3,7 m lihat catatan 1) (bila S > 4,9 m lihat catatan 1)
Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2
Lantai baja gelombang tebal S/3,3 S/2,7
50 mm atau lebih
Kisi-kisi baja :
 Kurang dari tebal 100 mm S/2,6 S/2,4
 Tebal 100 mm atau lebih S/3,6 S/3,0
(bila S > 3,6 m lihat catatan 1) (bila S > 3,2 m lihat catatan 1)
Catatan :
1. Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan
menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana.
2. Balok geser dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S/faktor > 0,5
3. S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m).

Momen lentur rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dibawah dapat
digunakan untuk plat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah
melintang, dimana bentang berada antara 0,6 - 7,4 m.
Bentang efektif S diambil sebagai :
1) Pelat lantai bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian).

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

S = bentang bersih.
2) Pelat lantai didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor menjadi
kesatuan  S = bentang bersih + setengah lebar dudukan tumpuan
a) Pelat lantai terletak sederhana
Momen lentur rencana (untuk bentang terletak sederhana) per meter lebar plat
diberikan oleh :
 S  0,6 
 P kNm ………………………………………….(2.21)
 10 

dengan :
S = bentang efektif (m) seperti ditentukan diatas
P = beban roda dari gambar 4 (kN) dan faktor untuk U.L.S. atau S.L.S.
diperlukan.
b) Pelat lantai menerus
Untuk pelat lantai menerus antara dua atau lebih perletakan, suatu faktor
pengaruh menerus sebesar 0,8 dapat digunakan pada rumus pelat terletak
sederhana untuk momen positif dan negatif.
c) Pelat kantilever
Momen lentur negatif rencana per meter lebar akibat tiap roda diberikan oleh :
PX
kNm …………………………………………………..(2.22)
E
dengan :
E = 0.8X + 1.1 (m).
X = Jarak dari beban ke permulaan asal kantilever (m).
P = Beban roda dari gambar 4 (kN) dan faktor untuk U.L.S atau S.L.S.
diperlukan
Pelat kantilever juga harus direncanakan untuk momen lentur positif
maksimum sebesar 0.25momen lentur negatif akibat satu roda.
Beban sandaran yang bekerja pada tiap tiang sandaran dapat dianggap tertahan
oleh suatu panjang efektif dari pelat kantilever sebesar E = 0.8X + 1.1 (m)
dimana tidak digunakan tembok pengaman dan sebesar E = 0.8X + 1.5 (m)
bila digunakan tembok pengaman dengan X sebagai jarak (m) dari pusat tiang
sandaran terhadap titik yang ditinjau.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Untuk menyediakan distribusi lateral dari beban terpusat, tulangan pembagi dalam
arah melintang terhadap tulangan utama harus ditempatkan dalam semua pelat,
kecuali bahwa persyaratan ini tidak akan berlaku bila kedalaman timbunan diatas
pelat melebihi 600 mm.

b. Beban “D”
Dalam menghitung momen dan gaya lintang dan kekuatan yang sama atau hampir
sama sehingga penyebaran beban “D” melalui lantai kendaraan ke gelagar-gelagar
harus dihitung dengan cara sebagai berikut :

1) Gelagar tengah
q
Beban merata : q'  x .s …………………………………...(2.23)
2,75
p
Beban garis : p'  x .s …………………………………...(2.24)
2,75
Keterangan :
s = jarak gelagar yang berdekatan diukur dari as ke as
 = faktor distribusi
 = 0,75 bila kekuatan gelagar melintang diperhitungkan
 = 1 bila kekuatan gelagar melintang tidak diperhitungkan

2) Gelagar tepi

Untuk perhitungan gelagar tepi, faktor distribusi tidak diperhitungkan ( = 1,00)


dan gelagar tepi direncanakan minimal sama dengan gelagar tengah.
q
Beban merata : q'  xs' ……………………………….….(2.25)
2,75
p
Beban garis : p'  xs' ………………………………….(2.26)
2,75
Dimana s’ adalah lebar pengaruh beban hidup pada gelagar tepi.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

E. Analisis Penampang Beton Bertulang

1. Persyaratan kekuatan
Struktur bangunan dan komponen-komponennya harus direncanakan untuk mampu
memikul beban lebih di atas beban yang diharapkan bekerja. Kapasitas lebih tersebut
disediakan untuk memperhitungkan dua keadaan yaitu terdapatnya beban kerja yang lebih
besar dan kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuatan komponen struktur akibat
bahan dasar ataupun pengerjaan yang tidak memenuhi syarat. Kekuatan yang tersedia >
Kekuatan yang dibutuhkan.
Kekuatan yang dibutuhkan atau disebut kuat perlu menurut SK SNI T-15-1991-03
dapat diungkapkan sebagai beban rencana ataupun momen, gaya geser dan gaya-gaya lain
yang berhubungan dengan beban rencana. Beban rencana atau beban terfaktor didapatkan
dari mengalikan beban kerja dengan faktor beban. Untuk beban mati (D) dan hidup (L),
SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.2 ayat 1 menetapkan bahwa beban rencana dan gaya
geser rencana serta momen rencana ditetapkan hubungannya dengan beban kerja atau
beban berguna melalui persamaan sebagai berikut :

U = 1,2D + 1,6L (SNI, 1991) …………………………………………....(2.27)

Dimana U adalah kuat rencana (kuat perlu), D adalah beban mati dan L adalah beban
hidup. Faktor beban berbeda untuk beban mati, beban hidup dan beban angin ataupun
beban gempa. Ketentuan faktor untuk jenis pembebanan lainnya tergantung pada
kombinasi pembebanannya yang terdapat dalam SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.2 ayat 2,
3 dan 4.
Beban merata terfaktor  QU = 1,2QD + 1,6QL
Beban titik terfaktor  PU = 1,2PD + 1,6PL
Beban momen terfaktor  MU = 1,2MD + 1,6ML

Pasal 3.2.3 memberikan ketentuan konsep keamanan lapis kedua yaitu reduksi
kapasitas teoritik komponen struktur dengan mengunakan faktor reduksi kekuatan ()
dalam menentukan kuat rencananya. Pemakaian faktor  dimaksudkan untuk
memperhitungkan kemungkinan penyimpangan terhadap kemunduran kekuatan bahan,
kesalahan pengerjaan, ketidaktepatan ukuran dan pengendalian serta pengawasan
pelaksanaan. Dengan demikian apabila faktor  dikalikan dengan kuat ideal teoritik
berarti sudah termasuk memperhitungkan daktilitas dan kepentingan serta tingkat

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

ketepatan ukuran suatu komponen struktur sedemikian hingga kekuatannya dapat


ditentukan.
Standar SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.3 ayat 2 memberikan faktor reduksi
kekuatan  adalah sebagai berikut :
a. lentur tanpa beban aksial Ø = 0,80
b. geser dan puntir Ø = 0,60
c. tarik aksial tanpa dan dengan lentur Ø = 0,80
d. tekan aksial tanpa dan dengan lentur (sengkang) Ø = 0,65
e. tekan aksial tanpa dan dengan lentur (spiral) Ø = 0,70
f. tumpuan pada beton Ø = 0,70
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kuat momen yang digunakan MR
(kapasitas momen) sama dengan kuat momen ideal (Mn) dikalikan dengan faktor Ø,
dengan rumus sebagai berikut : MR = Ø . Mn

2. Metode analisis dan perencanaan penampang beton terhadap beban lentur


Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
timbul retak yang berlebihan pada penampang sewaktu mendukung beban kerja dan
masih mempunyai cukup keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban dan
tegangan lebih lanjut tanpa mengalami runtuh. Timbulnya tegangan-tegangan lentur
akibat terjadinya momen karena beban luar dan tegangan tersebut merupakan faktor yang
menentukan dalam menetapkan dimensi geometris penampang komponen struktur. Proses
perencanaan atau analisis umumnya dimulai dengan memenuhi persyaratan terhadap
lentur, kemudian baru segi-segi lainnya seperti kapasitas geser, defleksi dan retak serta
panjang penyaluran dianalisis. Sehingga keseluruhannya memenuhi syarat (Dipohusodo,
1994).
Anggapan yang digunakan dalam menganalisis beton bertulang yang diberi beban
lentur (Nawy, 1990) adalah :

a. Beton tidak dapat menerima gaya tarik karena beton tidak mempunyai kekuatan
terhadap gaya tarik.
b. Perubahan bentuk berupa pertambahan panjang dan perpendekan (regangan tarik dan
tekan) pada serat penampang berbanding lurus dengan jarak tiap serat ke sumbu
netral.
c. Hubungan antara tegangan dan regangan baja (s dan s) dapat dinyatakan secara
skematis.
MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119
TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

d. Hubungan antara tegangan dan regangan beton (c dan c) dapat dinyatakan secara
skematis.

Distribusi tekanan aktual yang terjadi pada penampang mempunyai bentuk


parabola seperti yang diperlihatkan pada gambar 7 menghitung luasan blok tegangan-
tegangan yang berbentuk parabola bukanlah hal yang mudah. Karena itu untuk tujuan
penyederhanaan C.S. Whitney 1942, mengusulkan agar digunakan blok tegangan segi
empat ekivalen yang dapat digunakan untuk menghitung gaya tekan tanpa harus
kehilangan ketelitiannya (Nawy, 1990).

c fc’ 0,85fc’
sisi tertekan

- Cc a=β1.c
c y

h d
As d-y
+
Ts

sisi tertarik s
b

Gambar 7. Distribusi tegangan dan regangan pada penampang persegi (Nawy,


1990)
Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, konstanta yang merupakan fungsi dari kelas
kuat beton () ditetapkan sebesar 0,85 untuk mutu beton dengan fc’ < 30 MPa. Berkurang
0,008 untuk setiap kenaikan 1 MPa kuat beton. Untuk mutu beton yang lebih tinggi (fc’ >
30 MPa),  dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
 = 0,85 – 0,008 (fc’ - 30)....................................................................(2.28)
Nilai β tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.

Dari syarat kesetimbangan H = 0, maka Cc = Ts ; berdasarkan gambar di atas,


dapat diperoleh persamaan kesetimbangan sebagai berikut :
. b. c. 0,85. fc’ = As. fy ..................................................................... ......(2.29)
Keterangan  : konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
b : lebar penampang blok tekan, mm
c : jarak serat tekan terluar ke garis netral, mm
fc’ : mutu beton, MPa
As : luas penampang tulangan, mm
fy : mutu baja, MPa
MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119
TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Dengan memasukan nilai  = 0,85 maka persamaan (2.29) berubah menjadi :


0,7225. b. c. fc’ = As.fy .............................................................................(2.30)
Dari gambar diketahui bahwa momen pikul penampang adalah :
Mu = Cc (d- 1/2.c) = Ts (d- 1/2.c)  Ts = As..fy
Dimana  adalah faktor reduksi kekuatan dan diambil  = 0,8 (SK SNI T-15-1991-03
pasal 3.3.2.3), sehingga Mu dapat ditulis dalam bentuk :
Mu = As.0,8.fy (d-1/2.0,85.c)
= 0,8As.fy (d - 0,425c).........................................................................(2.31)
Jika As = .b.d ; maka persamaan (2.31) dapat ditulis dalam bentuk :
Mu = 0,8.b.d.fy(d - 0,425c)......................................................................(2.32)
Dan persamaan (2.30) dapat ditulis dalam bentuk :
0,7225.b.c.fc’ = .b.d.fy ; selanjutnya dapat ditulis dalam bentuk
c = .b.d.fy __.......... ..............................................................................(2.33)
0,7225b.fc`
Persamaan (2.33) disubtitusikan ke persamaan (2.32) dan menghasilkan persamaan
sebagai berikut :
fy
Mu = 0,8.b.d.fy (d - 0,425.1,384 fc` d)...............................................(2.34)
Dengan memindahkan variabel b dan d ke ruas kiri maka Persamaan (2.34) dapat ditulis
kembali dalam bentuk :

Mu fy
  .0,8. fy.(1  0,588 ) ..................................................................(2.35)
b.d fc'
Pada Persamaan (2.35) ruas kanan hanya bergantung pada mutu beton dan mutu
baja serta jumlah tulangan. Akan tetapi karena jumlah tulangan telah dipilih maka ruas ini
telah bernilai tertentu. Jadi yang tidak diketahui hanyalah nilai .
Dua besaran yang berperan penting dalam analisis penampang beton bertulang
adalah tinggi total (h) dan tinggi efektif (d). Untuk sebuah pelat, hubungan antara h dan d
secara umum ditentukan oleh :
h = d + 1/2tulpokok + p (Vis, Kusuma 1991)
Keterangan : h = tinggi total penampang beton.
d = tinggi efektif (jarak dari tepi serat tekan ke titik
berat tulangan tarik, mm).
p = tebal penutup beton (selimut beton) untuk
menutup tulangan terluar, mm.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

tul pokok = diameter tulangan pokok.

Hubungan antara h dan d untuk sebuah balok secara umum ditentukan oleh :

h = d + 1/2tul pokok + sengkang + p......................... ...................................(2.36)

Tebal penutup beton berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Tebal minimum penutup beton pada tulangan terluar


Yang langsung
Yang tidak langsung
Bagian Konstruksi berhu bungan
berhubungan dengan
dengan tanah dan
tanah dan cuaca
cuaca
Lantai/Dinding <D36 = 20 mm <D36 = 20 mm
>D36 = 40 mm >D36 = 40 mm
Balok Seluruh diameter = 40 <D16 = 20 mm
mm >D66 = 50 mm
Kolom Seluruh diameter = 40 <D16 = 20 mm
mm >D66 = 40 mm
Untuk konstruksi beton yang dituang langsung dan selalu berhubungan
dengan tanah berlaku tebal penutup beton minimum yang umum
sebesar 70 mm

3. Pelat lantai
Retakan lentur dalam pelat beton bertulang, dianggap terkendali bila jarak antara pusat-
pusat batang tulangan dalam tiap arah tidak melebihi atau nilai lebih kecil dari diameter
tulangan atau 300 mm. Batang dengan diameter lebih kecil dari setengah diameter batang
terbesar dalam penampang melintang harus diabaikan.
4. Pembatasan penulangan tarik
Berdasarkan jenis keruntuhan yang dialami, apakah akan terjadi leleh tulangan
tarik atau hancurnya beton yang tertekan, balok dapat dikelompokkan atas tiga kelompok
sebagai berikut : (PPTJ, 1992)
a. Penampang balok bertulangan seimbang (balanced)
Balok mengandung jumlah tulangan sama dengan jumlah tulangan yang diperlukan
untuk mencapai kondisi keseimbangan regangan. Tulangan tarik mulai leleh tepat
pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. Pada
awal terjadinya keruntuhan, regangan tekan yang diizinkan pada serat tepi yang

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

tertekan adalah 0,003, sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya
yaitu y = fy/Ec.
b. Penampang balok bertulangan lebih (over reinforced)
Balok mengandung jumlah tulangan yang lebih banyak dari yang diperlukan untuk
mencapai kondisi keseimbangan regangan. Berlebihnya tulangan baja tarik
mengakibatkan garis netral bergeser ke bawah. Hal ini berarti bahwa beton lebih cepat
mencapai regangan luluhnya dibandingkan dengan baja. Keruntuhan ditandai dengan
hancurnya beton yang tertekan. Pada saat awal keruntuhan, regangan baja yang masih
lebih kecil dari regangan lelehnya. Pada penampang jenis ini, apabila penampang
balok tersebut dibebani momen yang lebih besar lagi sehingga kemampuan regangan
maksimum beton terlampaui, maka akan berlangsung keruntuhan dengan beton
hancur secara mendadak tanpa diawali dengan gejala-gejala peringatan terlebih
dahulu.
c. Penampang balok bertulangan kurang (under reinforced)
Balok mengandung jumlah tulangan yang kurang dari jumlah tulangan yang
diperlukan untuk mencapai kondisi keseimbangan regangan. Hal ini berarti bahwa
tulangan baja lebih duluan mencapai regangan luluhnya sebelum beton mencapai
regangan maksimumnya. Bila regangan luluh baja terlampaui, keruntuhan ditandai
dengan terjadinya leleh pada tulangan baja. Cara hancur sangat dipengaruhi oleh
lelehnya tulangan baja tarik dan berlangsung meningkat secara bertahap. Segera
tulangan baja telah mencapai titik leleh, lendutan balok meningkat tajam sehingga
dapat merupakan tanda awal dari kehancuran.
Cara hancur pada penampang bertulangan kurang lebih disukai karena dengan
adanya tanda peringatan, resiko yang diakibatkannya dapat diperkecil. Untuk itu SK
SNI T-15-1991-03 menetapkan pembatasan tulangan. Pasal 3.3.3 menetapkan bahwa
jumlah tulangan baja tarik tidak boleh melebihi 0,75 dari jumlah tulangan baja tarik
yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan atau secara matematis
dinyatakan sebagai :
maks = 0,75b .............................................................................................(2.37)
(Dipohusodo, 1991) menyatakan bahwa nilai b dapat dihitung dengan persamaan berikut
: b = (0,85.fc`.)600
........................ .(2.38)
fy(600+fy)

min = 1,4 ...........................................................................................(2.39)


fy

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

Batasan minimum penulangan tersebut diperlukan untuk lebih menjamin tidak terjadinya
hancur secara tiba-tiba seperti yang terjadi pada balok tanpa tulangan.
5. Balok yang memikul beban lentur

6. Penampang balok T
a. Pengertian
Apabila balok dan pelat merupakan satu kesatuan monolit, dimana antara balok dan
pelat dapat terjadi interaksi saat menahan momen lentur positif, sehingga pelat akan
berfungsi sebagai sayap (flens) dan balok sebagai badan (Rib), hal ini dinamakan
balok “T”.

Jembatan tipe gelagar T adalah jembatan plat beton yang dipikul oleh gelagar
memanjang berdasarkan muatan yang digunakan dalam perhitungan standar jembatan
tipe gelagar T dibedakan menjadi 2 kelas yakni :
1) Jembatan tipe gelagar T kelas I
2) Jembatan tipe gelagar T kelas II

Standar superstruktur jembatan tipe gelagar T dibuat dengan batasan bentang minimal
6 meter dan maksimal 25 meter.

Tabel 10. Standar superstruktur jembatan tipe gelagar T


Tipe Lebar Lebar Jumlah
Lebar Muatan
balok jalur total gelagar
trotoar (m) rencana
(kelas) (meter) (meter) (buah)
I 7 2X1 9,92 100%(D+L) 6
II 6 2 X 0,5 - 70% (D+L) 4

Jenis perletakan yang digunakan adalah sebagai berikut :


1) Perletakan baja
Untuk perletakan jenis ini dibedakan atas dua macam tipe, yakni :
a) Tipe kecil yang digunakan untuk bentang 5 – 15 meter
b) Tipe medium yang digunakan untuk bentang 15 – 25 meter.
2) Perletakan karet
Perletakan ini dibuat dari bahan karet yang berlapis-lapis. Selain berfungsi untuk
memikul beban yang vertikal. Perletakan ini juga berfungsi sebagai penyerap
getaran. Keuntungan Gelagar T adalah :
a) Mengurangi biaya
b) Mengurangi beban sendiri (beban mati)

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

b. Tinggi gelagar T
Perbandingan tinggi / panjang bentang jembatan = h/L tipikal = 1/12 sampai dengan
1/15
c. Lebar flens efektif (b)
b b

ht

Balok “½T” Balok “T” h

bw bw
Jarak bersih (bs) Spasi balok (bk)

Gambar 9. Penampang balok T

1) Lebar flens efektif (b) balok “T” yang diperhitungkan, tidak boleh melebihi nilai-
nilai sebagai berikut :
b < 1 /4 L seperempat bentang balok
b < bw + 16ht lebar rib ditambah dua kali 8 tebal pelat
b < bk jarak dari pusat ke pusat (spasi balok)
2) Lebar flens efektif (b) balok “L” yang diperhitungkan, tidak boleh melebihi nilai-
nilai sebagai berikut :
b < bw + 1/12 L lebar rib ditambah seperduabelas bentang balok
b < bw + 6ht lebar rib ditambah enam kali tebal pelat
b < bw + 1/2bs lebar rib ditambah seperdua jarak bersih
3) Untuk balok “T” yang khusus dibentuk untuk mendapatkan tambahan luas daerah
tekan, harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut :
ht > 1/2bw tebal flens tidak boleh kurang dari setengah lebar rib
b < 4bw lebar flens efektif tidak boleh lebih dari empat kali lebar rib

d. Persyaratan khusus
1) Konstruksi balok “T” (badan dan flens) harus dilaksanakan secara menyatu
(monolit) agar diperoleh lekatan yang efektif antara keduanya.
2) Bila tulangan lentur utama pelat yang dianggap sebagai flens balok “T” sejajar
dengan balok (kecuali konstruksi pelat rusuk), maka harus disediakan penulangan
di sisi atas pelat yang tegak lurus balok berdasarkan dengan ketentuan :

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

a) Tulangan transversal harus direncanakan untuk menahan beban terfaktor pada


lebar pelat yang membentang (yang dianggap berperilaku sebagai kantilever),
dimana diperhitungkan lebar efektifnya. Sedang untuk balok tunggal, seluruh
lebar dari flens harus diperhitungkan.
b) Tulangan transversal harus dipasang dengan spasi tidak melebihi lima kali
tebal pelat atau 500 mm.
Sumber : Standar SK SNI T-15-1991-03 Pasal 3.1.10

e. Prinsip dan analisis perhitungan


1) Persyaratan daktilitas balok “T” sama dengan balok persegi, dimana rasio
penulangan maksimum maks < 0,75b dan rasio tulangan minimum min =
1,4/fy.
2) Rasio penulangan aktual (aktual) ditentukan dengan berdasarkan lebar badan
balok (bw) bukan lebar flens efektif (b).
3) Faktor reduksi kekuatan () = 0,80, diambil sama pada balok persegi biasa (karena
umumnya mengalami lentur tanpa beban aksial).
4) Dalam proses analisis, akan dijumpai bentuk blok tegangan tekan dalam dua
kondisi kemungkinan, yaitu :
a) Balok “T” persegi, apabila seluruh blok tegangan tekan masuk di dalam
daerah flens sehingga blok tegangan tekan mencakup daerah kerja berbentuk
persegi.
b) Balok “T” murni, apabila blok tegangan tekan meliputi seluruh daerah flens
dan sebagian masuk di badan balok sehingga blok tegangan tekan mencakup
daerah kerja berbentuk huruf “T”.
b c 0,85fc’

ND1
ht ND
c a
ND2
Garis netral
h z
d
=β1c
c=0,03
bw s = y cfy/Es

Gambar 10. Diagram tegangan dan regangan balok “T”

f. Urutan perencanaan balok “T”


1) Menghitung momen rencana, Mu = 1,2MD + 1,6ML
2) Menetapkan tinggi efektif, d = h – x

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

(Nilai (x) bergantung pada penutup beton, D-sengkang dan D-tulangan tarik)
3) Menetapkan lebar flens efektif (b)
4) Menghitung momen tahanan, MR =  . 0,85 . fc’ . b . ht . (d-1/2ht)
(Anggapan bahwa seluruh daerah flens efektif untuk tekan)
5) Kontrol perilaku balok “T”
(Apabila MR > MU maka balok berperilaku balok “T” persegi dimana
perhitungan didasarkan pada balok persegi biasa)
(Apabila MR < MU maka balok berperilaku balok “T” murni dimana perhitungan
didasarkan pada balok “T” murni)

 Kemungkinan I : Balok “T” Persegi


6) Menghitung nilai koefisien tahanan, k = MU / (.b.d2)
7) Tentukan nilai rasio penulangan () dari tabel atau nomogram, berdasarkan nilai
k dan nilai fy dan fc’.
8) Menghitung luas tulangan tarik, As =  . b . d
9) Tentukan pemakaian tulangan yang sesuai
(Periksa terhadap jarak minimum tulangan dan d aktual)
10) Hitung aktual = As / (bw . d)
(Periksa terhadap min = 1,4/fy)
11) Periksa persyaratan daktilitas, dimana As(maks) harus lebih besar dari As.
(Apabila As > As(maks), maka momen tahanan MR dihitung dengan
menggunakan As(maks) yang dalam hal ini disebut sebagai Asefektif)
12) Buat sketsa rancangan.

 Kemungkinan II : balok “T” murni


6) Perkirakan nilai lengan koppel dalam, z = d – 1/2ht
7) Menghitung luas tulangan tarik, As = MU / (.fy.z)
8) Tentukan pemakaian tulangan yang sesuai
(Periksa terhadap jarak minimum tulangan dan d aktual)
9) Pemeriksaan kembali kapasitas penampang “T” murni
a) Hitung gaya tarik total, NT = As . fy
b) Hitung gaya tekan total, ND = 0,85 . fc’ . b . ht
NT  ND
c) Hitung tinggi blok tegangan tekan total, a   ht
0,85. fc'.bw

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119


TUGAS MATA KULIAH
TADULAKO UNIVERSITY – CIVIL ENGINEERING

d) Hitung nilai lengan momen dalam, z = d-y


(Dimana y adalah letak titik pusat daerah tekan total, y = Ay / A)
e) Hitung momen tahanan, MR =  . NT . z
(Apabila MR > MU maka telah memenuhi persyaratan)

10) Hitung aktual = As / (bw.d)


(Periksa terhadap min = 1,4 / fy)

11) Periksa persyaratan daktilitas, dimana As (maks) harus lebih besar dari As.
(Apabila As > As (maks), maka momen tahanan MR dihitung dengan
menggunakan As(maks) yang dalam hal ini disebut sebagai Asefektif)
12) Buat sketsa rancangan.

g. Retakan gelagar
Retakan gelagar dianggap terkendali pada keadaan lanyan oleh pembagian
penulangan sedemikian bahwa :
1) Retakan Lentur
a) Jarak antara pusat-pusat batang tulangan dekat permukaan tarik gelagar tidak
boleh melebihi 200 mm
b) Jarak dari pinggir atau dasar gelagar terhadap pusat batang tulangan
memanjang terdekat tidak boleh melebihi 100 mm.
Untuk maksud di atas, suatu batang tulangan dengan diameter lebih kecil dari
setengah diameter batang terbesar dalam penampang melintang harus diabaikan.
2) Retakan permukaan pinggir
Bila tinggi seluruh gelagar melebihi h > 750 mm, tulangan memanjang tambahan
yang mempunyai luas total minimal (As total = 0.01.bw.D),
dengan bw :
bw < 200 mm tidak perlu diambil lebih dari 200 mm
Harus terbagi rata pada kedua sisi badan.
Pada jarak sebesar 2/3 tinggi keseluruhan terhadap permukaan tarik.
Pada jarak antara yang tidak melebihi 300 mm pusat ke pusat.

MOH. YUSUF KAHAR / F 111 17 119

Anda mungkin juga menyukai